UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY KARYA ILMIAH AKHIR MISFATRIA NOOR 1106043040 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2014 i Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah MISFATRIA NOOR 1106043040 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2014 ii Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, dan hidayahNya sehingga penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini dapat diselesaikan. Penulisan Karya Ilmiah Akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan spesialis keperawatan dan untuk mencapai gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Karya Ilmiah Akhir ini berjudul “Laporan Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Gangguan Sistem Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy”. Penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan serta arahan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Ibu Prof. Dra. Elly Nurachmah, S.Kp, M.App.Sc, DN.Sc, selaku supervisor utama (Pembimbing I) yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini. 2. Ibu Tuti Herawati, S.Kp, MN, selaku supervisor (Pembimbing II) yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini. 3. Ibu Dr. Ns. Rita Sekarsari, S.Kp, MHSM, Sp.KV, selaku supervisor klinik yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran untuk mengarahkan saya dalam bimbingan di RSJPDHK sehingga tersusunnya karya ilmiah akhir ini. 4. Ibu Dra. Juniati Sahar, MA, PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 6. Ibu Henny Permatasari, S.Kp, MN selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 7. Direktur Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta yang telah memberikan persetujuan atas permohonan pelaksanaan praktik residensi. vi Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 8. Seluruh dosen, staf, dan seluruh civitas akademika di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah membantu dan memfasilitasi penulis selama mengikuti pendidikan spesialis. 9. Seluruh pembimbing klinik di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta yang telah menyediakan waktu dan memberikan ilmunya dalam proses bimbingan selama praktik residensi. 10. Papanda Madjoari Noor, Ibunda Nurhasni (Almrh), Bapak mertua, Uda Mas, Uda Firman, Uda Pepi, Uni Memi, Ayang dan Uncu, ponakan tersayang dan teristimewa suamiku tercinta Bambang Wijayono, SH yang selalu memberikan doa dan banyak bantuan dukungan material dan moril dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan pendidikan spesialis keperawatan dan karya ilmiah akhir ini. 11. Seluruh sahabat dan teman-teman seperjuangan Residensi Keperawatan Medikal Bedah Cardiolovers yang telah memberikan bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu diharapkan masukan dan saran demi kesempurnaan. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan dimasa yang akan datang. Depok, Juli 2014 Penulis vii Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 ABSTRAK Nama : Misfatria Noor Program Studi : Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Judul Laporan Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Gangguan Sistem Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy : Praktik spesialis Keperawatan Medikal Bedah peminatan kardiovaskuler ini bertujuan untuk melakukan praktik dengan mengaplikasikan peran perawat melalui pendekatan Model Adaptasi Roy. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan diterapkan pada 30 orang pasien gangguan kardiovaskuler dan satu orang pasien kelolaan utama yaitu pasien post operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG). Peran sebagai peneliti dalam melakukan penerapan tindakan keperawatan yang berbasis pembuktian ilmiah (evidence based nursing practice) yaitu dengan membuktikan terapi musik sebagai salah satu teknik pengurangan nyeri dan respon fisiologis pasien post operasi jantung terbuka. Peran sebagai inovator melalui pelaksanaan kegiatan praktik klinik konsultan keperawatan di unit rawat jalan pada pasien Congestif Heart Failure (CHF) yang bertujuan untuk memberikan konsultasi dan praktik keperawatan terhadap pasien dengan masalah sistem kardiovaskuler khususnya CHF. Hasil praktik ini menunjukan bahwa Model Adaptasi Roy efektif digunakan pada pasien gangguan kardiovaskuler, dan terapi musik efektif untuk mengurangi nyeri dan menstabilkan respon fisiologis pasien post CABG, selain itu praktik klinik konsultan keperawatan pada pasien CHF di unit rawat jalan dapat memberikan pengetahuan dan meningkatkan kemampuan pasien melakukan perawatan dirumah. Kata Kunci : Praktik Keperawatan Medikal Bedah, Model Adaptasi Roy, Coronary Artery Bypass Graft (CABG), Terapi Musik, Nyeri dan Respon Fisiologis, Praktek Klinik Konsultan Keperawatan. ix Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 ABSTRACT Name : Programe : Title Misfatria Noor Medical Surgical Nursing Specialists Faculty of Nursing University of Indonesia : Reports Of Medical Surgical Nursing Practice Residency In Patents With Cardiovascular System Disosrdes Roy Adaptation Model Approach Medical Surgical Nursing Practice specialist cardiovascular specialization aims to practice by applying the approach to the role of nurses through the Roy Adaptation Model. Role as provider of nursing care applied to 30 patients of cardiovascular disorders and one patient that the patient's primary management of postoperative coronary artery bypass graft (CABG). Role as a researcher in performing nursing actions based on the application of scientific evidence (evidence based nursing practice) to prove that music therapy as a pain reduction techniques and physiological responses of patients post open heart surgery. Role as an innovator through the implementation of clinical practice nursing consultant in the outpatient unit in patients congestive Heart Failure (CHF) which aims to provide consultation and nursing practice to patients with CHF, especially cardiovascular system problems. The result of this practice shows that the Roy Adaptation Model effectively used in patients with cardiovascular disorders, and music therapy effective for reducing pain and stabilizing the postCABG patient's physiological responses, in addition to the clinical practice of nursing consultant in CHF patients in the outpatient unit can provide knowledge and improve patient doing home care. Keyword: Medical Surgical Nursing Practice, Roy Adaptation Model, Coronary Artery Bypass Graft (CABG), Music Therapy, Pain and Physiological Response, Consultant Clinical Nursing Practice. x Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….. i PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME.………………………………... ii PERNYATAAN ORISINALITAS.....................…...………………………. iii LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………… iv LEMBAR PENGESAHAN............................................................................. v KATA PENGANTAR ……………………………………………………… vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..…………………………. vii ABSTRAK…………………………………………………………………... viii DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. ix DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xi DAFTAR TABEL........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1.2 Tujuan........................................................................................................ 1.3 Manfaat...................................................................................................... 1 1 8 8 BAB II : STUDI PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Jantung Koroner 2.1.1 Definis ….………..……………………………………………… 2.1.2 Penyebab …………….…………..……………………………… 2.1.3 Patofisiologi ........………………………………………………... 2.1.4 Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner …...……………………… 2.1.5 Manifestasi Klinis ……………………………………………….. 2.1.6 Pemeriksaan Penunjang ………………………………………… 2.1.7 Penatalaksanaan ………………………………………………… 2.2 Konsep Coronary Artery Bypass Graft (CABG) ……………………… 2.2.1 Pengertian ……………………………………………………….. 2.2.2 Indikasi …………………………………………………………. 2.2.3 Kontraindikasi …………………………………………………. 2.2.4 Komplikasi …………………………………………………….. 2.2.5 Teknik Operasi CABG ………………………………………… 2.3 Konsep Model Adaptasi Roy …………………………………………. 2.3.1 Gambaran Umum Model Adaptasi Roy ……………………….. 2.3.2 Proses Keperawatan Menurut Model Adaptasi Roy …………… 2.3.3 Penerapan Model Adaptasi Roy Pasien Post Operasi CABG ….. 2.4 EBNP Terapi Musik …………………………………………………… 2.4.1 Pengertian Terapi Musik ……………………………………….. 2.4.2 Pengaruh Musik Terhadap Nyeri ………………………………. 2.4.3 Bunyi Dalam Terapi Musik ……………………………………. 2.4.4 Manfaat Terapi Musik …………………………………………. 2.4.5 Jenis Terapi Musik ……………………………………………. 10 10 10 10 14 15 18 18 21 22 22 23 24 25 26 28 28 32 45 54 54 55 56 58 60 Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 2.5 Nyeri …………………………….…………………………………….. 2.5.1 Pengertian Nyeri ……………………………………………….. 2.5.2 Fisiologi Nyeri …………………………………………………. 2.5.3 Mekanisme Nyeri Pasca Bedah ………………………………… 2.5.4 Pengukuran Nyeri ………………………………………………. 2.6 Parameter Fisiologi ……………………………………………………. 2.7 Proyek Inovasi Praktek Klinik Konsultan Keperawatan ……………… 2.7.1 Pengertian Praktek Keperawatan Profesional ………………..... 2.7.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Praktek Keperawatan Profesional ... 2.7.3 Karakteristik Praktek Keperawatan Profesional ……………….. 2.7.4 Pengertian Konsultan Keperawatan …..………………………… 2.7.5 Peran Konsultan Keperawatan ………………………………….. 62 62 62 65 66 67 70 70 70 71 72 72 BAB III: PROSES RESIDENSI 3.1 Laporan Analisis Kasus Kelolaan ……………………………………... 3.1.1 Gambaran Kasus Kelolaan ……………………………………… 3.1.2 Penerapan Model Adapatasi Roy Pada Kasus Kelolaan ………... 3.2 Laporan Penerapan EBNP Terapi Musik ……………………………… 3.2.1 Latar Belakang …………………………………………….….… 3.2.2 Hasil Penelusuran Jurnal …………………………………….….. 3.2.3 Praktik Keperawatan Berbasis Bukti ………………………….... 3.2.4 Hasil Penerapan EBNP Terapi Musik ……………………….…. 3.3 Proyek Inovasi Praktek Klinik Konsultan Keperawatan …………….… 3.3.1 Analisis Situasi ……………………………………………….…. 3.3.2 Praktek Klinik Konsultan Keperawatan ……... 3.3.3 Konsep Konsultan Keperawatan Klinik ……………………….. 3.3.4 Penerapan Inovasi Praktek Klinik Konsultan Keperawatan …… 74 74 74 76 106 102 104 106 108 112 112 115 118 118 BAB IV : PEMBAHASAN 4.1 Pembahasan Kasus Kelolaan dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy... 4.2 Analisis Penerapan Model Adaptasi RoyPada 30 Kasus Kelolaan …….. 4.3 Refleksi dan Rekomendasi Penerapan Model Adaptasi Roy …………... 4.4 Pembahasan Pelaksanaan EBNP Terapi Musik ....................................... 4.5 Rekomendasi EBNP Terapi ..................................................................... 4.6 Pembahasan Pelaksanaan Proyek Inovasi................................................. 4.7 Rekomendasi Proyek Inovasi.................................................................... 123 123 136 148 150 154 156 160 BAB V: SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ……………………………………………………………….. 5.2 Saran ……………………………………………………………………. 161 161 162 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular merupakan suatu sistem yang terdiri jantung dan pembuluh darah, memiliki struktur yang unik yang meliputi distribusi peredaran darah ke seluruh tubuh dimana memberikan suplay makanan dan oksigen ke sel dan mengeluarkan sisa metabolisme, dan karbon monoksida dari jaringan ( Moser & Riegel, 2008). Fungsi utama jantung adalah memompakan darah keseluruh tubuh sehingga dapat menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh (Price & Wilson, 2006). Jantung merupakan organ vital yang sangat penting bagi tubuh. Gangguan pada jantung dapat menyebabkan gangguan pada seluruh sistem seperti gangguan vaskularisasi darah, gangguan pmenuhan oksigen dan gangguan metabolisme tubuh yang berdampak sangat fatal apabila tidak segera diatasi (Black & Hawks, 2005). Ketika terjadi gangguan sistem kardiovaskuler terjadi proses oksigenisasi dan perfusi akan menurun sehingga dapat menimbulkan masalah mengancam hidup. Beberapa masalah dalam sistem kardiovaskuler akan membuat sistem kardiovaskuler berkerja berat untuk memenuhi kebutuhan proses oksigenisasi dan perfusi (Ignatavicius & Walicek, 2010) Secara umum penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian utama diberbagai penjuru dunia. Pada tahun 2005, di amerika diperkirakan 12.4 juta orang 1 Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 2 menderita penyakit ini, dan 1,1 juta diantaranya menjadi serius. Fenomena yang sama juga terjadi di Indonesia, prevalensi penyakit jantung di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit penyebab kematian pertama didunia dalam sepuluh tahun terakhir ini menjadi penyebab kesakitan dan kematian pertama didunia yang disusul penyakit kanker dan degeneratif. Menurut WHO pada tahun 2008 angka kejadian penyakit kardiovaskuler mencapai 18 % kejadian dari semua Negara (Yahya, 2010). Penyakit kardiovaskuler yang paling sering terjadi adalah hipertensi, disritmia, penyakit jantung koroner (PJK) dan atau berakhir pada gagal jantung. Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) yang merupakan salah satu rujukan nasional sehingga dapat mewakili angka kejadian gangguan kardiovaskuler di Indonesia. Pada tahun 2011 angka yang paling tinggi dirawat di RSJPDHK adalah PJK sebanyak 1553 orang, disusul oleh gagal jantung sebanyak 1443 orang kemudian aritmia tanpa penyerta 54 orang. Laporan World Health Organization (WHO) pada September 2009 mengatakan bahwa penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian pertama saat ini. Pada tahun 2004, diperkirakan 17,1 juta orang meninggal akibat PJK (Yahya, 2010). Menurut Black dan Hawks (2009) PJK merupakan penyebab utama kematian di Amerika Serikat saat ini dan diperkirakan 900.000 kasus terjadi setiap tahunnya. Tidak hanya di Amerika Serikat angka PJK mengalami kenaikan di Indonesia angka PJK juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, angka PJK di Indonesia seperti yang telah diuraikan diatas PJK menduduki urutan pertama dengan angka kunjungan relatif tinggi dari tahun ke tahun pada tahun 2009 adalah sekitar 1856 orang, tahun 2010 mengalami penurunan sekitar 20 % dengan jumlah 1419 dan pada tahun 2011 mengalami peningkatan sekitar 10 % dengan jumlah kunjungan PJK sebesar 1553 orang. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 3 Angka kesakitan dan kematian ini bisa diturunkan apabila penanganan dalam pelaksanaan PJK tepat. Cara mencegah terjadinya kematian atau iskemik otot-otot jantung adalah meningkatkan kebutuhan oksigen dan atau menurunkan kebutuhan oksigen miokard termasuk memperbaiki metabolisme energi miokard melalui pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer yaitu mencegah PJK dengan mengurangi faktor resiko, salah satu faktor resiko PJK adalah hipertensi dimana hipertensi juga merupakan penyakit kardiovaskuler yang terbanyak. Pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak terjadi PJK yang berulang, pencegahan tersebut dapat melalui penatalaksanaan tindakan medis. Tujuan dari penatalaksanaan PJK adalah mencegah terjadinya kematian atau terjadinya iskemik bertambah parah, apabila iskemik bertambah parah pompa jantung menurun menyebabkan suplai darah ke semua jaringan menurun juga, sehingga komplikasi PJK akan terjadi seperti gangguan irama jantung dan gagal jantung yang juga masuk dalam kategori penyakit jantung yang paling tersering (Moser & Riegel, 2008). Dibutuhkan tim multidispliner khususnya perawat untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien yang mengalami gangguan kardiovaskuler sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Keperawatan profesional didunia berkembang sangat pesat, termasuk keperawatan di Indonesia. Keperawatan indonesia sangat bergantung pada keberhasilan dalam melakukan perubahan mendasar pada pelaksanaan asuhan keperawatan, terutama yang ada di rumah sakit. Perubahan yang menunjukkan bahwa memang benar keperawatan adalah sebuah profesi, dan asuhan keperawatan merupakan tindakan profesional dalam mengatasi masalah keperawatan. Sejalan dengan perkembangan ini, disadari benar bahwa untuk dapat melaksanakan asuhan keperawatan profesional dengan baik dan benar harus didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang terdapat dalam rumusan kompetensi perawat seorang perawat profesional (Husin, 2013). Pergeseran cara pandang tentang pelaksanaan asuhan keperawatan profesional berdasarkan kompetensi menjadi asuhan keperawatan berdasarkan berdasarkan bukti Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 4 atau fakta yang dikenal sebagai evidence based nursing practice (EBNP). Asuhan keperawatan berdasarkan EBNP lebih menekankan pada kemungkinan keberhasilan asuhan keperawatan yang diperoleh dari hasil pengamatan cermat tindakan keperawatan yang digunakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang diberikan. Dengan diterapkannya asuhan keperawatan berdasarkan EBNP memicu dilakukan riset keperawatan ilmiah yang lebih terarah pada upaya meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Pelayanan asuhan keperawatan kardiovaskuler merupakan salah satu bentuk pelayanan asuhan keperawatan spesialistik diantara beberapa pelayanan keperawatan spesialistik lainya. Pelayanan asuhan keperawatan kardiovaskuler dilaksanakan oleh ners spesialis kardiovaskuler dalam upaya mengatasi masalah keperawatan kardiovaskuler yang dihadapi pasien. Dalam melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan kardiovaskuler, ners spesialis kardiovaskuler harus berpikir kritis pada seluruh proses keperawatan. Dalam upaya menjadi ners spesialis keperawatan medikal bedah (KMB) dengan kekhususan masalah kardiovaskuler, residen menjalankan praktek residensi KMB. Kegiatan praktik residensi KMB ini dijalankan selama kurang lebih satu tahun yang bertempat di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK) Jakarta. Praktek klinik ini terdiri dari dua semester yaitu tanggal September sampai Desember 2013 dan Februari sampai Mei 2014. Selama Praktik residensi tersebut residen menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan dengan mengelola beberapa pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler, sebagai pendidik dengan melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien dengan masalah kardiovaskuler dan memberikan pendidikan kepada ners generalis, sebagai peneliti yaitu dengan melakukan asuhan keperawatan berbasis EBNP, dan sebagai inovator dengan melakukan proyek inovasi dalam bidang keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 5 Praktek klinik yang dijalani residensi yang menjalankan peran perawat spesialis sebagai pemberi asuhan keperawatan tingakat lanjut, residen telah mengelola 30 pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler seperti ACS, gagal jantung, malfungsi katup, bedah jantung, dan gangguan aritmia. Pelaksanaan asuhan keperawatan dengan mengelolah pasien dengan masalah kardiovaskuler dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD), Cardiovascular Care Unit (CVCU), Intensive Care Unit (ICU) bedah dewasa, Intermediate Ward Medikal (IWM), Intermediate Ward Bedah (IWB), dan Gedung Perawatan II (GP II) , Poliklinik ( rawat jalan) sampai dengan ruang rehabilitasi PJNHK. Asuhan keperawatan yang diberikan menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy (MAR). Penerapan teori ini betujuan untuk membantu seseorang beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi selama sehat dan sakit (Tomey & Aligood, 2010). Diketahui bahwa pasien-pasien yang mengalami gangguan kardiovaskuler membutuhkan proses adaptasi untuk dapat bertahan menjalankan kehidupan MAR sangat efektif untuk diterapkan. Proses asuhan keperawatannya terdiri dari enam langkah yaitu pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnosa keperawatan, intervensi dan implementasi, serta evaluasi. Model Adaptasi Roy, pengkajian yang berfokus pada pengkajian perilaku dan stimulus dari pasien dan keluarga berdasarkan 4 mode adaptasi : fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi yang didalamnya juga ada dilakukannya pemeriksaan fisik. Penetapan diagnosa keperawatan menurut Model Adaptasi Roy merupakan tahap ketiga dengan cara mengelompokkan sesuai sistem yang maladaptif sesuai dengan urutan dan dihubungkan dengan perilaku dengan stimulus. Tahap keempat dan kelima adalah intervensi dan implementasi keperawatan pada Model Adaptasi Roy bertujuan untuk mempertahankan, meningkatkan atau mengubah perilaku maladaptif menjadi adaptif, dalam model ini intervensi ada dua klasifikasi yang dapat dijalankan adalah regulator dan kognator melalui pendidikan kesehatan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 6 untuk mencapai koping yang efektif. Selanjutnya tahap keenam adalah evaluasi, dalam Model Adaptasi Roy dilakukan untuk menilai efektifitas intervensi keperawatan, untuk beberapa perilaku yang masih maladaptif maka dilakukan lagi pengkajian ulang untuk mencapai perilaku adaptif (Roy, 2009). Peran perawat pemberi asuhan keperawatan dilakukan bersamaan dengan peran lainnya seperti kolaborator dan advokasi. Peran kolaborator yaitu dengan membantu pasien dalam penatalaksanaan yang mendukung asuhan keperawatan seperti pemberiaan obat-obatan, diet, fisioterapi untuk fase rehabilitasi. Peran advokasi yaitu memberikan aspek legal kepada pasien dengan memberikan informed concern dalam tindakan kepada pasien serta membela pasien dalam pemberian layanan kesehatan yang sudah dirasakan tidak sesuai dengan keilmuan. Peran perawat spesialis yang dilakukan selain pemberi asuhan keperawatan ada peran sebagai peneliti melalui pembuktian terhadap intervensi keperawatan dengan melakukan critical review jurnal hasil penelitian agar mampu mengimplementasikan Evidence Base Nursing Practice (EBNP) melalui tindakan keperawatan. Dalam pelaksanaan perannya sebagai peneliti maka EBNP yang diterapkan residen adalah terkait tindakan keperawatan melalui manajemen nyeri pada pasien post operasi CABG yang mengalami sternotomy. Efek dari pemotongan sternum setelah operasi yaitu menimbulkan rasa nyeri yang hebat dari pasien yang merupakan tantangan dalam melangsungkan kehidupan (Wang et al, 2010). Salah satu terapi komplementer yang sering digunakan untuk mengurangi nyeri perbaikan parameter fisiologis adalah terapi musik. Terapi musik menjadi metode yang sederhana, aman , dan efektif untuk mengurangi respon fisiologis berpotensi menimbulkan bahaya akibat rasa nyeri yang timbul pada pasien setelah mengalami operasi jantung terbuka (Ozer, N et al., 2013). Musik memiliki efek positif terhadap suasana hati, kecemasan dan rasa sakit dan mempengaruhi keadaan fisiologis pada pasien yang telah dilakukan operasi jantung. Music dapat menurunkan produksi hormon cortisone. Secara teori mendengarkan musik akan melepaskan endorfin dan untuk mengurangi kadar katekolamin , sehingga Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 7 menghasilkan tekanan darah lebih rendah dan penurunan kebutuhan untuk analgesik . Selain itu, denyut jantung dan laju pernapasan ditingkatkan dan penurunan konsumsi oksigen ( Twiss et al., 2006). Peran perawat spesialis selanjutnya yang dilakukan residen adalah melakukan inovasi sesuai kebutuhan ruangan yang digunakan sebagai lahan praktik. Inovasi yang dilakukan oleh residen adalah secara berkelompok yaitu dengan melakukan praktek keperawatan berkelanjutan/ Praktek klinik konsultan keperawatan pada pasien pasca rawat dengan dengan masalah kardiovaskuler khususnya gagal jantung / Congestif Heart Failure (CHF). Diharapkan dengan adanya proyek inovasi ini akan dibuka tempat praktek konsultan keperawatan di ruang rawat jalan / poliklinik. Sehingga peran perawat dalam meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga untuk mencapai derajat kesehatan yang diinginkan dapat tercapai. Pelayanan keperawatan yang diberikan di praktik keperawatan tersebut meliputi pemenuhan kebutuhan fisik, pendekatan psikologi, pendidikan kesehatan yang dialami. Peran inovator atau agen pembaharu juga tidak terlepas dari peran sebagai role model dalam menerapkan intervensi menggunakan pedoman dengan baik dan benar serta memberikan contoh kepada para perawat-perawat yang ada di ruangan. Peran sebagai pemimpin diberikan dengan mengajak atau mempengaruhi perawat untuk senantiasa dan konsisten dalam memberikan intervensi keperawatan sehingga harapan peningkatan kualitas asuhan keperawatan tercapai melalui usaha preventif, promotif, dan rehabilitasi. Berdasarkan uraian diatas maka dalam penulisan analisa praktik residensi ini residen akan memaparkan analisis kegiatan praktik ini dalam menjalankan peran sebagai perawat spesialis yang meliputi pemberi asuhan keperawatan yang didalamnya ada peran sebagai pendidik, kolaborasi, dan advokasi, menerapkan tindakan keperawatan berbasis pembuktian ilmiah dan melakukan inovasi untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan untuk mencapai derajat kesehatan pasien yang optimal. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 8 1.2 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan analisis praktek residensi ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus yang dijelaskan sebagai berikut: 1.2.1 Tujuan Umum Tujuan penulisan ini secara umum memberikan gambaran yang menyeluruh tentang hasil analisis dari kegiatan praktik residensi KMB peminatan Sistem Kardiovaskular di PJNHK Jakarta denga menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy menerapkan tindakan keperawata yang berbasis pembuktian ilmiah atau EBNP dan melakukan proyek inovasi untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan ditatanan layanan kardiovaskuler. 1.2.2 Tujuan Khusus 1.2.2.1 Menganalisa praktik resdensi sebagai peranpemberi asuhan keperawatan medikal bedah pada pasien yang mengalami gangguan sistem kardiovaskuler dengan menggunakan pendekatan model Adaptasi Roy 1.2.2.2 Peran dalam melakukan penerapan tindakan keperawatan yang berbasis pembuktian ilmiah (EBNP) yang diperoleh dari hasil analisis penelitianpenelitian terkait terapi musik sebagai salah satu intervensi keperawatan dalam mengatasi masalah nyeri dan parameter fisiologi. 1.2.2.3 Peran sebagai inovator melalui praktek keperawatan pada pasien post admission di unit rawat jalan untuk meningkatkan professional keperawatan dalam memberikan pelayanan yang berkelanjutan / praktek klinik konsultan keperawatan pada pasien pasca rawatan di di unit rawat jalan. 1.3 Manfaat Penulisan 1.3.1 Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pasien dengan masalah kardiovaskuler dengan pendekatan teori Model adaptasi Roy . Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 9 1.3.2 Pelayanan Penulisan ini akan memberikan gambaran dan dasar pemberian asuhan keperawatan pasien dengan masalah kardiovaskuler dengan pendekatan teori Model adaptasi Roy. Dengan penerapan teori ini dalam asuhan keperawatan akan meningkatkan pengetahuan dan kompetensi perawat dalam tatanan layanan keperawatan kardiovaskuler, 1.3.3 Pengembangan Keilmuan Keperawatan. Hasil praktik residensi keperawatan dapat memberikan banyak manfaat dengan menjadikan salah satu bentuk dukungan teori keperawatan Model adaptasi Roy dalam memperkaya aplikasi teori keperawatan tersebut, menambah wawasan dan pengetahuan bagi perawat klinik di layanan kardiovaskuler khususnya residen yang menjalankan praktik klinik di PJNHK Jakarta dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem kardiovaskuler dengan mengaplikasikan peran ners spesialis. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Penyakit Jantung Koroner 2.1.1 Pengertian Penyakit jantung korone diartikan sebagai perkembangan arterosklerosis pada arteri koroner yang menyebabkan penyempitan dan terhambat aliran darah, ketika aliran darah terjadi penyempitan dan penghambatan suplai aliran darah ke jantung menjadi berkurang maka terjadi ketidakseimbangan kebutuhan oksigen yang memungkinkan miokardium mengalami iskemia, injuri dan infark pada akhirnya pompa jantung menjadi tidak efektif (Black&Hawks, 2009) Penyakit jantung koroner merupakan suatu keadaan komplek yang dikarakteristikan dengan penyempitan arteri koroner internal dan disebabkan oleh adanya lesi dan arterosklerosis serta mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dengan pelepasan platelet yang mengarah pada keadaan tahapan protrombotik pada otot jantung (Moser & Riegel, 2008). 2.1.2 Penyebab Penyebab utama PJK umumnya disebabkan oleh karena adanya inflamasi dan penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah koroner. Inflamasi dan penumpukan lemak tersebut dicetuskan oleh beberapa faktor seperti faktor yang yang tidak bisa dimodifikasi (umur, jenis kelamin, dan keturunan) dan bisa dimodifikasi (merokok, hipertensi, kolesterol, diabetes, kurang aktivitas, dan obesitas) serta faktor yang berkontribusi (stres dan hemosistin) (Black & Hawks, 2009). a. Faktor yang tidak bisa dimodifikasi (Nonmodifiable Risk Factor) 1. Keturunan Black dan Hawks (2009) menjelaskan bahwa anak yang orangtuanya sudah mengalami penyakit jantung lebih tinggi beresiko terkena PJK. Peningkatan resiko 10 Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 11 ini berhubungan dengan faktor keturunan seperti hipertensi, diabetes, obesitas dan peningkatan kolesterol, yang kesemua ini merupakan faktor resiko penyakit jantung Keturunan merupakan faktor predisposisi dan penting yang dapat menyebabkan PJK, walaupun mekanisme terkait dengan keturunan tidak dapat dijelaskan (Lewis, Dirksen, Heitkamper, Bucher, & Camera , 2011). 2. Jenis Kelamin Awalnya PJK lebih banyak diderita oleh laki-laki dan persepsi ini bergeser bahwa pada tahun 1999 angka kematian PJK sama antara perempuan dan laki-laki, walaupun laki-laki beresiko lebih besar untuk terkena PJK hal ini disebabkan karena perempuan mengalami menopause yang meningkatkan terjadinya PJK selain perempuan menopause diketahui bahwa perempuan yang mengkonsumsi kontrasepsi oral juga akan beresiko PJK karena dapat meningkatkan tekanan darah, salah satu faktor resiko terjadinya PJK (Black & Hawks 2009). 3. Umur Peningkatan umur pada seseorang termasuk salah satu faktor resiko terjadinya PJK. Tanda dan gejala PJK terjadi umumnya pada orang yang umurnya diatas 40 tahun dan 4 dari 5 orang akan menderita PJK pada umur lebih dari 65 tahun (Black & Hawks 2009). b. Faktor yang bisa dimodifikasi (Modifiable Risk Factor) 1. Rokok Perokok aktif maupun pasif akan beresiko terkena PJK karena menghirup zat kimia yang terkandung dalam rokok. Khususnya zat berbahaya dalam rokok seperti Tar dan Nikotin berperan aktif dalam merusak struktur dan fungsi dari pembuluh darah.Tar mengandung hidrokarbon dan subtansi karsinogenik. Nikotin yang masuk dalam pembuluh darah akan merangsang katekolamin dan bersamasama dengan zat yang terkandung dalam rokok merusak lapisan pembuluh darah koroner, kerusakan itu selanjutnya akan mempertebal dan merapuhkan dinding pembuluh darah, disamping itu nikotin juga meningkatkan pelepasan epinefrin dan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 12 norepinefrin yang membuat pembuluh darah menjadi vasokontriksi. Vasokontriksi ini akan membuat tekanan darah dan nadi meningkat, dan kebutuhan oksigen meningkat (Black & Hawks, 2009). Perokok dalam pathogenesis PJK merupakan hal yang kompleks, diantaranya : timbulnya aterosklerosis, peningkatan trombogenesis dan vasokosntriksi, peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, provokasi aritmia jantung, peningkatan kebutuhan oksigen miokar, penurunan kapasitas pengangkutan oksigen (Graw, Dawkins, Morgan & Simpson, 2005). 2. Kolesterol Peningkatan kolesterol terutama LDL (Low Density Lipoprotein) yang merupakan lemak tubuh yang tidak bermanfaat dalam tubuh. LDL yang berlebihan ini akan menembus dinding pembuluh darah dan ditelan oleh makrofag, selanjutnya terjadi proses pengerasan dan penebalan dinding pembuluh darah yang berujung pada penyempitan pembuluh darah (Black & Hawks, 2009). Kolesterol dalam darah ditranspor dalam bentuk lipoprotein, 75% merupakan Low Density Lipoprotein (LDL), dan 20% merupakan High Density Lipoprotein (HDL). Kadar LDL yang rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan terbalik antara kadar LDL dan insidensi PJK (Graw, Dawkins, Morgan & Simpson, 2005). 3. Aktifitas fisik Aktivitas fisik akan mengurangi resiko PJK karena dapat meningkatkan HDL yang bermanfaat bagi tubuh, menurunkan LDL dan trigliserida, menurunkan tekanan darah, meningkatkan sensitifitas insulin, dan menurunkan indeks masa tubuh. Orang yang kurang aktivitas akan beresiko mengalami PJK karena tujuan dari aktivitas tersebut belum tercapai (Black & Hawks, 2009). Aktifitas fisik aerobic teratur menurunkan resiko PJK. Olah raga teratur dapat menurunkan insiden PJK 20-40% (Graw, Dawkins, Morgan & Simpson, 2005). Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 13 4. Obesitas Obesitas akan menambah beban kerja jantung, jantung diperintah bekerja lebih kuat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen selain itu obesitas juga sering identik dengan peningkatan kadar kolesterol yang merupakan penyebab terjadi PJK (Black & Hawks, 2009). Terdapat keterkaitan antara berat badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol dara, diabetes mellitus tidak tergantung insulin dan tingkat aktifitas fisik yang rendah (Graw, Dawkins, Morgan & Simpson, 2005). 5. Diabetes mellitus Resiko terjadi PJK pada pasien dengan NIDDM adalah dua hingga empat kali lebih tinggi daripada populasi umum. Diabetes merupaan faktor resiko independen terjadi PJK yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme lipid dan peningkatan trombogenesis. Diabetes melitus merupakan peningkatan glukosa dalam darah, glukosa dalam darah meningkat apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau kadar glukosa darah puasa ≥ 160 mg/dl. Peningkatan glukosa disebabkan karena ketidakcukupan insulin, glukosa yang terlalu banyak melewati pembuluh darah koroner akan lebih cepat membuat pembuluh darah menebal dan mengeras, dan bila dibiarkan pembuluh darah koroner akan menyempit dan tersumbat, secara otomatis jantung akan mengalami gangguan pasokan oksigen (Yahya, 2010). 6. Tekanan darah tinggi Tekanan darah tinggi mengakibatkan peningkatan kerja jantung dengan meningkatkan afterload sehingga beban ventrikel kiri meningkat, membesar dari struktur anatominya dan akan melemahkan pompa jantung dan dilanjutkan dengan suplai darah ke miokardium menjadi sedikit dan tidak seimbang yang nantinya akan terjadi iskemia, injuri dan infark (Black & Hawks, 2009). Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 14 2.1.3 Patofisiologi Arterosklerosis pembuluh darah merupakan penyakit arteri koroner yang paling sering ditemukan. Arterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam dalam arteri koroner, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen diikuti perubahan vaskuler yang mengurangi kemampuan pembuluh darah untuk melebar dengan demikian keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menjadi terganggu, dan akan membahayakan miokardium distal dari daerah lesi (Price & Wilson, 2006). Proses terjadinya aterosklerosis pada arteri diuraikan sebagai berikut (Aaronson & Ward, 2010) a. Dinding arteri menebal secara fokal oleh proliferasi sel otot polos intima dan deposisi jaringan ikat fibrosa yang keras. Selubung ini menonjol ke dalam lumen vaskuler, membatasi aliran darah, seringkali menyebabkan iskemik pada jaringan yang disuplai oleh arteri. b. Suatu kumpulan lunak lipid ekstraseluler dan debris sel berakumulasi dibawah selubung fibrosa (athero merupakan bahasa yunani yang artinya bubur). Penumpukkan ini melemahkan dinding arteri sehingga selubung fibrosa dapat robek atau retak. Akibatnya, darah masuk ke dalam lesi dan terbentuk trombus (bekuan darah). Trombus ini, atau materi yang keluar dari lesi yang ruptur, dapat terbawa ke vascular bed aliran (upstream) sehingga meyumbat pembuluh yang lebih kecil. Sumbatan ini dapat menyebabkan infark miokard jika terjadi pada arteri koroner, atau menyebabkan stroke jika terjadi dalam arteri serebri. c. Endotel diatas lesi menghilang sebagian atau seluruhnya. Ini dapat menyebabkan trombus yang terus berlanjut, sehingga menyebabkan oklusi aliran intermiten seperti pada angina tak stabil. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 15 d. Lapisan sel otot polos media di bawah lesi mengalami degenerasi. Hal ini melemahkan dinding vaskular, yang dapat mengembang dan akhirnya ruptur dan menyumbat di pembuluh darah. 2.1.4 Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung koroner dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk yaitu Chronic Stable Angina Pectoris dan Acute Coronary Syndrome (ACS), diuraikan sebagai berikut a. Angina Pektoris Stabil (APS) yaitu penyakit jantung koroner yang ditandai dengan ketidaknyamanan pada dada yang berkepanjangan dan stabil serta merupakan bentuk awal dari penyakit jantung koroner. Proses terjadinya angina pectoris stabil diawali dengan adanya stimulus injuri (hipertensi, hiperkolestrolemia) yang menyebabkan kerusakan endotel mengakibatkan proliferasi sel otot polos dan berpindahnya makrofag kedalam dinding pembuluh darah. Gambaran EKG pada penderita ini tidak khas tetapi suatu kelainan, biasanya ST depresi yang mengindikasi adanya iskemik (Lewis, Dirksen, Heitkamper, Bucher, & Camera , 2011; Ong & Patacsil, 2007, Basha, 2008). b. Akut koroner sindrom (ACS) ACS merupakan suatu kelompok dari trombus gangguan arteri koroner yang merupakan kelanjutan dari miokardium yang mengalami iskemia (Moser & Riegel, 2008). ACS terbagi atas 3 yaitu : 1. Unstable Angina Pectoris (UAP) UAP hampir sama dengan APS tetapi mekanisme patofisiologi dan sifat nyeri berbeda, tetapi tetap belum ada kerusakan sel-sel otot jantung. Secara patologi UAP terjadi karena ruptur plak yang tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal dari pembuluh darah koroner yang sebelumnya terjadi penyempitan yang minimal. Ruptur plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Ruptur terjadi pada bagian depan jaringan fibrosa Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 16 menjadi trombus dengan adanya interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, dan kolagen menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang luas menyebabkan vasokontriksi dan trombus. Gambaran EKG bisa ada kelainan kadang juga tidak ditemukan kelainan, ditemukan pada angina tidak stabil 4 % memiliki EKG normal (Sudoyo dkk, 2006; Lewis, Dirksen, Heitkamper, Bucher, & Camera , 2011; Ong & Patacsil, 2007; Basha, 2008). 2. Non ST segmen Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) NSTEMI merupakan bentuk dari infark miokard, keadaan ini sudah terdapat kerusakan dari sel otot jantung yang ditandai dengan keluarnya enzim yang ada didalam sel otot jantung seperti: Creatinin Kinase (CK), CK-MB, Troponin T, dan lain-lain. NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang banyak, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Gambaran EKG pada NSTEMI mungkin tidak ada kelainan, tetapi yang jelas tidak ada penguatan ST elevasi yang baru. Pada umumnya pasien dengan NSTEMI gambaran EKG disertai dengan NQMI (no Qwave Myocardial Infarction) dan hanya sedikit yang mengalami QMI (Qwave Myocardial Infarction) (Sudoyo dkk, 2006). 3. ST segmen Elevation Myocardial Infarction (STEMI) STEMI mirip dengan Acute NSTEMI. STEMI terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang ada sebelumnya. Pada STEMI oklusi menutupi pembuluh darah sebesar 100 %. Pada STEMI gambaran patologis klasik Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 17 terdiri dari fibrin red thrombus, yang dipercayai menjadi dasar sehingga STEMI dapat berespon terhadap terapi trombolitik, dan selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit yang melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Gambaran EKG sudah menunjukkan ada kelainan berupa ST elevasi yang baru atau timbulnya Bundle Branch Block yang baru. Selain itu, gambaran EKG STEMI pada umumnya QMI dan hanya sedikit yang mengalami NQMI (Sudoyo dkk, 2006). Bagan 2.1 The spectrum of ACS ECG = electrocardiogram; NSTEMI= non-STelevation myocardial infarction; STEMI = ST-elevation myocardial infarction. (Sumber: ESC Guideline, 2011) Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 18 2.1.5 Manifestasi Klinis Secara umum penyakit jantung koroner dimanifestasikan dengan nyeri dada. Nyeri dada yang terjadi bervariasi tergantung dengan masalah dialami. Ada beberapa perbedaan antara manifestasi klinis nyeri dada pada pasien dengan akut koroner sindrom dan angina pectoris stabil. Dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri ACS Tipe Nyeri dada sifat durasi AMI Nyeri hebat APS Sedang berat UAP ringan - frekwensi waktu Bantuan Nitrat Gejala lain >30 menit Nyeri menetap Saat istirahat Tidak menolong 15-30 menit Frekwensi meningkat <15 menit Frekwensi berkurang, stabil Istirahat dan aktifitas Saat aktifitas Biasanya tidak menolong menolong Cemas, keringat dingin, mual Cemas, pusing Gejala ringan (Moser & Riegel, 2008) 2.1.6 Pemeriksaan Penunjang a. ECG (electrocardigraphy) 1. Chronic Stable Angina (Angina Pectoris Stable – APS) Gambaran EKG pada penderita APS tidak khas tetapi menunjukkan suatu kelainan, biasanya ST depresi yang mengindikasi adanya iskemik. 2. Acute Coronary Syndrome (ACS) Pada UAP, Gambaran EKG bisa ada kelainan kadang juga tidak ditemukan kelainan. 3. STEMI dan NSTEMI akan diuraikan lebih lanjut pada tabel sebagai berikut: Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 19 Tabel 2.2 Karakteristik Gelombang EKG ACS Gambaran EKG ST segmen elevasi LBBB ST segmen depresi Transient ST segmen elevasi T inverse Old Bundle Brunch Block Normal ECG Kategori diagnostik STEMI STEMI NSTEMI ACS NSTEMI ACS NSTEMI ACS Belum jelas Belum jelas (Sumber: Moser&Riegel, 2008) Tabel 2.3. Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG Lokasi Perubahan gambaran EKG Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadangkadang I dan aVL). Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2 RV RV infarction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark. (Sumber: Ramrakha, 2006) Gambaran ECG berdasarkan keadaan patofisiologi arteri koroner dan miokardial. Gambaran ECG dengan gambar T depresi maka menunjukkan otot-otot jantung mengalami iskemia, sedangkan otot jantung mengalami injuri dengan manifestasi dari gambaran ECG dengan ST Elevasi, dan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 20 gambaran ECG dengan adanya gelombang Q menunjukkan bahwa otot jantung sudah mengalami infark. b. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium pada pasien PJK meliputi pemeriksaan CK-CKMB, Troponin I, Troponin T dan mioglobin. Pemeriksaan laboratorium terutama troponin memegang peranan penting dalam menegakkan PJK dan membedakan antara STEMI, UAP, dan NSTEMI. Troponin lebih spesifik dan sensitif daripada enzim jantung tradisional seperti creatine kinase (CK), isoenzim nya MB (CK-MB), dan mioglobin. Peningkatan troponin jantung mencerminkan kerusakan sel miokard, yang pada NSTEMI dapat mengakibatkan embolisasi distal dari platelet yang kaya trombus yang dihasilkan dari pecahnya plak pecah atau terkikis, sebab itu troponin dapat dilihat sebagai penanda pengganti pembentukkan trombus aktif. Tabel 2.4 Nilai Laboratorium Biomarker ACS Biomarker Troponin T Nilai positif Lebih dari 2,0 mcg/ml waktu Mulai meningkat dalam 3-12 jam setelah infark. Puncaknya 12-48 jam. Normal dalam 14 hari Troponin I Lebih dari 0,03 mcg/L Mulai meningkat dalam 3-12 jam setelah infark. Puncaknya 24 jam. Normal dalam 10-15 hari CK-CKMB Bervariasi Mioglobin Meningkat mulai dari 3-12 jam. Puncaknya : 24 jam Normal dalam 48-72 jam Mulai meningkat dalam 1-4 jam. Puncaknya : 6-7 jam Normal dalam 24 jam Meningkat dua kali lipat dari mioglobin dalam 2 jam pertama. Mioglobin negatif 4-8 jam setelah gejala miokardia infark dapat diabaikan (Sumber : Moser&Riegel, 2008) Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 21 c. Angiography Angiografi jantung adalah salah satu cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikkan kedalam arteri koroner untuk melihat apakah ada penyempitan pada arteri koroner. Angiografi biasa juga disebut dengan kateterisasi jantung. Indikasi dilakukan angigrafi: gejala penyakit koroner meskipun telah mendapat terapi medis adekuat, penentuan prognosis pada psien dengan PJK, Nyeri dada stabil dengan perubhan iskemik bermakna pada tes latihan, iskemik reversible luas pada pindai perfusi miocard, pasien dengan nyeri dada tanpa etiologi yang jelas, sindroma koroner tidak stabil, pasca infark miocard non gelombang Q, aritmia lanjut atau berulang(takikardi vetrikel), Pasien yang mengalami pembedahan penyakit katub jantung, sebelum pembedahan koreksi terhadap infark yang berhubungan dengan defek septum ventrikel atau rupture otot papilaris akibat infark (Graw, Dawkins, Morgan & Simpson, 2005). d. Echocardiography Echocardiography dapat dilakukan untuk membantu mengkaji struktur dari penyakit jantung seperti pergerakan dinding yang tidak normal dalam hitungan detik atau menit dari penyumbatan arteri koroner, efusi perikardium, kelainan katup jantung, hipertropi ventrikel kiri, atau ejeksi fraksi yang rendah. e. Exercise stress test Biasa disebut dengan treadmill test, Test ini berperan dalam menggambarkan dimana pasien kemungkinan kecil mengalami PJK dengan pemeriksaan laboratorium dan masih menunjukkan gejala PJK. Uji latih ini bila pasien sudah stabil dengan pemberian medikamentosa dan menunjukkan tanda resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya negatif maka prognosisnya baik dan sebaliknya. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 22 2.1.7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan segera saat kontak dengan pasien yang mengalami serangan penyakit jantung koroner akut (ACS, UAP), melakukan bedrest total, pemberian O2, memberikan aspirin 300 mg kunyah untuk memblokade agregasi trombosit lebih lanjut, pemberian nitrat dapat menurunkan kerja jantung dan mengontrol nyeri, pemberian morfin bersamaan dengan antiemetic untuk meredakan nyeri. Penatalaksanaan lanjut adalah dengan pemberian aspirin, β-bloker dan inhibitor ACE dapat mengurangi komplikasi dan resiko infark (Aaronson & Ward, 2010). Penanganan penyakit jantung koroner menurut Hamm (2011) menggunakan pengobatan dan revaskularisasi : a. Anti Iskemik seperti β blocker, Nitrat, Calcium Chanel Blocker, dan anti anginal lainnya (Nicorandil dan Ivabradine) b. Anti Platelet seperti Aspirin, P1Y12 reseptor inhibitor (Clopidogrel, Prasugrel, Ticagrelor), Glycoprotein IIB/IIIA reseptor inhibitor (Abciximab) c. Anti Koagulan seperti Unfractioned Fractioned Heparin (UFH) dan Low Molecular Weigh Heparins (LMWHs) d. Revaskularisasi seperti Percutaneous Coronary Intervention (PCI) jika 1 atau 2 arteri mengalami gangguan dan Coronary Artery Bypas Grafting (CABG) jika ketiga arteri utama mengalami gangguan (Aaronson & Ward, 2010). Terapi non farmakologi disamping pemberian oksigen dan istirahat pada waktu datangnya serangan angina misalnya, maka hal yang telah disebut diatas seperti perubahan life style (termasuk berhenti merokok), penurunan BB, penyesuaian diet, olahraga teratur merupakan terapi non farmakologis yang dianjurkan, termasuk pemakaian obat secara terus menerus sesuai yang disarankan dokter dan mengontrol faktor resiko, serta bila perlu melibatkan keluarga dalam pengobatan pasien, dapat Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 23 dimasukkan juga ke dalam pendidikan kesehatan (Health Educational). (Yahya, 2010) 2.2 Coronary Artery Bypass Graft (CABG) 2.2.1 Pengertian CABG atau bedah pintas koroner yang disebut juga dengan bypass adalah jenis tindakan operasi jantung yaitu dengan membuat saluran baru melewati 3 bagian arteri koroner yang mengalami penyempitan. Operasi bypass pertama kali dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1960 sedangkan penggunaan mesin jantung paru sudah terlebih dahulu dilakukan pada tahun 1954 (Brunner & Suddarth,2002) Menurut Black & Hawks (2009), CABG adalah tindakan pembedahan dengan memotong sumbatan satu atau lebih arteri koroner dan menggantinya dengan vena savena, arteri mamaria, atau arteri radialis sebagai saluran atau pengganti pembuluh darah. Coronary Artery Bypass Grafting, atau operasi CABG, adalah teknik yang menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas (melakukan bypass) arteri yang menghalangi pemasokan darah ke jantung. CABG bertujuan untuk membuat rute dan saluran baru pada arteri yang terbendung sehingga oksigen dan nutrisi dapat mencapai otot jantung (Corwin, 2001). CABG adalah sebuah prosedur pembedahan di mana pembuluh darah dari bagian lain dari tubuh yang dicangkokkan ke dalam arteri koroner yang tersumbat di bawah oklusi sedemikian rupa sehingga aliran darah dapat melewati sumbatan. (Alkaissi, 2012). Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 24 Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) merupakan salahsatu penangana intervensi dari Penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan cara membuat saluran baru melewati bagian Arteri Coronaria yang mengalami penyempitan atau penyumbatan (Feriyawati, 2006). 2.2.2 Indikasi CABG diindikasikan dilakukan bila ketiga arteri koroner utama mengalami gangguan (triple vessel disease), bila cabang utama koroner kiri mengalami stenosis yang signifikan, dan bila lesi tidak dapat diatasi dengan PCI, dan bila fungsi ventrikel kiri buruk (Aaronson & ward, 2010). (Muttaqin, 2009) menyebutkan indikasi CABG adalah : a. CAD, Penyempitan lebih dari 50% dari left main disease atau left main equivalent yaitu penyempitan yang menyerupai left main arteri misalnya ada penyempitan bagian proksimal dari arteri anterior desenden dan arteri sirkumflex b. Penderita yang gagal dilakukan ballonisasi dan stent c. Penderita dengan vessel disease yaitu tiga arteri koroner semuanya mengalami penyempitan yang bermakna dimana fungsi jantung mulai menurun (EF < 50%) d. Penyempitan satu atau dua pembuluh darah namun pernah mengalami gagal jantung. e. Anatomi pembuluh darah sesuai dengan CABG f. Angina yang tidak dapat dikontrol dengan terapi medis g. Angina yang tidak stabil h. Uji toleransi latihan positif atau sumbatan yang tidak dapat ditangani oleh PTCA 2.2.3 Kontraindikasi Secara pasti kontraindikasi untuk CABG tidak ada sumbatan yang lebih dari 70% masih mengakibatkan aliran darah yang tidak adekuat pada pintasan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 25 sehingga dapat terjadi bekuan darah pada CABG (Ignatavicius & Work, 2010). Kontraindikasi CABG adalah gangguan cerebrovascular akut dan gangguan perdarahan (Alboushi, 2007) Kontraindikasi CABG (Muttaqin, 2009). a. Faktor usia yang sudah tua b. Pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner kronik akibat DM dan EF sangat rendah <15% c. Sklerosis aorta yang berat d. Struktur arteri koroner yang tidak mungkin disambun 2.2.4 Komplikasi Komplikasi Operasi CABG ( Corwin, 2001) a. Hipovolemia merupakan penyebab tersering terjadinya penurunan curah jantung setelah operasi jantung. Prosedur operasi menyebabkan kehilangan darah meski sudah dilakukan penggantian cairan. Namun pada saat suhu tubuh di naikan yang awalnya hipotermi mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga dibutuhkan lebih banyak cairan untuk memenuhi rongga pembuluh darah. b. Perdarahan, pasca operasi jantung terbagi dua yaitu medikal dan surgical. Perdarahan medikal terjadi karena gangguan pembekuan darah akibat rusak dan pecahnya trombosit. Selain itu mekanisme pembekuan darah juga akan terganggu bila pasien dalam keadaan hipotermi. Kedua, perdarahan sugical terjadi karena faktor pembedahan seperti jahitan yang Abocor atau dari dinding dada akibat tusukan kawat sternum. Jumlah drainase tidak boleh melebihi 3 cc/kgBB/jam selama 3 jam berturut-turut. c. Tamponade jantung, kondisi dimana terkumpulnya cairan di lapisan perikardium jantung yang menekan jantung dari luar sehingga menghalangi darah untuk masuk ke ventrikel. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 26 d. Kelebihan cairan, merupakan masalah yang jarang terjadi pada pasien paska bedah jantung. Tekanan arteri pulmonal, PCWP dan CVP meningkat. Biasanya diberikan diuretik dan kecepatan pemberian cairan via intra vena diperlambat. e. Gangguan afterload sering disebabkan oleh perubahan suhu tubuh pasien. Pada hipotermia terjadi kontriksi pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan afterload. Penanganannya dengan menghangatkan kembali pasien secara bertahap, dan jika diperlukan dilakukan pemberian vasodilator sementara menunggu penghatan. Sebaliknya demam atau kondisi hipertermi akan meningkatkan afterload. Penangannya dengan menjaga normotermia tubuh atau dengan pemberian vasopressor. f. Hipertensi, terjadi akibat peningkatan afterload. Jika pasien sudah mengalami hipertensi sebelum pembedahan maka penatalaksanaan terapi disesuaikan seperti sebelum operasi. g. Aritmia yang dipengaruhi karena penurunan curah jantung. h. Gangguan kontraktilitas karena jantung tidak mampu memompakan darah sesuai kebutuhan tubuh. i. Hemothorax dan pneumothorax, adanya insisi atau perlukaan pada thorax dan komponennya dapat menyebabkan perdarahan dan masuknya udara. j. Atelektasis disebabkan obat-obat anastesi dan efek negatif dari pasien. k. Pneumonia l. Emboli paru disebabkan oleh heparinisasi selama operasi dan hemodilusi setelah operasi m. Stroke 2.2.5 Teknik Operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) Ada dua teknik yang digunakan dalam operasi CABG yaitu on pump dan off pump. Pada operasi on pump prosedur dijalankan menggunakan alat mekanis Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 27 jantung paru sedangkan teknik operasi off pump tidak menggunakan jantung paru sehingga jantung tetap berdetak secara normal dan paru-paru berfungsi secara biasa saat operasi dilakukan. a. On pump Kriteria pasien dilakukan On pump 1. Pasien yang direncanakan operasi secara elektif 2. Hemodinamik stabil 3. EF dalam batas normal fungsi LV utuh 4. Usia tua disertai penyakit seperti aterosklerosis aorta, disfungsi ginjal atau paru 5. Mempunyai komplikasi dengan mesin CPB 6. Satu sampai dua vessel disease di anterior b. Off Pump CABG Off Pump (OPCAB) yaitu CABG yang dilakukan tanpa menggunakan mesin pintas jantung-paru atau Cardiopumonary Bypass sebagai pengobatan penyakit jantung koroner. Off-pump bypass arteri koroner dikembangkan sebagai alternatif untuk menghindari komplikasi bypass cardiopulmonary selama operasi jantung (Kasuari, 2002). Selain itu OPCAB dikaitkan dengan manfaat klinis lain seperti penurunan risiko stroke atau masalah memori, pasien juga biasanya memiliki pemulihan lebih cepat dan perawatan di rumah sakit yang lebih pendek, lebih sedikit transfusi darah, serta mengurangi terjadinya masalah imflammatory / masalah respon imun yang tidak diinginkan.(Wikipedia,2010) Pada teknik CABG off Pump jantung berdenyut normal dan paru – paru pun berfungsi seperti biasa. Pada teknik operasi ini suhu Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 28 diturunkan menjadi 280 – 320 C yang bertujuan untuk menurunkan kebutuhan jaringan akan oksigen seminim mungkin, heart rate dipertahankan antara 60 – 80 x/mnt, tekanan arteri dipertahankan 70 – 80 mmHg. Suhu diturunkan dengan cara pendinginan topical yaitu dengan cara irigasi otot jantung dengan ringer dingin 40 C, jantung direndam dalam cairan dan memakai ringer dingin seperti bubur (ice slush). 1. Kriteria pasien untuk off pump (Bojar, Robert M. 2011) a. Pasien yang direncanakan operasi elektif b. Hemodinamik stabil c. Ejection Fraction dalam batas normal d. Pembuluh distal yang cukup besar e. Konduit yang cukup baik untuk digunakan 2. Kontra indikasi off pump a. Hemodinamik tidak stabil b. Kardiomegali atau CHF c. LV EF < 35% d. Kualitas target pembuluh darah atau pembuluh darah mengalami penebalan (calsifikasi) e. Syok kardiogenik f. LM kritis 3. Keuntungan teknik off pump. a. Meminimalkan efek trauma operasi. b. Pemulihan mobilisasi lebih dini c. Drainage darah pasca bedah minimal d. Tersedia akses strenotomy untuk re operasi e. Menurunkan morbiditas di rumah sakit (termasuk insiden infeksi dada, pemakaina inotropik, kejadian SVT, tranfusi darah dan lama rawat ICU) Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 29 f. Pelepasan CKMB dan Troponin lebih rendah g. Kejadian stroke lebih rendah 2.3 Konsep Model Adaptasi Roy 2.3.1 Gambaran Umum Model Adaptasi Roy Model Adaptasi Roy (MAR) dikembangkan oleh Sister Callista Roy pada tahun 1964 dan telah digunakan pada berbagai setting termasuk onkologi, bedah komunitas dan individu baik pada penyakit akut, kronis dan penyakit terminal (Cunningham, 2002; Tomey & Alligood, 2006). Teori ini didasarkan pada teori sistem umum seperti yang diterapkan pada individu dan pandangan Helson tentang adaptasi yang berkaitan dengan stimulus fokal, kontekstual, dan residual (Christensen & Kenney, 2009). Fokus utama Model Adaptasi Roy adalah konsep adaptasi manusia, sedangkan konsep mengenai keperawatan, manusia, sehat dan lingkungan seluruhnya saling berhubungan. Manusia secara terus menerus akan mengalami atau mendapatkan stimulus dari lingkungan kemudian berespon terhadap stimulus dan beradaptasi (Tomey & Alligood, 2006). Respon adaptasi manusia dapat berupa respon adaptif atau respon inefektif. Respon adaptif meningkatkan integritas dan membatu seseorang untuk mencapai tujuan adaptasi dengan tetap hidup, tumbuh, bereproduksi serta terjadi transformasi antara seseorang dengan lingkungan. Respon inefektif jika terdapat kegagalan dalam mencapai tujuan atau adanya ancaman terhadap pencapaian tujuan. Keperawatan memiliki tujuan yang unik yaitu membantu upaya individu beradaptasi dengan mengelola lingkungan dan hasilnya adalah pencapaian kesehatan yang optimal oleh individu (Tomey & Alligood, 2006). Empat konsep sentral dari konsep model adaptasi Roy yang meliputi, manusia, lingkungan, sehat dan keperawatan. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 30 1. Manusia Sistem manusia termasuk manusia seperti individu atau dalam kelompok, keluarga, organisasi, kamunitas, dan masyarakat secara keseluruhan (Roy & Andrews, 1999 dalam Tomey & Alligood, 2010). Sistem manusia mempunyai kapasitas pikiran dan perasaan, berakar pada kesadaran dan pengertian, dimana mereka menyesuaikan diri secara efektif terhadap perubahan lingkungan dan efek dari lingkungan. Roy (Roy & Andrew, 1999 dalam Tomey & Alligood) mendefinisikan manusia merupakan fokus utama dalam keperawatan, penerima asuhan keperawatan, sesuatu yang hidup, menyeluruh (komplek), sistem adaptif dengan proses internal (kognator dan regulator) yang aplikasinya dibagi dalam empat mode adaptasi (fisiologi, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi). 2. Lingkungan Roy menyatakan bahwa, lingkungan merupakan semua kondisi, keadaan, pengaruh sekitarnya dan mempengaruhi perkembangan serta perilaku seseorang atau kelompok, dengan suatu pertimbangan khusus dari mutualitas sember daya manusia dan sumber daya alam yang mencakup stimulus fokal, kontekstual dan residual (Roy & Andrew, 1999; Tomey & Alligood, 2010). Lingkungan merupakan masukan (input) bagi manusia sebagai sistem yang adaptif sama halnya lingkungan sebagai stimulus internal dan eksternal. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi seseorang dan dapat dikategorikan dalam stimulus fokal, kontekstual dan residual. Lingkungan secara umum didefinisikan sebagai segala kondisi, keadaan disekitar, dan mempengaruhi keadaan, perkembangan dan perilaku manusia sebagai individu atau kelompok. Hubungan antara empat mode adaptasi berlangsung ketika stimulus internal dan eksternal mempengaruhi lebih dari satu mode, terjadi perilaku destruktif lebih dari satu mode, atau ketika satu Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 31 mode menjadi stimulus fokal, kontekstual atau residual untuk mode yang lain (Brower & Baker, 1976; Chin & Kramer, 2008; Tomey & Alligood, 2010). 3. Sehat Kesehatan dipandang sebagai keadaan dan proses menjadi manusia secara utuh dan integrasi secara keseluruhan. Sehat merupakan cermin dari adaptasi, yang merupakan interaksi manusia dengan lingkungan ( Andrew &Roy, 1991; Tomey & Alligood, 2010). Definsi kesehatan ini lebih dari tidak adanya sakit tapi termasuk penekanan pada kondisi baik. Sehat bukan berarti tidak terhindarkan dari kematian, penyakit, ketidakbahagiaan dan stress akan tetapi merupakan kemampuan untuk mengatasi masalah tersebut dengan baik. Proses adaptasi termasuk fungsi holistik (bio-psiko-sosio-spiritual) untuk mempengaruhi kesehatan secara positif dan itu meningkatkan integritas. Proses adaptasi termasuk semua interaksi manusia dan lingkungan dua bagian proses. Bagian pertama dari proses ini dimulai dengan perubahan dalam lingkungan internal dan eksternal yang membutuhkan sebuah respon. Perubahan-perubahan tersebut adalah stresor-stresor atau stimulus fokal dan ditengahi oleh faktor-faktor kontekstual dan residual. Bagian-bagian stressor menghasilkan interaksi yang biasanya disebut stress, bagian kedua dari stress adalah mekanisme koping yang merangsang menghasilkan respon adaptif dan inefektif. Melalui adaptasi energi individu dibebaskan dari upaya-upaya koping yang tidak efektif dan dapat digunakan untuk meningkatkan integritas, penyembuhan dan meningkatkan kesehatan. Integritas menunjukkan hal-hal yang masuk akal yang mengarah pada kesempurnaan atau keutuhan. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 32 4. Keperawatan Keperawatan dianggap sebagai ilmu dan praktik yang meningkatkan adapatasi agar individu dapat berfungsi secara holistic melalui aplikasi proses keperawatan untuk memperngaruhi kesehatan secara positif. Tujuan keperawatan adalah meningkatkan respon adaptif individu dengan mengurangi energi yang diperlukan untuk megatasi situasi tertentu sehingga tersedia lebih banyak energi untuk proses manusia lainnya. Keperawatan meningkatkan adaptasi dalam empat model, yang berperan pada kesehatan,kualitas hidup, dan meninggal dengan tenang. Gambar 2.1 Introduction to nursing: An adaptation model (Roy & Andrews, 1999) 2.3.2 Proses Keperawatan Menurut Model Adaptasi Roy Roy & Andrews (1999) Proses keperawatan yang telah dipaparkan oleh Roy terkait secara langsung dengan melihat manusia sebagai sistem adaptif. Terdapat 6 tahap dalam proses keperawatan menurut model adaptasi Roy 1. Pengkajian perilaku 2. Pengkajian stimuli 3. Diagnosa keperawatan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 33 4. Penetapan tujuan 5. Intervensi 6. Evaluasi Berikut ini merupakan penjelasan dari tiap-tiap tahap pengkajian keperawatan menurut model adaptasi Roy: 1. Tahap Pertama (Pengkajian Perilaku) Perilaku dapat didefinisikan sebagai aksi dan reaksi manusia dalam keadaan tertentu. Hasil dari pengkajian perilaku yang merupakan respon perilaku adaptif maupun perilaku inefektif. Perilaku adaptif menunjukkan kualitas dari sistem adaptif manusia dengan tujuan untuk kelangsungan hidup, repoduksi, penguasaan, dan tranformasi manusia dan lingkungan. Perilaku inefektif artinya mengganggu atau tidak memberikan kontribusi terhadap integritas (keutuhan). 2. Tahap Kedua (Pengkajian Stimuli) Secara umum, kompenen yang mempengaruhi stimuli diantaranya adalah: a. Budaya, sosial ekonomi, etnis, kepercayaan b. Keluarga (struktur dan tugas) c. Tingakat perkembangan (usia, sex, tugas, keturunan, faktor genetik, usia, visi. d. Integritas dari mode adaptif. Psikologi (patologi penyakit), fisik ( sumber daya), identitas diri, konsep diri; fungsi peran; mode interdependensi) e. Level adaptasi f. Efektivitas cognator dan innovator g. Pertimbangan lingkungan. Selain hal-hal yang disebutkan diatas, pengkajian stimuli juga meliputi identifikasi dari stimulus fokal, kontekstual dan residual. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 34 3. Tahap Ketiga (Diagnosa Keperawatan) Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan interpretative tentang sistem adaptif manusia. Dalam model adaptasi Roy, diagnosa keperawatan sebagai proses penilaian yang didapatkan dari kesimpulan status adaptasi dari sistem adaptif manusia. Konsep dari diagnosa keperawatan dapat diaplikasikan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien. 4. Tahap Keempat (Penetapan Tujuan) Penetapan tujuan merupakan pembentukan pernyataan yang jelas dari outcome perilaku dalam asuhan keperawatan. Merupakan tujuan umum dari intervensi keperawatan yaitu mempertahankan dan meningkatkan perilaku adaptif dan merubah perilaku inefekif. 5. Tahap Kelima (Intervensi) Intervensi merupakan proses seleksi dari pendekatan keperawatan untuk meningkatkan adaptasi dengan merubah stimuli atau penguatan dari proses adaptif. 6. Tahap Keenam (Evaluasi) Evaluasi merupakan proses penilaian efektivitas dari intervensi keperawatan dalam hubungannya dengan perilaku dari sistem manusia. Ada empat mode adaptasi yang ada hubungannya dengan respon sistem manusia untuk melakukan stimulus dari lingkungan. Sistem adaptasi tersebut dipelajari pada kedua tahapan individu dan kelompok. Perilaku dari individu dan kelompok merupakan hasil dari aktivitas koping yang dapat dilihat dalam empat kategori dan merupakan kerangka untuk perawat melakukan pengkajian dan perencanaan asuhan keperawatan: Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 35 Proses pengkajian keperawatan dengan aplikasi model adaptasi Roy terdapat empat mode adaptasi. Keempat mode adaptasi tersebut menentukan apakah adaptasi merupakan respons yang efektif atau tidak efektif terhadap stimulus. a. Fungsi fisiologis Mode fisiologis merupakan hubungan antara proses fisik dan kimia yang melibatkan fungsi dan aktivitas mahkluk hidup. Inti utamanya adalah pemahaman tentang anatomi dan fisiologi tubuh manusia dan juga patofisiologi dasar dari proses penyakit. Lima kebutuhan diidentifikasi dalam modus relatif fisiologis sampai keutuhan fungsi fisiologis: oksigenasi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, dan proteksi. Masing-masing dari kebutuhan fisiologis melibatkan proses yang terintegrasi. 1. Oksigenasi Perlu melibatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan proses kehidupan dasar terhadap ventilasi, pertukaran gas, dan transportasi udara. Oksigenasi mengacu pada proses mempertahankan suplai oksigen dalam sel tubuh (Roy, 1999). a. Ventilasi Ventilasi merupakan proses yang komplek dari pernafasan, terjadi pertukaran udara paru-paru dengan udara bebas. Pengkajian perilaku yang perlu dikaji adalah pola ventilasi, suara nafas dan pengalaman subyektif yang berhubungan dengan pernafasan. Sedangkan pengkajian stimuli yang perlu dikaji adalah struktur integritas, ada atau tidaknya trauma, dan pengobatan. b. Pertukaran gas Terjadinya pertukaran antara oksigen dan karbondioksidan di dalam membral kapiler alveoli. Pengkajian perilaku yang perlu dikaji adalah Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 36 konsentrasi oksigen. Pengkajian stimuli yang harus dikaji adalah oksigen atmosfer dan patologi panyakit. c. Transport udara Setelah terjadinya difusi yang melewati membrane capiler aveoli, oksigen kemudian ditransfer ke jaringan untuk diserap. Pengkajian perilaku yang harus dikaji adalah nadi, tekanan darah tes diaknostik, indikator fisiologis. Sedangkan pengkajian stimuli yang harus dikaji adalah fungsi jantung, hasil tes laboratorium, hasil pemeriksaan radiologi, pemeriksaan ECG, condisi lingkungan dan faktor-faktor lainnya. d. Proses kompensasi adaptif Beruhubungan dengan sistem adaptasi seseorang ketika terjadi perubahan lingkungan. e. Hal-hal lain yang perlu dikaji adalah kaitannya dengan proses yang membahayakan yang beruhungan dengan oksigenasi diantaranya adalah hipoksia dan shock. 2. Nutrisi Kebutuhan ini melibatkan rangkaian proses yang terintegrasi dan saling berhubungan dengan pencernaan (proses menelan dan asimilasi) dan metabolisme (persediaan energi, pembangunan jaringan dan pengaturan metabolism tubuh). (Roy & Andrew, 1991; Servonsky, 1984a; Roy, 1999). Perhatian utama dari pengkajian nutrisi adalah komposisi makanan yang dikonsumsi dan bagaimanya metabolisme dalam tubuh. a. Pencernaan Pencernaan dapat didefinisikan dalam istilah umum sebagai suatu rangkaian proses mekanik dan kimia mulai dari makanan masuk ke dalam tubuh dan dipersiapkan untuk diabsorbsi. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan pencernaan adalah pola makan, sensasi rasa dan bau, alergi makanan, nyeri (nyeri telan), perubahan proses menelan. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 37 Sedangkan pengkajian stimulus yang perlu dikaji adalah keutuhan dari struktur dan fungsi, pengobatan, isyarat untuk menelan. b. Proses metabolisme Williams (1995) dalam Roy & Andrew (1999) mendeskripsikan metabolisme sebagai suatu keseluruhan proses tubuh yang mencakup 3 hal dasar yang harus dicapai yaitu: penyediaan sumber energy, membangun jaringan, dan regulasi dari proses metabolism. Pengkajian perilaku dalam proses metabolisme meliputi berat dan tinggi badan, nafsu makan dan rasa harus, gambaran nutrisi, kondisi rongga mulut, dan indikator laboratorium yang berhubungan. Sedangkan pengkajian stimuli yang perlu dikaji adalah kebutuhan nutrisi, efeksititas sistem kognator, ketersediaan dari makanan, budaya, kesadaran akan berat badan. c. Kompensasi proses adaptif d. Hal-hal yang membahayakan yang berhubungan dengan nutrisi diantaranya obesitas, anoreksia. 3. Eliminasi Kebutuhan eliminasi termasuk dalam proses fisiologis yang terlibat dalam ekskresi sisa metabolisme terutama melalui usus dan ginjal (Roy & Andrew, 1991; Servonsky, 1984b; Roy, 1999). a. Eliminasi usus Perawatan yang adekuat dari saluran intestinal membutuhkan suatu fungsi dari gastrointestinal yang baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah peristaltic usus dan proses defekasi. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan eliminasi usus meliputi karakteristik feses, bising usus, nyeri, hasil laboratorium. Sedangkan pengkajian stimuli meliputi proses homeostasis yang sempurna, datangnya penyakit, diet, intake cairan, lingkungan, pengobatan dan penalataksanaan, kondisi yang menyakitkan (nyeri), kebiasaan dalam eliminasi alvi, stress, keluarga dan budaya, tahap perkembangan. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 38 b. Eliminasi uri Berhubungan dengan fungsi ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Fungsi dari sistem tersebut sangat penting untuk keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan eliminasi uri adalah jumlah dan karakteristik urin, frakuensi dan urgensi, nyeri, temuan laboratorium. Sedangkan pengkajian stimuli terdiri dari datangnyapenyakit, keseimbangan cairan, faktor lingkungan secara langsung, pengobatan, nyeri dan koping, pola eliminasi sehari-hari, stress, keluarga dan budaya, tahap perkembangan. c. Kompensasi proses adaptif Kemampuan dalam melakukan kompensasi terhadap respon kebutuhan eliminasi termasuk fungsi homeostatis secara otomatis dari regulator dan volunteer, kesadaran, aktivitas kognator. d. Hal-hal yang harus mendapat perhatian lebih adalah konstipasi dan retensi urin. 4. Aktivitas dan istirahat Kebutuhan akan keseimbangan dalam mobilitas dan tidur memberikan fungsi fisilogis yang optimal dari semua komponen tubuh dan masa pemulihan dan perbaikan. Aktivitas mengacu pada pergerakan tubh dan melayani berbagai kebutuhan seperti melaksanakan aktivitas atau seharihari dan melindingi diri sendiri dari kecelakaan tubuh. Tidur merupakan proses hidup dasar untuk istirahat dimana sebagian besar kegiatan fisiologis tubuh melambat dan untuk memungkinkan pembaharuan energy yang akan digunakan dalam aktivitas selanjutnya. a. Mobilitas Mobilitas merupakan proses dimana seorang bergerak atau dipindahkan, terjadi perubahan lokasi atau posisi. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan mobilitas adalah aktivitas fisik, fungsi motorik, pengkajian fungsional, masa dan tonus otot, kekeuatan otot, mobilitas Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 39 persendian dan postur tubuh. Sedangkan pengkajian stimulus yang perlu dikaji adalah kondisi fisik, kondisi psikologis, lingkungan sekitar dan kebiasaan diri. b. Tidur Istirahat secara umum merupakan terjadi perubahan aktivitas yang membutuhkan energy minimal. Pengkajian perilaku yang berhubungan degan proses tidur adalah kulaitas dan kuantitas istirahat sehari-hari, pola tidur, tanda-tanda kurang tidur. Sedangkan pengkajian stimulus yang perlu dikaji adalah faktor lingkungan, stress fisik, tahap perkembangan, kondisi fisiologis, lingkungan segera, penggunaan narkoba. c. Kompensasi proses adaptif Banyak strategi kompensasi untuk aktivitas dan istirahat diantaranya pemahaman tentang mibilitas, proses istirahat dan tidur. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah menggunakan umpan balik dalam gerakan, belajar respon relaksasi. d. Hal-hal yang harus mendapat perhatian lebih adalah disus sindrom dan gangguan pola tidur. 5. Proteksi Kebutuhan untuk perlindungan termasuk dua dasar proses kehidupan, proses pertahanan nonspesifik dan proses pertahanan spesifik yang keduanya secara bersama-sama dalam memberikan perlindungan tubuh dari substansi-substansi luar seperti bakteri, virus, sel abnormal dalam tubuh dan transplantasi jaringan. a. Pertahanan non spesifik Komponen pertahanan non spesifik termasuk di dalamnya menjelaskan proses dari pertahanan tersebut, surface membrane barriers, pertahanan celuler dan kimia. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan proteksi adalah riwayat, integritas kulit, rasa nyeri dan kondisi kulit yang terkait dengan adanya luka operasi, rambut dan kuku, keringat dan suhu tubuh, Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 40 membrane mukosa, respons inflamasi, hasil laboratorium, sensitifitas untuk nyeri dan suhu. Sedangkan pengkajian stimulus yang berhubungan dengan proteksi adalah faktor lingkungan, integritas mode, efektivitas kognator, tahap perkembangan. b. Pertahanan spesifik Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan pertahanan spesifik adalah indikasi respon imun, status imunologis, hasil laboratorium. Sedangkan pengkajian stimulus yang berhubungan dengan pertahanan spesifik adalah integrity of mode, tahap perkembangan, faktor lingkungan efektivitas kognator. Serta, adaptasi fisiologis proses komplek yang termasuk perasaan: cairan, elektrolit, keseimbangan asam basa, fungsi neurologis dan fungsi endokrin. 6. Penginderaan Meliputi pandangan, pendengaran, sentuhan, rasa dan bau memungkinkan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan, termasuk sensasi nyeri (Discroll, 1984; Roy & Andrews, 1991; Roy, 1999). Sensasi termasuk proses dimana energy, seperti cahaya, suara, panas, getaran mekanik, dan tekanan, ditransduksi menjadi aktivitas saraf yang menjadi persepsi. a. Penglihatan Penglihatan merupakan proses yang komplek yang melibatkan struktur perifer mata, jalur neuro visual, dan area visual dari kortek serebri dalam lobus okspital otak. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan penglihatan adalah tes visual, pemeriksaan fungsi visual, pemeriksaan internal. Pengkajian stimulus yang perlu dikaji berkaitan dengan neuropatologis. b. Pendengaran Pendengaran dapat didefinisikan sama seperti sebuah proses yang komplek dimana gelombang suara dapat dideteksi, ditransmisikan dan diinterpretasikan. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 41 pendengaran adalah audiometric dan tes diagnostik yang lain. Sedangkan pengkajian stimulus pada situasi terjadinya gangguan atau kelemahan, perawat mengkaji pengalaman tentang kehilangan atau terjadinya penurunan gangguan pendengaran c. Perasaan Perasaan merupakan istilah umum yang diberikan kepada sebuah proses yang komplek dimana sensasi dari sistem somatosensori dideteksi, ditransmisikan, dan diinterpretasikan. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan perasaan adalah sensasi dan simetri. Sedangkan pengkajian stimulusnya adalah terjadinya penurunan atau gangguan sementara atau permanen, gangguan yang baru didapat atau sudah lama, gangguan lebih dari satu, pandangan seseorang tentang kehilangan fungsi tersebut, efek pada lingkungan saat ini, tingkat dan kebutuhan pengetahuan dan kesediaan untuk pengajaran. 7. Cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa Proses secara menyeluruh yang berhubungan dengan cairan, elektrolit, dan keseimbangan asam basa sangat diperlukan oleh sel, ekstraseluler dan fungsi sistemik (Perley, 1984; Roy & Andrews, 1991; Roy, 1999). Komponennya asam basa terdiri dari keseimbangan cairan, keseimbangan elektrolit dan asam basa. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan cairan, elektrolit dan asam basa adalah oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, proteksi, fungsi neurologis, hasil laboratorium. Sedangkan pengkajian stimulus terdiri dari integritas mode fisiologis, intervensi medis, efektivitas kognator, tahap perkembangan dan faktor lingkungan. 8. Fungsi neurologis Saluran neurologis merupakan bagian integral dari regulator mekanisme koping seseorang. Fungsinya untuk mengontrol dan mengkoordinasikan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 42 pergerakan tubuh, kesadaran, dan proses kognitif emosi, dan juga mengatur aktivitas organ tubuh ( Roy, 1999). a. Kognitif Sistem saraf pada manusia bekerja seperti suatu sistem pengendali seperti interaksi dan respon atau tanggapan. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan fungsi kognitif adalah input proses, proses utama, pengkodean, pembentukan konsep, memori, bahasa, proses output, perencanaan dan respons motorik. Sedangkan pengkajian stimulus berupa patofisiologi, level gas darah dan hemoglobin, status nutrisi, aktivitas dan istirahat, stress, pengetahuan, lingkungan fisik, mode konsep diri, mode fungsi peran dan mode interdependence. b. Kesadaran Kesadaran telah didefinisikan sebagai suatu kesadaran akan lingkungan internal dan eksternal. Teori kesadaran mencakup dua komponen: gairah, awakeness seseorang dan kesenangan atau kepuasan, merupakan interpretasi dari lingkungan internal dan eksternal. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan kesadaran adalah tingkat kesadaran, respons motorik, respon terhadap nyeri, orientasi dan tingkat kesadaran atau perhatian, tanda-tanda vital. Sedangkan pengkajian stimulus terbagi dalam situasional circumstances, status fisiologis, zat berbahaya, penatalaksanaan medis dan patofiologi. 9. Fungsi endokrin Sistem hormon dalam tubuh, berserta fungsi neurologis, untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan fungsi tubuh. Aktivitas endokrin memainkan peran yang signifikan dalam respon stress dan juga merupakan bagian dari coping regulator (Roy & Andrews, 1999). Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan fungsi endokrin adalah oksigenasi, aktifitas dan istirahat, nutrisi, keseimbangan cairan, elektroit dan asam basa, eliminasi, proteksi, penginderaan, fungsi neurologis, Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 43 struktur perkembangan, mode adaptive yang lain, test laboratorium. Sedangkan pengkajian stimulus adalah tahap perkembangan, riwayat keluarga, etnis, kondisi lingkungan, intervensi kesehatan, tingkat pengetahuan, integritas mode yang lain. c. Konsep diri-mode group identitas. Mode konsep diri terdiri atas perasaan dan keyakinan individu pada waktu tertentu yang mempengaruhi perilaku. Mode ini termasuk integritas psikis, fisik-diri, personal-diri, konsistensi diri, ideal diri/harapan diri, diri moraletika-spiritual, pembelajaran, konsep diri internal, dan harga diri. a) Pengembangan diri: proses dan pengkajian Baik fisik dan diri pribadi berkembang sepanjang hidup seseorang. Untuk anak-anak, perkembangan diri dipengaruhi oleh meningkatnya atau perkembangan kapasitas fisik dan berfikir dan oleh interaksi dengan yang lain. Pengkajian perilaku yang berhubungan degan pengembangan diri adalah sensasi tubuh, citra tubuh. Pengkajian stimulus dapat berupa perkembangan fisik, tahap perkembangan kognitif, interaksi dengan pemberi pelayanan, reaksi dari orang lain, maturational crisis, presepsi dan skema diri dan strategi koping. b) Fokus diri Pengkajian perilaku berfokus pada perilaku nonverbal yaitu, ekspresi wajah, nada dan suara, kontak mata. Pengkajian stimulus dapat berupa transaksi antara orang dan lingkungan, berusaha untuk persatuan dan integritas/kesatuan, konfirmasi melalui interaksi sosial, arti kesadaran orang dengan lingkungan, nilai atribut diri, strategi koping. c) Identitas diri Memperlajari identitas bersama melibatkan lebih dari sekedar mempelajari konsep diri dan hubungan satu sama lain sebagai anggota kelompok. Pengkajian perilaku terdiri dari persepsi lingkungan, orientasi Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 44 kognitif dan perasaan, tujuan dan nilai. Sedangkan assessment of stimulus adalah tuntutan dan jarak, lingkungan sosial ekternal, kepemimpinan dan tanggung jawab. d. Mode Fungsi peran Fungsi peran mencakup peran, posisi, performa peran, penguasaan peran, integritas sosial, peran primer, peran sekunder, peran tersier, dan perilaku instrumental dan ekspresif. a) Pengembangan peran Pengembangan peran mengacu proses penambahan peran baru sebagai salah satu kematangan dalam kehidupan. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan pengembangan peran adalah identifikasi peran dan instrumental serta ekspresif perilaku. Pengkajian stimulus dapat berupa persyaratan, atribut fisik dan kronologis usia, konsep diri dan kesejahteraan, pengetahuan dan perilaku yang diharapkan, peran lain, role model, norma sosial. b) Pengambilan peran Role taking merupakan proses melihat atau antisipasi perilaku orang lain dengan melihat ke dalam atribut yang lain. Pengkajian stimulus diantaranya adalah penentu secara umum, pengaturan sosial, proses kognator, sumber daya kognitif dan persepsi sosial. c) Integrasi peran: proses dan pengkajian Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan integrasi peran adalah mengintegrasikan peran melibatkan identifikasi pola yang efektif dari kinerja peran untuk seorang individu atau kelompok. Pengkajian stimulus berupa ukuran dan kompleksitas dari perangkat peran, proses kognator, tahap perkembangan kelompok. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 45 e. Model Interdependensi Interdependensi mambahas kemampuan untuk mencintai, menghormati, dan menilai orang lain dan berespon terhadap orang lain. Mode interdependensi mencakup kecukupan afeksi, kasih sayang, orang terdekat, sistem pendukung,perilaku reseptif dan perilaku yang menunjang. a) Affectional adequacy Affectional adequacy termasuk kerelaan dan kemampuan untuk memberikan dan menerima dari segi aspek lain sebagai suatu pribadi, misalnya, cinta, menghormati, nilai, pengasuhan, pengetahuan, ketrampilan, komitmen, bakat, kepemilikan, waktu, loyalitas. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan affectional adequacy adalah signifikansi lain dan sistem pendukung, memberi dan menerima. Sedangkan pengkajian stimulus terdiri dari harapan, kemampuan memelihara, tingkat penghargaan diri, ketrampilan komunikasi, kehadiran, konteks, infrastruktur dan orang. b) Developmental adequacy Developmental adequacy mengacu pada proses yang terkait dengan pembelajaran dan kematangan dalam hubungan timbal balik, baik individu itu sendiri (termasuk dua orang) atau kolektif (termasuk keluarga, kelompok, asosiasi, organisasi, atau jejaring). Pengkajian perilaku diantaranya tahap perkembangan, ketergantungan, kemandirian. Pengkajian stimulus diantaranya tahap perkembangan, perubahan yang signifikan, integritas konsep diri, pengetahuan tentang hubungan. c) Sumber daya yang adekuat Sumber daya yang adekuat sama seperti kebutuhan makanan, pakaian, perlindungan, kesehatan dan keamanan yang dicapai melalui proses yang saling ketergantungan, proses penting dalam mencapai integritas hubungan. Pengkajian perilaku adalah integritas fisiologis dan fisik. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 46 Pengkajian stimulus terdiri dari sumber daya moneter, bantuan dalam berhubungan. f. Stimulus Setiap orang dipengaruhi oleh stressor yang disebut stimulus. Kemampuan masing-masing individu untuk beradaptasi terhadap stimulus yang terus berubah ditentukan oleh tingkat adaptasi individu, yang merupakan titik yang terus berubah secara konstan yang ditentukan oleh efek kolektif dari stimulus fokal, kontekstual dan rentang residual yang dapat ditoleransi pada suatu waktu tertentu. 2.3.3 Penerapan Model Adaptasi Roy Pasien Post Operasi CABG Penerapan Model Adaptasi Roy pada pasien post operasi CABG ini mengikuti tahapan proses keperawatan yang telah dijelaskan oleh Roy sebelumnya, yang terdiri dari enam tahapan yaitu pengkajian perilaku dan stimulus berdasarkan keempat mode adaptasi, diagnosa keperawatan, penetapan tujuan, intervensi keperawatan dan evaluasi. 2.3.3.1 Pengkajian Perilaku a. Mode Adaptasi Fisiologis Pengkajian perilaku mode adaptasi fisiologis pada pasien post operasi CABG akan dijelaskan dalam uraian sebagai berikut 1. Oksigenasi Pengkajian ventilasi pada pasien post operasi CABG saat dipindhkan ke ICU maka yang harus dilakukan adalah pengkajian pasien menggunakan ventilasi mekanik pada 10-12 jam pertama. Ventilasi dikaji tentang pemakaian alat bantu nafas atau ventilator. Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator pengaturannya telah dibuat dengan tepat. Dalam memantau ventilator, perawat harus memperhatikan hal-hal berikut : jenis ventilator, cara pengendalain Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 47 (Controlled, Assist Control, Synchronized Volume, Pressure Support dan sebagainya), pengaturan volume tidal dan frekunsi, pengaturan FIO2 (fraksi oksigen yang diinspirasi), tekanan inspirasi yang dicapai dan batasan tekanan, adanya air dalam selang, terlepas sambungan atau terlipatnya selang, humidifikasi, alarm, dan PEEP (Positive End Expiration Pressure). Disamping alatnya dikaji maka tanda klinis juga dikaji seperti pola nafas, pergerakan dinding dada dan kebutuhan serta kegagalan pasien dalam melakukan penyapihan atau Weaning Ventilator. Saat pasien di ekstubasi pengkajian terkait ventilasi maka di kaji pola nafasnya, frekuensi nafas irama nafas, pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu nafas, bunyi nafas, batuk produktif, pneumonia, adanya hematotoraks, pneumotorak dan adanya emboli paru. Pengkajian pertukaran gas adalah dengan mengkaji dan menginterpretasi dari hasil analisa gas darah arteri dan vena, sianosis, pucat, capilary refill (< 3 detik). Transport gas yang dikaji tentang sistem kardiovaskuler dengan mengkaji monitoring hemodinamik : Central Venous Pressure (CVP), Stroke Volume (SV), Pulmonary Artery (PA), Pulmonary Artery Wedge (PAW), Cardiac Output (CO), Cardiac Index (CI), Systemic Vasculer Resistance (SVR), Systemic Vasculer Resistance Index (SVRI), Pulmonary Vasculer Resistensi(PVR), Pulmonary Vasculer Resistance Index (PVRI), ECG, bunyi nafas dan bunyi jantung, hasil pemeriksaan echocardiography post operasi CABG, pemakaian pacu jantung, kehangatan kulit, status mental, keluaran urin, perabaan arteri pada ekstremitas bawah. Kaji adanya tamponade jantung seperti peningkatan tekanan vena, keseimbangan tekanan intrakardiak, pengeluaran drainase secara tiba-tiba khususnya pada pasien yang pengeluaran drain banyak, penurunan voltase ECG, penurunan hemoglobin, disritmia, penurunan curah jantung, penurunan urine output. 2. Nutrisi Pengkajian terkait nutrisi saat diintubasi meliputi kepatenan letak naso gastric tube (NGT), jumlah, warna dan karakteristik cairan yang dikeluarkan. Saat ekstubasi kaji pola makan, mual dan muntah, distensi abdomen, bising usus, intake nutrisi Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 48 dan cairan, status antropometri (BB, TB, LILA), nilai laboratorium (HB dan albumin), ada atau tidaknya perdarahan lambung, Gula Darah Sewaktu (GDS). 3. Eliminasi Pengkajian eliminasi pada saat post operasi yaitu terkait fungsi ginjal dengan mengkaji penurunan keluaran urin, kepatenan pemakaian kateter, dan karakteristik urin yang dikeluarkan, pemeriksaan laboratorium (ureum, kreatinin, BUN). Pengkajian intestinal yaitu dengan mengkaji pola defekasi pasien frekuensi, warna dan kosistensi dari feses. 4. Aktivitas dan Istirahat Aktivitas dikaji berhubungan dengan rasa lemah, lemas, letih pasien dan nyeri saat aktivitas serta kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas karena aktivitas juga berkaitan dengan fungsi jantung. Pada istirahat perawat mengkaji kurangnya istirahat dan gangguan tidur akibat rasa tidak nyaman yang dirasakan pasien post operasi. 5. Proteksi Proteksi terkait dengan proses imunitas tubuh, pada pasien post CABG yang harus dikaji terkait dengan infeksi post operasi. Kaji tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik, luka observasi di kaji dan di observasi keadaannya (adanya radang, kemerahan, dan basah), keadaan balutan luka luka di kaji, dan peningkatan leukosit. 6. Sensasi Pengkajian sensasi pada post operasi CABG di khususnya mengkaji tentang nyeri dada yang dihasilkan pasien dan pasien diharapkan mampu membedakannya antara nyeri dada akibat sternotomy atau dari miokardial infark yang merupakan indikasi dari gagalnya graft. Nyeri akibat sternotomi adalah terlokalisasi, tidak menyebar, pasien sering mengalami kesusahan saat melakukan nafas dalam dan batuk. Nyeri menstimulasi peningkatan tekanan darah dan vaskuler resistensi dan curah jantung. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 49 7. Cairan dan Elektrolit Pengkajian cairan dan elektrolit juga merupakan prioritas pada pasien post operasi CABG. Kaji adanya edema, tekanan darah, Pulmonary Artery Wedege Pressure (PAWP), tekanan atrium kanan, cardiac output, cardiac index, SVR, kehilangan darah, dan urine output. Pengkajian elektrolit khususnya kalsium, magnesium, dan kalium yang mungkin menurun 8. Fungsi Neurologi Pengkajian fungsi neurologi pada pasien post operasi CABG terkait tingkat kesadaran secara kuantitatif maupun kualitatif, pengkajian pupil, kelemahan ekstremitas, stroke atau defisit neurologis dan ensefalopati, adanya gangguan kognitif, gangguan sensorik, orientasi terhadap tempat, orang, waktu dan sekitarnya 9. Fungsi Endokrin Stres saat pembedahan, efek dari anastesi dan CPB, hipotermia, dan pemakaian inotropik dapat mengakibatkan peningkatan glukosa darah (hiperglikemia). Pengkajian fungsi endokrin saat post operasi CABG di fokuskan pada peningkatan glukosa darah. b. Mode Adaptasi Konsep Diri Pengkajian konsep diri diawali terlebih dahulu membina hubungan saling percaya antara pasien dan perawat. Pengkajian konsep diri terdiri dari dua bagian yaitu physical self dan personal self. Physical self dengan mengkaji kecemasan post operasi yang di alami saat ini, depresi dan kurangnya pengetahuan serta pengalaman pasien. Personal self dikaji tentang perasaan pasien setelah operasi, kemampuan menerima dirinya setelah operasi, dan keyakinan pasien akan sembuh. Secara umum pengkajian konsep diri meliputi personal identity mengkaji tentang bagaimana pasien bisa menjelaskan karakteristik atau dirinya sendiri setelah operasi CABG, apa yang pasien suka setelah CABG, apakah akan baik2 saja setelah operasi, apa yang pasien miliki terkait bakat dan minat pasien setelah CABG, apakah bisa merubah pasien dengan keadaan post CABG. Pengkajian Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 50 terkait body image : apakah merasa adanya perubahan dalam diri setelah CABG, apakah merasa nyaman mendiskusikan operasi CABG, bagaimana perasaan pasien tentang perubahan setelah CABG, apayang berubah setelah di operasi terkait dengan operasi, apa pasien tahu tentang penilaian orang terhadap perubahan dirinya. Perawat juga dapat menanyakan tentang konsep diri pasien seperti : apakah pasien puas dengan kehidupan saat ini, bagaimana perasaan pasien tentang dirinya, apa yang pasien ingin capai, dan apa tujuan hidup yang penting setelah operasi. Pada saat pengkajian perawat dianjurkan tetap mempertahankan kontak mata, membungkuk dan berpindah secara perlahan, hindari penampilan yang kurang rapi, berbicara perlahan-lahan dan dapat di mengerti, dan jangan ikut membuat pasien rasa bersalah yang banyak, dan ikut serta dalam perasaan pasien (empati). c. Mode Adaptasi Fungsi Peran Fungsi peran dikaji tentang peran primer, skunder, dan tersier pasien setelah menjalankan operasi CABG. Kaji peran pasien saat ini sebagai pasien yang dikaji melalui komunikasi. Perawat mengkaji kepuasan dan ketidakpuasan yang berhubungan dengan tanggung jawab dan hubungan peran meliputi keluarga, kerja, dan sosial. Perubahan – perubahan peran yang dihadapai pasien selama sakit dan sesudah sakit, perasaan keluarga pasien dalam menerima kekurangan pasien setelah sakit, dan apa yang pasien harapkan nantinya yang berhubungan dengan peran. d. Mode Adaptasi interdependen Kaji keinginan dan kemampuan memberi ke yang lainnya dan menerima dari semua aspek seperti cinta, menghormati, nilai, rasa memiliki, waktu dan bakat. Kaji orang yang berarti bagi pasien dan sistem pendukung, kemampuan memberi dan menerima. Kaji status perkembangan, ketergantungan, kemandirian. Kaji kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan dan tingkat keamanan. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 51 2.3.3.2 Pengkajian Stimulus a. Stimulus Fokal, Kontekstal, dan Residual dari Mode Adaptasi Fisiologi Oksigenasi : efek dari intraoperatif CABG, penggunaan CPB dan anastesi, penggunaan ventilator, penggunaan obat-obat inotropik, fungsi jantung, fungsi pernafasan, stres dan perubahan suhu Nutrisi : fungsi dari sistem gastrointestinal, respon terhadap obatobatan,penyediaan makanan, kognator pasien terhadap makanan, budaya makan, umur, aktivitas, dan jenis kelamin Eliminasi : fungsi ginjal setelah CABG, jumlah intake cairan, pengggunaan diuretik dan laksatif, kebiasaan pasien untuk bereliminasi, stres, tumbuh kembang, dan kondisi yang tidak nyaman Aktivitas dan istirahat : kondisi fisik post CABG, psikososial adanya rasa cemas, lingkungan rumah sakit yang tidak kondusif, kebiasaan pasien Proteksi : faktor lingkungan, kognator pasien terhadap infeksi setelah CABG, nutrisi, dan faktor psikologi Sense : kehilangan fungsi, kurangnya pengetahuan pasien dalam mengelola nyeri, lingkungan dan budaya Keseimbangan cairan dan elektrolit : faktor lingkungan, respon obat, kognator pasien Neurologi : efek dari pembedahan CABG, analisa gas darah dan hemoglobin, stres, status nutrisi, aktivitas dan istirahat, mode konsep diri, mode fungsi peran dan mode interdependensi Endokrin : stres pembedahan, pemakaian obat-obatan, lingkungan dan pengetahuan pasien b. Stimulus Fokal, Kontekstal, dan Residual Mode Adaptasi Konsep Diri Perkembangan fisik, tingkat perkembangan kognitif, interaksi dengan pemberi pelayanan, reaksi terhadap orang lain, krisis maturasi, persepsi dan skema diri, strategi koping. Transaksi antara diri dan lingkungan, konfirmasi melalui interaksi sosial, tingkat kesadaran terhadap arti lingkungan, nilai atribut diri, Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 52 kebutuhan dan jarak, lingkungan sosial eksternal, kepemimpinan dan tanggung jawab yang kesemua itu merupakan dampak dari post operasi CABG. c. Stimulus Fokal, Kontekstal, dan Residual Mode Adaptasi Fungsi Peran Kebutuhan pasien, perkembangan umur, pengetahuan terhadap harapan perilaku, respon dari peran saat sakit, proses kognitif, norma sosial, dan pengaturan pasien dalam peran, konsep diri dan kesejahteraan, emosional, peran orang lain, sumber daya kognitif, persepsi sosial, besarnya dan kompleksitas peran. d. Stimulus Fokal, Kontekstal, dan Residual Mode Adaptasi Interdependensi Harapan hubungan dan kesadaran akan kebutuhan, harga diri, interaksi sosial, ketrampilan komunikasi, kehadiran keluarga dan kerabat, pengetahuan mengenai suatu hubungan dan perilaku untuk meningkatkan kualitas hubungan, usia sesuai tugas perkembangan, tingkat perkembangan, perubahan yang berarti, sumber daya keuangan pribadi dan bantuan dari orang lain. 2.3.3.3 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang akan muncul pada pasien post operasi CABG berdasarkan NANDA (2012) adalah sebagai berikut : a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan preload/afterload/kontraktilitas dan frekuensi nadi serta gangguan irama jantung. b. Ketidakmampuan ventilasi spontan berhubungan dengan efek operasi CABG c. Inefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukkan sekret d. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan sekunder tehadap pembedahan e. Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin dan intake inadekuat f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen ke jaringan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 53 g. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan tindakan pembedahan jantung, perdarahan. h. Resiko perdarahan berhubungan dengan inadekuat hemostasis, koagulopati i. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya insisi pembedahan j. Koping individu inefektif berhubungan dengan Koping individu inefektif berhubungan dengan adanya ancaman perubahan kesehatan. 2.3.3.4 Tujuan, Intervensi dan Evaluasi Keperawatan Intervensi keperawatan adalah rangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien dan mengatasi masalah keperawatan. Rencana tindakan difokuskan pada peningkatan kemampuan pasien untuk melakukan perawatan mandiri sehingga dapat mempengaruhi perilaku dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis dengan baik terhadap masalahnya. Perawat dapat merencanakan aktivitas khusus untuk penanganan pasien dengan edema paru akut. Tujuan, intervensi dan Evaluasi dirumuskan berdasarkan NIC dan NOC (Nursing Intervention Criteria dan Nursing Outcome Criteria) yang disusun oleh Morhead, Johnson, Maas dan Swanson (2008) dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2.5 Tujuan, Intervensi dan Evaluasi Keperawatan Dx 1 Tujuan Diharapkan pasien menunjukkan peningkatan curah jantung, hemodinamik stabil, ECG normal, suara nafas vesikuler, tidak ada perubahan status mental, urine output > 0,5 ml/kgBB/jam tanpa diuretik (NOC : Cardiac Pump Efectiveness, Cardiopulmonary Status, Intervensi Cardiac Care : Acute, Haemodinamic Regulation, Management Dysrithmia, Evaluasi Pada hari ketujuh pasien mampu beradaptasi terhadap penurunan curah jantung Medication Administration, Fluid Management. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 54 Fluid Balance) 2 Pasien diharapkan dapat bernafas spontan dengan menunjukkan pasien tidak mengalami kelelahan saat bernafas, frekuensi nafas normal, bunyi nafas vesikuler (NOC : Ventilation Mechanical Ventilation Management : Noninvasive, Mechanical Ventilatory Ketidakmampuan ventilasi spontan dapat diatasi selama 4-8 jam post operasi di ICU Weaning. Mechanical Respon, Weaning Respon) 3 4 Bersihan nafas menjadi efektif dengan menunjukkan peningkatan bersihan jalan nafas melalui nafas dalam dan batuk efektif (NOC : Respiratory Status : Airway Patent) Cough Enchancement, Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tidak terjadi dengan menunjukkan intake dan output cairan seimbang, hemodinamik stabil, serum elektrolit dalam batas normal Fluid Management, (NOC : Fluid Chest Physiotherapy Electrolyt Management, Balance, Pada hari ketujuh perawatan pasien sudah menunjukkan mampu beradaptasi terhadap bersihan jalan nafas inefektif Pada hari keempat perawatan pasien mampu menunjukkan kemampuan beradaptasi dan tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Electrolyt Balance) 5 6 7 Resiko perdarahan tidak terjadi dengan menunjukkan pengeluaran darah minimal (< 70 cc/jam), penurunan tekanan darah dan peningkatan nadi (NOC : Blood Loss Severity) Bleeding Reduction, Blood Resiko ketidakseimbangan nutrisi tidak terjadi dengan menunjukkan pasien tidak mual, muntah, menghabiskan porsi makan, glukosa darah dalam batas normal (NOC : Nutritional Status : Food and Fluid Intake, Blood Glucose Level) Nutrition Management, Resiko infeksi tidak terjadi dengan menunjukkan penurunan resiko infeksi dan penyembuhan luka sternotomi dan luka pada daerah kaki (NOC Infection Control Product Administration, Resiko perdarahan tidak terjadi setelah 24 jam post operasi Tube Care Chest Nausea Management, Hyperglicemia Management Infection Protection Insicion Site Care. Pasien mampu beradaptasi dan tidak terjadi resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada hari kelima Pada hari ketujuh perawatan pasien mampu menunjukkan kemampuan beradaptasi dan tidak Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 55 : Wound Healing Primary Intention) 8 Pasien menunjukkan rasa nyaman dengan melaporkan toleran terhadap nyeri dan penurunan penggunaan terjadi resiko infeksi Pain Management Pasien mampu beradaptasi terhadap nyeri pada hari kelima dan toleran terhadap nyeri Pasien menunjukkan pengembalian kesadaran dan status mental (NOC : Cognitive Ability, Cranial Neurologic Monitoring Sensory/Motor Function) : Safety, Physical Restrain Resiko gangguan mental dan kesadaran postcardiotomy tidak terjadi dalam 3 hari perawatan Pasien mampu beradaptasi melakukan aktivitas bertahap tanpa ada kesulitan Energy analgesik (NOC : Pain Level) 9 10 Reality Orientation Enviromental Management Management, Cardiac Care : Rehabilitative 11 Pasien menunjukkan koping individu menjadi efektif dengan peningkatan harga diri, pengetahuan meningkat (NOC : Self Esteem, Anxiety Self Control, Knowledge : Cardiac Disease Management & Treatment Regiment) Pasien mampu beradaptasi melakukan aktivitas bertahap tanpa ada kesulitan pada hari ketujuh Coping Enchancement, Pasien menunjukkan Anxiety Reduction koping yang adaptif pada Teaching hari ketujuh perawatan :Disease Process Teaching Prescribed Diet, Teaching Prescribed Activity/Exercise Teaching Prescribed Medication. 2.4 EBNP Terapi Musik 2.4.1 Pengertian Musik merupakan suatu stimulasi pendengaran yang intensional dengan mengorganisasikan unsur-unsur melodi, irama, harmoni, timbre, bentuk dan gaya. Pengulangan stimulasi musik akan memberikan efek klinik yang positif. (Standley, 2002). Musik merupakan salah satu bentuk rangsangan suara yang merupakan stimulus khas untuk indera pendengaran. Musik lebih dari sekedar bunyi. Musik Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 56 merupakan getaran udara harmonis yang ditangkap oleh organ pendengaran dan melalui syaraf didalam tubuh dan disampikan ke susunan syaraf pusat sehingga menimbulkan kesan tertentu di dalam diri seseorang yang mendengarkannnya. ( Satiadarma, 2005). Penggunaan istilah terapi musik dewasa ini berkembang. Terapi musik adalah tindakan menentukan penggunaan musik dan intervensi musikal sebagai rencana tindakan untuk memperbaiki, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan emosional, fisik, psikologis dn spiritual serta untuk proses penyembuhan (Dossey, Guzzetta dan Kenner, 2002). 2.4.2 Pengaruh Musik Terhadap Nyeri Music Auditory pathway Thalamus Hypothalamus Periventricular and periaqueductal gray amygdala Improved mood including decreased anxiety N. Raphe (Serotonin) hippocampus Locus coeruleus (norephinephrine) Anterior cinculate Spinal cord neurons that reales enkhephalin Inhibition of pheripheral pain pathway neurons Distraction relaxation Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 57 Gambar 2.2 : possible auditory pathways influenced by music application. Terapi musik sebagai suatu cara yang menenangkan atau penyembuhan. Musik memiliki efek positif terhadap suasana hati, kecemasan dan rasa sakit dan mempengaruhi keadaan fisiologis pada pasien yang telah dilakukan operasi jantung. Banyak penelitian yang dilakukan terhadap efek musik terhadap kecemasan, menurunkan nyeri. Musik dapat menurunkan produksi hormon cortisone. Secara teori mendengarkan musik akan melepaskan endorfin dan untuk mengurangi kadar katekolamin , sehingga menghasilkan tekanan darah lebih rendah dan penurunan kebutuhan untuk analgesik . Selain itu, denyut jantung dan laju pernapasan ditingkatkan dan penurunan konsumsi oksigen ( Twiss et al., 2006). 2.4.3 Bunyi Dalam Terapi Musik Musik merupakan suatu stimulasi pendengaran yang intensional dengan mengorganisasikan unsur-unsur melodi, irama, harmoni, timbre, bentuk dan gaya. Pengulangan stimulasi musik akan memberikan efek klinik yang positif. (Standley, 2002). Mendengarkan musik yang sesuai dapat memberikan dampak yang positif bagi pendengarnya. Musik instrumentalia yang lembut akan memberikan efek tenang dan menurunkan stress dan kecemasan dengan sangat luar biasa. (Mucci & Mucci, 2002). Musik dapat mengurangi aktifitas sistem saraf sehingga dapat menimbulkan penurunan frekuensi nadi, dan konsumsi oksigen jantung. Pasien juga mengalami penurunan kecemasan. Musik juga digunakan untuk mengurangi kecemasan pasien yang dilakukan penyapihan penggunaan ventilator. Kecemasan diukur secara subjektif dan objektif dengan memperhatikan respon fisiologis pasien (Lee, Chung, Chan, Chan, 2005). Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 58 Bunyi mengalir dalam bentuk gelombang elektromagnetik melalui udara dan dapat di ukur berdasarkan frekwensi bunyi dan intensitas bunyi. Frekwensi bunyi mengacu pada tinggi dan rendahnya nada serta tinggi dan rendahnya kualitas suara yang diukur dalam hertz yaitu jumlah daur perdetik dimana gelombang bergetar. Telinga normal manusia dapat mendengarkan bunyibunyian dalam frekwensi antara 16 sampai dengan 20.000 hertz (Campbell,2001). Bunyi-bunyi dengan frekwensi tinggi (3000 hingga 8000 hertz atau lebih) lazimnya bergetar diotak dan mempengaruhi fungsi-fungsi kognitif seperti berfikir, persepsi spasial dan ingatan. Bunyi-bunyi dengan frekwensi sedang 750 hingga 3000 hertz cenderung merangsang jantung, paru dan emosi sedangkan bunyi-bunyi dengan frekwensi rendah 125 hingga 750 hertz akan mempengaruhi gearakan-gerakan fisik. Bunyi yang keluar dari alat musik yang diminkan oleh orang yang menguasai alat musik memiliki nada-nada yanga beraturan dan irama-irama tertentu. Bunyi tersebut dikenal dengan musik. Alunan suara musik yang terdengar oleh telinga manusia ternyta mampu memberikan stimulus yang positif bagi manusia. Musik mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan (Tomatis, 1996). Musik dapat memperlambat dan menyeimbangkan gelombang otak, bahkan musik dapat berpengaruh terhadap irama pernafasan, denyut jantung dan tekanan darah manusia (Campbell, 2001). Ozer, et al., (2013) merekomendasikan intervensi musik yang dapat dilakukan dalam pelayanan klinik 1. Musik yang mengalun lambat dengan kecepatan 60 sampai 80 beats permenit. 2. Tanpa lirik (instrumentalia) 3. Batas maksimum volume adalah 60 dB 4. Pasien dapat memilih sendiri musik yang disukai sesuai aturan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 59 5. Peralatan yang sesuai dipilih untuk situasi spesifik 6. Waktu pemberian 30 menit 7. Lakukan pengukuran, tindak lanjut dan dokumentasikan respon pasien 2.4.4 Manfaat Terapi Musik Musik merupakan suatu stimulasi pendengaran yang intensional dengan mengorganisasikan unsur-unsur melodi, irama, harmoni, timbre, bentuk dan gaya. Pengulangan stimulasi musik akan memberikan efek klinik yang positif. (Standley, 2002). Mendengarkan musik yang sesuai dapat memberikan dampak yang positif bagi pendengarnya. Musik instrumentalia yang lembut akan memberikan efek tenang dan menurunkan stress dan kecemasan dengan sangat luar biasa. (Mucci & Mucci, 2002). Musik dapat mengurangi aktifitas sistem saraf sehingga dapat menimbulkan penurunan frekuensi nadi, dan konsumsi oksigen jantung. Pasien juga mengalami penurunan kecemasan. Musik juga digunakan untuk mengurangi kecemasan pasien yang dilakukan penyapihan penggunaan ventilator. Kecemasan diukur secara subjektif dan objektif dengan memperhatikan respon fisiologis pasien (Lee, Chung, Chan, Chan, 2005). Anthony (2003) menyatakan manfaat musik yang demikian besar dan dalam perkembangannya telah dijadikan salah satu bentuk terapi alternatif telah banyak dirasakan dalam kehidupan manusia. Secara umum manfaat musik dalam kehidupan manusia: a. Terapi Berbagai literature dan hasil penelitian telah menerangkan manfaat terapi musik dalam dunia kesehatan. Terapi musik telah banyak digunakan dalam proses penyembuhan berbagai penyakit, baik yang bersifat fisik maupun psikologis. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 60 b. Penyegaran (refreshing) Dalam kehidupan manusia sering mengalami kebosanan, kejenuhan, bahkan mengalami situasi dimana kita tidak tahu harus melakukkan apa. Mendengarkan musik walaupun cuma sebentar ternyata dapat mengembalikan kesegaran dalam berfikir dan melakukan tindakan, sehingga kita menjadi lebih bersemangat dalam bekerja. Jadi musik secara langsung dapat dijadikan sarana penyegaran yang murah dan efektif untuk mengatasi kejenuhan dan kebosanan c. Motivasi Motivasi adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan feeling tertentu. Apabila ada motivasi semangatpun akan muncul dan segala kegiatan bisa dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa musik-musik dengan suara mars dapat meningkatkan semangat dan motivasi seseorang. d. Kepribadian seseorang Perkembangan kepribadian seseorang juga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh jenis musik yang didengar. Jika diwaktu kecil kita suka mendengarkan lagu anak-anak maka setelah dewasa kita akan memilih sendiri jenis musik yang kita sukai. Pemilihan jenis musik yang kita sukai dapat membantu kita memberikan nuansa hidup yang dibutuhkan, misalnya agar tenang kita mendengarkan musik jazz, agar bersemangat kita bisa mendengarkan musik rock atau mars dan agar kita santai kita bisa mendengarkan musik blues atau reggae. Kepribadian seseorang juga dipengaruhi oleh jenis musik yang didengarkannya. Orang yang gemar mendengarkan musik-musik keras juga membentuk kepribadian yang kuat dan keras sedangkan orang yang gemar mendengarkan musik lembut juga akan membentuk kepribadian yang tenang dan lembut. e. Komunikasi Musik sebagai bahasa yang universal mampu menyampaikan berbagai pesan ke seluruh manusia tanpa harus membeda-bedakan latar belakangnya. Musik Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 61 dapat menyuarakan pesan perdamaian, protes sosial, mengutarakan isi hati, mengungkapkan rasa cinta, kesedihan, putus asa dan sebagainya f. Efek Mozart Efek Mozart adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa dihasilkan sebuah musik yang dapat meningkatkan intelegensi seseorang. Beberapa hasil penelitian menunjukkan musik-musik klasik seperti musik Mozart mempunyai manfaat yang sangat baik untuk ibu hamil dan bayi dalam kandungannya yaitu dapat mencerdaskan bayi dan juga memberikan ketenangan kepada ibu yang sedang hamil. 2.4.5 Jenis Terapi Musik Campbell (2001) mebagi terapi msuk atas beberapa jenis : 1. Lagu-lagu Gregorian. Lagu-lagu tersebut amat cocok untuk mengiringi belajar dan meditasi dan dapat mengurangi stress . music ini menggunakan ritme pernafasan alamiah untuk menciptakan perasaan lapang dan santai.. 2. Musik Barok yang lambat seperti bach, hendel,Vivaldi dan corelli Musik ini memberikan perasaan mantap teratur, dapat diramalkan dan keamanan serta menciptakan suasana yang merangsang pikiran dalam belajar atau bekerja. 3. Musik klasik misalnya Mozart memiliki kejernihan, keanggunan dan kebeningan. Musik ini mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan dan persepsi spasial. 4. Musik romantik seperti Schubert, schumann, Tchaikovsky, chopin. Musik ini paling baik digunakan untuk meningkatkan simpati rasa sependeritaan dan kasih sayang ekspresi dan perasaan, seringkali memunculkan tema-tema individualism, nasionalisme atau mistisisme. 5. Musik impressionis sepertti Debussy, faure dan ravel didasarkan pada kesankesan dan suasana hati musikal yang mengalir bebas dana menimbulkan imaji-imaji seperti mimpi, dapat membuka impulsimpuls kreatif dan membuat kita bersentuhan dengan alam tak sadar Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 62 6. Jazz, blues, Dixieland, soul,calypso, reggae. Merupakan ekspresif yang dapat membawa kegembiraan, melepaskan kesedihan, membawa kecerdasan dan ironi dan menegakkan kemanusiaan bersama. 7. Salsa, Rhumba, Maranga, Macarena mempunyai ketukan dan ritme yang hidup dan dapat membuat jantung makin cepat, meningkatkan pernafasan dan membuat seluruh tubuh bergerak. Samba mempunyai kemampuan mampu menentramkan sekaligus menggugah. 8. Musik rock dapat menggugah nafsu, merangsang gerakan aktif, melepaskan ketegangan, menutup rasa sakit, merangsang gerakan aktif, melepaskan ketegangan, menutup rasa sakit dan mengurangi efek bunyi-bunyian keras lain yang tidak menyenangkan. Musik tersebut juga dapat meningkatkan ketegangan, disonansi, stress dan rasa sakit di dalam tubuh apabila kita tidak dalam suasana bathin untuk dihibur secara energetik 9. Musik ambient, titudinal atau new age dengan ritme yang dominan misalnya musik selven helpren atau brian eno memperpanjang perasaan akan ruang dan waktu dan dapat menimbulkan keadaan waspada dan santai 10. Heavy metal, punk, tap, hip hop dan grunge dapat menggugah system syaraf menjurus pada prilaku dinamis maupun pengungkapan diri. Musik ini dapat member isyarat kepada orang lain, kedalaman maupun intensitas gejolak bathin generasi muda maupun kebutuhan akan pelampisn 11. Musik rohani dan suci termasuk gendering shaman, himne-himne di gereja, musik-musik gospel dan lagu-lagu rohani dapat membuat kita berpijak ke tanah dan membimbing kearah perasaan damai yang mendalam serta kesadaran rohani. Musik tersebut dapat sangat bermanfaat untuk membantu kita mengatasi dan melepaskan rasa sakit. 2.5 Nyeri 2.5.1 Pengertian International Association for the Studi of pain IASP mendefenisikan nyeri sebagai sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional karena Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 63 adanya kerusakan jaringan aktual maupun potensial. Nyeri adalah pengalaman apapun yang dirasakan seseorang dan tetap ada kapanpun seseorang tersebut mengatakannya. Defenisi ini memandang bahwa seseorang memiliki otoritas terhadap nyeri yang dirasakan dan hanya dia yang dapat menentukan rasa itu (Strong, et al, 2002). 2.5.2 Fisioligi Nyeri Nyeri bersifat kompleks, perpaduan antara reaksi fisik, emosi dan tingkah laku seseorang yang mengalaminya. Untuk lebih memahami hal tersebut akan dijelaskan 3 komponen yang terkait fisiologi nyeri yaitu resepsi, persepsi dan reaksi (Potter &Perry, 1997). a. Resepsi Kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas, mekanik, kimia mupun listrik akan merangsang pelepasan zat yang menimbulkan nyeri. Terpajan terhadap panas, dingin, tekanan, gesekan dan kimia akan membuat tubuh melepaskan zat yang disebut histamine, bradikinin dan kalium yang berkombinasi dengan tempat reseptor pada nociceptor (reseptor yang berspon terhadap stimulus yang membahayakan. Untuk memulai transmisi syaraf yang berkaitan dengan nyeri. Tidak semua reseptor jaringan tubuh dapat meneruskan sinyal nyeri. Otak dan paru sebagai contohnya. Beberapa reseptor tubuh hanya akan akan memberi respon hanya kepada satu rangsangan nyeri. Impuls syaraf timbul dari stimulus nyeri yang berjalan disepanjang serabut syaraf aferen. Terdapat 2 jenis serabut saraf perifer yang menghantarkan stimulus nyeri. Yang bekerja cepat yaitu serabut A-delta bermyelin dan yang bekerja lambat sangat kecil yaitu serabut C tak bermyelin. Serabut A mengirimkan sensasi tajam dan terlokalisir yang menentukan sumber nyeri dan untuk mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C menghubungkan impuls yang kurang terlokalisir bersifat visceral dan persisiten. Sebagai contoh saat tertusuk paku seseorang akan merasa nyeri yang tajam ,terlokalisir sebagai akibat transmisi serabut A. Dalam Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 64 beberapa detik kemudian nyeri menyebar ke seluruh kaki akibat transmisi serabut C. Saat serabut A-Delta dan serabut C menyampaikan impuls dari serabut syaraf, mediator kimia dilepaskan untuk mengaktifkan respon nyeri dilepaskan.sebagai contoh kalium dan prostaglandin dilepaskan saat selsel mengalami kerusakan. Transmisi stimulus nyeri berlanjut sepanjang serabut aferen dan berakhir di dorsal horn Medula spinalis. Dalam dorsal horn, neurotransmitter seperti substansi-P dilepaskan yang menyebabkan transmisi sinaptik dari syaraf eferen./sensori menuju traktus syaraf spinothalamik. Hal ini menyebabkan impuls nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam system syaraf pusat. Stimulus nyeri berjalan melalui serabut syaraf dalam traktus Spinothalamik yang melintas berlawanan dari medulla spinalis. Impils nyeri kemudian berjalan sepanjang medulla spinalis. Selanjutnya Impuls ini diinformasikan secara cepat ke pusat yang lebih tinggi pada otak, termasuk formasio retikularis, system limbic, thalamus dan korteks serebri. b. Persepsi Persepsi merupakan pengalaman tentang perasaan, interpretasi dan pemahaman terhadap dunia yang bersifat personal dan internal. Setiap orang akan memiliki cara pandang yang berbeda terhadap suatu peristiwa atau fenomena. Persepsi adalah hal penting dimana seseorang sadar terhadap nyeri yang dialami, saat menyadarinya reaksi beragam akan muncul. Interaksi faktor psikologis dan kognitif dengan neuropsikologis seseorang dalam mempersepsikan nyeri menggambarkan tiga sistem interaksi terhadap persepsi nyeri yaitu sensori diskriminatif, motivational-affektif dan cognitif-evaluatif. Persepsi memberi kesadaran dan makna nyeri sehingga seseorang akan memberikan reaksi (Potter & Perry, 1997) Persepsi digunakan oleh individu untuk menyampaikan perasaan tertentu mengenai suatu objek atau peristiwa yang dialami. Karena bersifat personal setiap individu akan memberikan pandangan yang berbeda terhadap suatu Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 65 objek atau peristwa. Hal ini dipengaruhi oleh harapan dan pengalaman masa lalu. Karena nyeri bersifat kompleks sejumlah faktor mempengaruhi persepsi nyeri individu. (Potter & Perry, 1997). c. Reaksi terhadap nyeri Respon fisiologis dan tingkah laku akan dialami oleh seseorang yang mengalami nyeri. Respon yang timbul sebagai dampak adanya nyeri terjadi pada respon fisiologis, tingkah laku dan aktivitas sehari-hari Respon fisiologis yang dapat diamati pada nyeri akut adalah peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, peningkatan laju pernafasan dan respon neuroendokrin dan metabolik. Peningkatan tekanan darah terjadi karena overaktivitas saraf simpatis. Vasokonstriksi perifer merupakan respon adaptif saat darah berpindah dari perifer menuju jantung dan paru. Peningkatan tekanan darah akan meningkatkan kerja jantung. Sehingga mengarah terjadinya vasokonstriksi arteri koronari. Peningkatan laju pernafasan sebagai usaha untuk meningkatkan ketersediaan oksigen ke jantung dan sirkulasi. Sedangkan respon metabolik yang tampak akibat nyeri adalah katabolisme. Dampak nyeri pada perilaku dapat diamati dari ungkapan verbal pasien, respon vocal, gerakan muka dan tubuh dan interaksi sosial. Ungkapan verbal dari pasien adalah hal yang paling penting meskipun bagi sebagian pasien lain sulit untuk mengungkapkannya. Merintih, mengerang dan menangis adalah contoh respon vokal ungkapan nyeri. Sedangkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh juga mencerminkan adanya nyeri (Potter & Perry, 1997). Nyeri yang tidak teratasi akan menurunkan energi yang akhirnya mempengaruhi aspek kehidupan. Pasien yang merasakan nyeri sering kali kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari aktivitas mandi, berpakaian dan makan akan terpengaruh dari tingkat ringan ke tingkat parah tergantung dari lokasi dan intensitas nyeri. Nyeri yang menetap juga akan mengganggu konsentrasii pasien. Dilain pihak aktivitas fisik dapat meningkatkan nyeri Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 66 selain itu kebutuhan tidur juga akan terganggu akibat nyeri (Craven dan Himle, 2000). 2.5.3 Mekanisme Nyeri Pasca Bedah Nyeri pasca bedah disebabkan kerusakan jaringan yang menyebabkan stimulasi nosiseptor pada lokasi pembedahan sehingga mengaktifkan suatu rangsangan saraf ke otak dan sebagai konsekuensi muncul sensasi nyeri (Roykulcharoen, 2003). Mekanisme yang pertama kali di lokasi pembedahan adalah inflamasi dan banyak substansi-substansi yang dilepaskan, seperti substansi P, prostaglandin, leukotrin, histamin, serotinin dan bradikin. Pelepasan mediator inflamasi merupakan respons perlukaan. Rangsang nyeri berjalan di sepanjang saraf spinal ke akar dorsal dan memasuki ke medula spinalis. Jaringan serabut nyeri aferen berakhir pada saraf-saraf di kornu dorsalis (Guyton, 1996). Pada kornu dorsalis, informasi nosiseptor lewat melalui serabut saraf traktus spinothalamik ascending dari medula spinalis ke batang otak di mana sinapsis dengan neuron-neuron yang menimbulkan respons sensori, afektif dan perilaku. Pengaktifan talamus mengawali sensasi nyeri dan refleksi perlindungan tubuh terhadap perlukaan. Refleks segmental pada medula spinalis mengakibatkan spasme otot skeletal dan vasospasme pembuluh perifer. Pada refleks suprasegmental di otak dilakukan oleh saraf otonomik yang meningkatkan pengeluaran katekolamin, glukokortikoid dan anti diuretik hormon dan dampaknya terjadi peningkatan nadi, pernapasan dan tekanan darah. Respon pada hipotalamus berpengaruh terhadap peningkatan emosi dan kecemasan sebagai aspek dari nyeri. Ketika Hipotalamus diaktivasi oleh nyeri pasca bedah, maka saraf simpatik mengeluarkan respons stress dimana akan menstimulasi medula adrenal. Pengeluaran norepinephrine meningkatkan sensitifitas atau secara langsung mengaktifkan reseptor nyeri pada lokasi pembedahan, sehingga akan menyebabkan peningkatan rasa nyeri (Roykulcharoen, 2003). Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 67 Untuk pasien yang menjalani operasi jantung terbuka , nyeri insisional dari sternotomy median umumnya terletak di sepanjang lokasi sayatan dada . Rasa sakit ini untuk pasien dengan operasi CABG juga dapat menyebar ke daerah subclavicular karena arteri mamaria interna umumnya diambil dari bagian dalam dinding dada Atau jika diambil dari vena safena dari kaki daripada arteri payudara , maka rasa sakit akan juga dialami di kaki . Nyeri ini dikatakan intens selama 3 hari pertama setelah operasi ( Zimmerman et al ., 1996) 2.5.4 Pengukuran Nyeri Alat ukur yang digunakan untuk mengkaji nyeri adalah VDS (Verbal Descriptor Scale), NRS (Numerical Rating Scale) dan VAS (Visual Analog Scale) dan Faces Pain Scale (Chulay & Burns, 2006). VDS terdiri dari suatu garis dengan 3-5 kata yang memiliki jarak yang sama disepanjang garis sebagai descriptor. VDS mampu membuat pasien untuk memilih kategori untuk menggambarkan nyeri yang dirasakannya. NRS memungkinkan pasien untuk memilih nyeri dari skala 0 sampai 10. Skala ini sangat baik untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. VAS terdiri dari garis lurus yang menggambarkan intensitas nyeri yang terus menerus dan pada akhir garis terdapat kalimat Skala nyeri yang biasa digunakan untuk mengukur nyeri adalah a. Simple descriptive pain intensity scale No mid moderate possible pain pain pain severe pain very severe worst pain pain b. 0-10 numeric pain intensity scale Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 68 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 c. Visual analog scale 2.6 Parameter Fisiologi Respon fisiologis terhadap stresor merupakan mekanisme protektif dan adaptif untuk memelihara keseimbangan homeostasis tubuh. Aksi neuronal dan hormonal untuk memelihara keseimbangan homeostasis diintegrasi oleh hipotalamus. Hipotalamus dan sistem limbik mengatur emosi dan beberapa kegiatan viseral yang diperlukan untuk bertahan hidup (Perry & Potter, 2005). Respon fisiologis akan dialami oleh seseorang yang mengalami nyeri. Respon yang timbul sebagai dampak adanya nyeri terjadi pada respon fisiologis, tingkah laku dan aktivitas sehari-hari Respon fisiologis yang dapat diamati pada nyeri akut adalah peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, peningkatan laju pernafasan dan respon neuroendokrin dan metabolik. a. Tekanan darah nyeri dan Stress akan merangsang saraf simpatis pada sebagian atau seluruh bagian tubuh, sehingga ujung saraf simpatis pada jaringan akan melepaskan norepinefrin dan epinefrin. Selain itu, saraf simpatis pada medulla adrenal juga menyebabkan glandula ini mensekresi norepinefrin dan epinefrin ke dalam darah. Norepinefrin merupakan vasokontriktor yang kuat sedangkan epinefrin tidak begitu kuat untuk merangsang jantung, vena dan arteriol sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 69 Tekanan darah merupakan kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh darah. Tekanan darah menggambarkan interelasi dari curah jantung pada dinding arteri, tahanan vaskular perifer, volume darah, viskositas darah, dan elastisitas arteri. Aliran darah mengalir dari daerah yang tekanannya tinggi ke daerah yang tekanan darahnya rendah. Kontraksi jantung mendorong darah dengan tekanan tinggi ke aorta. Puncak dari tekanan maksimum saat ejeksi terjadi adalah tekanan darah sistolik. Pada saat ventrikel relaks, darah yang tetap dalam arteri menimbulkan tekanan diastolik. Tekanan diastolik adalah tekanan minimal yang mendesak dinding arteri setiap waktu (Perry & Potter, 2005). b. Nadi Stress, kecemasan dan nyeri akan mempengaruhi aktifitas sistem saraf pusat untuk mengaktivasi hipotalamus-pituitary-adrenal aksis dan sistem saraf simpatis untuk menstimulasi pengeluaran norepinefrin dan epinefrin yang berfungsi sebagai vasokonstriktor sehingga akan terjadi peningkatan frekuensi jantung (nadi). Nadi adalah aliran darah yang menonjol dan dapat di raba. Jumlah denyut nadi yang terjadi dalam 1 menit adalah kecepatan nadi. Nadi radialis dan apical merupakan tempat yang paling sering digunakan untuk mengkaji frekuensi nadi.. Ada 2 jenis ketidaknormalan biasa terjadi pada frekuensi nadi yaitu takikardia dan bradikardia. Takikardia adalah frekuensi jantung yang meningkat secara tidak normal, diatas 100 denyut permenit pada orang dewasa sedangkan bradikardia adalah frekuensi yang lambat, dibawah 60 denyut permenit pada dewasa (Perry & Potter, 2005). c. Saturasi Oksigen Saturasi oksigen adalah ukuran seberapa banyak prosentase oksigen yang mampu dibawa oleh hemoglobin. Oksimetri nadi merupakan alat non invasif yang mengukur saturasi oksigen darah arteri pasien yang dipasang pada ujung Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 70 jari, ibu jari, hidung, daun telinga atau dahi dan oksimetri nadi dapat mendeteksi hipoksemia sebelum tanda dan gejala klinis muncul (Kozier & Erb, 2002). Oksimetri nadi merupakan pengukuran diferensial berdasarkan metode absorpsi spektofotometri yang menggunakan hukum Beer-Lambert (Welch, 2005). Probe oksimeter terdiri dari dua diode pemancar cahaya Light Emitting Diode (LED) satu merah dan yang lainnya inframerah yang mentransmisikan cahaya melalui kuku, jaringan, darah vena, darah arteri melalui fotodetektor yang diletakkan di depan LED. Fotodetektor tersebut mengukur jumlah cahaya merah dan infamerah yang diabsorbsi oleh hemoglobin teroksigenasi dan hemoglobin deoksigenasi dalam darah arteri dan dilaporkan sebagai saturasi oksigen (Kozier & Erb, 2002). Semakin darah teroksigenasi, semakin banyak cahaya merah yang dilewatkan dan semakin sedikit cahaya inframerah yang dilewatkan, dengan menghitung cahaya merah dan cahaya infamerah dalam suatu kurun waktu, maka saturasi oksigen dapat dihitung (Guiliano K. , 2006). d. Frekwensi Nafas Peningkatan laju pernafasan sebagai usaha untuk meningkatkan ketersediaan oksigen ke jantung dan sirkulasi. Sedangkan respon metabolik yang tampak akibat nyeri adalah katabolisme. Manifestasi yang timbul adalah peningkatan metabolism dan konsumsi oksigen yang ditandai oleh peningkatan kadar gula darah, asam lemak bebas, asam laktat dan benda keton (Craven dan Hirnle, 2000). Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 71 2.6 Proyek Inovasi Praktek Klinik Konsultan Keperawatan 2.6.1 Definisi Praktek Keperawatan Profesional Praktek keperawatan profesional adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Perawat professional pada pengertian diatas adalah Perawat Ahli Madya, Perawat Ahli, Ners, Ners Spesialis dan Ners Konsultan yang pendidikan keperawatannya berasal dari jenjang perguruan tinggi keperawatan. Praktek keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesioanal menggunakan teoritis yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar : biologi, fisika, biomedik, perilaku, sosial dan ilmu keperawatan sebagai landasan melakukan pengkajian, diagnosa, menyusun rencana perawatan untuk menentukan tindakan selanjutnya. Malkemes (1983) mengatakan bahwa praktik keperawatan professional adalah suatu proses ketika Ners terlibat dengan pasien dan melalui kegiatan ini masalah kesehatan pasien diiidentifikasi dan diatasi. 2.6.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Praktek Keperawatan Profesional Tujuan Praktik Keperawatan Professional a. Membantu individu untuk mandiri b. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang kesehatan c. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan secara optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalam memelihara kesehatan d. Membantu individu memperoleh derajat secara optimal Ruang Lingkup Praktik Keperawatan Profesional a. Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 72 b. Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasihat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan sistem klien. c. Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan tatanan lainnya. d. Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/ resep. 2.6.3 Karakteristik Praktek Keperawatan Profesional Chaska, 1990 menyatakan bahwa karakteristik praktek keperawatan professional adalah : a. Otoritas (Autority). Memiliki kewenangan sesuai dengan kealian yang akan mempengaruhi proses asuhan melalui peran professional. b. Akuntabilitas (accountability). Bertanggung gugat terhadap apa yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hokum yang berlaku dan bertanggung jawab kepada pasien, diri sendiri dan profesi serta mengambil keputusan yang berhubungan dengan asuhan. c. Pengambil keputusan yang mandiri (independent decision making) Kegiatan praktek keperawatan professional sesuai dengan kewenangannya dengan dilandasi oleh pengetahuan yang kokoh dan menggunakan pendekatan yang ilmiah dalam membuat keputusan (judgments) pada tiap tahap proses keperawatan dalam menyelesaikan masalah pasien. d. Kolaborasi (collaboration) dapat bekerjasama baik lintas program maupun lintas sektoral dengan mengadakan hubungan kerjasama dengan berbagai disiplin dalam mengakses masalah pasien dan membatu pasien menyelesaikan masalahnya. e. Pembelaan/dukungan (advocacy) bertindak demi hak pasien untuk mendapatkan asuhan keperawatn yang bermutu dengan mengadakan intervensi untuk kepentingan atau demi pasien dalam mengatasi Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 73 masalahnya, serta berhadapan dengan pihak-pihak lain yang lebih luas (system large). f. Fasilitasi (Facilitation) mampu memberdayakan pasien dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dengan memaksimalkan potensi dari organisasi dan system pasien-keluarga (client-family system) dalam asuhan. 2.7.4 Konsultan Keperawatan 2.7.4.1 Definisi Konsultan keperawatan adalah individu yang bekerja sebagai pelaksana sekaligus peneliti dalam bidangnya dan merupakan anggota dari penelitian kritis masyarakat (Manley et al, 2012). 2.7.4.2 Peran konsultan keperawatan Seorang konsultan keperawatan harus meneliti apa yang dirasakan penting dalam praktik yang dilakukan olehnya sehari-hari, meliputi : a. Menggunakan peraturan sebagai perawat konsultan dalam praktek seharihari, terutama dalam area : Praktik keperawatan yang sudah berpengalaman Kepemimpinan yang profesional dan kemahiran dalam fungsi konsultasi Pendidikan, pelatihan dan pengembangan fungsi keperawatan Praktik dan pengembangan pelayanan, penelitian dan evaluasi secara keseluruhan b. Mengembangkan keefektifan keberadaan konsultan keperawatan c. Mendemonstrasikan kefektifan adanya perawat konsultan d. Mengembangkan proses motivasi yang diperlukan untuk membantu pengembangan perawat yang lain secara personal maupun professional (Manley et al, 2012). Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 BAB 3 PROSES RESIDENSI 3.1 Laporan Analisis Kasus Utama Laporan analisa kasus ini menggunakan pendekatan Model Adptasi Roy (MAR). Laporan ini menggambarkan tentang aplikasi peranan perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan. Analisis asuhan keperawatan dilakukan pada kasus kelolaan utama sebanyak satu kasus dan kasus lain terkait dengan gangguan kardiovaskuler yang dilakukan asuhan keperawatan selama praktek residensi sebanyak berjumlah 30 orang sebagai kasus resume. 3.1.1 Gambaran Kasus Kelolaan Tn. DA, 73 tahun, asal Riau, pendidikan universitas, tempat tinggal PekanbaruRiau, beragama islam, suku melayu, pekerjaan sebagai pensiunan, menikah dengan 4 anak dan mempunyai 6 orang cucu, Pasien merupakan pasien rujukan dari RSUD. Arifin Ahmad Pekanbatu , untuk konsultasi ke poliklinik tanggal 10 Maret 2014 terkait persiapan operasi. Melakukan proses persiapan operasi dengan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan persiapan operasi lainnya. Tanggal 27 Maret 2014 masuk ruang perawatan preoperasi untuk dilakukan persiapan operasi. Riwayat prabedah ruangan preop pemeriksaan fisik kesadaran komposmentis, TD 143/88 mmHg, HR 86 x/mnt, RR 28 x/menit, JVP 5 + 3 cmH2O, bunyi nafas vesikuler tidak ada ronkhi dan whezing, bunyi jantung S1 dan S2 reguler tidak ada gallop dan murmur, ekstremitas hangat. Pemeriksaan EKG (27Maret 2014) : sinus ritme, QRS rate 85 x/menit, Axis LAD, gelombang P normal 0,12”, PR interval 0,20”, QRS 0,06”, ST elevasi V2-V6, T inversi I, aVL, V5-V6. Hasil Rontgen (21 Maret 2014) : CTR 61%, Aorta elongasi, Pulmonal normal, pinggang jantung (+), apex downward, infiltrat (-), kongesti (-). Hasil laboratorium (21 Maret 2014) : Hb : 12,1 g/dL, Leukosit 7260 μL, Hematokrit 36 74 Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 75 vol%, CK 114 CKMB 13, Hs Trop T 58, GDS 81 mg/dl, Ureum 32 mg/dl, Kreatinin 1,43 mmol/L, Natrium 142 mmol/L, Kalium 3,9 mmol/L, Kalsium 1,27 mmol/L, Klorida 108 mmol/L, Magnesium 0,51 mmol/L, Total Protein 7.2, Albumin 4.0, Globulin 3.2, Bilirubin total 0..48, bilirubin direk 0.18, Bilirubin indirek 0.30, SGOT 16, SGPT 17, HbSAg non reaktif, anti HCV non reaktif, pH 7.41, pCO2 29, pO2 197, BE -6.4, HCO3 18.9, Sat O2 99.9%, Golongan darah B. Hasil Kateterisasi 7 Maret 2014 (RSUD.Pekanbaru) dengan hasil Left Main (LM) : subtotal stenosis distal, Left Artery Descenden (LAD) : total oklusi osteal, distal mendapat kolateral dari Obtuse Margin 1 (OM1) dan RCA, Left Circumflex (LCX) : non dominant 40% stenosis di proksimal OM1, subtotal oklusi di proksimal OM2, Right Coronary Coronary (RCA) : Stenosis 90%, Posterior Descenden Artery (PDA) dan stenosis 70% di D1. Kesimpulan : CAD 3 VD + LM. Hasil Echo Doppler 11 Maret 2014 Gangguan sistolik, LV global normal, EF 67%, Global normokinetik, disfungsi diastolic, gangguan relaksasi, LVH konsentrik, katib-katub normal, kontraktilitas RV normal. Tidak ada keluhan selama dalam perawatan peroperasi. Riwayat kesehatan dahulu : pasien tidak memilik riwayat penyakit asma, tidak ada stroke, dan tidak ada penyakit gastritis. Faktor resiko yang ada pada pasien adalah hipertensi 11 tahun yang lalu, dislipidemia 7 tahun yang lalu, dan dan faktor heriditer. Riwayat intraoperatif pasien menjalankan operasi CABG tanggal 28 Maret 2014 jam 08.30 WIB tindakan CABG 4 graft on pump [SVG (Savena Venous Graft) PDA – PLB (Posterior Lateral Branch) squential, LIMA (Left Intra Mammary Artery) - LAD, SVG-diagonal]. Pasien di pasang arteriline : arteri radialis dekstra, vena perifer : vena dorsum manus sinistra setelah itu dilakukan anastesi dan diintubasi jam 08.30 WIB, pemasangan RA (Right Atrium) line di vena subklavia sinistra, Kateter Swan Ganz : vena jugularis dextra, CPB time 93’, Aox time 65’, Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 76 CPB on 11.30, AoX on 11.50, Aox of 12.55, CPB off 13.10, selama operasi tidak ada penyulit. Jam 14.30 Wib pasien dipindahkan ke ICU. 3.1.2 Penerapan Model Adaptasi Roy Pada Kasus Kelolaan 3.1.2.1 Pengkajian Perilaku dan Stimulus a. Mode Adaptasi Fisiologis 1. Oksigenasi a. Pengkajian perilaku Ventilasi Tanggal 28 Maret 2014 jam 14.30 WIB terpasang ETT oral no 8 (21 cm) yang terhubung ventilator dengan modus Adaptive Support Ventilation (ASV) 100%, FiO2 40%, Positive End Expiratory Presure (PEEP) 5, Tidal Volume (TV) 600, RR 10x/menit. Gerakan dada simetris, bunyi nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi. 29 maret 2014 jam 08.05 asien dilakukan weaning dengan memberikan modus baru pada ventilator Presure Support (PS) 6, FiO2 40%, PEEP 5, RR (pasien) 19 x/menit. 29 Maret 2014 jam 10.20 WIB pasien dilakukan ekstubasi, RR 28x/menit, tidak sesak nafas, O2 sungkup 10 liter/menit selama ± 2 jam dan dilanjutkan dengan pemberian O2 nasal kanul 5 liter/menit, pasien batuk-batuk dan mengeluarkan dahak, bunyi nafas ronkhi basah halus di sedikit lapang bawah paru kiri dan kanan, susah mengeluarkan dahak. Terapi ventolin inhalasi 3x1. Pertukaran gas Analisa gas darah arteri ( 29 Maret 2014 jam 04.05 wib) pH = 7,42, PaO2 = 124 mmHg, PaCO2 = 34 mmHg, HCO3 = 24,3 mEq/l, Be = 1,3, SaO2 = 99,4 %. Analisa gas darah vena pH = 7,47, PvO2 = 34 mmHg, PvCO2 = 42 mmHg, HCO3 = 22,9 mEq/L, Be = -0,5, SvO2 = 67,5 %) Tanggal 29 Maret 2014 jam 08.30 WIB dilakukan pemeriksaan analisa gas darah pre ekstubasi, pH = 7,43, PaO2 = 128 mmHg, PaCO2 = 37 mmHg, HCO3 = 23,7 mEq/l, Be = -2,2, SaO2 = 99,1 %. Tanggal 29 Maret 2014 jam 13.05 dilakukan AGD post ekstubasi Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 77 pH = 7,44, PaO2 = 119 mmHg, PaCO2 = 37 mmHg, HCO3 = 23,3 mEq/l, Be = 1,9, SaO2 = 99,1 %. Transportasi gas Tanggal 28 Maret 2014 jam 14.00 WIB TD = 145/70 mmHg, HR = 91 x/menit, EKG monitor SR, monitor hemodinamik (CVP = 15 cmH2O, SV= 57,8 ml/beat, PA = 24, PAW = 10 mmHg, CO = 3,7 L/menit, CI = 2,1 L/min/m2, SVR = 1922 dyne.sec.cm - 5, SVRI = 3400 dyne.sec.cm -5, PVR = 302 dyne.sec.cm -5, PVRI = 536 dyne.sec.cm-5), transportasi gas (DO2 Arteri = 414 ml/mnt, DO2 Vena = 282 ml/menit, VO2 = 132 ml/menit, CaO2 = 12 ml/menit, CvO2 = 7,8 ml/menit), konjungtiva tidak anemis, capilary refill < 3 detik, bunyi jantung S1 dan S2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada, EF 35%, akral dingin, suhu 35,30 C, JVP 5 + 3 cmH2O. Hasil laboratorium HB 9,8 gr/dl, HT 26 vol%, leukosit 10.350 u/l, trombosit 140.000 u/L, CK 320 u/L, CKMB 45 u/L Pemberian terapi : Dobutamin 3 μg/KgBB/mnt, Morphin 20 mg/KgBB/menit, Nitrogliserin 3 μg/KgBB/menit, gelofusin 800. Hasil Rontgen (28 Maret 2014) : CTR 65%, Aorta elongasi, Pulmonal normal, pinggang jantung (+), apex downward, infiltrat (-), kongesti (-). Kesan kardiomegali post CABG. Hasil echocardiography intip (29 Maret 2014) : perikardial efusi minimal, EDD 59 mm, ESD 53 mm, EF 35%, TAPSE 1,1 cm b. Pengkajian Stimulus Stimulus fokal : Penurunan kontraktilitas jantung, operasi jantung dan penggunaanCPB, efek n sedasi, penumpukan sekret Stimulus konstekstual : CAD 3 VD + LM, stenosis pada arteri koroner, penurunan EF, iskemia miokardium, fungsi diastolik dan sistolik menurun, pemasangan ventilator, adanya drain di intrapleura, faktor resiko hipertensi 11 tahun yang lalu, dislipidemia 7 tahun yang lalu, dan dan heriditer. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 78 Stimulus residual : Kebiasaan makan makanan mengandung lemak dan kolesterol, aktifitas olah raga yang tidak teratur, kondisi lingkungan rumah yang kurang kondusif. 2. Nutrisi a. Pengkajian Perilaku : Tanggal 28 Maret 2014 jam 14.45 WIB : Pasien dipuasakan, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, bising usus (+) lemah, tidak asites, BB = 70 Kg, TB 173 cm. Jam 14.035 wib GDS 129 mg/dl. Tanggal 29 Maret 2014 jam 13.30 WIB setelah ekstubasi : Pasien diberikan makanan lunak dan minuman, pasien mengatakan sedikit mual, hanya menghabiskan 3 sendok makan, nafsu makan menurun. Pengkajian fisik tidak ada stomatitis, tidak ada karies gigi, mukosa bibir lembab, kemampuan mengunyah baik, bising usus 7 x/menit, abdomen lunak, supel, tidak teraba pembesaran hati. Pemeriksaan gula darah sewaktu Jam 06.00 wib GDS145 mg/dl. b. Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : peningkatan asam lambung. Stimulus konsektual : pemakaian sedasi, pemakaian ventilator, injuri miokard asam Stimulus residual : kebiasaan makan tidak teratur sebelum sakit, tidak biasa makan bubur seperti di rumah sakit. 3. Eliminasi a. Pengkajian perilaku : Tanggal 29 Maret 2014 jam 10.00 Wib pasien belum BAB, BAK menggunakan foley kateter, warna urine kuning jernih, tidak ada endapan, tidak ada distensi kandung kemih, jumlah urine sampai tanggal 30 Maret 2014 jam 07.00 WIB 1938 cc.Tanggal 30 Maret 2014 pasien BAB 1 kali, konsistensi lembek warna kuning, Pemberian laxadine 3 x 1 CI Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 79 b. Pengkajian stimulus Pasien adaptif, tidak ada masalah pada eliminasi, pasien hanya membutuhkan proses adaptasi untuk melakukan BAB 4. Aktivitas dan istirahat a. Pengkajian perilaku Tanggal 28 Maret 2014 :Pasien dalam keadaan sedasi, terpasang drain substernal panjang, intrapleura, terpasang arteri line, vena perifer : vena dorsum manus sinistra, pemasangan RA line di vena subklavia sinistra, Swan Ganz : vena jugularis dextra, pasien tidur dengan elevasi kepala 30º, ekstremitas belum dapat dinilai, tidak ada edema ekstremitas.Tanggal 29 Maret 2014 : Pasien dalam komposmentis, terpasang drain substernal panjang, intrapleura, terpasang arteri line, vena perifer : vena dorsum manus sinistra, pemasangan RA line di vena subklavia sinistra, Swan Ganz : vena jugularis dextra di lepaskan, pasien tidur dengan elevasi kepala 30º, ekstremitas tidak mengalami kelemahan bila bergerak, namun takut bergerak karena terasa nyeri di daerah operasi”. Kebutuhan pasien di penuhi oleh perawat. Pasien mengatakan “susah tidur malam karena nyeri, dan kadang batuk-batuk, tidur sering terbangun” Tanggal 30 Maret 2014 : Kesadaran pasien komposmentis, drain, IV line perifer dilepaskan, Pasien dilatih turun dari tempat tidur dan berjalan mengatakan “lelah, pusing, dan terasa sesak nafas, TD = 110/64 mmHg, HR 83 x/menit, EKG SR. Pasien mengatakan “malam tidur tidak nyenyak, sering terbangun karena nyeri, dan batuk-batuk, ” c. Pengkajian perilaku Stimulus fokal : Ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen ke jaringan tubuh Stimulus kontekstual : pompa jantung kurang efektif, cemas Stimulus residual : kurangnya informasi tentang aktivitas post operasi secara bertahap dan rehabilitasi. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 80 5. Proteksi a. Pengkajian perilaku Tanggal 28 Maret 2014 : Suhu 35,20 C, terpasang drain substernal panjang dan intrapleura (pengeluaran drain 310 cc dalam 20 jam) tidak ada rembesan pada verban pada daerah drain, terpasang arteri line, vena perifer : vena dorsum manus sinistra, pemasangan RA line di vena subklavia sinistra, Swan Ganz : vena jugularis dextra, terdapat insisi sternotomi sepanjang 18 cm, tertutup verban bersih dan kering, terdapat insisi pada tungkai kiri sepanjang 25 cm bersih dan kering, tertutup verban bersih dan kering. Pemeriksaan leukosit 10.350 gr/dl, pemberian terapi Meropenem 3 x 1 gr, amikasin 1 x 750 gr. b) Pengkajian stimulus Stimulus fokal : insisi sternotomi, insisi tempat pengambilan graft, pengeluaran sisa perdarahan post CABG Stimulus kontekstual : tindakan operasi CABG, dan pemakaian, CPB mekanisme pertahanan imun spesifik terganggu post CABG Stimulus residual : nutrisi inadekuat, kebiasaan menyentuh daerah luka operasi. 