laporan praktik residensi keperawatan medikal bedah pada pasien

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN GANGGUAN
SISTEM KARDIOVASKULER DENGAN
PENDEKATAN MODEL
ADAPTASI ROY
KARYA ILMIAH AKHIR
MISFATRIA NOOR
1106043040
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
2014
i
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN GANGGUAN
SISTEM KARDIOVASKULER DENGAN
PENDEKATAN MODEL
ADAPTASI ROY
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mendapatkan
Gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
MISFATRIA NOOR
1106043040
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
2014
ii
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, dan
hidayahNya sehingga penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini dapat diselesaikan.
Penulisan Karya Ilmiah Akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat dalam menyelesaikan pendidikan spesialis keperawatan dan untuk
mencapai gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah pada Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Karya Ilmiah Akhir ini berjudul “Laporan
Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Gangguan Sistem
Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy”.
Penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan serta
arahan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini saya mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga kepada :
1.
Ibu Prof. Dra. Elly Nurachmah, S.Kp, M.App.Sc, DN.Sc, selaku supervisor
utama (Pembimbing I) yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran untuk
mengarahkan saya dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini.
2.
Ibu Tuti Herawati, S.Kp, MN, selaku supervisor (Pembimbing II) yang telah
menyediakan waktu, tenaga, pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan karya ilmiah akhir ini.
3.
Ibu Dr. Ns. Rita Sekarsari, S.Kp, MHSM, Sp.KV, selaku supervisor klinik
yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran untuk mengarahkan saya
dalam bimbingan di RSJPDHK sehingga tersusunnya karya ilmiah akhir ini.
4.
Ibu Dra. Juniati Sahar, MA, PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
6.
Ibu Henny Permatasari, S.Kp, MN selaku Ketua Program Studi Pascasarjana
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
7.
Direktur Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta
yang telah memberikan persetujuan atas permohonan pelaksanaan praktik
residensi.
vi
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
8.
Seluruh dosen, staf, dan seluruh civitas akademika di Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia yang telah membantu dan memfasilitasi
penulis selama mengikuti pendidikan spesialis.
9.
Seluruh pembimbing klinik di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita Jakarta yang telah menyediakan waktu dan memberikan
ilmunya dalam proses bimbingan selama praktik residensi.
10.
Papanda Madjoari Noor, Ibunda Nurhasni (Almrh), Bapak mertua, Uda
Mas, Uda Firman, Uda Pepi, Uni Memi, Ayang dan Uncu, ponakan
tersayang dan teristimewa suamiku tercinta Bambang Wijayono, SH yang
selalu memberikan doa dan banyak bantuan dukungan material dan moril
dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan pendidikan spesialis
keperawatan dan karya ilmiah akhir ini.
11.
Seluruh sahabat dan teman-teman seperjuangan Residensi Keperawatan
Medikal Bedah Cardiolovers yang telah memberikan bantuan dan motivasi
dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah akhir ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu diharapkan masukan dan saran demi kesempurnaan. Akhir kata, saya
berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah
membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
keperawatan dimasa yang akan datang.
Depok, Juli 2014
Penulis
vii
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
ABSTRAK
Nama
:
Misfatria Noor
Program Studi :
Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia
Judul
Laporan Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah
Pada Pasien Gangguan Sistem Kardiovaskuler Dengan
Pendekatan Model Adaptasi Roy
:
Praktik spesialis Keperawatan Medikal Bedah peminatan kardiovaskuler ini
bertujuan untuk melakukan praktik dengan mengaplikasikan peran perawat
melalui pendekatan Model Adaptasi Roy. Peran sebagai pemberi asuhan
keperawatan diterapkan pada 30 orang pasien gangguan kardiovaskuler dan satu
orang pasien kelolaan utama yaitu pasien post operasi Coronary Artery Bypass
Graft (CABG). Peran sebagai peneliti dalam melakukan penerapan tindakan
keperawatan yang berbasis pembuktian ilmiah (evidence based nursing practice)
yaitu dengan membuktikan terapi musik sebagai salah satu teknik pengurangan
nyeri dan respon fisiologis pasien post operasi jantung terbuka. Peran sebagai
inovator melalui pelaksanaan kegiatan praktik klinik konsultan keperawatan di
unit rawat jalan pada pasien Congestif Heart Failure (CHF) yang bertujuan untuk
memberikan konsultasi dan praktik keperawatan terhadap pasien dengan masalah
sistem kardiovaskuler khususnya CHF. Hasil praktik ini menunjukan bahwa
Model Adaptasi Roy efektif digunakan pada pasien gangguan kardiovaskuler, dan
terapi musik efektif untuk mengurangi nyeri dan menstabilkan respon fisiologis
pasien post CABG, selain itu praktik klinik konsultan keperawatan pada pasien
CHF di unit rawat jalan dapat memberikan pengetahuan dan meningkatkan
kemampuan pasien melakukan perawatan dirumah.
Kata Kunci : Praktik Keperawatan Medikal Bedah, Model Adaptasi Roy,
Coronary Artery Bypass Graft (CABG), Terapi Musik, Nyeri dan Respon
Fisiologis, Praktek Klinik Konsultan Keperawatan.
ix
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
ABSTRACT
Name
:
Programe :
Title
Misfatria Noor
Medical Surgical Nursing Specialists Faculty of Nursing
University of Indonesia
:
Reports Of Medical Surgical Nursing Practice Residency In
Patents With Cardiovascular System Disosrdes Roy
Adaptation Model Approach
Medical Surgical Nursing Practice specialist cardiovascular specialization aims
to practice by applying the approach to the role of nurses through the Roy
Adaptation Model. Role as provider of nursing care applied to 30 patients of
cardiovascular disorders and one patient that the patient's primary management
of postoperative coronary artery bypass graft (CABG). Role as a researcher in
performing nursing actions based on the application of scientific evidence
(evidence based nursing practice) to prove that music therapy as a pain reduction
techniques and physiological responses of patients post open heart surgery. Role
as an innovator through the implementation of clinical practice nursing
consultant in the outpatient unit in patients congestive Heart Failure (CHF)
which aims to provide consultation and nursing practice to patients with CHF,
especially cardiovascular system problems. The result of this practice shows that
the Roy Adaptation Model effectively used in patients with cardiovascular
disorders, and music therapy effective for reducing pain and stabilizing the postCABG patient's physiological responses, in addition to the clinical practice of
nursing consultant in CHF patients in the outpatient unit can provide knowledge
and improve patient doing home care.
Keyword: Medical Surgical Nursing Practice, Roy Adaptation Model, Coronary
Artery Bypass Graft (CABG), Music Therapy, Pain and Physiological Response,
Consultant Clinical Nursing Practice.
x
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………..
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME.………………………………...
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS.....................…...………………………. iii
LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………… iv
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................. v
KATA PENGANTAR ……………………………………………………… vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..…………………………. vii
ABSTRAK…………………………………………………………………... viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................
1.2 Tujuan........................................................................................................
1.3 Manfaat......................................................................................................
1
1
8
8
BAB II : STUDI PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Jantung Koroner
2.1.1 Definis ….………..………………………………………………
2.1.2 Penyebab …………….…………..………………………………
2.1.3 Patofisiologi ........………………………………………………...
2.1.4 Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner …...………………………
2.1.5 Manifestasi Klinis ………………………………………………..
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang …………………………………………
2.1.7 Penatalaksanaan …………………………………………………
2.2 Konsep Coronary Artery Bypass Graft (CABG) ………………………
2.2.1 Pengertian ………………………………………………………..
2.2.2 Indikasi ………………………………………………………….
2.2.3 Kontraindikasi ………………………………………………….
2.2.4 Komplikasi ……………………………………………………..
2.2.5 Teknik Operasi CABG …………………………………………
2.3 Konsep Model Adaptasi Roy ………………………………………….
2.3.1 Gambaran Umum Model Adaptasi Roy ………………………..
2.3.2 Proses Keperawatan Menurut Model Adaptasi Roy ……………
2.3.3 Penerapan Model Adaptasi Roy Pasien Post Operasi CABG …..
2.4 EBNP Terapi Musik ……………………………………………………
2.4.1 Pengertian Terapi Musik ………………………………………..
2.4.2 Pengaruh Musik Terhadap Nyeri ……………………………….
2.4.3 Bunyi Dalam Terapi Musik …………………………………….
2.4.4 Manfaat Terapi Musik ………………………………………….
2.4.5 Jenis Terapi Musik …………………………………………….
10
10
10
10
14
15
18
18
21
22
22
23
24
25
26
28
28
32
45
54
54
55
56
58
60
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
2.5 Nyeri …………………………….……………………………………..
2.5.1 Pengertian Nyeri ………………………………………………..
2.5.2 Fisiologi Nyeri ………………………………………………….
2.5.3 Mekanisme Nyeri Pasca Bedah …………………………………
2.5.4 Pengukuran Nyeri ……………………………………………….
2.6 Parameter Fisiologi …………………………………………………….
2.7 Proyek Inovasi Praktek Klinik Konsultan Keperawatan ………………
2.7.1 Pengertian Praktek Keperawatan Profesional ……………….....
2.7.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Praktek Keperawatan Profesional ...
2.7.3 Karakteristik Praktek Keperawatan Profesional ………………..
2.7.4 Pengertian Konsultan Keperawatan …..…………………………
2.7.5 Peran Konsultan Keperawatan …………………………………..
62
62
62
65
66
67
70
70
70
71
72
72
BAB III: PROSES RESIDENSI
3.1 Laporan Analisis Kasus Kelolaan ……………………………………...
3.1.1 Gambaran Kasus Kelolaan ………………………………………
3.1.2 Penerapan Model Adapatasi Roy Pada Kasus Kelolaan ………...
3.2 Laporan Penerapan EBNP Terapi Musik ………………………………
3.2.1 Latar Belakang …………………………………………….….…
3.2.2 Hasil Penelusuran Jurnal …………………………………….…..
3.2.3 Praktik Keperawatan Berbasis Bukti …………………………....
3.2.4 Hasil Penerapan EBNP Terapi Musik ……………………….….
3.3 Proyek Inovasi Praktek Klinik Konsultan Keperawatan …………….…
3.3.1 Analisis Situasi ……………………………………………….….
3.3.2 Praktek Klinik Konsultan Keperawatan ……...
3.3.3 Konsep Konsultan Keperawatan Klinik ………………………..
3.3.4 Penerapan Inovasi Praktek Klinik Konsultan Keperawatan ……
74
74
74
76
106
102
104
106
108
112
112
115
118
118
BAB IV : PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan Kasus Kelolaan dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy...
4.2 Analisis Penerapan Model Adaptasi RoyPada 30 Kasus Kelolaan ……..
4.3 Refleksi dan Rekomendasi Penerapan Model Adaptasi Roy …………...
4.4 Pembahasan Pelaksanaan EBNP Terapi Musik .......................................
4.5 Rekomendasi EBNP Terapi .....................................................................
4.6 Pembahasan Pelaksanaan Proyek Inovasi.................................................
4.7 Rekomendasi Proyek Inovasi....................................................................
123
123
136
148
150
154
156
160
BAB V: SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ………………………………………………………………..
5.2 Saran …………………………………………………………………….
161
161
162
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem kardiovaskular merupakan suatu sistem yang terdiri jantung dan pembuluh
darah, memiliki struktur yang unik yang meliputi distribusi peredaran darah ke
seluruh tubuh dimana memberikan suplay makanan dan oksigen ke sel dan
mengeluarkan sisa metabolisme, dan karbon monoksida dari jaringan ( Moser &
Riegel, 2008).
Fungsi utama jantung adalah memompakan darah keseluruh tubuh sehingga dapat
menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil
metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan
mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya
ke dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang
karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari
paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh (Price & Wilson, 2006).
Jantung merupakan organ vital yang sangat penting bagi tubuh. Gangguan pada
jantung dapat menyebabkan gangguan pada seluruh sistem seperti gangguan
vaskularisasi darah, gangguan pmenuhan oksigen dan gangguan metabolisme tubuh
yang berdampak sangat fatal apabila tidak segera diatasi (Black & Hawks, 2005).
Ketika terjadi gangguan sistem kardiovaskuler terjadi proses oksigenisasi dan perfusi
akan menurun sehingga dapat menimbulkan masalah mengancam hidup. Beberapa
masalah dalam sistem kardiovaskuler akan membuat sistem kardiovaskuler berkerja
berat untuk memenuhi kebutuhan proses oksigenisasi dan perfusi (Ignatavicius &
Walicek, 2010)
Secara umum penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian utama
diberbagai penjuru dunia. Pada tahun 2005, di amerika diperkirakan 12.4 juta orang
1
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
2
menderita penyakit ini, dan 1,1 juta diantaranya menjadi serius. Fenomena yang sama
juga terjadi di Indonesia, prevalensi penyakit jantung di Indonesia semakin
meningkat dari tahun ke tahun.
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit penyebab kematian pertama didunia
dalam sepuluh tahun terakhir ini menjadi penyebab kesakitan dan kematian pertama
didunia yang disusul penyakit kanker dan degeneratif. Menurut WHO pada tahun
2008 angka kejadian penyakit kardiovaskuler mencapai 18 % kejadian dari semua
Negara (Yahya, 2010). Penyakit kardiovaskuler yang paling sering terjadi adalah
hipertensi, disritmia, penyakit jantung koroner (PJK) dan atau berakhir pada gagal
jantung. Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) yang
merupakan salah satu rujukan nasional sehingga dapat mewakili angka kejadian
gangguan kardiovaskuler di Indonesia. Pada tahun 2011 angka yang paling tinggi
dirawat di RSJPDHK adalah PJK sebanyak 1553 orang, disusul oleh gagal jantung
sebanyak 1443 orang kemudian aritmia tanpa penyerta 54 orang.
Laporan World Health Organization (WHO) pada September 2009 mengatakan
bahwa penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian pertama saat ini.
Pada tahun 2004, diperkirakan 17,1 juta orang meninggal akibat PJK (Yahya, 2010).
Menurut Black dan Hawks (2009) PJK merupakan penyebab utama kematian di
Amerika Serikat saat ini dan diperkirakan 900.000 kasus terjadi setiap tahunnya.
Tidak hanya di Amerika Serikat angka PJK mengalami kenaikan di Indonesia angka
PJK juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, angka PJK di Indonesia seperti
yang telah diuraikan diatas PJK menduduki urutan pertama dengan angka kunjungan
relatif tinggi dari tahun ke tahun pada tahun 2009 adalah sekitar 1856 orang, tahun
2010 mengalami penurunan sekitar 20 % dengan jumlah 1419 dan pada tahun 2011
mengalami peningkatan sekitar 10 % dengan jumlah kunjungan PJK sebesar 1553
orang.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
3
Angka kesakitan dan kematian ini bisa diturunkan apabila penanganan dalam
pelaksanaan PJK tepat. Cara mencegah terjadinya kematian atau iskemik otot-otot
jantung adalah meningkatkan kebutuhan oksigen dan atau menurunkan kebutuhan
oksigen miokard termasuk memperbaiki metabolisme energi miokard melalui
pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer yaitu mencegah PJK dengan
mengurangi faktor resiko, salah satu faktor resiko PJK adalah hipertensi dimana
hipertensi juga merupakan penyakit kardiovaskuler yang terbanyak. Pencegahan
sekunder yaitu mencegah agar tidak terjadi PJK yang berulang, pencegahan tersebut
dapat melalui penatalaksanaan tindakan medis. Tujuan dari penatalaksanaan PJK
adalah mencegah terjadinya kematian atau terjadinya iskemik bertambah parah,
apabila iskemik bertambah parah pompa jantung menurun menyebabkan suplai darah
ke semua jaringan menurun juga, sehingga komplikasi PJK akan terjadi seperti
gangguan irama jantung dan gagal jantung yang juga masuk dalam kategori penyakit
jantung yang paling tersering (Moser & Riegel, 2008). Dibutuhkan tim multidispliner
khususnya perawat untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien yang
mengalami gangguan kardiovaskuler sehingga dapat memberikan pelayanan yang
terbaik bagi masyarakat.
Keperawatan profesional didunia berkembang sangat pesat, termasuk keperawatan di
Indonesia. Keperawatan indonesia sangat bergantung pada keberhasilan dalam
melakukan perubahan mendasar pada pelaksanaan asuhan keperawatan, terutama
yang ada di rumah sakit. Perubahan yang menunjukkan bahwa memang benar
keperawatan adalah sebuah profesi, dan asuhan keperawatan merupakan tindakan
profesional dalam mengatasi masalah keperawatan. Sejalan dengan perkembangan
ini, disadari benar bahwa untuk dapat melaksanakan asuhan keperawatan profesional
dengan baik dan benar harus didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang terdapat
dalam rumusan kompetensi perawat seorang perawat profesional (Husin, 2013).
Pergeseran cara pandang tentang pelaksanaan asuhan keperawatan profesional
berdasarkan kompetensi menjadi asuhan keperawatan berdasarkan berdasarkan bukti
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
4
atau fakta yang dikenal sebagai evidence based nursing practice (EBNP). Asuhan
keperawatan berdasarkan EBNP lebih menekankan pada kemungkinan keberhasilan
asuhan keperawatan yang diperoleh dari hasil pengamatan cermat tindakan
keperawatan yang digunakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang
diberikan. Dengan diterapkannya asuhan keperawatan berdasarkan EBNP memicu
dilakukan riset keperawatan ilmiah yang lebih terarah pada upaya meningkatkan
mutu asuhan keperawatan.
Pelayanan asuhan keperawatan kardiovaskuler merupakan salah satu bentuk
pelayanan asuhan keperawatan spesialistik diantara beberapa pelayanan keperawatan
spesialistik lainya. Pelayanan asuhan keperawatan kardiovaskuler dilaksanakan oleh
ners spesialis kardiovaskuler dalam upaya mengatasi masalah keperawatan
kardiovaskuler yang dihadapi pasien. Dalam melaksanakan
pelayanan asuhan
keperawatan kardiovaskuler, ners spesialis kardiovaskuler harus berpikir kritis pada
seluruh proses keperawatan.
Dalam upaya menjadi ners spesialis keperawatan medikal bedah (KMB) dengan
kekhususan masalah kardiovaskuler, residen menjalankan praktek residensi KMB.
Kegiatan praktik residensi KMB ini dijalankan selama kurang lebih satu tahun yang
bertempat di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK) Jakarta. Praktek klinik
ini terdiri dari dua semester yaitu tanggal September sampai Desember 2013 dan
Februari sampai Mei 2014.
Selama Praktik residensi tersebut residen menjalankan perannya sebagai pemberi
asuhan keperawatan dengan mengelola beberapa pasien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler, sebagai pendidik dengan melakukan pendidikan kesehatan kepada
pasien dengan masalah kardiovaskuler dan memberikan pendidikan kepada ners
generalis, sebagai peneliti yaitu dengan melakukan asuhan keperawatan berbasis
EBNP, dan sebagai inovator dengan melakukan proyek inovasi dalam bidang
keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
5
Praktek klinik yang dijalani residensi yang menjalankan peran perawat spesialis
sebagai pemberi asuhan keperawatan tingakat lanjut, residen telah mengelola 30
pasien
dengan gangguan sistem kardiovaskuler seperti ACS, gagal jantung,
malfungsi katup, bedah jantung, dan gangguan aritmia. Pelaksanaan asuhan
keperawatan dengan mengelolah pasien dengan masalah kardiovaskuler dilakukan di
Instalasi Gawat Darurat (IGD), Cardiovascular Care Unit (CVCU), Intensive Care
Unit (ICU) bedah dewasa, Intermediate Ward Medikal (IWM), Intermediate Ward
Bedah (IWB), dan Gedung Perawatan II (GP II) , Poliklinik ( rawat jalan) sampai
dengan ruang rehabilitasi PJNHK.
Asuhan keperawatan yang diberikan menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy
(MAR). Penerapan teori ini betujuan untuk membantu seseorang beradaptasi terhadap
perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi selama
sehat dan sakit (Tomey & Aligood, 2010). Diketahui bahwa pasien-pasien yang
mengalami gangguan kardiovaskuler membutuhkan proses adaptasi untuk dapat
bertahan menjalankan kehidupan MAR sangat efektif untuk diterapkan. Proses
asuhan keperawatannya terdiri dari enam langkah yaitu pengkajian perilaku,
pengkajian stimulus, diagnosa keperawatan, intervensi dan implementasi, serta
evaluasi. Model Adaptasi Roy, pengkajian yang berfokus pada pengkajian perilaku
dan stimulus dari pasien dan keluarga berdasarkan 4 mode adaptasi : fisiologis,
konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi yang didalamnya juga ada
dilakukannya pemeriksaan fisik. Penetapan diagnosa keperawatan menurut Model
Adaptasi Roy merupakan tahap ketiga dengan cara mengelompokkan sesuai sistem
yang maladaptif sesuai dengan urutan dan dihubungkan dengan perilaku dengan
stimulus. Tahap keempat dan kelima adalah intervensi dan implementasi keperawatan
pada Model
Adaptasi Roy bertujuan untuk mempertahankan, meningkatkan atau mengubah
perilaku maladaptif menjadi adaptif, dalam model ini intervensi ada dua klasifikasi
yang dapat dijalankan adalah regulator dan kognator melalui pendidikan kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
6
untuk mencapai koping yang efektif. Selanjutnya tahap keenam adalah evaluasi,
dalam Model Adaptasi Roy dilakukan untuk menilai efektifitas intervensi
keperawatan, untuk beberapa perilaku yang masih maladaptif maka dilakukan lagi
pengkajian ulang untuk mencapai perilaku adaptif (Roy, 2009).
Peran perawat pemberi asuhan keperawatan dilakukan bersamaan dengan peran
lainnya seperti kolaborator dan advokasi. Peran kolaborator yaitu dengan membantu
pasien dalam penatalaksanaan yang mendukung asuhan keperawatan seperti
pemberiaan obat-obatan, diet, fisioterapi untuk fase rehabilitasi. Peran advokasi yaitu
memberikan aspek legal kepada pasien dengan memberikan informed concern dalam
tindakan kepada pasien serta membela pasien dalam pemberian layanan kesehatan
yang sudah dirasakan tidak sesuai dengan keilmuan.
Peran perawat spesialis yang dilakukan selain pemberi asuhan keperawatan ada peran
sebagai peneliti melalui pembuktian terhadap intervensi keperawatan dengan
melakukan critical review jurnal hasil penelitian agar mampu mengimplementasikan
Evidence Base Nursing Practice (EBNP) melalui tindakan keperawatan. Dalam
pelaksanaan perannya sebagai peneliti maka EBNP yang diterapkan residen adalah
terkait tindakan keperawatan melalui manajemen nyeri pada pasien post operasi
CABG yang mengalami sternotomy. Efek dari pemotongan sternum setelah operasi
yaitu menimbulkan rasa nyeri yang hebat dari pasien yang merupakan tantangan
dalam melangsungkan kehidupan (Wang et al, 2010). Salah satu terapi komplementer
yang sering digunakan untuk mengurangi nyeri perbaikan parameter fisiologis adalah
terapi musik. Terapi musik menjadi metode yang sederhana, aman , dan efektif untuk
mengurangi respon fisiologis berpotensi menimbulkan bahaya akibat rasa nyeri yang
timbul pada pasien setelah mengalami operasi jantung terbuka (Ozer, N et al., 2013).
Musik memiliki efek positif terhadap suasana hati, kecemasan dan rasa sakit dan
mempengaruhi keadaan fisiologis pada pasien yang telah dilakukan operasi jantung.
Music dapat menurunkan produksi hormon cortisone. Secara teori mendengarkan
musik akan melepaskan endorfin dan untuk mengurangi kadar katekolamin , sehingga
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
7
menghasilkan tekanan darah lebih rendah dan penurunan kebutuhan untuk analgesik .
Selain itu, denyut jantung dan laju pernapasan ditingkatkan dan penurunan konsumsi
oksigen ( Twiss et al., 2006).
Peran perawat spesialis selanjutnya yang dilakukan residen adalah melakukan inovasi
sesuai kebutuhan ruangan yang digunakan sebagai lahan praktik. Inovasi yang
dilakukan oleh residen adalah secara berkelompok yaitu dengan melakukan praktek
keperawatan berkelanjutan/ Praktek klinik konsultan keperawatan pada pasien pasca
rawat dengan dengan masalah kardiovaskuler khususnya gagal jantung / Congestif
Heart Failure (CHF). Diharapkan dengan adanya proyek inovasi ini akan dibuka
tempat praktek konsultan keperawatan di ruang rawat jalan / poliklinik. Sehingga
peran perawat dalam meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga untuk mencapai
derajat kesehatan yang diinginkan dapat tercapai. Pelayanan keperawatan yang
diberikan di praktik keperawatan tersebut meliputi pemenuhan kebutuhan fisik,
pendekatan psikologi, pendidikan kesehatan yang dialami.
Peran inovator atau agen pembaharu juga tidak terlepas dari peran sebagai role model
dalam menerapkan intervensi menggunakan pedoman dengan baik dan benar serta
memberikan contoh kepada para perawat-perawat yang ada di ruangan. Peran sebagai
pemimpin diberikan dengan mengajak atau mempengaruhi perawat untuk senantiasa
dan konsisten dalam memberikan intervensi keperawatan sehingga harapan
peningkatan kualitas asuhan keperawatan tercapai melalui usaha preventif, promotif,
dan rehabilitasi.
Berdasarkan uraian diatas maka dalam penulisan analisa praktik residensi ini residen
akan memaparkan analisis kegiatan praktik ini dalam menjalankan peran sebagai
perawat spesialis yang meliputi pemberi asuhan keperawatan yang didalamnya ada
peran sebagai pendidik, kolaborasi, dan advokasi, menerapkan tindakan keperawatan
berbasis pembuktian ilmiah dan melakukan inovasi untuk meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan untuk mencapai derajat kesehatan pasien yang optimal.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
8
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan analisis praktek residensi ini terdiri dari tujuan umum dan
tujuan khusus yang dijelaskan sebagai berikut:
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini secara umum memberikan gambaran yang menyeluruh
tentang hasil analisis dari kegiatan praktik residensi KMB peminatan Sistem
Kardiovaskular di PJNHK Jakarta denga menggunakan pendekatan Model
Adaptasi Roy menerapkan tindakan keperawata yang berbasis pembuktian
ilmiah atau EBNP dan melakukan proyek inovasi untuk meningkatkan mutu
asuhan keperawatan ditatanan layanan kardiovaskuler.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Menganalisa praktik resdensi sebagai peranpemberi asuhan
keperawatan
medikal bedah pada pasien yang mengalami gangguan sistem kardiovaskuler
dengan menggunakan pendekatan model Adaptasi Roy
1.2.2.2 Peran dalam melakukan penerapan tindakan keperawatan yang
berbasis
pembuktian ilmiah (EBNP) yang diperoleh dari hasil analisis penelitianpenelitian terkait terapi musik sebagai salah satu intervensi keperawatan
dalam mengatasi masalah nyeri dan parameter fisiologi.
1.2.2.3 Peran sebagai inovator melalui praktek keperawatan pada pasien post
admission di unit rawat jalan untuk meningkatkan professional keperawatan
dalam memberikan pelayanan yang berkelanjutan / praktek klinik konsultan
keperawatan pada pasien pasca rawatan di di unit rawat jalan.
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Pendidikan
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang asuhan
keperawatan pasien dengan masalah kardiovaskuler dengan pendekatan teori
Model adaptasi Roy .
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
9
1.3.2 Pelayanan
Penulisan ini akan memberikan gambaran dan dasar pemberian asuhan
keperawatan pasien dengan masalah kardiovaskuler dengan pendekatan teori
Model adaptasi Roy. Dengan penerapan teori ini dalam asuhan keperawatan akan
meningkatkan pengetahuan dan kompetensi perawat dalam tatanan layanan
keperawatan kardiovaskuler,
1.3.3 Pengembangan Keilmuan Keperawatan.
Hasil praktik residensi keperawatan dapat memberikan banyak manfaat dengan
menjadikan salah satu bentuk dukungan teori keperawatan Model adaptasi Roy
dalam memperkaya aplikasi teori keperawatan tersebut, menambah wawasan
dan pengetahuan bagi perawat klinik di layanan kardiovaskuler
khususnya
residen yang menjalankan praktik klinik di PJNHK Jakarta dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem kardiovaskuler dengan
mengaplikasikan peran ners spesialis.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Penyakit Jantung Koroner
2.1.1 Pengertian
Penyakit jantung korone diartikan sebagai perkembangan arterosklerosis pada arteri
koroner yang menyebabkan penyempitan dan terhambat aliran darah, ketika aliran
darah terjadi penyempitan dan penghambatan suplai aliran darah ke jantung menjadi
berkurang maka terjadi ketidakseimbangan kebutuhan oksigen yang memungkinkan
miokardium mengalami iskemia, injuri dan infark pada akhirnya pompa jantung
menjadi tidak efektif (Black&Hawks, 2009)
Penyakit jantung koroner merupakan suatu keadaan komplek yang dikarakteristikan
dengan penyempitan arteri koroner internal dan disebabkan oleh adanya lesi dan
arterosklerosis serta mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dengan
pelepasan platelet yang mengarah pada keadaan tahapan protrombotik pada otot
jantung (Moser & Riegel, 2008).
2.1.2 Penyebab
Penyebab utama PJK umumnya disebabkan oleh karena adanya inflamasi dan
penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah koroner. Inflamasi dan
penumpukan lemak tersebut dicetuskan oleh beberapa faktor seperti faktor yang yang
tidak bisa dimodifikasi (umur, jenis kelamin, dan keturunan) dan bisa dimodifikasi
(merokok, hipertensi, kolesterol, diabetes, kurang aktivitas, dan obesitas) serta faktor
yang berkontribusi (stres dan hemosistin) (Black & Hawks, 2009).
a. Faktor yang tidak bisa dimodifikasi (Nonmodifiable Risk Factor)
1. Keturunan
Black dan Hawks (2009) menjelaskan bahwa anak yang orangtuanya sudah
mengalami penyakit jantung lebih tinggi beresiko terkena PJK. Peningkatan resiko
10
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
11
ini berhubungan dengan faktor keturunan seperti hipertensi, diabetes, obesitas dan
peningkatan kolesterol, yang kesemua ini merupakan faktor resiko penyakit jantung
Keturunan merupakan faktor predisposisi dan penting yang dapat menyebabkan
PJK, walaupun mekanisme terkait dengan keturunan tidak dapat dijelaskan (Lewis,
Dirksen, Heitkamper, Bucher, & Camera , 2011).
2. Jenis Kelamin
Awalnya PJK lebih banyak diderita oleh laki-laki dan persepsi ini bergeser bahwa
pada tahun 1999 angka kematian PJK sama antara perempuan dan laki-laki,
walaupun laki-laki beresiko lebih besar untuk terkena PJK hal ini disebabkan
karena perempuan mengalami menopause yang meningkatkan terjadinya PJK
selain perempuan menopause diketahui bahwa perempuan yang mengkonsumsi
kontrasepsi oral juga akan beresiko PJK karena dapat meningkatkan tekanan
darah, salah satu faktor resiko terjadinya PJK (Black & Hawks 2009).
3. Umur
Peningkatan umur pada seseorang termasuk salah satu faktor resiko terjadinya
PJK. Tanda dan gejala PJK terjadi umumnya pada orang yang umurnya diatas 40
tahun dan 4 dari 5 orang akan menderita PJK pada umur lebih dari 65 tahun (Black
& Hawks 2009).
b. Faktor yang bisa dimodifikasi (Modifiable Risk Factor)
1. Rokok
Perokok aktif maupun pasif akan beresiko terkena PJK karena menghirup zat
kimia yang terkandung dalam rokok. Khususnya zat berbahaya dalam rokok
seperti Tar dan Nikotin berperan aktif dalam merusak struktur dan fungsi dari
pembuluh darah.Tar mengandung hidrokarbon dan subtansi karsinogenik. Nikotin
yang masuk dalam pembuluh darah akan merangsang katekolamin dan bersamasama dengan zat yang terkandung dalam rokok merusak lapisan pembuluh darah
koroner, kerusakan itu selanjutnya akan mempertebal dan merapuhkan dinding
pembuluh darah, disamping itu nikotin juga meningkatkan pelepasan epinefrin dan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
12
norepinefrin yang membuat pembuluh darah menjadi vasokontriksi. Vasokontriksi
ini akan membuat tekanan darah dan nadi meningkat, dan kebutuhan oksigen
meningkat (Black & Hawks, 2009). Perokok dalam pathogenesis PJK merupakan
hal yang kompleks, diantaranya : timbulnya aterosklerosis, peningkatan
trombogenesis dan vasokosntriksi, peningkatan tekanan darah dan denyut jantung,
provokasi aritmia jantung, peningkatan kebutuhan oksigen miokar, penurunan
kapasitas pengangkutan oksigen (Graw, Dawkins, Morgan & Simpson, 2005).
2. Kolesterol
Peningkatan kolesterol terutama LDL (Low Density Lipoprotein) yang merupakan
lemak tubuh yang tidak bermanfaat dalam tubuh. LDL yang berlebihan ini akan
menembus dinding pembuluh darah dan ditelan oleh makrofag, selanjutnya terjadi
proses pengerasan dan penebalan dinding pembuluh darah yang berujung pada
penyempitan pembuluh darah (Black & Hawks, 2009). Kolesterol dalam darah
ditranspor dalam bentuk lipoprotein, 75% merupakan Low Density Lipoprotein
(LDL), dan 20% merupakan High Density Lipoprotein (HDL). Kadar LDL yang
rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan terbalik antara
kadar LDL dan insidensi PJK (Graw, Dawkins, Morgan & Simpson, 2005).
3. Aktifitas fisik
Aktivitas fisik akan mengurangi resiko PJK karena dapat meningkatkan HDL yang
bermanfaat bagi tubuh, menurunkan LDL dan trigliserida, menurunkan tekanan
darah, meningkatkan sensitifitas insulin, dan menurunkan indeks masa tubuh.
Orang yang kurang aktivitas akan beresiko mengalami PJK karena tujuan dari
aktivitas tersebut belum tercapai (Black & Hawks, 2009). Aktifitas fisik aerobic
teratur menurunkan resiko PJK. Olah raga teratur dapat menurunkan insiden PJK
20-40% (Graw, Dawkins, Morgan & Simpson, 2005).
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
13
4. Obesitas
Obesitas akan menambah beban kerja jantung, jantung diperintah bekerja lebih
kuat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen selain itu
obesitas juga sering identik dengan peningkatan kadar kolesterol yang merupakan
penyebab terjadi PJK (Black & Hawks, 2009). Terdapat keterkaitan antara berat
badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol dara, diabetes mellitus
tidak tergantung insulin dan tingkat aktifitas fisik yang rendah (Graw, Dawkins,
Morgan & Simpson, 2005).
5. Diabetes mellitus
Resiko terjadi PJK pada pasien dengan NIDDM adalah dua hingga empat kali
lebih tinggi daripada populasi umum. Diabetes merupaan faktor resiko independen
terjadi PJK yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme lipid dan
peningkatan trombogenesis.
Diabetes melitus merupakan peningkatan glukosa dalam darah, glukosa dalam
darah meningkat apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau kadar
glukosa darah puasa ≥ 160 mg/dl. Peningkatan glukosa disebabkan karena
ketidakcukupan insulin, glukosa yang terlalu banyak melewati pembuluh darah
koroner akan lebih cepat membuat pembuluh darah menebal dan mengeras, dan
bila dibiarkan pembuluh darah koroner akan menyempit dan tersumbat, secara
otomatis jantung akan mengalami gangguan pasokan oksigen (Yahya, 2010).
6. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi mengakibatkan peningkatan kerja jantung dengan
meningkatkan afterload sehingga beban ventrikel kiri meningkat, membesar dari
struktur anatominya dan akan melemahkan pompa jantung dan dilanjutkan dengan
suplai darah ke miokardium menjadi sedikit dan tidak seimbang yang nantinya
akan terjadi iskemia, injuri dan infark (Black & Hawks, 2009).
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
14
2.1.3 Patofisiologi
Arterosklerosis pembuluh darah merupakan penyakit arteri koroner yang paling
sering ditemukan. Arterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan
fibrosa dalam dalam arteri koroner, sehingga secara progresif mempersempit
lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran
darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila
penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen diikuti perubahan
vaskuler yang mengurangi kemampuan pembuluh darah untuk melebar dengan
demikian keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menjadi
terganggu, dan akan membahayakan miokardium distal dari daerah lesi (Price &
Wilson, 2006).
Proses terjadinya aterosklerosis pada arteri diuraikan sebagai berikut (Aaronson
& Ward, 2010)
a. Dinding arteri menebal secara fokal oleh proliferasi sel otot polos intima dan
deposisi jaringan ikat fibrosa yang keras. Selubung ini menonjol ke dalam
lumen vaskuler, membatasi aliran darah, seringkali menyebabkan iskemik
pada jaringan yang disuplai oleh arteri.
b. Suatu kumpulan lunak lipid ekstraseluler dan debris sel berakumulasi dibawah
selubung fibrosa (athero merupakan bahasa yunani yang artinya bubur).
Penumpukkan ini melemahkan dinding arteri sehingga selubung fibrosa dapat
robek atau retak. Akibatnya, darah masuk ke dalam lesi dan terbentuk trombus
(bekuan darah). Trombus ini, atau materi yang keluar dari lesi yang ruptur,
dapat terbawa ke vascular bed aliran (upstream) sehingga meyumbat
pembuluh yang lebih kecil. Sumbatan ini dapat menyebabkan infark miokard
jika terjadi pada arteri koroner, atau menyebabkan stroke jika terjadi dalam
arteri serebri.
c. Endotel diatas lesi menghilang sebagian atau seluruhnya. Ini dapat
menyebabkan trombus yang terus berlanjut, sehingga menyebabkan oklusi
aliran intermiten seperti pada angina tak stabil.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
15
d. Lapisan sel otot polos media di bawah lesi mengalami degenerasi. Hal ini
melemahkan dinding vaskular, yang dapat mengembang dan akhirnya ruptur
dan menyumbat di pembuluh darah.
2.1.4 Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk yaitu
Chronic Stable Angina Pectoris dan Acute Coronary Syndrome (ACS),
diuraikan sebagai berikut
a. Angina Pektoris Stabil (APS)
yaitu penyakit jantung koroner yang ditandai dengan ketidaknyamanan pada
dada yang berkepanjangan dan stabil serta merupakan bentuk awal dari
penyakit jantung koroner. Proses terjadinya angina pectoris stabil diawali
dengan adanya stimulus injuri (hipertensi, hiperkolestrolemia) yang
menyebabkan kerusakan endotel mengakibatkan proliferasi sel otot polos
dan berpindahnya makrofag kedalam dinding pembuluh darah. Gambaran
EKG pada penderita ini tidak khas tetapi suatu kelainan, biasanya ST
depresi yang mengindikasi adanya iskemik (Lewis, Dirksen, Heitkamper,
Bucher, & Camera , 2011; Ong & Patacsil, 2007, Basha, 2008).
b. Akut koroner sindrom (ACS)
ACS merupakan suatu kelompok dari trombus gangguan arteri koroner yang
merupakan kelanjutan dari miokardium yang mengalami iskemia (Moser &
Riegel, 2008). ACS terbagi atas 3 yaitu :
1. Unstable Angina Pectoris (UAP)
UAP hampir sama dengan APS tetapi mekanisme patofisiologi dan sifat
nyeri berbeda, tetapi tetap belum ada kerusakan sel-sel otot jantung.
Secara patologi UAP terjadi karena ruptur plak yang tidak stabil, sehingga
tiba-tiba terjadi oklusi subtotal dari pembuluh darah koroner yang
sebelumnya terjadi penyempitan yang minimal. Ruptur plak yang tidak
stabil terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan adanya
infiltrasi sel makrofag. Ruptur terjadi pada bagian depan jaringan fibrosa
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
16
menjadi trombus dengan adanya interaksi yang terjadi antara lemak, sel
otot polos, dan kolagen menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan endotel, terjadi agregasi platelet dan
platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang luas
menyebabkan vasokontriksi dan trombus. Gambaran EKG bisa ada
kelainan kadang juga tidak ditemukan kelainan, ditemukan pada angina
tidak stabil 4 % memiliki EKG normal (Sudoyo dkk, 2006; Lewis,
Dirksen, Heitkamper, Bucher, & Camera , 2011; Ong & Patacsil, 2007;
Basha, 2008).