6. Sensasi a. Pengkajian perilaku : Tanggal 29 Maret 2014 : Penglihatan pasien dalam keadaan normal, fungsi pendengaran, pengciuman, sentuhan pasien tidak mengalami kelainan. Pasien mengatakan “semua yang alat yang terpasang sangat nyeri, nyeri sangat terasa pada daerah bekas operasi di dada dan pemasangan selang. Pasien merasa nyeri membuat membuat tidak nyaman ” ketika pasien dikaji skala nyeri dengan skala numerik didapatkan nilainya 5 (nyeri sedang), wajah pasien jika bergerak. TD 128/77 mmHg, HR 88 x/menit. Pemberian terapi : paracetamol 3 x 1 gr, Morphin 20 iu Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 81 b. Pengkajian stimulus Stimulus fokal : adanya luka operasi pada daerah sternum, tungkai kaki kanan, dan pemasangan alat-alat invasif Stimulus kontekstual : hilangnya efek pemberian terapi morfin dan paracetamol Stimulus residual : ketidaktahuan pasien dalam manajemen nyeri, lingkungan ruangan yang kurang kondusif 7. Cairan dan elektrolit a. Pengkajian perilaku : Tanggal 28 Maret 2014 : Pasien dalam keadaan puasa, mukosa bibir lembab, BAK melalui kateter 1438 cc/17 jam, intake 1584 cc/17 jam, edema ekstremitas tidak ada, tidak ada asites, JVP 5 + 3 cmH2O, pengeluaran drain 310 cc (20 jam), TD = 128/70 mmHg, HR = 86x/menit, EKG monitor SR, monitor hemodinamik (CVP = 13 cmH2O, SV= 57,8 ml/beat, PA = 24, PAW = 10 mmHg, CO = 3,7 L/menit, CI = 2,1 L/min/m2, SVR = 1922 dyne.sec.cm -5, SVRI = 3400 dyne.sec.cm - 5, PVR = 302 dyne.sec.cm -5, PVRI = 536 dyne.sec.cm-5). Hasil pemeriksaan laboratorium (29 Maret 2014): Hb 9.8 gr/dl, HT 26 vol%, Natrium 144 mmol/L (132-145), Kalium 4,1 mmol/L, klorida 108 mmol/L, kalsium 0.98 mmol/L, Magnesium 0.46 mmol/L, ureum 40 mmol/L, kreatinin 0,95 mmol/L, BUN 19 mmol/L Hasil pemeriksaan AGD pH = 7,44, PaO2 = 119 mmHg, PaCO2 = 37 mmHg, HCO3 = 23,3 mEq/l, Be = 1,9, SaO2 = 99,1 %, lasix 2 x 20 mg. b) Pengkajian stimulus Stimulus fokal : belum optimal fungsi jantung dan ginjal Stimulus kontekstual : penggunaan CPB, tindakan pembedahan jantung Stimulus residual : intake cairan inadekuat, mual, perubahan suhu tubuh dan lingkungan pasien Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 82 8. Fungsi neurologi a. Pengkajian Perilaku : 28 Maret 2014 : pasien masih dalam pengaruh sedasi, 29 Maret 2014 : kesadaran komposmentis, GCS 15 (E4 M6 V5), pasien tidak mengalami disorientasi waktu, tempat dan orang, tidak ada gangguan saraf kranial, fungsi memori, sensorik, motorik dan bahasa tidak mengalami gangguan. Pasien mampu berkomunikasi dengan baik b. Pengkajian Stimulus : perilaku adaptif 9. Fungsi Endokrin a. Pengkajian perilaku Tidak ada riwayat penyaki DM sebelumnya 29 Maret 2014 GDS 129 mg/dl Regulasi hormon yang lain masih dalam batas normal. b. Pengkajian stimulus : semua perilaku adaptif. b. Mode Adaptasi Konsep Diri 1. Pengkajian perilaku a. Physical Self (memandang diri sendiri dan berhubungan dengan kehilangan) Tanggal 31 Maret 2014 1. Sensasi diri : pasien mengatakan “awalnya saya ragu untuk dioperasi karena usia yang sudah tua, dan rasanya kalau sakit jantung tak akan bisa disembuhkan. Namun karena permintaan istri dan anak-anak akhirnya saya mau melakukan operasi, ternyata memang tidak enak dioperasi itu, sakit seluruh badan jika bergerak, saya jadi takut untuk memiringkan badan”. “setiap saya bergerak terasa badan lemes dan agak sesak, saya ingin lekas sembuh”. 2. Gambaran diri : pasien mengatakan “apakah jantung saya bisa sehat dan normal kembali” “kira-kira berapa lama saya bisa pulih lagi” “saya khawatir tidak bisa sembuh seperti orang-orang yang menjalankan operasi jantung” Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 83 b. Personal Self 1. Moral / etik/ spiritual Pasien beragama islam dan selalu ingat akan waktu sholat, pasien tidak bisa melaksanakan ibadah dengan baik selama dalam perawatan. 2. Self consistensy Pasien mengatakan “walaupun saya sudah tua dan mungkin umur sudah pendek tapi saya akan berusaha berlatih supaya cepat sembuh, apa yang harus dilakukan agar saya cepat sembuh dan bisa beraktifitas tanpa rasa sakit pada daerah bekas operasi. 3. Ideal diri : Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan kembali ke rumah karena sudah hampir 4 minggu di Jakarta. 2. Pengkajian stimulus Stimulus fokal : adanya ancaman terhadap status kesehatan pasien Stimulus kontekstual : perasaan tidak berdaya, pasien berada dalam kecemasan sehingga pasien merasa kurang mendapat informasi Stimulus Residual : meragukan kesembuhan, memikirkan kondisi penyakitnya. c. Mode Adaptasi Fungsi Peran 1. Pengkajian Perilaku Pasien merupakan seorang suami, memiliki 4 orang putra 3 orang anak dan kakek dari 6 orang cucu. Biasanya jika hari libur sekolah sering berkumpul dengan anak cucu. Pasien merasa senang dan ingin bertemu dengan cucunya, karena selama melakukan pengobatan di Jakarta pasien hanya ditemani istri dan seorang anak perempuannya. Pasien bertanya apakah setelah dioperasi, masih bisa beraktivitas seperti dulu, bermain dan menjaga anak dan cucu. 2. Pengkajian Stimulus Stimulus fokal : adanya ancaman perubahan kesehatan Stimulus kontekstual : post operasi CABG Stimulus residual : ketidakmampuan pasien dalam menentukan pemulihan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 84 d. Mode Adaptasi Fungsi Interdependensi 1. Pengkajian Perilaku : a. Affectional Adequacy Pasien selalu ditemani oleh istri dan anak perempuan selama di rumah sakit, istri dan anak selalu memberikan perhatian yang khusus dan memahami keadaan pasien, semua kebutuhan pasien selalu dipenuhi. Pasien mengatakan “istri dan anak sangat membantu pasien untuk sembuh dan yang menjadi sumber pendukung pasien”. b. Developmental Adequacy Anak-anak yang lain dan cucu pasien tidak bisa menemani dan bezuk pasien selama di rumah sakit karena jauh di Pekanbaru, tetapi mereka selalu menghubungi pasien melalui handphone. Pasien merasa senang apabila di telepon oleh anak dan cucunya. c. Resource Adequacy Pasien berobat menggunakan saranan Asuransi Kesehatan (BPJS) , tidak memiliki masalah dengan keuangan karena dibantu sama anak dan menantu. 2. Pengkajian Stimulus Semua perilaku adaptif 3.1.2.2 Diagnosa Keperawatan dan Penetapan Tujuan Berdasarkan analisis data hasil pengkajian perilaku dan stimulus pada keempat model adaptasi (fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi) pada Tn DA, maka dapat ditegakkan diagnose keperawatan sebagai berikut: 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload, afterload, kontraktilitas dan irama jantung. Diagnosa keperawatan ini ditegakkan tanggal 28 Maret 2014 pasien di ruang ICU dengan data : Analisa gas darah arteri pH = 7,42, PaO2 = 124 mmHg, PaCO2 = 34 mmHg, HCO3 = 24,3 mEq/l, Be = 1,3, SaO2 = 99,4 %. Analisa gas darah vena pH = 7,47, PO2 = 34 mmHg, PCO2 = 42 mmHg, HCO3 = 22,9 Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 85 mEq/L, Be = -0,5, SvO2 = 67,5 %) AGD post ekstubasi pH = 7.44, PaO2 = 119 mmHg, PaCO2 = 37 mmHg, HCO3 = 23.3 mEq/l, Be = 1,9, SaO2 = 99.1 %, EKG monitor SR, monitor hemodinamik CVP = 13 cmH2O, , EF 35%, akral dingin, suhu 35,30 C, JVP 5 + 3 cmH2O, CTR 65%, Aorta elongasi, Pulmonal normal, pinggang jantung (+), apex downward, infiltrat (-), kongesti (-). Kesan kardiomegali post CABG. Hasil echocardiography intip (29 Maret 2014) : perikardial efusi minimal, EDD 59 mm, ESD 53 mm, EF 35%, TAPSE 1.1 cm Penetapan Tujuan: Setelah 5x24 jam dilakukan perawatan pasien tidak mengalami penurunan curah jantung ditunjukkan dengan, akral hangat, tidak disritmia, hemodinamik stabil (TD = 120/80 mmHg atau tidak mengalami peningkatan dan penurunan yang signifikan dari TD sebelumnya, HR = 60-100 x/menit, EKG SR, monitor hemodinamik (CVP 4-10 cmH2O, , suhu 36-37,20 C, HB 12-14 gr/dl, Ht 37-45 vol%, CK 25-170 U/L, CKMB 0-24 U/L, intake dan output adekuat dan seimbang, urine output 0,5-1 cc/KgBB/jam, tidak mengalami peningkatan vena jugular, pengeluaran drain minimal dan tidak merah. Echocardiography : EDD 35-52 mm, ESD 26-36 mm, EF meningkat (39% sesaat post CABG), TAPSE > 15 mm. (NOC : Cardiac Pump Efectiveness, Cardiopulmonary Status, Balance Volume Cairan) 2. Ketidakmampuan ventilasi spontan berhubungan dengan adanya efek operasi CABG. Diagnosa ini ditegakkan pada tanggal 28 Maret 2014 di Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 86 ICU. Data pasien terpasang ventilator dengan modus ASV 100%, FiO2 40%, PEEP 5, tidal volume 600, RR 10x/menit, ETT no 8, kesadaran dalam narkose umum. Penetapan Tujuan : Setelah 8-10 jam dilakukan perawatan pasien dapat berespon terhadap ventilasi mekanik dan penyapihan yang ditujukkan dengan pasien menghasilkan RR dan irama nafas secara spontan dan normal (16-24 x/menit teratur), Tidal volume pasien (6-8 cc/KgBB), saturasi oksigen pasien dalam batas normal (> 94%), Analisa gas darah dipertahankan dalam batas normal, dan tidak ada kesulitan bernafas. (NOC : Ventilation Mechanical Respon, Weaning Respon). 3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan sekret. Diagnosa ini diangkat pada saat tanggal 29 Maret 2014 post ekstubasi ditandai dengan frekuensi nafas 28 x/menit, pasien batuk-batuk dan mengeluarkan dahak, bunyi nafas ronkhi basah halus di sedikit lapang bawah paru kiri dan kanan, susah mengeluarkan dahak. Mendapat terapi ventolin inhalasi 3x1. Penetapan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam diharapkan bersihan jalan nafas efektif yang ditunjukkan pasien batuk-batuk berdahak berkurang, bunyi nafas vesikuler, RR 16-24 x/menit. (NOC : Respiratory Status : Airway Patency). 4. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan sekunder tehadap pembedahan. Diagnosa ini ditegakkan pada tanggal 29 Maret 2014 di ICU. Data yang didapat adalah pasien mengatakan nyeri daerah dada bekas operasi dan kaki kanan, nyeri karena terpasang selang didada. Nyeri meningkat jika pasien batuk dan merubah posisi. Skala nyeri yang Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 87 dirasakan 5 (sedang), wajah pasien meringis, dan berusaha menyentuh daerah dada jika batuk dan bergerak. TD 128/70 mmHg, HR 89 x/menit. Penetapan Tujuan: Selama dilakukan tindakan keperawatan 5 x 24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang di tunjukkan dengan menurunnya skala numerik nyeri 2-3, tidak meringis dan dapat beraktivitas dengan skala nyeri ringan (NOC : Pain Level). 5. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan tindakan pembedahan jantung. Diagnosa ini ditegakkan pada tanggal 28 Maret 2014 di ruang ICU ditandai dengan hasil pemeriksaan laboratorium : Pasien dalam keadaan puasa, mukosa bibir lembab, BAK melalui kateter 1438 cc/17 jam, intake 1584 cc/17 jam, edema ekstremitas tidak ada, tidak ada asites, JVP 5 + 3 cmH2O, pengeluaran drain 310 cc (20 jam), TD = 128/70 mmHg, HR = 86x/menit, EKG monitor SR, monitor hemodinamik CVP = 13 cmH2O. Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb 9.8 gr/dl, HT 26 vol%, Natrium 144 mmol/L (132-145), Kalium 4,1 mmol/L, klorida 108 mmol/L, kalsium 0.98 mmol/L, Magnesium 0.46 mmol/L, ureum 40 mmol/L, kreatinin 0,95 mmol/L, BUN 19 mmol/L, lasix 2x20 mg. Penetapan Tujuan: Selama 4 x 24 jam perawatan resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tidak terjadi dengan menunjukkan hasil elektrolit normal Natrium 132-145 mmol/L, Kalium 3,5 – 5,5 mmol/L, Klorida 98-110 mmol/L, Kalsium 2,1-2,55 mmol/L, Magnesium 1,6-2,6 mg/dl, ureum 15-43 mg/dl, kreatinin 0,57-1,11 mg/dl, BUN 6- 20 mg/dl. (NOC : Balance Electrolyt). 6. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan efek pembedahan. Diagnosa ini ditegakkan pada tanggal 29 Maret 2014 di Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 88 ICU ditandai dengan terpasang drain substernal panjang dan intrapleura (pengeluaran drain 295 cc dalam 20 jam) tidak ada rembesan pada verban pada daerah drain, terpasang arteri line, vena perifer : vena dorsum manus sinistra, pemasangan RA line di vena subklavia sinistra, Swan Ganz : vena jugularis dextra, terdapat insisi sternotomi sepanjang 18 cm, tertutup verban bersih dan kering, terdapat insisi pada tungkai kiri sepanjang 25 cm bersih dan kering. Pemeriksaan leukosit 10.350 gr/dl, terapi Meropenem 3x1 gram, Amikasin 1 x 750mg. Penetapan tujuan: Selama dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam diharapkan resiko infeksi tidak terjadi dengan menunjukkan tidak ada tanda-tanda infeksi pada pemasangan prosedur invasif dan luka operasi, luka dalam keadaan kering serta menunjukkan tanda-tanda penyebuhan, pemeriksaan leukosit 5000-1000 gr/dl (NOC : Risk Control : Infectious Process, Wound Healing : Primary Intention). 7. Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat. Diagnosa nutrisi ditegakkan pada tanggal 28 Maret 2014 sebelum pasien diperbolehkan makan, ditandai dengan pasien dipuasakan, konjungtiva tidak anemis, bising usus (+) lemah, tidak asites, BB = 70 Kg, TB 175 cm. Pasien diberikan makanan melalui NGT Clinimix 40 cc/jam, kemudian dilanjutkan tanggal 29 Maret 2014 setelah pasien ekstubasi dan diperbolehkan makan. Penetapan tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam diharapkan resiko ketidakseimbangan nutrisi pasien tidak terjadi yang ditunjukkan intake nutrisi adekuat, tidak mual gula darah sewaktu tidak melebihi 200 gr/dl. (NOC : Nutritional Status : Food and Fluid Intake). Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 89 8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen ke jaringan. Diagnosa intoleransi aktivitas ditegakkan pada tanggal 29 Maret 2014 di ICU dan dilanjutkan ke IWB ditandai dengan Pasien mengeluh lelah dan lemas bila bergerak serta takut bergerak karena terasa nyeri di daerah operasi.Terpasang drain substernal panjang dan intrapleura, terpasang arteri line, vena perifer : vena dorsum manus sinistra, pemasangan RA line di vena subklavia sinistra, Swan Ganz : vena jugularis dextra di lepaskan, bedrest total, aktifitas pasien dibantu sepenuhnya oleh perawat. Penetapan tujuan: Selama 6 x 24 jam perawatan pasien mampu meningkatkan toleransi terhadap aktivitas yang ditunjukkan dengan tidak mengalami kelelahan dan sesak nafas saat aktivitas, keinginan melakukan aktivitas, tanda-tanda vital normal dan stabil (NOC : Activity Tolerance). b. Mode Adaptasi Konsep Diri 1. Koping individu inefektif berhubungan dengan adanya ancaman perubahan kesehatan. Diagnosa ini ditegakkan pada tanggal 30 Maret 2014 pasien pindah ke ruang IWB, ditandai dengan pasien merasa tidak akan bisa sembuh, melakukan operasi karena desakan keluarga, merasa tidak berdaya dengan kondisi yang dialami merasa bahwa usianya sudah tua pasti akan lama sembuhnya. Penetapan tujuan: Selama dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam diharapkan koping individu menjadi efektif yang ditunjukkan dengan motivasi pasien untuk sembuh meningkat, terjadi peningkatan pengetahuan pasien (NOC : Self Esteem, Anxiety Self Control, Knowledge : Cardiac Disease Management & Treatment Regiment). c. Mode Adaptasi Fungsi Peran : adaptif d. Mode Adaptasi Interdependensi : adaptif Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 90 3.1.2.4 Intervensi Keperawatan Setelah ditetapkan diagnosa keperawatan dan tujuan yang akan dicapai dalam mengatasi masalah pasien, maka ditetapkanlah intervensi keperawatan yang disusun menggunakan pedoman Nursing Intervention Classification (NIC) yang melalui proses koping secara regulator dan kognator dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : No Diagnosa 1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas 2 Ketidakmampuan ventilasi spontan berhubungan dengan efek operasi CABG 3 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan sekret Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan sekunder tehadap pembedahan Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan tindakan pembedahan jantung Resiko infeksi berhubungan dengan adanya insisi pembedahan Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen ke jaringan 4 5 6 7 8 9 Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin dan intake inadekuat Koping individu inefektif berhubungan dengan adanya ancaman perubahan kesehatan Intervensi Keperawatan Cardiac Care : Acute, Haemodinamic Regulation, Management Dysrithmia, Fluid Management, Medication Administration Mechanical Ventilation Management : Noninvasive, Mechanical Ventilatory Weaning. Cough Enchancement, Chest Physiotherapy Pain Management Electrolyt Management. Infection Control, Infection Protection, Insicion Site Care. Energy Management, Cardiac Care : Rehabilitative. Nutrition Management, Nausea Management. Coping Enchancement, Anxiety Reduction, Teaching : Disease Process, Teaching Prescribed Diet, Teaching Prescribed Activity/Exercise, Teaching Prescribed Medication. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 91 3.1.2.5 Implementasi Keperawatan Asuhan Keperawatan pada Tn. DA diberikan selama 7 hari (28 Maret – 03 April 2014), implementasi dilakukan mulai 28 – 29 Maret 2014 di ICU Bedah Dewasa, 30 Maret – 03 April 2014 di Intermediate Ward Bedah (IWB) dan evaluasi dari tindakan keperawatan yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah pasien adalah sebagai berikut: 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas Regulator : a. Cardiac Care : Acute : - Mengkaji rasa tidak nyaman didada pasien - Mengkaji perubahan status mental pasien - Memonitor intake dan output pasien dalam 24 jam - Memonitor gambaran EKG pasien setiap jam - Memonitor toleransi aktivitas pasien selama di rawat b. Haemodinamic Regulation - Mengauskultasi bunyi paru dan bunyi jantung - Memonitor dan dokumentasi frekuensi nadi, irama dan kekuatan - Memonitorsistemik vaskuler resistensi dan pulmonal vaskuler resistensi (SVR dan PVR) - Memonitor jantung dan indeks jantung (CO dan CI), e) Memonitor kekuatan nadi perifer, capilary refil, suhu, dan warna kulit pada ekstremitas - Mengatur kepala tempat tidur pasien (30 derajat) - Memonitor edema perifer, peningkatan vena jugularis - Memonitor PCWP dan CVP setiap jam c. Management Dysrithmia - Memantau EKG secara berkala - Memonitor perkembangan EKG : Mencatat adanya perubahan disritmia Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 92 - Memonitor respon hemodinamik d. Medication Administration - Memberikan terapi Dobutamin 5μg/KgBB/menit (ICU) - Aspilet 1 x 80 mg, Simvastatin 1 x 20 mg, Cordaron 2 x 200 mg), Bisoprolol 1 x 1,25 mg, Captopril 3 x 6,25 mg, Lasix 2 x 20 mg, Aspilet 1 x 80 mg, Simvastatin 1 x 20 mg, Cardace 5 mg-0-2,5 mg), Aptor 1x100 mg e. Fluid Management - Mengkaji status hidrasi pasien (kelembaban mukosa, nadi yang adekuat, tekanan darah) - Memonitor hasil laboratorium yang berhubungan dengan retensi cairan (peningkatan BUN, penurunan hematokrit) - Memonitor keluaran urin setiap jam (0,5-1 cc/KgBB/jam), - Memonitor status hemodinamik pasien setiap jam (CVP, MAP, PAP dan PCWP) - Mengkaji faktor ketidakseimbangan cairan (hipertermi, terapi diuresis) - Memonitor intake dan output pasien setiap jam - Memonitor serum elektrolit - Memonitor peningkatan vena jugularis, bunyi ronkhi, edema perifer - Memberikan obat diuresis untuk meningkatkan keluaran urin (Lasix 1 x 20 mg) Kognator : a. Cardiac Care : Acute - Mengajarkan pasien untuk beraktivitas bertahap b. Management Dysrithmia - Menginformasikan pasien akan efek samping obatobatan - Menginformasikan kepada pasien tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan disritmia Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 93 Evaluasi tindakan keperawatan: Pada hari ketiga (30 Maret 2014) pasien mampu beradaptasi secara kompensasi terhadap penurunan curah jantung hal ini ditunjukan bahwa pemantauan status hemodinamik pasien tidak mengalami masalah HR = 88 x/menit, EKG SR monitor heodinamik (CVP 12 cmH2O, SV= 58 ml/beat, PAW = 10 mmHg, CO = 4,8 L/menit, CI = 2.7 L/min/m2, SVR = 1099 dyne.sec.cm -5, SVRI = 1946 dyne.sec.cm -5, PVR = 233 dyne.sec.cm -5 , PVRI = 414 dyne.sec.cm-5), suhu 37.3º C, EF = 39%, urine output 1 cc/kgBB/jam, data intake dan ouput pasien seimbang. Analisa intervensi (30 Maret 2014) masalah keperawatan penurunan curah jantung teratasi sebagian, tindakan keperawatan terkait dengan cardiac care dan dilanjutkan, Fluid Management dihentikan. Pada hari tujuh perawatan (3 April 2014) pasien menunjukkan perilaku adaptif secara kompensasi dengan hasil echocardiography menunjukkan EF pasien 39 %, pasien tidak sesak nafas, bisa beraktivitas bertahap tanpa sesak nafas dan sedikit lelah, akral hangat, TD = 120/70 mmHg, HR 89 x/menit, jantung tidak berdebar-debar, EKG SR. Analisa intervensi (3 April 2014) masalah keperawatan penurunan curah jantung teratasi, tindakan keperawatan terkait dengan cardiac care dan management dysrithmia dipertahankan : anjurkan pasien agar tetap melakukan latihan bertahap dan melaporkan adanya gejala-gejala yang terkait dengan penurunan curah jantung. 2. Ketidakmampuan ventilasi spontan berhubungan dengan efek operasi CABG Regulator : a. Mechanical Ventilation Management : Noninvasive - Mengatur posisi pasien - Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemilihan tipe ventilator (konsentrasi oksigen, modus, tekanan) - Memonitor pengaturan ventilator (temperatur, dan humidifier) Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 94 - Memonitor adanya aktivitas peningkatan konsumsi oksigen (demam, nyeri dan aktivitas keperawatan) - Memonitor pengeluaran sekret dari paru-paru (jumlah, warna, dan konsentrasi) - Mengkaji persiapan penyapihan pasien b. Mechanical Ventilatory Weaning - Menentukan kesiapan pasien untuk penyapihan (hemodinamik yang stabil, kondisi ventilasi yang membaik, kondisi yang optimal untuk penyapihan) - Memonitor status cairan - Melakukan suction, - Memulai penyapihan dengan uji coba (menurunkan mode ventilasi menjadi PS 10 kemudian PS 6) - Memonitor tanda kelelahan otot - Mempertahankan jalan nafas pasien post ekstubasi (atur posisi dan berikan Oksigen 5 liter/menit) Kognator : a. Mechanical Ventilation Management : Noninvasive - Menganjurkan pasien untuk memulai teknik relaksasi dan latihan nafas bila pasien berespon terhadap ventilator b. Mechanical Ventilatory Weaning - Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk hal yang yang akan dialami pasien selama tahapan penyapihan Evaluasi tindakan keperawatan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 20 jam (29 Maret 2014) ketidakmampuan ventilasi spontan dapat diatasi, pasien menunjukkan perilaku yang adaptif secara kompensasi terhadap ventilasi spontan dengan pasien sudah dilakukan ekstubasi dan nafas spontan, frekuensi nafas pasien 20 x/menit dengan irama teratur, menggunakan oksigen mask 10 liter/menit selama kurang lebih dua jam kemudian dilanjutkan dengan nasal kanul 5 liter/menit Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 95 Analisa Intervensi (29 Maret 2014 jam 10.45) masalah keperawatan ketidakmampuan nafas spontan sudah teratasi, pasien mampu beradaptasi secara kompensasi, tindakan keperawatan dihentikan, pasien masih dipantau terhadap pola nafas dan respon nafas spontan. 3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan sekret Regulator : a. Cough Enchancement - Mengkaji pola nafas (frekuensi dan irama pernafasan) - Meningkat hidrasi cairan sesuai dengan kebutuhan pasien b. Chest Physiotherapy - Mengkaji adanya kontraindikasi untuk fisioterapi dada - Melakukan fisioterapi tangan dengan menggunakan teknik clapping dan vibrasi di dinding dada Kognator : a. Cough Enchancement - Membantu dan mengajarkan pasien untuk dapat duduk dengan kepala agak sedikit fleksi, bahu relaks, dan lutut ditekuk - Menganjurkan kepada pasien untuk nafas dalam dengan menahan selama 2 detik, batuk dua atau tiga selama bergantian - Menganjurkan tarik nafas dalam dengan agakmembungkuk kedepan, dengan tiga atau empat hembusan - Menganjurkan pasien untuk tarik nafas dalam beberapa kali, hembuskan perlahan-lahan lalu batuk kan di akhir hembusan nafas - Tekan perut dibawah xipoid atau pada daerah insisi dengan bantal dan bantu pasien agak bungkuk dan anjurkan pasien batuk. b. Chest Physiotherapy - Menganjurkan pasien untuk batuk saat selesai dilakukan fisioterapi dada Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 96 Evaluasi tindakan keperawatan: Pada hari dua perawatan (30 maret 2014) pasien sudah menunjukkan sebagian kemampuan beradaptasi secara kompensasi terhadap bersihan jalan nafas inefektif, frekwensi sudah berkurang berkurang, bunyi nafas vesikuler pada kedua lapang paru dengan ronkhi minimal, dahak pasien sudah minimal. Terapi ventolin dihentikan. Pada hari kelima perawatan (1 April 2014) masalah bersihan jalan nafas sudah teratasi, pasien mampu berdaptasi secara kompensasi terhadap maslah bersihan jalan nafas. Analisa intervensi 3 April 2014: masalah bersihan jalan nafas menjadi efektif, anjurkan pasien menggunakan teknik nafas dalam dan batuk efektif bila susah batuk, minum air hangat kuku. 4. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan sekunder tehadap pembedahan Regulator : a. Pain Management - Mengkaji nyeri pasien (lokasi, karakteristik nyeri, durasi, frekuensi dan intesitas, beratnya nyeri) - Mengobservasi nonverbal terhadap nyeri - Memberikan obat analgesik (, Morphine 20 ui, paracetamol 3 x 1 gr) Kognator : a. Pain Management - Mengeksplorasi pengetahuan terhadap nyeri pasien - Mengajarkan pasien menggunakan teknik nonfarmakologi sebelum, setelah dan adanya nyeri (tarik nafas dalam, guide imagery) - Menganjurkan pasien diskusi terhadap nyeri - Mengajarkan pasien cara membedakan nyeri operasi dan nyeri infark. Evaluasi tindakan keperawatan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari (1 April 2014) pasien mampu beradaptasi secara kompensasi terhadap nyeri dengan ditunjukan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 97 dengan pengurangan nyeri, nyeri dikaji dengan skala numerik didapatkan skala nyeri pasien berkisar 2-3, wajah pasien tidak meringis dan pasien dapat beraktivitas dengan nyeri yang minimal. Analisa intervensi : tindakan keperawatan pain management dihentikan, menganjurkan agar pasien menggunakan teknik-teknik relaksasi dalam pengurangan nyeri yang akan datang. 5. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan tindakan pembedahan jantung Regulator : a. Electrolyt Management - Memonitor nilai serum elektrolit yang abnormal - Memberikan elektrolit tambahan melalui oral, NGT, infus sesuai kolaborasi dengan dokter - Memonitor respon pemberian terapi elektrolit - Memonitor efek samping dari pemberian cairan dan elektrolit - Memonitor adanya aritmia (EKG pasien SR) Evaluasi tindakan keperawatan: Pada hari tiga perawatan (30 Maret 2014) pasien mampu menunjukkan kemampuan beradaptasi secara kompensasi terhadap ketidakseimbangan elektrolit dengan menunjukkan hasil laboratorium HB 12.3 gr/dl (target HB post operasi 10 gr/dl), Ht 38 vol%, Natrium 139 mmol/L, Kalium 5,0 mmol/L, klorida 104 mmol/L, calsium 2,17 mmol/L, Magnesium 2,5 mg/dl. Analisa intervensi : tindakan keperawatan electrolyt management dihentikan 6. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya insisi pembedahan Regulator : a. Infection Protection - Memonitor tanda-tanda infeksi - Memonitor kerentanan pasien terhadap infeksi Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 98 - Memonitor sel darah putih pasien - Memberikan antibiotik sesuai program (injeksi Merophenem 3 x 1 gr, Amikasin 1x750 mg). b. Insicion Site Care - Mengkaji tempat insisi (adanya kemerahan, bengkak, dan dehisen) - Mengobservasi pengeluaran drain, Memonitor proses penyembuhan pada tempat inisisi - Membersihan area sekitar drain - Mempertahankan kepatenan slang drain - Membersihkan luka tempat insisi dengan steril setiap hari - Menggunakan peralatan yang steril Kognator : a. Infection Precaution - Ajarkan pasien dan keluarga cara mencegah terjadinya infeksi dengan mengajarkan keluarga pasien dalam membersihkan luka (luka jangan disentuh, daerah luka harus selalu kering). Evaluasi tindakan keperawatan: Pada hari kelima perawatan (1 April 2014) pasien mampu menunjukkan kemampuan beradaptasi secara integrasi terhadap resiko infeksi ditunjukkan dengan tidak terpasang drain substernal dan intrapleura, arteri line, intravena line, dan RA line serta Swan Ganz, luka pada insisi sternotomi dan pengambilan graft sudah kering, bersih, rapat dan mengalami penyembuhan, pemeriksaan leukosit 9684gr/dl Analisa intervensi : tindakan keperawatan dihentikan, keluarga pasien tetap diajarkan tentang cara merawat luka yang baik dan menganjurkan agar luka selalu bersih dan kering dan menganjurkan agar jang menyentuh luka langsung dengan tangan. 7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen ke jaringan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 99 Regulator : a. Energy Management - Mengkaji status fisiologi pasien yang berhubungan dengan kelelahan - Memonitoring RR, HR, dan TD pasien - Memonitor intake nutrisi pasien untuk memastikan intake yang adekuat - Mempertahankan jadwal aktivitas pasien - Memberikan pasien posisi yang aman dan nyaman b. Cardiac Care : Rehabilitative - Monitoring toleransi aktivitas pasien - Membuat jadwal untuk latihan Kognator a. Energy Management - Memotivasi pasien agar bila lelah pasien jangan gelisah, tetap rileks b. Cardiac Care : Rehabilitative - Menganjurkan pasien bersikap berharap realistik - Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan (pemanasan, tahanan, pedinginan) - Menganjurkan pasien untuk mempertimbangkan aktivitas seharihari (istirahat dan latihan) - Mengajarkan pasien untuk melakukan perawatan luka dan tindakan pencegahan infeksi terhadap luka pembedahan - Menganjurkan pasien untuk tetap kontrol terkait dengan penyakit jantungnya - Memotivasi pasien dalam mengikuti rehabilitasi jantung Evaluasi tindakan keperawatan: Pada hari ketujuh perawatan (2 April 2014) pasien mampu beradaptasi secara kompensasi melakukan aktivitas seperti memenuhi kebutuhan perawatan diri walaupun belum maksimal, tidak terasa sesak dan lelah minimal saat melakukan six minute walk test diruang rehabilitasi fase I. TD 120-140 mmHg/70- 80 mmHg, HR 70-90 x/menit, RR 15-22 x/menit. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 100 Analisa intervensi : tindakan keperawatan Cardiac Care Rehabilitative pada fase I dihentikan dan fase II dan III dilanjutkan di ruang rehabilitasi 8. Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Regulator : a. Nutrition Management - Mengkaji pola nutrisi pasien - Memberikan pasien makanan dalam porsi yang hangat - Memberikan makanan pasien dalam keadaaan yang menarik - Menganjurkan pasien menghabiskan porsi sedikit tapi sering b. Nausea Management - Mengkaji nausea pasien - Mengevaluasi dampak nausea pasien terhadap kualitas hidup pasien - Membantu pasien dalam mengurangi faktor yang berhubungan dengan nausea seperti kecemasan, ketakutan, dan kurang pengetahuan - Membantu memberikan kebersihan mulut pasien. Evaluas tindakan keperawatan: Pada hari keenam perawatan (2 April 2014) pasien mampu beradaptasi integrasi terhadap resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan menunjukkan bahwa pasien dapat menghabiskan porsi makan yang diberikan, tidak mual. Analisa intervensi : masalah resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi, tindakan keperawatan dihentikan 9. Koping individu inefektif berhubungan dengan adanya ancaman perubahan kesehatan Regulator : a. Coping Enchancement - Mengkaji tingkat perubahan konsep diri pasien - Mengkaji dampak terhadap peran dan hubungan dengan orang lain Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 101 - Mengkaji tingkat pemahaman pasien terhadap penyakitnya - Membantu pasien untuk dapat menilai keadaannya sekarang - Membantu pasien dalam melakukan pendekatan spiritual - Membantu pasien dalam proses penerimaan penyakitnya dan keterbatasannya b. Anxiety Reduction - Mengontrol stimulus yang menimbulkan rasa cemas Kognator : a. Coping Enchancement - Memotivasikan pasien untuk mengidentifikasi perubahan yang realistik dalam peran - Memotivasi pasien untuk mengungkapkan perasaan, persepsi dan takut b. Anxiety Reduction - Menggunakan bahasa lembut dan mudah dipahami pasien - Menjelaskan semua prosedur, alat yang diterapikan pada pasien - Mempertahankan kunjungan keluarga sesuai ketentuan rumah sakit - Mendengarkan keluhan yang disampaikan pasien - Memberikan umpan balik positif bila pasien telah melakukan program pengobatan dengan baik - Membantu pasien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan rasa cemas c. Teaching : Disease Process : memberikan pendidikan kesehatan tentang proses penyembuhan setelah CABG, apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindarkan. d. Teaching Prescribed Diet : memberikan pendidikan kesehatan tentang proses diet sehat yang dibutuhkan setelah operasi dan seterusnya sampai pasien dirumah e. Teaching Prescribed Activity/Exercise : memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya latihan dalam hal penyembuhan, mengajarkan pasien Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 102 tentang cara mencegah infeksi, menganjurkan pasien untuk mengikuti program rehabilitasi fase II sebelum pulang ke rumah selama 12 kali f. Teaching Prescribed Medication : memberikan pendidikan kesehatan tentang obat pasien termasuk obat yang akan dibawa pulang serta menjelaskan efek yang akan muncul pada masing-masing obat tersebut, menganjurkan pasien untuk rajin kontrol ke rumah sakit. Evaluasi tindakan keperawatan: Pasien menunjukkan koping yang adaptif secara kompensasi pada hari ketujuh perawatan (3 April 2014) ditunjukkan dengan pasien merasa lebih bersemangat dalam menjalani proses penyembuhan dan perawatan, namun pasien masih merasa sedikit khawatir karena belum bisa pulang ke Pekanbaru karena harus melanjutkan proses rehabilitasi lanjut. Pengetahuan pasien dan keluarga bertambah terhadap proses penyembuhan dan mampu menyebutkan proses penyembuhan, obatobatan, diet dan rehabilitasi. Analisa intervensi : mengevaluasi kembali pemahaman dan kemampuan pasien tentang perawatan, pengobatan, dan rehabilitasi yang akan dilaksanakan pasien selama dirumah nantinya. 3.2 Penerapan Evidence Based Nursing Practice 3.3.1 Latar Belakang Nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial . Meskipun rasa sakit adalah bisa diperkirakan dari pengalaman pasca operasi , pengelolaan yang tidak memadai nyeri dapat memiliki implikasi yang mendalam . Nyeri pasca operasi tak henti-hentinya dapat mengakibatkan perubahan klinis dan psikologis yang meningkatkan morbiditas , mortalitas , dan biaya dan mengurangi kualitas hidup (Tse , Chan , & Benzie , 2005). Nyeri juga telah dilaporkan sebagai salah satu sumber utama kecemasan bagi pasien bedah jantung, dan manajemen nyeri pasca operasi sangat penting karena Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 103 semakin meningkatnya jumlah pasien yang menjalani operasi jantung terbuka (Sendelbach et al., 2006). Penyebab nyeri pasca operasi bagi pasien bedah jantung memiliki banyak sisi . Nyeri dapat disebabkan oleh sayatan , retraksi jaringan intraoperatif dan diseksi , beberapa cannulations intravaskular , selang drain dada kiri setelah operasi , dan beberapa prosedur invasif yang dijalani pasien sebagai bagian dari rejimen terapi mereka ( Mueller et al ., 2000). Nyeri tidak terkontrol juga memberikan kontribusi ketidakstabilan hemodinamik , yang dapat menyebabkan iskemia miokard (Ozer et al., 2013). Terapi musik sebagai suatu cara yang menenangkan atau penyembuhan pada pasien. Musik memiliki efek positif terhadap suasana hati, kecemasan dan rasa sakit dan mempengaruhi keadaan fisiologis pada pasien yang telah dilakukan operasi jantung. Banyak penelitian yang dilakukan terhadap efek musik terhadap kecemasan, menurunkan nyeri. Musik dapat menurunkan produksi hormon cortisone. Secara teori mendengarkan musik akan melepaskan endorfin dan untuk mengurangi kadar katekolamin , sehingga menghasilkan tekanan darah lebih rendah dan penurunan kebutuhan untuk analgesik . Selain itu, denyut jantung dan laju pernapasan ditingkatkan dan penurunan konsumsi oksigen ( Twiss et al . , 2006). 3.2.2 Hasil Penelusuran jurnal 3.2.2.1 Nadiye Ozer, Zynep Karaman Olu, Sevhan Arslan, dan Nezibat Gunes (Departement of Nursing, Health Sciences Faculty Ataturk University Ezurum Turkey) tahun 2013 dengan judul “ Effect of music on postoperative pain and physiologic parameters of patients after open heart surgery”. Penelitian untuk mengetahui efek terapi music pada pasien post operasi jantung terbuka terhadap penurunan nyeri dan parameter fisiologi. Yang diikur dalam penelitian ini adalah intensitas nyeri an parameter fisologi : Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 104 tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolic, nadi, nafas dan saturasi oksigen. Penelitian ini menggunakan studi quasi eksperimental dengan teknik pengambilan sampel convenience sampling. Visual Scale (MVS) atau sama dengan Visual Analog Scale (VAS) digunakan untuk mengukur nyeri. Tekanan darah, frekuensi nadi, nafas dan saturasi O2 diukur sebelum dan setelah tindakan. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 87 pasien. yang dibagi pada dua grup ; intervensi dan kontrol. Grup intervensi menerima foot terapi musik 30 menit yang dilakukan sebanyak 3 kali dalam waktu dua hari. Kelompok kontrol tidak dilakukan intervensi. Setelah diberikan terapi music tingkatan nyeri menurun secara signifikan pada kelompok intervensi (p<0.001). Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa metode terapi musik sangat bermanfaat untuk mengurangi nyeri pada klien dengan operasi jantung terbuka. 3.2.2.2 Jo A Voss, Marion Good, Bernice Yates, Mara M. Baun, Austin Thompson & Melody Hertzog (College of Nursing, South Dakota State University) Tahun 2004. Sedative music reduce anxiety and pain during chair rest after open heart surgery. Penelitian ini untuk membandingkan pengaruh terapi musik terhadap penurunan kecemasan dan nyeri pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Penelitian ini menggunakan studi Randomized Clinical Trial (RCT) dengan teknik pengambilan sampel convenience sampling sebanyak 61 pasien. Pasien dibagi dalam tiga kelompok secara random yaitu kelompok kontrol dan intervensi. Kelompok intervensi dibagi atas dua kelompok yaitu yang mendapatkan terapi musik dan kelompok mendapat penjadwalan istirahat. kelompok kontrol adalah kelompok yang menggunakan kebiasaan rumah sakit. Pasien diberikan 30 menit baik musik ( n = 19) , dijadwalkan istirahat (n = 21 ) , pengobatan seperti biasa (n = 21). Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 105 Hasil yang diukur: adanya perbedaan nyeri dan kecemasan antara pasien yang mendapat terapi music, istirahat yang dijadwalkan ataupun pada pasien yang mengikuti standar pelayanan rumah sakit. Dengan menggunakan independent t test, didapatkan hasil terjadi penurunan yang signifikan pada kelompok intervensi dimana terjadi penurunan cemas, nyeri dengan nilai statistic (p < 0.001-0.006) dibanding kelompok dengan penjadwalan istirahat dan kelompok kontrol. Dengan demikian , terapi musik efektif daripada penjadwalan istirahat dan perawatan seperti biasa dalam menurunkan kecemasan dan nyeri pada pasien operasi jantung terbuka. 3.2.2.3 Dallen Aragon, Carla Farris & Jecqueline F. Bayers (Orlando Regional Medical Center, Orlando Fla) Tahun 2002. The effect of harp music in vascular and thoracic surgical patient. Penelitian ini untuk mengetahui efek music harpa langsung pada pasien yang dilakukan operasi bedah torak dan vascular terhadap persepsi cemas, nyeri dan parameter fisiologi. Menggunakan metode quasi eksperimen dengan teknik pengambilan sampel convenience sampling sebanyak 17 sampel. Metodenya dengan membandingkan hasil sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Sampel diberikan music harpa secara langsung selama 20 menit selama tiga hari. Sebelum dilakukan pengukuran nyeri dan tingkat kecemasan pasien, kemudian music harpa dimainkan selama 20 menit. 10 menit setelah mendengarkan music harpa dilakukan kembali pengukuran. Untuk parameter yang digunakan sebagai pengukuran adalah Visual Analog Scale (VAS). Untuk parameter kepuasan diberikan kuisioner dengan 4 pertanyaan, untuk parameter fiologi dilakukan pencatatan sebelum dan sesudah didengarkan music harpa melalui bedside monitor pasien. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 106 Hasil penelitian menunjukkan bahwa mendengarkan musik langsung harpa memiliki efek positif pada persepsi kecemasan pasien ( P = .000 ) , nyeri ( P = .000 ) dan kepuasan, perbedaan yang signifikan signifikan fisiologis tekanan darah sistolik ( P = 0.046 ) , dan saturasi oksigen ( P = 0.011 ). 3.4. Praktik Keperawatan Berdasarkan Pembuktian 3.4.1 Penerapan Evidence Base Nursing Practice (EBNP) Penerapan EBNP pada pasien post operasi jantung khususnya CABG dan operasi katub di ruang IWB RSJPDHK yang dilaksanakan pada tanggal 6 – 15 Mei 2014. Penerapan EBNP ini dilakukan selama dua hari dengan frekuensi 3 kali, jumlah pasien yang diambil adalah 12 orang dengan pengelompokan pasien kontrol 6 orang dan pasien yang dilakukan intervensi terapi musik sebanyak 6 orang. Dalam pemilihan pasien yang akan mengikuti penerapan EBNP ditentukan dalam kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi adalah pasien post bedah jantung terbuka (CABG dan katub) bersedia menjadi responden, semua pasien post operasi jantung terbuka dengan tanpa komplikasi, pasien post operasi hari pertama atau pasien baru dipindahkan ke IWB, hemodinamik pasien stabil, tidak mengalami gangguan kognitif dan pendengaran, penggunaan analgetik oral (paracetamol). Kriteria ekslusi pasien tidak kooperatif, gangguan pendengaran. Pada saat pelaksanaan pasien terlebih dahulu diidentifikasi apakah sesuai dengan kriteria inklusi, dan melihat waktu pemberian obat analgetik oral. Terapi musik dilakukan setelah 2-4 jam dilakukan pemberian analgetik oral. Kemudian dilakukan pemberian terapi musik disaat aktifitas ruangan sudah minimal dan bukan dalam jam kunjungan/bezuk. Pengaturan penerapan EBNP dilakukan menggunakan pendeketan pre dan post test. Adapun tahapan yang dilakukan residen selama penerpan EBNP adalah sebagai berikut : Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 107 - Semua pasien yang telah dipilih menjadi responden dan memasuki kriteria inklusi - Responden diberi informed consent tentang kegiatan yang akan dilaksanakan. - Responden dibagi dalam dua kelompok yang terdiri dari a. Kelompok intervensi Peneliti membantu pasien untuk berbaring di tempat tidur pada sudut 3040 derajat . Data demografi dan fisiologis kemudian dikumpulkan ; untuk menilai rasa sakit dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS) di tempat tidur mereka. Data fisiologis ( SBP , DBP , HR , dan SpO2 ) diukur dengan bedside monitor . Peneliti mengamati gerakan dada setiap peserta dan menghitung RR mereka selama 1 menit . Pasien memilih musik dari koleksi MP3. Residen menjelaskan cara penggunaan MP3. Musik lembut dan santai dan bermain di volume 50-60 dB . selama kegiatan terapi music residen mendampingi pasien untuk pengumpulan data . Parameter fisiologis dan intensitas nyeri dinilai dan dicatat segera setelah dilakukan terapi musik. b. Kelompok kontrol Data dikumpulkan dari kelompok kontrol pada interval yang sama seperti dari kelompok intervensi , namun tanpa mendengarkan musik . Setelah merekam parameter fisiologis pretest dan intensitas nyeri , pasien tetap dalam periode istirahat mereka sampai waktu evaluasi posttest . Selama periode ini , peneliti berada di ruangan . Selama masa istirahat lingkungan ditingkatkan untuk mengurangi rangsangan untuk kelompok kontrol . Setelah merekam data posttest. Pertanyaan-pertanyaan mengenai skala intensitas nyeri dibacakan kepada setiap peserta yang memberikan tanggapan secara lisan. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 108 3.3.2 Hasil Penerapan EBNP Setelah pelaksanaan kegiatan dilakukan pengolahan data. Data yang telah diolah di sajikan dan disampaikan dalam pertemuan sebagai sosialisasi hasil penerapan EBNP 3.2.2.1 Hasil Penerapan EBNP Hasil penerepan EBNP pada 12 orang pasien post operasi jantung terbuka (CABG dan operasi katub) dilihat dari data data demografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, status, diagnosa pre operasi jantung), data nyeri dan respon fisiologis yang mengikutinya sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik selama dua hari (tiga kali pemberian terapi musik). Data demografi dan nyeri serta respon fisiologi penerapan EBNP dijelaskan dibawah ini : a. Data Demografi Data demografi dalam penerapan EBNP ini terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, diagnosa preoperasi jantung. Data dianalisa dalam dua bentuk yaitu menggunakan mean dan prosentase Tabel 4.1 Karakteristik Demografi pasien kelompok intervensi dan kelompok kontrol Pelaksanaan terapi musik berdasarkan umur (n=12) Pasien mean median SD Min_max Kontrol 61.5 63 9.18 49-74 intervensi 55.67 56.50 9.75 40-69 Hasil analisis data didapatkan rerata umur pasien post operasi bedah jantung terbuka yang dilakukan EBNP terapi musik pada kelompok kontrol adalah 61.5 tahun dengan standar deviasi 9,18 tahun. Umur termuda 49 tahun dan umur tertua 74 tahun. Kelompok intervensi rerata umur adalah 55.67 tahun dengan standar deviasi 9.75 dengan umur termuda 49 tahun dan umur tertua 69 tahun. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 109 Tabel 3.2 Karakteristik Demografi pasien kelompok intervensi dan kelompok kontrol Pelaksanaan terapi musik berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, jenis operasi, lokasi nyeri dan alat invasif yang terpasang. No Variabel Kelompok Kontrol 1 2 3 4 5 pValue intervensi ∑ % ∑ % Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 4 2 66.7 33.3 Pendidikan SLTP SLTA PT 1 3 2 16.7 50.0 33.3 6 100 Jenis Operasi CABG Katub 5 1 83.3 16.7 5 1 83.3 16.7 Lokasi nyeri yang paling dirasakan Luka bekas operasi dada(sternum) 6 100 6 100 Alat invasive yang terpasang CVP Drain Thorax 6 6 100 100 6 6 100 100 4 2 66.7 33.3 1.00 .599 1.00 1.00 1.00 Berdasarkan hasil analisis tabel 4.2 didapatkan distribusi karakteristik berdasarkan proporsi jenis kelamin dimana dari kelompok kontrol sebanyak 4 orang (66.7%) laki-laki dan 2 orang (33.3%) adalah perempuan. Pendidikan pasien pada kelompok kontrol 1 orang (16.7%) adalah SLTP, 3 orang (50.0%) adalah SLTA dan 2 orang (33.3%) adalah dengan pendidikan PT. Tindakan operasi yang dilakukan dimana operasi CABG sebanyak 5 orang (83.3%) dan 1 orang (16.7%) dilakukan operasi katub. Lokasi nyeri yang laing dirasakan oleh pasien adalah didaerah dada/sternum bekas sayatan operasi sebanyak 6 orang (100%). Alat invasif yang terpasang CVP 6 orang (100%) dan drain thorax 6 orang (100%). Kelompok intervensi didapatkan data demografi berdasarkan proporsi jenis kelamin dimana dari kelompok intervensi sebanyak 4 orang (66.7%) laki-laki dan 2 orang (33.3%) adalah perempuan. Pendidikan pasien pada kelompok intervensi Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 110 semuanya dengan pendidikan SLTA 6 orang (100%). Tindakan operasi yang dilakukan dimana operasi CABG sebanyak 5 orang (83.3%) dan 1 orang (16.7%) dilakukan operasi katub. Lokasi nyeri yang lain dirasakan oleh pasien adalah didaerah dada/sternum bekas sayatan operasi sebanyak 6 orang (100%). Alat invasif yang terpasang CVP 6 orang (100%) dan drain thorax 6 orang (100%). b. Nyeri dan Respon Fisiologi Tabel 3.3 Rerata Nyeri, TD Sistole, TD Diastole, HR, RR dan Saturasi O2 Sebelum dan Sesudah Intervensi (n=12) No Parameter 1 2 3 4 5 6 Nyeri SBP DBP HR RR Saturasi O2 Kontrol (n=6) sesudah Sebelum 3.40 3.50 114.21 109.11 69.11 64.48 90.90 90.28 24.83 24.55 98.06 98.15 pValue .330 .301 .097 .747 .355 .758 Intervensi (n=6) sebelum sesudah 3.90 2.61 121.50 118.01 77.61 77.10 94.05 87.45 26.31 21.66 97.83 99.10 pValue .009 .011 .015 .699 .129 .096 Analisis data dari tabel 4.1 adalah Intensitas nyeri dan respon fisiologis (SBP, DBP, HR, RR dan saturasi O2) dari 12 pasien post operasi bedah jantung dengan menggunakan independent samples test didapatkan hasil yang berbeda-beda. Berdasarkan data yang diperoleh rata-rata intensitas nyeri dan respon fisiologis dijelaskan bahwa rerata nyeri pasien post operasi bedah jantung terbuka yang tidak diberikan terapi musik pada kelompok kontrol 3.50 dan setelah dilakukan observasi rerata nyeri pada hari kedua 3.40 dengan p>0.05. tidak ada perbedaan yang signifikan. Sebelum dilakukan observasi rerata tekanan darah sistolik (SBP) 114.21 mmHg dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua 109.11 mmHg dengan p>0.05. tidak ada perbedaan yang signifikan. Tekanan darah diastolic (DBP) 69.11 mmHg dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua 64.48 mmHg . Rerata HR sebelum dilakukan observasi adalah 90.90 dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua 90.28 permenit dengan p >0.05 tidak ada perbedaan yang signifikan. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 111 Rerata RR sebelum dilakukan observasi adalah 24.83, setelah dilakukan observasi pada hari kedua 24.55 dengan p>0.05 tidak ada perbedaan yang signifikan. Rerata saturasi O2 sebelum dilakukan observasi adalah 98.06 % dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua 98.15% dengan p >0.05 tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Pada kelompok intervensi berdasarkan data yang diperoleh rata-rata intensitas nyeri dan respon fisiologis dijelaskan bahwa rerata nyeri pasien post operasi bedah jantung terbuka yang diberikan terapi musik sebelum dilakukan intervensi 3.90 dan setelah dilakukan intervensi rerata nyeri pada hari kedua 2.61 dengan p>0.05. terdapat perbedaan yang signifikan penurunan nyeri setelah dilakukan terapi musik. Tekanan darah sistolik (SBP) 121.50 mmHg dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua 118.01 mmHg dengan p>0.05. terdapat perbedaan yang signifikan. Tekanan darah (DBP) 77.61 mmHg dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua 77.10 mmHg dengan p<0.05 terdapat perbedaan signifikan . Rerata HR sebelum dilakukan intervensi adalah 94.05 dan setelah dilakukan intervensi pada hari kedua 87.45 dengan p >0.05 tidak ada perbedaan yang signifikan. Rerata RR sebelum dilakukan intervensi adalah 24.83, setelah dilakukan intervensi pada hari kedua 24.55 dengan p>0.05 tidak ada perbedaan yang signifikan. Rerata saturasi O2 sebelum dilakukan intervensi adalah 97.83 %dan setelah dilakukan intervensi pada hari kedua 99.10% dengan p >0.05 tidak terdapat perbedaan yang signifikan. 3.1 Pelaksanaan Kegiatan Proyek Inovasi Kegiatan inovasi dilakukan dalam rangka menjalankan peran perawat spesialis sebagai inovator, kegiatan ini merupakan kegiatan kelompok dengan anggota kelompok terdiri dari : 1) Erwin, 2) Misfatria Noor, 3) Erlin Ifadah. Pada kegiatan ini penulis adalah Misfatria Noor. Proyek inovasi yang dilakukan oleh kelompok adalah Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 112 tentang praktik klinik konsultan keperawatan untuk pasien Congestive heart Failure (CHF) di unit rawat jalan Rumah sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita Jakarta 3.1.1 Analisis Situasi Praktik keperawatan berkelanjutan merupakan proses dimana pasien dan tenaga kesehatan bekerjasama dalam pengelolaan penangana masalah kesehatan untuk mencapai kualitas kesehatan yang optimal dengan biaya yang efektif, perawatan berkelanjutan berfokus pada pasien dengan kulaitas keperawatan yang terus menerus (Gulliford,2006) Keperawatan berkelanjutan sangat penting untuk pasien masalah kardiovaskular khususnya pada pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF), tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah terjadinya rawat inap ulang yang dapat membebani pasien dan keluarga (Huntington et al, 2011) Penyakit Congestive Heart Failure (CHF) atau biasanya dikenal dengan gagal jantung kongestif merupakan suatu keadaan patofisiologis dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung merupakan kondisi yang telah diketahui selama berabad-abad namun penelitian epidemiologi sulit dilakukan karena tidak adanya definisi tunggal kondisi ini. Gagal jantung merupakan keadaan klinis dan bukan suatu diagnosis. (Gray , Dawkins, Morgan & Simpson, 2005). Sekitar 3-20 per 1000 penduduk mengalami gagal jantung dan prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia ( 100 per 1000 orang ) pada usia diatas 65 tahun (Gray , Dawkins, Morgan & Simpson, 2005). Gagal jantung merupakan penyakit kronis, saat ini penderita gagal jantung di Amerika 5.8 juta jiwa , dan diperkirakan terdiagnosis setiap tahunnya sebanyak 670000 (Brinker, Mauren, Garbez, Esquive, White, 2013). Di Inggris sekitar 100.000 pasien dirawat dirumah Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 113 sakit setiap tahunnya dengan penyakit CHF, ,mempresntasikan 5% dari semua rawatan medis dan menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan kesehatan nasional (Gray , Dawkins, Morgan & Simpson, 2005). Saat ini gagal jantung merupakan satu-satunya penyakit cardiovascular yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Resiko kematian akibat gagal jantung berkisar 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan dan akan meningkat 30-40% pada gagal jantung berat. Gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan pengobatan ulang dirumah sakit meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal ( Suryadipraja, 2004). Dari hasil pencatatan dan pelaporan rumah sakit Sitem Informasi Rumah Sakit (SIRS) menunjukkan adanya case fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada gagal jantung yaitu sebesar 13.42% (Rikesdas, 2007) Salah satu media di Amerika Serikat mengadakan wawancara kesehatan online tentang perlunya konsultan keperawatan dalam perawatan pasien dengan Congestive Heart Failure, dan hasilnya beberapa orang mengatakan bahwa konsultan keperawatan memberikan masukan yang baik tentang masalah pengobatan, dan memandang pasien sebagai manusia yang seutuhnya. Beberapa diantaranya mengatakan lebih nyaman berbicara dengan konsultan keperawatan tentang masalah lain yang berhubungan dengan Congestive Herat Failure. Mereka mengatakan konsultan keperawatan juga sangat terbuka dalam berdiskusi walau hal yang sensitif sekalipun, termasuk masalah seks, kondisi terminal ataupun kematian pada pasien Congestive Heart Failure (healt talk online, 2012) Berdasarkan studi lapangan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta, diketahui bahwa belum terdapat adanya praktek konsultan keperawatan, yang dirasakan sangat penting dan perlu dimunculkan keberadaannya dengan tujuan mencapai kualitas hidup pasien congstive heart failure dengan sebaik-baiknya. Fenomena tersebut mendorong mahasiswa residensi untuk melakukan ujicoba praktik Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 114 konsultan keperawatan di poliklinik pada pasien dengan congestive heart failure di unit rawat jalan RSJPD Hrapan Kita Jakarta 3.1.2 Strength (Kekuatan) Kekuatan yang dimiliki oleh RSJPDHK dalam penerapan terapi music ini adalah: a. Rujukan jantung dan pembuluh darah pada tingkat nasional dan mempunyai visi untuk menjadikan rujukan se Asia Pasifik pada tahun 2015 serta menjadikan rumah sakit pendidikan seperti penelitian dan pelatihan-pelatihan kardiovaskuler b. Banyaknya pasien yang dilakukan operasi jantung setiap hari setiap hari c. Adanya ruang operasi jantung / kamar operasi d. Pusat pendidikan tenaga kesehatan yang meliputi dokter, perawat dan teknisi kardiovaskuler e. Mempunyai 48 orang perawat spesialis kardiovaskuler yang kompeten f. Terdapatnya tenaga kesehatan antara lain perawat dengan pendidikan D3 dan S1 yang bisa diberdayakan untuk melakukan penerapan EBNP. g. Adanya ruangan atau tempat pasien post operasi bedah jantung terbuka (ICU dan IWB) h. Mempunyai clinical pathway yang digunakan bersama tenaga kesehatan dalam mengelola pasien dengan operasi bedah jantung. 3.1.3 Weakness (Kelemahan) a. Belum standar pelayanan penerapan terapi non farmakologi b. Belum terpaparnya pasien terhadap tindakan non farmakologi terapi music dalam mengatasi nyeri dan parameter fisiologi. 3.1.4 Opportunity (Peluang) a. Banyaknya kasus penyakit yang perlu dilakukan tindakan operasi bedah jantung terbuka. b. RSPJNHK merupakan RS rujukan nasional untuk tindakan operasi jantung terbuka. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 115 c. Tingginya minat perawat-perawat RSJPDHK dalam mengetahui hal-hal baru terkait dengan perawatan pasien pasca operasi jantung terbuka. 3.1.5 Threat (Ancaman) Secara umum tidak ada hambatan untuk melakukan studi ini baik secara organisasi, logistik, dan biaya. Kolaborasi dengan dokter diperlukan untuk melakukan pratik ini untuk saling mnedukung penerapan terapi music sebagai salah satu penatalaksanaan terhadap masalah nyeri dan perubahan parameter fisologi pasien post operasi jantung. 3.2 Praktek Konsultan Keperawatan 3.2.1 Definisi Praktek Keperawatan Profesional Praktek keperawatan profesional adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Perawat professional pada pengertian diatas adalah Perawat Ahli Madya, Perawat Ahli, Ners, Ners Spesialis dan Ners Konsultan yang pendidikan keperawatannya berasal dari jenjang perguruan tinggi keperawatan. Praktek keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesioanal menggunakan teoritis yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar : biologi, fisika, biomedik, perilaku, sosial dan ilmu keperawatan sebagai landasan melakukan pengkajian, diagnosa, menyusun rencana perawatan untuk menentukan tindakan selanjutnya. Praktik keperawatan professional adalah suatu proses ketika Ners terlibat dengan pasien dan melalui kegiatan ini masalah kesehatan pasien diiidentifikasi dan diatasi. 3.2.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Praktek Keperawatan Profesional Tujuan Praktik Keperawatan Professional 1. Membantu individu untuk mandiri Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 116 2. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang kesehatan 3. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan secara optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalam memelihara kesehatan 4. Membantu individu memperoleh derajat secara optimal Ruang Lingkup Praktik Keperawatan Profesional 1. Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks. 2. Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasihat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan sistem klien. 3. Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan tatanan lainnya. 4. Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/ resep. 3.2.3 Karakteristik Praktek Keperawatan Profesional Karakteristik praktek keperawatan professional adalah : a. Otoritas (Autority). Memiliki kewenangan sesuai dengan kealian yang akan mempengaruhi proses asuhan melalui peran professional. b. Akuntabilitas (accountability). Bertanggung gugat terhadap apa yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hokum yang berlaku dan bertanggung jawab kepada pasien, diri sendiri dan profesi serta mengambil keputusan yang berhubungan dengan asuhan. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 117 c. Pengambil keputusan yang mandiri (independent decision making) Kegiatan praktek keperawatan professional sesuai dengan kewenangannya dengan dilandasi oleh pengetahuan yang kokoh dan menggunakan pendekatan yang ilmiah dalam membuat keputusan (judgments) pada tiap tahap proses keperawatan dalam menyelesaikan masalah pasien. d. Kolaborasi (collaboration) dapat bekerjasama baik lintas program maupun lintas sektoral dengan mengadakan hubungan kerjasama dengan berbagai disiplin dalam mengakses masalah pasien dan membatu pasien menyelesaikan masalahnya. e. Pembelaan/dukungan (advocacy) bertindak demi hak pasien untuk mendapatkan asuhan keperawatn yang bermutu dengan mengadakan intervensi untuk kepentingan atau demi pasien dalam mengatasi masalahnya, serta berhadapan dengan pihak-pihak lain yang lebih luas (system large). f. Fasilitasi (Facilitation) mampu memberdayakan pasien dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dengan memaksimalkan potensi dari organisasi dan system pasien-keluarga (client-family system) dalam asuhan. 3.2.4 Konsep Konsultan Keperawatan 3.2.4.1 Definisi Konsultan keperawatan adalah individu yang bekerja sebagai pelaksana sekaligus peneliti dalam bidangnya dan merupakan anggota dari penelitian kritis masyarakat. 3.2.4.2 Peran konsultan keperawatan Seorang konsultan keperawatan harus meneliti apa yang dirasakan penting dalam praktik yang dilakukan olehnya sehari-hari, meliputi : e. Menggunakan peraturan sebagai perawat konsultan dalam praktek seharihari, terutama dalam area : Praktik keperawatan yang sudah berpengalaman Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 118 Kepemimpinan yang profesional dan kemahiran dalam fungsi konsultasi Pendidikan, pelatihan dan pengembangan fungsi keperawatan Praktik dan pengembangan pelayanan, penelitian dan evaluasi secara keseluruhan f. Mengembangkan keefektifan keberadaan konsultan keperawatan g. Mendemonstrasikan kefektifan adanya perawat konsultan h. Mengembangkan proses motivasi yang diperlukan untuk membantu pengembangan perawat yang lain secara personal maupun profesional (Manley et al, 2012) 3.3 Penerapan Inovasi di Unit Rawat Jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta Penerapan inovasi berdasarkan latar belakang dan fenomena yang ada akan dilakukan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta . Adapun alasan penerapan inovasi ini dapat dilakukan di RSJPD Harapan Kita Jakarta adalah : 3.3.1.1 Strength (Kekuatan) RSJPD Harapan Kita merupakan pusat rumah sakit rujukan jantung dan pembuluh darah pada tingkat nasional dan mempunyai visi untuk menjadi rumah sakit rujukan jantung se Asia Pasifik pada tahun 2015 serta menjadikan rumah sakit sebagai rumah sakit pendidikan yang meliputi pendidikan berorientasi pada penelitian dan pelatihan-pelatihan kardiovaskular, adanya komitmen bersama di pihak RSJPD untuk meningkatkan mutu pelayanan berdasarkan standar mutu pelayanan yang ditetapkan oleh Joint Comission International (JCI). 3.3.1.2 Weakness (Kelemahan) Belum adanya ruangan khusus yang memfasilitasi untuk digunakan dalam pelaksanaan program perawat konsultan klinik. Pasien dengan congestive heart failure masih sangat berfokus pada pengobatan. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 119 3.3.1.3 Threat (Ancaman) Tidak ada hambatan untuk melakukan ujicoba inovasi ini baik secara organisasi , administrasi dan biaya. Kerjasama dengan pihak manajemen RSJPD Harapan Kita Jakarta sangat dibutuhkan dalam penerapan ujicoba inovasi ini ke depannya. 3.4 Gambaran Pelaksanaan Inovasi 3.4.1 Waktu pelaksanaan dan sasaran kegiatan Kegiatan ini dilaksanakan di Unit Rawat Jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta mulai tanggal 05 Mei s.d tanggal 16 Mei 2014. Sasaran kegiatan adalah pasien dengan diagnosa congestive heart failure yang sudah pernah di rawat. 3.4.2 Tahapan kegiatan Tahapan kegiatan dimulai dengan pemaparan proposal kegiatan di bidang keperawatan, sosialisasi kegiatan di oliklinik tentang kegiatan praktek konsultasi perawat spesialis, persiapan ruangan praktek konsultasi perawata spesialis, pelaksanaan kegiatan praktek konsultasi perawat spesialis, selanjutnya dilakukan evaluasi. Outcome kegiatan inovasi adalah adanya kebutuhan pasien congestive heart failure terhadap keberadaan perawat konsultan spesialis, sebagai sumber yang dibutuhkan untuk bertanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan perawatan congestive heart failure baik yang bersifat umum maupun yang bersifat privacy. Tahap kegiatan dapat diihat pada tabel di bawah ini : 3.5 Kegiatan dan hasil 3.5.1 Pemaparan proposal kegiatan di bidang keperawatan Kegiatan pemaparan proposal dilaksanakan pada tanggal 28 April 2014, terdiri dari Komite Keperawatan, Bidang Keperawatan, Diklit, Kepala Instalasi Rawat Inap dan Rawat Jalan. Ka. Unit ruangan dan mahasiswa Residensi FIK UI. Hasil kegiatan ini adalah persetujuan pelaksanaan kegiatan inovasi praktek perawat konsultan klinik yang telah dibuat oleh mahasiswa residensi di Unit Rawat Jalan RSJPD Harapan Kita. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 120 3.5.2 Sosialisasi praktek perawat konsultan klinik di Unit Rawat Jalan Kegiatan sosialisasi dilaksanakan pada tanggal 01 Mei 2014 pada Kepala Instalasi Unit Rawat Jalan, Kepala Ruangan, Leader dan perawat pelaksana. Hasil kegiatan adalah kesepakatan ujicoba praktik perawat konsultan klinik di unit rawat jalan. 3.5.3 Uji coba dan Evaluasi Mahasiswa residensi melaksanakan ujicoba praktek perawat konsultan klinik yang dilakukan oleh ners spesialis jantung (Sp.KV). hasil dari pelaksanaan uji coba dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 3.4 Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, jumlah rawatan dan umur No Variable Jumlah % 1 Jenis kelamin Laki-laki 11 61.1 Perempuan 7 38.9 2 Pendidikan SD 2 11.1 SMP 5 27.8 SMA 9 50.0 PT 2 11.1 3 Jumlah rawatan 1x 1 5.6 2x 13 72.2 3x 4 22.2 4 Umur Mean 53.72 Median 47 Min-max 22_69 Berdasarkan tabel diatas dapat diuraikan pasien dengan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki 11 orang (61.1%) dan perempuan sebanyak 7 orang (38.9%). Pasien dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA sebanyak 9 orang (50%), SMP sebanyak 5 orang (27.8%), SD 2 orang (11.1%) dan PT sebanyak 2 orang (11.1%). Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 121 Rata-rata umur pasien adalah 53.72 dengan umur minimal 22 dan umur maksimal 69 tahun. Tabel 3.5 Rekapitulasi Respon pasien dalam kegiatan praktek klinik konsultan keperawatan di Unit Rawat Jalan Bulan Mei 2014 (n = 18 pasien) No 1 2 3 4 5 6 7 Komponen Evaluasi Apakah Bapak/Ibu menilai keberadaan praktek keperawatan ini penting untuk membantu proses pemulihan kesehatan Bapak/Ibu? Apakah dengan adanya praktek perawat ini kebutuhan informasi kesehatan yang diperlukan dapat terpenuhi sesuai keinginan Bapak/Ibu? Apakah informasi yang Bapak/Ibu terima selama diruang praktik perawat jelas dan dapat dipahami dengan baik Apakah dengan adanya praktik perawat ini, kebutuhan akan informasi kesehatan Bapak/Ibu alami terpenuhi dengan baik sesuai harapan? Apakah praktik keperawatan ini diperlukan lebih banyak lagi di unit rawat jalan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita? Apakah Bapak/Ibu, pada kunjungan berikutnya akan kembali keruangan praktek keperawatan? Menurut Bapak/Ibu bentuk praktik keperawatan ini perlu diadakan disetiap unit rawat jalan di rumah sakit? Ya 100% tidak 100% 100% 100% 100% 100% 100% Berdasarkan tabel di atas menunjukkan respon yang positif dari keseluruhan pasien (n = 18, 100%) yang terlibat dalam uji coba penerapan praktek klinik konsultan keperawatan, dari hasil ini menggambarkan adanya kebutuhan akan keberadaan praktek klinik konsultan keperawatan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pembahasan Kasus Kelolaan Berdasarkan Model Adaptasi Roy 4.1.1 Mode Adaptasi Fisiologis a. Penurunan curah jantung Masud 2012, menyebutkan curah jantung adalah jumlah darah yang dapat dipompakan oleh ventrikel tiap menitnya, curah jantung dapat ditentukan dengan mengalikan komponen denyut jantung dan isi sekuncup (Stroke Volume), normalnya sekitar 70-80 x/menit ini sesuai dengan volume diastolik ventrikel dikurang dengan volume darah ventrikel akhir sistolik. Faktor yang yang mempengaruhi curah jantung adalah preload, merupakan faktor regangan dinding ventrikel kiri saat diastol yang merupakan manifestasi dari tekanan akhir diastol yang dapat diketahui sebagai Pulmonary Capilary Wedge Pressure; afterload, adalah tahanan yang mampu menghambat kerja jantung dan diidentifikasikan sebagai tahanan vaskular sistemik yang dapat diperoleh dengan membagi tekanan arteri dengan curah jantung; dan kontraktilitas merupakan kekuatan otot jantung melakukan kontraksi yang tergantung pada preload dan afterload yang diukur melalui stroke volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, tekanan akhir diastolik ini didapatkan oleh penyeburan (ejeksi) dari ventrikel setiap kali kontraksi sistolik yang disebut Ejection Fraction (EF). EF menggambarkan kondisi ventrikel kiri dan merupakan prosentasi akhir volume diastolik darah yang dikeluarkan ventrikel (EDV) selama setiap kali kontraksi sistolik (ESV), normalnya 55-75% (Lily, 2007). 1. Penurunan curah jantung merupakan salah satu komplikasi dari pembedahan jantung khususnya CABG. Faktor resiko penurunan curah jantung setelah CABG ditemukan adanya faktor umur lebih dari 60 tahun, on pump CABG, pembedahan emergensi, revaskularisasi yang tidak 122 Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 123 komplit dan ejeksi fraksi yang kurang dari 50% (Oliveira, 2012). Penurunan curah jantung ditunjukkan dengan gejala dimana penurunan pompa darah yang dilakukan oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang disebabkan oleh gangguan dari faktor yang mempengaruhi curah jantung yang dimanifestasikan dalam bentuk gangguan hemodinamik (Moser & Riegel, 2008). Penurunan curah jantung pada Tn. DA dilihat dari faktor resiko diatas diketahui bahwa penyebabnya adalah pembedahan on pump CABG dan penurunan ejeksi fraksi sebelum operasi yang disebabkan oleh revaskularisasi yang tidak komplit. Ejeksi fraksi Tn. DA sebelum operasi 35%, sehari setelah operasi 38 %. Pasien dengan EF yang kurang dari 50% merupakan prediktor penting dalam penurunan curah jantung setelah operasi, pasien dengan kelemahan ventrikel kiri akan mengalami keterbatasan dalam melindungi otot jantung yang mana otot jantung saat operasi mengalami injuri dalam pemulihan injuri jantung darah yang dialirkan kedalam miokardium akan mengalami proses penyerapan sehingga volume akhir diastolik dan akhir sistolik ventrikel juga mengalami pengurangan yang direfleksikan sebagai pengurangan EF, EF yang rendah juga akan mempengaruhi preload, afterload dan kontraktilitas yang mana ini merupakan faktor penentu curah jantung (Olivera, 2012). Tindakan keperawatan terkait dengan penurunan curah jantung adalah dengan memantau status hemodinamik saat di ICU dan Intermediate. Perawat mengobservasi hubungan antara frekuensi nadi, irama jantung, preload, afterload dan kontraktilitas serta pengembangan otot jantung. Tekanan darah dipertahankan dalam batas normal untuk perfusi jaringan dan kerusakan akibat pemotongan arteri. Perawat juga harus memonitor volume yang direfleksikan sebagai tekanan atrium kanan dan PCWP. Parameter penanganan perubahan hemodinamik setelah CABG dijelaskan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 124 apabila tekanan darah dan indeks jantung menurun tetapi bila PCWP meningkat maka perlu inotropik (dobutamin). Program terapi yang diberikan untuk Tn. DA adalah inotropik (Dobutamin 5μg/ KgBB/ menit). Dobutamin merupakan agonis β yang paten memiliki efek isoprenalin, obat ini merupakan inotropik dengan meningkatkan curah jantung akibat kontraktilitas, menurunkan arteripulmonalis dan tidak terlalu meningkatkan laju jantung. Dobutamin yang diberikan secara infus dapat meningkatkan indeks jantung dan menurunkan PCWP (Kabo, 2010). Pemeriksaan laboratorium lainnya seperti enzim jantung akan meningkat setelah CABG. Efek dari CABG juga akan beresiko terhadap sistem kardiovaskular itu sendiri seperti peningkatan enzim CK-CKMB akibat dari adanya injuri otot-otot jantung pada saat operasi CABG (Moser & Riegel, 2008). Manajemen keperawatan setelah diruang ICU terkait dengan penurunan curah jantung bertujuan agar pompa jantung tetap efektif dan pasien mampu beradaptasi dengan curah jantung saat ini yang dialami pasien. Aktivitas keperawatan yang diberikan berupa cardiac care acute dengan meminta pasien tetap melakukan aktivitas bertahap guna meningkatkan curah jantung. Setelah menjalani perawatan selama 7 hari di rumah sakit dan dilanjutkan di ruang rehabilitasi pasien mampu beradaptasi pada tahap compensatory respon perilaku adaptif tekanan darah pasien 128/70 mmHg, HR 88 x/menit, tidak berdebar-debar, tidak cepat lelah dan tidak sesak nafas saat aktivitas dengan gambaran EKG SR dan EF 39%. 2. Ketidakmampuan Ventilasi Spontan Pasien keluar dari kamar operasi dirawat di ruang ICU pasien masih terpasang ventilasi mekanik karena selama operasi berlangsung otot-otot pernafasan dilemahkan dan merupakan indikasi dari operasi CABG, Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 125 dilakukan general anestesi. Ventilasi mekanik dipasang sekitar 3-6 jam di ICU dan ini merupakan tujuan dari pasien yang mengalami bedah jantung (Moser & Riegel, 2008; Ignatavicius & Work, 2010). Ventilasi mekanik umumnya diatur menggunakan mode assist control dan synchronized intermittent mandatory, dengan tidal volume antara 8-10 cc/KgBB, fraksi oksigen terinspirasi (FiO2) 100% untuk beberapa saat kemudian diturunkan menjadi 40-50%, dan menggunakan presure support (Moser & Riegel, 2008). Pasien diekstubasi dalam 20 jam ini menandakan bahwasanya pasien mengalami sedikit keterlambatan dalam kriteria penyapihan di ICU, keterlambatan tersebut dialami karena hemodinamik pasien yang belum stabil. Umumnya kriteria ekstubasi apabila muncul nafas spontan, analisa gas darah dan pertukaran gas yang adekuat, serta dalam pemulihan anastesi. Kriteria ekstubasi disuatu institusi ada dengan menilai menggunakan parameter seperti PO2 lebih dari 80 mmHg, FiO2 40 % atau kurang, PCO2 kurang dari 45 mmHg, pH 7,35-7,45, SaO2 lebih dari 92 %, tekanan inspirasi maksimum kurang dari -20, tidal volume lebih dari 5 ml/KgBB, dan menit volum lebih dari 5 liter/menit (Martin & Turkelson, 2006). Pemberian ventilasi mekanik post operasi CABG bertujuan untuk mempertahankan oksigenasi arteri dan CO2 dengan baik dan juga mempertahankan ventilasi alveolar. Alat bantu nafas diberikan untuk mengurangi toleransi ketika sistem kardiovaskuler stabil dan tekanan oksigen arteri bagus (Hurts, 2010). Protokol weaning respirasi pada pasien CABG adalah pada saat inisiasi weaning pasien harus dikaji kriteria seperti tidak ada akut iskemia, hemodinamik stabil, tidak ada aritmia baru, kehilangan darah < 2 cc/KgBB/jam, urin output > 1 cc/KgBB/jam, menunjukkan kriteria sadar Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 126 akan efek anastesi, suhu > 360 C. Kriteria weaning adalah pasien sadar dan koperatif, mampu menggunakan bantal kepala, PO2 > 80 mmHg dengan FiO2 ≤ 40 dengan PEEP 5 cmH2O atau kurang dan PS 5 cmH2O atau kurang, tidal volume spontan > 5 cc/KgBB, RR < 30 kali/menit (Hordelson, 2000). Kategori pasien yang menunjukkan penyapihan bila suhu inti pasien normal, dan tidak mengalami perdarahan, dan pada pasien toleran dengan endotrakeal tube dengan morphin dan opoid lainnya dalam dosis rendah (Hurts, 2010). Kasus Tn. DA mengalami permasalahan dalam menggunakan alat bantu nafas bantuan dan mencapai tujuan awal pasien bedah jantung, hal ini dibuktikan bahwa dalam waktu 20 jam Tn. DA mampu menghasilkan nafas spontan. Selama 20 jam modus ventilator dirubah guna melihat perkembangan pasien dalam melakukan nafas spontan dari yang awalnya ASV (Adaptive Support Ventilator) 100%, Synchronized Intermittent Mandatory Volume (SIMV), dan Pressure Support (PS) 10 kemudian PS 6 dengan FiO2 40%, volume tidal 500 cc, frekuensi nafas pasien 18 x/menit. Parameter analisa gas darah sebelum ekstubasi pH 7.47, PaO2 123 %, PCO2 37, SaO2 99 %. Tn. DA berada pada tahap adaptasi kompensasi dikarenakan pasien harus tetap dipantau sistem pernafasan. Penyebab terjadinya penggunaan ventilasi mekanik yang lama adalah gagal jantung preoperasi, hipoalbunemia preoperasi, anemia, dan hipoksemia (Ji et al, 2012). Tujuan manajemen tindakan keperawatan pernafasan post operasi adalah mengurangi komplikasi pulmonal terutama infeksi paru dan atelektasis serta memantau adanya kegagalan saat penyapihan. 3. Bersihan jalan nafas Batuk merupakan salah satu manifestasi dalam membersihkan jalan nafas, akan tetapi bila pasien tidak mampu mengeluarkan dahak akan berdampak pada penumpukan sekret yang akan memicu terjadinya komplikasi Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 127 pernafasan post operasi CABG (Black & Hawks, 2009). Batuk merupakan cara yang efektif untuk mengeluarkan sekret tapi nyeri akan menurunkan upaya untuk batuk. Pada saat 48 jam setelah CABG alveoli masih dalam kollaps atau tertutup sehingga bila dilakukan auskultasi bunyi nafas akan terdengar ronkhi basah halus dan peningkatan produksi sputum (Morser & Riegel, 2008). Hulzebos et al, 2010, menyatakan efek yang lain terjadi setelah tindakan CABG yang mempengaruhi sistem pernafasan adalah analgesik narkotika (anastesi) yang menekan dan melumpuhkan pernafasan yang menyebabkan kapasitas sisa fungsional menurun karena diafragma keatas sementara mukosa jalan nafas terangsang dengan meningkatkan produksi sekret pada jalan nafas sehingga terjadi proses batuk setelah operasi. Komplikasi pernafasan dapat terjadi karena pasien mempunyai riwayat gangguan pernafasan sebelumnya, jumlah penggunaan anastesi, jumlah penggunaan cairan saat operasi, dan waktu yang lama dalam posisi supine (Martin & Turkelson, 2006). Mengurangi resiko komplikasi paru pasca operasi pasien perawat diharapkan mampu menilai suara napas dalam waktu yang sering, memantau SaO2 pasien, mengelola oksigen tambahan sesuai kebutuhan, dan menganjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam setiap jam ketika dia terjaga, mengajarinya memeluk bantal pada daerah lukanya ketika batuk dan bergerak, mengurangi nyeri sehingga pasien bebas bergerak bebas, menganjurkan pasien ambulasi dini dan batuk efektif (Mullen-Furtino & O’Brien, 2009). Setelah hari kelima perawatan Tn. DA menunjukkan kemampuan beradaptasi secara kompensasi ditujukkan dengan pasien masih batuk kering, bunyi nafas vesikuler dan pasien mampu menggunakan batuk efektif dan tidak terasa nyeri saat batuk. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 128 4. Nyeri Masalah terbanyak yang dilaporkan pasien selama 8 minggu post operasi CABG adalah nyeri. Nyeri sering menimbulkan kecemasan pada pasien. Nyeri terjadi karena adanya respon inflamasi yang dihasilkan pembedahan jaringan secara langsung, respon inflamasi tersebut memicu pengeluaran enzim penanda nyeri di jaringan saraf nosiseptif, impuls nyeri dari nosiseptor dibawa melalui serabut aferen ke sistem saraf pusat, di sistem saraf pusat, sistem limbik memainkan peran untuk menginterpretasi adanya respon nyeri (Moser & Riegel, 2008). Dalam penelitian Yorke, Wallis, & McLean (2004) tentang persepsi pasien terhadap manajemen nyeri setelah bedah jantung di unit perawatan kritis Australia didapatkan hasil bahwa 92% pasien mengalami nyeri pada luka di daerah dada dan 51% pasien juga merasakan nyeri pada daerah bahu begitu juga pada pasien dengan SVG (Sapheouna Venous Graft) atau RAG (Radialis Artery Graft) mengalami peningkatan nyeri pada daerah lengan dan atau kaki. 95 % pasien merasakan nyeri saat batuk dan sisanya saat dilakukan fisioterapi, bergerak, dan pemindahan. Pada Tn. DA merasakan nyeri pada daerah dada, bila bergerak atau pindah tempat selain itu tingkat adalah 5 dengan kategori sedang menunjukkan bahwa intensitas nyeri yang. Pasien post operasi CABG merasakan nyeri terutama pada daerah insisi sternal, insisi pada kaki dan atau insisi pada radial, adanya drain pada dada, pemasangan alat-alat invasif juga merupakan faktor yang menyebabkan nyeri. Murten-Furtino dan O’Brien (2009) Manajemen nyeri yang efektif dapat membantu mempertahankan kestabilan hemodinamik dan mencegah komplikasi pada sistem pernafasan. Kontrol nyeri yang kurang efektif dapat menstimulasi sistem saraf simpatik dan mengakibatkan adanya efek dari kardiovaskuler. Peningkatan frekuensi nadi dan tekanan darah dan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 129 vasokonstriksi dan dapat menyebakan peningkatan kerja jantung dan kebutuhan oksigen pada otot-otot jantung (Martin & Turkelson, 2006). Manajemen nyeri yang dilakukan perawat yaitu dengan memantau nyeri pasien, beri posisi yang nyaman, beri relaksasi dan distraksi serta nonfarmakologi lainnya ditambah dengan pemberian opoid analgesik. Hal ini juga sama diberikan kepada Tn DA yaitu mengkaji skala nyeri, mengeksplorasi perasaan pasien tentang nyeri, memberikan terapi nonfarmakologi memberikan analgesik yaitu paracetamol 3 x 1 gr. Setelah lima hari pasien dievaluasi didapatkan bahwa pasien masih merasakan nyeri minimal akan tetapi sudah bisa beraktivitas bertahap tanpa nyeri. Hal ini menunjukkan bahwa Tn. DA mampu beradaptasi secara kompensasi terhadap nyeri yang dirasakan. Diharapkan pasien menggunakan teknik-teknik yang telah diajarkan sebelumnya untuk mengatasi masalah nyeri yang muncul. 5. Resiko Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Resiko ketidakseimbangan cairan elektrolit yang dialami Tn. DA bisa terjadi akibat penggunaan CPB yang mempengaruhi fungsi ginjal. Pengkajian ketidakseimbangan elektrolit merupakan prioritas utama pada masa awal post operasi. Serum elektrolit (khususnya kalium, kalsium, dan magnesium) mungkin menurun saat post operasi dan dimonitoring secara bertahap karena kalium dapat fluktuasi dan sebagai penyebab aritmia. Target kalium post operasi CABG adalah 4,0 mEq/L dan magnesium 2,2 mEq/L. Apabila adanya penurunan kalium, kalsium, magnesium maka langkah awal adalah memberi terapi pengganti (Ignatavicius & Work, 2010). Tujuan pemberian tindakan keperawatan adalah keseimbangan cairan elektrolit dapat terjaga stabil dengan melakukan pengelolaan cairan dan elektrolit. Pada saat evaluasi selama empat hari pasien menunjukkan kemampuan beradaptasi secara integrasi dengan menunjukkan keseimbangan elektrolit. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 130 6. Resiko Infeksi Diangkatnya diagnosa keperawatan resiko infeksi pada yang diangkat pada kasus Tn. DA ini dikarenakan tindakan pembedahan dimana keadaan luka pasien pada hari pertama masih belum menunjukkan adanya infeksi akan tetapi dilihat dari pemeriksaan laboratorium terkait dengan leukosit mengalami sedikit peningkatan dari nilai normal. Infeksi yang terjadi saat post operasi CABG kemungkinan dikarenakan adanya infeksi nasokomial, nasokomial terjadi 10-20% pada pasien post operasi jantung. Infeksi nasokomial dapat dicegah dengan menjaga kebersihan tangan sehingga tidak terjadi penyebaran kuman pada daerahdaerah yang rentan menimbulkan infeksi seperti pada luka insisi, pemasangan kateter, dan pada daerah drain. Jumlah leukosit yang meningkat post CABG dan bila tidak di manajemen dengan baik maka akan mempengaruhi kerja sistem pertahanan tubuh sekunder (Moser dan Riegel, 2008) Hadi, 2010 menyatakan salah satu kompikasi yang terjadi pada pasien post operasi CABG adalah terjadinya suatu respon inflamasi sistemik dengan meningkatkan nilai leukosit, penyebab inflamasi sistemik adalah berbagai hal antara lain penggunaan cardiopulmonary bypass (On-Pump) karena pada saat darah melewati cardiopulmonary bypass maka terjadi interaksi antara darah dan plastik yang nantinya berakibat terjadinya pengaktifan dari leukosit. Kejadian infeksi pada daerah sternal dan insisi pada kaki setelah operasi sekitar kurang dari 3 %. Faktor resiko terjadinya infeksi dikarenakan diabetes, malnutrisi, penyakit kronis, pembedahan yang lama. Pengkajian dari infeksi dan pencegahan infeksi merupakan bagian penting dari peran perawat (Martin & Turkelson, 2006). Tindakan keperawatan dilakukan dengan tujuan mengontrol dan mencegah terjadinya infeksi serta melakukan perawatan pada tempat insisi dengan cara steril, pemberian antibiotik injeksi Meropenem 3 x 1 Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 131 gr dan pemberian Amikasin 1x750mg. Selama perawatan hari kelima Tn. DA tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi dan nilai leukosit. Menunjukkan Tn. DA mampu beradaptasi secara integrasi. 7. Intoleransi Aktifitas Saat pengkajian pada Tn. DA didapatkan informasi pasien merasa lelah, lemah, nyeri saat bergerak sehingga takut beraktivitas, selain aktivitas Tn. DA merasa pola istirahatnya terganggu. Intoleransi aktivitas merupakan hal yang sering ditemukan pada pasien post CABG, pasien yang tidak toleran terhadap aktivitas dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis. LaPier et al (2008) menyatakan bahwa penurunan aktivitas fisik terkait dengan kemungkinan adanya pembatasan pembedahan, takut beraktivitas, dan gejala yang menyertai post CABG. Hedges dan Redeker (2008) menyatakan gangguan pola istirahat mempunyai pengaruh terhadap aktivitas sehingga akan menganggu kualitas hidup pasien. Pasien post CABG pada masa pemulihan akan mengalami gangguan tidur yang berdampak pada kualitas hidup pasien. Sebanyak 50 % pasien post CABG on-pump mengalami gangguan tidur dan hanya bisa tertidur pada siang hari dibandingkan pada malam hari, gangguan tidur ini akan menyebabkan pasien-pasien post CABG terganggu moodnya. Intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada aktivitas adalah cardiac care : rehabilitative dan pengelolaan energi. Intervensi ini diharapkan pasien dapat meningkatkan kemampuan pasien melakukan aktifita ssecara bertahap mulai dari latihan fisik, rehabilitasi pasien secara mandiri. Ada dua keuntungan rehabilitasi yaitu segi fisik dan psikologi, secara fisik rehabilisasi membantu kapasitas fungsional, efisiensi kardiovaskuler, mengurangi faktor resiko trombotik, meningkatkan aliran darah dan menurunkan mortalitas pasien jantung; secara psikologi keuntungan rehabilitasi mengurangi depresi Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 132 dan kecemasan, meningkatkan mood dan efekasi diri, meningkatkan sosial interaksi, menyalurkan hobi, mengembalikan kebutuhan seksual, serta pasien dapat kembali bekerja (Thow, 2006). Pada hari ketujuh diikuti saat rehabilitasi pasien mampu beradaptasi secara kompensasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti kebutuhan perawatan diri meskipun belum maksimal, dan saat dilatih six minute walk test pasien mampu berjalan tanpa sesak nafas dan diikuti dengan rehabilitasi setelah pasien pulang. 8. Resiko Ketidakseimbangan nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh Resiko ketidakseimbangan nutrisi salah satunya adanya gangguan metabolisme didalam tubuh. Selain proses metabolisme, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh juga bisa kita lihat dengan adanya pasien mengalami anoreksia dan mual. Anoreksia dan mual merupakan keluhan pasca operasi umumnya dan mungkin reaksi obat yang merugikan. Penurunan nafsu makan pada pasien post CABG dikarenakan adanya stress ulcer pada saat setelah operasi akibat dari efek analgesik, selain itu juga adanya efek samping pemberian obat kardiovaskuler dan adanya riwayat gastritis yang lama (Moser & Riegel, 2008). Pemberian antiemetik jika pasien mual dan memberikan blocker histamin seperti yang ditentukan untuk meminimalkan sekresi asam lambung. Mace (2003) dalam penelitiannya menemukan mual dan muntah setelah operasi bedah jantung merupakan keluhan yang terbanyak, 67% dari 200 orang yang diteliti menyatakan mual dan muntah dan 33 % hanya muntah. Kejadian mual dan muntah dirasakan saat hari pertama setelah operasi CABG. Faktor pasien yang mempengaruhi mual dan muntah adalah jenis kelamin, dijelaskan perempuan lebih sering terjadi mual dan muntah setelah operasi CABG. Tn. DA hanya mengalami keluhan mual tanpa muntah. Faktor lain Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 133 yang mempengaruhi mual dan muntah post operasi adalah penggunaan morphin dan merasakan stres fisik serta psikologi. Tindakan keperawatan difokuskan kepada manajemen nausea diharapkan mual dan muntah post operasi CABG teratasi. Pada saat evaluasi pada Tn. DA dapat beradaptasi secara terintegrasi terhadap ketidakseimbangan nutrisi dengan menunjukkan data pasien tidak mual dan muntah serta menghabiskan porsi makannya. Walaupun pasien mengalami adaptasi secara kompensasi pasien juga tetap dipantau intake nutrisinya karena penting dalam proses penyembuhan post CABG. 4.1.2. Model Adaptasi Konsep Diri a. Koping individu inefektif Koping dijelaskan sebagai suatu perubahan tingkah laku adaptif ataupun tidak adaptif melalui suatu mekanisme yang disebut mekanisme koping. Mekanisme koping adalah berbagai usaha yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi melalui usaha kognitif maupun emosional (Berman & Synder, 2012). Mekanisme koping adalah usaha individu untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima tubuh dan beban tersebut menimbulkan respon tubuh yang bersifat nonspesifik yaitu stress. Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan dan beban tersebut ( Ahyar, 2010). Individu yang sedang sakit dan adanya ancaman kesehatan akan mengalami stress menggunakan sumber koping dari lingkungan baik atau kecemasan dapat dari social, interpersonal maupun intrapersonal. Dengan sumber koping koping tersebut individu dapat menggunakan strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005). Pada kasus Tn. DA saat pengkajian ditemukan berbagai macam stres dan kecemasan pasien setelah operasi, pasien merasa tidak berdaya dan lemah dalam proses penyembuhan, cepat lelah, cemas tidak bisa sembuh dan cemas terhadap anacaman dalam kesehatan. Kecemasan pada pasien post CABG sering terjadi Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 134 karena ketakutan pasien akan penurunan kondisi atau tujuan dari CABG yang sebelumnya (Galger dan Mc kinley, 2009). Intervensi keperawatan yang diberikan kepada Tn. DA juga bertujuan untuk meningkatkan koping, mengurangi cemas dan meningkatkan fungsi peran. Meningkatkan koping dengan cara mengkaji perubahan-perubahan yang terkait dengan konsep diri, peran dan proses penerimaan terhadap ancaman perubahan kesehatan. Intervensi juga diberikan dalam bentuk pendidikan kesehatan yang disiapkan agar pasien siap untuk menghadapi pemulangan. Mencari informasi atau mendengarkan pengajaran dan pembelajaran merupakan salah satu strategi koping eksternal yang dilakukan oleh seseorang. Salah satu tujuan pemberian pengajaran dan pembelajaran kesehatan kepada pasien khususnya pasien post CABG adalah mempersiapkan koping pasien terhadap masalah kesehatan yang diderita atau gangguan fungsi. Pemberian pengajaran dan pembelajaran terkait masalah koping adalah bagaimana cara perawatan dirumah seperti obat-obatan, diet, aktivitas, rehabilitasi lanjutan, dan pencegahan komplikasi sehingga pasien diharapkan mampu beradaptasi dalam proses penyakitnya (Potter & Perry, 2005). Evaluasi keperawatan pada Tn. DA dilakukan setelah 7 hari perawatan dengan menunjukkan kemampuan beradaptasi pada tahap kompensasi. Tn. DA menunjukkan keinginan untuk sembuh, pasien dan keluarga mampu mengulang kembali apa yang telah dijelaskan pada saat sakit. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 135 4.1.3 Mode adaptasi Fungsi Peran : Adaptif 4.1.4 Mode Adaptasi Interdependensi : Adaptif 4.2 Analisis Penerapan Model Adaptasi RoyPada 30 Kasus Kelolaan Kasus kelolaan resum4 diambil saat mahasiswa residen menjalankan praktek keperawatan spesialis Keperawatan Medikal Bedah selama 2 semester dimulai dari September –Desember 2013 dan februari - Mei 2014 di berbagai ruangan antara lain Instalasi Gawat Darurat (IGD), Cardiovascular Care Unit (CVCU), Intermediate Ward Medikal (IWM), Intensive Care Unit (ICU) Bedah Dewasa, Intermediate Ward Bedah (IWB), dan Gedung Perawatan II (GP II). Kasus kelolaan resume tersebut diambil sebanyak 30 orang pasien yang mengalami gangguan kardiovaskuler yaitu Sindrom Koroner Akut (SKA/ACS) dan Coronary Artery Disease (CAD), Bedah Jantung, Heart Failure (HF), Disritmia dan Gangguan katub. Asuhan keperawatan pada kasus kelolaan resume tersebut diberikan dengan menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy. Distribusi kasus kelolaan resume dapat dilihat pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Distribusi Kasus Kelolaan (n = 30) Kelompok kasus Jumlah % ACS 11 36.66 Bedah Jantung 7 23.33 Gagal Jantung / heart Failure 6 20.00 Disritmia 4 13.33 Gangguan Katub 2 6.66 Total kasus 30 100 3.1.3.1 Model Adaptasi Fisiologis a. ACS (Acute Coronary Syndrome) Pada pelaksanaan praktek residensi melakukan pengelolaan pasien dengan kasus ACS 11 kasus dengan variasi kasus 2 orang UAP, 3 orang NSTEMI, dan 6 orang STEMI. UAP dan NSTEMI berdasarkan kasus yang ditemukan masing-masing Trombolysis Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 136 In Myocardial Infraction (TIMI) Risk 2/7-4/7 sedangkan STEMI dengan TIMI Risk berkisar 2/14-9/14. Pada kasus STEMI ditemukan waktu serangan < 12 jam ada 3 orang dan > 12 jam 3 orang, dan killip I ada 3 orang, Killip II 1 orang dan Killip IV 2 orang. ACS di kaji pada saat emergensi ada 6 pasien, 4 pasien di CVC, dan 1 pasien di gedung perawatan Pengkajian perilaku pada pasien ACS di emergensi pada 6 pasien ditemukan pasien datang dengan keluhan utama nyeri dada berat yang disertai dengan sesak nafas, keringat dingin serta mual dan muntah., badan lemes dan letih. Skala nyeri dada yang dirasakan oleh pasien sebelum tiba di PJNHK adalah 6-7 dan sesampai di PJNHK Skala nyeri pasien sudah berkurang menjadi rentang 3-4. 3 orang pasien mengalami prolong pain dan area infark yang luas untuk diintervensi lebih lanjut seperti Primary PCI (PPCI) karena onset serangan kurang dari 12 jam,sehingga untuk mengurangi nyeri pada pasien maka pasien diberikan tindakan keperawatan perawatan jantung akut dan managemen nyeri serta tindakan kolaborasinya diberikan aspilet 160 mg, plavix 600 mg, ISDN 5 -10 mg tergantung dari tekanan darah dan frekwensi nadi, serta ada yang diberi morphin terlebih dahulu. Namun 1 orang pasien menolak dilakukan tindakan primary PCI, sehingga perawatan lanjut dilakukan di ruangan ICVCU. Pada kedua pasien yang dilakukan PPCI tersebut dilakukan persiapan untuk di PPCI dan kemudian pasien di bawa ke ruang kateterisasi. Tiga orang pasien yang Pengkajian perilaku yang dilakukan di ICVCU pada empat pasien ACS didapatkan dua pasien ACS dengan masalah tambahan dan dua pasien lainnya tanpa masalah tambahan. dua pasien dengan masalah tambahan pada saat pengkajian perilaku ditemukan pasien dua pasien ACS menggunakan ventilator mekanik dikarenakan pasien satu orang pasien mempunyai riwayat Acute Lung Oedem (ALO) berulang dengan gagal nafas dan terpasang IABP karena hemodimaik yang tidak stabil dan IVS rupture. Setelah lima hari perawatan di ICVCU pasien dilakukan tindakan operasi, dan perawatan selanjutnya ke ruangan ICU. Sedangkan satu pasien lagi Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 137 menggunakan ventilator karena mengalami sesak nafas dan berakhir pada gagal nafas (ARDS). Pengkajian pasien ACS di Gedung Perawatan (GP) biasa sangat berbeda dengan perawatan pasien di IGD dan ICVCU. Pasien ACS di gedung perawatan merupakan pasien yang dianggab tidak mengalami kondisi yang mengancam jiwa dan sudah memasuki fase pemulihan dan rehabilitative. Rata-rata skala nyeri yang dirasakan pasien sangat rendah bahkan sampai tidak ada sama sekali. Pasien hanya merasa sedikit rasa tidak nyaman didada. Pasien biasanya merasakan badan lemah, nafsu makan sedikit berkurang karena menu dan pola makan yang kurang disukai pasien. Masalah keperawatan yang mendominasi adalah nyeri dada dan diikut dengan penurunan curah jantung atau resiko penurunan curah jantung. Intoleransi aktivitas terjadi karena ketidakseimbangan oksigen ke jaringan yang mungkin disebabkan oleh penurunan curah jantung. Masalah lainnya disusul adalah nutrisi karena intake yang inadekuat. Perawatan pada pasien yang mengalami ACS bertujuan untuk reperfusi miocard yang adekuat dalam 5 hari sesuai dengan clinical pathway yang telah ditetapkan oleh rumah sakit. Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk menunjang tujuan pada pasien tanpa masalah tambahan adalah pengelolaan nyeri, perawatan jantung : akut, manajemen nutrisi, manajemen nausea, manajemen energi, peningkatan latihan, sedangkan pada pasien dengan masalah lain maka implementasi ditambahkan menjadi, manajemen elektrolit, manajemen hipovolum, kepatenan jalan nafas, manajemen ventilasi, penyapihan, penghisapan sekret jalan nafas, status neurologis dan perfusi jaringan serebral Evaluasi pada 11 orang pasien didapatkan satu pasien dilakukan tindakan operasi dan dipindahkan ke ruangan ICU, satu orang dapat beradaptasi secara integrasi (pasien di GP), empat orang berada pada level adaptasi kompensasi (ICVCU) dan empat orang pada tahap kompromi (satu orang di ICVCU dan tiga orang di emergensi). Tahapan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 138 adaptasi kompensasi dan kompromi dilanjutkan intervensi keperawatan pada ruangan selanjutnya. Pada pasien STEMI dengan serangan kurang dari 12 jam maka protokol pengobatan adalah menggunakan PPCI. Evaluasi pasien NSTEMI dan STEMI yang stabil dapat dilakukan selama 5 hari biasanya pasien dapat beradaptasi secara kompensasi terhadap masalah keperawatan. Khususnya nyeri pasien mampu beradaptasi sekitar selama 15-30 menit setelah pemberian obat. Pasien STEMI yang tidak stabil maka evaluasi dilakukan sampai maksimal 5 sampai 10 hari pasien dirawat. 2. Bedah Jantung Pelaksanaan praktik klinis residen mengelolah pasien dengan bedah jantung di ruangan ICU dan IWB memberikan asuhan keperawatan adalah sebanyak 7 pasien, dengan rincian operasi CABG sebanyak 5 pasien, MVR (Mitral Valve Replacement) 2 orang. 