2. Non ST segmen Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)
NSTEMI merupakan bentuk dari infark miokard, keadaan ini sudah
terdapat kerusakan dari sel otot jantung yang ditandai dengan keluarnya
enzim yang ada didalam sel otot jantung seperti: Creatinin Kinase (CK),
CK-MB, Troponin T, dan lain-lain. NSTEMI dapat disebabkan oleh
penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen
miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada
arteri koroner diawali dengan ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tak
stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang banyak, densitas otot polos
yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang
tinggi. Gambaran EKG pada NSTEMI mungkin tidak ada kelainan, tetapi
yang jelas tidak ada penguatan ST elevasi yang baru. Pada umumnya
pasien dengan NSTEMI gambaran EKG disertai dengan NQMI (no
Qwave Myocardial Infarction) dan hanya sedikit yang mengalami QMI
(Qwave Myocardial Infarction) (Sudoyo dkk, 2006).
3. ST segmen Elevation Myocardial Infarction (STEMI)
STEMI mirip dengan Acute NSTEMI. STEMI terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerosis yang ada sebelumnya. Pada STEMI oklusi menutupi
pembuluh darah sebesar 100 %. Pada STEMI gambaran patologis klasik
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
17
terdiri dari fibrin red thrombus, yang dipercayai menjadi dasar sehingga
STEMI dapat berespon terhadap terapi trombolitik, dan selanjutnya pada
lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin)
memicu
aktivasi
trombosit
yang
melepaskan
tromboksan
A2
(vasokonstriktor lokal yang poten). Gambaran EKG sudah menunjukkan
ada kelainan berupa ST elevasi yang baru atau timbulnya Bundle Branch
Block yang baru. Selain itu, gambaran EKG STEMI pada umumnya QMI
dan hanya sedikit yang mengalami NQMI (Sudoyo dkk, 2006).
Bagan 2.1
The spectrum of ACS ECG = electrocardiogram; NSTEMI= non-STelevation myocardial infarction; STEMI = ST-elevation
myocardial infarction.
(Sumber: ESC Guideline, 2011)
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
18
2.1.5 Manifestasi Klinis
Secara umum penyakit jantung koroner dimanifestasikan dengan nyeri dada.
Nyeri dada yang terjadi bervariasi tergantung dengan masalah dialami. Ada
beberapa perbedaan antara manifestasi klinis nyeri dada pada pasien dengan
akut koroner sindrom dan angina pectoris stabil. Dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 2.1
Perbedaan Nyeri ACS
Tipe
Nyeri dada
sifat
durasi
AMI
Nyeri hebat
APS
Sedang
berat
UAP
ringan
-
frekwensi
waktu
Bantuan
Nitrat
Gejala lain
>30 menit
Nyeri
menetap
Saat
istirahat
Tidak
menolong
15-30 menit
Frekwensi
meningkat
<15 menit
Frekwensi
berkurang,
stabil
Istirahat
dan
aktifitas
Saat
aktifitas
Biasanya
tidak
menolong
menolong
Cemas,
keringat
dingin, mual
Cemas,
pusing
Gejala ringan
(Moser & Riegel, 2008)
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
a. ECG (electrocardigraphy)
1. Chronic Stable Angina (Angina Pectoris Stable – APS)
Gambaran EKG pada penderita APS tidak khas tetapi menunjukkan suatu
kelainan, biasanya ST depresi yang mengindikasi adanya iskemik.
2. Acute Coronary Syndrome (ACS)
Pada UAP, Gambaran EKG bisa ada kelainan kadang juga tidak ditemukan
kelainan.
3. STEMI dan NSTEMI akan diuraikan lebih lanjut pada tabel sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
19
Tabel 2.2
Karakteristik Gelombang EKG ACS
Gambaran EKG
ST segmen elevasi
LBBB
ST segmen depresi
Transient ST segmen elevasi
T inverse
Old Bundle Brunch Block
Normal ECG
Kategori diagnostik
STEMI
STEMI
NSTEMI ACS
NSTEMI ACS
NSTEMI ACS
Belum jelas
Belum jelas
(Sumber: Moser&Riegel, 2008)
Tabel 2.3.
Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG
Lokasi
Perubahan gambaran EKG
Anterior
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
Anteroseptal
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
Anterolateral
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL
Lateral
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi gelombang
T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL
Inferolateral
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadangkadang I dan aVL).
Inferior
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF
Inferoseptal
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3
True
posterior
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang
T tegak di V1-V2 RV
RV
infarction
Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya ditemukan
konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.
(Sumber: Ramrakha, 2006)
Gambaran ECG berdasarkan keadaan patofisiologi arteri koroner dan
miokardial. Gambaran ECG dengan gambar T depresi maka menunjukkan
otot-otot jantung mengalami iskemia, sedangkan otot jantung mengalami
injuri dengan manifestasi dari gambaran ECG dengan ST Elevasi, dan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
20
gambaran ECG dengan adanya gelombang Q menunjukkan bahwa otot
jantung sudah mengalami infark.
b. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien PJK meliputi pemeriksaan CK-CKMB,
Troponin I, Troponin T dan mioglobin. Pemeriksaan laboratorium terutama
troponin memegang peranan penting dalam menegakkan PJK dan
membedakan antara STEMI, UAP, dan NSTEMI. Troponin lebih spesifik dan
sensitif daripada enzim jantung tradisional seperti creatine kinase (CK),
isoenzim nya MB (CK-MB), dan mioglobin. Peningkatan troponin jantung
mencerminkan
kerusakan
sel
miokard,
yang pada
NSTEMI dapat
mengakibatkan embolisasi distal dari platelet yang kaya trombus yang
dihasilkan dari pecahnya plak pecah atau terkikis, sebab itu troponin dapat
dilihat sebagai penanda pengganti pembentukkan trombus aktif.
Tabel 2.4
Nilai Laboratorium Biomarker ACS
Biomarker
Troponin T
Nilai positif
Lebih dari 2,0 mcg/ml
waktu
Mulai meningkat dalam 3-12
jam setelah infark.
Puncaknya 12-48 jam.
Normal dalam 14 hari
Troponin I
Lebih dari 0,03 mcg/L
Mulai meningkat dalam 3-12
jam setelah infark.
Puncaknya 24 jam. Normal
dalam 10-15 hari
CK-CKMB
Bervariasi
Mioglobin
Meningkat mulai dari 3-12
jam. Puncaknya : 24 jam
Normal dalam 48-72 jam
Mulai meningkat dalam 1-4
jam. Puncaknya : 6-7 jam
Normal dalam 24 jam
Meningkat dua kali lipat dari
mioglobin dalam 2 jam
pertama. Mioglobin negatif
4-8 jam setelah gejala
miokardia
infark dapat diabaikan
(Sumber :
Moser&Riegel, 2008)
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
21
c. Angiography
Angiografi jantung adalah salah satu cara dengan menggunakan sinar X dan
kontras yang disuntikkan kedalam arteri koroner untuk melihat apakah ada
penyempitan pada arteri koroner. Angiografi biasa juga disebut dengan
kateterisasi jantung. Indikasi dilakukan angigrafi: gejala penyakit koroner
meskipun telah mendapat terapi medis adekuat, penentuan prognosis pada
psien dengan PJK, Nyeri dada stabil dengan perubhan iskemik bermakna pada
tes latihan, iskemik reversible luas pada pindai perfusi miocard, pasien dengan
nyeri dada tanpa etiologi yang jelas, sindroma koroner tidak stabil, pasca
infark miocard non gelombang Q, aritmia lanjut atau berulang(takikardi
vetrikel), Pasien yang mengalami pembedahan penyakit katub jantung,
sebelum pembedahan koreksi terhadap infark yang berhubungan dengan defek
septum ventrikel atau rupture otot papilaris akibat infark (Graw, Dawkins,
Morgan & Simpson, 2005).
d. Echocardiography
Echocardiography dapat dilakukan untuk membantu mengkaji struktur dari
penyakit jantung seperti pergerakan dinding yang tidak normal dalam
hitungan detik atau menit dari penyumbatan arteri koroner, efusi perikardium,
kelainan katup jantung, hipertropi ventrikel kiri, atau ejeksi fraksi yang
rendah.
e. Exercise stress test
Biasa disebut dengan treadmill test, Test ini berperan dalam menggambarkan
dimana pasien kemungkinan kecil mengalami PJK dengan pemeriksaan
laboratorium dan masih menunjukkan gejala PJK. Uji latih ini bila pasien
sudah stabil dengan pemberian medikamentosa dan menunjukkan tanda resiko
tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya
negatif maka prognosisnya baik dan sebaliknya.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
22
2.1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan segera saat kontak dengan pasien yang mengalami serangan
penyakit jantung koroner akut (ACS, UAP), melakukan bedrest total,
pemberian O2,
memberikan aspirin 300 mg kunyah untuk memblokade
agregasi trombosit lebih lanjut, pemberian nitrat dapat menurunkan kerja
jantung dan mengontrol nyeri, pemberian morfin bersamaan dengan antiemetic
untuk meredakan nyeri. Penatalaksanaan lanjut adalah dengan pemberian
aspirin, β-bloker dan inhibitor ACE dapat mengurangi komplikasi dan resiko
infark (Aaronson & Ward, 2010).
Penanganan penyakit jantung koroner menurut Hamm (2011) menggunakan
pengobatan dan revaskularisasi :
a. Anti Iskemik seperti β blocker, Nitrat, Calcium Chanel Blocker, dan anti
anginal lainnya (Nicorandil dan Ivabradine)
b. Anti Platelet seperti Aspirin, P1Y12 reseptor inhibitor (Clopidogrel,
Prasugrel,
Ticagrelor),
Glycoprotein
IIB/IIIA
reseptor
inhibitor
(Abciximab)
c. Anti Koagulan seperti Unfractioned Fractioned Heparin (UFH) dan Low
Molecular Weigh Heparins (LMWHs)
d. Revaskularisasi seperti Percutaneous Coronary Intervention (PCI) jika 1
atau 2 arteri mengalami gangguan dan Coronary Artery Bypas Grafting
(CABG) jika ketiga arteri utama mengalami gangguan (Aaronson & Ward,
2010).
Terapi non farmakologi disamping pemberian oksigen dan istirahat pada waktu
datangnya serangan angina misalnya, maka hal yang telah disebut diatas seperti
perubahan life style (termasuk berhenti merokok), penurunan BB, penyesuaian diet,
olahraga teratur merupakan terapi non farmakologis yang dianjurkan, termasuk
pemakaian obat secara terus menerus sesuai yang disarankan dokter dan mengontrol
faktor resiko, serta bila perlu melibatkan keluarga dalam pengobatan pasien, dapat
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
23
dimasukkan juga ke dalam pendidikan kesehatan (Health Educational). (Yahya,
2010)
2.2 Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
2.2.1 Pengertian
CABG atau bedah pintas koroner yang disebut juga dengan bypass adalah jenis
tindakan operasi jantung yaitu dengan membuat saluran baru melewati 3 bagian
arteri koroner yang mengalami penyempitan. Operasi bypass pertama kali
dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1960 sedangkan penggunaan mesin
jantung paru sudah terlebih dahulu dilakukan pada tahun 1954 (Brunner &
Suddarth,2002)
Menurut Black & Hawks (2009), CABG adalah tindakan pembedahan dengan
memotong sumbatan satu atau lebih arteri koroner dan menggantinya dengan
vena savena, arteri mamaria, atau arteri radialis sebagai saluran atau pengganti
pembuluh darah.
Coronary Artery Bypass Grafting, atau operasi CABG, adalah teknik yang
menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas
(melakukan bypass) arteri yang menghalangi pemasokan darah ke jantung.
CABG bertujuan untuk membuat rute dan saluran baru pada arteri yang
terbendung sehingga oksigen dan nutrisi dapat mencapai otot jantung (Corwin,
2001).
CABG adalah sebuah prosedur pembedahan di mana pembuluh darah dari
bagian lain dari tubuh yang dicangkokkan ke dalam arteri koroner yang
tersumbat di bawah oklusi sedemikian rupa sehingga aliran darah dapat
melewati sumbatan. (Alkaissi, 2012).
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
24
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) merupakan salahsatu penangana
intervensi dari Penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan cara membuat saluran
baru melewati bagian Arteri Coronaria yang mengalami penyempitan atau
penyumbatan (Feriyawati, 2006).
2.2.2 Indikasi
CABG diindikasikan dilakukan bila ketiga arteri koroner utama mengalami
gangguan (triple vessel disease), bila cabang utama koroner kiri mengalami
stenosis yang signifikan, dan bila lesi tidak dapat diatasi dengan PCI, dan bila
fungsi ventrikel kiri buruk (Aaronson & ward, 2010).
(Muttaqin, 2009) menyebutkan indikasi CABG adalah :
a. CAD, Penyempitan lebih dari 50% dari left main disease atau left
main equivalent yaitu penyempitan yang menyerupai left main arteri
misalnya ada penyempitan bagian proksimal dari arteri anterior
desenden dan arteri sirkumflex
b. Penderita yang gagal dilakukan ballonisasi dan stent
c. Penderita dengan vessel disease yaitu tiga arteri koroner semuanya
mengalami penyempitan yang bermakna dimana fungsi jantung mulai
menurun (EF < 50%)
d. Penyempitan satu atau dua pembuluh darah namun pernah mengalami
gagal jantung.
e. Anatomi pembuluh darah sesuai dengan CABG
f. Angina yang tidak dapat dikontrol dengan terapi medis
g. Angina yang tidak stabil
h. Uji toleransi latihan positif atau sumbatan yang tidak dapat ditangani
oleh PTCA
2.2.3 Kontraindikasi
Secara pasti kontraindikasi untuk CABG tidak ada sumbatan yang lebih dari
70% masih mengakibatkan aliran darah yang tidak adekuat pada pintasan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
25
sehingga dapat terjadi bekuan darah pada CABG (Ignatavicius & Work, 2010).
Kontraindikasi CABG adalah gangguan cerebrovascular akut dan gangguan
perdarahan (Alboushi, 2007)
Kontraindikasi CABG (Muttaqin, 2009).
a. Faktor usia yang sudah tua
b. Pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner kronik akibat DM dan EF
sangat rendah <15%
c. Sklerosis aorta yang berat
d. Struktur arteri koroner yang tidak mungkin disambun
2.2.4 Komplikasi
Komplikasi Operasi CABG ( Corwin, 2001)
a. Hipovolemia merupakan penyebab tersering terjadinya penurunan curah
jantung setelah operasi jantung. Prosedur operasi menyebabkan
kehilangan darah meski sudah dilakukan penggantian cairan. Namun
pada saat suhu tubuh di naikan yang awalnya hipotermi mengakibatkan
vasodilatasi pembuluh darah sehingga dibutuhkan lebih banyak cairan
untuk memenuhi rongga pembuluh darah.
b. Perdarahan, pasca operasi jantung terbagi dua yaitu medikal dan
surgical. Perdarahan medikal terjadi karena gangguan pembekuan darah
akibat rusak dan pecahnya trombosit. Selain itu mekanisme pembekuan
darah juga akan terganggu bila pasien dalam keadaan hipotermi. Kedua,
perdarahan sugical terjadi karena faktor pembedahan seperti jahitan
yang Abocor atau dari dinding dada akibat tusukan kawat sternum.
Jumlah drainase tidak boleh melebihi 3 cc/kgBB/jam selama 3 jam
berturut-turut.
c. Tamponade jantung, kondisi dimana terkumpulnya cairan di lapisan
perikardium jantung yang menekan jantung dari luar sehingga
menghalangi darah untuk masuk ke ventrikel.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
26
d. Kelebihan cairan, merupakan masalah yang jarang terjadi pada pasien
paska bedah jantung. Tekanan arteri pulmonal, PCWP dan CVP
meningkat. Biasanya diberikan diuretik dan kecepatan pemberian cairan
via intra vena diperlambat.
e. Gangguan afterload sering disebabkan oleh perubahan suhu tubuh
pasien. Pada hipotermia terjadi kontriksi pembuluh darah sehingga
terjadi peningkatan afterload. Penanganannya dengan menghangatkan
kembali pasien secara bertahap, dan jika diperlukan dilakukan
pemberian vasodilator sementara menunggu penghatan. Sebaliknya
demam
atau
kondisi
hipertermi
akan
meningkatkan
afterload.
Penangannya dengan menjaga normotermia tubuh atau dengan
pemberian vasopressor.
f. Hipertensi, terjadi akibat peningkatan afterload. Jika pasien sudah
mengalami hipertensi sebelum pembedahan maka penatalaksanaan
terapi disesuaikan seperti sebelum operasi.
g. Aritmia yang dipengaruhi karena penurunan curah jantung.
h. Gangguan kontraktilitas karena jantung tidak mampu memompakan
darah sesuai kebutuhan tubuh.
i. Hemothorax dan pneumothorax, adanya insisi atau perlukaan pada
thorax dan komponennya dapat menyebabkan perdarahan dan masuknya
udara.
j. Atelektasis disebabkan obat-obat anastesi dan efek negatif dari pasien.
k. Pneumonia
l. Emboli paru disebabkan oleh heparinisasi selama operasi dan
hemodilusi setelah operasi
m. Stroke
2.2.5 Teknik Operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Ada dua teknik yang digunakan dalam operasi CABG yaitu on pump dan off
pump. Pada operasi on pump prosedur dijalankan menggunakan alat mekanis
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
27
jantung paru sedangkan teknik operasi off pump tidak menggunakan jantung
paru sehingga jantung tetap berdetak secara normal dan paru-paru berfungsi
secara biasa saat operasi dilakukan.
a. On pump
Kriteria pasien dilakukan On pump
1. Pasien yang direncanakan operasi secara elektif
2. Hemodinamik stabil
3. EF dalam batas normal fungsi LV utuh
4. Usia tua disertai penyakit seperti aterosklerosis aorta, disfungsi ginjal
atau paru
5. Mempunyai komplikasi dengan mesin CPB
6. Satu sampai dua vessel disease di anterior
b. Off Pump
CABG Off Pump (OPCAB) yaitu CABG yang dilakukan tanpa
menggunakan mesin pintas jantung-paru atau Cardiopumonary
Bypass sebagai pengobatan penyakit jantung koroner. Off-pump
bypass arteri koroner dikembangkan sebagai alternatif untuk
menghindari komplikasi bypass cardiopulmonary selama operasi
jantung (Kasuari, 2002).
Selain itu OPCAB dikaitkan dengan manfaat klinis lain seperti
penurunan risiko stroke atau masalah memori, pasien juga biasanya
memiliki pemulihan lebih cepat dan perawatan di rumah sakit yang
lebih pendek, lebih sedikit transfusi darah, serta mengurangi
terjadinya masalah imflammatory / masalah respon imun yang tidak
diinginkan.(Wikipedia,2010)
Pada teknik CABG off Pump jantung berdenyut normal dan paru –
paru pun berfungsi seperti biasa. Pada teknik operasi ini suhu
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
28
diturunkan menjadi 280 – 320 C yang bertujuan untuk menurunkan
kebutuhan jaringan akan oksigen seminim mungkin, heart rate
dipertahankan antara 60 – 80 x/mnt, tekanan arteri dipertahankan 70
– 80 mmHg. Suhu diturunkan dengan cara pendinginan topical yaitu
dengan cara irigasi otot jantung dengan ringer dingin 40 C, jantung
direndam dalam cairan dan memakai ringer dingin seperti bubur (ice
slush).
1. Kriteria pasien untuk off pump (Bojar, Robert M. 2011)
a. Pasien yang direncanakan operasi elektif
b. Hemodinamik stabil
c. Ejection Fraction dalam batas normal
d. Pembuluh distal yang cukup besar
e. Konduit yang cukup baik untuk digunakan
2. Kontra indikasi off pump
a. Hemodinamik tidak stabil
b. Kardiomegali atau CHF
c. LV EF < 35%
d. Kualitas target pembuluh darah atau pembuluh darah
mengalami
penebalan (calsifikasi)
e. Syok kardiogenik
f. LM kritis
3. Keuntungan teknik off pump.
a. Meminimalkan efek trauma operasi.
b. Pemulihan mobilisasi lebih dini
c. Drainage darah pasca bedah minimal
d. Tersedia akses strenotomy untuk re operasi
e. Menurunkan morbiditas di rumah sakit (termasuk insiden
infeksi dada, pemakaina inotropik, kejadian SVT, tranfusi
darah dan lama rawat ICU)
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
29
f. Pelepasan CKMB dan Troponin lebih rendah
g. Kejadian stroke lebih rendah
2.3 Konsep Model Adaptasi Roy
2.3.1 Gambaran Umum Model Adaptasi Roy
Model Adaptasi Roy (MAR) dikembangkan oleh Sister Callista Roy pada tahun
1964 dan telah digunakan pada berbagai setting termasuk onkologi, bedah
komunitas dan individu baik pada penyakit akut, kronis dan penyakit terminal
(Cunningham, 2002; Tomey & Alligood, 2006). Teori ini didasarkan pada teori
sistem umum seperti yang diterapkan pada individu dan pandangan Helson
tentang adaptasi yang berkaitan dengan stimulus fokal, kontekstual, dan residual
(Christensen & Kenney, 2009). Fokus utama Model Adaptasi Roy adalah
konsep adaptasi manusia, sedangkan konsep mengenai keperawatan, manusia,
sehat dan lingkungan seluruhnya saling berhubungan. Manusia secara terus
menerus akan mengalami atau mendapatkan stimulus dari lingkungan kemudian
berespon terhadap stimulus dan beradaptasi (Tomey & Alligood, 2006).
Respon adaptasi manusia dapat berupa respon adaptif atau respon inefektif.
Respon adaptif meningkatkan integritas dan membatu seseorang untuk
mencapai tujuan adaptasi dengan tetap hidup, tumbuh, bereproduksi serta terjadi
transformasi antara seseorang dengan lingkungan. Respon inefektif jika terdapat
kegagalan dalam mencapai tujuan atau adanya ancaman terhadap pencapaian
tujuan. Keperawatan memiliki tujuan yang unik yaitu membantu upaya individu
beradaptasi dengan mengelola lingkungan dan hasilnya adalah pencapaian
kesehatan yang optimal oleh individu (Tomey & Alligood, 2006).
Empat konsep sentral dari konsep model adaptasi Roy yang meliputi, manusia,
lingkungan, sehat dan keperawatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
30
1. Manusia
Sistem manusia termasuk manusia seperti individu atau dalam kelompok,
keluarga, organisasi, kamunitas, dan masyarakat secara keseluruhan (Roy &
Andrews, 1999 dalam Tomey & Alligood, 2010). Sistem manusia
mempunyai kapasitas pikiran dan perasaan, berakar pada kesadaran dan
pengertian, dimana mereka menyesuaikan diri secara efektif terhadap
perubahan lingkungan dan efek dari lingkungan. Roy (Roy & Andrew, 1999
dalam Tomey & Alligood) mendefinisikan manusia merupakan fokus utama
dalam keperawatan, penerima asuhan keperawatan, sesuatu yang hidup,
menyeluruh (komplek), sistem adaptif dengan proses internal (kognator dan
regulator) yang aplikasinya dibagi dalam empat mode adaptasi (fisiologi,
konsep diri, fungsi peran dan interdependensi).
2.
Lingkungan
Roy menyatakan bahwa, lingkungan merupakan semua kondisi, keadaan,
pengaruh sekitarnya dan mempengaruhi perkembangan serta perilaku
seseorang atau kelompok, dengan suatu pertimbangan khusus dari mutualitas
sember daya manusia dan sumber daya alam yang mencakup stimulus fokal,
kontekstual dan residual (Roy & Andrew, 1999; Tomey & Alligood, 2010).
Lingkungan merupakan masukan (input) bagi manusia sebagai sistem yang
adaptif sama halnya lingkungan sebagai stimulus internal dan eksternal.
Faktor lingkungan dapat mempengaruhi seseorang dan dapat dikategorikan
dalam stimulus fokal, kontekstual dan residual.
Lingkungan secara umum didefinisikan sebagai segala kondisi, keadaan
disekitar, dan mempengaruhi keadaan, perkembangan dan perilaku manusia
sebagai individu atau kelompok. Hubungan antara empat mode adaptasi
berlangsung ketika stimulus internal dan eksternal mempengaruhi lebih dari
satu mode, terjadi perilaku destruktif lebih dari satu mode, atau ketika satu
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
31
mode menjadi stimulus fokal, kontekstual atau residual untuk mode yang lain
(Brower & Baker, 1976; Chin & Kramer, 2008; Tomey & Alligood, 2010).
3.
Sehat
Kesehatan dipandang sebagai keadaan dan proses menjadi manusia secara
utuh dan integrasi secara keseluruhan. Sehat merupakan cermin dari adaptasi,
yang merupakan interaksi manusia dengan lingkungan ( Andrew &Roy,
1991; Tomey & Alligood, 2010). Definsi kesehatan ini lebih dari tidak
adanya sakit tapi termasuk penekanan pada kondisi baik. Sehat bukan berarti
tidak terhindarkan dari kematian, penyakit, ketidakbahagiaan dan stress akan
tetapi merupakan kemampuan untuk mengatasi masalah tersebut dengan
baik.
Proses adaptasi termasuk fungsi holistik (bio-psiko-sosio-spiritual) untuk
mempengaruhi kesehatan secara positif dan itu meningkatkan integritas.
Proses adaptasi termasuk semua interaksi manusia dan lingkungan dua
bagian proses. Bagian pertama dari proses ini dimulai dengan perubahan
dalam lingkungan internal dan eksternal yang membutuhkan sebuah respon.
Perubahan-perubahan tersebut adalah stresor-stresor atau stimulus fokal dan
ditengahi oleh faktor-faktor kontekstual dan residual. Bagian-bagian stressor
menghasilkan interaksi yang biasanya disebut stress, bagian kedua dari stress
adalah mekanisme koping yang merangsang menghasilkan respon adaptif
dan inefektif.
Melalui adaptasi energi individu dibebaskan dari upaya-upaya koping yang
tidak efektif dan dapat digunakan untuk meningkatkan integritas,
penyembuhan dan meningkatkan kesehatan. Integritas menunjukkan hal-hal
yang masuk akal yang mengarah pada kesempurnaan atau keutuhan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
32
4.
Keperawatan
Keperawatan dianggap sebagai ilmu dan praktik yang meningkatkan
adapatasi agar individu dapat berfungsi secara holistic melalui aplikasi proses
keperawatan untuk memperngaruhi kesehatan secara positif. Tujuan
keperawatan
adalah
meningkatkan
respon
adaptif
individu
dengan
mengurangi energi yang diperlukan untuk megatasi situasi tertentu sehingga
tersedia lebih banyak energi untuk proses manusia lainnya. Keperawatan
meningkatkan
adaptasi
dalam
empat
model,
yang
berperan
pada
kesehatan,kualitas hidup, dan meninggal dengan tenang.
Gambar 2.1 Introduction to nursing: An adaptation model (Roy & Andrews, 1999)
2.3.2 Proses Keperawatan Menurut Model Adaptasi Roy
Roy & Andrews (1999) Proses keperawatan yang telah dipaparkan oleh Roy
terkait secara langsung dengan melihat manusia sebagai sistem adaptif.
Terdapat 6 tahap dalam proses keperawatan menurut model adaptasi Roy
1.
Pengkajian perilaku
2.
Pengkajian stimuli
3.
Diagnosa keperawatan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
33
4.
Penetapan tujuan
5.
Intervensi
6.
Evaluasi
Berikut ini merupakan penjelasan dari tiap-tiap tahap pengkajian keperawatan
menurut model adaptasi Roy:
1.
Tahap Pertama (Pengkajian Perilaku)
Perilaku dapat didefinisikan sebagai aksi dan reaksi manusia dalam keadaan
tertentu. Hasil dari pengkajian perilaku yang merupakan respon perilaku adaptif
maupun perilaku inefektif. Perilaku adaptif menunjukkan kualitas dari sistem
adaptif manusia dengan tujuan untuk kelangsungan hidup, repoduksi,
penguasaan, dan tranformasi manusia dan lingkungan. Perilaku inefektif artinya
mengganggu atau tidak memberikan kontribusi terhadap integritas (keutuhan).
2.
Tahap Kedua (Pengkajian Stimuli)
Secara umum, kompenen yang mempengaruhi stimuli diantaranya adalah:
a. Budaya, sosial ekonomi, etnis, kepercayaan
b. Keluarga (struktur dan tugas)
c. Tingakat perkembangan (usia, sex, tugas, keturunan, faktor genetik, usia,
visi.
d. Integritas dari mode adaptif. Psikologi (patologi penyakit), fisik ( sumber
daya), identitas diri, konsep diri; fungsi peran; mode interdependensi)
e. Level adaptasi
f. Efektivitas cognator dan innovator
g. Pertimbangan lingkungan.
Selain hal-hal yang disebutkan diatas, pengkajian stimuli juga meliputi
identifikasi dari stimulus fokal, kontekstual dan residual.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
34
3.
Tahap Ketiga (Diagnosa Keperawatan)
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan interpretative tentang sistem
adaptif manusia. Dalam model adaptasi Roy, diagnosa keperawatan sebagai
proses penilaian yang didapatkan dari kesimpulan status adaptasi dari sistem
adaptif manusia. Konsep dari diagnosa keperawatan dapat diaplikasikan oleh
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
4.
Tahap Keempat (Penetapan Tujuan)
Penetapan tujuan merupakan pembentukan pernyataan yang jelas dari outcome
perilaku dalam asuhan keperawatan. Merupakan tujuan umum dari intervensi
keperawatan yaitu mempertahankan dan meningkatkan perilaku adaptif dan
merubah perilaku inefekif.
5.
Tahap Kelima (Intervensi)
Intervensi merupakan proses seleksi dari pendekatan keperawatan untuk
meningkatkan adaptasi dengan merubah stimuli atau penguatan dari proses
adaptif.
6.
Tahap Keenam (Evaluasi)
Evaluasi merupakan proses penilaian efektivitas dari intervensi keperawatan
dalam hubungannya dengan perilaku dari sistem manusia.
Ada empat mode adaptasi yang ada hubungannya dengan respon sistem manusia
untuk melakukan stimulus dari lingkungan. Sistem adaptasi tersebut dipelajari pada
kedua tahapan individu dan kelompok. Perilaku dari individu dan kelompok
merupakan hasil dari aktivitas koping yang dapat dilihat dalam empat kategori dan
merupakan kerangka untuk perawat melakukan pengkajian dan perencanaan asuhan
keperawatan:
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
35
Proses pengkajian keperawatan dengan aplikasi model adaptasi Roy terdapat empat
mode adaptasi. Keempat mode adaptasi tersebut menentukan apakah adaptasi
merupakan respons yang efektif atau tidak efektif terhadap stimulus.
a. Fungsi fisiologis
Mode fisiologis merupakan hubungan antara proses fisik dan kimia yang
melibatkan fungsi dan aktivitas mahkluk hidup. Inti utamanya adalah pemahaman
tentang anatomi dan fisiologi tubuh manusia dan juga patofisiologi dasar dari
proses penyakit. Lima kebutuhan diidentifikasi dalam modus relatif fisiologis
sampai keutuhan fungsi fisiologis: oksigenasi, eliminasi, aktivitas dan istirahat,
dan proteksi. Masing-masing dari kebutuhan fisiologis melibatkan proses yang
terintegrasi.
1. Oksigenasi
Perlu melibatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan proses kehidupan
dasar terhadap ventilasi, pertukaran gas, dan transportasi udara. Oksigenasi
mengacu pada proses mempertahankan suplai oksigen dalam sel tubuh (Roy,
1999).
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses yang komplek dari pernafasan, terjadi
pertukaran udara paru-paru dengan udara bebas. Pengkajian perilaku yang
perlu dikaji adalah pola ventilasi, suara nafas dan pengalaman subyektif
yang berhubungan dengan pernafasan. Sedangkan pengkajian stimuli yang
perlu dikaji adalah struktur integritas, ada atau tidaknya trauma, dan
pengobatan.
b. Pertukaran gas
Terjadinya pertukaran antara oksigen dan karbondioksidan di dalam
membral kapiler alveoli. Pengkajian perilaku yang perlu dikaji adalah
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
36
konsentrasi oksigen. Pengkajian stimuli yang harus dikaji adalah oksigen
atmosfer dan patologi panyakit.
c. Transport udara
Setelah terjadinya difusi yang melewati membrane capiler aveoli, oksigen
kemudian ditransfer ke jaringan untuk diserap. Pengkajian perilaku yang
harus dikaji adalah nadi, tekanan darah tes diaknostik, indikator fisiologis.
Sedangkan pengkajian stimuli yang harus dikaji adalah fungsi jantung,
hasil tes laboratorium, hasil pemeriksaan radiologi, pemeriksaan ECG,
condisi lingkungan dan faktor-faktor lainnya.
d. Proses kompensasi adaptif
Beruhubungan dengan sistem adaptasi seseorang ketika terjadi perubahan
lingkungan.
e. Hal-hal lain yang perlu dikaji adalah kaitannya dengan proses yang
membahayakan yang beruhungan dengan oksigenasi diantaranya adalah
hipoksia dan shock.
2. Nutrisi
Kebutuhan ini melibatkan rangkaian proses yang terintegrasi dan saling
berhubungan dengan pencernaan (proses menelan dan asimilasi) dan
metabolisme (persediaan energi, pembangunan jaringan dan pengaturan
metabolism tubuh). (Roy & Andrew, 1991; Servonsky, 1984a; Roy,
1999). Perhatian utama dari pengkajian nutrisi adalah komposisi makanan
yang dikonsumsi dan bagaimanya metabolisme dalam tubuh.
a. Pencernaan
Pencernaan dapat didefinisikan dalam istilah umum sebagai suatu
rangkaian proses mekanik dan kimia mulai dari makanan masuk ke
dalam tubuh dan dipersiapkan untuk diabsorbsi. Pengkajian perilaku yang
berhubungan dengan pencernaan adalah pola makan, sensasi rasa dan
bau, alergi makanan, nyeri (nyeri telan), perubahan proses menelan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
37
Sedangkan pengkajian stimulus yang perlu dikaji adalah keutuhan dari
struktur dan fungsi, pengobatan, isyarat untuk menelan.
b. Proses metabolisme
Williams (1995) dalam Roy & Andrew (1999) mendeskripsikan
metabolisme sebagai suatu keseluruhan proses tubuh yang mencakup 3
hal dasar yang harus dicapai yaitu: penyediaan sumber energy,
membangun jaringan, dan regulasi dari proses metabolism. Pengkajian
perilaku dalam proses metabolisme meliputi berat dan tinggi badan, nafsu
makan dan rasa harus, gambaran nutrisi, kondisi rongga mulut, dan
indikator laboratorium yang berhubungan. Sedangkan pengkajian stimuli
yang perlu dikaji adalah kebutuhan nutrisi, efeksititas sistem kognator,
ketersediaan dari makanan, budaya, kesadaran akan berat badan.
c. Kompensasi proses adaptif
d. Hal-hal yang membahayakan yang berhubungan dengan nutrisi
diantaranya obesitas, anoreksia.
3. Eliminasi
Kebutuhan eliminasi termasuk dalam proses fisiologis yang terlibat dalam
ekskresi sisa metabolisme terutama melalui usus dan ginjal (Roy &
Andrew, 1991; Servonsky, 1984b; Roy, 1999).
a. Eliminasi usus
Perawatan yang adekuat dari saluran intestinal membutuhkan suatu
fungsi dari gastrointestinal yang baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah peristaltic usus dan proses defekasi. Pengkajian perilaku yang
berhubungan dengan eliminasi usus meliputi karakteristik feses, bising
usus, nyeri, hasil laboratorium. Sedangkan pengkajian stimuli meliputi
proses homeostasis yang sempurna, datangnya penyakit, diet, intake
cairan, lingkungan, pengobatan dan penalataksanaan, kondisi yang
menyakitkan (nyeri), kebiasaan dalam eliminasi alvi, stress, keluarga dan
budaya, tahap perkembangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
38
b. Eliminasi uri
Berhubungan dengan fungsi ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
Fungsi dari sistem tersebut sangat penting untuk keseimbangan cairan
dan elektrolit. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan eliminasi
uri adalah jumlah dan karakteristik urin, frakuensi dan urgensi, nyeri,
temuan laboratorium.
Sedangkan pengkajian stimuli terdiri dari
datangnyapenyakit, keseimbangan cairan, faktor lingkungan secara
langsung, pengobatan, nyeri dan koping, pola eliminasi sehari-hari,
stress, keluarga dan budaya, tahap perkembangan.
c. Kompensasi proses adaptif
Kemampuan dalam melakukan kompensasi terhadap respon kebutuhan
eliminasi termasuk fungsi homeostatis secara otomatis dari regulator dan
volunteer, kesadaran, aktivitas kognator.
d. Hal-hal yang harus mendapat perhatian lebih adalah konstipasi dan
retensi urin.
4. Aktivitas dan istirahat
Kebutuhan akan keseimbangan dalam mobilitas dan tidur memberikan
fungsi fisilogis yang optimal dari semua komponen tubuh dan masa
pemulihan dan perbaikan. Aktivitas mengacu pada pergerakan tubh dan
melayani berbagai kebutuhan seperti melaksanakan aktivitas atau seharihari dan melindingi diri sendiri dari kecelakaan tubuh. Tidur merupakan
proses hidup dasar untuk istirahat dimana sebagian besar kegiatan
fisiologis tubuh melambat dan untuk memungkinkan pembaharuan
energy yang akan digunakan dalam aktivitas selanjutnya.
a. Mobilitas
Mobilitas merupakan proses dimana seorang bergerak atau dipindahkan,
terjadi perubahan lokasi atau posisi. Pengkajian perilaku yang
berhubungan dengan mobilitas adalah aktivitas fisik, fungsi motorik,
pengkajian fungsional, masa dan tonus otot, kekeuatan otot, mobilitas
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
39
persendian dan postur tubuh. Sedangkan pengkajian stimulus yang perlu
dikaji adalah kondisi fisik, kondisi psikologis, lingkungan sekitar dan
kebiasaan diri.
b. Tidur
Istirahat secara umum merupakan terjadi perubahan aktivitas yang
membutuhkan energy minimal. Pengkajian perilaku yang berhubungan
degan proses tidur adalah kulaitas dan kuantitas istirahat sehari-hari, pola
tidur, tanda-tanda kurang tidur. Sedangkan pengkajian stimulus yang
perlu dikaji adalah faktor lingkungan, stress fisik, tahap perkembangan,
kondisi fisiologis, lingkungan segera, penggunaan narkoba.
c. Kompensasi proses adaptif
Banyak strategi kompensasi untuk aktivitas dan istirahat diantaranya
pemahaman tentang mibilitas, proses istirahat dan tidur. Hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah menggunakan umpan balik dalam gerakan,
belajar respon relaksasi.
d. Hal-hal yang harus mendapat perhatian lebih adalah disus sindrom dan
gangguan pola tidur.
5. Proteksi
Kebutuhan untuk perlindungan termasuk dua dasar proses kehidupan,
proses pertahanan nonspesifik dan proses pertahanan spesifik yang
keduanya secara bersama-sama dalam memberikan perlindungan tubuh
dari substansi-substansi luar seperti bakteri, virus, sel abnormal dalam
tubuh dan transplantasi jaringan.
a. Pertahanan non spesifik
Komponen pertahanan non spesifik termasuk di dalamnya menjelaskan
proses dari pertahanan tersebut, surface membrane barriers, pertahanan
celuler dan kimia. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan proteksi
adalah riwayat, integritas kulit, rasa nyeri dan kondisi kulit yang terkait
dengan adanya luka operasi, rambut dan kuku, keringat dan suhu tubuh,
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
40
membrane mukosa, respons inflamasi, hasil laboratorium, sensitifitas
untuk nyeri dan suhu. Sedangkan pengkajian stimulus yang berhubungan
dengan proteksi adalah faktor lingkungan, integritas mode, efektivitas
kognator, tahap perkembangan.
b. Pertahanan spesifik
Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan pertahanan spesifik adalah
indikasi respon imun, status imunologis, hasil laboratorium. Sedangkan
pengkajian stimulus yang berhubungan dengan pertahanan spesifik adalah
integrity of mode, tahap perkembangan, faktor lingkungan efektivitas
kognator. Serta, adaptasi fisiologis proses komplek yang termasuk
perasaan: cairan, elektrolit, keseimbangan asam basa, fungsi neurologis
dan fungsi endokrin.
6. Penginderaan
Meliputi pandangan, pendengaran, sentuhan, rasa dan bau memungkinkan
seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan, termasuk sensasi nyeri
(Discroll, 1984; Roy & Andrews, 1991; Roy, 1999). Sensasi termasuk
proses dimana energy, seperti cahaya, suara, panas, getaran mekanik, dan
tekanan, ditransduksi menjadi aktivitas saraf yang menjadi persepsi.
a. Penglihatan
Penglihatan merupakan proses yang komplek yang melibatkan struktur
perifer mata, jalur neuro visual, dan area visual dari kortek serebri dalam
lobus okspital otak. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan
penglihatan adalah tes visual, pemeriksaan fungsi visual, pemeriksaan
internal. Pengkajian stimulus yang perlu dikaji berkaitan dengan
neuropatologis.
b. Pendengaran
Pendengaran dapat didefinisikan sama seperti sebuah proses yang
komplek dimana gelombang suara dapat dideteksi, ditransmisikan dan
diinterpretasikan.
Pengkajian
perilaku
yang
berhubungan
dengan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
41
pendengaran adalah audiometric dan tes diagnostik yang lain. Sedangkan
pengkajian stimulus pada situasi terjadinya gangguan atau kelemahan,
perawat mengkaji pengalaman tentang kehilangan atau terjadinya
penurunan gangguan pendengaran
c. Perasaan
Perasaan merupakan istilah umum yang diberikan kepada sebuah proses
yang komplek dimana sensasi dari sistem somatosensori dideteksi,
ditransmisikan,
dan
diinterpretasikan.
Pengkajian
perilaku
yang
berhubungan dengan perasaan adalah sensasi dan simetri. Sedangkan
pengkajian stimulusnya adalah terjadinya penurunan atau gangguan
sementara atau permanen, gangguan yang baru didapat atau sudah lama,
gangguan lebih dari satu, pandangan seseorang tentang kehilangan fungsi
tersebut, efek pada lingkungan saat ini, tingkat dan kebutuhan
pengetahuan dan kesediaan untuk pengajaran.
7. Cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa
Proses secara menyeluruh yang berhubungan dengan cairan, elektrolit, dan
keseimbangan asam basa sangat diperlukan oleh sel, ekstraseluler dan
fungsi sistemik (Perley, 1984; Roy & Andrews, 1991; Roy, 1999).
Komponennya asam basa terdiri dari keseimbangan cairan, keseimbangan
elektrolit dan asam basa. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan
cairan, elektrolit dan asam basa adalah oksigenasi, nutrisi, eliminasi,
aktivitas dan istirahat, proteksi, fungsi neurologis, hasil laboratorium.
Sedangkan pengkajian stimulus terdiri dari integritas mode fisiologis,
intervensi medis, efektivitas kognator, tahap perkembangan dan faktor
lingkungan.
8. Fungsi neurologis
Saluran neurologis merupakan bagian integral dari regulator mekanisme
koping seseorang. Fungsinya untuk mengontrol dan mengkoordinasikan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
42
pergerakan tubuh, kesadaran, dan proses kognitif emosi, dan juga
mengatur aktivitas organ tubuh ( Roy, 1999).
a. Kognitif
Sistem saraf pada manusia bekerja seperti suatu sistem pengendali seperti
interaksi dan respon atau tanggapan. Pengkajian perilaku yang
berhubungan dengan fungsi kognitif adalah input proses, proses utama,
pengkodean, pembentukan konsep, memori, bahasa, proses output,
perencanaan dan respons motorik. Sedangkan pengkajian stimulus berupa
patofisiologi, level gas darah dan hemoglobin, status nutrisi, aktivitas dan
istirahat, stress, pengetahuan, lingkungan fisik, mode konsep diri, mode
fungsi peran dan mode interdependence.
b. Kesadaran
Kesadaran telah didefinisikan sebagai suatu kesadaran akan lingkungan
internal dan eksternal. Teori kesadaran mencakup dua komponen: gairah,
awakeness seseorang dan kesenangan atau kepuasan, merupakan
interpretasi dari lingkungan internal dan eksternal. Pengkajian perilaku
yang berhubungan dengan kesadaran adalah tingkat kesadaran, respons
motorik, respon terhadap nyeri, orientasi dan tingkat kesadaran atau
perhatian, tanda-tanda vital. Sedangkan pengkajian stimulus terbagi dalam
situasional
circumstances,
status
fisiologis,
zat
berbahaya,
penatalaksanaan medis dan patofiologi.
9. Fungsi endokrin
Sistem hormon dalam tubuh, berserta fungsi neurologis, untuk
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan fungsi tubuh. Aktivitas
endokrin memainkan peran yang signifikan dalam respon stress dan juga
merupakan bagian dari coping regulator (Roy & Andrews, 1999).
Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan fungsi endokrin adalah
oksigenasi, aktifitas dan istirahat, nutrisi, keseimbangan cairan, elektroit
dan asam basa, eliminasi, proteksi, penginderaan, fungsi neurologis,
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
43
struktur perkembangan, mode adaptive yang lain, test laboratorium.
Sedangkan pengkajian stimulus adalah tahap perkembangan, riwayat
keluarga, etnis, kondisi lingkungan, intervensi kesehatan, tingkat
pengetahuan, integritas mode yang lain.
c. Konsep diri-mode group identitas.
Mode konsep diri terdiri atas perasaan dan keyakinan individu pada waktu
tertentu yang mempengaruhi perilaku. Mode ini termasuk integritas psikis,
fisik-diri, personal-diri, konsistensi diri, ideal diri/harapan diri, diri moraletika-spiritual, pembelajaran, konsep diri internal, dan harga diri.
a) Pengembangan diri: proses dan pengkajian
Baik fisik dan diri pribadi berkembang sepanjang hidup seseorang. Untuk
anak-anak, perkembangan diri dipengaruhi oleh meningkatnya atau
perkembangan kapasitas fisik dan berfikir dan oleh interaksi dengan yang
lain. Pengkajian perilaku yang berhubungan degan pengembangan diri
adalah sensasi tubuh, citra tubuh. Pengkajian stimulus dapat berupa
perkembangan fisik, tahap perkembangan kognitif, interaksi dengan
pemberi pelayanan, reaksi dari orang lain, maturational crisis, presepsi
dan skema diri dan strategi koping.
b) Fokus diri
Pengkajian perilaku berfokus pada perilaku nonverbal yaitu, ekspresi
wajah, nada dan suara, kontak mata. Pengkajian stimulus dapat berupa
transaksi antara orang dan lingkungan, berusaha untuk persatuan dan
integritas/kesatuan, konfirmasi melalui interaksi sosial, arti kesadaran
orang dengan lingkungan, nilai atribut diri, strategi koping.
c) Identitas diri
Memperlajari
identitas
bersama
melibatkan
lebih
dari
sekedar
mempelajari konsep diri dan hubungan satu sama lain sebagai anggota
kelompok. Pengkajian perilaku terdiri dari persepsi lingkungan, orientasi
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
44
kognitif dan perasaan, tujuan dan nilai. Sedangkan assessment of stimulus
adalah tuntutan dan jarak, lingkungan sosial ekternal, kepemimpinan dan
tanggung jawab.
d. Mode Fungsi peran
Fungsi peran mencakup peran, posisi, performa peran, penguasaan peran,
integritas sosial, peran primer, peran sekunder, peran tersier, dan perilaku
instrumental dan ekspresif.
a) Pengembangan peran
Pengembangan peran mengacu proses penambahan peran baru sebagai
salah satu kematangan dalam kehidupan. Pengkajian perilaku yang
berhubungan dengan pengembangan peran adalah identifikasi peran dan
instrumental serta ekspresif perilaku. Pengkajian stimulus dapat berupa
persyaratan, atribut fisik dan kronologis usia, konsep diri dan
kesejahteraan, pengetahuan dan perilaku yang diharapkan, peran lain, role
model, norma sosial.
b) Pengambilan peran
Role taking merupakan proses melihat atau antisipasi perilaku orang lain
dengan melihat ke dalam atribut yang lain. Pengkajian stimulus
diantaranya adalah penentu secara umum, pengaturan sosial, proses
kognator, sumber daya kognitif dan persepsi sosial.
c) Integrasi peran: proses dan pengkajian
Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan integrasi peran adalah
mengintegrasikan peran melibatkan identifikasi pola yang efektif dari
kinerja peran untuk seorang individu atau kelompok. Pengkajian stimulus
berupa ukuran dan kompleksitas dari perangkat peran, proses kognator,
tahap perkembangan kelompok.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
45
e. Model Interdependensi
Interdependensi mambahas kemampuan untuk mencintai, menghormati, dan
menilai orang lain dan berespon terhadap orang lain. Mode interdependensi
mencakup kecukupan afeksi, kasih sayang, orang terdekat, sistem
pendukung,perilaku reseptif dan perilaku yang menunjang.
a) Affectional adequacy
Affectional adequacy termasuk kerelaan dan kemampuan untuk
memberikan dan menerima dari segi aspek lain sebagai suatu pribadi,
misalnya,
cinta,
menghormati,
nilai,
pengasuhan,
pengetahuan,
ketrampilan, komitmen, bakat, kepemilikan, waktu, loyalitas. Pengkajian
perilaku yang berhubungan dengan affectional adequacy adalah
signifikansi lain dan sistem pendukung, memberi dan menerima.
Sedangkan pengkajian stimulus terdiri dari harapan, kemampuan
memelihara,
tingkat
penghargaan
diri,
ketrampilan
komunikasi,
kehadiran, konteks, infrastruktur dan orang.
b) Developmental adequacy
Developmental adequacy mengacu pada proses yang terkait dengan
pembelajaran dan kematangan dalam hubungan timbal balik, baik
individu itu sendiri (termasuk dua orang) atau kolektif (termasuk
keluarga, kelompok, asosiasi, organisasi, atau jejaring). Pengkajian
perilaku diantaranya tahap perkembangan, ketergantungan, kemandirian.
Pengkajian stimulus diantaranya tahap perkembangan, perubahan yang
signifikan, integritas konsep diri, pengetahuan tentang hubungan.
c) Sumber daya yang adekuat
Sumber daya yang adekuat sama seperti kebutuhan makanan, pakaian,
perlindungan, kesehatan dan keamanan yang dicapai melalui proses yang
saling ketergantungan, proses penting dalam mencapai integritas
hubungan. Pengkajian perilaku adalah integritas fisiologis dan fisik.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
46
Pengkajian stimulus terdiri dari sumber daya moneter, bantuan dalam
berhubungan.
f. Stimulus
Setiap orang dipengaruhi oleh stressor yang disebut stimulus. Kemampuan
masing-masing individu untuk beradaptasi terhadap stimulus yang terus
berubah ditentukan oleh tingkat adaptasi individu, yang merupakan titik yang
terus berubah secara konstan yang ditentukan oleh efek kolektif dari stimulus
fokal, kontekstual dan rentang residual yang dapat ditoleransi pada suatu
waktu tertentu.
2.3.3 Penerapan Model Adaptasi Roy Pasien Post Operasi CABG
Penerapan Model Adaptasi Roy pada pasien post operasi CABG ini mengikuti
tahapan proses keperawatan yang telah dijelaskan oleh Roy sebelumnya, yang terdiri
dari enam tahapan yaitu pengkajian perilaku dan stimulus berdasarkan keempat mode
adaptasi, diagnosa keperawatan, penetapan tujuan, intervensi keperawatan dan
evaluasi.
2.3.3.1 Pengkajian Perilaku
a. Mode Adaptasi Fisiologis
Pengkajian perilaku mode adaptasi fisiologis pada pasien post operasi CABG akan
dijelaskan dalam uraian sebagai berikut
1. Oksigenasi
Pengkajian ventilasi pada pasien post operasi CABG saat dipindhkan ke ICU maka
yang harus dilakukan adalah pengkajian pasien menggunakan ventilasi mekanik
pada 10-12 jam pertama. Ventilasi dikaji tentang pemakaian alat bantu nafas atau
ventilator. Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator
pengaturannya telah dibuat dengan tepat. Dalam memantau ventilator, perawat
harus memperhatikan hal-hal berikut : jenis ventilator, cara pengendalain
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
47
(Controlled, Assist Control, Synchronized Volume, Pressure Support dan
sebagainya), pengaturan volume tidal dan frekunsi, pengaturan FIO2 (fraksi
oksigen yang diinspirasi), tekanan inspirasi yang dicapai dan batasan tekanan,
adanya air dalam selang, terlepas sambungan atau terlipatnya selang, humidifikasi,
alarm, dan PEEP (Positive End Expiration Pressure). Disamping alatnya dikaji
maka tanda klinis juga dikaji seperti pola nafas, pergerakan dinding dada dan
kebutuhan serta kegagalan pasien dalam melakukan penyapihan atau Weaning
Ventilator. Saat pasien di ekstubasi pengkajian terkait ventilasi maka di kaji pola
nafasnya, frekuensi nafas irama nafas, pergerakan dinding dada, penggunaan otot
bantu nafas, bunyi nafas, batuk produktif, pneumonia, adanya hematotoraks,
pneumotorak dan adanya emboli paru. Pengkajian pertukaran gas adalah dengan
mengkaji dan menginterpretasi dari hasil analisa gas darah arteri dan vena,
sianosis, pucat, capilary refill (< 3 detik). Transport gas yang dikaji tentang sistem
kardiovaskuler dengan mengkaji monitoring hemodinamik : Central Venous
Pressure (CVP), Stroke Volume (SV), Pulmonary Artery (PA), Pulmonary Artery
Wedge (PAW), Cardiac Output (CO), Cardiac Index (CI), Systemic Vasculer
Resistance (SVR), Systemic Vasculer Resistance Index (SVRI), Pulmonary
Vasculer Resistensi(PVR), Pulmonary Vasculer Resistance Index (PVRI), ECG,
bunyi nafas dan bunyi jantung, hasil pemeriksaan echocardiography post operasi
CABG, pemakaian pacu jantung, kehangatan kulit, status mental, keluaran urin,
perabaan arteri pada ekstremitas bawah. Kaji adanya tamponade jantung seperti
peningkatan tekanan vena, keseimbangan tekanan intrakardiak, pengeluaran
drainase secara tiba-tiba khususnya pada pasien yang pengeluaran drain banyak,
penurunan voltase ECG, penurunan hemoglobin, disritmia, penurunan curah
jantung, penurunan urine output.
2. Nutrisi
Pengkajian terkait nutrisi saat diintubasi meliputi kepatenan letak naso gastric tube
(NGT), jumlah, warna dan karakteristik cairan yang dikeluarkan. Saat ekstubasi
kaji pola makan, mual dan muntah, distensi abdomen, bising usus, intake nutrisi
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
48
dan cairan, status antropometri (BB, TB, LILA), nilai laboratorium (HB dan
albumin), ada atau tidaknya perdarahan lambung, Gula Darah Sewaktu (GDS).
3. Eliminasi
Pengkajian eliminasi pada saat post operasi yaitu terkait fungsi ginjal dengan
mengkaji penurunan keluaran urin, kepatenan pemakaian kateter, dan karakteristik
urin yang dikeluarkan, pemeriksaan laboratorium (ureum, kreatinin, BUN).
Pengkajian intestinal yaitu dengan mengkaji pola defekasi pasien frekuensi, warna
dan kosistensi dari feses.
4. Aktivitas dan Istirahat
Aktivitas dikaji berhubungan dengan rasa lemah, lemas, letih pasien dan nyeri saat
aktivitas serta kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas karena aktivitas juga
berkaitan dengan fungsi jantung. Pada istirahat perawat mengkaji kurangnya
istirahat dan gangguan tidur akibat rasa tidak nyaman yang dirasakan pasien post
operasi.
5. Proteksi
Proteksi terkait dengan proses imunitas tubuh, pada pasien post CABG yang harus
dikaji terkait dengan infeksi post operasi. Kaji tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistemik, luka observasi di kaji dan di observasi keadaannya (adanya radang,
kemerahan, dan basah), keadaan balutan luka luka di kaji, dan peningkatan
leukosit.
6. Sensasi
Pengkajian sensasi pada post operasi CABG di khususnya mengkaji tentang nyeri
dada yang dihasilkan pasien dan pasien diharapkan mampu membedakannya
antara nyeri dada akibat sternotomy atau dari miokardial infark yang merupakan
indikasi dari gagalnya graft. Nyeri akibat sternotomi adalah terlokalisasi, tidak
menyebar, pasien sering mengalami kesusahan saat melakukan nafas dalam dan
batuk. Nyeri menstimulasi peningkatan tekanan darah dan vaskuler resistensi dan
curah jantung.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
49
7. Cairan dan Elektrolit
Pengkajian cairan dan elektrolit juga merupakan prioritas pada pasien post operasi
CABG. Kaji adanya edema, tekanan darah, Pulmonary Artery Wedege Pressure
(PAWP), tekanan atrium kanan, cardiac output, cardiac index, SVR, kehilangan
darah, dan urine output. Pengkajian elektrolit khususnya kalsium, magnesium, dan
kalium yang mungkin menurun
8. Fungsi Neurologi
Pengkajian fungsi neurologi pada pasien post operasi CABG terkait tingkat
kesadaran secara kuantitatif maupun kualitatif, pengkajian pupil, kelemahan
ekstremitas, stroke atau defisit neurologis dan ensefalopati, adanya gangguan
kognitif, gangguan sensorik, orientasi terhadap tempat, orang, waktu dan
sekitarnya
9. Fungsi Endokrin
Stres saat pembedahan, efek dari anastesi dan CPB, hipotermia, dan pemakaian
inotropik dapat mengakibatkan peningkatan glukosa darah (hiperglikemia).
Pengkajian fungsi endokrin saat post operasi CABG di fokuskan pada peningkatan
glukosa darah.
b. Mode Adaptasi Konsep Diri
Pengkajian konsep diri diawali terlebih dahulu membina hubungan saling percaya
antara pasien dan perawat. Pengkajian konsep diri terdiri dari dua bagian yaitu
physical self dan personal self. Physical self dengan mengkaji kecemasan post
operasi yang di alami saat ini, depresi dan kurangnya pengetahuan serta
pengalaman pasien. Personal self dikaji tentang perasaan pasien setelah operasi,
kemampuan menerima dirinya setelah operasi, dan keyakinan pasien akan sembuh.
Secara umum pengkajian konsep diri meliputi personal identity mengkaji tentang
bagaimana pasien bisa menjelaskan karakteristik atau dirinya sendiri setelah
operasi CABG, apa yang pasien suka setelah CABG, apakah akan baik2 saja
setelah operasi, apa yang pasien miliki terkait bakat dan minat pasien setelah
CABG, apakah bisa merubah pasien dengan keadaan post CABG. Pengkajian
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
50
terkait body image : apakah merasa adanya perubahan dalam diri setelah CABG,
apakah merasa nyaman mendiskusikan operasi CABG, bagaimana perasaan pasien
tentang perubahan setelah CABG, apayang berubah setelah di operasi terkait
dengan operasi, apa pasien tahu tentang penilaian orang terhadap perubahan
dirinya. Perawat juga dapat menanyakan tentang konsep diri pasien seperti :
apakah pasien puas dengan kehidupan saat ini, bagaimana perasaan pasien tentang
dirinya, apa yang pasien ingin capai, dan apa tujuan hidup yang penting setelah
operasi. Pada saat pengkajian perawat dianjurkan tetap mempertahankan kontak
mata, membungkuk dan berpindah secara perlahan, hindari penampilan yang
kurang rapi, berbicara perlahan-lahan dan dapat di mengerti, dan jangan ikut
membuat pasien rasa bersalah yang banyak, dan ikut serta dalam perasaan pasien
(empati).
c. Mode Adaptasi Fungsi Peran
Fungsi peran dikaji tentang peran primer, skunder, dan tersier pasien setelah
menjalankan operasi CABG. Kaji peran pasien saat ini sebagai pasien yang dikaji
melalui komunikasi. Perawat mengkaji kepuasan dan ketidakpuasan yang
berhubungan dengan tanggung jawab dan hubungan peran meliputi keluarga,
kerja, dan sosial. Perubahan – perubahan peran yang dihadapai pasien selama sakit
dan sesudah sakit, perasaan keluarga pasien dalam menerima kekurangan pasien
setelah sakit, dan apa yang pasien harapkan nantinya yang berhubungan dengan
peran.
d. Mode Adaptasi interdependen
Kaji keinginan dan kemampuan memberi ke yang lainnya dan menerima dari
semua aspek seperti cinta, menghormati, nilai, rasa memiliki, waktu dan bakat.
Kaji orang yang berarti bagi pasien dan sistem pendukung, kemampuan memberi
dan menerima. Kaji status perkembangan, ketergantungan, kemandirian. Kaji
kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan dan tingkat keamanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
51
2.3.3.2 Pengkajian Stimulus
a. Stimulus Fokal, Kontekstal, dan Residual dari Mode Adaptasi Fisiologi
 Oksigenasi : efek dari intraoperatif CABG, penggunaan CPB dan anastesi,
penggunaan ventilator, penggunaan obat-obat inotropik, fungsi jantung, fungsi
pernafasan, stres dan perubahan suhu
 Nutrisi : fungsi dari sistem gastrointestinal, respon terhadap obatobatan,penyediaan makanan, kognator pasien terhadap makanan, budaya
makan, umur, aktivitas, dan jenis kelamin
 Eliminasi : fungsi ginjal setelah CABG, jumlah intake cairan, pengggunaan
diuretik dan laksatif, kebiasaan pasien untuk bereliminasi, stres, tumbuh
kembang, dan kondisi yang tidak nyaman
 Aktivitas dan istirahat : kondisi fisik post CABG, psikososial adanya rasa
cemas, lingkungan rumah sakit yang tidak kondusif, kebiasaan pasien
 Proteksi : faktor lingkungan, kognator pasien terhadap infeksi setelah CABG,
nutrisi, dan faktor psikologi
 Sense : kehilangan fungsi, kurangnya pengetahuan pasien dalam mengelola
nyeri, lingkungan dan budaya
 Keseimbangan cairan dan elektrolit : faktor lingkungan, respon obat, kognator
pasien
 Neurologi : efek dari pembedahan CABG, analisa gas darah dan hemoglobin,
stres, status nutrisi, aktivitas dan istirahat, mode konsep diri, mode fungsi
peran dan mode interdependensi
 Endokrin : stres pembedahan, pemakaian obat-obatan, lingkungan dan
pengetahuan pasien
b. Stimulus Fokal, Kontekstal, dan Residual Mode Adaptasi Konsep Diri
Perkembangan fisik, tingkat perkembangan kognitif, interaksi dengan pemberi
pelayanan, reaksi terhadap orang lain, krisis maturasi, persepsi dan skema diri,
strategi koping. Transaksi antara diri dan lingkungan, konfirmasi melalui
interaksi sosial, tingkat kesadaran terhadap arti lingkungan, nilai atribut diri,
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
52
kebutuhan dan jarak, lingkungan sosial eksternal, kepemimpinan dan tanggung
jawab yang kesemua itu merupakan dampak dari post operasi CABG.
c. Stimulus Fokal, Kontekstal, dan Residual Mode Adaptasi Fungsi Peran
Kebutuhan pasien, perkembangan umur, pengetahuan terhadap harapan perilaku,
respon dari peran saat sakit, proses kognitif, norma sosial, dan pengaturan pasien
dalam peran, konsep diri dan kesejahteraan, emosional, peran orang lain, sumber
daya kognitif, persepsi sosial, besarnya dan kompleksitas peran.
d. Stimulus Fokal, Kontekstal, dan Residual Mode Adaptasi Interdependensi
Harapan hubungan dan kesadaran akan kebutuhan, harga diri, interaksi sosial,
ketrampilan komunikasi, kehadiran keluarga dan kerabat, pengetahuan mengenai
suatu hubungan dan perilaku untuk meningkatkan kualitas hubungan, usia sesuai
tugas perkembangan, tingkat perkembangan, perubahan yang berarti, sumber daya
keuangan pribadi dan bantuan dari orang lain.
2.3.3.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang akan muncul pada pasien post operasi CABG
berdasarkan NANDA (2012) adalah sebagai berikut :
a. Penurunan
curah
jantung
berhubungan
dengan
gangguan
preload/afterload/kontraktilitas dan frekuensi nadi serta gangguan irama
jantung.
b. Ketidakmampuan ventilasi spontan berhubungan dengan efek operasi CABG
c. Inefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukkan sekret
d. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan sekunder tehadap pembedahan
e. Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin dan intake inadekuat
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen ke jaringan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
53
g. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan tindakan
pembedahan jantung, perdarahan.
h. Resiko perdarahan berhubungan dengan inadekuat hemostasis, koagulopati
i. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya insisi pembedahan
j. Koping individu inefektif berhubungan dengan Koping individu inefektif
berhubungan dengan adanya ancaman perubahan kesehatan.
2.3.3.4 Tujuan, Intervensi dan Evaluasi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah rangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien dan mengatasi masalah
keperawatan. Rencana tindakan difokuskan pada peningkatan kemampuan pasien
untuk melakukan perawatan mandiri sehingga dapat mempengaruhi perilaku
dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis dengan baik terhadap masalahnya.
Perawat dapat merencanakan aktivitas khusus untuk penanganan pasien dengan
edema paru akut. Tujuan, intervensi dan Evaluasi dirumuskan berdasarkan NIC
dan NOC (Nursing Intervention Criteria dan Nursing Outcome Criteria) yang
disusun oleh Morhead, Johnson, Maas dan Swanson (2008) dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 2.5
Tujuan, Intervensi dan Evaluasi Keperawatan
Dx
1
Tujuan
Diharapkan pasien menunjukkan
peningkatan curah jantung,
hemodinamik stabil, ECG
normal, suara nafas
vesikuler, tidak ada perubahan
status mental, urine output > 0,5
ml/kgBB/jam tanpa diuretik
(NOC : Cardiac Pump
Efectiveness, Cardiopulmonary
Status,
Intervensi
Cardiac Care : Acute,
Haemodinamic Regulation,
Management Dysrithmia,
Evaluasi
Pada hari ketujuh pasien
mampu beradaptasi
terhadap penurunan
curah jantung
Medication Administration,
Fluid Management.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
54
Fluid Balance)
2
Pasien diharapkan dapat
bernafas spontan dengan
menunjukkan pasien tidak
mengalami kelelahan saat
bernafas, frekuensi nafas normal,
bunyi nafas
vesikuler (NOC : Ventilation
Mechanical Ventilation
Management :
Noninvasive,
Mechanical Ventilatory
Ketidakmampuan
ventilasi spontan dapat
diatasi selama 4-8 jam
post operasi di
ICU
Weaning.
Mechanical Respon, Weaning
Respon)
3
4
Bersihan nafas menjadi efektif
dengan menunjukkan
peningkatan bersihan
jalan nafas melalui nafas dalam
dan batuk efektif (NOC :
Respiratory Status :
Airway Patent)
Cough Enchancement,
Resiko ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit tidak terjadi
dengan
menunjukkan intake dan output
cairan seimbang, hemodinamik
stabil, serum
elektrolit dalam batas normal
Fluid Management,
(NOC
:
Fluid
Chest Physiotherapy
Electrolyt Management,
Balance,
Pada hari ketujuh
perawatan pasien sudah
menunjukkan mampu
beradaptasi
terhadap bersihan jalan
nafas inefektif
Pada hari keempat
perawatan pasien mampu
menunjukkan
kemampuan
beradaptasi dan tidak
terjadi
ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
Electrolyt Balance)
5
6
7
Resiko perdarahan tidak terjadi
dengan menunjukkan
pengeluaran darah
minimal (< 70 cc/jam),
penurunan tekanan darah dan
peningkatan nadi (NOC :
Blood Loss Severity)
Bleeding Reduction, Blood
Resiko ketidakseimbangan
nutrisi tidak terjadi dengan
menunjukkan pasien
tidak mual, muntah,
menghabiskan porsi makan,
glukosa darah dalam batas
normal (NOC : Nutritional
Status : Food and Fluid Intake,
Blood Glucose
Level)
Nutrition Management,
Resiko infeksi tidak terjadi
dengan menunjukkan penurunan
resiko infeksi dan
penyembuhan luka sternotomi
dan luka pada daerah kaki (NOC
Infection Control
Product Administration,
Resiko perdarahan tidak
terjadi setelah 24 jam
post operasi
Tube Care Chest
Nausea Management,
Hyperglicemia
Management
Infection Protection
Insicion Site Care.
Pasien mampu
beradaptasi dan tidak
terjadi resiko
ketidakseimbangan
nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh pada hari kelima
Pada hari ketujuh
perawatan pasien mampu
menunjukkan
kemampuan
beradaptasi dan tidak
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
55
: Wound
Healing Primary Intention)
8
Pasien menunjukkan rasa
nyaman dengan melaporkan
toleran terhadap nyeri
dan penurunan penggunaan
terjadi resiko infeksi
Pain Management
Pasien mampu
beradaptasi terhadap
nyeri pada hari kelima
dan toleran
terhadap nyeri
Pasien menunjukkan
pengembalian kesadaran dan
status mental (NOC :
Cognitive
Ability,
Cranial
Neurologic Monitoring
Sensory/Motor Function)
: Safety, Physical Restrain
Resiko gangguan mental
dan kesadaran
postcardiotomy tidak
terjadi dalam 3 hari
perawatan
Pasien mampu beradaptasi
melakukan aktivitas bertahap
tanpa ada kesulitan
Energy
analgesik (NOC : Pain Level)
9
10
Reality Orientation
Enviromental Management
Management,
Cardiac
Care
:
Rehabilitative
11
Pasien menunjukkan koping
individu menjadi efektif dengan
peningkatan
harga diri, pengetahuan
meningkat (NOC : Self Esteem,
Anxiety Self Control,
Knowledge : Cardiac Disease
Management & Treatment
Regiment)
Pasien mampu
beradaptasi melakukan
aktivitas bertahap tanpa
ada kesulitan
pada hari ketujuh
Coping Enchancement,
Pasien
menunjukkan
Anxiety Reduction
koping yang adaptif pada
Teaching
hari ketujuh perawatan
:Disease Process
Teaching Prescribed Diet,
Teaching Prescribed
Activity/Exercise
Teaching Prescribed
Medication.
2.4 EBNP Terapi Musik
2.4.1 Pengertian
Musik merupakan suatu stimulasi pendengaran yang intensional dengan
mengorganisasikan unsur-unsur melodi, irama, harmoni, timbre, bentuk dan
gaya. Pengulangan stimulasi musik akan memberikan efek klinik yang positif.
(Standley, 2002).
Musik merupakan salah satu bentuk rangsangan suara yang merupakan stimulus
khas untuk indera pendengaran. Musik lebih dari sekedar bunyi. Musik
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
56
merupakan getaran udara harmonis yang ditangkap oleh organ pendengaran dan
melalui syaraf didalam tubuh dan disampikan ke susunan syaraf pusat sehingga
menimbulkan kesan tertentu di dalam diri seseorang yang mendengarkannnya. (
Satiadarma, 2005).
Penggunaan istilah terapi musik dewasa ini berkembang. Terapi musik adalah
tindakan menentukan penggunaan musik dan intervensi musikal sebagai
rencana tindakan untuk memperbaiki, mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan emosional, fisik, psikologis dn spiritual serta untuk proses
penyembuhan (Dossey, Guzzetta dan Kenner, 2002).
2.4.2 Pengaruh Musik Terhadap Nyeri
Music
Auditory
pathway
Thalamus
Hypothalamus
Periventricular and
periaqueductal gray
amygdala
Improved mood
including decreased
anxiety
N. Raphe
(Serotonin)
hippocampus
Locus coeruleus
(norephinephrine)
Anterior cinculate
Spinal cord neurons that reales
enkhephalin
Inhibition of
pheripheral pain
pathway neurons
Distraction
relaxation
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
57
Gambar 2.2 : possible auditory pathways influenced by music application.
Terapi musik sebagai suatu cara yang menenangkan atau penyembuhan. Musik
memiliki efek positif terhadap suasana hati, kecemasan dan rasa sakit dan
mempengaruhi keadaan fisiologis pada pasien yang telah dilakukan operasi
jantung. Banyak penelitian yang dilakukan terhadap efek musik terhadap
kecemasan, menurunkan nyeri. Musik dapat menurunkan produksi hormon
cortisone. Secara teori mendengarkan musik akan melepaskan endorfin dan
untuk mengurangi kadar katekolamin , sehingga menghasilkan tekanan darah
lebih rendah dan penurunan kebutuhan untuk analgesik . Selain itu, denyut
jantung dan laju pernapasan ditingkatkan dan penurunan konsumsi oksigen
( Twiss et al., 2006).
2.4.3 Bunyi Dalam Terapi Musik
Musik merupakan suatu stimulasi pendengaran yang intensional dengan
mengorganisasikan unsur-unsur melodi, irama, harmoni, timbre, bentuk dan
gaya. Pengulangan stimulasi musik akan memberikan efek klinik yang positif.
(Standley, 2002). Mendengarkan musik yang sesuai dapat memberikan dampak
yang positif bagi pendengarnya. Musik instrumentalia yang lembut akan
memberikan efek tenang dan menurunkan stress dan kecemasan dengan sangat
luar biasa. (Mucci & Mucci, 2002).
Musik dapat mengurangi aktifitas sistem saraf sehingga dapat menimbulkan
penurunan frekuensi nadi, dan konsumsi oksigen jantung. Pasien juga
mengalami penurunan kecemasan. Musik juga digunakan untuk mengurangi
kecemasan pasien yang dilakukan penyapihan penggunaan ventilator.
Kecemasan diukur secara subjektif dan objektif dengan memperhatikan respon
fisiologis pasien (Lee, Chung, Chan, Chan, 2005).
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
58
Bunyi mengalir dalam bentuk gelombang elektromagnetik melalui udara dan
dapat di ukur berdasarkan frekwensi bunyi dan intensitas bunyi. Frekwensi
bunyi mengacu pada tinggi dan rendahnya nada serta tinggi dan rendahnya
kualitas suara yang diukur dalam hertz yaitu jumlah daur perdetik dimana
gelombang bergetar. Telinga normal manusia dapat mendengarkan bunyibunyian
dalam
frekwensi
antara
16
sampai
dengan
20.000
hertz
(Campbell,2001).
Bunyi-bunyi dengan frekwensi tinggi (3000 hingga 8000 hertz atau lebih)
lazimnya bergetar diotak dan mempengaruhi fungsi-fungsi kognitif seperti
berfikir, persepsi spasial dan ingatan. Bunyi-bunyi dengan frekwensi sedang
750 hingga 3000 hertz cenderung merangsang jantung, paru dan emosi
sedangkan bunyi-bunyi dengan frekwensi rendah 125 hingga 750 hertz akan
mempengaruhi gearakan-gerakan fisik. Bunyi yang keluar dari alat musik yang
diminkan oleh orang yang menguasai alat musik memiliki nada-nada yanga
beraturan dan irama-irama tertentu. Bunyi tersebut dikenal dengan musik.
Alunan suara musik yang terdengar oleh telinga manusia ternyta mampu
memberikan
stimulus yang positif bagi manusia. Musik mampu menutupi
bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan (Tomatis, 1996). Musik dapat
memperlambat dan menyeimbangkan gelombang otak, bahkan musik dapat
berpengaruh terhadap irama pernafasan, denyut jantung dan tekanan darah
manusia (Campbell, 2001).
Ozer, et al., (2013) merekomendasikan intervensi musik yang dapat dilakukan
dalam pelayanan klinik
1. Musik yang mengalun lambat dengan kecepatan 60 sampai 80 beats
permenit.
2. Tanpa lirik (instrumentalia)
3. Batas maksimum volume adalah 60 dB
4. Pasien dapat memilih sendiri musik yang disukai sesuai aturan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
59
5. Peralatan yang sesuai dipilih untuk situasi spesifik
6. Waktu pemberian 30 menit
7. Lakukan pengukuran, tindak lanjut dan dokumentasikan respon pasien
2.4.4 Manfaat Terapi Musik
Musik merupakan suatu stimulasi pendengaran yang intensional dengan
mengorganisasikan unsur-unsur melodi, irama, harmoni, timbre, bentuk dan
gaya. Pengulangan stimulasi musik akan memberikan efek klinik yang positif.
(Standley, 2002). Mendengarkan musik yang sesuai dapat memberikan dampak
yang positif bagi pendengarnya. Musik instrumentalia yang lembut akan
memberikan efek tenang dan menurunkan stress dan kecemasan dengan sangat
luar biasa. (Mucci & Mucci, 2002).
Musik dapat mengurangi aktifitas sistem saraf sehingga dapat menimbulkan
penurunan frekuensi nadi, dan konsumsi oksigen jantung. Pasien juga
mengalami penurunan kecemasan. Musik juga digunakan untuk mengurangi
kecemasan pasien yang dilakukan penyapihan penggunaan ventilator.
Kecemasan diukur secara subjektif dan objektif dengan memperhatikan respon
fisiologis pasien (Lee, Chung, Chan, Chan, 2005).
Anthony (2003) menyatakan manfaat musik yang demikian besar dan dalam
perkembangannya telah dijadikan salah satu bentuk terapi alternatif telah
banyak dirasakan dalam kehidupan manusia. Secara umum manfaat musik
dalam kehidupan manusia:
a. Terapi
Berbagai literature dan hasil penelitian telah menerangkan manfaat terapi
musik dalam dunia kesehatan. Terapi musik telah banyak digunakan dalam
proses penyembuhan berbagai penyakit, baik yang bersifat fisik maupun
psikologis.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
60
b. Penyegaran (refreshing)
Dalam kehidupan manusia sering mengalami kebosanan, kejenuhan, bahkan
mengalami situasi dimana kita tidak tahu harus melakukkan apa.
Mendengarkan
musik
walaupun
cuma
sebentar
ternyata
dapat
mengembalikan kesegaran dalam berfikir dan melakukan tindakan, sehingga
kita menjadi lebih bersemangat dalam bekerja. Jadi musik secara langsung
dapat dijadikan sarana penyegaran yang murah dan efektif untuk mengatasi
kejenuhan dan kebosanan
c. Motivasi
Motivasi adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan feeling tertentu.
Apabila ada motivasi semangatpun akan muncul dan segala kegiatan bisa
dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa musik-musik dengan suara
mars dapat meningkatkan semangat dan motivasi seseorang.
d. Kepribadian seseorang
Perkembangan kepribadian seseorang juga mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh jenis musik yang didengar. Jika diwaktu kecil kita suka mendengarkan
lagu anak-anak maka setelah dewasa kita akan memilih sendiri jenis musik
yang kita sukai. Pemilihan jenis musik yang kita sukai dapat membantu kita
memberikan nuansa hidup yang dibutuhkan, misalnya agar tenang kita
mendengarkan musik jazz, agar bersemangat kita bisa mendengarkan musik
rock atau mars dan agar kita santai kita bisa mendengarkan musik blues atau
reggae. Kepribadian seseorang juga dipengaruhi oleh jenis musik yang
didengarkannya. Orang yang gemar mendengarkan musik-musik keras juga
membentuk kepribadian yang kuat dan keras sedangkan orang yang gemar
mendengarkan musik lembut juga akan membentuk kepribadian yang tenang
dan lembut.
e. Komunikasi
Musik sebagai bahasa yang universal mampu menyampaikan berbagai pesan
ke seluruh manusia tanpa harus membeda-bedakan latar belakangnya. Musik
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
61
dapat menyuarakan pesan perdamaian, protes sosial, mengutarakan isi hati,
mengungkapkan rasa cinta, kesedihan, putus asa dan sebagainya
f. Efek Mozart
Efek Mozart adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa dihasilkan sebuah
musik yang dapat meningkatkan intelegensi seseorang. Beberapa hasil
penelitian
menunjukkan
musik-musik
klasik
seperti
musik
Mozart
mempunyai manfaat yang sangat baik untuk ibu hamil dan bayi dalam
kandungannya yaitu dapat mencerdaskan bayi dan juga memberikan
ketenangan kepada ibu yang sedang hamil.
2.4.5 Jenis Terapi Musik
Campbell (2001) mebagi terapi msuk atas beberapa jenis :
1. Lagu-lagu Gregorian. Lagu-lagu tersebut amat cocok untuk mengiringi belajar
dan meditasi dan dapat mengurangi stress . music ini menggunakan ritme
pernafasan alamiah untuk menciptakan perasaan lapang dan santai..
2. Musik Barok yang lambat seperti bach, hendel,Vivaldi dan corelli Musik ini
memberikan perasaan mantap teratur, dapat diramalkan dan keamanan serta
menciptakan suasana yang merangsang pikiran dalam belajar atau bekerja.
3. Musik klasik misalnya Mozart memiliki kejernihan, keanggunan dan
kebeningan. Musik ini mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan dan persepsi
spasial.