4 di ruangan ICU dan 3 di ruangan IWB. Selama residen memberikan asuhan keperawatan di ruangan ICU pada pengkajian perilaku secara verbal dan non verbal dengan kasus bedah jantung di ICU sebanyak 4 pasien diobeservasi dengan kebutuhan yang dibantu pada masalah oksigenasi sebagian besar pasien menggunakan ventilator dengan setting ventilator rata-rata menggunakan modus ASV (Adaptive Support Ventilation) atau VC (Volume Control) dengan FiO2 40-50%, PEEP 5. Sebagian besar pasien menggunakan ventilator lebih dari 24 jam. Hampir semua pasien terpasang monitoring hemodinamik seperti Centra Venous Pressure, IV line dan arteri line. Observasi hemodinamik dipasang untuk memantau status hemodinamik pasien yang cenderung mengalami perubahan. Pada pengkajian status nutrisi pasien, semua pasien dipuasakan sampai ETT dilepas, sebgian besar pasien mengeluh setelah pencabutan ETT adalah mual, muntah, nyeri daerah tenggorokan. pasien kurang menghabiskan porsi makan. Pada pengkajian Perilaku aktivitas didapat sebagian besar pasien mengeluh lemah, letih dan takut untuk bergerak dengan terbatas rentang geraknya dengan karena dipasang berbagai Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 139 alat bantu medik. Pengkajian Perilaku non verbal sebagian besar pasien terpasang drain substernal dan intrapelura dan adanya luka insisi sternotomi dan insisi kaki. Keadaan luka operasi dalam keadaan basah dan bersih. Rata-rata pasien sadar setelah 6-8 jam post operasi dan dilakukan dengan pelepasan ETT. Pengkajian stimulus pasien post operasi di ICU ditemukan adanya pemakaian CPB, efek sedasi, pengaturan suhu tubuh, penggunaan ventilator. Masalah keperawatan yang muncul saat di ICU adalah ketidakmampuan nafas spontan, penurunan curah jantung, resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, resiko infeksi, dan diikuti dengan nyeri pada luka operasi. Intervensi keperawatan yang diberikan berupa manajemen ventilasi mekanik, penyapihan ventilasi, manajemen cairan dan elektrolit, perlindungan infeksi, pencegahan infeksi, perawatan tempat insisi. Evaluasi dilakukan setelah satu hari perawatan di ICU ke empat orang pasien sesuai dengan tujuan dapat beradaptasi secara kompensasi dan pindah ke IWB. Tidak ditemukan komplikasi rawatan dan pasien dapat menunjukkan perilaku yang adaptif. Perawatan pasien selama di ruangan IWB residen merawat 3 orang pasien dengan 2 pasien post CABG dan 1 pasien dengan MRV. Pengkajian perilaku pada tiga orang pasien post operasi bedah jantung di IWB merupakan kelanjutan pasien di ICU ditemukan pasien mengalami batuk-batuk berdahak, nyeri dada dengan skala 4-6, cepat lelah dan terbatas dalam bergerak dan kurang tidur, EF pasien menurun sekitar 40-55 %. Masalah keperawatan yang muncul saat di IWB adalah bersihan jalan nafas, penurunan curah jantung, intoleransi aktivitas, nyeri. Tujuan perawatan di ruang IWB yaitu selama dua sampai tiga hari pasien mampu beradaptasi dengan masalah keperawatan. Intervensi keperawatan yang diberikan manajemen jalan nafas, peningkatan batuk, perawatan jantung : akut, manajemen energi, perawatan jantung : rehabilitasi, manajemen nutrisi, dan manajemen nyeri. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 140 Evaluasi dilakukan setelah 2 hari pasien dilakukan perawatan di IWB. Pasien dapat beradaptasi secara kompensasi selama dua hari di ruang perawatan IWB. Pasien dipindahkan keruang perawatan biasa. 3. Gagal Jantung / Congestive Heart Failure Dalam praktik residensi, residen mengelolah pasien dengan gagal jantung berjumlah 6 orang, berdasarkan pembagian gagal jantung atau CHF ada satu orang dengan edema paru akut, 2 orang dengan CHF FC III–IV dan 3 orang Acute Decompensasi Heart Failure ( ADHF). Pengkajian perilaku verbal dan non verbal pada 6 pasien CHF sebagian besar pasien banyak mengeluh sesak nafas disertai batuk, suara nafas ronkhi basah halus di basal paru, Paroxsimal Noctural Dyspnoe, Dyspnoe on Effort, dan Othopnoe, bunyi jantung gallop dan murmur, palpitasi, pemeriksaan echocardiography ditemukan gangguan katup (Mitral regurgitasi dan stenosis, trikuspidalis regurgitasi, dan pulmonal regurgitasi) dengan penurunan fraksi ejeksi, adanya perubahan gambaran EKG seperti adanya LVH dan irama jantung dengan atrial fibilasi. Pada pengkajian status nutrisi sebagian besar pasien mengeluh tidak nafsu makan dan disertai mual. Pada pengkajian aktivitas dan istirahat sebagian besar pasien gagal jantung mempunyai keluhan yaitu letih atau cepat lelah, sesak saat beraktivitas, dikarenakan ketidakseimbangan suply dan demand oksigen. Pengkajian cairan dan elektrolit, rata-rata pasien yang mengalami edema tungkai dan asites karena adanya gangguan hepar akibat bendungan cairan, Masalah yang perlu dibantu adalah intake dan output tidak seimbang serta diikuti gangguan elektrolit seperti hipokalemia, dan perubahan nutrisi. Pengkajian nonverbal pada pasien CHF dengan faktor pencetus kekambuhan penyakit pasien dimana kontraktilitas jantung semakin menurun, gangguan katup, banyaknya faktor resiko seperti hipertensi dan diabetes yang tidak terkontrol, tidak patuh minum obat, dan tidak menjaga keseimbangan cairan intake dan output. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 141 Implementasi keperawatan yang perlu dilakukan adalah untuk mengatasi masalah keperawatan diantaranya bersihan jalan nafas inefektif, penurunan cardiac output, intoleransi aktivitas, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Evaluasi perawatan hari kelima, pasien diharapkan mampu berespon baik dengan menunjukkan perilaku tidak adanya sesak nafas, ronkhi basah halus tidak ada , pasien mampu beraktivitas dengan toleransi baik terhadap hemodinamik, seimbangnya intake dan output cairan. Untuk memenuhi kebutuhan kepada pasien, pasien diberikan intervensi berupa manajemen jalan nafas, penurunan cardiac output, intoleransi aktivitas, dan ketidakseimbangan cairan tubuh dan manajemen nutrisi 4. Disritmia Pasien disrritmia yang dikelola residen sebanyak 4 orang, satu Total AV Blok (TAVB), satu orang Supra Ventrikel Takikardia (SVT), satu orang dengan Ventrikel Ekstra Sistole (VES) dan satu pasien dengan Atrial Fibrilasi Rapid Respon (AFRR). Pasien datang ke rumah sakit keluhan utama umumnyanya berdebar-debar dan disertai dengan keringat dingin, cepat lelah, lemes, rasa tercekik, pusing. Faktor penyebab yang muncul pada pasien disritmia adanya gangguan hantaran jantung, mempunyai riwayat disritmia sebelumnya. Masalah keperawatannya adalah penurunan curah jantung, intoleransi aktivitas dan gangguan elektrolit. Manajemen keperawatan yang diberikan seperti manajemen disritmia, perawatan jantung akut, manajemen energi, dan manajemen cairan dan elektrolit merupakan intervensi yang diberikan kepada pasien. Intervensi pemberian obat pada SVT maka diberikan ATP 6 mg dan irama EKG pasien sudah kembali irama sinus dengan menunjukkan kondisi klinis yang baik dan stabil, pada pasien Total AV blok diberikan pacu jantung ekternal, sebelum dilakukan pemasangan pacu jantung sementara diruangan kateterisasi. Pasien dengan VES dilakukan pemerikasaan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 142 laboratorium elektrolit, dengan hasil Kalium 3.2 (hipoklaemia) dilakukan koreksi kalium dengan memberikan terapi obat KSR, Emapat pasien yang dengan disritmia setelah diberikan tindakan keperawatan selama di IGD pasien sudah mampu berespon dengan dengan baik dengan menunjukkan peningkatan prilaku yang baik terhadap status kesehatannya.pasien dapat berdapatasi dengan menunjukkan perilaku yang asertif terhadap proses penyakit yang dialami. 5. Gangguan Katub Pasien gangguan katub yang dikelola oleh residen berjumlah 2 orang, mengalami gangguan katub mitral / stenosis mitral di ruang GP II. Stenosis mitral adalah blok aliran darah pada tingkat katub mitral, akibat adanya perubahan struktur mitral leaflets, yang menyebabkan tidak membukanya katub mitral sempurna saat diastolik. Penyakit katup mitral dapat terjadi dari infeksi, kalsifikasi, keturunan, atau penyebab lainnya (Aaronson & Ward, 2010). Pengkajian perilaku pada dua pasien gangguan katub mitral /mitral stenosis didapatkan pasien banyak mengeluh sesak nafas disertai batuk berdahak, mudah lelah, berat badan menurun, suara nafas ronkhi, postural Noctural Dyspnoe, dan Othopnoe, bunyi jantung gallop dan murmur, jantung berdebar, pemeriksaan echocardiography ditemukan gangguan katup (Mitral stenosis ). Pemeriksaan EKG didapatkan adanya pembesaran ventrikel kiri. (Aaronson & Ward, 2010). Pengkajian nutrisi didapatkan rata-rata pasien mengeluh tidak nafsu makan, penurunan berat badan. Aktivitas dan istirahat semua pasien dengan mitral stenosis mempunyai keluhan yang sama yaitu cepat lelah, sesak nafas saat beraktivitas, dikarenakan ketidakseimbangan oksigen dan mengeluh tidak mendapatkan kualitas tidur yang cukup. Pengkajian stimulus yang ada pada gangguan katub dikarenakan kontraktilitas jantung menurun, gangguan katup. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 143 Masalah keperawatannya berupa bersihan jalan nafas, penurunan curah jantung, intoleransi aktivitas dan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada hari keempat pasien diharapkan mampu beradaptasi dengan menunjukkan tidak sesak nafas, tidak ada ronkhi, pasien mampu beraktivitas dan nutrisi terpenuhi dengan adanya nafsu makan. Dalam hal memenuhi tujuan tersebut pasien diberikan intervensi berupa manajemen jalan nafas, penurunan curah jantung, toleransi aktivitas dan manajemen nutrisi. Selama empat hari dievaluasi kedua pasien dapat beradaptasi dan menunjukkan respon perilaku yang baik. Penatalaksanaan dan obat-obatan yang diberikan pada pasien dengan gangguan katub mitral stenosis adalah pemberian antibiotik profilaksis untuk endokarditis, obat-obat beta-bloker, digoxin dan verapamil dapat memperlambat denyut dan mengendalikan fibrilasi atrium. Diuretik untuk mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara mengurangi volume sirkulasi darah. Tindakan invasif dengan valvuloplasti balloon dan jika kerusakan terlalu parah dilakukan penggantian katub dengan mekanik atau bioprosthetic. Manajemen keperawatan pada pasien gangguan katub difokuskan pada penatalaksanaan penurunan curah jantung, keterbatasan aktivitas, keseimbangan cairan dan elektrolit, intake nutrisi, serta memonitor efek dari pemberian obat-obatan. Evaluasi selama tiga hari perawatan kedua orang pasien dapat beradaptasi secara kompensasi. Pasien direncanaka untuk dilakukan tindakan pembedahan secara elektif melalui rawat jalan. 4.3 Mode Adaptasi Konsep Diri Pengkajian perilaku adaptasi konsep diri secara umum yang dialami oleh pasien dengan gangguan kardiovaskuler adalah nyeri dan cemas. Pada tatanan pelayanan keperawatan di ruangan IGD dan ICU, CVC dengan kondisi pasien yang belum stabil mode konsep diri ini masih sangat terbatas dapat dikaji oleh perawat. waktunya singkat pasien kontak dengan pasien ditambah pasien masih Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 144 berkonsentrasi terhadap keadaan fisik yang dialaminya. Pengkajian konsep diri dapat dilakukan di ruang CVC, IWM/IWB dan GP. Pengkajian konsep diri yang dikaji berdasarkan pelaksanaan praktek residensi yang sudah dilakukan sangat diperlukan hubungan saling percaya yang lebih mendalam. Pasien yang mengalami masalah kardiovaskuler paling banyak dipicu oleh masalah kecemasan atau stres sebelum sakit. Saat pasien mengeluhkan sakit dilakukan pengkajian physical self yang berfokus pada bagaimana pasien memandang diri sendiri dan hal yang berhubungan dengan kehilangan. Kecemasan yang muncul biasanya dikarenakan pasien membuat persepsi negatif terlebih dahulu akan bahayanya apabila jantung sudah mengalami kerusakan maka tidak bisa sembuh dan ketakutan akan kematian. Pada pasien SKA, bedah jantung, HF dan disritmia kesemuanya mengalami tanda dan gejala kecemasan. Pengalaman selama melaksanakan praktek residensi tingkat kecemasan pada pasien ACS, gagal jantung, bedah jantung, disritmia dan gangguan katub memiliki perbedaan. Kecemasan yang paling umum adalah adanya ancaman perubahan kesehatan dan ancaman kematian. Kecemasan merupakan pemicu stres sehingga pasien mekanisme koping akan menjadi maladaptif. Pada pasien ACS kecemasan yang paling dominan adalah karena adanya nyeri yang hebat dan perasaan akan kematian, pada pasien pasca bedah jantung adalah kecemasan atas kesembuhan penyakit apakah akan berfungsi kembali jantung dengan baik, nyeri, penggunaan alat-alat invasif dan perasaan kematian sedangkan pada ppasien CHF biasanya kecemasan muncul akibat pembatasan aktifitas yang beresiko memunculkan sesak nafas. Pengkajian personal self pada umumnya pasien lebih banyak berserah diri pada Tuhan YME karena sakit dan sehat merupakan ketentuanNya, pasien merasa pasrah dan ihklas atas sakit yang dialaminya, namun ada pasien yang menganggab bahwa penyakit jantung adalah penyakit yang mematikan, dan ada Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 145 juga pasien merasakan bahwa penyakit jantung akan mengganggu aktivitas yang sebagaimana mestinya harus dilaksanakan termasuk kebutuhan seksual. Stimulus yang muncul pada konsep diri ini salah satunya kurang pengetahuan dan informasi pasien terhadap sakitnya sehingga pasien merasakan adanya ancaman terhadap perubahan-perubahan status kesehatan pasien. Masalah keperawatan yang ada pada adaptasi konsep diri ini adalah koping individu inefektif dan kecemasan. Pada masalah keperawatan ini tujuan keperawatan diharapkan pasien mampu beradaptasi secara integrasi dan kompensasi dalam waktu lima hari pada pasien ACS dan tujuh hari perawatan pasien HF dan bedah jantung. Tindakan keperawatan yang diberikan bertujuan untuk mengurangi kecemasan dan meningkatkan koping serta pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan penyakitnya. Saat evaluasi pada pasien ACS menerima keadaaannya pada hari ke kelima dengan mengungkapkan “serangan jantung ini tidak boleh terulang lagi dan akan mengikuti perawatan dan pengobatan dengan baik”. Pasien HF dan bedah jantung berdasarkan pengalaman praktek residen biasanya pasien pada hari ketujuh bisa menerima keadaannya namun masih merasakan cemas dan pasien berusaha cepat sembuh dan akan melakukan program sesuai anjuran tim medis. 4.4 Mode Adaptasi Fungsi Peran Berdasarkan pengalaman praktek residensi pengkajian perilaku adaptasi fungsi peran yaitu peran primer, skunder, dan tersier ditemukan banyak pasien merasa terganggu perannya saat sakit. Salah satu peran yang terganggu adalah pasien laki-laki sebagai suami dan ayah maka “tidak dapat bekerja sebagai mencari uang untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Pasien perempuan juga merasakan perannya terganggu karena tidak bisa mengurus rumah tangga dan aktifitas mengasuhg anak terganggu. Seorang pasien dengan gangguan katub yang masih sekolah menyampaikan bahwa tidak bisa melanjutkan pendidikan ke perguuan tinggi karena penyakitnya. Stimulus yang mempengaruhi peran ini Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 146 adalah ketidakberdayaan terhadap sakitnya dan masih merasa kurangnya sistem pendukung. Peran juga akan berbeda antara pasien yang dewasa muda dan lansia, pada dewas muda sakit jantung ini membuat mereka terbatas dalam menghasilkan sesuatu sedangkan pada lansia justru menganggap penyakit ini adalah proses penuaan dan harus menerima dengan lapang hati. Dari penerapan proses keperawatan pada pasien gangguan kardiovaskuler dengan pengkajian mode adaptasi fungsi peran, masalah keperawatan yang muncul yaitu penampilan peran tidak efektif dan tujuan yang ditetapkan adalah diharapkan pasien dan keluarga mampu menerima kondisi pasien apa adanya. Intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu dengan meningkatkan peran pasien dan kesadaran diri dalam menghadapi perubahan serta memfasilitasi pasien dan keluarga dalam menyusun rencana tentang perubahan peran yang baru untuk pasien. Evaluasi yang dapat dinilai pada fungsi peran ini sampai pada saat pasien hampir pulang karena membutuhkan waktu lama dalam melakukan intervensi keperawatan. 4.5 Mode Adaptasi Interdependensi Pelaksanaan pengkajian mode adaptasi interdependensi pada gangguan kardiovaskuler yang dikelola selama praktek residensi secara umum tidak mengalami masalah, dan semua pasien memiliki perilaku yang efektif. Pengkajian pada mode adaptasi interdependensi berfokus bagaimana memberikan kasih sayang, perhatian, saling menerima, cinta dan kasih sayang. Pasien laki-laki ditemani oleh istri yang selalu memberikan perhatian, begitu juga dengan pasien perempuan yang setia ditemani oleh suami dan pasien yang belum menikah, janda atau duda juga senatiasa ditemani oleh anggota keluarga. Apabila pasangannya berhalangan dalam menemani itu tidak mengurangi arti karena diganti dengan anggota keluarga lainnya. Dan pasien juga merasakan kedekatan lebih selama dirawat dirumah sakit karena pasien dan anggota keluarga bisa berkumpul dengan orang-orang terdekatnya. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 147 4.3 Refleksi dan Rekomendasi Penerapan Model Adaptasi Roy Penerapan Model Adaptasi Roy (MAR) bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pasien yang mengalami gangguan kardiovaskuler biasanya memiliki kualitas hidup yang rendah, yang menyebabkan proses penyembuhan dan pemulihan menjadi lebih lama. Pengalaman dalam melaksanakan praktek klinik keperawatan selama dua semester di RSPJNHK, aplikasi model adaptasi Roy sangat efektif diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan. Proses pengobatan, perawatan dan rehabilitasi yang lama menyeabkan manusia membutuhkan kemampuan beradaptasi terhadap masalah yang muncul. Penerapan MAR akan mengajak dan menuntun perawat mengadopsi penggunaannya dilayanan klinik untuk memberikan asuhan keperawatan dengan memberikan contoh bagaimana melakukan pengkajian perilaku dan stimulus pada setiap mode secara holistic dan komprehensif yaitu dengan penerapan mode adaptasi fisiologi, mode adaptasi konsep diri, mode adaptasi fungsi peran, dan mode adaptasi interdepedensi yang dapat digunakan pada semua sistem khususnya sistem kardiovaskuler. MAR juga memberikan contoh untuk menegakkan diagnose keperawatan berdasarkan penempatan pengkajian pada setiap mode seperti yang ditetapkan oleh NANDA. Penetapan tujuan dan intervensi pada proses keperawatan dengan menggunakan MAR belum ditetapkan secara spesifik, namun tujuan dan intervensi merupakan proses koping yang diharapkan dapat mencapai tujuan pencapaian mekanisme koping dengan adanya koping regulator dan kognator. Penerapan MAR dalam proses asuhan keperawatan mengarahkan pelaksanaan praktek rsidensi menggunakan NIC dan NOC yang secara umum sudah mencakup koping regulator dan kognator dalam setiap aktifitas kegiatan praktek keperawatan. Evaluasi dicapai berdasarkan diagnosa atau masalah keperawatan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 148 yang ada sesuai dengan level adaptasi yaitu integreted, compensatory, compromised. Model Adaptasi Roy juga mempunyai kelemahan disamping kelebihan yang ada. Penerapan MAR pada ruang seperti ICU, ICVCU dan IGD belum optimal, karena pasien yang dirawat diruangan terebut. MAR belum optimal apabila digunakan pada pengaturan ruangan di IGD, ICU dan CVC dikarenakan kondisi pasien belum stabil sehingga pengkajian hanya berfokus pada keadaan fisiologis saja padahal secara psikologi pasien merasakan kecemasan cukup tinggi menghadapi keadaannya. Untuk dapat mengkaji mode adaptasi konsep diri, fungsi peran dan interdependensi dengan melihat kondisi pasien sudah stabil sehingga tidak mempengaruhi hemodinamik pasien. Pengkajian MAR beserta implementasinya lebih efektif digunakan diruangan intermediate dan ruang perawatan biasa dimana berdasarkan pengalaman pasien diruang intermediate dan perawatan akan lebih mengeksplor perasaan mereka terkait dengan masalah psikologis. Rekomendasi yang diberikan residen terhadap penerapan MAR ini disarankan mulai digunakan di ruang emergensi sampai ke ruang rawatan biasa dengan menggunakan dokumentasi keperawatan yang berkelanjutan, sehingga masalah yang didapatkan diruang emergensi dapat di follow up di ruang rawatan biasa dengan demikian kita sebagai perawat juga mengetahui pasien secara komprehensif biopsikososial dan spiritual. MAR juga dapat dilaksanakan dengan mengkombinasi dengan teori keperawatan lainnya jika dirasakan belum tercapai. Kombinasi MAR dengan menggunakan teori Levine dimana memandang manusia sebagai makhluk yang dapat berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungannya serta suatu bagian dari satu kesatuan yang didasari oleh empat prinsip konservasi keperawatan yaitu konservasi energi pasien, konservasi struktur integritas, konservasi integritas personal dan konservasi integrasi sosial. Asuhan yang diberikan dengan menggunakan sumber-sumber kekuatan pasien. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 149 4.4 Pembahasan Penerapan EBNP Terapi Musik Hasil pengolahan data dari penerapan EBNP pada pasien yang dilakukan terapi musik yang mengalami tindakan operasi bedah jantung terbuka (CABG dan katub) dilihat dari faktor adalah rata-rata umur pasien adalah > 40 tahun. Hasil pengolahan data disimpulkan bahwa dewasa lebih banyak dilakukan tindakan operasi jantung terbuka karena penderita jantung koroner dan gangguan katub lebih banyak ditemukan pada pada dewasa jika dibandingkan yang dewasa muda dengan rentang umur pasien adalah 49-74 tahun . Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa CAD dan gangguan katub lebih sering menyerang usia dewasa karena pada usia dewasa memiliki faktor resiko yang lebih besar seperti adanya riwayat merokok,kadar kolesterol total dan LDL yang tinggi, hipertensi, DM dan faktor usia sendiri (Lewis, 2000). Peyakit mitral stenosis merupakan konsekuansi lanjut tersering setelah karditis reumatik, dimana periode laten selama 20 tahun antara infeksi akut dan disfungsi katub simptomatik terjadi pada dekade keempat atau kelima (Gray, Dawkins, Morgan & Simpson, 2005). Black dan Hawks (2009) peningkatan umur pada seseorang termasuk salah satu faktor resiko terjadinya PJK dimana tanda dan gejala PJK terjadi umumnya pada orang yang umurnya diatas 40 tahun. Umur juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nyeri, menurut penelitian (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever (2010) menyatakan bahwa lansia (umur > 65 tahun) akan melaporkan nyeri lebih sedikit daripada orang muda. Dari hasil penerapan EBNP berdasarkan rentang usia pasien dimana adalah rentang umur dewasa didapatkan penurunan yang signifikan nyeri pada pasien kelompok intervensi dibanding dengan kelompok yang tidak dilakukan terapi musik. Ini menunjukkan bahwa respon nyeri bisa diabaikan oleh pasien saat mendengarkan musik yang diberikan. Faktor risiko terjadinya penyakit gangguan katub adalah jenis kelamin laki-laki, merokok, hipertensi, peningkatan lowdensity lipoprotein kolesterol (LDL), aterosklerosis koroner, katup bikuspid congenital dan usia ( Patel, et al., 2014). Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 150 Proporsi jenis kelamin pasien yang mengalami tindakan operasi bedah jantung terbuka dalam penerapan EBNP ini pasien post operasi jantung terbuka lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan. Dimana dari 12 pasien yang dilakukan penerapan terapi musik sebanyak 8 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. PJK lebih banyak diderita pada laki-laki dibandingkan pada perempuan (Woods, Froelicher, Motzer, 2000). PJK juga dapat ditemukan pada perempuan mengalami menopause selain perempuan menopause diketahui bahwa perempuan yang mengkonsumsi kontrasepsi oral juga akan beresiko PJK karena dapat meningkatkan tekanan darah, salah satu faktor resiko terjadinya PJK (Black & Hawks, 2009). Pasien yang mengalami PJK yang terindikasi untuk dilakukan operasi CABG biasanya jika sumbatan pada arteri koroner sudah menimbulkan faktor resiko kematian (Gray, Dawkins, Morgan & Simpson, 2005). Jenis kelamin mempunyai hubungan dengan ambang nyeri seseorang (Hanun, 2002). Pasien laki-laki menganggap bahwa nyeri merupakan komponen alamiah yang harus mereka terima dari proses penyakit yang dialaminya dan laki-laki cenderung dapat mudah beradaptasi dengan nyerinya dibandingkan dengan perempuan (Perry & Potter, 2006). Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, berdasarkan penerapan EBNP yang dilakukan bahwasanya tingkat pendidikan pasien post operasi jantung terbuka paling banyak tingkat pendidikannya adalah SLTA. Pendidikan dapat mempengaruhi kognitif seseorang akan membentuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berkaitan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tersebut untuk menjaga kesehatan diri sendiri terutama dalam menerima persepsi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006). Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 151 Dari penerapan EBNP terhadap terapi musik, pasien dengan tindakan operasi CABG sebanyak 10 orang dan operasi katub sebanyak 2 orang. Operasi CABG dan penggantian katub merupakan tindakan operasi dengan melakukan pembedahan didaerah rongga dada dengan membelah tulang sternum. Nyeri dapat disebabkan oleh sayatan , retraksi jaringan intraoperatif dan diseksi , beberapa cannulations intravaskular , slang dada kiri setelah operasi , dan beberapa prosedur invasif yang pasien menjalani sebagai bagian dari rejimen terapi mereka (Ozer, Ozlu, Arslan & Gunes, 2013). Dalam sebuah penelitian, pasien melaporkan nyeri dada sayatan sebagai masalah setelah CABG (Ozer, Ozlu, Arslan & Gunes, 2013). Nyeri merupakan keluhan subjektif terkait dengan sistem sensori yang tidak menyenangankan dari pengalaman emosional yang disertai dengan kerusakan jaringan secara aktual maupun potensial (Perry & Potter, 2006). Nyeri post operasi jantung terbuka merupakan masalah yang banyak ditemukan dan dilaporkan oleh pasien-pasien sesudah menjalani operasi dan rasa nyeri itu akan dirasakan pasien sampai 8 minggu setelah operasi CABG (Moser & Riegel, 2008). Nyeri yang muncul pada saat post operasi CABG dikerenakan oleh adanya pemotongan jaringan pada saat intraoperasi, banyaknya pemasangan kanulasi intravaskuler, pemasangan drainase didada, dan banyaknya prosedur invasif yang digunakan untuk pengobatan (Asadizaker, Fathizadeh, Haidari, Goharpai & Fayzi, 2011). Nyeri dada pada daerah sternum merupakan komplikasi yang sering muncul, nyeri setelah sternotomi kemungkinan disebabkan karena jaringan saraf yang terpotong dan digambarkan seperti nyeri yang tersaamar-samar didaerah pembedahan (Shermeh et al, 2009). Proses fisik seperti pemotongan jaringan, pengambilan jaringan akan memberikan stimulasi ujung saraf bebas dan nosiseptor, mediator kimia ini akan dilepas selama proses pembedahan berlangsung. Metabolisme laktat akibat iskemia jaringan selama pembedahan juga berpengaruh terhadap pengeluaran Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 152 mediator kimia yang merupakan pencetus nyeri dan dirasakan setelah pembedahan (Rowlingson, 2009). Manajemen nyeri yang tidak adekuat setelah operasi jantung terbuka akan memperburuk kondisi pasien dari segi fisiologis, psikologis maupun lamanya penyembuhan serta menurunkan kualitas hidup pasien (Wang & Keck, 2004). Nyeri yang dirasakan haruslah dikurangi tidak hanya dengan obat-obatan analgesik melainkan sebagai seorang perawat mempunyai keterampilan khusus untuk mengurangi nyeri melalui pendekatan keperawatan. Berdasarkan teoriteori keperawatan dalam Peterson dan Bredow (2004) tepatnya teori keseimbangan antara analgesik dan efek samping menjelaskan bahwa pengelolaan nyeri yang tepat adalah dengan menyatukan kombinasi antara analgesik dan terapi nonfarmakologi dalam pendekatan asuhan keperawatan dimana tujuannya untuk mencapai keseimbangan antara analgesik dengan menghindari efek sampingnya karena diketahui bahwa penggunaan analgesik yang berlebihan tidak membuat pasien bebas dari nyeri akan tetapi menambah efek samping. Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever (2010) menjelaskan bahwa banyak macam yang lazim digunakan oleh perawat dalam mengurangi yaitu stimulasi kutaneus dan pijat, terapi hangat dan dingin, transcutaneus electrical nerve stimulation, distraksi, teknik relaksasi, guided imagery dan hipnosis. Sebelum dilakukan observasi rerata tekanan darah sistolik (SBP) 114.21 mmHg dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua 109.11 mmHg dengan p>0.05. tidak ada perbedaan yang signifikan. Tekanan darah diastolic (DBP) 69.11 mmHg dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua 64.48 mmHg . Rerata HR sebelum dilakukan observasi adalah 90.90 dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua 90.28 permenit dengan p >0.05 tidak ada perbedaan yang signifikan. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 153 Rerata RR sebelum dilakukan observasi adalah 24.83, setelah dilakukan observasi pada hari kedua 24.55 dengan p>0.05 tidak ada perbedaan yang signifikan. Rerata saturasi O2 sebelum dilakukan observasi adalah 98.06 % dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua 98.15% dengan p >0.05 tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Pada kelompok intervensi berdasarkan data yang diperoleh rata-rata intensitas nyeri dan respon fisiologis dijelaskan bahwa rerata nyeri pasien post operasi bedah jantung terbuka yang diberikan terapi musik sebelum dilakukan intervensi 3.90 dan setelah dilakukan intervensi rerata nyeri pada hari kedua 2.61 dengan p>0.05. terdapat perbedaan yang signifikan penurunan nyeri setelah dilakukan terapi musik. Tekanan darah sistolik (SBP) 121.50 mmHg dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua 118.01 mmHg dengan p>0.05. terdapat perbedaan yang signifikan. Tekanan darah (DBP) 77.61 mmHg dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua 77.10 mmHg dengan p<0.05 terdapat perbedaan signifikan . Rerata HR sebelum dilakukan intervensi adalah 94.05 dan setelah dilakukan intervensi pada hari kedua 87.45 dengan p >0.05 tidak ada perbedaan yang signifikan. Rerata RR sebelum dilakukan intervensi adalah 24.83, setelah dilakukan intervensi pada hari kedua 24.55 dengan p>0.05 tidak ada perbedaan yang signifikan. Rerata saturasi O2 sebelum dilakukan intervensi adalah 97.83 %dan setelah dilakukan intervensi pada hari kedua 99.10% dengan p >0.05 tidak terdapat perbedaan yang signifikan. 4.5 Hambatan dan Pelaksanaan Penerapan EBNP Penerapan EBNP terapi musik pada pasien yang telah dilakukan tindakan operasi bedah jantung terbuka pada prinsipnya berjalan dengan baik. Beberapa hal yang menyebabkan pelaksanaan tertunda adalah pemberian terapi obat analgeti (paracetamol) yang berdekatan dengan waktu kegiatan terapi music, sehingga Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 154 pemberian terapi music diundur hingga 2-4 jam setelah pasien mengkonsumsi obat analgeti. Selain itu karena pengunduran jadwal tersebut sehingga pelaksanaan kadang berbenturan dengan jam berkunjung keluarga pasien. untuk menghindari hal tersebut akhirnya penerapan terapi music dilakukan setelah jam kunjungan keluarga. Penerapan EBNP terapi music harus dikondisikan pasien dalam keadaan santai dan tidak dalam pengaruh obat analgetik, sehingga pasien dapat berkonsentrasi dengan music yang didengar dari media MP3 player. 4.6 Rekomendasi Terapi musik merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan dengan teknik terapi komplementari untuk mengurangi nyeri post operasi pada pasien yang dilakukan operasi bedah jantung terbuka yang dapat mempengaruhi respon fisiologi seperti Tekanan darah (sistolik dan diastolic), HR, RR dan saturasi O2. Terapi musik dapat membuat pasien menjadi tenang dan rileks dengan menurunkan nyeri yang dialami. Tindakan ini mudah dilakukan dan efek serta bahayanya tidak ada. Melakukan terapi musik dapat meningkatkan kepercayaan pasien terhadap perawat dalam mengatasi masalah yang dialaminya. Terapi musik dapat meningkatkan komunikasi yang baik antara pasien dan perawat sehingga memberikan efek penurunan nyeri dan ketenangan pada pasien baik secara fisik maupun psikologis. Untuk itu penerapan EBNP terapi musik ini dapat dilakukan : 1. Pelayanan keperawatan Hasil penerapan EBNP ini menunjukan perbaikan pada pasien dalam menurunkan nyeri dan respon fisiologi yang baik pada pasien, perawat dapat menerapkan terapi musik karena intervensi ini tidak menimbulkan bahaya dan meningkatkan kemampuan pasien berdapatasi dengan masalah kesehatan yang dialaminya. Penerapan EBNP ini jika ditindak lanjuti dengan baik tentu akan memberikan hasil yang signifikan terhadap kualitas pelayanan keperawatan dalam penanganan pasien post operasi bedah jantung terbuka. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 155 2. Managemen Keperawatan Penerapan EBNP terapi musik ini dalam pelayanan keperawatan dalam mengatasi masalah keperawatan nyeri dan parameter fisiologi pasien menunjukkan hasil yang baik dalam upaya meningkatkan pemulihan kesehatan pasien. Penerapan EBNP ini merupakan salah satu terapi komplementer keperawatan yang bisa dijadikan sebagai salah satu standar operasional pelayanan (SOP) khususnya di bidang keperawatan terintegrasi dengan intervensi medis dan keperawatan lainnya. 3. Pendidikan Penerapan EBNP dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit membutuhkan ilmu dan pengetahuan bagaimana mencari dan menetapkan suatu EBNP yang dapat diterapkan di tatanan pelayanan klinik. Institusi pendidikan sebagai penghasil tenaga keperawatan professional dapat memberikan arahan dan masukan kepada mahasiswa dalam penerapan EBNP sehingga terjadi perubahan yang lebih baik dan perkembang ilmu dalam praktek klinik keperawatan melalui penelusuran jurnal dan penelitian yang sudah dilakukan. 4.4 Pembahasan Penerapan Inovasi Praktek Klinik Konsultan Keperawatan Dasar pemikiran pelaksanaan inovasi penerapan praktik konsultan keperawatan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita oleh mahasiswa residensi adalah belum adanya konsultan keperawatan di unit tersebut dimana keberadaaanyya sangat dibutuhkan untuk meningkatkan derajat kesehatan pada pasien dengan masalah sistem kardiovaskular khususnya pasien dengan congestive heart failure. Penyakit gagal jantung lebih banyak diderita oleh laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Woods, Froelicher, Motzer, 2000). Berdasarkan tabel distribusi frekuensi jenis kelamin pada tabel 3..... menunjukkan sebagian besar pasien berjenis kelamin laki-laki (61,1%).Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 156 jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 per 1000 penderita per tahun (Maggioni, A, 2005). Hasil pelaksanaan kegiatan berdasarkan umur menunjukkan bahwa rata-rata umur pasien yang datang untuk berkonsultasi di klinik konsultan keperawatan adalah 54 tahun, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh studi Framingham yang menyatakan bahwa kejadian gagal jantung terjadi pada usia ≥ 45 tahun. Dimana terjadi peningkatan prevalensi gagal jantung, mulai usia 5059 tahun dan meningkat pada orang usia 60-69 tahun. Prevalensi gagal jantung meningkat insidennya secara progresif dengan peningkatan usia (Mosterd, & Hoes, 2007) Hasil pelaksanaan kegiatan berdasarkan jumlah rawatan yang pernah dialami menunjukkan pasien yang berkonsultasi sudah mengalami rawat inap ≥ 1 kali, sebagian besar sudah mengalami rawat inap ulang 2 kali sebanyak 13 orang (72,2%) kemudian 3 kali rawat ulang sebanyak 4 orang (22,2%) dan 1 orang hanya satu kali mengalami rawat inap (5,6%). Hasil penelitian Sekitar 50% pasien dengan gagal jantung mengalami perawatan ulang dalam kurun waktu 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit. Beberapa dari mereka masuk perawatan kembali karena pengobatan yang tidak tidak teratur, diet yang tidak baik. Keluhan masuk dengan peningkatan tekanan darah, sesak nafas, gangguan cairan, dan kelelahan ( Moser & Riegel, 2003). Gagal jantung dapat menyebabkan kualitas hidup seseorang menjadi sangat menurun, kondisi ini berhubungan dengan beban yang dirasakan berupa manifestasi klinik yang ditimbulkan berupa ; dipsnea, ortopnoe, batuk, edema pulmonal, menurunnya saturasi oksigen, menurunnya urine output, sakit kepala, edema ekstremitas, pembesaran hati, anoreksia dan kelemahan. Hal ini menyebabkan tingginya mortalitas dan morbiditas serta seringnya klien gagal jantung berulangkali keluar masuk rumah sakit untuk dirawat. Rata-rata Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 157 sebanyak 44% klien gagal jantung kembali lagi ke rumah sakit dalam jangka waktu 6 bulan (Angelidou, 2010) Berdasarkan hasil ujicoba pelaksaanaan praktik konsultan keperawatan yang dilakukan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta menunjukkan keseluruhan (100%) pasien congestive heart failure yang berkonsultasi mempunyai respon positif terhadap praktik konsultan keperawatan yang dilaksanakan. Mereka mengharapkan kegiatan praktik konsultan keperawatan dilakukan secara berkesinambungan. Pasien menyatakan bahwa praktik konsultan keperawatan yang dilakukan sangat membantu dan bermanfaat berkenaan dengan informasi dan perawatan pasien di ruma Kegiatan praktek konsultan keperawatan diruang rawat jalan merupakan rangkaian kelanjutan dari asuhan keperawatan yang sudah diberikan saat pasien dirawat inap. Keberhasilan perawatan pasien dalam mengatasi masalah kesehatan tidak hanya saat pasien dalam masa perawatan rumah sakit, tapi juga sangat dipengaruhi bagaimana pasien tersebut melakukan perawatan kesehatan selama di rumah. Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistik,dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien (Potter & Perry, 2006). Praktek keperawatan profesional adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Praktek keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesioanal menggunakan teoritis yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar dan ilmu keperawatan sebagai Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 158 landasan melakukan pengkajian, diagnosa, menyusun rencana perawatan untuk menentukan tindakan selanjutnya. Malkemes (1983) mengatakan bahwa praktik keperawatan professional adalah suatu proses ketika Ners terlibat dengan pasien dan melalui kegiatan ini masalah kesehatan pasien diiidentifikasi dan diatasi. Pasien masalah kardiovakuler yang berkunjung di rawat jalan memiliki kondisi yang stabil kadang kurang stabil dan penyakit kronis yang membutuhkan pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan pasien kardiovaskuler pada kondisi akut dan kegawatan. Rentang waktu yang singkat dan tingkat keparahan kondisi penyakit yang rendah pada saat kontrol perlu kelola dengan baik oleh tenaga kesehatan agar pasien menerima informasi dan pendidikan yang baik terkait dengan masalah yang sedang dialaminya. Untuk dapat terlaksananya pengelolaan yang baik bagi pasien di rawat jalan dibutuhkan ketrampilan intensif dalam pengkajian pasien tersebut bagi perawat yang bekerja di rawat jalan (Josephon & Wingate, 2010 ) Praktek klinik konsultan keperawatan merupakan pelayanan keperawatan di unit rawat jalan yang berfokus pada asuhan keperawatan profesional, tidak dapat berdiri sendiri dan dituntut untuk bekerjasama dengan profesi lain yang tujuannya adalah meningkatkan derajat kesehatan pada pasien masalah sistem kardiovaskular khususnya pasien dengan gagal jantung kongestif, pelaksanaan praktek konsultan keperawatan dapat berjalan dengan baik bila difasilitasi dengan adanya penempatan ruangan khusus dan peralatan yang mendukung kegiatan praktek konsultan keperawatan. Berdasarkan hasil pelaksanaan praktik klinik konsultan keperawatan diharapkan tim manajerial keperawatan dan rumah sakit dapat mengapresiasi harapan pasien dengan masalah sisitem kardiovaskular khususnya pasien gagal jantung kongestif untuk keberadaan praktik klinik konsultan keperawatan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta. Kegiatan praktik klinik konsultan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 159 keperawatan sangat membantu pasien dalam pengelolaan masalah kesehatan khususnya gagal jantung kongestif meliputi penimbangan berat badan, perubahan gaya hidup, diet dan latihan, program pengobatan, pengendalian stress dan emosi, fungsi seksual dan kebutuhan spiritual. 4.4.1 Hambatan Pelaksanaan Penerapan Inovasi Kegiatan inovasi praktek klinik konsultasi keperawatan di bagian rawat jalan dapat dilaksanakan dengan baik. Beberapa kendala yang ditemukan pada saat pelaksanaan kegiatan adalah dalam mengidentifikasi pasien yang berobat ke poliklinik. Pasien yang dilakukan konsultasi keperawan oleh konsultan perawat adalah pasien khusus dengan penyakit gagal jantung (CHF). Selama kegiatan tersebut untuk mengidentifikasi pasien dengan diagnose CHF, mahasiswa harus menunggu di ruangan pengukuran tensi dan pemeriksaan EKG. Jika teridentifikasi pasien dengan CHF, mahasiswa menganjurkan pasien untuk melakukan konsultasi kepererawatan bersama konsultan peawat jantung di ruang yang telah ditentukan. Selain itu kendala yang ditemukan selama kegiatan adalah tidak ada ruangan yang tetap untuk memberikan konsultasi keperawatan pada pasien CHF, sehingga setiap hari ruang praktek konsultan berpindah-pindah. 4.4.2 Rekomendasi Proyek Inovasi Praktek Klinik Konsultan Keperawatan a. Perlu kebijakan dari pihak manajemen rumah sakit untuk pelaksanaan praktik konsultan keperawatan di unit rawat jalan RSJPD Harapan kita Jakarta. b. Perlu supervisi yang berkesinambungan dan penetapan tenaga keperawatan yang akan melakukan pelayanan praktik klinik konsultan keperawatan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta c. Perlu menetapkan kompetensi sebagai syarat layak atau tidaknya perawat untuk melakukan praktik klinik konsultan keperawatan. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Simpulan pada karya akhir ilmiah ini selama menjalani praktek spesialis keperawatan medikal bedah dua semester meliputi : a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan, pendidik, peneliti, dan innovator perawat dapat menerapkan menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy pada gangguan Sistem Kardiovaskuler dengan efektif. b. Model Adaptasi Roy membantu perawat mengasah ketrampilan dalam melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif meliputi biopsikososio dan spritual untuk membantu pasien dalam mencapai proses adaptasi terhadap permasalahan kesehatan. c. Peran sebagai pendidik dapat dilakukan secara rutin dan masuk kedalam Model Adaptasi Roy untuk memfasilitasi pasien dan keluarga dalam membentuk koping secara kognator d. Peran peneilti yang dilakukan dengan menerapkan evidence based nursing practice pada pasien post operasi bedah jantung terbuka memberikan hasil yang bermanfaat dalam mengurangi nyeri pasien dan parameter fisiologi dan merupakan salah satu tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalam manajemen nyeri e. Peran Inovator dengan menyusun pedoman intervensi keperawatan Pelayanan praktek klinik konsultan keperawatan dan pelaksanaan praktek konsultasi keperawatan dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan di pelayanan keperawatan rawat jalan. 160 Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 161 6.2 Saran 6.2.1 Pelayanan dan Ilmu Keperawatan Hasil analisa praktik residensi sangat memberikan manfaat dalam pelayanan keperawatan oleh karena itu pelayanan dan ilmu keperawatan diharapkan: a. Menerapkan asuhan keperawatan dengan pendekatan Model Adaptasi Roy dengan gangguan kardiovaskuler di RSJPDHK dan menggunakan penerapan asuhan keperawatan berbasis pembuktian dalam praktek sehari-hari keperawatan b. Mengembangkan program sosialisasi berupa memberikan pelatihan perawatperawat dengan memperkenalkan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy dan berbasis pembuktian ilmiah c. Pedoman intervensi keperawatan yang disusun terus dilakukan pengembangan dengan ilmu-ilmu keperawatan yang ter-update dan senantiasa memberikan informasi kepada perawat akan ilmu tersebut melakukan tindakan keperawatan menggunakan penerapan yang berbasis pembuktian ilmiah serta meningkatkan kemampuan perawat untuk senantiasa melakukan inovasiinovasi keperawatan dalam rangka meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. 6.2.2 Pendidikan Keperawatan Hasil praktik keperawatan residensi keperawatan memberikan manfaat kepada pendidikan keperawatan sehingga pendidikan keperawatan diharapkan mampu : a. Menjadikan salah satu rujukan bahan ajar tentang asuhan keperawatan pasien gangguan sistem kardiovaskuler dengan pendekatan menggunakan Model Adaptasi Roy yang dapat diajarkan kepada mahasiswa yang didalamnya termasuk proses pemberian pendidikan kesehatan. b. Mengembangkan EBN dengan menjadikan salah satu mata kuliah yang memperdalam cara penerepan EBN c. Melatih mahasiswa dalam melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif dan mengaktifkan mahasiswa agar dapat berfikir kritis untuk Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 162 mengadakan pembaharuan di rumah sakit serta senantiasa menerapkan tindakan-tindakan keperawatan berbasis ilmiah. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 DAFTAR PUSTAKA Aaronson, P.I., & Ward, JPT. (2010). Sistem kardiovaskuler : At a glance. (Edisi Ketiga). (Surapsari, Alih Bahasa). Jakarta : EGC Ahyar. (2010). Konsep diri dan mekanisme koping diambil dari http://www.konsepdiridanmekanisme koping dalam aplikasi proses keperawatan htm. Albloushi, M. (2007). Coronary www.stjoesannarbor.org artery Alkaisi, A. (2012). Coronary artery www.intensivecare.hsnet.nsw.gov.au bypass bypass graft. graft. Diunduh dari Diunduh dari Allred, K. D., Byers, J. F., & Sole, M. L. (2010). The effect of music on postoperative pain and anxiety.Pain Management Nursing, 11, 15–25. Basha, A. (2008). Klasifikasi penyakit jantung koroner. http://www.pjnhk.go.id Berman, A., & Synder, S.J. (2012). Fundamental of nursing : Concepts, process, and practice (9th ed). New Jersey : Pearson Education Black, J.M., & Hawks, J.H. (2009). Medical surgical nursing : Clinical management for positive outcomes (8th ed). Philadelphia : Saunders Elsevier Bojar & Robert M. 2011. Manual of Perioperative Care in Adult Cardiac Surgery Fifth Edition. UK: Willey Blackwell Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., & Dochterman, J.M. (2008). Nursing interventions classification (NIC) (5th ed). St. Louis, Missouri : Mosby Elsevier Christensen, P. J., & Kenney, J. W. (2009). Proses keperawatan: aplikasi model konseptual. (Yuyun Yuningsih & Yasmin Asih, Penerjemah). Jakarta: EGC Corwin, E.J.2001.Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC Cunningham, D. A. (2002). Application of Roy’s adaptation model when caring for a group of women coping with menopause. Journal of Community Health Nursing, 19 (1), 49-60 Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Doenges, M., Moorhouse. M.F., & Geissler. A .C. (2010). Nursing care plans, guidelines for planning and documenting patient care. F. A. Philadelphia. Pennsylvania.USA Feriyawati, L. (2006). Coronary Artery Bypass Graft Menggunakan Arteri Mamari Gallagher, R., & McKinley, S. (2009). Anxiety, depression and perceived control in patients having coronary artery bypass. Journal of Advanced Nursing, 65 (11), 2386-2396 Hamm, C.W, et al. (2011). ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation. European Heart Journal (2011) 32, 2999–3054 Holderson, A. (2000). Cardiac surgery : respiratory weaning protocol. Diunduh di www.sh.isuhs.edu Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2010). Medical surgical nursing : Patientcentred collaborative care. (6th ed. Vol 2). St.Louis, Missouri : Sunders Elsevier Ji, Q, et al. (2012). Risk factors for ventilator dependency following coronary artery bypass grafting. International journal of medical science 2012 (9): 306-310 Jo A Voss., Marion Good., Bernice Yates., Mara M. Baun., Austin Thomson & Melody Hertzog (2004). Sedative music reduces anxiety and pain during chair rest after open heart surgery. Pain 112 (2004) 197-203 Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RIKESDA). (2007). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. 152 Lilly, L.S. (2009). Pathophysiology of heart disease : a collaborative project of medical students and family. Fourth Edition. Boston : Lippincott & Wilkins Lewis, S. L., Heitkemper, M. M., Dirksen, S. R., O’Brien, P. G., & Bucher, L. (2007). Medical surgical nursing: assessment and management of clinical problems. 