4. Musik romantik seperti Schubert, schumann, Tchaikovsky, chopin. Musik ini
paling baik digunakan untuk meningkatkan simpati rasa sependeritaan dan
kasih sayang ekspresi dan perasaan, seringkali memunculkan tema-tema
individualism, nasionalisme atau mistisisme.
5. Musik impressionis sepertti Debussy, faure dan ravel didasarkan pada kesankesan dan suasana hati musikal yang mengalir bebas dana menimbulkan
imaji-imaji seperti mimpi, dapat membuka impulsimpuls kreatif dan membuat
kita bersentuhan dengan alam tak sadar
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
62
6. Jazz, blues, Dixieland, soul,calypso, reggae. Merupakan ekspresif yang dapat
membawa kegembiraan, melepaskan kesedihan, membawa kecerdasan dan
ironi dan menegakkan kemanusiaan bersama.
7. Salsa, Rhumba, Maranga, Macarena mempunyai ketukan dan ritme yang
hidup dan dapat membuat jantung makin cepat, meningkatkan pernafasan dan
membuat seluruh tubuh bergerak. Samba mempunyai kemampuan mampu
menentramkan sekaligus menggugah.
8. Musik rock dapat menggugah nafsu, merangsang gerakan aktif, melepaskan
ketegangan, menutup rasa sakit, merangsang gerakan aktif, melepaskan
ketegangan, menutup rasa sakit dan mengurangi efek bunyi-bunyian keras lain
yang tidak menyenangkan. Musik tersebut juga dapat meningkatkan
ketegangan, disonansi, stress dan rasa sakit di dalam tubuh apabila kita tidak
dalam suasana bathin untuk dihibur secara energetik
9. Musik ambient, titudinal atau new age dengan ritme yang dominan misalnya
musik selven helpren atau brian eno memperpanjang perasaan akan ruang dan
waktu dan dapat menimbulkan keadaan waspada dan santai
10. Heavy metal, punk, tap, hip hop dan grunge dapat menggugah system syaraf
menjurus pada prilaku dinamis maupun pengungkapan diri. Musik ini dapat
member isyarat kepada orang lain, kedalaman maupun intensitas gejolak
bathin generasi muda maupun kebutuhan akan pelampisn
11. Musik rohani dan suci termasuk gendering shaman, himne-himne di gereja,
musik-musik gospel dan lagu-lagu rohani dapat membuat kita berpijak ke
tanah dan membimbing kearah perasaan damai yang mendalam serta
kesadaran rohani. Musik tersebut dapat sangat bermanfaat untuk membantu
kita mengatasi dan melepaskan rasa sakit.
2.5 Nyeri
2.5.1 Pengertian
International Association for the Studi of pain IASP mendefenisikan nyeri
sebagai sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional karena
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
63
adanya kerusakan jaringan aktual maupun potensial. Nyeri adalah pengalaman
apapun yang dirasakan seseorang dan tetap ada kapanpun seseorang tersebut
mengatakannya. Defenisi ini memandang bahwa seseorang memiliki otoritas
terhadap nyeri yang dirasakan dan hanya dia yang dapat menentukan rasa itu
(Strong, et al, 2002).
2.5.2 Fisioligi Nyeri
Nyeri bersifat kompleks, perpaduan antara reaksi fisik, emosi dan tingkah laku
seseorang yang mengalaminya. Untuk lebih memahami hal tersebut akan
dijelaskan 3 komponen yang terkait fisiologi nyeri yaitu resepsi, persepsi dan
reaksi (Potter &Perry, 1997).
a. Resepsi
Kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas, mekanik, kimia mupun listrik
akan merangsang pelepasan zat yang menimbulkan nyeri. Terpajan terhadap
panas, dingin, tekanan, gesekan dan kimia akan membuat tubuh melepaskan
zat yang disebut histamine, bradikinin dan kalium yang berkombinasi dengan
tempat reseptor pada nociceptor (reseptor yang berspon terhadap stimulus yang
membahayakan. Untuk memulai transmisi syaraf yang berkaitan dengan nyeri.
Tidak semua reseptor jaringan tubuh dapat meneruskan sinyal nyeri. Otak dan
paru sebagai contohnya. Beberapa reseptor tubuh hanya akan akan memberi
respon hanya kepada satu rangsangan nyeri.
Impuls syaraf timbul dari
stimulus nyeri yang berjalan disepanjang serabut syaraf aferen. Terdapat 2
jenis serabut saraf perifer yang menghantarkan stimulus nyeri. Yang bekerja
cepat yaitu serabut A-delta bermyelin dan yang bekerja lambat sangat kecil
yaitu serabut C tak bermyelin. Serabut A mengirimkan sensasi tajam dan
terlokalisir yang menentukan sumber nyeri dan untuk mendeteksi intensitas
nyeri. Serabut C menghubungkan impuls yang kurang terlokalisir bersifat
visceral dan persisiten. Sebagai contoh saat tertusuk paku seseorang akan
merasa nyeri yang tajam ,terlokalisir sebagai akibat transmisi serabut A. Dalam
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
64
beberapa detik kemudian nyeri menyebar ke seluruh kaki akibat transmisi
serabut C. Saat serabut A-Delta dan serabut C menyampaikan impuls dari
serabut syaraf, mediator kimia dilepaskan untuk mengaktifkan respon nyeri
dilepaskan.sebagai contoh kalium dan prostaglandin dilepaskan saat selsel
mengalami kerusakan. Transmisi stimulus nyeri berlanjut sepanjang serabut
aferen dan berakhir di dorsal horn Medula spinalis. Dalam dorsal horn,
neurotransmitter seperti substansi-P dilepaskan yang menyebabkan transmisi
sinaptik dari syaraf eferen./sensori menuju traktus syaraf spinothalamik. Hal
ini menyebabkan impuls nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam system
syaraf pusat. Stimulus nyeri berjalan melalui serabut syaraf dalam traktus
Spinothalamik yang melintas berlawanan dari medulla spinalis. Impils nyeri
kemudian berjalan sepanjang medulla spinalis. Selanjutnya Impuls ini
diinformasikan secara cepat ke pusat yang lebih tinggi pada otak, termasuk
formasio retikularis, system limbic, thalamus dan korteks serebri.
b. Persepsi
Persepsi merupakan pengalaman tentang perasaan, interpretasi dan pemahaman
terhadap dunia yang bersifat personal dan internal. Setiap orang akan memiliki
cara pandang yang berbeda terhadap suatu peristiwa atau fenomena. Persepsi
adalah hal penting dimana seseorang sadar terhadap nyeri yang dialami, saat
menyadarinya reaksi beragam akan muncul. Interaksi faktor psikologis dan
kognitif dengan neuropsikologis seseorang dalam mempersepsikan nyeri
menggambarkan tiga sistem interaksi terhadap persepsi nyeri yaitu sensori
diskriminatif, motivational-affektif dan cognitif-evaluatif. Persepsi memberi
kesadaran dan makna nyeri sehingga seseorang akan memberikan reaksi
(Potter & Perry, 1997)
Persepsi digunakan oleh individu untuk menyampaikan perasaan tertentu
mengenai suatu objek atau peristiwa yang dialami. Karena bersifat personal
setiap individu akan memberikan pandangan yang berbeda terhadap suatu
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
65
objek atau peristwa. Hal ini dipengaruhi oleh harapan dan pengalaman masa
lalu. Karena nyeri bersifat kompleks sejumlah faktor mempengaruhi persepsi
nyeri individu. (Potter & Perry, 1997).
c. Reaksi terhadap nyeri
Respon fisiologis dan tingkah laku akan dialami oleh seseorang yang
mengalami nyeri. Respon yang timbul sebagai dampak adanya nyeri terjadi
pada respon fisiologis, tingkah laku dan aktivitas sehari-hari Respon fisiologis
yang dapat diamati pada nyeri akut adalah peningkatan tekanan darah,
peningkatan denyut jantung, peningkatan laju pernafasan dan respon
neuroendokrin dan metabolik. Peningkatan tekanan darah terjadi karena
overaktivitas saraf simpatis. Vasokonstriksi perifer merupakan respon adaptif
saat darah berpindah dari perifer menuju jantung dan paru. Peningkatan
tekanan darah akan meningkatkan kerja jantung. Sehingga mengarah terjadinya
vasokonstriksi arteri koronari. Peningkatan laju pernafasan sebagai usaha
untuk meningkatkan ketersediaan oksigen ke jantung dan sirkulasi. Sedangkan
respon metabolik yang tampak akibat nyeri adalah katabolisme. Dampak nyeri
pada perilaku dapat diamati dari ungkapan verbal pasien, respon vocal, gerakan
muka dan tubuh dan interaksi sosial. Ungkapan verbal dari pasien adalah hal
yang paling penting meskipun bagi sebagian pasien lain sulit untuk
mengungkapkannya. Merintih, mengerang dan menangis adalah contoh respon
vokal ungkapan nyeri. Sedangkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh juga
mencerminkan adanya nyeri (Potter & Perry, 1997).
Nyeri
yang tidak teratasi akan menurunkan energi
yang akhirnya
mempengaruhi aspek kehidupan. Pasien yang merasakan nyeri sering kali
kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari aktivitas mandi, berpakaian dan
makan akan terpengaruh dari tingkat ringan ke tingkat parah tergantung dari
lokasi dan intensitas nyeri. Nyeri yang menetap juga akan mengganggu
konsentrasii pasien. Dilain pihak aktivitas fisik dapat meningkatkan nyeri
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
66
selain itu kebutuhan tidur juga akan terganggu akibat nyeri (Craven dan Himle,
2000).
2.5.3 Mekanisme Nyeri Pasca Bedah
Nyeri pasca bedah disebabkan kerusakan jaringan yang menyebabkan stimulasi
nosiseptor pada lokasi pembedahan sehingga mengaktifkan suatu rangsangan
saraf ke otak dan sebagai konsekuensi muncul sensasi nyeri (Roykulcharoen,
2003). Mekanisme yang pertama kali di lokasi pembedahan adalah inflamasi
dan banyak substansi-substansi yang dilepaskan, seperti substansi P,
prostaglandin, leukotrin, histamin, serotinin dan bradikin. Pelepasan mediator
inflamasi merupakan respons perlukaan.
Rangsang nyeri berjalan di sepanjang saraf spinal ke akar dorsal dan memasuki
ke medula spinalis. Jaringan serabut nyeri aferen berakhir pada saraf-saraf di
kornu dorsalis (Guyton, 1996). Pada kornu dorsalis, informasi nosiseptor lewat
melalui serabut saraf traktus spinothalamik ascending dari medula spinalis ke
batang otak di mana sinapsis dengan neuron-neuron yang menimbulkan respons
sensori, afektif dan perilaku. Pengaktifan talamus mengawali sensasi nyeri dan
refleksi perlindungan tubuh terhadap perlukaan. Refleks segmental pada medula
spinalis mengakibatkan spasme otot skeletal dan vasospasme pembuluh perifer.
Pada refleks suprasegmental di otak dilakukan oleh saraf otonomik yang
meningkatkan pengeluaran katekolamin, glukokortikoid dan anti diuretik
hormon dan dampaknya terjadi peningkatan nadi, pernapasan dan tekanan
darah. Respon pada hipotalamus berpengaruh terhadap peningkatan emosi dan
kecemasan sebagai aspek dari nyeri. Ketika Hipotalamus diaktivasi oleh nyeri
pasca bedah, maka saraf simpatik mengeluarkan respons stress dimana akan
menstimulasi medula adrenal. Pengeluaran norepinephrine meningkatkan
sensitifitas atau secara langsung mengaktifkan reseptor nyeri pada lokasi
pembedahan,
sehingga
akan
menyebabkan
peningkatan
rasa
nyeri
(Roykulcharoen, 2003).
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
67
Untuk pasien yang menjalani operasi jantung terbuka , nyeri insisional dari
sternotomy median umumnya terletak di sepanjang lokasi sayatan dada . Rasa
sakit ini untuk pasien dengan operasi CABG juga dapat menyebar ke daerah
subclavicular karena arteri mamaria interna umumnya diambil dari bagian
dalam dinding dada Atau jika diambil dari vena safena dari kaki daripada arteri
payudara , maka rasa sakit akan juga dialami di kaki . Nyeri ini dikatakan intens
selama 3 hari pertama setelah operasi ( Zimmerman et al ., 1996)
2.5.4 Pengukuran Nyeri
Alat ukur yang digunakan untuk mengkaji nyeri adalah VDS (Verbal Descriptor
Scale), NRS (Numerical Rating Scale) dan VAS (Visual Analog Scale) dan
Faces Pain Scale (Chulay & Burns, 2006). VDS terdiri dari suatu garis dengan
3-5 kata yang memiliki jarak yang sama disepanjang garis sebagai descriptor.
VDS mampu membuat pasien untuk memilih kategori untuk menggambarkan
nyeri yang dirasakannya. NRS memungkinkan pasien untuk memilih nyeri dari
skala 0 sampai 10. Skala ini sangat baik untuk mengkaji intensitas nyeri
sebelum dan setelah intervensi terapeutik. VAS terdiri dari garis lurus yang
menggambarkan intensitas nyeri yang terus menerus dan pada akhir garis
terdapat kalimat Skala nyeri yang biasa digunakan untuk mengukur nyeri adalah
a. Simple descriptive pain intensity scale
No
mid
moderate
possible pain
pain
pain
severe
pain
very severe
worst
pain
pain
b. 0-10 numeric pain intensity scale
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
68
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
c. Visual analog scale
2.6 Parameter Fisiologi
Respon fisiologis terhadap stresor merupakan mekanisme protektif dan adaptif
untuk memelihara keseimbangan homeostasis tubuh. Aksi neuronal dan
hormonal untuk memelihara keseimbangan homeostasis diintegrasi oleh
hipotalamus. Hipotalamus dan sistem limbik mengatur emosi dan beberapa
kegiatan viseral yang diperlukan untuk bertahan hidup (Perry & Potter, 2005).
Respon fisiologis akan dialami oleh seseorang yang mengalami nyeri. Respon
yang timbul sebagai dampak adanya nyeri terjadi pada respon fisiologis, tingkah
laku dan aktivitas sehari-hari Respon fisiologis yang dapat diamati pada nyeri
akut adalah peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung,
peningkatan laju pernafasan dan respon neuroendokrin dan metabolik.
a. Tekanan darah
nyeri dan Stress akan merangsang saraf simpatis pada sebagian atau seluruh
bagian tubuh, sehingga ujung saraf simpatis pada jaringan akan melepaskan
norepinefrin dan epinefrin. Selain itu, saraf simpatis pada medulla adrenal
juga menyebabkan glandula ini mensekresi norepinefrin dan epinefrin ke
dalam darah. Norepinefrin merupakan vasokontriktor yang kuat sedangkan
epinefrin tidak begitu kuat untuk merangsang jantung, vena dan arteriol
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
69
Tekanan darah merupakan kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap
satuan luas dinding pembuluh darah. Tekanan darah menggambarkan interelasi
dari curah jantung pada dinding arteri, tahanan vaskular perifer, volume darah,
viskositas darah, dan elastisitas arteri. Aliran darah mengalir dari daerah yang
tekanannya tinggi ke daerah yang tekanan darahnya rendah. Kontraksi jantung
mendorong darah dengan tekanan tinggi ke aorta. Puncak dari tekanan
maksimum saat ejeksi terjadi adalah tekanan darah sistolik. Pada saat ventrikel
relaks, darah yang tetap dalam arteri menimbulkan tekanan diastolik. Tekanan
diastolik adalah tekanan minimal yang mendesak dinding arteri setiap waktu
(Perry & Potter, 2005).
b. Nadi
Stress, kecemasan dan nyeri akan mempengaruhi aktifitas sistem saraf pusat
untuk mengaktivasi hipotalamus-pituitary-adrenal aksis dan sistem saraf
simpatis untuk menstimulasi pengeluaran norepinefrin dan epinefrin yang
berfungsi sebagai vasokonstriktor sehingga akan terjadi peningkatan frekuensi
jantung (nadi). Nadi adalah aliran darah yang menonjol dan dapat di raba.
Jumlah denyut nadi yang terjadi dalam 1 menit adalah kecepatan nadi. Nadi
radialis dan apical merupakan tempat yang paling sering digunakan untuk
mengkaji frekuensi nadi.. Ada 2 jenis ketidaknormalan biasa terjadi pada
frekuensi nadi yaitu takikardia dan bradikardia. Takikardia adalah frekuensi
jantung yang meningkat secara tidak normal, diatas 100 denyut permenit pada
orang dewasa sedangkan bradikardia adalah frekuensi yang lambat, dibawah
60 denyut permenit pada dewasa (Perry & Potter, 2005).
c. Saturasi Oksigen
Saturasi oksigen adalah ukuran seberapa banyak prosentase oksigen yang
mampu dibawa oleh hemoglobin. Oksimetri nadi merupakan alat non invasif
yang mengukur saturasi oksigen darah arteri pasien yang dipasang pada ujung
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
70
jari, ibu jari, hidung, daun telinga atau dahi dan oksimetri
nadi dapat
mendeteksi hipoksemia sebelum tanda dan gejala klinis muncul (Kozier &
Erb, 2002).
Oksimetri nadi merupakan pengukuran diferensial berdasarkan metode
absorpsi spektofotometri yang menggunakan hukum Beer-Lambert (Welch,
2005). Probe oksimeter terdiri dari dua diode pemancar cahaya Light Emitting
Diode (LED) satu merah dan yang lainnya inframerah yang mentransmisikan
cahaya melalui kuku, jaringan, darah vena, darah arteri melalui fotodetektor
yang diletakkan di depan LED. Fotodetektor
tersebut mengukur jumlah
cahaya merah dan infamerah yang diabsorbsi oleh hemoglobin teroksigenasi
dan hemoglobin deoksigenasi dalam darah
arteri dan dilaporkan sebagai
saturasi oksigen (Kozier & Erb, 2002). Semakin darah teroksigenasi, semakin
banyak cahaya merah yang dilewatkan dan semakin sedikit cahaya inframerah
yang dilewatkan, dengan menghitung cahaya merah dan cahaya infamerah
dalam suatu kurun waktu, maka saturasi oksigen dapat dihitung (Guiliano K. ,
2006).
d. Frekwensi Nafas
Peningkatan laju pernafasan sebagai usaha untuk meningkatkan ketersediaan
oksigen ke jantung dan sirkulasi. Sedangkan respon metabolik yang tampak
akibat nyeri adalah katabolisme. Manifestasi yang timbul adalah peningkatan
metabolism dan konsumsi oksigen yang ditandai oleh peningkatan kadar gula
darah, asam lemak bebas, asam laktat dan benda keton (Craven dan Hirnle,
2000).
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
71
2.6 Proyek Inovasi Praktek Klinik Konsultan Keperawatan
2.6.1 Definisi Praktek Keperawatan Profesional
Praktek keperawatan profesional adalah tindakan mandiri perawat profesional
melalui kerjasama dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Perawat
professional pada pengertian diatas adalah Perawat Ahli Madya, Perawat Ahli,
Ners, Ners Spesialis dan Ners Konsultan yang pendidikan keperawatannya
berasal dari jenjang perguruan tinggi keperawatan.
Praktek keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesioanal menggunakan
teoritis yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar : biologi, fisika,
biomedik, perilaku, sosial dan ilmu keperawatan sebagai landasan melakukan
pengkajian, diagnosa, menyusun rencana perawatan untuk menentukan tindakan
selanjutnya. Malkemes (1983) mengatakan bahwa praktik keperawatan
professional adalah suatu proses ketika Ners terlibat dengan pasien dan melalui
kegiatan ini masalah kesehatan pasien diiidentifikasi dan diatasi.
2.6.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Praktek Keperawatan Profesional
Tujuan Praktik Keperawatan Professional
a. Membantu individu untuk mandiri
b. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang kesehatan
c. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan
secara optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalam memelihara
kesehatan
d. Membantu individu memperoleh derajat secara optimal
Ruang Lingkup Praktik Keperawatan Profesional
a.
Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
72
b.
Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasihat, konseling,
dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan
dasar manusia dalam upaya memandirikan sistem klien.
c.
Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan tatanan lainnya.
d.
Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB,
imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/ resep.
2.6.3
Karakteristik Praktek Keperawatan Profesional
Chaska, 1990 menyatakan bahwa karakteristik praktek keperawatan
professional adalah :
a.
Otoritas (Autority). Memiliki kewenangan sesuai dengan kealian yang
akan mempengaruhi proses asuhan melalui peran professional.
b.
Akuntabilitas (accountability). Bertanggung gugat terhadap apa yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hokum yang berlaku dan
bertanggung jawab kepada pasien, diri sendiri dan profesi serta
mengambil keputusan yang berhubungan dengan asuhan.
c.
Pengambil keputusan yang mandiri (independent decision making)
Kegiatan
praktek
keperawatan
professional
sesuai
dengan
kewenangannya dengan dilandasi oleh pengetahuan yang kokoh dan
menggunakan pendekatan yang ilmiah dalam membuat keputusan
(judgments) pada tiap tahap proses keperawatan dalam menyelesaikan
masalah pasien.
d.
Kolaborasi (collaboration) dapat bekerjasama baik lintas program
maupun lintas sektoral dengan mengadakan hubungan kerjasama
dengan berbagai disiplin dalam mengakses masalah pasien dan
membatu pasien menyelesaikan masalahnya.
e.
Pembelaan/dukungan (advocacy) bertindak demi hak pasien untuk
mendapatkan asuhan keperawatn yang bermutu dengan mengadakan
intervensi untuk kepentingan atau demi pasien dalam mengatasi
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
73
masalahnya, serta berhadapan dengan pihak-pihak lain yang lebih luas
(system large).
f.
Fasilitasi (Facilitation) mampu memberdayakan pasien dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan dengan memaksimalkan potensi dari
organisasi dan system pasien-keluarga (client-family system) dalam
asuhan.
2.7.4
Konsultan Keperawatan
2.7.4.1 Definisi
Konsultan keperawatan adalah individu yang bekerja sebagai pelaksana
sekaligus peneliti dalam bidangnya dan merupakan anggota dari penelitian
kritis masyarakat (Manley et al, 2012).
2.7.4.2 Peran konsultan keperawatan
Seorang konsultan keperawatan harus meneliti apa yang dirasakan penting
dalam praktik yang dilakukan olehnya sehari-hari, meliputi :
a. Menggunakan peraturan sebagai perawat konsultan dalam praktek seharihari, terutama dalam area :
Praktik keperawatan yang sudah berpengalaman
Kepemimpinan yang profesional dan kemahiran dalam fungsi
konsultasi
Pendidikan, pelatihan dan pengembangan fungsi keperawatan
Praktik dan pengembangan pelayanan, penelitian dan evaluasi
secara keseluruhan
b. Mengembangkan keefektifan keberadaan konsultan keperawatan
c. Mendemonstrasikan kefektifan adanya perawat konsultan
d. Mengembangkan proses motivasi yang diperlukan untuk membantu
pengembangan perawat yang lain secara personal maupun professional
(Manley et al, 2012).
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
BAB 3
PROSES RESIDENSI
3.1 Laporan Analisis Kasus Utama
Laporan analisa kasus ini menggunakan pendekatan Model Adptasi Roy (MAR).
Laporan ini menggambarkan tentang aplikasi peranan perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan. Analisis asuhan keperawatan dilakukan pada kasus kelolaan
utama sebanyak satu kasus dan kasus lain terkait dengan gangguan kardiovaskuler
yang dilakukan asuhan keperawatan selama praktek residensi sebanyak berjumlah
30 orang sebagai kasus resume.
3.1.1 Gambaran Kasus Kelolaan
Tn. DA, 73 tahun, asal Riau, pendidikan universitas, tempat tinggal PekanbaruRiau, beragama islam, suku melayu, pekerjaan sebagai pensiunan, menikah
dengan 4 anak dan mempunyai 6 orang cucu, Pasien merupakan pasien rujukan
dari RSUD. Arifin Ahmad Pekanbatu , untuk konsultasi ke poliklinik tanggal 10
Maret 2014 terkait persiapan operasi. Melakukan proses persiapan operasi dengan
dilakukan pemeriksaan laboratorium dan persiapan operasi lainnya. Tanggal 27
Maret 2014 masuk ruang perawatan preoperasi untuk dilakukan persiapan
operasi.
Riwayat prabedah ruangan preop pemeriksaan fisik kesadaran komposmentis, TD
143/88 mmHg, HR 86 x/mnt, RR 28 x/menit, JVP 5 + 3 cmH2O, bunyi nafas
vesikuler tidak ada ronkhi dan whezing, bunyi jantung S1 dan S2 reguler tidak
ada gallop dan murmur, ekstremitas hangat. Pemeriksaan EKG (27Maret 2014) :
sinus ritme, QRS rate 85 x/menit, Axis LAD, gelombang P normal 0,12”, PR
interval 0,20”, QRS 0,06”, ST elevasi V2-V6, T inversi I, aVL, V5-V6. Hasil
Rontgen (21 Maret 2014) : CTR 61%, Aorta elongasi, Pulmonal normal,
pinggang jantung (+), apex downward, infiltrat (-), kongesti (-). Hasil
laboratorium (21 Maret 2014) : Hb : 12,1 g/dL, Leukosit 7260 μL, Hematokrit 36
74
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
75
vol%, CK 114 CKMB 13, Hs Trop T 58, GDS 81 mg/dl, Ureum 32 mg/dl,
Kreatinin 1,43 mmol/L, Natrium 142 mmol/L, Kalium 3,9 mmol/L, Kalsium 1,27
mmol/L, Klorida 108 mmol/L, Magnesium 0,51 mmol/L, Total Protein 7.2,
Albumin 4.0, Globulin 3.2, Bilirubin total 0..48, bilirubin direk 0.18, Bilirubin
indirek 0.30, SGOT 16, SGPT 17, HbSAg non reaktif, anti HCV non reaktif, pH
7.41, pCO2 29, pO2 197, BE -6.4, HCO3 18.9, Sat O2 99.9%, Golongan darah B.
Hasil Kateterisasi 7 Maret 2014 (RSUD.Pekanbaru) dengan hasil Left Main (LM)
: subtotal stenosis distal, Left Artery Descenden (LAD) : total oklusi osteal, distal
mendapat kolateral dari Obtuse Margin 1 (OM1) dan RCA, Left Circumflex
(LCX) : non dominant 40% stenosis di proksimal OM1, subtotal oklusi di
proksimal OM2, Right Coronary Coronary (RCA) : Stenosis 90%, Posterior
Descenden Artery (PDA) dan stenosis 70% di D1. Kesimpulan : CAD 3 VD +
LM. Hasil Echo Doppler 11 Maret 2014 Gangguan sistolik, LV global normal, EF
67%, Global normokinetik, disfungsi diastolic, gangguan relaksasi, LVH
konsentrik, katib-katub normal, kontraktilitas RV normal. Tidak ada keluhan
selama dalam perawatan peroperasi.
Riwayat kesehatan dahulu : pasien tidak memilik riwayat penyakit asma, tidak
ada stroke, dan tidak ada penyakit gastritis. Faktor resiko yang ada pada pasien
adalah hipertensi 11 tahun yang lalu, dislipidemia 7 tahun yang lalu, dan dan
faktor heriditer.
Riwayat intraoperatif pasien menjalankan operasi CABG tanggal 28 Maret 2014
jam 08.30 WIB tindakan CABG 4 graft on pump [SVG (Savena Venous Graft) PDA – PLB (Posterior Lateral Branch) squential, LIMA (Left Intra Mammary
Artery) - LAD, SVG-diagonal]. Pasien di pasang arteriline : arteri radialis dekstra,
vena perifer : vena dorsum manus sinistra setelah itu dilakukan anastesi dan
diintubasi jam 08.30 WIB, pemasangan RA (Right Atrium) line di vena subklavia
sinistra, Kateter Swan Ganz : vena jugularis dextra, CPB time 93’, Aox time 65’,
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
76
CPB on 11.30, AoX on 11.50, Aox of 12.55, CPB off 13.10, selama operasi tidak
ada penyulit. Jam 14.30 Wib pasien dipindahkan ke ICU.
3.1.2 Penerapan Model Adaptasi Roy Pada Kasus Kelolaan
3.1.2.1 Pengkajian Perilaku dan Stimulus
a. Mode Adaptasi Fisiologis
1. Oksigenasi
a. Pengkajian perilaku
Ventilasi
Tanggal 28 Maret 2014 jam 14.30 WIB terpasang ETT oral no 8 (21 cm) yang
terhubung ventilator dengan modus Adaptive Support Ventilation (ASV)
100%, FiO2 40%, Positive End Expiratory Presure (PEEP) 5, Tidal Volume
(TV) 600, RR 10x/menit. Gerakan dada simetris, bunyi nafas vesikuler, tidak
terdengar ronkhi. 29 maret 2014 jam 08.05 asien dilakukan weaning dengan
memberikan modus baru pada ventilator Presure Support (PS) 6, FiO2 40%,
PEEP 5, RR (pasien) 19 x/menit. 29 Maret 2014 jam 10.20 WIB pasien
dilakukan ekstubasi, RR 28x/menit, tidak sesak nafas, O2 sungkup 10
liter/menit selama ± 2 jam dan dilanjutkan dengan pemberian O2 nasal kanul
5 liter/menit, pasien batuk-batuk dan mengeluarkan dahak, bunyi nafas ronkhi
basah halus di sedikit lapang bawah paru kiri dan kanan, susah mengeluarkan
dahak. Terapi ventolin inhalasi 3x1.
Pertukaran gas
Analisa gas darah arteri ( 29 Maret 2014 jam 04.05 wib) pH = 7,42, PaO2 =
124 mmHg, PaCO2 = 34 mmHg, HCO3 = 24,3 mEq/l, Be = 1,3, SaO2 = 99,4
%. Analisa gas darah vena pH = 7,47, PvO2 = 34 mmHg, PvCO2 = 42 mmHg,
HCO3 = 22,9 mEq/L, Be = -0,5, SvO2 = 67,5 %) Tanggal 29 Maret 2014 jam
08.30 WIB dilakukan pemeriksaan analisa gas darah pre ekstubasi, pH = 7,43,
PaO2 = 128 mmHg, PaCO2 = 37 mmHg, HCO3 = 23,7 mEq/l, Be = -2,2, SaO2
= 99,1 %. Tanggal 29 Maret 2014 jam 13.05 dilakukan AGD post ekstubasi
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
77
pH = 7,44, PaO2 = 119 mmHg, PaCO2 = 37 mmHg, HCO3 = 23,3 mEq/l, Be =
1,9, SaO2 = 99,1 %.
Transportasi gas
Tanggal 28 Maret 2014 jam 14.00 WIB TD = 145/70 mmHg, HR = 91
x/menit, EKG monitor SR, monitor hemodinamik (CVP = 15 cmH2O, SV=
57,8 ml/beat, PA = 24, PAW = 10 mmHg, CO = 3,7 L/menit, CI = 2,1
L/min/m2, SVR = 1922 dyne.sec.cm - 5, SVRI = 3400 dyne.sec.cm -5, PVR =
302 dyne.sec.cm -5, PVRI = 536 dyne.sec.cm-5), transportasi gas (DO2 Arteri
= 414 ml/mnt, DO2 Vena = 282 ml/menit, VO2 = 132 ml/menit, CaO2 = 12
ml/menit, CvO2 = 7,8 ml/menit), konjungtiva tidak anemis, capilary refill < 3
detik, bunyi jantung S1 dan S2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada,
EF 35%, akral dingin, suhu 35,30 C, JVP 5 + 3 cmH2O. Hasil laboratorium
HB 9,8 gr/dl, HT 26 vol%, leukosit 10.350 u/l, trombosit 140.000 u/L, CK
320 u/L, CKMB 45 u/L Pemberian terapi : Dobutamin 3 μg/KgBB/mnt,
Morphin 20 mg/KgBB/menit, Nitrogliserin 3 μg/KgBB/menit, gelofusin 800.
Hasil Rontgen (28 Maret 2014) : CTR 65%, Aorta elongasi, Pulmonal normal,
pinggang jantung (+), apex downward, infiltrat (-), kongesti (-). Kesan
kardiomegali post CABG. Hasil echocardiography intip (29 Maret 2014) :
perikardial efusi minimal, EDD 59 mm, ESD 53 mm, EF 35%, TAPSE 1,1 cm
b. Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : Penurunan kontraktilitas jantung, operasi jantung dan
penggunaanCPB, efek n sedasi, penumpukan sekret
Stimulus konstekstual : CAD 3 VD + LM, stenosis pada arteri koroner,
penurunan EF, iskemia miokardium, fungsi diastolik dan sistolik menurun,
pemasangan ventilator, adanya drain di intrapleura, faktor resiko hipertensi 11
tahun yang lalu, dislipidemia 7 tahun yang lalu, dan dan heriditer.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
78
Stimulus residual : Kebiasaan makan makanan mengandung lemak dan
kolesterol, aktifitas olah raga yang tidak teratur, kondisi lingkungan rumah yang
kurang kondusif.
2. Nutrisi
a. Pengkajian Perilaku :
Tanggal 28 Maret 2014 jam 14.45 WIB : Pasien dipuasakan, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterus, bising usus (+) lemah, tidak asites, BB = 70 Kg, TB
173 cm. Jam 14.035 wib GDS 129 mg/dl. Tanggal 29 Maret 2014 jam 13.30 WIB
setelah ekstubasi : Pasien diberikan makanan lunak dan minuman, pasien
mengatakan sedikit mual, hanya menghabiskan 3 sendok makan, nafsu makan
menurun. Pengkajian fisik tidak ada stomatitis, tidak ada karies gigi, mukosa bibir
lembab, kemampuan mengunyah baik, bising usus 7 x/menit, abdomen lunak,
supel, tidak teraba pembesaran hati. Pemeriksaan gula darah sewaktu Jam 06.00
wib GDS145 mg/dl.
b. Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : peningkatan asam lambung.
Stimulus konsektual : pemakaian sedasi, pemakaian ventilator, injuri miokard
asam Stimulus residual : kebiasaan makan tidak teratur sebelum sakit, tidak biasa
makan bubur seperti di rumah sakit.
3. Eliminasi
a. Pengkajian perilaku :
Tanggal 29 Maret 2014 jam 10.00 Wib pasien belum BAB, BAK menggunakan
foley kateter, warna urine kuning jernih, tidak ada endapan, tidak ada distensi
kandung kemih, jumlah urine sampai tanggal 30 Maret 2014 jam 07.00 WIB 1938
cc.Tanggal 30 Maret 2014 pasien BAB 1 kali, konsistensi lembek warna kuning,
Pemberian laxadine 3 x 1 CI
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
79
b. Pengkajian stimulus
Pasien adaptif, tidak ada masalah pada eliminasi, pasien hanya membutuhkan
proses adaptasi untuk melakukan BAB
4. Aktivitas dan istirahat
a. Pengkajian perilaku
Tanggal 28 Maret 2014 :Pasien dalam keadaan sedasi, terpasang drain substernal
panjang, intrapleura, terpasang arteri line, vena perifer : vena dorsum manus
sinistra, pemasangan RA line di vena subklavia sinistra, Swan Ganz : vena
jugularis dextra, pasien tidur dengan elevasi kepala 30º, ekstremitas belum dapat
dinilai, tidak ada edema ekstremitas.Tanggal 29 Maret 2014 : Pasien dalam
komposmentis, terpasang drain substernal panjang, intrapleura, terpasang arteri
line, vena perifer : vena dorsum manus sinistra, pemasangan RA line di vena
subklavia sinistra, Swan Ganz : vena jugularis dextra di lepaskan, pasien tidur
dengan elevasi kepala 30º, ekstremitas tidak mengalami kelemahan bila bergerak,
namun takut bergerak karena terasa nyeri di daerah operasi”. Kebutuhan pasien di
penuhi oleh perawat. Pasien mengatakan “susah tidur malam karena nyeri, dan
kadang batuk-batuk, tidur sering terbangun” Tanggal 30 Maret 2014 : Kesadaran
pasien komposmentis, drain, IV line perifer dilepaskan, Pasien dilatih turun dari
tempat tidur dan berjalan mengatakan “lelah, pusing, dan terasa sesak nafas, TD =
110/64 mmHg, HR 83 x/menit, EKG SR. Pasien mengatakan “malam tidur tidak
nyenyak, sering terbangun karena nyeri, dan batuk-batuk, ”
c. Pengkajian perilaku
Stimulus fokal : Ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen ke jaringan
tubuh
Stimulus kontekstual : pompa jantung kurang efektif, cemas
Stimulus residual : kurangnya informasi tentang aktivitas post operasi secara
bertahap dan rehabilitasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
80
5. Proteksi
a. Pengkajian perilaku
Tanggal 28 Maret 2014 : Suhu 35,20 C, terpasang drain substernal panjang dan
intrapleura (pengeluaran drain 310 cc dalam 20 jam) tidak ada rembesan pada
verban pada daerah drain, terpasang arteri line, vena perifer : vena dorsum manus
sinistra, pemasangan RA line di vena subklavia sinistra, Swan Ganz : vena
jugularis dextra, terdapat insisi sternotomi sepanjang 18 cm, tertutup verban bersih
dan kering, terdapat insisi pada tungkai kiri sepanjang 25 cm bersih dan kering,
tertutup verban bersih dan kering. Pemeriksaan leukosit 10.350 gr/dl, pemberian
terapi Meropenem 3 x 1 gr, amikasin 1 x 750 gr.
b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : insisi sternotomi, insisi tempat pengambilan graft, pengeluaran
sisa perdarahan post CABG
Stimulus kontekstual : tindakan operasi CABG, dan pemakaian, CPB mekanisme
pertahanan imun spesifik terganggu post CABG
Stimulus residual : nutrisi inadekuat, kebiasaan menyentuh daerah luka operasi.
6. Sensasi
a. Pengkajian perilaku :
Tanggal 29 Maret 2014 : Penglihatan pasien dalam keadaan normal, fungsi
pendengaran, pengciuman, sentuhan pasien tidak mengalami kelainan. Pasien
mengatakan “semua yang alat yang terpasang sangat nyeri, nyeri sangat terasa
pada daerah bekas operasi di dada dan pemasangan selang. Pasien merasa nyeri
membuat membuat tidak nyaman ” ketika pasien dikaji skala nyeri dengan skala
numerik didapatkan nilainya 5 (nyeri sedang), wajah pasien jika bergerak. TD
128/77 mmHg, HR 88 x/menit. Pemberian terapi : paracetamol 3 x 1 gr, Morphin
20 iu
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
81
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : adanya luka operasi pada daerah sternum, tungkai kaki kanan, dan
pemasangan alat-alat invasif
Stimulus kontekstual : hilangnya efek pemberian terapi morfin dan paracetamol
Stimulus residual : ketidaktahuan pasien dalam manajemen nyeri, lingkungan
ruangan yang kurang kondusif
7. Cairan dan elektrolit
a. Pengkajian perilaku :
Tanggal 28 Maret 2014 : Pasien dalam keadaan puasa, mukosa bibir lembab, BAK
melalui kateter 1438 cc/17 jam, intake 1584 cc/17 jam, edema ekstremitas tidak
ada, tidak ada asites, JVP 5 + 3 cmH2O, pengeluaran drain 310 cc (20 jam), TD =
128/70 mmHg, HR = 86x/menit, EKG monitor SR, monitor hemodinamik (CVP =
13 cmH2O, SV= 57,8 ml/beat, PA = 24, PAW = 10 mmHg, CO = 3,7 L/menit, CI
= 2,1 L/min/m2, SVR = 1922 dyne.sec.cm -5, SVRI = 3400 dyne.sec.cm - 5, PVR
= 302 dyne.sec.cm -5, PVRI = 536 dyne.sec.cm-5). Hasil pemeriksaan
laboratorium (29 Maret 2014): Hb 9.8 gr/dl, HT 26 vol%, Natrium 144 mmol/L
(132-145), Kalium 4,1 mmol/L, klorida 108 mmol/L, kalsium 0.98 mmol/L,
Magnesium 0.46 mmol/L, ureum 40 mmol/L, kreatinin 0,95 mmol/L, BUN 19
mmol/L Hasil pemeriksaan AGD pH = 7,44, PaO2 = 119 mmHg, PaCO2 = 37
mmHg, HCO3 = 23,3 mEq/l, Be = 1,9, SaO2 = 99,1 %, lasix 2 x 20 mg.
b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : belum optimal fungsi jantung dan ginjal
Stimulus kontekstual : penggunaan CPB, tindakan pembedahan jantung
Stimulus residual : intake cairan inadekuat, mual, perubahan suhu tubuh dan
lingkungan pasien
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
82
8. Fungsi neurologi
a. Pengkajian Perilaku :
28 Maret 2014 : pasien masih dalam pengaruh sedasi, 29 Maret 2014 : kesadaran
komposmentis, GCS 15 (E4 M6 V5), pasien tidak mengalami disorientasi waktu,
tempat dan orang, tidak ada gangguan saraf kranial, fungsi memori, sensorik,
motorik dan bahasa tidak mengalami gangguan. Pasien mampu berkomunikasi
dengan baik
b. Pengkajian Stimulus : perilaku adaptif
9. Fungsi Endokrin
a. Pengkajian perilaku
Tidak ada riwayat penyaki DM sebelumnya 29 Maret 2014 GDS 129 mg/dl
Regulasi hormon yang lain masih dalam batas normal.
b. Pengkajian stimulus : semua perilaku adaptif.
b. Mode Adaptasi Konsep Diri
1. Pengkajian perilaku
a. Physical Self (memandang diri sendiri dan berhubungan dengan kehilangan)
Tanggal 31 Maret 2014
1. Sensasi diri : pasien mengatakan “awalnya saya ragu untuk dioperasi karena usia
yang sudah tua, dan rasanya kalau sakit jantung tak akan bisa disembuhkan.
Namun karena permintaan istri dan anak-anak akhirnya saya mau melakukan
operasi, ternyata memang tidak enak dioperasi itu, sakit seluruh badan jika
bergerak, saya jadi takut untuk memiringkan badan”. “setiap saya bergerak terasa
badan lemes dan agak sesak, saya ingin lekas sembuh”.
2. Gambaran diri : pasien mengatakan “apakah jantung saya bisa sehat dan normal
kembali” “kira-kira berapa lama saya bisa pulih lagi” “saya khawatir tidak bisa
sembuh seperti orang-orang yang menjalankan operasi jantung”
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
83
b. Personal Self
1. Moral / etik/ spiritual
Pasien beragama islam dan selalu ingat akan waktu sholat, pasien tidak bisa
melaksanakan ibadah dengan baik selama dalam perawatan.
2. Self consistensy
Pasien mengatakan “walaupun saya sudah tua dan mungkin umur sudah pendek
tapi saya akan berusaha berlatih supaya cepat sembuh, apa yang harus dilakukan
agar saya cepat sembuh dan bisa beraktifitas tanpa rasa sakit pada daerah bekas
operasi.
3. Ideal diri :
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan kembali ke rumah karena sudah
hampir 4 minggu di Jakarta.
2. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : adanya ancaman terhadap status kesehatan pasien
Stimulus kontekstual : perasaan tidak berdaya, pasien berada dalam kecemasan
sehingga pasien merasa kurang mendapat informasi
Stimulus Residual : meragukan kesembuhan, memikirkan kondisi penyakitnya.
c. Mode Adaptasi Fungsi Peran
1. Pengkajian Perilaku
Pasien merupakan seorang suami, memiliki 4 orang putra 3 orang anak dan kakek
dari 6 orang cucu. Biasanya jika hari libur sekolah sering berkumpul dengan anak
cucu. Pasien merasa senang dan ingin bertemu dengan cucunya, karena selama
melakukan pengobatan di Jakarta pasien hanya ditemani istri dan seorang anak
perempuannya. Pasien bertanya apakah setelah dioperasi, masih bisa beraktivitas
seperti dulu, bermain dan menjaga anak dan cucu.
2. Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : adanya ancaman perubahan kesehatan
Stimulus kontekstual : post operasi CABG
Stimulus residual : ketidakmampuan pasien dalam menentukan pemulihan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
84
d. Mode Adaptasi Fungsi Interdependensi
1. Pengkajian Perilaku :
a. Affectional Adequacy
Pasien selalu ditemani oleh istri dan anak perempuan selama di rumah sakit, istri
dan anak selalu memberikan perhatian yang khusus dan memahami keadaan
pasien, semua kebutuhan pasien selalu dipenuhi. Pasien mengatakan “istri dan
anak sangat membantu pasien untuk sembuh dan yang menjadi sumber
pendukung pasien”.
b. Developmental Adequacy
Anak-anak yang lain dan cucu pasien tidak bisa menemani dan bezuk pasien
selama di rumah sakit karena jauh di Pekanbaru, tetapi mereka selalu
menghubungi pasien melalui handphone. Pasien merasa senang apabila di telepon
oleh anak dan cucunya.
c. Resource Adequacy
Pasien berobat menggunakan saranan Asuransi Kesehatan (BPJS) , tidak memiliki
masalah dengan keuangan karena dibantu sama anak dan menantu.
2. Pengkajian Stimulus
Semua perilaku adaptif
3.1.2.2 Diagnosa Keperawatan dan Penetapan Tujuan
Berdasarkan analisis data hasil pengkajian perilaku dan stimulus pada
keempat model adaptasi (fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan
interdependensi) pada Tn DA, maka dapat ditegakkan diagnose keperawatan
sebagai berikut:
1.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload,
afterload, kontraktilitas dan irama jantung. Diagnosa keperawatan ini
ditegakkan tanggal 28 Maret 2014 pasien di ruang ICU dengan data :
Analisa gas darah arteri pH = 7,42, PaO2 = 124 mmHg, PaCO2 = 34
mmHg, HCO3 = 24,3 mEq/l, Be = 1,3, SaO2 = 99,4 %. Analisa gas darah
vena pH = 7,47, PO2 = 34 mmHg, PCO2 = 42 mmHg, HCO3 = 22,9
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
85
mEq/L, Be = -0,5, SvO2 = 67,5 %) AGD post ekstubasi pH = 7.44, PaO2
= 119 mmHg, PaCO2 = 37 mmHg, HCO3 = 23.3 mEq/l, Be = 1,9, SaO2 =
99.1 %, EKG monitor SR, monitor hemodinamik CVP = 13 cmH2O, , EF
35%, akral dingin, suhu 35,30 C, JVP 5 + 3 cmH2O, CTR 65%, Aorta
elongasi, Pulmonal normal, pinggang jantung (+), apex downward,
infiltrat (-), kongesti (-). Kesan kardiomegali post CABG. Hasil
echocardiography intip (29 Maret 2014) : perikardial efusi minimal, EDD
59 mm, ESD 53 mm, EF 35%, TAPSE 1.1 cm
Penetapan Tujuan:
Setelah 5x24 jam dilakukan perawatan pasien tidak mengalami
penurunan curah jantung ditunjukkan dengan, akral hangat, tidak
disritmia, hemodinamik stabil (TD = 120/80 mmHg atau tidak
mengalami peningkatan dan penurunan yang signifikan dari TD
sebelumnya, HR = 60-100 x/menit, EKG SR, monitor hemodinamik
(CVP 4-10 cmH2O, , suhu 36-37,20 C, HB 12-14 gr/dl, Ht 37-45 vol%,
CK 25-170 U/L, CKMB 0-24 U/L, intake dan output adekuat dan
seimbang,
urine
output
0,5-1
cc/KgBB/jam,
tidak
mengalami
peningkatan vena jugular, pengeluaran drain minimal dan tidak merah.
Echocardiography : EDD 35-52 mm, ESD 26-36 mm, EF meningkat
(39% sesaat post CABG), TAPSE > 15 mm. (NOC : Cardiac Pump
Efectiveness, Cardiopulmonary Status, Balance Volume Cairan)
2.
Ketidakmampuan ventilasi spontan berhubungan dengan adanya efek
operasi CABG. Diagnosa ini ditegakkan pada tanggal 28 Maret 2014 di
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
86
ICU. Data pasien terpasang ventilator dengan modus ASV 100%, FiO2
40%, PEEP 5, tidal volume 600, RR 10x/menit, ETT no 8, kesadaran
dalam narkose umum.
Penetapan Tujuan :
Setelah 8-10 jam dilakukan perawatan pasien dapat berespon terhadap
ventilasi mekanik dan penyapihan yang ditujukkan dengan pasien
menghasilkan RR dan irama nafas secara spontan dan normal (16-24
x/menit teratur), Tidal volume pasien (6-8 cc/KgBB), saturasi oksigen
pasien dalam batas normal (> 94%), Analisa gas darah dipertahankan
dalam batas normal, dan tidak ada kesulitan bernafas. (NOC : Ventilation
Mechanical Respon, Weaning Respon).
3.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan
sekret. Diagnosa ini diangkat pada saat tanggal 29 Maret 2014 post
ekstubasi ditandai dengan frekuensi nafas 28 x/menit, pasien batuk-batuk
dan mengeluarkan dahak, bunyi nafas ronkhi basah halus di sedikit
lapang bawah paru kiri dan kanan, susah mengeluarkan dahak. Mendapat
terapi ventolin inhalasi 3x1.
Penetapan Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam diharapkan
bersihan jalan nafas efektif yang ditunjukkan pasien batuk-batuk
berdahak berkurang, bunyi nafas vesikuler, RR 16-24 x/menit. (NOC :
Respiratory Status : Airway Patency).
4.
Nyeri
berhubungan
dengan
trauma
jaringan
sekunder
tehadap
pembedahan. Diagnosa ini ditegakkan pada tanggal 29 Maret 2014 di
ICU. Data yang didapat adalah pasien mengatakan nyeri daerah dada
bekas operasi dan kaki kanan, nyeri karena terpasang selang didada.
Nyeri meningkat jika pasien batuk dan merubah posisi. Skala nyeri yang
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
87
dirasakan 5 (sedang), wajah pasien meringis, dan berusaha menyentuh
daerah dada jika batuk dan bergerak. TD 128/70 mmHg, HR 89 x/menit.
Penetapan Tujuan:
Selama dilakukan tindakan keperawatan 5 x 24 jam diharapkan nyeri
pasien berkurang di tunjukkan dengan menurunnya skala numerik nyeri
2-3, tidak meringis dan dapat beraktivitas dengan skala nyeri ringan
(NOC : Pain Level).
5.
Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
tindakan pembedahan jantung. Diagnosa ini ditegakkan pada tanggal 28
Maret 2014 di ruang ICU ditandai dengan hasil pemeriksaan
laboratorium : Pasien dalam keadaan puasa, mukosa bibir lembab, BAK
melalui kateter 1438 cc/17 jam, intake 1584 cc/17 jam, edema
ekstremitas tidak ada, tidak ada asites, JVP 5 + 3 cmH2O, pengeluaran
drain 310 cc (20 jam), TD = 128/70 mmHg, HR = 86x/menit, EKG
monitor SR, monitor hemodinamik CVP = 13 cmH2O. Hasil
pemeriksaan laboratorium: Hb 9.8 gr/dl, HT 26 vol%, Natrium 144
mmol/L (132-145), Kalium 4,1 mmol/L, klorida 108 mmol/L, kalsium
0.98 mmol/L, Magnesium 0.46 mmol/L, ureum 40 mmol/L, kreatinin
0,95 mmol/L, BUN 19 mmol/L, lasix 2x20 mg.
Penetapan Tujuan:
Selama 4 x 24 jam perawatan resiko ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit tidak terjadi dengan menunjukkan hasil elektrolit normal
Natrium 132-145 mmol/L, Kalium 3,5 – 5,5 mmol/L, Klorida 98-110
mmol/L, Kalsium 2,1-2,55 mmol/L, Magnesium 1,6-2,6 mg/dl, ureum
15-43 mg/dl, kreatinin 0,57-1,11 mg/dl, BUN 6- 20 mg/dl. (NOC :
Balance Electrolyt).
6.
Resiko infeksi berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan efek
pembedahan. Diagnosa ini ditegakkan pada tanggal 29 Maret 2014 di
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
88
ICU ditandai dengan terpasang drain substernal panjang dan intrapleura
(pengeluaran drain 295 cc dalam 20 jam) tidak ada rembesan pada verban
pada daerah drain, terpasang arteri line, vena perifer : vena dorsum
manus sinistra, pemasangan RA line di vena subklavia sinistra, Swan
Ganz : vena jugularis dextra, terdapat insisi sternotomi sepanjang 18 cm,
tertutup verban bersih dan kering, terdapat insisi pada tungkai kiri
sepanjang 25 cm bersih dan kering. Pemeriksaan leukosit 10.350 gr/dl,
terapi Meropenem 3x1 gram, Amikasin 1 x 750mg.
Penetapan tujuan:
Selama dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam diharapkan
resiko infeksi tidak terjadi dengan menunjukkan tidak ada tanda-tanda
infeksi pada pemasangan prosedur invasif dan luka operasi, luka dalam
keadaan kering serta menunjukkan tanda-tanda penyebuhan, pemeriksaan
leukosit 5000-1000 gr/dl (NOC : Risk Control : Infectious Process,
Wound Healing : Primary Intention).
7.
Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake inadekuat. Diagnosa nutrisi ditegakkan pada
tanggal 28 Maret 2014 sebelum pasien diperbolehkan makan,
ditandai
dengan pasien dipuasakan, konjungtiva tidak anemis, bising usus (+)
lemah, tidak asites, BB = 70 Kg, TB 175 cm. Pasien diberikan makanan
melalui NGT Clinimix 40 cc/jam, kemudian dilanjutkan tanggal 29 Maret
2014 setelah pasien ekstubasi dan diperbolehkan makan.
Penetapan tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam diharapkan
resiko ketidakseimbangan nutrisi pasien tidak terjadi yang ditunjukkan
intake nutrisi adekuat, tidak mual gula darah sewaktu tidak melebihi 200
gr/dl. (NOC : Nutritional Status : Food and Fluid Intake).
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
89
8.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen ke jaringan. Diagnosa intoleransi aktivitas ditegakkan
pada tanggal 29 Maret 2014 di ICU dan dilanjutkan ke IWB ditandai
dengan Pasien mengeluh lelah dan lemas bila bergerak serta takut
bergerak karena terasa nyeri di daerah operasi.Terpasang drain substernal
panjang dan intrapleura, terpasang arteri line, vena perifer : vena dorsum
manus sinistra, pemasangan RA line di vena subklavia sinistra, Swan
Ganz : vena jugularis dextra di lepaskan, bedrest total, aktifitas pasien
dibantu sepenuhnya oleh perawat.
Penetapan tujuan:
Selama 6 x 24 jam perawatan pasien mampu meningkatkan toleransi
terhadap aktivitas yang ditunjukkan dengan tidak mengalami kelelahan
dan sesak nafas saat aktivitas, keinginan melakukan aktivitas, tanda-tanda
vital normal dan stabil (NOC : Activity Tolerance).
b. Mode Adaptasi Konsep Diri
1. Koping individu inefektif berhubungan dengan adanya ancaman perubahan
kesehatan. Diagnosa ini ditegakkan pada tanggal 30 Maret 2014 pasien pindah ke
ruang IWB, ditandai dengan pasien merasa tidak akan bisa sembuh, melakukan
operasi karena desakan keluarga, merasa tidak berdaya dengan kondisi yang
dialami merasa bahwa usianya sudah tua pasti akan lama sembuhnya.
Penetapan tujuan:
Selama dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam diharapkan koping
individu menjadi efektif yang ditunjukkan dengan motivasi pasien untuk sembuh
meningkat, terjadi peningkatan pengetahuan pasien (NOC : Self Esteem, Anxiety
Self Control, Knowledge : Cardiac Disease Management & Treatment Regiment).
c. Mode Adaptasi Fungsi Peran : adaptif
d. Mode Adaptasi Interdependensi : adaptif
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
90
3.1.2.4 Intervensi Keperawatan
Setelah ditetapkan diagnosa keperawatan dan tujuan yang akan dicapai dalam
mengatasi masalah pasien, maka ditetapkanlah intervensi keperawatan yang
disusun menggunakan pedoman Nursing Intervention Classification (NIC)
yang melalui proses koping secara regulator dan kognator dapat dilihat pada
tabel sebagai berikut :
No
Diagnosa
1
Penurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan kontraktilitas
2
Ketidakmampuan ventilasi spontan
berhubungan dengan efek operasi CABG
3
Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan penumpukkan sekret
Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
sekunder tehadap pembedahan
Resiko ketidakseimbangan elektrolit
berhubungan dengan tindakan pembedahan
jantung
Resiko infeksi berhubungan dengan adanya
insisi pembedahan
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen ke jaringan
4
5
6
7
8
9
Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin dan intake inadekuat
Koping individu inefektif berhubungan
dengan adanya ancaman perubahan
kesehatan
Intervensi Keperawatan
Cardiac Care : Acute,
Haemodinamic Regulation,
Management Dysrithmia, Fluid
Management, Medication
Administration
Mechanical Ventilation
Management : Noninvasive,
Mechanical Ventilatory
Weaning.
Cough Enchancement, Chest
Physiotherapy
Pain Management
Electrolyt Management.
Infection Control, Infection
Protection, Insicion Site Care.
Energy Management, Cardiac
Care : Rehabilitative.
Nutrition Management, Nausea
Management.
Coping Enchancement, Anxiety
Reduction, Teaching : Disease
Process, Teaching Prescribed
Diet, Teaching Prescribed
Activity/Exercise, Teaching
Prescribed Medication.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
91
3.1.2.5 Implementasi Keperawatan
Asuhan Keperawatan pada Tn. DA diberikan selama 7 hari (28 Maret – 03
April 2014), implementasi dilakukan mulai 28 – 29 Maret 2014 di ICU
Bedah Dewasa, 30 Maret – 03 April 2014 di Intermediate Ward Bedah (IWB)
dan evaluasi dari tindakan keperawatan yang sudah dilakukan untuk
mengatasi masalah pasien adalah sebagai berikut:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
Regulator :
a. Cardiac Care : Acute :
-
Mengkaji rasa tidak nyaman didada pasien
-
Mengkaji perubahan status mental pasien
-
Memonitor intake dan output pasien dalam 24 jam
-
Memonitor gambaran EKG pasien setiap jam
-
Memonitor toleransi aktivitas pasien selama di rawat
b. Haemodinamic Regulation
-
Mengauskultasi bunyi paru dan bunyi jantung
-
Memonitor dan dokumentasi frekuensi nadi, irama dan kekuatan
-
Memonitorsistemik vaskuler resistensi dan pulmonal vaskuler resistensi
(SVR dan PVR)
-
Memonitor jantung dan indeks jantung (CO dan CI), e) Memonitor
kekuatan nadi perifer, capilary refil, suhu, dan warna kulit pada
ekstremitas
- Mengatur kepala tempat tidur pasien (30 derajat)
-
Memonitor edema perifer, peningkatan vena jugularis
- Memonitor PCWP dan CVP setiap jam
c. Management Dysrithmia
-
Memantau EKG secara berkala
-
Memonitor perkembangan EKG : Mencatat adanya perubahan disritmia
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
92
-
Memonitor respon hemodinamik
d. Medication Administration
-
Memberikan terapi Dobutamin 5μg/KgBB/menit (ICU)
-
Aspilet 1 x 80 mg, Simvastatin 1 x 20 mg, Cordaron 2 x 200 mg),
Bisoprolol 1 x 1,25 mg, Captopril 3 x 6,25 mg, Lasix 2 x 20 mg, Aspilet 1
x 80 mg, Simvastatin 1 x 20 mg, Cardace 5 mg-0-2,5 mg), Aptor 1x100
mg
e. Fluid Management
-
Mengkaji status hidrasi pasien (kelembaban mukosa, nadi yang adekuat,
tekanan darah)
-
Memonitor hasil laboratorium yang berhubungan dengan retensi cairan
(peningkatan BUN, penurunan hematokrit)
-
Memonitor keluaran urin setiap jam (0,5-1 cc/KgBB/jam),
-
Memonitor status hemodinamik pasien setiap jam (CVP, MAP, PAP dan
PCWP)
-
Mengkaji faktor ketidakseimbangan cairan (hipertermi, terapi diuresis)
-
Memonitor intake dan output pasien setiap jam
-
Memonitor serum elektrolit
-
Memonitor peningkatan vena jugularis, bunyi ronkhi, edema perifer
-
Memberikan obat diuresis untuk meningkatkan keluaran urin (Lasix 1 x
20 mg)
Kognator :
a. Cardiac Care : Acute
-
Mengajarkan pasien untuk beraktivitas bertahap
b. Management Dysrithmia
-
Menginformasikan pasien akan efek samping obatobatan
-
Menginformasikan kepada pasien tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan disritmia
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
93
Evaluasi tindakan keperawatan:
Pada hari ketiga (30 Maret 2014) pasien mampu beradaptasi secara
kompensasi terhadap penurunan curah jantung hal ini ditunjukan bahwa
pemantauan status hemodinamik pasien tidak mengalami masalah HR = 88
x/menit, EKG SR monitor heodinamik (CVP 12 cmH2O, SV= 58 ml/beat,
PAW = 10 mmHg, CO = 4,8 L/menit, CI = 2.7 L/min/m2, SVR = 1099
dyne.sec.cm -5, SVRI = 1946 dyne.sec.cm -5, PVR = 233 dyne.sec.cm -5 ,
PVRI = 414 dyne.sec.cm-5), suhu 37.3º C, EF = 39%, urine output 1
cc/kgBB/jam, data intake dan ouput pasien seimbang.
Analisa intervensi (30 Maret 2014) masalah keperawatan penurunan curah
jantung teratasi sebagian, tindakan keperawatan terkait dengan cardiac care
dan dilanjutkan, Fluid Management dihentikan.
Pada hari tujuh perawatan (3 April 2014) pasien menunjukkan perilaku
adaptif secara kompensasi dengan hasil echocardiography menunjukkan EF
pasien 39 %, pasien tidak sesak nafas, bisa beraktivitas bertahap tanpa sesak
nafas dan sedikit lelah, akral hangat, TD = 120/70 mmHg, HR 89 x/menit,
jantung tidak berdebar-debar, EKG SR.
Analisa intervensi (3 April 2014) masalah keperawatan penurunan curah
jantung teratasi, tindakan keperawatan terkait dengan cardiac care dan
management dysrithmia dipertahankan : anjurkan pasien agar tetap melakukan
latihan bertahap dan melaporkan adanya gejala-gejala yang terkait dengan
penurunan curah jantung.
2. Ketidakmampuan ventilasi spontan berhubungan dengan efek operasi CABG
Regulator :
a. Mechanical Ventilation Management : Noninvasive
-
Mengatur posisi pasien
-
Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemilihan tipe ventilator
(konsentrasi oksigen, modus, tekanan)
-
Memonitor pengaturan ventilator (temperatur, dan humidifier)
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
94
-
Memonitor adanya aktivitas peningkatan konsumsi oksigen (demam, nyeri
dan aktivitas keperawatan)
-
Memonitor pengeluaran sekret dari paru-paru (jumlah, warna, dan
konsentrasi)
-
Mengkaji persiapan penyapihan pasien
b. Mechanical Ventilatory Weaning
-
Menentukan kesiapan pasien untuk penyapihan (hemodinamik yang stabil,
kondisi ventilasi yang membaik, kondisi yang optimal untuk penyapihan)
-
Memonitor status cairan
-
Melakukan suction,
-
Memulai penyapihan dengan uji coba (menurunkan mode ventilasi
menjadi PS 10 kemudian PS 6)
-
Memonitor tanda kelelahan otot
-
Mempertahankan jalan nafas pasien post ekstubasi (atur posisi dan berikan
Oksigen 5 liter/menit)
Kognator :
a. Mechanical Ventilation Management : Noninvasive
-
Menganjurkan pasien untuk memulai teknik relaksasi dan latihan nafas
bila pasien berespon terhadap ventilator
b. Mechanical Ventilatory Weaning
-
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk hal yang yang akan
dialami pasien selama tahapan penyapihan
Evaluasi tindakan keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 20 jam (29 Maret 2014)
ketidakmampuan ventilasi spontan dapat diatasi, pasien menunjukkan perilaku
yang adaptif secara kompensasi terhadap ventilasi spontan dengan pasien
sudah dilakukan ekstubasi dan nafas spontan, frekuensi nafas pasien 20
x/menit dengan irama teratur, menggunakan oksigen mask 10 liter/menit
selama kurang lebih dua jam kemudian dilanjutkan dengan nasal kanul 5
liter/menit
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
95
Analisa Intervensi (29 Maret 2014 jam 10.45)
masalah keperawatan
ketidakmampuan nafas spontan sudah teratasi, pasien mampu beradaptasi
secara kompensasi, tindakan keperawatan dihentikan, pasien masih dipantau
terhadap pola nafas dan respon nafas spontan.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan sekret
Regulator :
a. Cough Enchancement
-
Mengkaji pola nafas (frekuensi dan irama pernafasan)
-
Meningkat hidrasi cairan sesuai dengan kebutuhan pasien
b. Chest Physiotherapy
-
Mengkaji adanya kontraindikasi untuk fisioterapi dada
-
Melakukan fisioterapi tangan dengan menggunakan teknik clapping dan
vibrasi di dinding dada
Kognator :
a. Cough Enchancement
-
Membantu dan mengajarkan pasien untuk dapat duduk dengan kepala
agak sedikit fleksi, bahu relaks, dan lutut ditekuk
-
Menganjurkan kepada pasien untuk nafas dalam dengan menahan selama
2 detik, batuk dua atau tiga selama bergantian
-
Menganjurkan tarik nafas dalam dengan agakmembungkuk kedepan,
dengan tiga atau empat hembusan
-
Menganjurkan pasien untuk tarik nafas dalam beberapa kali, hembuskan
perlahan-lahan lalu batuk kan di akhir hembusan nafas
-
Tekan perut dibawah xipoid atau pada daerah insisi dengan bantal dan
bantu pasien agak bungkuk dan anjurkan pasien batuk.
b. Chest Physiotherapy
-
Menganjurkan pasien untuk batuk saat selesai dilakukan fisioterapi dada
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
96
Evaluasi tindakan keperawatan:
Pada hari dua perawatan (30 maret 2014) pasien sudah menunjukkan sebagian
kemampuan beradaptasi secara kompensasi terhadap bersihan jalan nafas
inefektif, frekwensi sudah berkurang berkurang, bunyi nafas vesikuler pada
kedua lapang paru dengan ronkhi minimal, dahak pasien sudah minimal.
Terapi ventolin dihentikan.
Pada hari kelima perawatan (1 April 2014) masalah bersihan jalan nafas sudah
teratasi, pasien mampu berdaptasi secara kompensasi terhadap maslah
bersihan jalan nafas.
Analisa intervensi 3 April 2014: masalah bersihan jalan nafas menjadi efektif,
anjurkan pasien menggunakan teknik nafas dalam dan batuk efektif bila susah
batuk, minum air hangat kuku.
4. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan sekunder tehadap pembedahan
Regulator :
a. Pain Management
-
Mengkaji nyeri pasien (lokasi, karakteristik nyeri, durasi, frekuensi dan
intesitas, beratnya nyeri)
-
Mengobservasi nonverbal terhadap nyeri
-
Memberikan obat analgesik (, Morphine 20 ui, paracetamol 3 x 1 gr)
Kognator :
a. Pain Management
-
Mengeksplorasi pengetahuan terhadap nyeri pasien
-
Mengajarkan pasien menggunakan teknik nonfarmakologi sebelum,
setelah dan adanya nyeri (tarik nafas dalam, guide imagery)
-
Menganjurkan pasien diskusi terhadap nyeri
-
Mengajarkan pasien cara membedakan nyeri operasi dan nyeri infark.
Evaluasi tindakan keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari (1 April 2014) pasien
mampu beradaptasi secara kompensasi terhadap nyeri dengan ditunjukan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
97
dengan pengurangan nyeri, nyeri dikaji dengan skala numerik didapatkan
skala nyeri pasien berkisar 2-3, wajah pasien tidak meringis dan pasien dapat
beraktivitas dengan nyeri yang minimal.
Analisa intervensi : tindakan keperawatan pain management dihentikan,
menganjurkan agar pasien menggunakan teknik-teknik relaksasi dalam
pengurangan nyeri yang akan datang.
5. Resiko
ketidakseimbangan
elektrolit
berhubungan
dengan
tindakan
pembedahan jantung
Regulator :
a. Electrolyt Management
-
Memonitor nilai serum elektrolit yang abnormal
-
Memberikan elektrolit tambahan melalui oral, NGT, infus sesuai
kolaborasi dengan dokter
-
Memonitor respon pemberian terapi elektrolit
-
Memonitor efek samping dari pemberian cairan dan elektrolit
-
Memonitor adanya aritmia (EKG pasien SR)
Evaluasi tindakan keperawatan:
Pada hari tiga perawatan (30 Maret 2014) pasien mampu menunjukkan
kemampuan beradaptasi secara kompensasi terhadap ketidakseimbangan
elektrolit dengan menunjukkan hasil laboratorium HB 12.3 gr/dl (target HB
post operasi 10 gr/dl), Ht 38 vol%, Natrium 139 mmol/L, Kalium 5,0 mmol/L,
klorida 104 mmol/L, calsium 2,17 mmol/L, Magnesium 2,5 mg/dl.
Analisa intervensi : tindakan keperawatan electrolyt management dihentikan
6. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya insisi pembedahan
Regulator :
a. Infection Protection
-
Memonitor tanda-tanda infeksi
-
Memonitor kerentanan pasien terhadap infeksi
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
98
-
Memonitor sel darah putih pasien
-
Memberikan antibiotik sesuai program (injeksi Merophenem 3 x 1 gr,
Amikasin 1x750 mg).
b. Insicion Site Care
-
Mengkaji tempat insisi (adanya kemerahan, bengkak, dan dehisen)
-
Mengobservasi pengeluaran drain, Memonitor proses penyembuhan pada
tempat inisisi
-
Membersihan area sekitar drain
-
Mempertahankan kepatenan slang drain
-
Membersihkan luka tempat insisi dengan steril setiap hari
-
Menggunakan peralatan yang steril
Kognator :
a. Infection Precaution
-
Ajarkan pasien dan keluarga cara mencegah terjadinya infeksi dengan
mengajarkan keluarga pasien dalam membersihkan luka (luka jangan
disentuh, daerah luka harus selalu kering).
Evaluasi tindakan keperawatan:
Pada hari kelima perawatan (1 April 2014) pasien mampu menunjukkan
kemampuan beradaptasi secara integrasi terhadap resiko infeksi ditunjukkan
dengan tidak terpasang drain substernal dan intrapleura, arteri line, intravena
line, dan RA line serta Swan Ganz, luka pada insisi sternotomi dan
pengambilan graft sudah kering, bersih, rapat dan mengalami penyembuhan,
pemeriksaan leukosit 9684gr/dl
Analisa intervensi : tindakan keperawatan dihentikan, keluarga pasien tetap
diajarkan tentang cara merawat luka yang baik dan menganjurkan agar luka
selalu bersih dan kering dan menganjurkan agar jang menyentuh luka
langsung dengan tangan.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen ke jaringan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
99
Regulator :
a. Energy Management
-
Mengkaji status fisiologi pasien yang berhubungan dengan kelelahan
-
Memonitoring RR, HR, dan TD pasien
-
Memonitor intake nutrisi pasien untuk memastikan intake yang adekuat
-
Mempertahankan jadwal aktivitas pasien
-
Memberikan pasien posisi yang aman dan nyaman
b. Cardiac Care : Rehabilitative
-
Monitoring toleransi aktivitas pasien
-
Membuat jadwal untuk latihan
Kognator
a. Energy Management
-
Memotivasi pasien agar bila lelah pasien jangan gelisah, tetap rileks
b. Cardiac Care : Rehabilitative
-
Menganjurkan pasien bersikap berharap realistik
-
Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan (pemanasan, tahanan,
pedinginan)
-
Menganjurkan pasien untuk mempertimbangkan aktivitas seharihari
(istirahat dan latihan)
-
Mengajarkan pasien untuk melakukan perawatan luka dan tindakan
pencegahan infeksi terhadap luka pembedahan
-
Menganjurkan pasien untuk tetap kontrol terkait dengan penyakit
jantungnya
-
Memotivasi pasien dalam mengikuti rehabilitasi jantung
Evaluasi tindakan keperawatan:
Pada hari ketujuh perawatan (2 April 2014) pasien mampu beradaptasi secara
kompensasi melakukan aktivitas seperti memenuhi kebutuhan perawatan diri
walaupun belum maksimal, tidak terasa sesak dan lelah minimal saat
melakukan six minute walk test diruang rehabilitasi fase I. TD 120-140
mmHg/70- 80 mmHg, HR 70-90 x/menit, RR 15-22 x/menit.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
100
Analisa intervensi : tindakan keperawatan Cardiac Care Rehabilitative pada
fase I dihentikan dan fase II dan III dilanjutkan di ruang rehabilitasi
8. Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Regulator :
a. Nutrition Management
-
Mengkaji pola nutrisi pasien
-
Memberikan pasien makanan dalam porsi yang hangat
-
Memberikan makanan pasien dalam keadaaan yang menarik
-
Menganjurkan pasien menghabiskan porsi sedikit tapi sering
b. Nausea Management
-
Mengkaji nausea pasien
-
Mengevaluasi dampak nausea pasien terhadap kualitas hidup pasien
-
Membantu pasien dalam mengurangi faktor yang berhubungan dengan
nausea seperti kecemasan, ketakutan, dan kurang pengetahuan
-
Membantu memberikan kebersihan mulut pasien.
Evaluas tindakan keperawatan:
Pada hari keenam perawatan (2 April 2014) pasien mampu beradaptasi
integrasi terhadap resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh dengan menunjukkan bahwa pasien dapat menghabiskan porsi makan
yang diberikan, tidak mual.
Analisa intervensi : masalah resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi, tindakan keperawatan dihentikan
9. Koping individu inefektif berhubungan dengan adanya ancaman perubahan
kesehatan
Regulator :
a. Coping Enchancement
-
Mengkaji tingkat perubahan konsep diri pasien
-
Mengkaji dampak terhadap peran dan hubungan dengan orang lain
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
101
-
Mengkaji tingkat pemahaman pasien terhadap penyakitnya
-
Membantu pasien untuk dapat menilai keadaannya sekarang
-
Membantu pasien dalam melakukan pendekatan spiritual
-
Membantu
pasien
dalam
proses
penerimaan
penyakitnya
dan
keterbatasannya
b. Anxiety Reduction
-
Mengontrol stimulus yang menimbulkan rasa cemas
Kognator :
a. Coping Enchancement
-
Memotivasikan pasien untuk mengidentifikasi perubahan yang realistik
dalam peran
-
Memotivasi pasien untuk mengungkapkan perasaan, persepsi dan takut
b. Anxiety Reduction
-
Menggunakan bahasa lembut dan mudah dipahami pasien
-
Menjelaskan semua prosedur, alat yang diterapikan pada pasien
-
Mempertahankan kunjungan keluarga sesuai ketentuan rumah sakit
-
Mendengarkan keluhan yang disampaikan pasien
-
Memberikan umpan balik positif bila pasien telah melakukan program
pengobatan dengan baik
-
Membantu pasien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan rasa
cemas
c. Teaching : Disease Process : memberikan pendidikan kesehatan tentang
proses penyembuhan setelah CABG, apa yang harus dilakukan dan apa yang
harus dihindarkan.
d. Teaching Prescribed Diet : memberikan pendidikan kesehatan tentang proses
diet sehat yang dibutuhkan setelah operasi dan seterusnya sampai pasien
dirumah
e. Teaching Prescribed Activity/Exercise : memberikan pendidikan kesehatan
tentang pentingnya latihan dalam hal penyembuhan, mengajarkan pasien
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
102
tentang cara mencegah infeksi, menganjurkan pasien untuk mengikuti
program rehabilitasi fase II sebelum pulang ke rumah selama 12 kali
f. Teaching Prescribed Medication : memberikan pendidikan kesehatan tentang
obat pasien termasuk obat yang akan dibawa pulang serta menjelaskan efek
yang akan muncul pada masing-masing obat tersebut, menganjurkan pasien
untuk rajin kontrol ke rumah sakit.
Evaluasi tindakan keperawatan:
Pasien menunjukkan koping yang adaptif secara kompensasi pada hari
ketujuh perawatan (3 April 2014) ditunjukkan dengan pasien merasa lebih
bersemangat dalam menjalani proses penyembuhan dan perawatan, namun
pasien masih merasa sedikit khawatir karena belum bisa pulang ke Pekanbaru
karena harus melanjutkan proses rehabilitasi lanjut. Pengetahuan pasien dan
keluarga bertambah terhadap proses penyembuhan dan mampu menyebutkan
proses penyembuhan, obatobatan, diet dan rehabilitasi.
Analisa intervensi : mengevaluasi kembali pemahaman dan kemampuan
pasien tentang
perawatan, pengobatan, dan
rehabilitasi
yang akan
dilaksanakan pasien selama dirumah nantinya.
3.2 Penerapan Evidence Based Nursing Practice
3.3.1 Latar Belakang
Nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial .
Meskipun rasa sakit adalah bisa diperkirakan dari pengalaman pasca operasi ,
pengelolaan yang tidak memadai nyeri dapat memiliki implikasi yang
mendalam . Nyeri pasca operasi tak henti-hentinya dapat mengakibatkan
perubahan klinis dan psikologis yang meningkatkan morbiditas , mortalitas ,
dan biaya dan mengurangi kualitas hidup (Tse , Chan , & Benzie , 2005).
Nyeri juga telah dilaporkan sebagai salah satu sumber utama kecemasan bagi
pasien bedah jantung, dan manajemen nyeri pasca operasi sangat penting karena
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
103
semakin meningkatnya jumlah pasien yang menjalani operasi jantung terbuka
(Sendelbach et al., 2006). Penyebab nyeri pasca operasi bagi pasien bedah
jantung memiliki banyak sisi . Nyeri dapat disebabkan oleh sayatan , retraksi
jaringan intraoperatif dan diseksi , beberapa cannulations intravaskular , selang
drain dada kiri setelah operasi , dan beberapa prosedur invasif yang dijalani
pasien sebagai bagian dari rejimen terapi mereka ( Mueller et al ., 2000). Nyeri
tidak terkontrol juga memberikan kontribusi ketidakstabilan hemodinamik ,
yang dapat menyebabkan iskemia miokard (Ozer et al., 2013).
Terapi musik sebagai suatu cara yang menenangkan atau penyembuhan pada
pasien. Musik memiliki efek positif terhadap suasana hati, kecemasan dan rasa
sakit dan mempengaruhi keadaan fisiologis pada pasien yang telah dilakukan
operasi jantung. Banyak penelitian yang dilakukan terhadap efek musik
terhadap kecemasan, menurunkan nyeri. Musik dapat menurunkan produksi
hormon cortisone. Secara teori mendengarkan musik akan melepaskan endorfin
dan untuk mengurangi kadar katekolamin , sehingga menghasilkan tekanan
darah lebih rendah dan penurunan kebutuhan untuk analgesik . Selain itu,
denyut jantung dan laju pernapasan ditingkatkan dan penurunan konsumsi
oksigen ( Twiss et al . , 2006).
3.2.2 Hasil Penelusuran jurnal
3.2.2.1 Nadiye Ozer, Zynep Karaman Olu, Sevhan Arslan, dan Nezibat Gunes
(Departement of Nursing, Health Sciences Faculty Ataturk University
Ezurum Turkey) tahun 2013 dengan judul “ Effect of music on postoperative
pain and physiologic parameters of patients after open heart surgery”.
Penelitian untuk mengetahui efek terapi music pada pasien post operasi
jantung terbuka terhadap penurunan nyeri dan parameter fisiologi. Yang
diikur dalam penelitian ini adalah intensitas nyeri an parameter fisologi :
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
104
tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolic, nadi, nafas dan saturasi
oksigen.
Penelitian ini menggunakan studi quasi eksperimental dengan teknik
pengambilan sampel convenience sampling. Visual Scale (MVS) atau sama
dengan Visual Analog Scale (VAS)
digunakan untuk mengukur nyeri.
Tekanan darah, frekuensi nadi, nafas dan saturasi O2 diukur sebelum dan
setelah tindakan. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 87 pasien. yang
dibagi pada dua grup ; intervensi dan kontrol. Grup intervensi menerima foot
terapi musik 30 menit yang dilakukan sebanyak 3 kali dalam waktu dua hari.
Kelompok kontrol tidak dilakukan intervensi. Setelah diberikan terapi music
tingkatan nyeri menurun secara signifikan pada kelompok intervensi
(p<0.001). Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa metode terapi musik
sangat bermanfaat untuk mengurangi nyeri pada klien dengan operasi jantung
terbuka.
3.2.2.2 Jo A Voss, Marion Good, Bernice Yates, Mara M. Baun, Austin Thompson &
Melody Hertzog (College of Nursing, South Dakota State University) Tahun
2004. Sedative music reduce anxiety and pain during chair rest after open
heart surgery.