7th edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier. Martin, C.G., & Turkelson, S.L. (2006). Nursing care of the patient undergoing coronary artery bypass grafting. Journal of cardiology nursing, Vol 21 No 2, pp 09-117 Masud, I.M. (2012). Dasar-dasar fisiologi kardiovaskuler. Jakarta : EGC Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Moorhead, S., Johnson, M., Maas, J.M., & Swanson, E. (2008). Nursing Outcome Clasification (NOC). (4th ed). USA : Mosby Elsevier Moser, D.K., & Riegel, B. (2008). Cardiac nursing : A companion braunwald’s heart disease. Philadelphia : Saunders Elsevier Mosterd, A., & Hoes, A, W (2007). Clinical epidemiology of heart failure. Heart 2007 September 93 (9) : 1137-1148 Mutaqqin Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Cardiovaskuler. Bandung: Alfabeta. NANDA. (2012). Nursing diagonsis definitions & classification 2012 – 2014. Oxford : Wiley Blackwell Olivera, M.P.B, et al. (2012). Risk factors for low cardiac output syndrome after coronary bypass grafting surgery. Rev Bras Cir Cardiovascular 2012;27(2):217 Orem, D.E. (2001). Nursing concepts of practice (6th ed). St. Louis, Missouri : Mosby Ozer Nadya., Zeynep Karaman., Sevban Arslan & Nezihat Gunes (2013). Effect of Music on Postoperative Pain and Physiologic Parameters of Patients after Open Heart Surgery. Pain management Nursing vol 14 No 1 (march) 2013: pp 20-28 Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005) Buku ajar fundamental keperawatan : Konsep, proses dan praktik (Edisi 4, Vol 1). (Yasmin, dkk, Alih Bahasa). Jakarta : EGC Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006) Buku ajar fundamental keperawatan : Konsep, proses dan praktik (Edisi 4, Vol 2). (Yasmin, dkk, Alih Bahasa). Jakarta : EGC Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit (Vol 2). (Peter Anugrah, Alih Bahasa). Jakarta : EGC Rowlingson, J.C. (2009). Acute pain management. Revisted anasthesiology, 88, 595603 Roy, S.C. (2009). The Roy Adaptation Model. (3rd ed). New Jersey : Pearson Education Roy, S.C., & Andrews, H.A. (1999). The Roy Adaptation Model. Canada : Appleton & Lange Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2010). Textbook of medical surgical nursing. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins Sudoyo, dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid III. Jakarta : Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Sue E. Sendelbach., Margo A. Halm., Karen A. Doran., Elaine Hogan Miller & Philippe Gaillard (2006). Effect of music therapy on physiological and psychological outcomes for patients undergoing cardiac surgery. Journal of Cardiovascular Nursing Vol 21, No 3, pp 194-200. Suliswati. (2005). Konsep Dasar Kesehatan Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Thow, M.K. (2006). Exercise Leadership in Cardiac Rehabilitation. England : JohnWiley & Sons Ltd Tomey, A. M., & Alligood, M. R. (2010). Nursing theory and their work. (6th ed). St. Louis , Missouri : Mosby Elsevier Twiss, E., Seaver, J., & McCaffrey, R. (2006). The effect of music listening on older adults undergoing cardiovascular surgery.Nursing in Critical Care, 11, 224– 231 Wang, H.L, & Keck, J.F,. (2004). Foot and Hand Massage As An Intervention For Postoperative Pain. Pain Management Nursing, Volume 5 No 2 Juni 2004 Woods, S.L., Froelicher, E.S.S., & Moltzer, S.A. (2000). Cardiac Nursing (4th ed).Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins Yahya, A.F. (2010). Menaklukkan Pembunuh No.1 : Mencegah dan mengatasi penyakit jantung koroner secara tepat dan cepat. Bandung : PT. Mizan Pustaka Yorke, J., Wallis, M., & McLean, B. (2004). Patients’ perceptions of pain management after cardiac surgery in an Australian critical care unit. Heart & Lung Vol 33 No. 1 Zimmerman, L., Nieveen, J., Barnason, S., & Schmaderer, M. (1996). The effects of music interventions on postoperative pain and sleep in coronary artery bypass graft (CABG) patients. Scholarly Inquiry for Nursing Practice, 10, 153–174. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Lampiran 1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN DENGAN PEDEKATAN TEORI ADAPTASI ROY FORMAT PENGKAJIAN Nama: ........................................................................ Umur: .....................tahun Jenis Kelamin: L P Pekerjaan : ................................................... Alamat : ........................................................ No. RM : ..................................................... Pendidikan: ..................................................................... Tgl. MRS: .......... ........................................ Tgl. Pengkajian: .......................................... Agama: ......................................................... Suku : .................. ........................................ Dx. Medis: ................................................... Informan: ..................................................... RIWAYAT KESEHATAN KeluhanUtama: ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………. ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………. ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………. Riwayat Kesehatan Sekarang: ………………………………..…………………………………………………………..……………………………… …………………………………………………………..………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………..………………………………………………………………………………………………………… Riwayat Kesehatan Dahulu : 1. Penyakit : Asma 2. Pola Hidup : Merokok 3. Faktor Resiko : Hipertensi 4. Riwayat Kesehatan Keluarga : Stroke Olahraga Diabetes melitus Hipertensi Gastritis Makanan berlemak Hiperkolesterolemia Diabetes meliatus Infeksi Stress Demam reumatik Penyakit jantung Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 1. MODE ADAPTASI FISIOLOGI A. OKSIGENASI I. PERILAKU 1. Ventilasi 2. 3. Respirasi Pertukaran Gas Ventilator : Mode : ........................ PEEP........... Normal : Frekuensi ..... x/menit, Sekret, Karakteristik : ………………. Sesak napas Krakles Retraksi dada Nafas cuping hidung AGD (tgl : ...........) pH : ................ HCO3 : ........... mEq/L 4. Transpor Gas 5. Pemeriksaaan Diagnostik a. EKG ( Tanggal) Irama nadi : reguler irreguler Penjalaran nyeri : Leher Sianosis Clubbing finger Riwayat sinkope/ pusing Normal ETT no ................ Batuk PaCO2 : ..........mmHg Saturasi O2: ......... % Anemis /pucat Bunyi jantung : wheezing PaO2 : ............. mmHg BE : ................ Nadi : .............. x/menit Nyeri dada rochi FiO2 ............. TD : ........... mmHg Lengan Kiri Akral : hangat dingin Punggung Distensi vena jugularis Abnormal, jelaskan …........................... Irama : ................. frekuensi : ......... x/menit Gel. P : ..................... PR interval : ........... Komplek QRS : ......................... ST Segment : ............................ Gel T......................... Axis : ......................... Interpretasi EKG :…………………………………………………. b. Radiologi Thorak (Tanggal) Kesan………….…………………………………………………………………………………………….. c. Echoardiografi (Tanggal) Kesan: ………………………………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………………………………………. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 d. Angiografi (Tanggal) Kesan: ………………………………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………………………………………. e. MSCT (Tanggal) Kesan: ………………………………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………………………………………. f. Treadmill (Tanggal) Kesan: ………………………………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………………………………………. g. Laboratorium (Tanggal) Hb:………………….... Ht: ……………..…….. Leukosit: …....……….. Trombosit: ………….. MCV: ……………….. Enzym Jantung : CK: …………..………. CKMB: ………………. Troponin T: …..……….. Troponin I: …………… MCH: ……………….. Gol Darah: ………….. II. STIMULUS Fokal: ………………………………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………………………………………. Kontekstual: …………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………. III. DIAGNOSA KEPERAWATAN Residual: ………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. Penurunan Curah Jantung Kerusakan Pertukaran Gas Gangguan Perfusi Jaringan Ketidak mampuan Nafas Spontan Bersihan jalan nafas Inefektif Pola Nafas Inefektif B. NUTRISI I. PERILAKU TB : .............. cm BB : ......... Kg Kebiasan Makan : ............ x/hari teratur / tidak teratur Lila : ......... cm LP : ...........cm Keluhan : ……………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Porsi makanan yang dihabiskan : ............................................... Jenis Diet: .................................. Pemakaian NGT : GDS : ........ mg/dl a. Laboratorium (Tanggal) ya / tidak Hb: ...........g/dl, Globulin : ........ mg/dl SGPT : .......... U/L, Billirbun direk : .............. mg/dl, II. STIMULUS protein total : .............mg/dl SGOT : .......... U/L, albumin : ..... mg/dl Bilirbun Total : ............. mg/dl As.urat : .......... mg/dl Fokal: ………………………………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………………………………………. Kontekstual: …………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………. Residual: ………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. III. DIAGNOSA KEPERAWATAN Kerusakan menelan ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan Ketidakseimbangan nutrisi /: kurang dari kebutuhan Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh C. ELEMINASI I. PERILAKU Kebiasan BAB : ........... x/hari Keluhan BAB : Diare Konstipasi Distensi Nnyeri tekan Keluhan BAK : Retensi Inkontensi Disuria Hematuria Pengunaan Obat : Laksaan : tidak / ya, Penggunaan diuretik : tidak / ya Persitaltik Usus : tidak ada / ada, ............x/menit Selang drainese : Kateter urine: ada / tidak Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 II. STIMULUS Fokal: ………………………………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………………………………………. Kontekstual: …………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………. Residual: ………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. III. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diare Konstipasi Inkontinesia bowel Perubahan eliminasi urine Retensi urine Iinkontinesis urine D. AKTIFITAS DAN ISTIRAHAT I. PERILAKU Kebiasan Tidur : Malam, ........ jam Kesulitan tidur : Tidak Penggunaan alat bantu : Siang, ........ jam Ya : Jelaskan……………………….. Tidak Keluhan : gerak terbatas gips Tidak Tidak Nyeri : Nyeri sendi Kelemahan : Parese Tingkat ketrgantungan aktifitas : Kruk/tongkat lainnya Ya, dimana: ............................................. Kelainan bentuk ektremitas : Nyeri otot traksi Ya dimana ...................................................... Paralisis Mandiri Kaku otot Lemah otot Bengkak sendi Amputasi, di ............................................. Partial Total Jenis aktifitas yang perlu di bantu : ...................................................................... Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 II. STIMULUS Fokal: ………………………………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………………………………………. Kontekstual: …………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………. Residual: ………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. III. DIAGNOSA KEPERAWATAN Hambatan mobilitas fisik Gangguan pola tidur Kelelahan Resiko disuse syndrome Risiko intoleransi aktivitas Intoleransi aktivitas Defisit perawat diri E. PROTEKSI I. PERILAKU a. Kulit Luka, karakteristik ............................................................................................... Inisial operasi, karakteristik ................................................................................ Drainese, karakterisktik ....................................................................................... Lainnya, ............................................................................................................... Rambut dan kuku : Bersih Suhu : ........... 0C kotor Leuksit : ............ /ml (tgl........................................) Membran Mukosa : Kering Respon Inflamasi : kemerahan Lembab panas tidak ada Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Alergi : II. STIMULUS tidak ada ada, jenis ..................................................................... Fokal: ………………………………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………………………………………. Kontekstual: …………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………. Residual: ………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. III. DIAGNOSA KEPERAWATAN Kerusakan integritas kulit Hipertermi Resiko Trauma Resiko infeksi Risiko cidera Hipotermi Iinfektif termoregulasi F. SENSASI I. II. Penglihatan : TAK Kacamata/lensa kontak Pendengaran : TAK Alat bantu dengar Katarak Glaukoma Buta : ka/ki PERILAKU STIMULUS Tuli total, ka/ki Tuli parsial, ka/ki Fokal: ………………………………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………………………………………. Kontekstual: …………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………. Residual: ………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. III. DIAGNOSA KEPERAWATAN G. CAIRAN DAN ELEKTROLIT I. PERILAKU Perubahan presepsi sensori visual Minum : ............... cc/hari, jenis : .................. Perubahan presepsi sensori auditori infus : Tidak / Ya, jenis : 1) ........................., .........tts/mnt Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Turgor Kulit : Mukosa Mulut : Elastis Kering mata cekung : Tidak / Ya Tidak elastis Lembab Pengisian kapiler : ............ detik Edema : Tidak / Ya, asites : Tidak / Ya JVP : ................ cmH2O Lingkar perut : ............... cm Output : urine ................... cc, muntah : ............... cc, darah : .............. cc Hasil lab (tgl ...............) : Ht .........., Ur ........ mg/dl, Kr....... mg/dl, Na ....... mEq/L, K ....... mEq/L, CI.... mEq/L Mg ........... mEg/L, Cl : .................. mEq/L, Ca : ........................ mEq/L II. STIMULASI Fokal: ………………………………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………………………………………. Kontekstual: …………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………. Residual: ………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. III.DIAGNOSA KEPERAWATAN Kelebihan volume cair Defisit volume cairan Resiko defisit volume cairan Perubahan perfusi jaringan (renal, serebral, kardiopulmonal, gastrointestinal, perifer) H. NEUROLOGI I. PERILAKU Kesadaran : E.... M..... V........ Status Mental : Kompos mentis Letargi Disorientasi Gelisah Terorianteasi Ukuran / Reaksi Pupil : Kanan : ............ mm II. STIMULUS Stupor Halusinasi Koma Kehilangan memori Kiri : ............ mm Fokal: ………………………………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………………………………………. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Kontekstual: …………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………. Residual: ………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. III. DIAGNOSA KEPERAWATAN I.ENDOKRIN I. PERILAKU II. STIMULUS Perubahan perfusi serebral Confuse Riwayat DM : Tidak / Ya, sejak kapan ................ Gangguan memori pembengkakan kelenjar : Tidak / Ya dimana ............... Fokal: ………………………………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………………………………………. Kontekstual: …………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………. Residual: ………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. III.DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. PERILAKU 2. STIMULUS Keterlambatan tumbuh kembang Risiko pertumbuhan disproporsional 2. MODE KONSEP DIRI Sensasi tubuh : .................................................................................................................................................................................................................. Citra Tubuh : ............................................................................................................................................................ ...................................................... Konsistensi diri : ...................................................................................................................................................................................... ............................ Ideal Diri : ................................................................................................................................................................................................................. Moral Etik – Spritual Diri : ..................................................................................................................................................................... Fokal: ………………………………………………………………………………………………………………………………….. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 …………………………………………………………………………………………………………………. Kontekstual: …………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………. Residual: ………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. 3. DIAGNOSA KEPERAWATAN Kecemasan Keputusasaan Spiritual distres Ketakutan Resiko merusak diri Koping tidak efektif Harga diri rendah Isolasi diri 3. MODE FUNGSI PERAN 1. PERILAKU Peran primer: ............................................................................................................... .............. .................................................................. Peran sekunder: ............................................................................................................................................................. ............................... Peran tertier: ..................................................................... ...................................................................................................... ..................... Pengharapan keluarga/orang terdekat: ............................................................................... ......................................................................... Pendapat bapak/ibu tentang pengharapan orang lain? .......................................................................... ...................................................... Harapan terhadap diri sendiri: …………………………………………………………………………………………………………….. 2. STIMULUS Fokal: ………………………………………………………………………………………………………………………..……………. Kontekstual: ……………………………………………………………………………………………………………………………………………. Residual: …………………………………………………………………………………………………………………………………. 3. DIAGNOSA KEPERAWATAN Perubahan penampilan peran Inefektif manajemen regimen terapi Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 4. 1. PERILAKU 2. STIMULUS MODE INTERDEPENDENSI Anggota keluarga: ............................................................................................................................................................. ........................ Orang yang paling dekat: ........................................................... alasan: ....................................................................................... .......... Selain keluarga, sosialisasi dengan ................................................................ .......................................................................................... Respon non verbal saat berinteraksi dengan orang lain: .......................................................................................................... ............... Observasi perilaku memelihara kasih sayang, perhatian, bantuan: ................................................... ...................................................... Fokal: ………………………………………………………………………………………………………………………..……………. Kontekstual: ……………………………………………………………………………………………………………………………………………. Residual: …………………………………………………………………………………………………………………………………. 3. DIAGNOSA KEPERAWATAN Hari/tanggal Isolasi sosial Resiko merusak diri / orang lain Resiko kesendirian Koping defensif Nama Perawat ( Tanda Tangan ) ( ) Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Lampiran 2 INTERVENSI KEPERAWATAN BERDASARKAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY No Mode Perilaku Stimulus Diagnosa Keperawatan NIC NOC Implementasi Lampiran 5 Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Lembar Observasi EBNP Terapi Musik Kelompok Hari 1 dan 2 Pasien Post Operasi Sesi 1 Intervensi Nyeri SBP DBP Sesi 2 HR RR Sat O2 Nyeri SBP DBP HR Sesi 3 RR Sat O2 Nyeri SBP DBP HR RR Sebelum Terapi Sat O2 Musik Sesudah Terapi Musik Kelompok Hari 1 dan 2 Pasien Post Operasi Sesi 1 Kontrol Nyeri SBP DBP Sesi 2 HR RR Sat O2 Nyeri SBP DBP HR Sesi 3 RR Sebelum Observasi Sat O2 Nyeri SBP DBP HR RR Sat O2 Sesudah Observasi Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Lampiran 6 SKALA NYERI 1 Tidak nyeri 2 3 4 5 6 7 Nyeri Sedang 8 9 10 Nyeri Berat Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Lampiran 3 CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY Nama Pasien Umur Diagnosa No MR Tanggal/Jam : : : : Diagnosa Implementasi Evaluasi Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Tanda Tangan Lampiran 4 Lembar Observasi EBNP Terapi Musik FORMAT DATA DEMOGRAFI A. IDENTITAS 1. Identitas pasien a. Nama : b. TTL : c. Jenis Kelamin : d. Status Perkawinan : e. No. RM : f. Pendidikan : g. Diagnosa Medis : h. Tindakan Operasi : i. Tanggal Operasi : j. Daerah Luka operasi : : Daerah sternum Tungkai kaki Lengan bawah k. Alat invasif yang terpasang : CVP Arteri Line Swan Ganz IV Line IABP Drain Thorak l. Daerah Nyeri yang paling dirasakan : Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Lampiran 7 PROSEDUR TERAPI MUSIK 1. Responden dijelaskan tentang terapi musik 2. Terapi music dilakukan selama 30menit dalam keadaan pasien tenang, dimulai dari hari pertama dan kedua pasien dirawat di ruang IWB (hari pertama – ketiga post operasi) pada 1 – 4 jam setelah pasien diberi analgetik sesuai criteria. 3. Pelaksanaan: a. Sebelum memulai tindakan: Perawat mencuci tangan Perawat mendekati tempat tidur pasien, memperkenalkan diri dan menjelaskan tentang tindakan serta tujuan dan kegunaannya Minta persetujuan kepada pasien Kaji data demografi pasien Kaji dan catat waktu pemberian analgetik, obat narkotik lain dan prosedur pembedahan CABG (berapa jumlah graft) dan katup jantung. b. Pelaksanaan Perawat mencuci tangan Perawat mengatur posisi pasien semi fowler Perawat melakukan pengukuran irama jantung (heart rate/HR) tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, frekwensi nafas dan saturasi oksigen (bedside monitor) Perawat mereview tentang skala nyeri dengan menggunakan numerical rating scale (NRS) sebelum mulai pengumpulan data Perawat menanyakan pasien apakah pernah menggunakan terapi musik pada kondisi lain. Pada saat akan memulai setiap sesi, pasien ditanyakan skala nyeri yang dirasakan mulai dari nilai 0 sampai 10 Apabila pada saat memberikan terapi musik, perawat menawarkan kepada pasien bebas memilih musik yang ingin didengar dari koleksi musik yang ada di dalam MP3 player. Perawat membantu pasien dalam mengaktifkan MP3 player dan menjelaskan cara penggunaan MP3 player. Perawat mengaktifkan waktu selama 30 menit Selama 30 menit, pasien dimonitor perubahan parameter fisiologi yang terlihat di bedside monitor. Setelah 30 menit mendengarkan musik, dilakukan pengkajian skala nyeri (0-10) yang dirasakan oleh pasien dan parameter fisiologi Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 (tekanan darah sistolik dan diastolik, frekwensi nadi dan nafas, saturasi oksigen) yang terdapat pada bedside monitor. Perawat melepaskan MP3 player dan earphone yang digunakan selama terapi musik Perawat mengatur posisi yang nyaman bagi pasien Perawat mendokumentasikan respon nyeri dan parameter fisiologi (tekanan darah sistolik dan diastolik, frekwensi nadi dan nafas, saturasi oksigen) . c. Setelah pelaksanaan Jelaskan pada pasien bahwa tindakan selesai dilakukan Membantu klien mengambil posisi nyaman setelah latihan Perawat mencuci tangan Prosedur selesai. Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Lampiran 9 RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS GANGGUAN KARDIOVASKULER DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY No Gambaran Kasus Pengkajian Perilaku dan Stimulus Tujuan , Intervensi, dan Implementasi Keperawatan Evaluasi 1 Nama pasien : Tn S, 46 tahun Diagnosa Medis : UAP dd STEMI TIMI 2/7 Tanggal Masuk RS : 27 September 2013 Tanggal Pengkajian : 28 September2013 Ruang Perawatan : GP Riwayat Penyakit : Pasien masuk dengan keluhan nyeri dada sejak 3 jam yang lalu sebelum masuk RS nyeri dirasakan seperti tertimpa beban berat dengan skala 7/10, durasi > 30 menit, hilang timbul dan tidak menjalar. Pengkajian Perilaku : Oksigenasi dan Sirkulasi : Pasien mengatakan “dada masih terasa berat , skala nyeri 2/10”, pasien juga mengatakan. Pemeriksaan fisik didapatkan bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur dan gallop (-), bunyi nafas ronkhi +/+ basah dan halus, whezing -/-. HR : 74 x/mnt, TD 112/68, EKG : SR, Q wave II, III, aVF, ST depresi V3-V6. Rontgen : CTR 56%, Segmen aorta dilatasi, segmen PO normal, pinggang jantung (+), apex downward, kongestif (-), infiltrat (-). Lab : CKMB 39, Trop T 1.06, LDL 165 mg/dl, As. Ur 5.2 mg/dl. Nutrisi : pasien mengatakan “nafsu makan turun”. BB = 65 Kg, TB 161 cm, diet yang diberikan tidak habis , GDS 125 gr/dl. Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “dadanya masih terasa berat”, pasien masih dianjurkan untuk bedrest dengan aktifitas minimal. Pasien terlihat masih banyak berbaring di tempat tidur. pasien mengatakan cepat cape kalu berjalan. Konsep Diri :pasien mengatakan “ baru pertama kali kena penyakit jantung, takut kalau penyakitnya mengganggu pekerjaan “, pasien banyak bertanya tentang penyakit yang diderita. Diagnosa Keperawatan 1) Nyeri 2) Resiko penurunan curah jantung 3) Resiko gangguan pemenuhan nutrisi 4) Intoleransi aktivitas 5) Kecemasan Tujuan : 1.Nyeri berkurang 2. Perfusi Jaringan : Jantung 3. Pompa Jantung Efektif 4. Status Nutrisi : Intake Nutrisi 5. Aktivitas Toleran 6. Kontrol Cemas 7. Pengetahuan : Manajemen Penyakit Jantung Intervensi dan Implementasi Keperawatan : 1) Manajemen Nyeri 2) Perawatan Jantung : Akut 3) Manajemen Mual 4) Manajemen Energi 5) Peningkatan Latihan 6) Pengurangan Cemas 7) Pendidikan Kesehatan 8) Manajemen Obat-obatan : Aspilet 1 x 80 mg, Bisoprolol 1 x 12,5 mg, Lovenox2 x 0.6 cc, mg, Plaviks 1 x 75 mg, Simvastatin 1 x 20 mg, Lasix 1 x 40 mg, Laxadine 1 x 1 ch, Captopril 3 x 6.25 mg, Diazepam 1 x 5 mg, O2 3 lpm, Diet DJ 1800Kkal. Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam pasien dapat beradaptasi secara integrasi terhadap nyeri, resiko penurunan curah jantung, gangguan pemenuhan nutrisi, aktivitas, dan terjadi penurunan kecemasan selanjutnya menjalani perawatan di rumah. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan miokard. Stimulus konstektual : adanya faktor resiko DM (+) yang lalu, dispilidemia (+), merokok (+) selama 15 tahun Stimulus residual : jarang olahraga, tuntutan pekerjaan yang tinggi 2 Nama pasien : Tn AR, 69 tahun Diagnosa Medis : Akut STEMI anterior omset 10 jam TIMI 9/14 Tanggal Masuk RS : 30 April 2014 Tanggal Pengkajian : 30 April 2014 Ruang Perawatan : IGD Riwayat penyakit : nyeri dada sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri dada seperti ditusuk-tusuk, tidak menjalar, timbul saat istirahat, , keringat dingin, mual. Pengkajian Perilaku : Oksigenasi dan Sirkulasi : Nyeri dada pasien masih terasa dengan skala nyeri 7/10. Pemeriksaan fisik didapatkan bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur dan gallop (-), bunyi nafas ronkhi -/-, whezing +/+, JVP 5+2cmH2O. EKG : ST, QRS 98 x/mnt, QRS LAD, P wave normal, PR int 0,72”, QR 0,06”, ST elevasi V1V4. CTR 51%, Segmen aorta dilatasi, segmen PO normal, pinggang jantung (+), apex downward, kongestif (-), infiltrat (-). Lab : CKMB 68, Trop T 0,10. Nutrisi : pasien dipuasakan untuk persiapan Early PCI BB = 58 Kg, TB 155 cm, GDS 120 gr/dl. Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “lemas , cape dan sesak nafas” Konsep Diri : pasien mengatakan “ cemas karena harus dipasang cincin dan dirawat”. Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan miokard. Stimulus konstektual : hipertensi lama, merokok jantung. Stimulus residual : makan makanan yang berlemak, jarang kontrol penyakit Diagnosa Keperawatan 1.Nyeri 2.Resiko penurunan curah jantung 3. Intoleransi aktivitas 4.Kecemasan Tujuan : 1. Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan : Jantung 3. Pompa Jantung Efektiif 4. Aktivitas Toleransi 5. Kontrol Cemas 6. Pengetahuan : Manajemen Penyakit Jantung Intervensi dan Implementasi Keperawatan : 1.Manajemen Nyeri 2. Perawatan Jantung : Akut 3. Manajemen Nyeri 4. Peningkatan Aktivitas 5. Pengurangan Cemas 6. Pendidikan Kesehatan 7. Manajemen Obat-obatan : Loading Aspilet 1 x 160 mg, Plavix 1x300mg ISDN 3 x 5, Atorstatin 1 x 20 mg, Aprazolam 1 x 0,5mg, Captopril 3x6.25 O2 5 lpm, Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam pasien dapat beradaptasi secara integrasi terhadap nyeri, resiko penurunan curah jantung, dan kecemasan. Pasien dilakukan tindakan Early PCI. Pindah rawatan ke ruang perawatan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 3 Tanggal Masuk RS : 1 Mei 2014 Tanggal Pengkajian : 1 Mei 2014 Ruang Perawatan : IGD Nama pasien : Tn HA, 73 tahun Diagnosa Medis : Akut STEMI anterolateral omset 11 jam TIMI 7/14 Riwayat penyakit : nyeri dada sejak 11 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri dada seperti ditusuk-tusuk, menjalar ke lengan kiri, timbul saat istirahat, , keringat dingin, mual, sesak nafas. 4 Nama pasien : Tn. S, 55 tahun Diagnosa Medis : Akut STEMI Inferior Reinfark Tanggal Masuk RS : 12 Desember 2013 Tanggal Pengkajian : 12 Desember 2013 Pengkajian Perilaku : Oksigenasi dan Sirkulasi : Nyeri dada pasien masih terasa dengan skala nyeri 8/10. Pemeriksaan fisik didapatkan bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur dan gallop (-), bunyi nafas ronkhi -/-, whezing +/+, JVP 5+2cmH2O. EKG : ST, QRS 98 x/mnt, QRS LAD, P wave normal, PR int 0,72”, QR 0,06”, ST elevasi I, aVL, V1-V6. CTR 59%, Segmen aorta dilatasi, segmen PO normal, pinggang jantung (+), apex downward, kongestif (-), infiltrat (-). Lab : CKMB 87, Trop T 0,08. Nutrisi : pasien dipuasakan untuk persiapan Early PCI BB = 73Kg, TB 173 cm, GDS 145 gr/dl. Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “ sesak nafas, letih dan pusing” Konsep Diri : pasien mengatakan “ cemas karena akan dilakukan pemasanagn cincin dan dirawat”. Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan miokard. Stimulus konstektual : hipertensi lama, merokok, dislipidemia jantung. Stimulus residual : makan makanan yang berlemak, jarang kontrol penyakit Diagnosa Keperawatan 1.Nyeri 2.Resiko penurunan curah jantung 3. Intoleransi aktivitas 4.Kecemasan Tujuan : 1. Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan : Jantung 3. Pompa Jantung Efektiif 4. Aktivitas Toleransi 5. Kontrol Cemas 6. Pengetahuan : Manajemen Penyakit Jantung Intervensi dan Implementasi Keperawatan : 1.Manajemen Nyeri 2. Perawatan Jantung : Akut 3. Manajemen Nyeri 4. Peningkatan Aktivitas 5. Pengurangan Cemas 6. Pendidikan Kesehatan 7. Manajemen Obat-obatan : Loading Aspilet 1 x 160 mg, Plavix 1x300mg ISDN 3 x 5, Atorstatin 1 x 20 mg, Aprazolam 1 x 0,5mg, Captopril 3x6.25 O2 5 lpm, Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam pasien dapat beradaptasi secara integrasi terhadap nyeri, resiko penurunan curah jantung, dan kecemasan. Pasien dilakukan tindakan Early PCI. Pindah rawatan ke ruang perawatan Pengkajian Perilaku : Oksigenasi dan Sirkulasi : dada terasa berat Nyeri dada dengan skala 3. Pemeriksaan fisik didapatkan bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur dan gallop (-), bunyi nafas ronkhi -/-, whezing +/+, JVP 5+2cmH2O. EKG : ST, QRS 98 x/mnt, QRS LAD, P wave normal, PR int Diagnosa Keperawatan 1.Nyeri 2.Resiko penurunan curah jantung 3. Intoleransi aktivitas 4.Kecemasan Tujuan : 1. Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan : Jantung 3. Pompa Jantung Efektiif 4. Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 x 5 jam pasien dapat beradaptasi secara integrasi terhadap nyeri, resiko penurunan curah jantung, dan kecemasan. Pindah rawatan ke ruang Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 5 Ruang Perawatan : IGD Riwayat penyakit : Dada terasa berat, menyesak, sesak nafas, keringat dingin sejak 30 menit seblm masuk RS, nyeri sudah dirasakan sjak 8 jam seblum masuk RS. Riwayat nyeri dada terakhir bulan November 2013. Herediter(+), Hipertensi (+) 0,72”, QR 0,06”, ST elevasi II, III, aVF. CTR 54%, Segmen aorta dilatasi, segmen PO normal, pinggang jantung (+), apex downward, kongestif (-), infiltrat (-). Lab : CKMB 47, Trop T 0,07. TD 184/96, HR 98x/I, RR 24x/I, SpO2 100%. Nutrisi : pasien tidak menghabiskan diit yang diberikan, BB = 62Kg, TB 163 cm, GDS 120gr/dl. Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “ sesak nafas, letih dan pusing” Konsep Diri : pasien mengatakan “ cemas harus dirawat karena baru satu bulan yang lalu keluar dari rawatan RS”. Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan miokard. Stimulus konstektual : hipertensi lama, merokok, dislipidemia jantung. Stimulus residual : makan makanan yang berlemak, jarang kontrol penyakit, aktifitas kurang Aktivitas Toleransi 5. Kontrol Cemas 6. Pengetahuan : Manajemen Penyakit Jantung Intervensi dan Implementasi Keperawatan : 1.Manajemen Nyeri 2. Perawatan Jantung : Akut 3. Manajemen Nyeri 4. Peningkatan Aktivitas 5. Pengurangan Cemas 6. Pendidikan Kesehatan 7. Manajemen Obat-obatan : Manajemen Obat-obatan: Aspilet 80 mg, lovenox 1 x 0,6 mg, plaviks 75mg, Simvastatin 1 x 20 mg, Lasix 1 x 20 mg, Laxadine 1 x 1 ch, Ramipril 1 x 2.5 mg, Diazepam 1 x 5 mg, Spironolactone 1 x 25 mg, O2 5 lpm, perawatan ICVCU Nama pasien : Tn. AS 54 tahun Diagnosa Medis : Akut STEMI Tanggal Masuk RS : 7 Mei 2014 Tanggal Pengkajian : 7 Mei 2014 Ruang Perawatan : IGD Riwayat penyakit : Dada terasa sakit menusuk dan berat menjalar ke lengan kiri dan punggung, menyesak, sesak nafas, keringat dingin sejak 2 Pengkajian Perilaku : Oksigenasi dan Sirkulasi : dada terasa berat Nyeri dada dengan skala 7, nyeri ini baru pertama dirasakan pasien, sesak nafas, bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur dan gallop (), bunyi nafas ronkhi -/-, whezing -/-. TD 136/79 mmHg, RR 24 x/mnt, HR 75x/mnt. EKG : SR, QRS rate 55x/mnt, axis normal, P wave normal, P int normal, QRS normal, ST elevasi V1-V4, Q V2- V4. Lab : CKMB 26, Hs Trop T 73. Diagnosa Keperawatan 1.Nyeri 2.Resiko penurunan curah jantung 3. Intoleransi aktivitas 4.Kecemasan Tujuan : 1. Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan : Jantung 3. Pompa Jantung Efektiif 4. Aktivitas Toleransi 5. Kontrol Cemas 6. Pengetahuan : Manajemen Penyakit Jantung Intervensi dan Implementasi Keperawatan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 x 5 jam pasien dapat beradaptasi secara integrasi terhadap nyeri, resiko penurunan curah jantung, dan kecemasan. Pasien menolak dilakukan PCI, dilakukan rawatan ke ruang perawatan ICVCU Nutrisi : pasien puasa , disiapkan untuk PCI, BB Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 6 jam Herediter(+), Hipertensi (+) = 66Kg, TB 168 cm, GDS 130gr/dl. Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “ sesak nafas, letih dan pusing” Konsep Diri : pasien mengatakan “cemas, dan tidak ingin dilakukan tindakan PCI”. Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan miokard. Stimulus konstektual : hipertensi lama, merokok, dislipidemia jantung. Stimulus residual : makan makanan yang berlemak, aktifitas kurang Nama pasien : Ny. J 46 tahun Diagnosa Medis : Akut NSTEMI + ADHF Tanggal Masuk RS : 2 Mei 2014 Tanggal Pengkajian : 2 Mei 2014 Ruang Perawatan : IGD Riwayat penyakit : Dada terasa berat , nyeri ulu hati menjalar k eke belakang punggung. sesak nafas, Herediter(+), Hipertensi (+) Pengkajian Perilaku : Oksigenasi dan Sirkulasi : dada terasa berat , sesak nafas, bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur dan gallop (-), bunyi nafas ronkhi -/-, whezing -/-. TD 166/89 mmHg, RR 25 x/mnt, HR 65x/mnt. EKG : SR, QRS rate 60x/mnt, axis normal, P wave normal, P int normal, QRS normal, T inverse II,III, aVL Nutrisi : pasien tidak menghabiskan diet yang diberikan, merasa perut sebah dan kembung. BB 56Kg, TB 157 cm, GDS 120gr/dl. Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “ sesak nafas, letih dan pusing” Konsep Diri : pasien mengatakan “cemas, dan dan minta dirawat jalan”. Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan miokard. Stimulus konstektual : hipertensi, dislipidemia Stimulus residual : makan makanan yang berlemak, aktifitas kurang 1.Manajemen Nyeri 2. Perawatan Jantung : Akut 3. Manajemen Nyeri 4. Peningkatan Aktivitas 5. Pengurangan Cemas 6. Pendidikan Kesehatan 7. Manajemen Obat-obatan : Loading Aspilet 180mg, Plavix 300mg, nitrat 5 mg. terapi lanjut diruangan: Aspilet 80 mg, lovenox 1 x 0,6 mg, plaviks 75mg, Simvastatin 1 x 20 mg, Lasix 1 x 20 mg, Laxadine 1 x 1 ch, Ramipril 1 x 2.5 mg, Diazepam 1 x 5 mg, Spironolactone 1 x 25 mg, O2 5 lpm Diagnosa Keperawatan 1.Nyeri 2.Resiko penurunan curah jantung 3. Intoleransi aktivitas 4.Kecemasan Tujuan : 1. Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan : Jantung 3. Pompa Jantung Efektiif 4. Aktivitas Toleransi 5. Kontrol Cemas 6. Pengetahuan : Manajemen Penyakit Jantung Intervensi dan Implementasi Keperawatan : 1.Manajemen Nyeri 2. Perawatan Jantung : Akut 3. Manajemen Nyeri 4. Peningkatan Aktivitas 5. Pengurangan Cemas 6. Pendidikan Kesehatan 7. Manajemen Obat-obatan : Aspilet 1 x 80 mg, Plavix 1 x 75 mg, ISDN 3 x 5mg, Diazepam 1 x 5 mg, Lasix 1 x 2tab, Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 x 4 jam pasien dapat beradaptasi secara integrasi terhadap nyeri, resiko penurunan curah jantung, dan kecemasan. Pasien pulang. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 7 Nama pasien : Tn. SAA 58 tahun Diagnosa Medis : Acute Anterior STEMI Tanggal Masuk RS : 2 Mei 2014 Tanggal Pengkajian : 2 Mei 2014 Ruang Perawatan : IGD Riwayat penyakit : Nyeri dada timbul 1 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri dada muncul saat pasien sedang makan siang, terasa panas dalam dada, tidak dapat dilokalisir, keringat dingin, mual-mual, tidak muntah. Pengkajian Perilaku Oksigenasi dan Sirkulasi : keluhan pasien nyeri dada dengan skala nyeri 6/10. Tidak sesak nafas, bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur dan gallop (-), bunyi nafas ronkhi -/-, whezing -/-. TD 126/85 mmHg, RR 23 x/mnt, HR 55x/mnt. EKG : SR, QRS rate 55x/mnt, axis normal, P wave normal, P int normal, QRS normal, ST elevasi V1-V4, Q V2- V4. Lab : CKMB 17, Hs Trop T 11. Konsep Diri : pasien mengatakan “ saya takut dan cemas dengan penyakit jantung yang diderita”. Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan miokard. Stimulus konstektual : adanya faktor resiko DM (+) dispilidemia (+), merokok (+), herediter (+). Stimulus residual : masih merokok sekalisekali. Diagnosa Keperawatan: 1.Nyeri 2. Resiko penurunan curah jantung 3. Kecemasan Tujuan : 1.Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan : Jantung 3.Pompa Jantung Efektif 4. Kontrol Cemas 5. Pengetahuan : Manajemen Penyakit jantung. Intervensi dan Implementasi Keperawatan : 1. Manajemen Nyeri 2.Perawatan Jantung : akut 3. Pengurangan Nyeri 4.Pendidikan Kesehatan 5.Manajemen Obat-obatan : Simvastatin 1 x 20 mg, Diazepam 1 x 5 mg, ISDN 3 x 5 mg, Laxadine 2 x 1 cth, Lovenox 2x0.6cc, aspilet 1x80mg, Plavix 1x75mg Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 jam pasien beradaptasi secara kompromi dengan masalah keperawatan, pasien di bawa dirawat di ruang ICVCU. 8 Nama pasien : Tn. P 56 tahun Diagnosa Medis : Acute Anterior Extensive STEMI late onset TIMI 7/14 Killip III dg IVS Rupture, ALO berulang, DM Type II Tanggal Masuk RS : 7 Maret 2014 Tanggal Pengkajian : 7 Maret 2014 Ruang Perawatan : ICVCU Riwayat penyakit : Pasien rujukan RS Tarakan dengan keluhan Nyeri dada timbul 20 Pengkajian Perilaku Oksigenasi dan Sirkulasi : keluhan pasien nyeri dada dengan skala nyeri 9/10. sesak nafas, bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur dan gallop (-), bunyi nafas ronkhi +/+, whezing +/+. TD 89/54 mmHg, RR 40 x/mnt, HR 129x/mnt. Terpasang ventilator. EKG : ST, QRS rate 120x/mnt, axis RAD, P wave normal, P int normal, QRS normal, ST elevasi V2-V5. EF 35% Nutrisi : puasa 1. Konsep Diri : pasien mengatakan “ saya takut dan cemas dengan penyakit jantung yang diderita”. Diagnosa Keperawatan: 1.Nyeri 2. Resiko penurunan curah jantung 3. Kecemasan 4. Gangguan nutrisi 5. Kurang pengetahuan 6. Infeksi Tujuan : 1.Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan : Jantung 3.Pompa Jantung Efektif 4. Kontrol Cemas 5. Pengetahuan : Manajemen Penyakit jantung. Intervensi dan Implementasi Keperawatan : 1. Manajemen Nyeri 2.Perawatan Jantung : akut 3. Pengurangan Nyeri 4.Pendidikan Kesehatan 5.Manajemen Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 5x24 jam pasien beradaptasi secara kompromi dengan masalah keperawatan, pasien dilakukan operasi pasien dipindahkan ke OK dan Rawat lanjut ICU. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri makin berat, tibatiba nyeri dada terasa sangat berat >30 menit, keringat dingin, mual -, muntah - Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan miokard. Stimulus konstektual : adanya faktor resiko DM (+) dispilidemia (+), merokok (+), herediter (+). Stimulus residual : aktif merokok. Obat-obatan : Dobutamin 10iu/KgBB/I, Vascon 0.05 iu/mg, Lasix 20mg, aspilet 1x80, CPG 1x75mg, ISDN 3x5 mg, Captopril 3x12.5mg, Aspar K 3x1, Meropenem 3x1, Digoxin 1x1/2 tablet 9 Nama pasien : Tn. AMJ 65 tahun Diagnosa Medis : STEMI inferior akut onset 2 jam TIMI 6/14 Killip II tanpa revaskularisasi Tanggal Masuk RS : 10 Maret 2014 Tanggal Pengkajian : 10 Maret 2014 Ruang Perawatan : ICVCU Riwayat penyakit : Nyeri dada timbul 2 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri makin berat, tembus punggung, keringat dingin, mual +, muntah -, sesak nafas, pernah PCI thn 2005 Pengkajian Perilaku : Oksigenasi dan Sirkulasi : dada terasa berat Nyeri dada dengan skala 7, sesak nafas, bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur dan gallop (), bunyi nafas ronkhi -/-, whezing -/-. TD 136/79 mmHg, RR 24 x/mnt, HR 75x/mnt. EKG : SR, QRS rate 55x/mnt, axis normal, P wave normal, P int normal, QRS normal, ST elevasi III, V1, ST depresi I, II, aVF, V3-V6. Lab : CKMB 26, Hs Trop T 73. Nutrisi : Nafsu makan menurun, Diit TC 1800cc/24 jam BB = 66Kg, TB 168 cm, GDS 2180gr/dl. Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “ sesak nafas, letih dan pusing” Konsep Diri : pasien mengatakan “cemas, dan tidak ingin dilakukan tindakan PCI kembali”. Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan miokard. Stimulus konstektual : hipertensi lama, merokok, dislipidemia jantung. Stimulus residual : makan makanan yang berlemak, aktifitas kurang Diagnosa Keperawatan: 1.Nyeri 2. Resiko penurunan curah jantung 3. Kecemasan 4. Gangguan nutrisi 5. Kurang pengetahuan Tujuan : 1.Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan : Jantung 3.Pompa Jantung Efektif 4. Kontrol Cemas 5. Pengetahuan : Manajemen Penyakit jantung. Intervensi dan Implementasi Keperawatan : 1. Manajemen Nyeri 2.Perawatan Jantung : akut 3. Pengurangan Nyeri 4.Pendidikan Kesehatan 5.Manajemen Obat-obatan : NTG 5 iu/I, RI 1iu/jam, NaCl 0.9% +KCl 12.5 meq (1 kolf/24 jam). Ascardia 1x80, plavix 1x75mg, simvastatin 1x20mg, Laxadin 1 x CI, Diazepam 1x5mg, ISDN 3x10 mg, Amlodipin 1x5mg, LOvenox 2x0.6 cc, Allupurinol 1x100mg Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien beradaptasi secara kompromi dengan masalah keperawatan, pasien dilakukan COR angigrafi dinyatakan tidak perlu pasang sten dan pindah rawat ke GP. 10 Nama pasien : Tn. A 47 tahun Pengkajian Perilaku :Oksigenasi dan Diagnosa Keperawatan: Setelah diberikan tindakan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 11 Diagnosa Medis : Recent MI anterior EF 20Tanggal Masuk RS : 11 Maret 2014 Tanggal Pengkajian : 12 Maret 2014 Ruang Perawatan : ICVCU Riwayat penyakit : Nyeri dada timbul 2 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak nafas, keringat dingin, dada terasa berat Sirkulasi : dada terasa berat Nyeri dada dengan skala 4, sesak nafas, bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur dan gallop (-), bunyi nafas ronkhi -/-, whezing -/-. TD 136/79 mmHg, RR 24 x/mnt, HR 75x/mnt. EKG : ST, QRS rate 55x/mnt, axis normal, P wave normal, P int normal, QRS normal, ST elevasi aVL, V2-V5 , ST depresi I, II, aVF, V3-V6. Nutrisi : Nafsu makan menurun, BB = 66Kg, TB 168 cm, GDS 130gr/dl. Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “ sesak nafas, letih dan pusing” Cairan dan elektrolit: terpasang Dower catheter Konsep Diri : pasien mengatakan “cemas akan kondisi penyakitnya”. Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan miokard. Stimulus konstektual : hipertensi lama, merokok, dislipidemia jantung. Stimulus residual : makan makanan yang berlemak, aktifitas kurang 1.Nyeri 2. Resiko penurunan curah jantung 3. Kecemasan 4. Gangguan nutrisi 5. Kurang pengetahuan Tujuan : 1.Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan : Jantung 3.Pompa Jantung Efektif 4. Kontrol Cemas 5. Pengetahuan : Manajemen Penyakit jantung. Intervensi dan Implementasi Keperawatan : 1. Manajemen Nyeri 2.Perawatan Jantung : akut 3. Pengurangan Nyeri 4.Pendidikan Kesehatan 5.Manajemen Obat-obatan : NaCl 0.9% (1 kolf/24 jam). Ascardia 1x80, plavix 1x75mg, simvastatin 1x20mg, Laxadin 1 x CI, Diazepam 1x5mg, ISDN 3x10 mg, Amlodipin 1x5mg, Lovenox 2x0.6 cc, keperawatan selama 4x24 jam pasien beradaptasi secara kompromi dengan masalah keperawatan pindah rawat ke GP. Nama pasien : Ny. Z 64 tahun Diagnosa Medis : ACS NSTEMI dengan ALO, DM, CKD Tanggal Masuk RS : 10 Maret 2014 Tanggal Pengkajian : 13 Maret 2014 Ruang Perawatan : ICVCU Riwayat penyakit : sesak nafas makinlama makin berat sjk 8 jam sblm masuk RS, dada terasa berat, berdebar-debar, keringat Pengkajian Perilaku : Oksigenasi dan Sirkulasi : dada terasa berat Nyeri dada dengan skala 2, sesak nafas, bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur dan gallop (), bunyi nafas ronkhi -/-, whezing +/+. TD 136/79 mmHg, RR 24 x/mnt, HR 75x/mnt. EKG : ST, QRS rate 55x/mnt, axis normal, P wave normal, P int normal, QRS normal, ST depresi I, V2-V6. Nutrisi : Nafsu makan menurun, BB = 56Kg, TB 158 cm, GDS 198gr/dl. Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “ sesak nafas, letih dan pusing” Diagnosa Keperawatan: 1.Nyeri 2. Resiko penurunan curah jantung 3. Kecemasan 4. Gangguan nutrisi 5. Kurang pengetahuan Tujuan : 1.Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan : Jantung 3.Pompa Jantung Efektif 4. Kontrol Cemas 5. Pengetahuan : Manajemen Penyakit jantung. Intervensi dan Implementasi Keperawatan : 1. Manajemen Nyeri 2.Perawatan Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 5x24 jam pasien beradaptasi secara kompromi dengan masalah keperawatan pindah rawat ke GP. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 12 dingin Cairan dan elektrolit: terpasang Dower catheter, Cr 6.7, BUN 33, Ur 71. Konsep Diri : pasien mengatakan “cemas akan kondisi penyakitnya”. Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan miokard. Stimulus konstektual : hipertensi lama, DM dislipidemia, menopause jantung. Stimulus residual : makan makanan yang berlemak Jantung : akut 3. Pengurangan Nyeri 4.Pendidikan Kesehatan 5.Manajemen Obat-obatan : aspilet 1x80mg, Plavix 1x75mg, Simvastatin 1x20mg, Diazepam 1x5mg, Laxadin1xCI, Captopril 1x50mg, Amlodipin 1x10mg, Lantus 1x8iu, Ceftriaxone 1x2gr, Nama pasien : Nn. N 20 tahun Diagnosa Medis : TR Severe, MR Severe Tanggal Masuk RS : 24 September 2013 Tanggal Pengkajian : 25 September 2013 Ruang Perawatan : GP Riwayat penyakit : sesak nafas , muntah+, mudah lelah, pusing, nafsu makan menurun Pengkajian Perilaku : Oksigenasi dan Sirkulasi :Sesak nafas, bunyi jantung S1 dan S2 normal, PSM 3/6 apex, Gallop (-), bunyi nafas ronkhi -/-, whezing -/-. TD 106/82 mmHg, RR 24 x/mnt, HR 75x/mnt. EKG : ST, QRS rate 55x/mnt, axis normal, P wave normal, P int normal, QRS normal, ST depresi I, V2-V6. Uji latihan jantung: K.Mitral Fail AML, vegetasi besar dan mobile di AML. MR sever, sistolik reversal +, TR svere, Nutrisi : Nafsu makan menurun, BB = 37.4Kg, TB 156 cm, Diit DJ II 1200Kkal/24 jam, intake oral 1000cc/24 jam Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “ sesak nafas, letih dan pusing” Cairan dan elektrolit: Hb 12.5, Leuko 9530, HT 39 Konsep Diri : pasien mengatakan “cemas akan kondisi penyakitnya”. Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan miokard. Diagnosa Keperawatan: 1 Resiko penurunan curah jantung 2. Kecemasan 3. Gangguan nutrisi 4. Kurang pengetahuan Tujuan : 1. Perfusi Jaringan : Jantung 2.Pompa Jantung Efektif 3. Kontrol Cemas 4. Pengetahuan : Manajemen Penyakit jantung, 5. Nutrisi terpenuhi Intervensi dan Implementasi Keperawatan : 1. Manajemen Nyeri 2.Perawatan Jantung : akut 3. Pengurangan Nyeri 4.Pendidikan Kesehatan 5.Manajemen Obat-obatan : Caotopril 3x6.25mg, Dormer 3x20mg, Lasix 1x1 amp, Ceftriaxone 1x2gr, Gentamicin 2x60mg, KSR 3x1, Antacid 3xCI Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien beradaptasi secara kompromi dengan masalah keperawatan pasien dipulangkan untuk direncanakan tindakan operasi. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Stimulus konstektual : Stimulus residual : 13 Nama pasien : Ny. CZ 46 tahun Diagnosa Medis : AR ModeratSevere, MR Mild-moderat Tanggal Masuk RS : 24 September 2013 Tanggal Pengkajian : 25 September 2013 Ruang Perawatan : GP Riwayat penyakit : sesak nafas , muntah+, mudah lelah, pusing, nafsu makan menurun Pengkajian Perilaku : Oksigenasi dan Sirkulasi :Sesak nafas, bunyi jantung S1 dan S2 normal, Gallop (-), bunyi nafas ronkhi -/-, whezing -/-. TD 106/82 mmHg, RR 24 x/mnt, HR 75x/mnt. EKG : ST, QRS rate 55x/mnt, axis normal, P wave normal, P int normal, QRS normal, ST depresi I, V2-V6. Nutrisi : Nafsu makan menurun, BB = 46.4Kg, TB 158 cm, Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “ sesak nafas, letih dan pusing” Cairan dan elektrolit: Hb 12.5, Leuko 9530, HT 39 Konsep Diri : pasien mengatakan “cemas akan kondisi penyakitnya”. Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan miokard. Stimulus konstektual : Stimulus residual : Diagnosa Keperawatan: 1. Resiko penurunan curah jantung 2. Kecemasan 3. Gangguan nutrisi 4. Kurang pengetahuan Tujuan : 1. Perfusi Jaringan : Jantung 2.Pompa Jantung Efektif 3. Kontrol Cemas 4. Pengetahuan : Manajemen Penyakit jantung. 5, Nutrisi terpenuhi Intervensi dan Implementasi Keperawatan : 1..Perawatan Jantung : akut 2. Pengurangan Nyeri 3.Pendidikan Kesehatan 4.Manajemen Obat-obatan : Captopril 3x6.25mg, Dormer 3x20mg, Lasix 1x1 amp, Ceftriaxone 1x2gr, Gentamicin 2x60mg, KSR 3x1, Antacid 3xCI Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien beradaptasi secara kompromi dengan masalah keperawatan pasien dipulangkan untuk dianjurkan untuk kontrol rurin poliklinik. 14 Nama pasien : Ny. A tahun Diagnosa Medis : Post Operasi CABG Tanggal Masuk RS : 24 November 2013 Tanggal Pengkajian : 26 November 2013 Ruang Perawatan : IWB Riwayat Penyakit : Pasien masuk RS untuk Pengkajian Perilaku : Oksigenasi : Jantung sering berdebar-debar, dada bekas dioperasi terasa berat, susah mengeluarkan dahak, Frekuensi nafas 20 x/menit, irama teratur dan tidak dalam, gerakan dinding dada simetris, bunyi nafas vesikuler dan ronkhi +/+ 1/3 basal paru bagian bawah. Rontgen thorax CTR 55%, Seg AO elongasi, Seg PO normal, Punggung jantung datar, apex Diagnosa keperawatan : 1) Inefektif bersihan jalan nafas 2) Penurunan curah jantung 3) Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh 4) Intoleransi aktivitas 5) Resiko Infeksi 6) Nyeri luka Operasi 7) Koping individu inefektif Tujuan : 1) Bersihan jalan nafas efektif 2) Perfusi jaringan : jantung 3) Pompa Evaluasi : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 4 x 24 jam, semua masalah keperawatan belum adaptif, pasien masih dilanjutkan untuk di rawat di GP 2 Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 15 dilakukan operasi CABG tangga 24 November 2013. Hasil Angiografi : LM 70 % stenosis, LAD 70% Stenosis distal, 99 % stenosis midle, LCX 70 % stenosis, RCA 70 %. CABG 4X on pump (LIMA-LAD, SVGOM, SVG-D, SVG-RCA . downward, kesan : kalsifikasi mediastinum kardiomegali post CABG ec HHD, efusi pleura kanan. Capilary refil < 3 detik, tidak tampak sianosis. TD 121/68 mmHg, HR : 85 x/mnt, bunyi jantung : S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (-), PAP +/+ dan kuat, daerah perifer hangat. Kesan Echo: kontraktilitas LV menurun, EF : 55%, efusi pleura kanan. HB : 9,7 gr/dl. Nutrisi : makan hanya ¼ porsi, tidak nafsu makan. Konjungtiva anemis, rongga mulut bersih, mukosa bibir kering. HB : 11,3 gr/dl, GDS 229 gr/dl. Akivitas dan Istirahat : pasien tidak mau banyak bergerak, terpasang CV Line, drain substernal dan intrapleura kiri, dan terpasang monitor, terpasang TPM. Proteksi : Suhu aksila 360 C. Terdapat luka operasi pada daerah sternum dengan ukuran 16 cm derajat II, pada daerah kaki kanan dengan ukuran 15 cm derajat II. Kondisi luka kedua luka terdapat tidak ada perdarahan, tidak bernanah, ada granulasi, berwarna merah dan ada nekrosis. Leukosit: 19360, GDS = 176 mg/dl.Sensori : Nyeri pada luka operasi, nyeri pada skala. Konsep diri : “saya tidak tahan dengan sakitnya bekas operasi” Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : insisi bedah dan sternotomi. Stimulus konstektual : perubahan kontraktilitas miokard, terputusnya kontuinitas jaringan sternum, perubahan sistem konduksi jantung. Stimulus residual : keluarga yang kurang kondusif jantung efektif 4) status nutrisi 5) aktivitas toleransi 6) Penyembuhan luka 7) Pengurangan Nyeri 8) Koping efektif Intervensi Keperawatan : 1)Manajemen jalan nafas 2) Peningkatan Batuk 3) Perawatan jantung : akut 4) Manajemen nutrisi 5) Mempertahankan energi 7) Perawatan luka 8) Menajemen nyeri 9) Peningkatan koping 10) Pendidikan kesehatan 11) Menajemen obat : Dobutamin 3 μg, Impenem 3 x 1 gr, levofloxacin 1 x 750 mg, ventolin nebulizer, paracetamol 3x1 gr, aspilet 1x80 mg, simvastatin 1x10mg, captopril 3x3,125 mg, humulin fix dose 3x4 ui, lantus 1x10 ui, farsik 1x20 mg. Nama pasien : Tn. IB 65 tahun Pengkajian Perilaku : Diagnosa keperawatan : Setelah dilakukan intervensi Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Diagnosa Medis : Post Operasi CABG Tanggal Masuk RS : 25 November 2013 Tanggal Pengkajian : 29 November 2013 Ruang Perawatan : IWB Riwayat Penyakit: Pasien masuk RS untuk dilakukan operasi CABG tanggal 25 November 203. Hasil angiografi : LM stenosis 50%, LAD total stenosis sebelum D1, LCX stenosis dipercabangan OM, RCA stenosis 60-80% di mild dan distal. CABG 3X on pump (LIMA-LAD, SVG-LCX, SVGPDA) Oksigenasi : Dada bekas dioperasi terasa berat dan bila batuk susah mengeluarkan dahak, Frekuensi nafas 20 x/menit, irama teratur dan tidak dalam, gerakan dinding dada simetris, bunyi nafas vesikuler dan ronkhi +/+ 1/3 basal paru bagian bawah. Rontgen thorax CTR 60%, Seg AO elongasi, Seg PO normal, Punggung jantung datar, apex downward, kongesti (+), infiltrat (-), kesan : kalsifikasi mediastinum tidak melebar kardiomegali post CABG. Capilary refil < 3 detik, tidak tampak sianosis. Pemeriksaan AGD (15 April 2012 post operasi) pH : 7.35, pCO2 : 34, pO2 : 180, HCO3 : 24, Be : -3.3, sat O2 : 99 %. TD 120/78 mmHg, HR : 100 x/mnt, bunyi jantung : S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (-), PAP +/+ dan kuat, daerah perifer hangat. EKG (16 April 2012) : SR, QRS 100 x/menit, normo axis, P wave normal, PR int 0,16s, QRS dur 0.08s, ST elevasi di II, III, AVF, V1-V3. Kesan Echo: (16 April 2012) : kontraktilitas LV menurun, EF : 48%. HB : 9,4 gr/dl, CK =456, CKMB = 45. Nutrisi : makan hanya ¼ porsi, tidak nafsu makan. Konjungtiva anemis, rongga mulut bersih, mukosa bibir kering. HB : 9,3 gr/dl, GDS 176 gr/dl. Akivitas dan Istirahat : takut banyak gerak. Pasien tampak hanya miring kiri dan kanan, duduk terpasang CV Line, drain substernal dan intrapleura kiri, dan terpasang monitor. Proteksi : Suhu aksila 360 C. Terdapat luka operasi pada daerah sternum dengan ukuran 14 cm derajat II, pada daerah kaki kanan dengan ukuran 15 cm derajat II. Kondisi luka kedua luka terdapat tidak ada perdarahan, tidak 1) Inefektif bersihan jalan nafas 2) Penurunan curah jantung 3) Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh 4) Intoleransi aktivitas 5) Resiko infeksi 6) Nyeri luka Operasi 7) Kurang pengetahuan Tujuan : 1) Bersihan jalan nafas efektif 2) Perfusi jaringan : jantung 3) Pompa jantung efektif 4) status nutrisi 5) aktivitas toleransi 6) Penyembuhan luka 7) Pengurangan Nyeri 8) Koping efektif Intervensi Keperawatan : 1)Manajemen jalan nafas 2) Peningkatan Batuk 3) Perawatan jantung : akut 4) Manajemen pacu jantung : temporary 5) Manajemen nutrisi 6) Mempertahankan energi 7) Perawatan luka 8) Menajemen nyeri 9) Peningkatan koping 10) Pendidikan kesehatan 11) Menajemen obat : Dobutamin 3 μg, Impenem 3 x 1 gr, levofloxacin 1 x 750 mg, ventolin nebulizer, paracetamol 3x1 gr, aspilet 1x80 mg, simvastatin 1x10mg, captopril 3x3,125 mg, humulin fix dose 3x4 ui, lantus 1x10 ui, farsik 1x20 mg. keperawatan selama 2 x 24 jam, semua masalah keperawatan belum adaptif, pasien masih dilanjutkan untuk di rawat di GP 2 Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 bernanah, ada granulasi, berwarna merah dan ada nekrosis. Leukosit: 29360, GDS = 176 mg/dl.Sensori : Nyeri pada luka operasi, nyeri pada skala 7, wajah pasien tampak meringis. Konsep diri : “saya tidak tahu harus bagaimana, semuanya terasa nyeri” Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : insisi bedah dan sternotomi, penyumbatan arteri koroner. Stimulus konstektual : perubahan kontraktilitas miokard, terputusnya kontuinitas jaringan sternum. Stimulus residual : kebiasaan makan berlemak 16 Nama : Ny SDH Umur : 57 tahun. Tanggal MRS : 28 November 2013 (IWB) Diagnosa Medis : Post Operasi MVR Ruang Perawatan: IWB Riwayat Penyakit : Pasien masuk RS untuk dilakukan operasi AVR tanggal 29 November 2013. Pasien riwayat sesak nafas, tidak kuat jalan, sempoyongan, keringat dingin, dan jantung berdebar-debar, riwayat hipertensi dan keturunan. Hasil echo 19 Januari 2012 AS severe, AR mild-mod, fungsi global sistolikLV menurun, EF 35%, Tr trivial, PH mod dan operasi AVR dengan Pengkajian Perilaku : Oksigenasi : batuk-batuk setelah operasi dan susah dikeluarkan dahaknya, Frekuensi nafas 20 x/menit, gerakan dinding dada simetris, bunyi nafas vesikuler dan ronkhi +/+ 1/3 basal paru bagian bawah. Rontgen thorax CTR 60 %, Seg AO elongasi, Seg PO normal, Punggung jantung datar, apex downward, kongesti (-), infiltrat (-), kesan : cardiomegali (CHF) post CABG, efusi pleura kiri. Capilary refil < 3 detik, tidak tampak sianosis. TD 107/66 mmHg, HR : 82 x/mnt, bunyi jantung : S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (-), PAP +/+ dan kuat, daerah perifer hangat. EKG: SR, QRS 82 x/menit, normo axis, P wave pulmonal, PR int 0,15s, QRS dur 0.082s, LVH (+). HB : 10,9 gr/dl. Akivitas dan Istirahat : lemas, sakit, pasien tampak hanya miring kiri dan kanan, terpasang CV Line, drain substernal dan intrapleura kiri, dan terpasang monitor, kekuatan Diagnosa keperawatan : 1) Inefektif bersihan jalan nafas 2) Penurunan curah jantung 3) Intoleransi aktivitas 4) Resiko injuri 5) Resiko infeksi 6) Nyeri luka Operasi 7) Kecemasan Tujuan : cemas berkurang Intervensi Keperawatan : 1) Manajemen jalan nafas 2) Peningkatan Batuk 3) Perawatan jantung : akut 4) Mempertahankan energi 6) Kontrol perdarahan dan pembekuan darah 7) Kontrol Infeksi 8) Menajemen nyeri 9) Kontrol cemas 10) Menajemen obat : Heparin 250 ui/jam, Paracetamol 3 x 500 mg, bisoprolol 1 x 1,25 mg, simarc 2 mg-2mg-2mg, lasik 1 x 1 tab, miacardis 2 x 80mg, amdixal 1 x 5 mg, nebuliser ventolin 4 kali sehari, cesfan 1 x 500mg Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 x 24 jam, semua masalah keperawatan belum adaptif, pasien dpindahkan ke ruang inapGP II dan intervensi dilanjutkan sampai ke tahap rehabilitasi. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 17 SJM dirawat di ICU, tanggal 14 April dipindahkan ke IW Bedah. otot kiri dan kanan serta atas dan bawah normal. Proteksi : Suhu aksila 370 C. Terdapat luka operasi pada daerah sternum dengan ukuran 13 cm derajat II. Kondisi luka kedua luka terdapat tidak ada perdarahan, tidak bernanah, ada granulasi, berwarna merah dan ada nekrosis. Leukosit : 13970, GDS = 145 mg/dl, PT 14,6 (11,4), INR 1,26, APTT 77,5 (13,1).Sensasi : Nyeri pada luka operasi, nyeri yang dirasakan pada skala 5, wajah pasien tampak meringis. Konsep diri : “saya cemas nantinya kalau katup saya tidak berfungsi lagi” Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : insisi bedah dan sternotomi, penggantian katup aorta. Stimulus konstektual : perubahan kontraktilitas miokard, terputusnya kontuinitas jaringan sternum, kerusakan katup aorta dan katup lainnya. Stimulus residual : pengobatan alternatif Nama : Ny. NT Umur : 61 tahun. Tanggal MRS : 27 November 2013 Tanggal Pengkajian: 30 November 2013 Diagnosa Medis : Post Operasi MVR Ruang Perawatan: IWB Riwayat Penyakit : Pasien masuk RS untuk dilakukan operasi MVR tanggal 28 November 2013 Pasien sebelumnya sering mengeluh Pengkajian Perilaku : Oksigenasi : nafas masih terasa agak sesak. Frek nafas 26x/ i. gerakan dinding dada simetris, bunyi nafas vesikuler Capilary refil < 3 detik, tidak tampak sianosis. bunyi jantung : S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (-), PAP +/+ dan kuat, daerah perifer hangat. HB : 11,6 gr/dl, kesadaran dalam pengaruh obat. Analisa gas darah pH 7,37, pO2 235, pCO2 44, HCO3 24,8, BE -0,1, Sat O2 99,5 (Arteri) . Nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang setelah operasi, mual, Pasien hanya menghabiskan makanan 3 Diagnosa keperawatan : 1) Kerusakan nafas spontan 2) Penurunan curah jantung 3) Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh 4) Intoleransi Tujuan : 1) Respon ventilasi mekanik 2) Respon terhadap weaning 3) Perfusi jaringan : jantung 4) Pompa jantung efektif 5)status nutrisi 6) aktivitas toleransi 7) Keseimbanagan cairan dan elektrolit 8) Kontrol infeksi 9) Pengurangan Nyeri Intervensi Keperawatan : 1) Manajemen ventilasi mekanik : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 x 24 jam, semua masalah keperawatan belum adaptif, pasien dpindahkan ke ruang inapGP II dan intervensi dilanjutkan sampai ke tahap rehabilitasi Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 18 cepat lelah dan sering sesak nafas, dilakukan Echo hasilnya MS Severe, MR moderate severe ec RHD, TR mild, EF 65%. Tanggal 28 November di operasi MVR st Jude mekanik sendok makan, tidak muntah. Sebelum di operasi tinggi badan 153 cm BB = 59,5 Kg. Konjungtiva anemis, rongga mulut bersih, mukosa bibir kering, GDS 85 gr/dl. Akivitas dan Istirahat : pasien tampak kelelahan, terpasang CV Line, drain substernal dan intrapleura kiri, dan terpasang monitor, kekuatan otot kiri dan kanan serta atas dan bawah normal. Keseimbangan cairan dan elektrolit : CVP 4, pengeluaran drain 100cc, K 3,7, Na/Cl 136/102, Ca/Mg 2,05/2,6, HB/HT/L/Tr : 11,6/35/7950/120ribu Proteksi : Suhu aksila 36.70 C. Terdapat luka operasi pada daerah sternum dengan ukuran 15 cm derajat II dijahit rapih. Kondisi luka terdapat tidak ada perdarahan, tidak bernanah, ada granulasi, berwarna merah dan ada nekrosis. Leukosit : 9950, GDS = 85 mg/dl.Sensasi : Nyeri pada luka operasi, nyeri seperti terasa di sayat-sayat, nyeri terasa bila banyak bergerak. Nyeri yang dirasakan pada skala 7, wajah pasien tampak meringis Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : cardioplegia, insisi bedah dan sternotomi, perdarahan. Stimulus konstektual : perubahan kontraktilitas miokard, terputusnya kontuinitas jaringan sternum. Stimulus residual : minum obat warung bila demam Noninvasive 2) Penyapihan ventilator mekanik 3) Perawatan jantung : akut 4) manajemen pacu jantung 5) Penataan hemodinamik 6) Manajemen nutrisi 7) Mempertahankan energi 8) Manajemen cairan dan elektrolit 9) Perawatan luka 10) Kontrol infeksi 11) Menajemen nyeri 12) Menajemen obat : Paracetamol 3 x 500 mg, bisoprolol 1 x 1,25 mg, simarc 2 mg-2mg-2mg, lasik 1 x 1 tab, miacardis 2 x 80mg, amdixal 1 x 5 mg, nebuliser ventolin 4 kali sehari, cesfan 1 x 500mg Nama : Tn. AS Umur : 63 tahun. Pengkajian Perilaku : Oksigenasi : Terintubasi dengan ETT no 8, Diagnosa keperawatan : 1) Kerusakan nafas spontan 2) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x 24 Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Tanggal MRS : 17 Maret 2014 Tanggal Pengkajian: 19 Maret 2014 Diagnosa Medis : Post Operasi CABG Ruang Perawatan: ICU Riwayat Penyakit : Pasien masuk RS untuk dilakukan operasi CABG tanggal 18 Maret 2014. Pasien sebelumnya sering mengeluh nyeri dada apabila naik tangga, dua bulan yang lalu pasien sempat dirawat dan dilakukan angiografi koroner dengan hasil CAD 3VD, operasi CABG on pump 4x (LIMA-LAD, SVG-OM1-OM2, SVG-D1), dengan riwayat intraoperasi : tidak ada penyulit dipasang ventilator VC, PEEP 5, FiO2 50%, RR 15x/mnt, saturasi 100%, TD 134/60 mmHg, HR 80 x/mnt, CVP 8, gambaran EKG ST elevasi. Analisa gas darah pH 7,27, pO2 150, pCO2 41, HCO3 18,4, BE -7,3, Sat O2 98,7 (Arteri), pH 7,26, pO2 46, pCO2 46, HCO3 20,1, BE -6,3, Sat O2 77,0 (Vena). Jam 08.00 wib pasien dilakukan weaning PS 6, FiO2 40%, PEEP 5, eTV 396. Setelah dilakukan ekstubasi, pasien mengatakan masih belum dapat beradaptasi setelah ekstubasi, Frekuensi nafas 18 x/menit, gerakan dinding dada simetris, bunyi nafas vesikuler, capilary refil < 3 detik, tidak tampak sianosis. bunyi jantung : S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (-), PAP +/+ dan kuat, EF 70%, daerah perifer hangat. HB : 10,7 gr/dl. Nutrisi : pasien dianjurkan puasa post ekstubasi sampai jam 13.00, setelah jam setlah itu pasien diberikan minum dan makan lunak, nafsu makan menjadi berkurang setelah operasi, mual, Pasien hanya menghabiskan makanan 6 sendok makan, tidak muntah. Sebelum di operasi tinggi badan 158 cm BB = 60 Kg. Konjungtiva anemis, rongga mulut bersih, mukosa bibir kering, GDS 184 gr/dl. Akivitas dan Istirahat : pasien tampak kelelahan, terpasang CV Line, drain substernal dan intrapleura kiri, dan terpasang monitor, kekuatan otot kiri dan kanan serta atas dan bawah normal. Keseimbangan cairan dan elektrolit : CVP 8, pengeluaran drain 150cc, K 4,0, Na/Cl 145/105, Ca/Mg 2,06/2,4, HB/HT/L/Tr : 10,7/33/17950/220ribu. Proteksi : Suhu aksila Penurunan curah jantung 3) Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh 4) Intoleransi aktivitas 5) Resiko kurang volume cairan dan elektrolit 7) Resiko infeksi 8) Nyeri luka Operasi Tujuan : 1) Respon ventilasi mekanik 2) Respon terhadap weaning 3) Perfusi jaringan : jantung 4) Pompa jantung efektif 5)status nutrisi 6) aktivitas toleransi 7) Keseimbanagan cairan dan elektrolit 8) Kontrol infeksi 9) Pengurangan Nyeri Intervensi Keperawatan : 1) Manajemen ventilasi mekanik : Noninvasive 2) Penyapihan ventilator mekanik 3) Perawatan jantung : akut 4) Penataan hemodinamik 5) Manajemen nutrisi 6) Mempertahankan energi 7) Manajemen cairan dan elektrolit 8) Perawatan luka 9) Perlindungan infeksi 10) Menajemen nyeri 11) Menajemen obat : total cairan 60 cc/jam, maintenance RL, cefazol 3x1 gr, ranitidin 2 x 1 amp, Morphin 20 mg/KgBB/jam, dobutamin 5μg/KgBB/mnt, humulin 4 UI jam, kerusakan nafas spontan teratasi, pasien nafas spontan, untuk masalah keperawatan lainnya pasien belum beradaptasi, pasien dipindahkan ke IWB, intervensi dipertahankan dan dilanjutkan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 36,00 C. Terdapat luka operasi pada daerah sternum dengan ukuran 15 cm. Kondisi luka terdapat tidak ada perdarahan dan tertutup rapih. Leukosit : 16940, GDS = 184 mg/dl. Sensasi : Nyeri pada luka operasi, nyeri seperti terasa di sayat-sayat, nyeri terasa bila banyak bergerak. Nyeri yang dirasakan pada skala 6. Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : cardioplegia, insisi bedah dan sternotomi, perdarahan. Stimulus konstektual : perubahan kontraktilitas miokard, terputusnya kontuinitas jaringan sternum, kurang energi. Stimulus residual : sibuk dengan kerja di kantor 19 Nama : Tn. SR Umur : 57 tahun. Tanggal MRS : 16 Maret 2014 Tanggal Pengkajian: 17 Maret 2014 Diagnosa Medis : Post Operasi CABG Ruang Perawatan: ICU Riwayat Penyakit : Pasien masuk RS untuk dilakukan operasi CABG Riwayat pre operasi, sebelumnya sering dirawat dengan keluhan nyeri dada dan cepat lelah, pasien didiagnosa CAD 3 VD (LM stenosis 50%, LAD Stenosis 50% proximal, LCX stenosis 80-95 %, RCA total oklusi) dan mitral regurgitasi severe. operasi Pengkajian Perilaku : Oksigenasi : pasien dari OK jam 19.00 WIB terintubasi dengan ETT no 8, dipasang ventilator VC, PEEP 5, FiO2 50%, RR 12x/mnt, saturasi 100%, TD 140/68 mmHg, di EKG irama Junctional Bradikardia 43x/mnt � terpasang TPM HR 70 x/mnt, sense 2 mA, output 5 mV. CVP 13. Analisa gas darah pH 7,39, pO2 168, pCO2 39, HCO3 23,4, BE -0,7, Sat O2 99,9 (Arteri), pH 7,37, pO2 43, pCO2 39, HCO3 23,2, BE -1,4, Sat O2 71,3 (Vena). Gerakan dinding dada simetris, bunyi nafas vesikuler Capilary refil < 3 detik, tidak tampak sianosis. bunyi jantung : S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (-), PAP +/+ dan kuat, daerah perifer hangat.monitoring hemodinamik : PAD 24, SV 53,2, CO/CI 4,2/2,3, SVR/SVRI 1408/2523, PVR/PVRI 228/392. EF : 65%. HB : 9,2 gr/dl. Diagnosa keperawatan : 1) Kerusakan nafas spontan 2) Penurunan curah jantung 3) Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh 4) Intoleransi aktivitas 5) Resiko kurang volume cairan dan elektrolit 7) Resiko infeksi 8) Nyeri luka Operasi Tujuan : 1) Respon ventilasi mekanik 2) Respon terhadap weaning 3) Perfusi jaringan : jantung 4) Pompa jantung efektif 5) Hemodinamik stabil 6) Status nutrisi 7) Kontrol gula darah 8) Aktivitas toleransi 9) Keseimbangan cairan dan elektrolit 10) Penyembuhan luka 11) Kontrol infeksi 12) Pengurangan Nyeri Intervensi Keperawatan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, kerusakan nafas spontan teratasi, pasien nafas spontan (integrasi), untuk masalah keperawatan cairan dan elektrolit pasien dapat beradaptasi untuk masalah keperawatan nutrisi, aktivitas, nyeri, dan kerusakan beradaptasi secara kompensasi, pasien dipindahkan ke IWB, intervensi dipertahankan dan dilanjutkan IWB Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 20 CABG on pump 3x (LIMALAD, SVG-RCA distal, SVG-OM3) riwayat intraoperasi : tidak ada penyulit, Nutrisi : Tinggi badan 164 cm BB = 75 Kg. GDS 245 gr/dl, makan menggunakan NGT, HB 9,2 gr/dl. Akivitas dan Istirahat : pasien masih dalam efek sedasi obat sesekali terbangun dan bergerak, terpasang CV Line, drain substernal dan intrapleura kiri, terpasang TPM, terpasang monitoring, jam 7 pagi pasien bangun dan mengeluh lemas. Keseimbangan cairan dan elektrolit : CVP 13, pengeluaran drain 350 cc, urine 410 cc (< 0,5 cc/KgBB/Jam), K 3,4, Na/Cl 136/107, Ca/Mg 2,32/3,6, HB/HT/L/Tr : 9,2/28/10220/134ribu Proteksi : Suhu aksila 35,50 C. Terdapat luka operasi pada daerah sternum dengan ukuran 15 cm tertutup rapih. leukosit : 11320, GDS = 254 mg/dl. Sensasi : Nyeri pada luka operasi, nyeri yang dirasakan pada skala 5, wajah pasien tampak meringis Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : cardioplegia, insisi bedah dan sternotomi, perdarahan. Stimulus konstektual : perubahan kontraktilitas miokard, terganggunya preload, afterload dan kontraktilitas jantung, terputusnya kontuinitas jaringan sternum. Stimulus residual : penobatan alternatif 1) Manajemen ventilasi mekanik : Noninvasive 2) Penyapihan ventilator mekanik 3) Perawatan jantung : akut 4) 5) Penataan hemodinamik 6) Manajemen nutrisi 7) Manajemen hiperglikemia 8) Mempertahankan energi 9) Manajemen cairan dan elektrolit Perawatan luka 11) Menajemen nyeri 11) Menajemen obat : total cairan 60 cc/jam, maintenance RL, cefazol 3x1 gr, ranitidin 2 x 25mg, Morphin 20 mg/KgBB/jam, dobutamin 5μg/KgBB/mnt, nitroglisein 4μg/KgBB/mnt, humulin 5 Ui, Packed cell 434 cc, fresh frozen plasma 308, gelofusin 1000 cc, simarc 2mg-2mg2mg, albumin 20%. Nama : Ny. TH Umur : 68 tahun. Tanggal MRS : 30 Maret 2014 Tanggal Pengkajian: 2 April 2014 Diagnosa Medis : Post Operasi CABG Ruang Perawatan: ICU Pengkajian Perilaku : Oksigenasi : terintubasi dengan ETT no 7,5 dipasang ventilator VC, PEEP 5, FiO2 50%, RR 15x/mnt, saturasi 100%, TD 121/62 mmHg, HR 80 x/mnt, CVP 6, gambaran EKG ST elevasi. Analisa gas darah pH 7,30, pO2 140, pCO2 38, HCO3 17,4, BE -6,3, Sat O2 98,7 (Arteri), Setelah pasien dilakukan ekstubasi, pasien Diagnosa keperawatan : 1) Kerusakan nafas spontan 2) Penurunan curah jantung 3) Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh 4) Intoleransi aktivitas 5) Resiko kurang volume cairan dan elektrolit 7) Resiko infeksi 8) Nyeri luka Operasi Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x 24 jam, kerusakan nafas spontan teratasi, pasien nafas spontan, untuk masalah keperawatan lainnya pasien belum beradaptasi, pasien dipindahkan ke IWB, Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Riwayat Penyakit : Pasien masuk RS untuk dilakukan operasi CABG tanggal 1April 2014. Pasien sebelumnya sering mengeluh nyeri dada apabila naik tangga, pasien pernah dirawat dan dilakukan angiografi koroner dengan hasil CAD 3VD, operasi CABG on pump 4x (LIMA-LAD, SVG-OM1-OM2, SVG-D1), dengan riwayat intraoperasi : tidak ada penyulit mengatakan masih belum dapat beradaptasi setelah ekstubasi, Frekuensi nafas 16 x/menit, gerakan dinding dada simetris, bunyi nafas vesikuler, capilary refil < 3 detik, tidak tampak sianosis. bunyi jantung : S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (-), PAP +/+ dan kuat, EF 62%, daerah perifer hangat. HB : 10,2 gr/dl. Nutrisi : pasien dianjurkan puasa post ekstubasi selama 4 jam, setelah itu pasien diberikan minum dan makan lunak, nafsu makan menjadi berkurang setelah operasi, mual, Pasien hanya menghabiskan makanan 6 sendok makan, tidak muntah. Sebelum di operasi tinggi badan 156 cm BB = 54 Kg. Konjungtiva anemis, rongga mulut bersih, mukosa bibir kering, GDS 156 gr/dl. Akivitas dan Istirahat : pasien tampak kelelahan, terpasang CV Line, drain substernal dan intrapleura kiri, dan terpasang monitor, kekuatan otot kiri dan kanan serta atas dan bawah normal. Keseimbangan cairan dan elektrolit : CVP 6, pengeluaran drain 130cc, K 4,1, Na/Cl 145/105, Ca/Mg 2,06/2,4, HB/HT/L/Tr : 10,2/33/17950/220ribu. Proteksi : Suhu aksila 36,0 C. Terdapat luka operasi pada daerah sternum dengan ukuran 15 cm. Kondisi luka terdapat tidak ada perdarahan dan tertutup rapih. Leukosit : 10950, GDS = 140 mg/dl. Sensasi : Nyeri pada luka operasi, nyeri seperti terasa di sayat-sayat, nyeri terasa bila banyak bergerak. Nyeri yang dirasakan pada skala 6. Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : cardioplegia, insisi bedah dan sternotomi, perdarahan. Stimulus konstektual : Tujuan : 1) Respon ventilasi mekanik 2) Respon terhadap weaning 3) Perfusi jaringan : jantung 4) Pompa jantung efektif 5)status nutrisi 6) aktivitas toleransi 7) Keseimbangan cairan dan elektrolit 8) Kontrol infeksi 9) Pengurangan Nyeri Intervensi Keperawatan : 1) Manajemen ventilasi mekanik : Noninvasive 2) Penyapihan ventilator mekanik 3) Perawatan jantung : akut 4) Penataan hemodinamik 5) Manajemen nutrisi 6) Mempertahankan energi 7) Manajemen cairan dan elektrolit 8) Perawatan luka 9) Perlindungan infeksi 10) Menajemen nyeri 11) Menajemen obat : total cairan 60 cc/jam, maintenance RL, cefazol 3x1 gr, ranitidin 2 x 1 amp, Morphin 20 mg/KgBB/jam, dobutamin 5μg/KgBB/mnt intervensi dipertahankan dan dilanjutkan Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 21 Nama : Ny. RH Umur : 54 tahun. Tanggal MRS : 10 Desember 2013 Tanggal Pengkajian: 10 Desember 2013 Diagnosa Medis : VES Bigemini Ruang Perawatan: IGD Riwayat Penyakit: Berdebar-debar, sedikit sesak nafas 22 Nama : Ny. MN Umur : 40 tahun. Tanggal MRS : 15 Desember 2013 Tanggal Pengkajian: 15Desember 2013 Diagnosa Medis : VES Bigemini Ruang Perawatan: IGD Riwayat Penyakit: Berdebar-debar, sedikit sesak nafas perubahan kontraktilitas miokard, Pengkajian Perilaku : Oksigenasi : pasien masuk IGD dengan keluhan berdebar-debar sejak tiga hari kemarin sebelum masuk rumah sakit Pandangan kabur (-), sesak nafas (+), pingsan (-), pusing (-), nyeri dada (-). TD 124/87 mmHg, HR 87x/mnt, RR 20 x/mnt, suhu afebris. EKG : VES Bigemini, QRS rate rata-rata 80 x/mnt, QRS axis RAD, poor R wave di V2-V4, ST-T changes (-). K 3,.4 Aktivitas : pasien mengatakan lemas dan bila bergerak jantung tambah berdebar-debar Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : perubahan konduksi irama jantung. Stimulus konstektual : perubahan kontraktilitas jantung, pasien mempunyai riwayat Stimulus residual : jarang kontrol karena merasa tidak ada keluhan Pengkajian Perilaku : Oksigenasi : pasien masuk IGD dengan keluhan berdebar-debar sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit Pandangan kabur (-), sesak nafas (+), pingsan (-), pusing (-), nyeri dada (-), rasa tercekik. TD 148/94 mmHg, HR 69x/mnt, RR 20 x/mnt, suhu afebris. EKG : VES Bigemini, EKG : ST, QRS rate 60x/mnt, axis normal, P wave normal, P int normal, QRS normal K 3.6 Aktivitas : pasien mengatakan lemas dan bila bergerak jantung tambah berdebar-debar, rasa tercekik Pengkajian Stimulus : Stimulus fokal : perubahan konduksi irama jantung. Diagnosa Keperawatan : 1) Penurunan curah jantung 2) intoleransi aktivitas Tujuan : 1) Pompa jantung efektif 2) Perfusi jaringan jantung 3) Toleransi aktivitas Intervensi dan implementasi keperawatan : 1) Perawatan jantung 2) Manajemen disritmia 3) Manajemen obat-obatan 4) Manajemen energy Pasien di berikan Amiodaron 150mg,KSR 3x1 Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 5 jam di IGD pasien bisa beradaptasi dengan normal respon HR 90 x/mnt, jantung tidak berdebardebar, pasien dipulangkan. Dianjurkan kntrol teratur Diagnosa Keperawatan : 1) Penurunan curah jantung 2) intoleransi aktivitas Tujuan : 1) Pompa jantung efektif 2) Perfusi jaringan jantung 3) Toleransi aktivitas Intervensi dan implementasi keperawatan : 1) Perawatan jantung 2) Manajemen disritmia 3) Manajemen obat-obatan 4) Manajemen energy Pasien di berikan bedrest, O2 3L/I, Thyarid 2x100 Maintate 2x2.5mg mg,KSR 3x1, antacid 3x1CI Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 6 jam di IGD pasien bisa beradaptasi dengan normal respon HR 71 x/mnt, jantung tidak berdebardebar, pasien dipulangkan. Dianjurkan kntrol teratur Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 24 Nama : Tn. RD Umur : 53 tahun. Tanggal MRS : 27 November 2013 Tanggal Pengkajian: 28 November 2013 Diagnosa Medis : SVT Ruang Perawatan: IWM Riwayat Penyakit: Berdebar-debar, pusing, mual, badan terasa lemah 25 Nama : Ny. A : 53 tahun. Tanggal MRS : 7 Mei 2014 Tanggal Pengkajian: 7 Mei 2013 Diagnosa Medis : Sinus Bradikardi Ruang Perawatan: IGD Riwayat Penyakit: Sesak nafas , pusing, mual, Stimulus konstektual : perubahan kontraktilitas jantung, pasien mempunyai riwayat jantung berdebar, Herediter (+) Stimulus residual : jarang kontrol karena merasa tidak ada keluhan Riwayat Penyakit: Berdebar-debar Pengkajian Perilaku Oksigenasi dan sirkulasi : pasien mengatakan berebar-debar. sejak 3 jam SMRS pada saat istirahat. Sesak nafas (-), nyeri dada (-), keringat dingin (-), mual dan muntah (-).TD 105/ 67 mmHg, HR 174 x/mnt, RR = 26 x/mnt, suhu afebris. ronkhi vesikuler +/+, wheezing /-, edema (-), S1 & S2 reg, Murmur (+), Gallop (-) EKG : SVT, QRS 184 x/mnt. Lab CKMB 164, Trop T < 14. Aktivitas : pasien mengatakan berdebar-debar dan lemas. Pengkajian stimulus : Stimulus fokal : perubahan konduksi listrik jantung. Stimulus konstektual: perubahan kontraktilitas jantung, pasien mempunyai riwayat jantung Stimulus residual : bila obat habis sering beli diapotik Diagnosa keperawatan : 1) Resiko penurunan curah jantung 2) Intoleransi aktivitas Tujuan : 1) Perfusi jaringan : Jantung 2) Toleransi aktivitas Intervensi dan implementasi keperawatan : 1) Management disritmia 2) Perawatan jantung : akut 3) Manajemen obatobatan 3) Manajemen energi Bedrest, pasien di beri O2 3 liter per menit, ATP 10 mg IV � SVT � ATP 20 mg � Sinus Takikardia 110 x/mnt Isoptin 2 x 80 mg, Ramipril 1 x 2,5 mg Selama dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 menit masalah SVT pasien sudah adaptif secara integrasi, pasien dilanjutkan untuk perawatan selanjutnya. Riwayat Penyakit: Berdebar-debar Pengkajian Perilaku Oksigenasi dan sirkulasi : pasien mengatakan badan terasa lemah. Sejak 3 hari SMRS. Sesak nafas (+), nyeri dada (-), keringat dingin (-), mual (+)dan muntah (-).TD 105/ 67 mmHg, HR 43 x/mnt, RR = 26 x/mnt, suhu afebris. ronkhi vesikuler -/-, wheezing - Diagnosa keperawatan : 1) Resiko penurunan curah jantung 2) Intoleransi aktivitas Tujuan : 1) Perfusi jaringan : Jantung 2) Toleransi aktivitas Intervensi dan implementasi keperawatan : Selama dilakukan tindakan keperawatan selama 6 jam menit masalah bradi pasien belum teratasi sudah mulai adaptif secara integrasi, pasien dilanjutkan untuk perawatan selanjutnya. Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 26 badan terasa lemah, /-, edema (-), S1 & S2 reg, Murmur (+), Gallop (-) EKG : SB , QRS 46 x/mnt. Aksis LAD, Pwave n, PR int 16, QRS 0.10, Low voltage, T inverted I, aVL, V3-V6. Aktivitas : pasien Mengatakan suka sesak nafas dan lemas, badan terasa letih Pengkajian stimulus : Stimulus fokal : perubahan konduksi listrik jantung. Stimulus konstektual: perubahan kontraktilitas jantung, pasien mempunyai riwayat jantung Stimulus residual : jarang kontrol 1) Management disritmia 2) Perawatan jantung : akut 3) Manajemen obatobatan 3) Manajemen energi Bedrest, pasien di beri O2 3 liter per menit, Bisoprolol 1x1, ISDN 3x5mg, Ramipril 1x2.5mg, KSR 3x2tab, antacid syr 3xCI Nama : Tn. DR. Umur : 21 tahun. Tanggal MRS : 13 November 2013 Tanggal Pengkajian 14 November 2013 Diagnosa ADHF Wet & Warm pada CHF ec DCM dan Disfungsi Liver (congestive). Ruang Perawatan: IWM . Riwayat Penyakit: Sesak nafas dan kaki terasa bengkak. Sesak nafas memberat sejak 2 minggu yang lalu, mudah lelah sejak Januari 2012 lama kelamaan timbul batuk dan ortopnoe, mual Pengkajian perilaku : Oksigenasi : batuk-batuk berdahak, terkadang batuk mengeluarkan dahak berwarna merah, selain itu sedikit sesak nafas bila banyak bergerak, tampak sesak nafas. Frekuensi nafas 24 x/menit, irama teratur dan tidak dalam, gerakan dinding dada simetris, bunyi nafas vesikuler dan ronkhi +/+ basal paru bagian bawah Rontgen thorax CTR 60 %, Seg AO normal, Seg PO menonjol, Punggung jantung datar, apex lateral, kongesti (+), infiltrat (-). Jantungnya berdebar-debar, cepat lelah bila bergerak. TD 90/61 mmHg, HR : 120 x/mnt, bunyi jantung : S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (+), PAP +/+ dan kuat, daerah perifer hangat, tampak anemis, JVP 5 + 2 Masalah Keperawatan : 1) Penurunan Curah Jantung 2) Bersihan jalan nafas inefektif 3) Ketidkseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 4) Intoleransi aktivitas 5) Kelebihan Volume cairan 6) Koping individu inefektif 7) Perubahan penampilan peran Tujuan : 1) Pompa jantung efektif 2) perfusi jaringan : jantung 3) bersihan jalan nafas efektif 4) Aktivitas toleran 5) Cairan seimbang 6) Koping mekanisme efektif 7) peran menjadi efektif Intervensi : 1) Perawatan jantung : akut 2) Manajemen jalan nafas 3) Manajemen energi 4) Manajemen cairan 5) manajemen hipovolemia 6) Peningkatan konsep diri 7) Pendidikan Evaluasi : Setelah dilakukan perawatan selama 4 x 24 jam, pasien beradaptasi dengan masalah (beradaptasi secara kompensatori). Pasien dipindahkan ke GP Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 cmH2O. EKG: AFRVR, QRS 122 x/menit, LVH (+). Kesan Echo: EDD : 67, ESD : 61, EF : 17 %, MPAP : 40 mmHg, TAPSE : 1.6 cm, MR mod, TR mod-sev, TVG 30 mmHg, dilatasi semua ruang jantung, katup-katup menebal, PR mod, PASP 50 mmHg, PH mod, IVC 2.7-2.2, SEC (+) di LV, global hipokinetik berat, kesan role out miokarditis. Nutrisi : tidak nafsu makan, nyeri didaerah uluhati, mual, menghabiskan makanan ½ porsi yang disediakan, Muntah sekitar ± 50 cc, Tinggi badan 154 cm BB = 38 Kg, Konjungtiva anemis, Mukosa bibir kering, HB : 9.9 gr/dl, GDS 96 mg/dl. Aktifitas : tidak bisa banyak gerak, bertukar posisi tidur saja nafas terasa sesak. tidak bisa tidur nyenyak karena kalau malam tiba-tiba sesak nafas, tapi kalau sudah ganti posisi setengah duduk nafas tidak sesak dan bisa tidur kembali. Pasien tampak hanya miring kiri dan kanan, posisi tidur fowler. Terpasang oksigen 3 liter/menit, TD 93/65 mmHg, HR : 120 x/mnt. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit : perutnya terasa begah, kakinya juga terasa berat karena bengkak, Udema ekstremitas bawah, Pitting udem +2, Asites, shifting dullness (+), Lingkar perut : 55 cm, Intake cairan 1970 cc/24 jam, output 2400 cc/24 jam, Bunyi nafas ronchi basah halus +/+, bunyi jantung gallop (+), TD 93/65 mmHg, HR : 120 x/mnt., Hasil laboratorium elektrolit (K : 3.5, Mg : 2.1, Ca : 2.08, Cl : 100, Na : 141), Ht : 39. Konsep Diri : tidak tahu kapan sembuh. Fungsi peran : “saya sedih kuliah terganggu karena sakit” kesehatan 8) peningkatan peran 9) Terapi oksigen 10) Manajemen obatobatan : lasix 2 x 20 mg, captopril 3 x 6.25 mg, spironolactone 1 x 12.5 mg, digoxin 1 x 1 tab, laxadine 1 x 1 ci, laxadine 1 x 1 cth, lanoxin injeksi 0.25 mg, nebilizer dengan ventolin : NaCl sebanyak 1:1 selama 3 kali sehari, ceftriaxzone 1x2 gr, Ambroxol syr 3 x ci , Omeperazol 2 x 1 amp, dan Inpepsa syr 2 x 1 cth Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Pengkajian stimulus Stimulus Fokal : Ketidakmampuan jantung melakukan kontraktilitas, Ejeksi fraksi 17 %, Ketidakseimbangan proses perpindahan cairan dalam sel. Stimulus Konstektual : Intake dan output tidak seimbang. Stimulus Residual : biaya tidak ada 27 Riwayat Penyakit: Sesak nafas yang memberatkan sejak 1 minggu sebelum masuk RS, PND (+). Pengkajian perilaku : Oksigenasi : Sesak nafas, sesak nafas bila duduk tanpa oksigen, RR = 26 x/mnt, terpasang O2 3 ltr/mnt, suara nafas ronkhi basah halus +/+. Rontgen : CTR 52%, segmen aorta elongasi, segmen pulmonal normal, pinggang jantung mendatar, apex downward, kongesti (+), infiltrat (-). Jantung berdebar-debar, TD 119/75 mmHg, HR = 103 x/mnt, JVP 5+3 cmH2O, CRT < 3 detik, bunyi jantung gallop (+). EKG : ST, QRS rate 103x/mnt, QRS Axis = -30, gel P mitral, PR int 0.12”, QRS 0.08”, Q patologis di I,II, III, aVF, LVH (-), T depresi di I, aVL, ST Changes (-), Poor R di V1-V5. Aktivitas Dan Istirahat : Pasien mengatakan “ lelah, lemas, dan pusing, aktivitas berkurang karena sesak nafas”, pasien juga mengatakan “tidak bisa tidur karena sesak nafas, malam sering terbangun, harus menggunakan oksigen kalau tidak pasti sesak nafas”, pasien tampak pucat, kebutuhan dibantu oleh keluarga dan perawat, Hb 10 gr/dl, HR 103 x/mnt. Keseimbangan cairan dan elektrolit : pasien tampak udema pada ekstremitas bawah, pitting udema derajat 1, asites, shifting dullness (+), intake 1276 ml dan output 1450 ml (balance Diagnosa Keperawatan : 1) Penurunan Curah Jantung 2) Bersihan Jalan Nafas Inefektif 3) Intoleransi Aktivitas 4) Kelebihan Volume Cairan 5) Ketidakseimbangan Elektrolit 6) Cemas Tujuan : 1) Pompa Jantung efektf 2) Jalan Nafas Paten 3) Aktivitas Toleran 4) Cairan Seimbang 5) Elektrolit Seimbang 6) Kontrol Cemas Intervensi : 1) Perawatan Jantung 2) Manajemen Jalan Nafas 3) Manajemen Energi 4) Manajemen Cairan 5) Manajemen Elektrolit 6) Pengurangan Cemas 7) Pendidikan Kesehatan 8) Manajemen Obat-obatan : Lasix drips 10 mg/jam, Kalitake 3 x 1 sachet, Diblock 1 x 3,12 mg, Hidralazine 3 x 12,5 mg, ISDN 3 x 5mg, Plavix 1 x 75 mg, Apidra 2 x 4 Ui, Dopamin 2 μg/Kg BB/jam Setelah dilakukan perawatan selama 5 x 24 jam, pasien belum dapat beradaptasi dengan masalah. Pasien disarankan untuk dilakukan hemodialisa, hemodialisa dilakukan di RS Halim Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 28 Nama : Tn. M : 54 tahun. Tanggal MRS : 27 Februari 2014 Tanggal Pengkajian: 28 Februari 2014 Diagnosa pasien CHF IV, ALO, DM tipe 2, MR Moderat-Severe, HT stage II, CKD Ruang Perawatan: ICVCU cairan : -174), Konsep diri : pasien mengatakan “penyakitnya semakin parah”. Pengkajian stimulus : Stimulus fokal : kontraktilitas jantung yang menurun, penurunan fungsi ginjal, terjadinya aliran balik vena akibat penurunan fungsi jantung. Stimulus konstekstual : hipertensi. Stimulus residual : rajin kontrol penyakitnya Riwayat Penyakit: Sesak nafas dialami pasien sejak 1 minggu, sesak nafas memberat sejak 1 hari SBMR, edema kaki(+), DOE(+), PND(+), dada terasa berat. perut begah, kaki bengkak sejak dua bulan yang lalu. Faktor resiko : Hipertensi (-), DM (+) berobat tidak teratur, dislipidemia (-), menopause (-), keturunan (-). Pengkajian perilaku : Oksigenasi : Sesak nafas, RR = 24 x/mnt, terpasang O2 5 ltr/mnt, suara nafas ronkhi basah halus +/+ ½ basal, akral hangat. Rontgen : CTR 60%, segmen aorta normal, segmen pulmonal menonjol, pinggang jantung mendatar, apex downward, kongesti (+), infiltrat (-). TD 137/81 mmHg, HR = 88 x/mnt, JVP 5+3 cmH2O, CRT < 3 detik, bunyi jantung gallop (-), murmur (+) 3/6 apex. EKG : ST, QRS rate 138x/mnt, QRS Axis = LAD, P Wave 0,08, P Int 0,12, QRS 0.06”, rS di III,aVF, V1-V4, Poor R V1-V5, ST elevasi V2-V3, T inverted IaVL. Echo : Kesimpulan : Dilatasi LV, EF 30%, MR Moderat_Severe. Nutrisi : pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual, menghabiskan ¼ porsi makanan, BB = 56 Kg, TB = 161 cm, Diagnosa Keperawatan : 1) Penurunan Curah Jantung 2) Bersihan Jalan Nafas Inefektif 3) Intoleransi Aktivitas 4) Kelebihan Volume Cairan 5) Ketidakseimbangan elektrolit 5) Cemas Tujuan : Seimbang 6) Elektrolit seimbang 7) Peningkatan pengetahuan Intervensi : 1) Perawatan Jantung 2) Manajemen Jalan Nafas 4) Manajemen Energi 5) Manajemen Cairan 6) Manajemen elektrolit 7) Pendidikan Kesehatan 8) Manajemen Obat-obatan : Lasix 3 x 1 amp, Aspilet 1 x 80 mg, Qten 1 x 1 tab, Lansoprazole 1 x 30 mg, Alganax 1 x 0,5, Ramipril 2 x 5 mg, metformin 3 x 500 mg Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, pasien beradaptasi dengan masalah (beradaptasi secara kompensatori). Pasien dipindahkan ke GP . Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 LILA : 25 cm, GDS 210. Aktivitas Dan Istirahat : Pasien mengatakan “ cepat lelah, berjalan ke kamar mandi sesak nafas”, kebutuhan dibantu oleh keluarga dan perawat, pasien terpasang dower catheter, Hb 12,3 gr/dl, HR 132 x/mnt. Keseimbangan cairan dan elektrolit : pasien tampak udema minimal pada ekstremitas bawah, pitting udema 0,5 cm, asites (+), shifting dullnes (+), lingkar perut 91 cm, intake 700 ml dan output 1400 ml (balance cairan : -700), hasil lab : Na 138, K 3,6, Ca total 2.07, Cl 106, Ur 28 , BUN 13, Cr 0,7. Konsep diri : pasien kurang mendapatkan informasi tentang sakitnya. Pengkajian stimulus : Stimulus fokal : kontraktilitas jantung yang menurun, terjadinya katup jantung pasien tidak normal. Stimulus konstekstual : penumpukan cairan di interstisiel, peningkatan kolesterol. Stimulus residual : pengobatan alternatif 29 Nama : Tn. DZ: 54 tahun. Tanggal MRS : 18 Desember 2013 Tanggal Pengkajian: 18 Desember 2013 Diagnosa pasien : ADHF W/W ec MR severe Ruang Perawatan: IGD Riwayat Penyakit: Sesak nafas dialami pasien sejak 1 minggu, sesak nafas semakin meningkat sejak 1 hari SBMR, edema kaki(+), DOE(+), Pengkajian perilaku : Oksigenasi : Sesak nafas, RR = 24 x/mnt, terpasang O2 5 ltr/mnt, suara nafas ronkhi basah halus +/+ ½ basal, akral hangat. Rontgen : CTR 60%, segmen aorta normal, segmen pulmonal menonjol, pinggang jantung mendatar, apex downward, kongesti (+), infiltrat (-). TD 114/62 mmHg, HR = 106 x/mnt, JVP 5+3 cmH2O, CRT < 3 detik, bunyi jantung gallop (-), murmur (+). EKG : AF Rapid Respon, QRS rate 112x/mnt, QRS Axis normal, P Wave 0,08, P Int 0,12, QRS 0.06”, T inverted V4-V6 Nutrisi : pasien mengatakan tidak nafsu makan, Diagnosa Keperawatan : 1) Penurunan Curah Jantung 2) Bersihan Jalan Nafas Inefektif 3) Intoleransi Aktivitas 4) Kelebihan Volume Cairan 5) Ketidakseimbangan elektrolit 5) Cemas Tujuan : Seimbang 6) Elektrolit seimbang 7) Peningkatan pengetahuan Intervensi : 1) Perawatan Jantung 2) Manajemen Jalan Nafas 4) Manajemen Energi 5) Manajemen Cairan 6) Manajemen elektrolit 7) Pendidikan Kesehatan 8) Manajemen Setelah dilakukan perawatan selama 5 jam observasi , pasien beradaptasi dengan masalah (beradaptasi secara kompensatori). Pasien dipindahkan ke GP Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 30 PND(+), dada terasa berat. Acites (+) perut begah, kaki bengkak sejak 1 minggu yang lalu. Faktor resiko : Hipertensi (+), DM (+) berobat tidak teratur, dislipidemia (-), keturunan (-). mual, tidak menghabiskan porsi makanan, BB = 59 Kg, TB = 156 cm Aktivitas Dan Istirahat : Pasien mengatakan “ cepat lelah, berjalan ke kamar mandi sesak nafas”, kebutuhan dibantu oleh keluarga dan perawat, pasien terpasang dower catheter, Hb 13,3 gr/dl, HR 106 x/mnt. Keseimbangan cairan dan elektrolit : pasien tampak udema minimal pada ekstremitas bawah, pitting udema 0,3 cm, asites (+), shifting dullnes (+),output 650 ml (selama observasi IGD), hasil lab : Na 139, K 3,9, Ca total 2.07, Cl 106, Ur 60 , BUN 13, Cr 1,9. Konsep diri : pasien kurang mendapatkan informasi tentang sakitnya. Pengkajian stimulus : Stimulus fokal : kontraktilitas jantung yang menurun, terjadinya katup jantung pasien tidak normal. Stimulus konstekstual : penumpukan cairan di interstisiel, peningkatan kolesterol. Stimulus residual : kontrol yang tidka teratur Obat-obatan : Lasix 3 x 1 amp, spirola 1x12.5mg, Cardace 1x2.5mg, digoxin 2x0.5mg Nama : Ny. EK: 63 tahun. Tanggal MRS : 19 Desember 2013 Tanggal Pengkajian: 19 Desember 2013 Diagnosa pasien : ADHF W/W post MR, HT emergency, DM type II terkontrol Ruang Perawatan: IGD Riwayat Penyakit: Pasien post operasi katub tahun 1985 (Mekanik), tahun 1995 Pengkajian perilaku : Oksigenasi : Sesak nafas, RR = 26 x/mnt, terpasang O2 5 ltr/mnt, suara nafas ronkhi basah halus +/+ ½ basal, akral hangat. Rontgen : CTR 63%, segmen aorta normal, segmen pulmonal menonjol, pinggang jantung mendatar, apex downward, kongesti (+), infiltrat (-). TD 114/62 mmHg, HR = 69 x/mnt, JVP 5+3 cmH2O, CRT < 3 detik, bunyi jantung gallop (-), murmur (+). EKG : AF, QRS rate 66x/mnt, QRS Axis RAD, P Wave 0,08, P Int 0,12, QRS 0.08”, T inverted I, aVL Diagnosa Keperawatan : 1) Penurunan Curah Jantung 2) Bersihan Jalan Nafas Inefektif 3) Intoleransi Aktivitas 4) Kelebihan Volume Cairan 5) Ketidakseimbangan elektrolit 5) Cemas Tujuan : Seimbang 6) Elektrolit seimbang 7) Peningkatan pengetahuan Intervensi : 1) Perawatan Jantung 2) Manajemen Jalan Nafas 4) Manajemen Energi 5) Manajemen Cairan 6) Manajemen elektrolit 7) Setelah dilakukan perawatan selama 5 jam observasi , pasien beradaptasi dengan masalah (beradaptasi secara kompensatori). Pasien Dipulangkan dengan anjuran kontrol ke poliklinik Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 mengalami strok, kontrol tidak teratur sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu, sesak meningkat sejak 2 hari SMRS, DOE(+), PND(+), edema(-) dada terasa berat. Faktor resiko : Hipertensi (+), DM (+) berobat tidak teratur, dislipidemia (-), keturunan (+), Menopause(+) Nutrisi : pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual, tidak menghabiskan porsi makanan, BB = 46 Kg, TB = 152 cm GDS 155 Aktivitas Dan Istirahat : Pasien mengatakan “ cepat lelah, berjalan ke kamar mandi sesak nafas”, kebutuhan dibantu oleh keluarga dan perawat, pasien terpasang dower catheter, Hb 10,1 gr/dl, HR 63 x/mnt. Keseimbangan cairan dan elektrolit : selama observasi IGD), hasil lab : Na 138, K 4,3, Ca total 2.07, Cl 101. Konsep diri : pasien kurang mendapatkan informasi tentang sakitnya. Pengkajian stimulus : Stimulus fokal : kontraktilitas jantung yang menurun, terjadinya katup jantung pasien tidak normal. Stimulus konstekstual : penumpukan cairan di interstisiel, peningkatan kolesterol. Stimulus residual : kontrol yang tidak teratur Pendidikan Kesehatan 8) Manajemen Obat-obatan : Lasix 3 x 1 amp, spirola 1x12.5mg, Cardace 1x2.5mg Universitas Indonesia Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014 Lampiran 9 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Tempat Tanggal Lahir Jenis Kelamin Pekerjaan : : : : Alamat Rumah : Misfatria Noor Padang, 10 Maret 1974 Perempuan Perawat RSUD. Dr. Achmad Mochtar BukittinggiSumbar Jl. Situjuh 1 no 10 Padang – 25129 Sumatera Barat Alamat Institusi Email Riwayat Pendidikan 1980 – 1986 1986 – 1989 1989 – 1992 1992 – 1995 2001 – 2003 : : Jl. Dr. A. Rivai Bukittinggi Sumatera Barat [email protected] : : : : : 2003 – 2004 : 2011 – 2013 : 2013 - 2014 : SD Inpres Sawahan 73/74 Padang SMP N 5 Padang SMA N 10 Padang Akper Depkes RI - Padang Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas - Padang Profesi Ners Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas - Padang Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Program Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Riwayat Pekerjaan 1996 – Sekarang Perawat Pelaksana RSUD. Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Sumatera Barat Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014