Penelitian ini untuk membandingkan pengaruh terapi musik terhadap
penurunan kecemasan dan nyeri pada kelompok kontrol dan kelompok
intervensi. Penelitian ini menggunakan studi Randomized Clinical Trial
(RCT) dengan teknik pengambilan sampel convenience sampling sebanyak
61 pasien.
Pasien dibagi dalam tiga kelompok secara random yaitu
kelompok kontrol dan intervensi. Kelompok intervensi dibagi atas dua
kelompok yaitu yang mendapatkan terapi musik dan kelompok mendapat
penjadwalan
istirahat.
kelompok
kontrol
adalah
kelompok
yang
menggunakan kebiasaan rumah sakit. Pasien diberikan 30 menit baik musik
( n = 19) , dijadwalkan istirahat (n = 21 ) , pengobatan seperti biasa (n = 21).
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
105
Hasil yang diukur: adanya perbedaan nyeri dan kecemasan antara pasien
yang mendapat terapi music, istirahat yang dijadwalkan ataupun pada pasien
yang mengikuti standar pelayanan rumah sakit.
Dengan menggunakan independent t test, didapatkan hasil terjadi penurunan
yang signifikan pada kelompok intervensi dimana terjadi penurunan cemas,
nyeri dengan nilai statistic (p < 0.001-0.006) dibanding kelompok dengan
penjadwalan istirahat dan kelompok kontrol. Dengan demikian , terapi musik
efektif daripada penjadwalan istirahat dan perawatan seperti biasa dalam
menurunkan kecemasan dan nyeri pada pasien operasi jantung terbuka.
3.2.2.3 Dallen Aragon, Carla Farris & Jecqueline F. Bayers (Orlando Regional
Medical Center, Orlando Fla) Tahun 2002. The effect of harp music in
vascular and thoracic surgical patient.
Penelitian ini untuk mengetahui efek music harpa langsung pada pasien yang
dilakukan operasi bedah torak dan vascular terhadap persepsi cemas, nyeri
dan parameter fisiologi. Menggunakan metode quasi eksperimen dengan
teknik pengambilan sampel convenience sampling sebanyak 17 sampel.
Metodenya dengan membandingkan hasil sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi. Sampel diberikan music harpa secara langsung selama 20 menit
selama tiga hari. Sebelum dilakukan pengukuran nyeri dan tingkat
kecemasan pasien, kemudian music harpa dimainkan selama 20 menit. 10
menit setelah mendengarkan music harpa dilakukan kembali pengukuran.
Untuk parameter yang digunakan sebagai pengukuran adalah Visual Analog
Scale (VAS). Untuk parameter kepuasan diberikan kuisioner dengan 4
pertanyaan, untuk parameter fiologi dilakukan pencatatan sebelum dan
sesudah didengarkan music harpa melalui bedside monitor pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
106
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mendengarkan musik langsung harpa
memiliki efek positif pada persepsi kecemasan pasien ( P = .000 ) , nyeri ( P
= .000 ) dan kepuasan, perbedaan yang signifikan signifikan fisiologis
tekanan darah sistolik ( P = 0.046 ) , dan saturasi oksigen ( P = 0.011 ).
3.4. Praktik Keperawatan Berdasarkan Pembuktian
3.4.1 Penerapan Evidence Base Nursing Practice (EBNP)
Penerapan EBNP pada pasien post operasi jantung khususnya CABG dan
operasi katub di ruang IWB RSJPDHK yang dilaksanakan pada tanggal 6 – 15
Mei 2014. Penerapan EBNP ini dilakukan selama dua hari dengan frekuensi 3
kali, jumlah pasien yang diambil adalah 12 orang dengan pengelompokan
pasien kontrol 6 orang dan pasien yang dilakukan intervensi terapi musik
sebanyak 6 orang. Dalam pemilihan pasien yang akan mengikuti penerapan
EBNP ditentukan dalam kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi adalah
pasien post bedah jantung terbuka (CABG dan katub) bersedia menjadi
responden, semua pasien post operasi jantung terbuka dengan tanpa komplikasi,
pasien post operasi hari pertama atau pasien baru dipindahkan ke IWB,
hemodinamik pasien stabil, tidak mengalami gangguan kognitif dan
pendengaran, penggunaan analgetik oral (paracetamol). Kriteria ekslusi pasien
tidak kooperatif, gangguan pendengaran.
Pada saat pelaksanaan pasien terlebih dahulu diidentifikasi apakah sesuai
dengan kriteria inklusi, dan melihat waktu pemberian obat analgetik oral. Terapi
musik dilakukan setelah 2-4 jam dilakukan pemberian analgetik oral. Kemudian
dilakukan pemberian terapi musik disaat aktifitas ruangan sudah minimal dan
bukan dalam jam kunjungan/bezuk.
Pengaturan penerapan EBNP dilakukan menggunakan pendeketan pre dan post
test. Adapun tahapan yang dilakukan residen selama penerpan EBNP adalah
sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
107
- Semua pasien yang telah dipilih menjadi responden dan memasuki kriteria
inklusi
- Responden diberi informed consent tentang kegiatan yang akan dilaksanakan.
- Responden dibagi dalam dua kelompok yang terdiri dari
a. Kelompok intervensi
Peneliti membantu pasien untuk berbaring di tempat tidur pada sudut 3040 derajat . Data demografi dan fisiologis kemudian dikumpulkan ; untuk
menilai rasa sakit dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS) di
tempat tidur mereka. Data fisiologis ( SBP , DBP , HR , dan SpO2 )
diukur dengan bedside monitor . Peneliti mengamati gerakan dada setiap
peserta dan menghitung RR mereka selama 1 menit . Pasien memilih
musik dari koleksi MP3. Residen menjelaskan cara penggunaan MP3.
Musik lembut dan santai dan bermain di volume 50-60 dB . selama
kegiatan terapi music residen mendampingi pasien untuk pengumpulan
data . Parameter fisiologis dan intensitas nyeri dinilai dan dicatat segera
setelah dilakukan terapi musik.
b. Kelompok kontrol
Data dikumpulkan dari kelompok kontrol pada interval yang sama seperti
dari kelompok intervensi , namun tanpa mendengarkan musik . Setelah
merekam parameter fisiologis pretest dan intensitas nyeri , pasien tetap
dalam periode istirahat mereka sampai waktu evaluasi posttest . Selama
periode ini , peneliti berada di ruangan . Selama masa istirahat lingkungan
ditingkatkan untuk mengurangi rangsangan untuk kelompok kontrol .
Setelah merekam data posttest. Pertanyaan-pertanyaan mengenai skala
intensitas nyeri dibacakan kepada setiap peserta yang memberikan
tanggapan secara lisan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
108
3.3.2 Hasil Penerapan EBNP
Setelah pelaksanaan
kegiatan dilakukan pengolahan data. Data yang telah
diolah di sajikan dan disampaikan dalam pertemuan sebagai sosialisasi hasil
penerapan EBNP
3.2.2.1 Hasil Penerapan EBNP
Hasil penerepan EBNP pada 12 orang pasien post operasi jantung terbuka
(CABG dan operasi katub) dilihat dari data data demografi (umur, jenis
kelamin, pendidikan, status, diagnosa pre operasi jantung), data nyeri dan
respon fisiologis yang mengikutinya sebelum dan sesudah dilakukan terapi
musik selama dua hari (tiga kali pemberian terapi musik). Data demografi dan
nyeri serta respon fisiologi penerapan EBNP dijelaskan dibawah ini :
a. Data Demografi
Data demografi dalam penerapan EBNP ini terdiri dari umur, jenis kelamin,
pendidikan, diagnosa preoperasi jantung. Data dianalisa dalam dua bentuk yaitu
menggunakan mean dan prosentase
Tabel 4.1
Karakteristik Demografi pasien kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Pelaksanaan terapi musik berdasarkan umur (n=12)
Pasien
mean
median
SD
Min_max
Kontrol
61.5
63
9.18
49-74
intervensi
55.67
56.50
9.75
40-69
Hasil analisis data didapatkan rerata umur pasien post operasi bedah jantung
terbuka yang dilakukan EBNP terapi musik pada kelompok kontrol adalah 61.5
tahun dengan standar deviasi 9,18 tahun. Umur termuda 49 tahun dan umur tertua
74 tahun. Kelompok intervensi rerata umur adalah 55.67 tahun dengan standar
deviasi 9.75 dengan umur termuda 49 tahun dan umur tertua 69 tahun.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
109
Tabel 3.2
Karakteristik Demografi pasien kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Pelaksanaan terapi musik berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, jenis operasi,
lokasi nyeri dan alat invasif yang terpasang.
No
Variabel
Kelompok
Kontrol
1
2
3
4
5
pValue
intervensi
∑
%
∑
%
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
4
2
66.7
33.3
Pendidikan
SLTP
SLTA
PT
1
3
2
16.7
50.0
33.3
6
100
Jenis Operasi
CABG
Katub
5
1
83.3
16.7
5
1
83.3
16.7
Lokasi nyeri yang paling dirasakan
Luka bekas operasi dada(sternum)
6
100
6
100
Alat invasive yang terpasang
CVP
Drain Thorax
6
6
100
100
6
6
100
100
4
2
66.7
33.3
1.00
.599
1.00
1.00
1.00
Berdasarkan hasil analisis tabel 4.2 didapatkan distribusi karakteristik
berdasarkan proporsi jenis kelamin dimana dari kelompok kontrol sebanyak 4
orang (66.7%) laki-laki dan 2 orang (33.3%) adalah perempuan. Pendidikan
pasien pada kelompok kontrol 1 orang (16.7%) adalah SLTP, 3 orang (50.0%)
adalah SLTA dan 2 orang (33.3%) adalah dengan pendidikan PT. Tindakan
operasi yang dilakukan dimana operasi CABG sebanyak 5 orang (83.3%) dan 1
orang (16.7%) dilakukan operasi katub. Lokasi nyeri yang laing dirasakan oleh
pasien adalah didaerah dada/sternum bekas sayatan operasi sebanyak 6 orang
(100%). Alat invasif yang terpasang CVP 6 orang (100%) dan drain thorax 6
orang (100%).
Kelompok intervensi didapatkan data demografi berdasarkan proporsi jenis
kelamin dimana dari kelompok intervensi sebanyak 4 orang (66.7%) laki-laki dan
2 orang (33.3%) adalah perempuan. Pendidikan pasien pada kelompok intervensi
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
110
semuanya dengan pendidikan SLTA 6 orang (100%). Tindakan operasi yang
dilakukan dimana operasi CABG sebanyak 5 orang (83.3%) dan 1 orang (16.7%)
dilakukan operasi katub. Lokasi nyeri yang lain dirasakan oleh pasien adalah
didaerah dada/sternum bekas sayatan operasi sebanyak 6 orang (100%). Alat
invasif yang terpasang CVP 6 orang (100%) dan drain thorax 6 orang (100%).
b.
Nyeri dan Respon Fisiologi
Tabel 3.3
Rerata Nyeri, TD Sistole, TD Diastole, HR, RR dan Saturasi O2 Sebelum
dan Sesudah Intervensi (n=12)
No
Parameter
1
2
3
4
5
6
Nyeri
SBP
DBP
HR
RR
Saturasi O2
Kontrol (n=6)
sesudah
Sebelum
3.40
3.50
114.21
109.11
69.11
64.48
90.90
90.28
24.83
24.55
98.06
98.15
pValue
.330
.301
.097
.747
.355
.758
Intervensi (n=6)
sebelum
sesudah
3.90
2.61
121.50
118.01
77.61
77.10
94.05
87.45
26.31
21.66
97.83
99.10
pValue
.009
.011
.015
.699
.129
.096
Analisis data dari tabel 4.1 adalah Intensitas nyeri dan respon fisiologis (SBP, DBP,
HR, RR dan saturasi O2) dari 12 pasien post operasi bedah jantung dengan
menggunakan independent samples test didapatkan hasil yang berbeda-beda.
Berdasarkan data yang diperoleh rata-rata intensitas nyeri dan respon fisiologis
dijelaskan bahwa rerata nyeri pasien post operasi bedah jantung terbuka yang tidak
diberikan terapi musik pada kelompok kontrol 3.50 dan setelah dilakukan observasi
rerata nyeri pada hari kedua 3.40 dengan p>0.05. tidak ada perbedaan yang
signifikan.
Sebelum dilakukan observasi rerata tekanan darah sistolik (SBP) 114.21 mmHg dan
setelah dilakukan observasi pada hari kedua 109.11 mmHg dengan p>0.05. tidak ada
perbedaan yang signifikan. Tekanan darah diastolic (DBP) 69.11 mmHg dan setelah
dilakukan observasi pada hari kedua 64.48 mmHg . Rerata HR sebelum dilakukan
observasi adalah 90.90 dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua 90.28
permenit dengan p >0.05 tidak ada perbedaan yang signifikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
111
Rerata RR sebelum dilakukan observasi adalah 24.83, setelah dilakukan observasi
pada hari kedua 24.55 dengan p>0.05 tidak ada perbedaan yang signifikan. Rerata
saturasi O2 sebelum dilakukan observasi adalah 98.06 % dan setelah dilakukan
observasi pada hari kedua 98.15% dengan p >0.05 tidak terdapat perbedaan yang
signifikan.
Pada kelompok intervensi berdasarkan data yang diperoleh rata-rata intensitas nyeri
dan respon fisiologis dijelaskan bahwa rerata nyeri pasien post operasi bedah jantung
terbuka yang diberikan terapi musik sebelum dilakukan intervensi 3.90 dan setelah
dilakukan intervensi rerata nyeri pada hari kedua 2.61 dengan p>0.05. terdapat
perbedaan yang signifikan penurunan nyeri setelah dilakukan terapi musik. Tekanan
darah sistolik (SBP) 121.50 mmHg dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua
118.01 mmHg dengan p>0.05. terdapat perbedaan yang signifikan. Tekanan darah
(DBP) 77.61 mmHg dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua 77.10 mmHg
dengan p<0.05 terdapat perbedaan signifikan .
Rerata HR sebelum dilakukan intervensi adalah 94.05 dan setelah dilakukan
intervensi pada hari kedua 87.45 dengan p >0.05 tidak ada perbedaan yang signifikan.
Rerata RR sebelum dilakukan intervensi adalah 24.83, setelah dilakukan intervensi
pada hari kedua 24.55 dengan p>0.05 tidak ada perbedaan yang signifikan. Rerata
saturasi O2 sebelum dilakukan intervensi adalah 97.83 %dan setelah dilakukan
intervensi pada hari kedua 99.10% dengan p >0.05 tidak terdapat perbedaan yang
signifikan.
3.1 Pelaksanaan Kegiatan Proyek Inovasi
Kegiatan inovasi dilakukan dalam rangka menjalankan peran perawat spesialis
sebagai inovator, kegiatan ini merupakan kegiatan kelompok dengan anggota
kelompok terdiri dari : 1) Erwin, 2) Misfatria Noor, 3) Erlin Ifadah. Pada kegiatan ini
penulis adalah Misfatria Noor. Proyek inovasi yang dilakukan oleh kelompok adalah
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
112
tentang praktik klinik konsultan keperawatan untuk pasien Congestive heart Failure
(CHF) di unit rawat jalan Rumah sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD)
Harapan Kita Jakarta
3.1.1
Analisis Situasi
Praktik keperawatan berkelanjutan merupakan proses dimana pasien dan tenaga
kesehatan bekerjasama dalam pengelolaan penangana masalah kesehatan untuk
mencapai kualitas kesehatan yang optimal dengan biaya yang efektif, perawatan
berkelanjutan berfokus pada pasien dengan kulaitas keperawatan yang terus menerus
(Gulliford,2006)
Keperawatan berkelanjutan sangat penting untuk pasien masalah kardiovaskular
khususnya pada pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF), tujuannya untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah terjadinya rawat inap ulang yang
dapat membebani pasien dan keluarga (Huntington et al, 2011)
Penyakit Congestive Heart Failure (CHF) atau biasanya dikenal dengan gagal
jantung kongestif merupakan suatu keadaan patofisiologis dimana jantung gagal
mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan
pengisian cukup. Gagal jantung merupakan kondisi yang telah diketahui selama
berabad-abad namun penelitian epidemiologi sulit dilakukan karena tidak adanya
definisi tunggal kondisi ini. Gagal jantung merupakan keadaan klinis dan bukan suatu
diagnosis. (Gray , Dawkins, Morgan & Simpson, 2005).
Sekitar 3-20 per 1000 penduduk mengalami gagal jantung dan prevalensinya
meningkat seiring bertambahnya usia ( 100 per 1000 orang ) pada usia diatas 65
tahun (Gray , Dawkins, Morgan & Simpson, 2005). Gagal jantung merupakan
penyakit kronis, saat ini penderita gagal jantung di Amerika 5.8 juta jiwa , dan
diperkirakan terdiagnosis setiap tahunnya sebanyak 670000 (Brinker, Mauren,
Garbez, Esquive, White, 2013). Di Inggris sekitar 100.000 pasien dirawat dirumah
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
113
sakit setiap tahunnya dengan penyakit CHF, ,mempresntasikan 5% dari semua
rawatan medis dan menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan kesehatan nasional
(Gray , Dawkins, Morgan & Simpson, 2005).
Saat ini gagal jantung merupakan satu-satunya penyakit cardiovascular yang terus
meningkat insiden dan prevalensinya. Resiko kematian akibat gagal jantung berkisar
5-10% pertahun pada gagal jantung ringan dan akan meningkat 30-40% pada gagal
jantung berat. Gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan
pengobatan ulang dirumah sakit meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan
secara optimal ( Suryadipraja, 2004). Dari hasil pencatatan dan pelaporan rumah sakit
Sitem Informasi Rumah Sakit (SIRS) menunjukkan adanya case fatality Rate (CFR)
tertinggi terjadi pada gagal jantung yaitu sebesar 13.42% (Rikesdas, 2007)
Salah satu media di Amerika Serikat mengadakan wawancara kesehatan online
tentang perlunya konsultan keperawatan dalam perawatan pasien dengan Congestive
Heart Failure, dan hasilnya beberapa orang mengatakan bahwa konsultan
keperawatan memberikan masukan yang baik tentang masalah pengobatan, dan
memandang pasien sebagai manusia yang seutuhnya. Beberapa diantaranya
mengatakan lebih nyaman berbicara dengan konsultan keperawatan tentang masalah
lain yang berhubungan dengan Congestive Herat Failure. Mereka mengatakan
konsultan keperawatan juga sangat terbuka dalam berdiskusi walau hal yang sensitif
sekalipun, termasuk masalah seks, kondisi terminal ataupun kematian pada pasien
Congestive Heart Failure (healt talk online, 2012)
Berdasarkan studi lapangan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta,
diketahui bahwa belum terdapat adanya praktek konsultan keperawatan, yang
dirasakan sangat penting dan perlu dimunculkan keberadaannya dengan tujuan
mencapai kualitas hidup pasien congstive heart failure dengan sebaik-baiknya.
Fenomena tersebut mendorong mahasiswa residensi untuk melakukan ujicoba praktik
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
114
konsultan keperawatan di poliklinik pada pasien dengan congestive heart failure di
unit rawat jalan RSJPD Hrapan Kita Jakarta
3.1.2
Strength (Kekuatan)
Kekuatan yang dimiliki oleh RSJPDHK dalam penerapan terapi music ini
adalah:
a.
Rujukan jantung dan pembuluh darah pada tingkat nasional dan
mempunyai visi untuk menjadikan rujukan se Asia Pasifik pada tahun
2015 serta menjadikan rumah sakit pendidikan seperti penelitian dan
pelatihan-pelatihan kardiovaskuler
b.
Banyaknya pasien yang dilakukan operasi jantung setiap hari setiap hari
c.
Adanya ruang operasi jantung / kamar operasi
d.
Pusat pendidikan tenaga kesehatan yang meliputi dokter, perawat dan
teknisi kardiovaskuler
e.
Mempunyai 48 orang perawat spesialis kardiovaskuler yang kompeten
f.
Terdapatnya tenaga kesehatan antara lain perawat dengan pendidikan
D3 dan S1 yang bisa diberdayakan untuk melakukan penerapan EBNP.
g.
Adanya ruangan atau tempat pasien post operasi bedah jantung terbuka
(ICU dan IWB)
h.
Mempunyai clinical pathway yang digunakan bersama tenaga kesehatan
dalam mengelola pasien dengan operasi bedah jantung.
3.1.3 Weakness (Kelemahan)
a.
Belum standar pelayanan penerapan terapi non farmakologi
b.
Belum terpaparnya pasien terhadap tindakan non farmakologi terapi
music dalam mengatasi nyeri dan parameter fisiologi.
3.1.4
Opportunity (Peluang)
a.
Banyaknya kasus penyakit yang perlu dilakukan tindakan operasi bedah
jantung terbuka.
b.
RSPJNHK merupakan RS rujukan nasional untuk tindakan operasi
jantung terbuka.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
115
c.
Tingginya minat perawat-perawat RSJPDHK dalam mengetahui hal-hal
baru terkait dengan perawatan pasien pasca operasi jantung terbuka.
3.1.5 Threat (Ancaman)
Secara umum tidak ada hambatan untuk melakukan studi ini baik secara
organisasi, logistik, dan biaya. Kolaborasi dengan dokter diperlukan
untuk melakukan pratik ini untuk saling mnedukung penerapan terapi
music sebagai salah satu penatalaksanaan terhadap masalah nyeri dan
perubahan parameter fisologi pasien post operasi jantung.
3.2 Praktek Konsultan Keperawatan
3.2.1
Definisi Praktek Keperawatan Profesional
Praktek keperawatan profesional adalah tindakan mandiri perawat profesional
melalui kerjasama dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya.
Perawat professional pada pengertian diatas adalah Perawat Ahli Madya,
Perawat Ahli, Ners, Ners Spesialis dan Ners Konsultan yang pendidikan
keperawatannya berasal dari jenjang perguruan tinggi keperawatan. Praktek
keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesioanal menggunakan teoritis
yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar : biologi, fisika, biomedik,
perilaku, sosial dan ilmu keperawatan sebagai landasan melakukan
pengkajian, diagnosa, menyusun rencana perawatan untuk menentukan
tindakan selanjutnya.
Praktik keperawatan professional adalah suatu proses ketika Ners terlibat
dengan pasien dan melalui kegiatan ini masalah kesehatan pasien
diiidentifikasi dan diatasi.
3.2.2
Tujuan dan Ruang Lingkup Praktek Keperawatan Profesional
Tujuan Praktik Keperawatan Professional
1. Membantu individu untuk mandiri
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
116
2. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang
kesehatan
3. Membantu
individu mengembangkan potensi untuk memelihara
kesehatan secara optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalam
memelihara kesehatan
4. Membantu individu memperoleh derajat secara optimal
Ruang Lingkup Praktik Keperawatan Profesional
1. Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalam menyelesaikan
masalah kesehatan sederhana dan
kompleks.
2. Memberikan
tindakan
keperawatan
langsung,
pendidikan,
nasihat,
konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui
pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan sistem
klien.
3. Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan tatanan
lainnya.
4. Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB,
imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/
resep.
3.2.3
Karakteristik Praktek Keperawatan Profesional
Karakteristik praktek keperawatan professional adalah :
a. Otoritas (Autority). Memiliki kewenangan sesuai dengan kealian yang akan
mempengaruhi proses asuhan melalui peran professional.
b. Akuntabilitas (accountability). Bertanggung gugat terhadap apa yang
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan hokum
yang berlaku dan
bertanggung jawab kepada pasien, diri sendiri dan profesi serta mengambil
keputusan yang berhubungan dengan asuhan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
117
c. Pengambil keputusan yang mandiri (independent decision making)
Kegiatan praktek keperawatan professional sesuai dengan kewenangannya
dengan dilandasi oleh pengetahuan yang kokoh dan menggunakan
pendekatan yang ilmiah dalam membuat keputusan (judgments) pada tiap
tahap proses keperawatan dalam menyelesaikan masalah pasien.
d. Kolaborasi (collaboration) dapat bekerjasama baik lintas program maupun
lintas sektoral dengan mengadakan hubungan kerjasama dengan berbagai
disiplin
dalam
mengakses
masalah
pasien
dan
membatu
pasien
menyelesaikan masalahnya.
e. Pembelaan/dukungan (advocacy) bertindak demi hak pasien untuk
mendapatkan asuhan keperawatn yang bermutu dengan mengadakan
intervensi untuk kepentingan atau demi pasien dalam mengatasi
masalahnya, serta berhadapan dengan pihak-pihak lain yang lebih luas
(system large).
f. Fasilitasi (Facilitation) mampu memberdayakan pasien dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan dengan memaksimalkan potensi dari
organisasi dan system pasien-keluarga (client-family system) dalam asuhan.
3.2.4
Konsep Konsultan Keperawatan
3.2.4.1 Definisi
Konsultan keperawatan adalah individu yang bekerja sebagai pelaksana
sekaligus peneliti dalam bidangnya dan merupakan anggota dari penelitian
kritis masyarakat.
3.2.4.2 Peran konsultan keperawatan
Seorang konsultan keperawatan harus meneliti apa yang dirasakan penting
dalam praktik yang dilakukan olehnya sehari-hari, meliputi :
e. Menggunakan peraturan sebagai perawat konsultan dalam praktek seharihari, terutama dalam area :
Praktik keperawatan yang sudah berpengalaman
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
118
Kepemimpinan yang profesional dan kemahiran dalam fungsi
konsultasi
Pendidikan, pelatihan dan pengembangan fungsi keperawatan
Praktik dan pengembangan pelayanan, penelitian dan evaluasi
secara keseluruhan
f. Mengembangkan keefektifan keberadaan konsultan keperawatan
g. Mendemonstrasikan kefektifan adanya perawat konsultan
h. Mengembangkan proses motivasi yang diperlukan untuk membantu
pengembangan perawat yang lain secara personal maupun profesional
(Manley et al, 2012)
3.3 Penerapan Inovasi di Unit Rawat Jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta
Penerapan inovasi berdasarkan latar belakang dan fenomena yang ada akan
dilakukan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta . Adapun alasan
penerapan inovasi ini dapat dilakukan di RSJPD Harapan Kita Jakarta adalah :
3.3.1.1 Strength (Kekuatan)
RSJPD Harapan Kita merupakan pusat rumah sakit rujukan jantung dan
pembuluh darah pada tingkat nasional dan mempunyai visi untuk menjadi
rumah sakit rujukan jantung se Asia Pasifik pada tahun 2015 serta menjadikan
rumah sakit sebagai rumah sakit pendidikan yang meliputi pendidikan
berorientasi pada penelitian dan pelatihan-pelatihan kardiovaskular, adanya
komitmen bersama di pihak RSJPD untuk meningkatkan mutu pelayanan
berdasarkan standar mutu pelayanan yang ditetapkan oleh Joint Comission
International (JCI).
3.3.1.2 Weakness (Kelemahan)
Belum adanya ruangan khusus yang memfasilitasi untuk digunakan dalam
pelaksanaan program perawat konsultan klinik. Pasien dengan congestive
heart failure masih sangat berfokus pada pengobatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
119
3.3.1.3 Threat (Ancaman)
Tidak ada hambatan untuk melakukan ujicoba inovasi ini baik secara
organisasi , administrasi dan biaya. Kerjasama dengan pihak manajemen
RSJPD Harapan Kita Jakarta sangat dibutuhkan dalam penerapan ujicoba
inovasi ini ke depannya.
3.4 Gambaran Pelaksanaan Inovasi
3.4.1
Waktu pelaksanaan dan sasaran kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan di Unit Rawat Jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta
mulai tanggal 05 Mei s.d tanggal 16 Mei 2014. Sasaran kegiatan adalah pasien
dengan diagnosa congestive heart failure yang sudah pernah di rawat.
3.4.2
Tahapan kegiatan
Tahapan kegiatan dimulai dengan pemaparan proposal kegiatan di bidang
keperawatan, sosialisasi kegiatan di oliklinik tentang kegiatan praktek
konsultasi perawat spesialis, persiapan ruangan praktek konsultasi perawata
spesialis, pelaksanaan kegiatan praktek konsultasi perawat spesialis,
selanjutnya dilakukan evaluasi. Outcome kegiatan inovasi adalah adanya
kebutuhan pasien congestive heart failure terhadap keberadaan perawat
konsultan spesialis, sebagai sumber yang dibutuhkan untuk bertanya tentang
hal-hal yang berkaitan dengan perawatan congestive heart failure baik yang
bersifat umum maupun yang bersifat privacy.
Tahap kegiatan dapat diihat pada tabel di bawah ini :
3.5 Kegiatan dan hasil
3.5.1
Pemaparan proposal kegiatan di bidang keperawatan
Kegiatan pemaparan proposal dilaksanakan pada tanggal 28 April 2014,
terdiri dari Komite Keperawatan, Bidang Keperawatan, Diklit, Kepala
Instalasi Rawat Inap dan Rawat Jalan. Ka. Unit ruangan dan mahasiswa
Residensi FIK UI. Hasil kegiatan ini adalah persetujuan pelaksanaan kegiatan
inovasi praktek perawat konsultan klinik yang telah dibuat oleh mahasiswa
residensi di Unit Rawat Jalan RSJPD Harapan Kita.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
120
3.5.2
Sosialisasi praktek perawat konsultan klinik di Unit Rawat Jalan
Kegiatan sosialisasi dilaksanakan pada tanggal 01 Mei 2014 pada Kepala
Instalasi Unit Rawat Jalan, Kepala Ruangan, Leader dan perawat pelaksana.
Hasil kegiatan adalah kesepakatan ujicoba praktik perawat konsultan klinik di
unit rawat jalan.
3.5.3
Uji coba dan Evaluasi
Mahasiswa residensi melaksanakan ujicoba praktek perawat konsultan klinik
yang dilakukan oleh ners spesialis jantung (Sp.KV). hasil dari pelaksanaan uji
coba dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.4
Karakteristik pasien
berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, jumlah rawatan dan umur
No
Variable
Jumlah
%
1
Jenis kelamin
Laki-laki
11
61.1
Perempuan
7
38.9
2
Pendidikan
SD
2
11.1
SMP
5
27.8
SMA
9
50.0
PT
2
11.1
3
Jumlah rawatan
1x
1
5.6
2x
13
72.2
3x
4
22.2
4
Umur
Mean
53.72
Median
47
Min-max
22_69
Berdasarkan tabel diatas dapat diuraikan pasien dengan jenis kelamin terbanyak
adalah laki-laki 11 orang (61.1%) dan perempuan sebanyak 7 orang (38.9%). Pasien
dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA sebanyak 9 orang (50%), SMP
sebanyak 5 orang (27.8%), SD 2 orang (11.1%) dan PT sebanyak 2 orang (11.1%).
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
121
Rata-rata umur pasien adalah 53.72 dengan umur minimal 22 dan umur maksimal 69
tahun.
Tabel 3.5
Rekapitulasi Respon pasien dalam kegiatan praktek klinik konsultan
keperawatan di Unit Rawat Jalan Bulan Mei 2014
(n = 18 pasien)
No
1
2
3
4
5
6
7
Komponen Evaluasi
Apakah Bapak/Ibu menilai keberadaan
praktek keperawatan ini penting untuk
membantu proses pemulihan kesehatan
Bapak/Ibu?
Apakah dengan adanya praktek perawat ini
kebutuhan
informasi
kesehatan
yang
diperlukan dapat terpenuhi sesuai keinginan
Bapak/Ibu?
Apakah informasi yang Bapak/Ibu terima
selama diruang praktik perawat jelas dan
dapat dipahami dengan baik
Apakah dengan adanya praktik perawat ini,
kebutuhan
akan
informasi
kesehatan
Bapak/Ibu alami terpenuhi dengan baik sesuai
harapan?
Apakah praktik keperawatan ini diperlukan
lebih banyak lagi di unit rawat jalan RS
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita?
Apakah
Bapak/Ibu,
pada
kunjungan
berikutnya akan kembali keruangan praktek
keperawatan?
Menurut
Bapak/Ibu
bentuk
praktik
keperawatan ini perlu diadakan disetiap unit
rawat jalan di rumah sakit?
Ya
100%
tidak
100%
100%
100%
100%
100%
100%
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan respon yang positif dari keseluruhan pasien (n
= 18, 100%) yang terlibat dalam uji coba penerapan praktek klinik konsultan
keperawatan, dari hasil ini menggambarkan adanya kebutuhan akan keberadaan
praktek klinik konsultan keperawatan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita
Jakarta.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan Kasus Kelolaan Berdasarkan Model Adaptasi Roy
4.1.1 Mode Adaptasi Fisiologis
a. Penurunan curah jantung
Masud 2012, menyebutkan curah jantung adalah jumlah darah yang dapat
dipompakan oleh ventrikel tiap menitnya, curah jantung dapat ditentukan
dengan mengalikan komponen denyut jantung dan isi sekuncup (Stroke
Volume), normalnya sekitar 70-80 x/menit ini sesuai dengan volume diastolik
ventrikel dikurang dengan volume darah ventrikel akhir sistolik.
Faktor yang yang mempengaruhi curah jantung adalah preload, merupakan
faktor regangan dinding ventrikel kiri saat diastol yang merupakan manifestasi
dari tekanan akhir diastol yang dapat diketahui sebagai Pulmonary Capilary
Wedge Pressure; afterload, adalah tahanan yang mampu menghambat kerja
jantung dan diidentifikasikan sebagai tahanan vaskular sistemik yang dapat
diperoleh dengan membagi tekanan arteri dengan curah jantung; dan
kontraktilitas merupakan kekuatan otot jantung melakukan kontraksi yang
tergantung pada preload dan afterload yang diukur melalui stroke volume dan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, tekanan akhir diastolik ini didapatkan
oleh penyeburan (ejeksi) dari ventrikel setiap kali kontraksi sistolik yang
disebut Ejection Fraction (EF). EF menggambarkan kondisi ventrikel kiri dan
merupakan prosentasi akhir volume diastolik darah yang dikeluarkan ventrikel
(EDV) selama setiap kali kontraksi sistolik (ESV), normalnya 55-75% (Lily,
2007).
1. Penurunan curah jantung merupakan salah satu komplikasi dari
pembedahan jantung khususnya CABG. Faktor resiko penurunan curah
jantung setelah CABG ditemukan adanya faktor umur lebih dari 60 tahun,
on pump CABG, pembedahan emergensi, revaskularisasi yang tidak
122
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
123
komplit dan ejeksi fraksi yang kurang dari 50% (Oliveira, 2012).
Penurunan curah jantung ditunjukkan dengan gejala dimana penurunan
pompa darah yang dilakukan oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh yang disebabkan oleh gangguan dari faktor yang
mempengaruhi curah jantung yang dimanifestasikan dalam bentuk
gangguan hemodinamik (Moser & Riegel, 2008).
Penurunan curah jantung pada Tn. DA dilihat dari faktor resiko diatas
diketahui bahwa penyebabnya adalah pembedahan on pump CABG dan
penurunan ejeksi fraksi sebelum operasi yang disebabkan oleh
revaskularisasi yang tidak komplit. Ejeksi fraksi Tn. DA sebelum operasi
35%, sehari setelah operasi 38 %. Pasien dengan EF yang kurang dari
50% merupakan prediktor penting dalam penurunan curah jantung setelah
operasi, pasien dengan kelemahan ventrikel kiri akan mengalami
keterbatasan dalam melindungi otot jantung yang mana otot jantung saat
operasi mengalami injuri dalam pemulihan injuri jantung darah yang
dialirkan kedalam miokardium akan mengalami proses penyerapan
sehingga volume akhir diastolik dan akhir sistolik ventrikel juga
mengalami pengurangan yang direfleksikan sebagai pengurangan EF, EF
yang
rendah
juga
akan
mempengaruhi
preload,
afterload
dan
kontraktilitas yang mana ini merupakan faktor penentu curah jantung
(Olivera, 2012).
Tindakan keperawatan terkait dengan penurunan curah jantung adalah
dengan memantau status hemodinamik saat di ICU dan Intermediate.
Perawat mengobservasi hubungan antara frekuensi nadi, irama jantung,
preload, afterload dan kontraktilitas serta pengembangan otot jantung.
Tekanan darah dipertahankan dalam batas normal untuk perfusi jaringan
dan kerusakan akibat pemotongan arteri. Perawat juga harus memonitor
volume yang direfleksikan sebagai tekanan atrium kanan dan PCWP.
Parameter penanganan perubahan hemodinamik setelah CABG dijelaskan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
124
apabila tekanan darah dan indeks jantung menurun tetapi bila PCWP
meningkat maka perlu inotropik (dobutamin).
Program terapi yang diberikan untuk Tn. DA
adalah inotropik
(Dobutamin 5μg/ KgBB/ menit). Dobutamin merupakan agonis β yang
paten memiliki efek isoprenalin, obat ini merupakan inotropik dengan
meningkatkan
curah
jantung
akibat
kontraktilitas,
menurunkan
arteripulmonalis dan tidak terlalu meningkatkan laju jantung. Dobutamin
yang diberikan secara infus dapat meningkatkan indeks jantung dan
menurunkan PCWP (Kabo, 2010).
Pemeriksaan laboratorium lainnya
seperti enzim jantung akan meningkat setelah CABG. Efek dari CABG
juga akan beresiko terhadap sistem kardiovaskular itu sendiri seperti
peningkatan enzim CK-CKMB akibat dari adanya injuri otot-otot jantung
pada saat operasi CABG (Moser & Riegel, 2008).
Manajemen keperawatan setelah diruang ICU terkait dengan penurunan
curah jantung bertujuan agar pompa jantung tetap efektif dan pasien
mampu beradaptasi dengan curah jantung saat ini yang dialami pasien.
Aktivitas keperawatan yang diberikan berupa cardiac care acute dengan
meminta pasien tetap melakukan aktivitas bertahap guna meningkatkan
curah jantung. Setelah menjalani perawatan selama 7 hari di rumah sakit
dan dilanjutkan di ruang rehabilitasi pasien mampu beradaptasi pada tahap
compensatory respon perilaku adaptif tekanan darah pasien 128/70
mmHg, HR 88 x/menit, tidak berdebar-debar, tidak cepat lelah dan tidak
sesak nafas saat aktivitas dengan gambaran EKG SR dan EF 39%.
2. Ketidakmampuan Ventilasi Spontan
Pasien keluar dari kamar operasi
dirawat di ruang
ICU pasien masih
terpasang ventilasi mekanik karena selama operasi berlangsung otot-otot
pernafasan dilemahkan dan merupakan indikasi dari operasi CABG,
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
125
dilakukan general anestesi. Ventilasi mekanik dipasang sekitar 3-6 jam di
ICU dan ini merupakan tujuan dari pasien yang mengalami bedah jantung
(Moser & Riegel, 2008; Ignatavicius & Work, 2010).
Ventilasi mekanik umumnya diatur menggunakan mode assist control dan
synchronized intermittent mandatory, dengan tidal volume antara 8-10
cc/KgBB, fraksi oksigen terinspirasi (FiO2) 100% untuk beberapa saat
kemudian diturunkan menjadi 40-50%, dan menggunakan presure support
(Moser & Riegel, 2008). Pasien diekstubasi dalam 20 jam ini menandakan
bahwasanya pasien mengalami sedikit keterlambatan dalam kriteria
penyapihan di ICU, keterlambatan tersebut dialami karena hemodinamik
pasien yang belum stabil. Umumnya kriteria ekstubasi apabila muncul nafas
spontan, analisa gas darah dan pertukaran gas yang adekuat, serta dalam
pemulihan anastesi. Kriteria ekstubasi disuatu institusi ada dengan menilai
menggunakan parameter seperti PO2 lebih dari 80 mmHg, FiO2 40 % atau
kurang, PCO2 kurang dari 45 mmHg, pH 7,35-7,45, SaO2 lebih dari 92 %,
tekanan inspirasi maksimum kurang dari -20, tidal volume lebih dari 5
ml/KgBB, dan menit volum lebih dari 5 liter/menit (Martin & Turkelson,
2006).
Pemberian ventilasi mekanik post operasi CABG bertujuan untuk
mempertahankan oksigenasi arteri dan CO2 dengan baik dan juga
mempertahankan ventilasi alveolar. Alat bantu nafas diberikan untuk
mengurangi toleransi ketika sistem kardiovaskuler stabil dan tekanan oksigen
arteri bagus (Hurts, 2010).
Protokol weaning respirasi pada pasien CABG adalah pada saat inisiasi
weaning pasien harus dikaji kriteria seperti tidak ada akut iskemia,
hemodinamik stabil, tidak ada aritmia baru, kehilangan darah < 2
cc/KgBB/jam, urin output > 1 cc/KgBB/jam, menunjukkan kriteria sadar
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
126
akan efek anastesi, suhu > 360 C. Kriteria weaning adalah pasien sadar dan
koperatif, mampu menggunakan bantal kepala, PO2 > 80 mmHg dengan FiO2
≤ 40 dengan PEEP 5 cmH2O atau kurang dan PS 5 cmH2O atau kurang, tidal
volume spontan > 5 cc/KgBB, RR < 30 kali/menit (Hordelson, 2000).
Kategori pasien yang menunjukkan penyapihan bila suhu inti pasien normal,
dan tidak mengalami perdarahan, dan pada pasien toleran dengan endotrakeal
tube dengan morphin dan opoid lainnya dalam dosis rendah (Hurts, 2010).
Kasus Tn. DA mengalami permasalahan dalam menggunakan alat bantu
nafas bantuan dan mencapai tujuan awal pasien bedah jantung, hal ini
dibuktikan bahwa dalam waktu 20 jam Tn. DA mampu menghasilkan nafas
spontan. Selama 20 jam modus ventilator dirubah guna melihat
perkembangan pasien dalam melakukan nafas spontan dari yang awalnya
ASV (Adaptive Support Ventilator) 100%, Synchronized Intermittent
Mandatory Volume (SIMV), dan Pressure Support (PS) 10 kemudian PS 6
dengan FiO2 40%, volume tidal 500 cc, frekuensi nafas pasien 18 x/menit.
Parameter analisa gas darah sebelum ekstubasi pH 7.47, PaO2 123 %, PCO2
37, SaO2 99 %. Tn. DA berada pada tahap adaptasi kompensasi dikarenakan
pasien harus tetap dipantau sistem pernafasan.
Penyebab terjadinya penggunaan ventilasi mekanik yang lama adalah gagal
jantung preoperasi, hipoalbunemia preoperasi, anemia, dan hipoksemia (Ji et
al, 2012). Tujuan manajemen tindakan keperawatan pernafasan post operasi
adalah mengurangi komplikasi pulmonal terutama infeksi paru dan
atelektasis serta memantau adanya kegagalan saat penyapihan.
3. Bersihan jalan nafas
Batuk merupakan salah satu manifestasi dalam membersihkan jalan nafas,
akan tetapi bila pasien tidak mampu mengeluarkan dahak akan berdampak
pada penumpukan sekret yang akan memicu terjadinya komplikasi
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
127
pernafasan post operasi CABG (Black & Hawks, 2009). Batuk merupakan
cara yang efektif untuk mengeluarkan sekret tapi nyeri akan menurunkan
upaya untuk batuk. Pada saat 48 jam setelah CABG alveoli masih dalam
kollaps atau tertutup sehingga bila dilakukan auskultasi bunyi nafas akan
terdengar ronkhi basah halus dan peningkatan produksi sputum (Morser &
Riegel, 2008).
Hulzebos et al, 2010, menyatakan efek yang lain terjadi setelah tindakan
CABG yang mempengaruhi sistem pernafasan adalah analgesik narkotika
(anastesi) yang menekan dan melumpuhkan pernafasan yang menyebabkan
kapasitas sisa fungsional menurun karena diafragma keatas sementara
mukosa jalan nafas terangsang dengan meningkatkan produksi sekret pada
jalan nafas sehingga terjadi proses batuk setelah operasi.
Komplikasi
pernafasan dapat terjadi karena pasien mempunyai riwayat gangguan
pernafasan sebelumnya, jumlah penggunaan anastesi, jumlah penggunaan
cairan saat operasi, dan waktu yang lama dalam posisi supine (Martin &
Turkelson, 2006).
Mengurangi resiko komplikasi paru pasca operasi pasien perawat
diharapkan mampu menilai suara napas dalam waktu yang sering,
memantau SaO2 pasien, mengelola oksigen tambahan sesuai kebutuhan, dan
menganjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam setiap jam ketika dia
terjaga, mengajarinya memeluk bantal pada daerah lukanya ketika batuk dan
bergerak, mengurangi nyeri sehingga pasien bebas bergerak bebas,
menganjurkan pasien ambulasi dini dan batuk efektif (Mullen-Furtino &
O’Brien, 2009). Setelah hari kelima perawatan Tn. DA menunjukkan
kemampuan beradaptasi secara kompensasi ditujukkan dengan pasien masih
batuk kering, bunyi nafas vesikuler dan pasien mampu menggunakan batuk
efektif dan tidak terasa nyeri saat batuk.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
128
4. Nyeri
Masalah terbanyak yang dilaporkan pasien selama 8 minggu post operasi
CABG adalah nyeri. Nyeri sering menimbulkan kecemasan pada pasien.
Nyeri terjadi karena adanya respon inflamasi yang dihasilkan pembedahan
jaringan secara langsung, respon inflamasi tersebut memicu
pengeluaran
enzim penanda nyeri di jaringan saraf nosiseptif, impuls nyeri dari nosiseptor
dibawa melalui serabut aferen ke sistem saraf pusat, di sistem saraf pusat,
sistem limbik memainkan peran untuk menginterpretasi adanya respon nyeri
(Moser & Riegel, 2008).
Dalam penelitian Yorke, Wallis, & McLean (2004) tentang persepsi pasien
terhadap manajemen nyeri setelah bedah jantung di unit perawatan kritis
Australia didapatkan hasil bahwa 92% pasien mengalami nyeri pada luka di
daerah dada dan 51% pasien juga merasakan nyeri pada daerah bahu begitu
juga pada pasien dengan SVG (Sapheouna Venous Graft) atau RAG (Radialis
Artery Graft) mengalami peningkatan nyeri pada daerah lengan dan atau kaki.
95 % pasien merasakan nyeri saat batuk dan sisanya saat dilakukan fisioterapi,
bergerak, dan pemindahan.
Pada Tn. DA merasakan nyeri pada daerah dada, bila bergerak atau pindah
tempat selain itu tingkat adalah 5 dengan kategori sedang menunjukkan
bahwa intensitas nyeri yang. Pasien post operasi CABG merasakan nyeri
terutama pada daerah insisi sternal, insisi pada kaki dan atau insisi pada radial,
adanya drain pada dada, pemasangan alat-alat invasif juga merupakan faktor
yang menyebabkan nyeri. Murten-Furtino dan O’Brien (2009) Manajemen
nyeri yang efektif dapat membantu mempertahankan kestabilan hemodinamik
dan mencegah komplikasi pada sistem pernafasan. Kontrol nyeri yang kurang
efektif dapat menstimulasi sistem saraf simpatik dan mengakibatkan adanya
efek dari kardiovaskuler. Peningkatan frekuensi nadi dan tekanan darah dan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
129
vasokonstriksi dan dapat menyebakan peningkatan kerja jantung dan
kebutuhan oksigen pada otot-otot jantung (Martin & Turkelson, 2006).
Manajemen nyeri yang dilakukan perawat yaitu dengan memantau nyeri
pasien, beri posisi yang nyaman, beri relaksasi dan distraksi serta
nonfarmakologi lainnya ditambah dengan pemberian opoid analgesik. Hal ini
juga sama diberikan kepada Tn DA yaitu mengkaji skala nyeri,
mengeksplorasi
perasaan
pasien
tentang
nyeri,
memberikan
terapi
nonfarmakologi memberikan analgesik yaitu paracetamol 3 x 1 gr. Setelah
lima hari pasien dievaluasi didapatkan bahwa pasien masih merasakan nyeri
minimal akan tetapi sudah bisa beraktivitas bertahap tanpa nyeri. Hal ini
menunjukkan bahwa Tn. DA mampu beradaptasi secara kompensasi terhadap
nyeri yang dirasakan. Diharapkan pasien menggunakan teknik-teknik yang
telah diajarkan sebelumnya untuk mengatasi masalah nyeri yang muncul.
5. Resiko Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Resiko ketidakseimbangan cairan elektrolit yang dialami Tn. DA bisa terjadi
akibat penggunaan CPB yang mempengaruhi fungsi ginjal.
Pengkajian
ketidakseimbangan elektrolit merupakan prioritas utama pada masa awal post
operasi. Serum elektrolit (khususnya kalium, kalsium, dan magnesium)
mungkin menurun saat post operasi dan dimonitoring secara bertahap karena
kalium dapat fluktuasi dan sebagai penyebab aritmia. Target kalium post
operasi CABG adalah 4,0 mEq/L dan magnesium 2,2 mEq/L. Apabila adanya
penurunan kalium, kalsium, magnesium maka langkah awal adalah memberi
terapi pengganti (Ignatavicius & Work, 2010).
Tujuan pemberian tindakan keperawatan adalah keseimbangan cairan
elektrolit dapat terjaga stabil dengan melakukan pengelolaan cairan dan
elektrolit. Pada saat evaluasi selama empat hari pasien menunjukkan
kemampuan beradaptasi secara integrasi dengan menunjukkan keseimbangan
elektrolit.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
130
6. Resiko Infeksi
Diangkatnya diagnosa keperawatan resiko infeksi pada yang diangkat pada
kasus Tn. DA ini dikarenakan tindakan pembedahan dimana keadaan luka
pasien pada hari pertama masih belum menunjukkan adanya infeksi akan
tetapi dilihat dari pemeriksaan laboratorium terkait dengan leukosit
mengalami sedikit peningkatan dari nilai normal.
Infeksi yang terjadi saat post operasi CABG kemungkinan dikarenakan
adanya infeksi nasokomial, nasokomial terjadi 10-20% pada pasien post
operasi jantung. Infeksi nasokomial dapat dicegah dengan menjaga kebersihan
tangan sehingga tidak terjadi penyebaran kuman pada daerahdaerah yang
rentan menimbulkan infeksi seperti pada luka insisi, pemasangan kateter, dan
pada daerah drain. Jumlah leukosit yang meningkat post CABG dan bila tidak
di manajemen dengan baik maka akan mempengaruhi kerja sistem pertahanan
tubuh sekunder (Moser dan Riegel, 2008)
Hadi, 2010 menyatakan salah satu kompikasi yang terjadi pada pasien post
operasi CABG adalah terjadinya suatu respon inflamasi sistemik dengan
meningkatkan nilai leukosit, penyebab inflamasi sistemik adalah berbagai hal
antara lain penggunaan cardiopulmonary bypass (On-Pump) karena pada saat
darah melewati cardiopulmonary bypass maka terjadi interaksi antara darah
dan plastik yang nantinya berakibat terjadinya pengaktifan dari leukosit.
Kejadian infeksi pada daerah sternal dan insisi pada kaki setelah operasi
sekitar kurang dari 3 %. Faktor resiko terjadinya infeksi dikarenakan diabetes,
malnutrisi, penyakit kronis, pembedahan yang lama. Pengkajian dari infeksi
dan pencegahan infeksi merupakan bagian penting dari peran perawat (Martin
& Turkelson, 2006). Tindakan keperawatan dilakukan dengan tujuan
mengontrol dan mencegah terjadinya infeksi serta melakukan perawatan pada
tempat insisi dengan cara steril, pemberian antibiotik injeksi Meropenem 3 x 1
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
131
gr dan pemberian Amikasin 1x750mg. Selama perawatan hari kelima Tn. DA
tidak
menunjukkan
adanya
tanda-tanda
infeksi
dan
nilai
leukosit.
Menunjukkan Tn. DA mampu beradaptasi secara integrasi.
7. Intoleransi Aktifitas
Saat pengkajian pada Tn. DA didapatkan informasi pasien merasa lelah,
lemah, nyeri saat bergerak sehingga takut beraktivitas, selain aktivitas Tn. DA
merasa pola istirahatnya terganggu. Intoleransi aktivitas merupakan hal yang
sering ditemukan pada pasien post CABG, pasien yang tidak toleran terhadap
aktivitas dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis.
LaPier et al (2008)
menyatakan bahwa penurunan aktivitas fisik terkait dengan kemungkinan
adanya pembatasan pembedahan, takut beraktivitas, dan gejala yang
menyertai post CABG.
Hedges dan Redeker (2008) menyatakan gangguan pola istirahat mempunyai
pengaruh terhadap aktivitas sehingga akan menganggu kualitas hidup pasien.
Pasien post CABG pada masa pemulihan akan mengalami gangguan tidur
yang berdampak pada kualitas hidup pasien. Sebanyak 50 % pasien post
CABG on-pump mengalami gangguan tidur dan hanya bisa tertidur pada siang
hari dibandingkan pada malam hari, gangguan tidur ini akan menyebabkan
pasien-pasien post CABG terganggu moodnya.
Intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada aktivitas adalah cardiac
care : rehabilitative dan pengelolaan energi. Intervensi ini diharapkan pasien
dapat meningkatkan kemampuan pasien melakukan aktifita ssecara bertahap
mulai dari latihan fisik, rehabilitasi pasien secara mandiri. Ada dua
keuntungan rehabilitasi yaitu segi fisik dan psikologi, secara fisik rehabilisasi
membantu kapasitas fungsional, efisiensi kardiovaskuler, mengurangi faktor
resiko trombotik, meningkatkan aliran darah dan menurunkan mortalitas
pasien jantung; secara psikologi keuntungan rehabilitasi mengurangi depresi
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
132
dan kecemasan, meningkatkan mood dan efekasi diri, meningkatkan sosial
interaksi, menyalurkan hobi, mengembalikan kebutuhan seksual, serta pasien
dapat kembali bekerja (Thow, 2006).
Pada hari ketujuh diikuti saat rehabilitasi pasien mampu beradaptasi secara
kompensasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti kebutuhan
perawatan diri meskipun belum maksimal, dan saat dilatih six minute walk test
pasien mampu berjalan tanpa sesak nafas dan diikuti dengan rehabilitasi
setelah pasien pulang.
8. Resiko Ketidakseimbangan nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Resiko
ketidakseimbangan
nutrisi
salah
satunya
adanya
gangguan
metabolisme didalam tubuh. Selain proses metabolisme, ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh juga bisa kita lihat dengan adanya pasien
mengalami anoreksia dan mual. Anoreksia dan mual merupakan keluhan
pasca operasi umumnya dan mungkin reaksi obat yang merugikan. Penurunan
nafsu makan pada pasien post CABG dikarenakan adanya stress ulcer pada
saat setelah operasi akibat dari efek analgesik, selain itu juga adanya efek
samping pemberian obat kardiovaskuler dan adanya riwayat gastritis yang
lama (Moser & Riegel, 2008). Pemberian antiemetik jika pasien mual dan
memberikan blocker histamin seperti yang ditentukan untuk meminimalkan
sekresi asam lambung.
Mace (2003) dalam penelitiannya menemukan mual dan muntah setelah
operasi bedah jantung merupakan keluhan yang terbanyak, 67% dari 200
orang yang diteliti menyatakan mual dan muntah dan 33 % hanya muntah.
Kejadian mual dan muntah dirasakan saat hari pertama setelah operasi CABG.
Faktor pasien yang mempengaruhi mual dan muntah adalah jenis kelamin,
dijelaskan perempuan lebih sering terjadi mual dan muntah setelah operasi
CABG. Tn. DA hanya mengalami keluhan mual tanpa muntah. Faktor lain
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
133
yang mempengaruhi mual dan muntah post operasi adalah penggunaan
morphin dan merasakan stres fisik serta psikologi.
Tindakan keperawatan difokuskan kepada manajemen nausea diharapkan
mual dan muntah post operasi CABG teratasi. Pada saat evaluasi pada Tn. DA
dapat beradaptasi secara terintegrasi terhadap ketidakseimbangan nutrisi
dengan menunjukkan data pasien tidak mual dan muntah serta menghabiskan
porsi makannya. Walaupun pasien mengalami adaptasi secara kompensasi
pasien juga tetap dipantau intake nutrisinya karena penting dalam proses
penyembuhan post CABG.
4.1.2. Model Adaptasi Konsep Diri
a. Koping individu inefektif
Koping dijelaskan sebagai suatu perubahan tingkah laku adaptif ataupun tidak
adaptif melalui suatu mekanisme yang disebut mekanisme koping. Mekanisme
koping adalah berbagai usaha yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi melalui usaha kognitif maupun emosional (Berman &
Synder, 2012). Mekanisme koping adalah usaha individu untuk mengatasi
perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima tubuh dan beban tersebut
menimbulkan respon tubuh yang bersifat nonspesifik yaitu stress. Apabila
mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap
perubahan dan beban tersebut ( Ahyar, 2010). Individu yang sedang sakit dan
adanya ancaman kesehatan akan
mengalami stress
menggunakan sumber koping dari lingkungan baik
atau kecemasan dapat
dari social, interpersonal
maupun intrapersonal. Dengan sumber koping koping tersebut individu dapat
menggunakan strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).
Pada kasus Tn. DA saat pengkajian ditemukan berbagai macam stres dan
kecemasan pasien setelah operasi, pasien merasa tidak berdaya dan lemah dalam
proses penyembuhan, cepat lelah, cemas tidak bisa sembuh dan cemas terhadap
anacaman dalam kesehatan. Kecemasan pada pasien post CABG sering terjadi
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
134
karena ketakutan pasien akan penurunan kondisi atau tujuan dari CABG yang
sebelumnya (Galger dan Mc kinley, 2009).
Intervensi keperawatan yang diberikan kepada Tn. DA
juga bertujuan untuk
meningkatkan koping, mengurangi cemas dan meningkatkan fungsi peran.
Meningkatkan koping dengan cara mengkaji perubahan-perubahan yang terkait
dengan konsep diri, peran dan proses penerimaan terhadap ancaman perubahan
kesehatan. Intervensi juga diberikan dalam bentuk pendidikan kesehatan yang
disiapkan agar pasien siap untuk menghadapi pemulangan. Mencari informasi atau
mendengarkan pengajaran dan pembelajaran merupakan salah satu strategi koping
eksternal yang dilakukan oleh seseorang.
Salah satu tujuan pemberian pengajaran dan pembelajaran kesehatan kepada
pasien khususnya pasien post CABG adalah mempersiapkan koping pasien
terhadap masalah kesehatan yang diderita atau gangguan fungsi. Pemberian
pengajaran dan pembelajaran terkait masalah koping adalah bagaimana cara
perawatan dirumah seperti obat-obatan, diet, aktivitas, rehabilitasi lanjutan, dan
pencegahan komplikasi sehingga pasien diharapkan mampu beradaptasi dalam
proses penyakitnya (Potter & Perry, 2005).
Evaluasi keperawatan pada Tn. DA dilakukan setelah 7 hari perawatan dengan
menunjukkan kemampuan beradaptasi pada tahap kompensasi. Tn. DA
menunjukkan keinginan untuk sembuh, pasien dan keluarga mampu mengulang
kembali apa yang telah dijelaskan pada saat sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
135
4.1.3 Mode adaptasi Fungsi Peran : Adaptif
4.1.4
Mode Adaptasi Interdependensi : Adaptif
4.2 Analisis Penerapan Model Adaptasi RoyPada 30 Kasus Kelolaan
Kasus kelolaan resum4 diambil saat mahasiswa residen menjalankan praktek
keperawatan spesialis Keperawatan Medikal Bedah selama 2 semester dimulai dari
September –Desember 2013 dan februari - Mei 2014 di berbagai ruangan antara lain
Instalasi Gawat Darurat (IGD), Cardiovascular Care Unit (CVCU), Intermediate
Ward Medikal (IWM), Intensive Care Unit (ICU) Bedah Dewasa, Intermediate Ward
Bedah (IWB), dan Gedung Perawatan II (GP II). Kasus kelolaan resume tersebut
diambil sebanyak 30 orang pasien yang mengalami gangguan kardiovaskuler yaitu
Sindrom Koroner Akut (SKA/ACS) dan Coronary Artery Disease (CAD), Bedah
Jantung, Heart Failure (HF), Disritmia dan Gangguan katub. Asuhan keperawatan
pada kasus kelolaan resume tersebut diberikan dengan menggunakan pendekatan
Model Adaptasi Roy. Distribusi kasus kelolaan resume dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1
Distribusi Kasus Kelolaan (n = 30)
Kelompok kasus
Jumlah
%
ACS
11
36.66
Bedah Jantung
7
23.33
Gagal Jantung / heart Failure
6
20.00
Disritmia
4
13.33
Gangguan Katub
2
6.66
Total kasus
30
100
3.1.3.1 Model Adaptasi Fisiologis
a. ACS (Acute Coronary Syndrome)
Pada pelaksanaan praktek residensi melakukan pengelolaan pasien dengan kasus ACS
11 kasus dengan variasi kasus 2 orang UAP, 3 orang NSTEMI, dan 6 orang STEMI.
UAP dan NSTEMI berdasarkan kasus yang ditemukan masing-masing Trombolysis
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
136
In Myocardial Infraction (TIMI) Risk 2/7-4/7 sedangkan STEMI dengan TIMI Risk
berkisar 2/14-9/14. Pada kasus STEMI ditemukan waktu serangan < 12 jam ada 3
orang dan > 12 jam 3 orang, dan killip I ada 3 orang, Killip II 1 orang dan Killip IV 2
orang. ACS di kaji pada saat emergensi ada 6 pasien, 4 pasien di CVC, dan 1 pasien
di gedung perawatan
Pengkajian perilaku pada pasien ACS di emergensi pada 6 pasien ditemukan pasien
datang dengan keluhan utama nyeri dada berat yang disertai dengan sesak nafas,
keringat dingin serta mual dan muntah., badan lemes dan letih. Skala nyeri dada yang
dirasakan oleh pasien sebelum tiba di PJNHK adalah 6-7 dan sesampai di PJNHK
Skala nyeri pasien sudah berkurang menjadi rentang 3-4. 3 orang pasien mengalami
prolong pain dan area infark yang luas untuk diintervensi lebih lanjut seperti Primary
PCI (PPCI) karena onset serangan kurang dari 12 jam,sehingga untuk mengurangi
nyeri pada pasien maka pasien diberikan tindakan keperawatan perawatan jantung
akut dan managemen nyeri serta tindakan kolaborasinya diberikan aspilet 160 mg,
plavix 600 mg, ISDN 5 -10 mg tergantung dari tekanan darah dan frekwensi nadi,
serta ada yang diberi morphin terlebih dahulu. Namun 1 orang pasien menolak
dilakukan tindakan primary PCI, sehingga perawatan lanjut dilakukan di ruangan
ICVCU. Pada kedua pasien yang dilakukan PPCI tersebut dilakukan persiapan untuk
di PPCI dan kemudian pasien di bawa ke ruang kateterisasi. Tiga orang pasien yang
Pengkajian perilaku yang dilakukan di ICVCU pada empat pasien ACS didapatkan
dua pasien ACS dengan masalah tambahan dan dua pasien lainnya tanpa masalah
tambahan. dua pasien dengan masalah tambahan pada saat pengkajian perilaku
ditemukan pasien dua pasien ACS menggunakan ventilator mekanik dikarenakan
pasien satu orang pasien mempunyai riwayat Acute Lung Oedem (ALO) berulang
dengan gagal nafas dan terpasang IABP karena hemodimaik yang tidak stabil dan
IVS rupture. Setelah lima hari perawatan di ICVCU pasien dilakukan tindakan
operasi, dan perawatan selanjutnya ke ruangan ICU. Sedangkan satu pasien lagi
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
137
menggunakan ventilator karena mengalami sesak nafas dan berakhir pada gagal nafas
(ARDS).
Pengkajian pasien ACS di Gedung Perawatan (GP) biasa sangat berbeda dengan
perawatan pasien di IGD dan ICVCU. Pasien ACS di gedung perawatan merupakan
pasien yang dianggab tidak mengalami kondisi yang mengancam jiwa dan sudah
memasuki fase pemulihan dan rehabilitative. Rata-rata skala nyeri yang dirasakan
pasien sangat rendah bahkan sampai tidak ada sama sekali. Pasien hanya merasa
sedikit rasa tidak nyaman didada. Pasien biasanya merasakan badan lemah, nafsu
makan sedikit berkurang karena menu dan pola makan yang kurang disukai pasien.
Masalah keperawatan yang mendominasi adalah nyeri dada dan diikut dengan
penurunan curah jantung atau resiko penurunan curah jantung. Intoleransi aktivitas
terjadi karena ketidakseimbangan oksigen ke jaringan yang mungkin disebabkan oleh
penurunan curah jantung. Masalah lainnya disusul adalah nutrisi karena intake yang
inadekuat.
Perawatan pada pasien yang mengalami ACS bertujuan untuk reperfusi miocard yang
adekuat dalam 5 hari sesuai dengan clinical pathway yang telah ditetapkan oleh
rumah sakit. Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk menunjang tujuan pada
pasien tanpa masalah tambahan adalah pengelolaan nyeri, perawatan jantung : akut,
manajemen nutrisi, manajemen nausea, manajemen energi, peningkatan latihan,
sedangkan pada pasien dengan masalah lain maka implementasi ditambahkan
menjadi, manajemen elektrolit, manajemen hipovolum, kepatenan jalan nafas,
manajemen ventilasi, penyapihan, penghisapan sekret jalan nafas, status neurologis
dan perfusi jaringan serebral
Evaluasi pada 11 orang pasien didapatkan satu pasien dilakukan tindakan operasi dan
dipindahkan ke ruangan ICU, satu orang dapat beradaptasi secara integrasi (pasien di
GP), empat orang berada pada level adaptasi kompensasi (ICVCU) dan empat orang
pada tahap kompromi (satu orang di ICVCU dan tiga orang di emergensi). Tahapan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
138
adaptasi kompensasi dan kompromi dilanjutkan intervensi keperawatan pada ruangan
selanjutnya. Pada pasien STEMI dengan serangan kurang dari 12 jam maka protokol
pengobatan adalah menggunakan PPCI. Evaluasi pasien NSTEMI dan STEMI yang
stabil dapat dilakukan selama 5 hari biasanya pasien dapat beradaptasi secara
kompensasi terhadap masalah keperawatan. Khususnya nyeri pasien mampu
beradaptasi sekitar selama 15-30 menit setelah pemberian obat. Pasien STEMI yang
tidak stabil maka evaluasi dilakukan sampai maksimal 5 sampai 10 hari pasien
dirawat.
2. Bedah Jantung
Pelaksanaan
praktik klinis residen mengelolah pasien dengan bedah jantung di
ruangan ICU dan IWB memberikan asuhan keperawatan adalah sebanyak 7 pasien,
dengan rincian operasi CABG sebanyak 5 pasien, MVR (Mitral Valve Replacement)
2 orang. 4 di ruangan ICU dan 3 di ruangan IWB.
Selama residen memberikan asuhan keperawatan di ruangan ICU pada pengkajian
perilaku secara verbal dan non verbal dengan kasus bedah jantung di ICU sebanyak
4 pasien diobeservasi dengan kebutuhan yang dibantu pada masalah oksigenasi
sebagian besar pasien menggunakan ventilator dengan setting ventilator rata-rata
menggunakan modus ASV (Adaptive Support Ventilation) atau VC (Volume Control)
dengan FiO2 40-50%, PEEP 5. Sebagian besar pasien menggunakan ventilator lebih
dari 24 jam. Hampir semua pasien terpasang monitoring hemodinamik seperti Centra
Venous Pressure, IV line dan arteri line. Observasi hemodinamik dipasang untuk
memantau status hemodinamik pasien yang cenderung mengalami perubahan.
Pada pengkajian status nutrisi pasien, semua pasien dipuasakan sampai ETT dilepas,
sebgian besar pasien mengeluh setelah pencabutan ETT adalah mual, muntah, nyeri
daerah tenggorokan. pasien kurang menghabiskan porsi makan. Pada pengkajian
Perilaku aktivitas didapat sebagian besar pasien mengeluh lemah, letih dan takut
untuk bergerak dengan terbatas rentang geraknya dengan karena dipasang berbagai
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
139
alat bantu medik. Pengkajian Perilaku non verbal sebagian besar pasien terpasang
drain substernal dan intrapelura dan adanya luka insisi sternotomi dan insisi kaki.
Keadaan luka operasi dalam keadaan basah dan bersih. Rata-rata pasien sadar setelah
6-8 jam post operasi dan dilakukan dengan pelepasan ETT.
Pengkajian stimulus pasien post operasi di ICU ditemukan adanya pemakaian CPB,
efek sedasi, pengaturan suhu tubuh, penggunaan ventilator. Masalah keperawatan
yang muncul saat di ICU adalah ketidakmampuan nafas spontan, penurunan curah
jantung, resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, resiko infeksi, dan diikuti
dengan nyeri pada luka operasi. Intervensi keperawatan yang diberikan berupa
manajemen ventilasi mekanik, penyapihan ventilasi, manajemen cairan dan elektrolit,
perlindungan infeksi, pencegahan infeksi, perawatan tempat insisi.
Evaluasi dilakukan setelah satu hari perawatan di ICU ke empat orang pasien sesuai
dengan tujuan dapat beradaptasi secara kompensasi dan pindah ke IWB. Tidak
ditemukan komplikasi rawatan dan pasien dapat menunjukkan perilaku yang adaptif.
Perawatan pasien selama di ruangan IWB residen merawat 3 orang pasien dengan 2
pasien post CABG dan 1 pasien dengan MRV. Pengkajian perilaku pada tiga orang
pasien post operasi bedah jantung di IWB merupakan kelanjutan pasien di ICU
ditemukan pasien mengalami batuk-batuk berdahak, nyeri dada dengan skala 4-6,
cepat lelah dan terbatas dalam bergerak dan kurang tidur, EF pasien menurun sekitar
40-55 %. Masalah keperawatan yang muncul saat di IWB adalah bersihan jalan
nafas, penurunan curah jantung, intoleransi aktivitas, nyeri. Tujuan perawatan di
ruang IWB yaitu selama dua sampai tiga hari pasien mampu beradaptasi dengan
masalah keperawatan. Intervensi keperawatan yang diberikan manajemen jalan nafas,
peningkatan batuk, perawatan jantung : akut, manajemen energi, perawatan jantung :
rehabilitasi, manajemen nutrisi, dan manajemen nyeri.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
140
Evaluasi dilakukan setelah 2 hari pasien dilakukan perawatan di IWB. Pasien dapat
beradaptasi secara kompensasi selama dua hari di ruang perawatan IWB. Pasien
dipindahkan keruang perawatan biasa.
3. Gagal Jantung / Congestive Heart Failure
Dalam praktik residensi, residen mengelolah pasien dengan gagal jantung berjumlah
6 orang, berdasarkan pembagian gagal jantung atau CHF ada satu orang dengan
edema paru akut, 2 orang dengan CHF FC III–IV dan 3 orang Acute Decompensasi
Heart Failure ( ADHF).
Pengkajian perilaku verbal dan non verbal pada 6 pasien CHF sebagian besar pasien
banyak mengeluh sesak nafas disertai batuk, suara nafas ronkhi basah halus di basal
paru, Paroxsimal Noctural Dyspnoe, Dyspnoe on Effort, dan Othopnoe, bunyi
jantung gallop dan murmur, palpitasi, pemeriksaan echocardiography ditemukan
gangguan katup (Mitral regurgitasi dan stenosis, trikuspidalis regurgitasi, dan
pulmonal regurgitasi) dengan penurunan fraksi ejeksi, adanya perubahan gambaran
EKG seperti adanya LVH dan irama jantung dengan atrial fibilasi.
Pada pengkajian status nutrisi sebagian besar pasien mengeluh tidak nafsu makan
dan disertai mual. Pada pengkajian aktivitas dan istirahat sebagian besar pasien gagal
jantung mempunyai keluhan yaitu letih atau cepat lelah, sesak saat beraktivitas,
dikarenakan ketidakseimbangan suply dan demand oksigen. Pengkajian cairan dan
elektrolit, rata-rata pasien yang mengalami edema tungkai dan asites karena adanya
gangguan hepar akibat bendungan cairan, Masalah yang perlu dibantu adalah intake
dan output tidak seimbang serta diikuti gangguan elektrolit seperti hipokalemia, dan
perubahan nutrisi. Pengkajian nonverbal pada pasien CHF dengan faktor pencetus
kekambuhan
penyakit pasien dimana kontraktilitas jantung
semakin menurun,
gangguan katup, banyaknya faktor resiko seperti hipertensi dan diabetes yang tidak
terkontrol, tidak patuh minum obat, dan tidak menjaga keseimbangan cairan intake
dan output.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
141
Implementasi keperawatan yang perlu dilakukan adalah untuk mengatasi masalah
keperawatan diantaranya bersihan jalan nafas inefektif, penurunan cardiac output,
intoleransi aktivitas, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Evaluasi perawatan
hari kelima, pasien diharapkan mampu berespon baik dengan menunjukkan perilaku
tidak adanya sesak nafas, ronkhi basah halus tidak ada , pasien mampu beraktivitas
dengan toleransi baik terhadap hemodinamik, seimbangnya intake dan output cairan.
Untuk memenuhi kebutuhan kepada pasien, pasien diberikan intervensi berupa
manajemen jalan nafas, penurunan cardiac output, intoleransi aktivitas, dan
ketidakseimbangan cairan tubuh dan manajemen nutrisi
4. Disritmia
Pasien disrritmia yang dikelola residen sebanyak 4 orang, satu Total AV Blok
(TAVB), satu orang Supra Ventrikel Takikardia (SVT), satu orang dengan
Ventrikel Ekstra Sistole (VES) dan satu pasien dengan Atrial Fibrilasi Rapid
Respon (AFRR). Pasien datang ke rumah sakit keluhan utama umumnyanya
berdebar-debar dan disertai dengan keringat dingin, cepat lelah, lemes, rasa
tercekik, pusing. Faktor penyebab yang muncul pada pasien disritmia adanya
gangguan hantaran jantung, mempunyai riwayat disritmia sebelumnya. Masalah
keperawatannya adalah penurunan curah jantung, intoleransi aktivitas dan
gangguan elektrolit.
Manajemen keperawatan yang diberikan seperti manajemen disritmia, perawatan
jantung akut, manajemen energi, dan manajemen cairan dan elektrolit merupakan
intervensi yang diberikan kepada pasien. Intervensi pemberian obat pada SVT
maka diberikan ATP 6 mg dan irama EKG pasien sudah kembali irama sinus
dengan menunjukkan kondisi klinis yang baik dan stabil, pada pasien Total AV
blok diberikan pacu jantung ekternal, sebelum dilakukan pemasangan pacu jantung
sementara diruangan kateterisasi. Pasien dengan VES dilakukan pemerikasaan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
142
laboratorium elektrolit, dengan hasil Kalium 3.2 (hipoklaemia) dilakukan koreksi
kalium dengan memberikan terapi obat KSR,
Emapat pasien yang dengan disritmia setelah diberikan tindakan keperawatan
selama di IGD pasien sudah mampu berespon dengan dengan baik dengan
menunjukkan peningkatan prilaku yang baik terhadap status kesehatannya.pasien
dapat berdapatasi dengan menunjukkan perilaku yang asertif terhadap proses
penyakit yang dialami.
5. Gangguan Katub
Pasien gangguan katub yang dikelola oleh residen berjumlah 2 orang, mengalami
gangguan katub mitral / stenosis mitral di ruang GP II. Stenosis mitral adalah blok
aliran darah pada tingkat katub mitral, akibat adanya perubahan struktur mitral
leaflets, yang menyebabkan tidak membukanya katub mitral sempurna saat
diastolik. Penyakit katup mitral dapat terjadi dari infeksi, kalsifikasi, keturunan,
atau penyebab lainnya (Aaronson & Ward, 2010).
Pengkajian perilaku pada dua pasien gangguan katub mitral /mitral stenosis
didapatkan pasien banyak mengeluh sesak nafas disertai batuk berdahak, mudah
lelah, berat badan menurun, suara nafas ronkhi, postural Noctural Dyspnoe, dan
Othopnoe, bunyi jantung gallop dan murmur, jantung berdebar, pemeriksaan
echocardiography ditemukan gangguan katup (Mitral stenosis ). Pemeriksaan
EKG didapatkan adanya pembesaran ventrikel kiri. (Aaronson & Ward, 2010).
Pengkajian nutrisi didapatkan rata-rata pasien mengeluh tidak nafsu makan,
penurunan berat badan. Aktivitas dan istirahat semua pasien dengan mitral stenosis
mempunyai keluhan yang sama yaitu cepat lelah, sesak nafas saat beraktivitas,
dikarenakan ketidakseimbangan oksigen dan mengeluh tidak mendapatkan kualitas
tidur yang cukup. Pengkajian stimulus yang ada pada gangguan katub dikarenakan
kontraktilitas jantung menurun, gangguan katup.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
143
Masalah keperawatannya berupa bersihan jalan nafas, penurunan curah jantung,
intoleransi aktivitas dan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada hari
keempat pasien diharapkan mampu beradaptasi dengan menunjukkan tidak sesak
nafas, tidak ada ronkhi, pasien mampu beraktivitas dan nutrisi terpenuhi dengan
adanya nafsu makan. Dalam hal memenuhi tujuan tersebut pasien diberikan
intervensi berupa manajemen jalan nafas, penurunan curah jantung, toleransi
aktivitas dan manajemen nutrisi. Selama empat hari dievaluasi kedua pasien dapat
beradaptasi dan menunjukkan respon perilaku yang baik. Penatalaksanaan dan
obat-obatan yang diberikan pada pasien dengan gangguan katub mitral stenosis
adalah pemberian antibiotik profilaksis untuk endokarditis, obat-obat beta-bloker,
digoxin dan verapamil dapat memperlambat denyut dan mengendalikan fibrilasi
atrium. Diuretik untuk mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara
mengurangi volume sirkulasi darah. Tindakan invasif dengan valvuloplasti balloon
dan jika kerusakan terlalu parah dilakukan penggantian katub dengan mekanik atau
bioprosthetic. Manajemen keperawatan pada pasien gangguan katub difokuskan
pada
penatalaksanaan
penurunan
curah
jantung,
keterbatasan
aktivitas,
keseimbangan cairan dan elektrolit, intake nutrisi, serta memonitor efek dari
pemberian obat-obatan.
Evaluasi selama tiga hari perawatan kedua orang pasien dapat beradaptasi secara
kompensasi. Pasien direncanaka untuk dilakukan tindakan pembedahan secara
elektif melalui rawat jalan.
4.3 Mode Adaptasi Konsep Diri
Pengkajian perilaku adaptasi konsep diri secara umum yang dialami oleh pasien
dengan gangguan kardiovaskuler adalah nyeri dan cemas. Pada tatanan
pelayanan keperawatan di ruangan IGD dan ICU, CVC dengan kondisi pasien
yang belum stabil mode konsep diri ini masih sangat terbatas dapat dikaji oleh
perawat. waktunya singkat pasien kontak dengan pasien ditambah pasien masih
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
144
berkonsentrasi terhadap keadaan fisik yang dialaminya. Pengkajian konsep diri
dapat dilakukan di ruang CVC, IWM/IWB dan GP. Pengkajian konsep diri yang
dikaji berdasarkan pelaksanaan praktek residensi yang sudah dilakukan sangat
diperlukan hubungan saling percaya yang lebih mendalam.
Pasien yang mengalami masalah kardiovaskuler paling banyak
dipicu oleh
masalah kecemasan atau stres sebelum sakit. Saat pasien mengeluhkan sakit
dilakukan pengkajian physical self yang berfokus pada bagaimana pasien
memandang diri sendiri dan hal yang berhubungan dengan kehilangan.
Kecemasan yang muncul biasanya dikarenakan pasien membuat persepsi negatif
terlebih dahulu akan bahayanya apabila jantung sudah mengalami kerusakan
maka tidak bisa sembuh dan ketakutan akan kematian. Pada pasien SKA, bedah
jantung, HF dan disritmia kesemuanya mengalami tanda dan gejala kecemasan.
Pengalaman selama melaksanakan praktek residensi tingkat kecemasan pada
pasien ACS, gagal jantung, bedah jantung, disritmia dan gangguan katub
memiliki perbedaan. Kecemasan yang paling umum adalah adanya ancaman
perubahan kesehatan dan ancaman kematian. Kecemasan merupakan pemicu
stres sehingga pasien mekanisme koping akan menjadi maladaptif. Pada pasien
ACS kecemasan yang paling dominan adalah karena adanya nyeri yang hebat
dan perasaan akan kematian, pada pasien pasca bedah jantung adalah kecemasan
atas kesembuhan penyakit apakah akan berfungsi kembali jantung dengan baik,
nyeri, penggunaan alat-alat invasif dan perasaan kematian sedangkan pada
ppasien CHF biasanya kecemasan muncul akibat pembatasan aktifitas yang
beresiko memunculkan sesak nafas.
Pengkajian personal self pada umumnya pasien lebih banyak berserah diri pada
Tuhan YME karena sakit dan sehat merupakan ketentuanNya, pasien merasa
pasrah dan ihklas atas sakit yang dialaminya, namun ada pasien yang
menganggab bahwa penyakit jantung adalah penyakit yang mematikan, dan ada
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
145
juga pasien merasakan bahwa penyakit jantung akan mengganggu aktivitas yang
sebagaimana mestinya harus dilaksanakan termasuk kebutuhan seksual. Stimulus
yang muncul pada konsep diri ini salah satunya kurang pengetahuan dan
informasi pasien terhadap sakitnya sehingga pasien merasakan adanya ancaman
terhadap perubahan-perubahan status kesehatan pasien.
Masalah keperawatan yang ada pada adaptasi konsep diri ini adalah koping
individu inefektif dan kecemasan. Pada masalah keperawatan ini tujuan
keperawatan diharapkan pasien mampu beradaptasi secara integrasi dan
kompensasi dalam waktu lima hari pada pasien ACS dan tujuh hari perawatan
pasien HF dan bedah jantung. Tindakan keperawatan yang diberikan bertujuan
untuk mengurangi kecemasan dan meningkatkan koping serta pendidikan
kesehatan yang berhubungan dengan penyakitnya. Saat evaluasi pada pasien
ACS menerima keadaaannya pada hari ke kelima dengan mengungkapkan
“serangan jantung ini tidak boleh terulang lagi dan akan mengikuti perawatan
dan pengobatan dengan baik”. Pasien HF dan bedah jantung berdasarkan
pengalaman praktek residen biasanya pasien pada hari ketujuh bisa menerima
keadaannya namun masih merasakan cemas dan pasien berusaha cepat sembuh
dan akan melakukan program sesuai anjuran tim medis.
4.4 Mode Adaptasi Fungsi Peran
Berdasarkan pengalaman praktek residensi pengkajian perilaku adaptasi fungsi
peran yaitu peran primer, skunder, dan tersier ditemukan banyak pasien merasa
terganggu perannya saat sakit. Salah satu peran yang terganggu adalah pasien
laki-laki sebagai suami dan ayah maka “tidak dapat bekerja sebagai mencari uang
untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Pasien perempuan juga
merasakan perannya terganggu karena tidak bisa mengurus rumah tangga dan
aktifitas mengasuhg anak terganggu. Seorang pasien dengan gangguan katub yang
masih sekolah menyampaikan bahwa tidak bisa melanjutkan pendidikan ke
perguuan tinggi karena penyakitnya. Stimulus yang mempengaruhi peran ini
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
146
adalah ketidakberdayaan terhadap sakitnya dan masih merasa kurangnya sistem
pendukung. Peran juga akan berbeda antara pasien yang dewasa muda dan lansia,
pada dewas muda sakit jantung ini membuat mereka terbatas dalam menghasilkan
sesuatu sedangkan pada lansia justru menganggap penyakit ini adalah proses
penuaan dan harus menerima dengan lapang hati.
Dari penerapan proses keperawatan pada pasien gangguan kardiovaskuler dengan
pengkajian mode adaptasi fungsi peran, masalah keperawatan yang muncul yaitu
penampilan peran tidak efektif dan tujuan yang ditetapkan adalah diharapkan
pasien dan keluarga mampu menerima kondisi pasien apa adanya. Intervensi
keperawatan yang dilakukan yaitu dengan meningkatkan peran pasien dan
kesadaran diri dalam menghadapi perubahan serta memfasilitasi pasien dan
keluarga dalam menyusun rencana tentang perubahan peran yang baru untuk
pasien. Evaluasi yang dapat dinilai pada fungsi peran ini sampai pada saat pasien
hampir pulang karena membutuhkan waktu lama dalam melakukan intervensi
keperawatan.
4.5 Mode Adaptasi Interdependensi
Pelaksanaan
pengkajian mode
adaptasi
interdependensi
pada
gangguan
kardiovaskuler yang dikelola selama praktek residensi secara umum tidak
mengalami masalah, dan semua pasien memiliki perilaku yang efektif.
Pengkajian pada mode adaptasi interdependensi berfokus bagaimana memberikan
kasih sayang, perhatian, saling menerima, cinta dan kasih sayang. Pasien laki-laki
ditemani oleh istri yang selalu memberikan perhatian, begitu juga dengan pasien
perempuan yang setia ditemani oleh suami dan pasien yang belum menikah, janda
atau duda juga senatiasa ditemani oleh anggota keluarga. Apabila pasangannya
berhalangan dalam menemani itu tidak mengurangi arti karena diganti dengan
anggota keluarga lainnya. Dan pasien juga merasakan kedekatan lebih selama
dirawat dirumah sakit karena pasien dan anggota keluarga bisa berkumpul dengan
orang-orang terdekatnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
147
4.3 Refleksi dan Rekomendasi Penerapan Model Adaptasi Roy
Penerapan Model Adaptasi Roy (MAR) bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien. Pasien yang mengalami gangguan kardiovaskuler biasanya
memiliki kualitas hidup yang rendah, yang menyebabkan proses penyembuhan
dan pemulihan menjadi lebih lama. Pengalaman dalam melaksanakan praktek
klinik keperawatan selama dua semester di RSPJNHK, aplikasi model adaptasi
Roy sangat efektif diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan. Proses
pengobatan, perawatan dan rehabilitasi yang lama menyeabkan manusia
membutuhkan kemampuan beradaptasi terhadap masalah yang muncul.
Penerapan MAR akan mengajak dan menuntun perawat mengadopsi
penggunaannya dilayanan klinik untuk memberikan asuhan keperawatan dengan
memberikan contoh bagaimana melakukan pengkajian perilaku dan stimulus
pada setiap mode secara holistic dan komprehensif yaitu dengan penerapan mode
adaptasi fisiologi, mode adaptasi konsep diri, mode adaptasi fungsi peran, dan
mode adaptasi interdepedensi yang dapat digunakan pada semua sistem
khususnya sistem kardiovaskuler.
MAR juga memberikan contoh untuk menegakkan diagnose keperawatan
berdasarkan penempatan pengkajian pada setiap mode seperti yang ditetapkan
oleh NANDA. Penetapan tujuan dan intervensi pada proses keperawatan dengan
menggunakan MAR belum ditetapkan secara spesifik, namun tujuan
dan
intervensi merupakan proses koping yang diharapkan dapat mencapai tujuan
pencapaian mekanisme koping dengan adanya koping regulator dan kognator.
Penerapan MAR dalam proses asuhan keperawatan mengarahkan pelaksanaan
praktek rsidensi menggunakan NIC dan NOC yang secara umum sudah
mencakup koping regulator dan kognator dalam setiap aktifitas kegiatan praktek
keperawatan. Evaluasi dicapai berdasarkan diagnosa atau masalah keperawatan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
148
yang ada sesuai dengan level adaptasi yaitu integreted, compensatory,
compromised.
Model Adaptasi Roy juga mempunyai kelemahan disamping kelebihan yang ada.
Penerapan MAR pada ruang seperti ICU, ICVCU dan IGD belum optimal,
karena pasien yang dirawat diruangan terebut. MAR belum optimal apabila
digunakan pada pengaturan ruangan di IGD, ICU dan CVC dikarenakan kondisi
pasien belum stabil sehingga pengkajian hanya berfokus pada keadaan fisiologis
saja padahal secara psikologi pasien merasakan kecemasan cukup tinggi
menghadapi keadaannya. Untuk dapat mengkaji mode adaptasi konsep diri,
fungsi peran dan interdependensi dengan melihat kondisi pasien sudah stabil
sehingga tidak mempengaruhi hemodinamik pasien. Pengkajian MAR beserta
implementasinya lebih efektif digunakan diruangan intermediate dan ruang
perawatan biasa dimana berdasarkan pengalaman pasien diruang intermediate
dan perawatan akan lebih mengeksplor perasaan mereka terkait dengan masalah
psikologis.
Rekomendasi yang diberikan residen terhadap penerapan MAR ini disarankan
mulai digunakan di ruang emergensi sampai ke ruang rawatan biasa dengan
menggunakan dokumentasi keperawatan yang berkelanjutan, sehingga masalah
yang didapatkan diruang emergensi dapat di follow up di ruang rawatan biasa
dengan demikian kita sebagai perawat juga mengetahui pasien secara
komprehensif biopsikososial dan spiritual. MAR juga dapat dilaksanakan dengan
mengkombinasi dengan teori keperawatan lainnya jika dirasakan belum tercapai.
Kombinasi MAR dengan menggunakan teori Levine dimana
memandang
manusia sebagai makhluk yang dapat berinteraksi dan beradaptasi dengan
lingkungannya serta suatu bagian dari satu kesatuan yang didasari oleh empat
prinsip konservasi keperawatan yaitu konservasi energi pasien, konservasi
struktur integritas, konservasi integritas personal dan konservasi integrasi sosial.
Asuhan yang diberikan dengan menggunakan sumber-sumber kekuatan pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
149
4.4 Pembahasan Penerapan EBNP Terapi Musik
Hasil pengolahan data dari penerapan EBNP pada pasien yang dilakukan terapi
musik yang mengalami tindakan operasi bedah jantung terbuka (CABG dan
katub) dilihat dari faktor adalah rata-rata umur pasien adalah > 40 tahun. Hasil
pengolahan data disimpulkan bahwa dewasa lebih banyak dilakukan tindakan
operasi jantung terbuka karena penderita jantung koroner dan gangguan katub
lebih banyak ditemukan pada pada dewasa jika dibandingkan yang dewasa muda
dengan rentang umur pasien adalah 49-74 tahun . Hal ini sesuai dengan literatur
yang mengatakan bahwa CAD dan gangguan katub lebih sering menyerang usia
dewasa karena pada usia dewasa memiliki faktor resiko yang lebih besar seperti
adanya riwayat merokok,kadar kolesterol total dan LDL yang tinggi, hipertensi,
DM dan faktor usia sendiri (Lewis, 2000). Peyakit mitral stenosis merupakan
konsekuansi lanjut tersering setelah karditis reumatik, dimana periode laten
selama 20 tahun antara infeksi akut dan disfungsi katub simptomatik terjadi pada
dekade keempat atau kelima (Gray, Dawkins, Morgan & Simpson, 2005). Black
dan Hawks (2009) peningkatan umur pada seseorang termasuk salah satu faktor
resiko terjadinya PJK dimana tanda dan gejala PJK terjadi umumnya pada orang
yang umurnya diatas 40 tahun.
Umur juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nyeri, menurut
penelitian (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever (2010) menyatakan bahwa lansia
(umur > 65 tahun) akan melaporkan nyeri lebih sedikit daripada orang muda.
Dari hasil penerapan EBNP berdasarkan rentang usia pasien dimana adalah
rentang umur dewasa didapatkan penurunan yang signifikan nyeri pada pasien
kelompok intervensi dibanding dengan kelompok yang tidak dilakukan terapi
musik. Ini menunjukkan bahwa respon nyeri bisa diabaikan oleh pasien saat
mendengarkan musik yang diberikan. Faktor risiko terjadinya penyakit gangguan
katub adalah jenis kelamin laki-laki, merokok, hipertensi, peningkatan lowdensity lipoprotein kolesterol (LDL), aterosklerosis koroner, katup bikuspid
congenital dan usia ( Patel, et al., 2014).
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
150
Proporsi jenis kelamin pasien yang mengalami tindakan operasi bedah jantung
terbuka dalam penerapan EBNP ini pasien post operasi jantung terbuka lebih
banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan. Dimana dari 12 pasien yang
dilakukan penerapan terapi musik sebanyak 8 orang laki-laki dan 4 orang
perempuan. PJK lebih banyak diderita pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan (Woods, Froelicher, Motzer, 2000).
PJK juga dapat ditemukan pada perempuan mengalami menopause selain
perempuan menopause diketahui bahwa perempuan yang mengkonsumsi
kontrasepsi oral juga akan beresiko PJK karena dapat meningkatkan tekanan
darah, salah satu faktor resiko terjadinya PJK (Black & Hawks, 2009). Pasien
yang mengalami PJK yang terindikasi untuk dilakukan operasi CABG biasanya
jika sumbatan pada arteri koroner sudah menimbulkan faktor resiko kematian
(Gray, Dawkins, Morgan & Simpson, 2005). Jenis kelamin mempunyai
hubungan dengan ambang nyeri seseorang (Hanun, 2002).
Pasien laki-laki menganggap bahwa nyeri merupakan komponen alamiah yang
harus mereka terima dari proses penyakit yang dialaminya dan laki-laki
cenderung dapat mudah beradaptasi dengan nyerinya dibandingkan dengan
perempuan (Perry & Potter, 2006).
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, berdasarkan
penerapan EBNP yang dilakukan bahwasanya tingkat pendidikan pasien post
operasi jantung terbuka paling banyak tingkat pendidikannya adalah SLTA.
Pendidikan
dapat
mempengaruhi
kognitif
seseorang
akan
membentuk
kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berkaitan dengan penyakit dan
menggunakan pengetahuan tersebut untuk menjaga kesehatan diri sendiri
terutama dalam menerima persepsi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006).
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
151
Dari penerapan EBNP terhadap terapi musik, pasien dengan tindakan operasi
CABG sebanyak 10 orang dan operasi katub sebanyak 2 orang. Operasi CABG
dan penggantian katub merupakan tindakan operasi dengan melakukan
pembedahan didaerah rongga dada dengan membelah tulang sternum. Nyeri
dapat disebabkan oleh sayatan , retraksi jaringan intraoperatif dan diseksi ,
beberapa cannulations intravaskular , slang dada kiri setelah operasi , dan
beberapa prosedur invasif yang pasien menjalani sebagai bagian dari rejimen
terapi mereka (Ozer, Ozlu, Arslan & Gunes, 2013). Dalam sebuah penelitian,
pasien melaporkan nyeri dada sayatan sebagai masalah setelah CABG (Ozer,
Ozlu, Arslan & Gunes, 2013).
Nyeri merupakan keluhan subjektif terkait dengan sistem sensori yang tidak
menyenangankan dari pengalaman emosional yang disertai dengan kerusakan
jaringan secara aktual maupun potensial (Perry & Potter, 2006). Nyeri post
operasi jantung terbuka merupakan masalah yang banyak ditemukan dan
dilaporkan oleh pasien-pasien sesudah menjalani operasi dan rasa nyeri itu akan
dirasakan pasien sampai 8 minggu setelah operasi CABG (Moser & Riegel,
2008). Nyeri yang muncul pada saat post operasi CABG dikerenakan oleh
adanya pemotongan jaringan pada saat intraoperasi, banyaknya pemasangan
kanulasi intravaskuler, pemasangan drainase didada, dan banyaknya prosedur
invasif yang digunakan untuk pengobatan (Asadizaker, Fathizadeh, Haidari,
Goharpai & Fayzi, 2011). Nyeri dada pada daerah sternum merupakan
komplikasi yang sering muncul, nyeri setelah sternotomi kemungkinan
disebabkan karena jaringan saraf yang terpotong dan digambarkan seperti nyeri
yang tersaamar-samar didaerah pembedahan (Shermeh et al, 2009).
Proses fisik seperti pemotongan jaringan, pengambilan jaringan akan
memberikan stimulasi ujung saraf bebas dan nosiseptor, mediator kimia ini akan
dilepas selama proses pembedahan berlangsung. Metabolisme laktat akibat
iskemia jaringan selama pembedahan juga berpengaruh terhadap pengeluaran
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
152
mediator kimia yang merupakan pencetus nyeri dan dirasakan setelah
pembedahan (Rowlingson, 2009).
Manajemen nyeri yang tidak adekuat setelah operasi jantung terbuka
akan
memperburuk kondisi pasien dari segi fisiologis, psikologis maupun lamanya
penyembuhan serta menurunkan kualitas hidup pasien (Wang & Keck, 2004).
Nyeri yang dirasakan haruslah dikurangi tidak hanya dengan obat-obatan
analgesik melainkan sebagai seorang perawat mempunyai keterampilan khusus
untuk mengurangi nyeri melalui pendekatan keperawatan. Berdasarkan teoriteori keperawatan dalam Peterson dan Bredow (2004) tepatnya teori
keseimbangan antara analgesik dan efek samping menjelaskan bahwa
pengelolaan nyeri yang tepat adalah dengan menyatukan kombinasi antara
analgesik dan terapi nonfarmakologi dalam pendekatan asuhan keperawatan
dimana tujuannya untuk mencapai keseimbangan antara analgesik dengan
menghindari efek sampingnya karena diketahui bahwa penggunaan analgesik
yang berlebihan tidak membuat pasien bebas dari nyeri akan tetapi menambah
efek samping. Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever (2010) menjelaskan bahwa
banyak macam yang lazim digunakan oleh perawat dalam mengurangi yaitu
stimulasi kutaneus dan pijat, terapi hangat dan dingin, transcutaneus electrical
nerve stimulation, distraksi, teknik relaksasi, guided imagery dan hipnosis.
Sebelum dilakukan observasi rerata tekanan darah sistolik (SBP) 114.21 mmHg
dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua 109.11 mmHg dengan p>0.05.
tidak ada perbedaan yang signifikan. Tekanan darah diastolic (DBP) 69.11
mmHg dan setelah dilakukan observasi pada hari kedua 64.48 mmHg . Rerata
HR sebelum dilakukan observasi adalah 90.90 dan setelah dilakukan observasi
pada hari kedua 90.28 permenit dengan p >0.05 tidak ada perbedaan yang
signifikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
153
Rerata RR sebelum dilakukan observasi adalah 24.83, setelah dilakukan
observasi pada hari kedua 24.55 dengan p>0.05 tidak ada perbedaan yang
signifikan. Rerata saturasi O2 sebelum dilakukan observasi adalah 98.06 % dan
setelah dilakukan observasi pada hari kedua 98.15% dengan p >0.05 tidak
terdapat perbedaan yang signifikan.
Pada kelompok intervensi berdasarkan data yang diperoleh rata-rata intensitas
nyeri dan respon fisiologis dijelaskan bahwa rerata nyeri pasien post operasi
bedah jantung terbuka yang diberikan terapi musik sebelum dilakukan intervensi
3.90 dan setelah dilakukan intervensi rerata nyeri pada hari kedua 2.61 dengan
p>0.05. terdapat perbedaan yang signifikan penurunan nyeri setelah dilakukan
terapi musik.
Tekanan darah sistolik
(SBP) 121.50 mmHg dan setelah
dilakukan observasi pada hari kedua 118.01 mmHg dengan p>0.05. terdapat
perbedaan yang signifikan. Tekanan darah (DBP) 77.61 mmHg dan setelah
dilakukan observasi pada hari kedua 77.10 mmHg dengan p<0.05 terdapat
perbedaan signifikan .
Rerata HR sebelum dilakukan intervensi adalah 94.05 dan setelah dilakukan
intervensi pada hari kedua 87.45 dengan p >0.05 tidak ada perbedaan yang
signifikan. Rerata RR sebelum dilakukan intervensi adalah 24.83, setelah
dilakukan intervensi pada hari kedua 24.55 dengan p>0.05 tidak ada perbedaan
yang signifikan. Rerata saturasi O2 sebelum dilakukan intervensi adalah 97.83
%dan setelah dilakukan intervensi pada hari kedua 99.10% dengan p >0.05 tidak
terdapat perbedaan yang signifikan.
4.5 Hambatan dan Pelaksanaan Penerapan EBNP
Penerapan EBNP terapi musik pada pasien yang telah dilakukan tindakan operasi
bedah jantung terbuka pada prinsipnya berjalan dengan baik. Beberapa hal yang
menyebabkan pelaksanaan tertunda adalah pemberian terapi obat analgeti
(paracetamol) yang berdekatan dengan waktu kegiatan terapi music, sehingga
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
154
pemberian terapi music diundur hingga 2-4 jam setelah pasien mengkonsumsi
obat analgeti. Selain itu karena pengunduran jadwal tersebut sehingga
pelaksanaan kadang berbenturan dengan jam berkunjung keluarga pasien. untuk
menghindari hal tersebut akhirnya penerapan terapi music dilakukan setelah jam
kunjungan keluarga. Penerapan EBNP terapi music harus dikondisikan pasien
dalam keadaan santai dan tidak dalam pengaruh obat analgetik, sehingga pasien
dapat berkonsentrasi dengan music yang didengar dari media MP3 player.
4.6 Rekomendasi
Terapi musik merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan dengan teknik
terapi komplementari untuk mengurangi nyeri post operasi pada pasien yang
dilakukan operasi bedah jantung terbuka
yang dapat mempengaruhi respon
fisiologi seperti Tekanan darah (sistolik dan diastolic), HR, RR dan saturasi O2.
Terapi musik dapat membuat pasien menjadi tenang dan rileks dengan
menurunkan nyeri yang dialami. Tindakan ini mudah dilakukan dan efek serta
bahayanya tidak ada. Melakukan terapi musik dapat meningkatkan kepercayaan
pasien terhadap perawat dalam mengatasi masalah yang dialaminya. Terapi musik
dapat meningkatkan komunikasi yang baik antara pasien dan perawat sehingga
memberikan efek penurunan nyeri dan ketenangan pada pasien baik secara fisik
maupun psikologis.
Untuk itu penerapan EBNP terapi musik ini dapat dilakukan :
1. Pelayanan keperawatan
Hasil penerapan EBNP ini menunjukan perbaikan pada pasien dalam
menurunkan nyeri dan respon fisiologi yang baik pada pasien, perawat dapat
menerapkan terapi musik karena intervensi ini tidak menimbulkan bahaya dan
meningkatkan kemampuan pasien berdapatasi dengan masalah kesehatan yang
dialaminya. Penerapan EBNP ini jika ditindak lanjuti dengan baik tentu akan
memberikan hasil yang signifikan terhadap kualitas pelayanan keperawatan
dalam penanganan pasien post operasi bedah jantung terbuka.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
155
2. Managemen Keperawatan
Penerapan EBNP terapi musik ini dalam pelayanan keperawatan dalam
mengatasi masalah keperawatan nyeri dan parameter fisiologi pasien
menunjukkan hasil yang baik dalam upaya meningkatkan pemulihan
kesehatan pasien. Penerapan EBNP ini merupakan salah satu terapi
komplementer keperawatan yang bisa dijadikan sebagai salah satu standar
operasional pelayanan (SOP) khususnya di bidang keperawatan terintegrasi
dengan intervensi medis dan keperawatan lainnya.
3. Pendidikan
Penerapan EBNP dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit membutuhkan
ilmu dan pengetahuan bagaimana mencari dan menetapkan suatu EBNP yang
dapat diterapkan di tatanan pelayanan klinik. Institusi pendidikan sebagai
penghasil tenaga keperawatan professional dapat memberikan arahan dan
masukan kepada mahasiswa dalam penerapan EBNP sehingga terjadi
perubahan yang lebih baik
dan perkembang ilmu dalam praktek klinik
keperawatan melalui penelusuran jurnal dan penelitian yang sudah dilakukan.
4.4 Pembahasan Penerapan Inovasi Praktek Klinik Konsultan Keperawatan
Dasar pemikiran pelaksanaan inovasi penerapan praktik konsultan keperawatan
di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita oleh mahasiswa residensi adalah belum
adanya konsultan keperawatan di unit tersebut dimana keberadaaanyya sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan derajat kesehatan pada pasien dengan masalah
sistem kardiovaskular khususnya pasien dengan congestive heart failure.
Penyakit gagal jantung lebih banyak diderita oleh laki-laki dibandingkan dengan
perempuan (Woods, Froelicher, Motzer, 2000). Berdasarkan tabel distribusi
frekuensi jenis kelamin pada tabel 3..... menunjukkan sebagian besar pasien
berjenis kelamin laki-laki (61,1%).Diperkirakan hampir lima persen dari pasien
yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
156
jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 per 1000 penderita per tahun
(Maggioni, A, 2005).
Hasil pelaksanaan kegiatan berdasarkan umur menunjukkan bahwa rata-rata
umur pasien yang datang untuk berkonsultasi di klinik konsultan keperawatan
adalah 54 tahun, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh studi
Framingham yang menyatakan bahwa kejadian gagal jantung terjadi pada usia ≥
45 tahun. Dimana terjadi peningkatan prevalensi gagal jantung, mulai usia 5059 tahun dan meningkat pada orang usia 60-69 tahun. Prevalensi gagal jantung
meningkat insidennya secara progresif dengan peningkatan usia (Mosterd, &
Hoes, 2007)
Hasil pelaksanaan kegiatan berdasarkan jumlah rawatan yang pernah dialami
menunjukkan pasien yang berkonsultasi sudah mengalami rawat inap ≥ 1 kali,
sebagian besar sudah mengalami rawat inap ulang 2 kali sebanyak 13 orang
(72,2%) kemudian 3 kali rawat ulang sebanyak 4 orang (22,2%) dan 1 orang
hanya satu kali mengalami rawat inap (5,6%). Hasil penelitian Sekitar 50%
pasien dengan gagal jantung mengalami perawatan ulang dalam kurun waktu 6
bulan setelah keluar dari rumah sakit. Beberapa dari mereka masuk perawatan
kembali karena pengobatan yang tidak tidak teratur, diet yang tidak baik.
Keluhan
masuk dengan peningkatan tekanan darah, sesak nafas, gangguan
cairan, dan kelelahan ( Moser & Riegel, 2003).
Gagal jantung dapat menyebabkan kualitas hidup seseorang menjadi sangat
menurun, kondisi ini berhubungan dengan beban yang dirasakan berupa
manifestasi klinik yang ditimbulkan berupa ; dipsnea, ortopnoe, batuk, edema
pulmonal, menurunnya saturasi oksigen, menurunnya urine output, sakit kepala,
edema ekstremitas, pembesaran hati, anoreksia dan kelemahan. Hal ini
menyebabkan tingginya mortalitas dan morbiditas serta seringnya klien gagal
jantung berulangkali keluar masuk rumah sakit untuk dirawat. Rata-rata
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
157
sebanyak 44% klien gagal jantung kembali lagi ke rumah sakit dalam jangka
waktu 6 bulan (Angelidou, 2010)
Berdasarkan hasil ujicoba pelaksaanaan praktik konsultan keperawatan yang
dilakukan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta menunjukkan
keseluruhan (100%) pasien congestive heart failure yang berkonsultasi
mempunyai respon positif terhadap praktik konsultan keperawatan yang
dilaksanakan. Mereka mengharapkan kegiatan praktik konsultan keperawatan
dilakukan secara berkesinambungan. Pasien menyatakan bahwa praktik
konsultan keperawatan yang dilakukan sangat membantu dan bermanfaat
berkenaan dengan informasi dan perawatan pasien di ruma
Kegiatan praktek konsultan keperawatan
diruang rawat jalan merupakan
rangkaian kelanjutan dari asuhan keperawatan yang sudah diberikan saat pasien
dirawat inap. Keberhasilan perawatan pasien dalam mengatasi masalah
kesehatan tidak hanya saat pasien dalam masa perawatan rumah sakit, tapi juga
sangat dipengaruhi bagaimana pasien tersebut melakukan perawatan kesehatan
selama di rumah.
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktek
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan
sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat
humanistik,dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi
masalah yang dihadapi klien (Potter & Perry, 2006).
Praktek keperawatan profesional adalah tindakan mandiri perawat profesional
melalui kerjasama dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Praktek
keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesioanal menggunakan teoritis
yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar dan ilmu keperawatan sebagai
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
158
landasan melakukan pengkajian, diagnosa, menyusun rencana perawatan untuk
menentukan tindakan selanjutnya. Malkemes (1983) mengatakan bahwa praktik
keperawatan professional adalah suatu proses ketika Ners terlibat dengan pasien
dan melalui kegiatan ini masalah kesehatan pasien diiidentifikasi dan diatasi.
Pasien masalah kardiovakuler yang berkunjung di rawat jalan memiliki kondisi
yang stabil kadang kurang stabil dan penyakit kronis yang membutuhkan
pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan pasien kardiovaskuler pada
kondisi akut dan kegawatan. Rentang waktu yang singkat dan tingkat keparahan
kondisi penyakit yang rendah pada saat kontrol perlu kelola dengan baik oleh
tenaga kesehatan agar pasien menerima informasi dan pendidikan yang baik
terkait dengan masalah yang sedang dialaminya. Untuk dapat terlaksananya
pengelolaan yang baik bagi pasien di rawat jalan dibutuhkan ketrampilan
intensif dalam pengkajian pasien tersebut bagi perawat yang bekerja di rawat
jalan (Josephon & Wingate, 2010 )
Praktek klinik konsultan keperawatan merupakan pelayanan keperawatan di unit
rawat jalan yang berfokus pada asuhan keperawatan profesional, tidak dapat
berdiri sendiri dan dituntut untuk bekerjasama dengan profesi lain yang
tujuannya adalah meningkatkan derajat kesehatan pada pasien masalah sistem
kardiovaskular khususnya pasien dengan gagal jantung kongestif, pelaksanaan
praktek konsultan keperawatan dapat berjalan dengan baik bila difasilitasi
dengan adanya penempatan ruangan khusus dan peralatan yang mendukung
kegiatan praktek konsultan keperawatan.
Berdasarkan hasil pelaksanaan praktik klinik konsultan keperawatan diharapkan
tim manajerial keperawatan dan rumah sakit dapat mengapresiasi harapan pasien
dengan masalah sisitem kardiovaskular khususnya pasien gagal jantung
kongestif untuk keberadaan praktik klinik konsultan keperawatan di unit rawat
jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta. Kegiatan praktik klinik konsultan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
159
keperawatan sangat membantu pasien dalam pengelolaan masalah kesehatan
khususnya gagal jantung kongestif meliputi penimbangan berat badan,
perubahan gaya hidup, diet dan latihan, program pengobatan, pengendalian
stress dan emosi, fungsi seksual dan kebutuhan spiritual.
4.4.1
Hambatan Pelaksanaan Penerapan Inovasi
Kegiatan inovasi praktek klinik konsultasi keperawatan di bagian rawat jalan
dapat dilaksanakan dengan baik. Beberapa kendala yang ditemukan pada saat
pelaksanaan kegiatan adalah dalam mengidentifikasi pasien yang berobat ke
poliklinik. Pasien yang dilakukan konsultasi keperawan oleh konsultan
perawat adalah pasien khusus dengan penyakit gagal jantung (CHF). Selama
kegiatan tersebut untuk mengidentifikasi pasien dengan diagnose CHF,
mahasiswa harus menunggu di ruangan pengukuran tensi dan pemeriksaan
EKG. Jika teridentifikasi pasien dengan CHF, mahasiswa menganjurkan
pasien untuk melakukan konsultasi kepererawatan bersama konsultan peawat
jantung di ruang yang telah ditentukan. Selain itu kendala yang ditemukan
selama kegiatan adalah tidak ada ruangan yang tetap untuk memberikan
konsultasi keperawatan pada pasien CHF, sehingga setiap hari ruang praktek
konsultan berpindah-pindah.
4.4.2
Rekomendasi Proyek Inovasi Praktek Klinik Konsultan Keperawatan
a. Perlu kebijakan dari pihak manajemen rumah sakit untuk pelaksanaan
praktik konsultan keperawatan di unit rawat jalan RSJPD Harapan kita
Jakarta.
b. Perlu
supervisi
yang
berkesinambungan
dan
penetapan
tenaga
keperawatan yang akan melakukan pelayanan praktik klinik konsultan
keperawatan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta
c. Perlu menetapkan kompetensi sebagai syarat layak atau tidaknya perawat
untuk melakukan praktik klinik konsultan keperawatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Simpulan pada karya akhir ilmiah ini selama menjalani praktek spesialis
keperawatan medikal bedah dua semester meliputi :
a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan, pendidik, peneliti, dan innovator perawat
dapat menerapkan menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy pada
gangguan Sistem Kardiovaskuler dengan efektif.
b. Model Adaptasi Roy membantu perawat mengasah ketrampilan dalam
melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif meliputi biopsikososio
dan spritual untuk membantu pasien dalam mencapai proses adaptasi terhadap
permasalahan kesehatan.
c. Peran sebagai pendidik dapat dilakukan secara rutin dan masuk kedalam Model
Adaptasi Roy untuk memfasilitasi pasien dan keluarga dalam membentuk
koping secara kognator
d. Peran peneilti yang dilakukan dengan menerapkan evidence based nursing
practice pada pasien post operasi bedah jantung terbuka memberikan hasil
yang bermanfaat dalam mengurangi nyeri pasien dan parameter fisiologi dan
merupakan salah satu tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalam
manajemen nyeri
e. Peran Inovator dengan menyusun pedoman intervensi keperawatan Pelayanan
praktek klinik konsultan keperawatan dan pelaksanaan praktek konsultasi
keperawatan dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan di pelayanan
keperawatan rawat jalan.
160
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
161
6.2 Saran
6.2.1 Pelayanan dan Ilmu Keperawatan
Hasil analisa praktik residensi sangat memberikan manfaat dalam pelayanan
keperawatan oleh karena itu pelayanan dan ilmu keperawatan diharapkan:
a. Menerapkan asuhan keperawatan dengan pendekatan Model Adaptasi Roy
dengan gangguan kardiovaskuler di RSJPDHK dan menggunakan penerapan
asuhan keperawatan berbasis pembuktian dalam praktek sehari-hari
keperawatan
b. Mengembangkan program sosialisasi berupa memberikan pelatihan perawatperawat
dengan
memperkenalkan
asuhan
keperawatan
menggunakan
pendekatan Model Adaptasi Roy dan berbasis pembuktian ilmiah
c. Pedoman intervensi keperawatan yang disusun terus dilakukan pengembangan
dengan ilmu-ilmu keperawatan yang ter-update dan senantiasa memberikan
informasi kepada perawat akan ilmu tersebut melakukan tindakan
keperawatan menggunakan penerapan yang berbasis pembuktian ilmiah serta
meningkatkan kemampuan perawat untuk senantiasa melakukan inovasiinovasi
keperawatan
dalam
rangka
meningkatkan
kualitas
asuhan
keperawatan.
6.2.2 Pendidikan Keperawatan
Hasil praktik keperawatan residensi keperawatan memberikan manfaat kepada
pendidikan keperawatan sehingga pendidikan keperawatan diharapkan mampu :
a. Menjadikan salah satu rujukan bahan ajar tentang asuhan keperawatan pasien
gangguan sistem kardiovaskuler dengan pendekatan menggunakan Model
Adaptasi Roy yang dapat diajarkan kepada mahasiswa yang didalamnya
termasuk proses pemberian pendidikan kesehatan.
b. Mengembangkan EBN dengan menjadikan salah satu mata kuliah yang
memperdalam cara penerepan EBN
c. Melatih
mahasiswa
dalam
melakukan
asuhan
keperawatan
secara
komprehensif dan mengaktifkan mahasiswa agar dapat berfikir kritis untuk
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
162
mengadakan pembaharuan di rumah sakit serta senantiasa menerapkan
tindakan-tindakan keperawatan berbasis ilmiah.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Aaronson, P.I., & Ward, JPT. (2010). Sistem kardiovaskuler : At a glance. (Edisi
Ketiga). (Surapsari, Alih Bahasa). Jakarta : EGC
Ahyar.
(2010). Konsep diri dan mekanisme koping diambil dari
http://www.konsepdiridanmekanisme koping dalam aplikasi proses
keperawatan htm.
Albloushi, M. (2007). Coronary
www.stjoesannarbor.org
artery
Alkaisi, A. (2012). Coronary artery
www.intensivecare.hsnet.nsw.gov.au
bypass
bypass
graft.
graft.
Diunduh
dari
Diunduh
dari
Allred, K. D., Byers, J. F., & Sole, M. L. (2010). The effect of music on postoperative
pain and anxiety.Pain Management Nursing, 11, 15–25.
Basha, A. (2008). Klasifikasi penyakit jantung koroner. http://www.pjnhk.go.id
Berman, A., & Synder, S.J. (2012). Fundamental of nursing : Concepts, process, and
practice (9th ed). New Jersey : Pearson Education
Black, J.M., & Hawks, J.H. (2009). Medical surgical nursing : Clinical management
for positive outcomes (8th ed). Philadelphia : Saunders Elsevier
Bojar & Robert M. 2011. Manual of Perioperative Care in Adult Cardiac Surgery
Fifth Edition. UK: Willey Blackwell
Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., & Dochterman, J.M. (2008). Nursing interventions
classification (NIC) (5th ed). St. Louis, Missouri : Mosby Elsevier
Christensen, P. J., & Kenney, J. W. (2009). Proses keperawatan: aplikasi model
konseptual. (Yuyun Yuningsih & Yasmin Asih, Penerjemah). Jakarta: EGC
Corwin, E.J.2001.Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta:
EGC
Cunningham, D. A. (2002). Application of Roy’s adaptation model when caring for a
group of women coping with menopause. Journal of Community Health
Nursing, 19 (1), 49-60
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Doenges, M., Moorhouse. M.F., & Geissler. A .C. (2010). Nursing care plans,
guidelines for planning and documenting patient care. F. A. Philadelphia.
Pennsylvania.USA
Feriyawati, L. (2006). Coronary Artery Bypass Graft Menggunakan Arteri Mamari
Gallagher, R., & McKinley, S. (2009). Anxiety, depression and perceived control in
patients having coronary artery bypass. Journal of Advanced Nursing, 65 (11),
2386-2396
Hamm, C.W, et al. (2011). ESC Guidelines for the management of acute coronary
syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation.
European Heart Journal (2011) 32, 2999–3054
Holderson, A. (2000). Cardiac surgery : respiratory weaning protocol. Diunduh di
www.sh.isuhs.edu
Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2010). Medical surgical nursing :
Patientcentred collaborative care. (6th ed. Vol 2). St.Louis, Missouri :
Sunders Elsevier
Ji, Q, et al. (2012). Risk factors for ventilator dependency following coronary artery
bypass grafting. International journal of medical science 2012 (9): 306-310
Jo A Voss., Marion Good., Bernice Yates., Mara M. Baun., Austin Thomson &
Melody Hertzog (2004). Sedative music reduces anxiety and pain during chair
rest after open heart surgery. Pain 112 (2004) 197-203
Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RIKESDA). (2007). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Depkes RI.
152
Lilly, L.S. (2009). Pathophysiology of heart disease : a collaborative project of
medical students and family. Fourth Edition. Boston : Lippincott & Wilkins
Lewis, S. L., Heitkemper, M. M., Dirksen, S. R., O’Brien, P. G., & Bucher, L.
(2007). Medical surgical nursing: assessment and management of clinical
problems. 7th edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier.
Martin, C.G., & Turkelson, S.L. (2006). Nursing care of the patient undergoing
coronary artery bypass grafting. Journal of cardiology nursing, Vol 21 No 2,
pp 09-117
Masud, I.M. (2012). Dasar-dasar fisiologi kardiovaskuler. Jakarta : EGC
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, J.M., & Swanson, E. (2008). Nursing Outcome
Clasification (NOC). (4th ed). USA : Mosby Elsevier
Moser, D.K., & Riegel, B. (2008). Cardiac nursing : A companion braunwald’s heart
disease. Philadelphia : Saunders Elsevier
Mosterd, A., & Hoes, A, W (2007). Clinical epidemiology of heart failure. Heart
2007 September 93 (9) : 1137-1148
Mutaqqin Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Cardiovaskuler. Bandung: Alfabeta.
NANDA. (2012). Nursing diagonsis definitions & classification 2012 – 2014. Oxford
: Wiley Blackwell
Olivera, M.P.B, et al. (2012). Risk factors for low cardiac output syndrome after
coronary bypass grafting surgery. Rev Bras Cir Cardiovascular
2012;27(2):217
Orem, D.E. (2001). Nursing concepts of practice (6th ed). St. Louis, Missouri :
Mosby
Ozer Nadya., Zeynep Karaman., Sevban Arslan & Nezihat Gunes (2013). Effect of
Music on Postoperative Pain and Physiologic Parameters of Patients after
Open Heart Surgery. Pain management Nursing vol 14 No 1 (march) 2013:
pp 20-28
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005) Buku ajar fundamental keperawatan : Konsep,
proses dan praktik (Edisi 4, Vol 1). (Yasmin, dkk, Alih Bahasa). Jakarta :
EGC
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006) Buku ajar fundamental keperawatan : Konsep,
proses dan praktik (Edisi 4, Vol 2). (Yasmin, dkk, Alih Bahasa). Jakarta :
EGC
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit (Vol 2). (Peter Anugrah, Alih Bahasa). Jakarta : EGC
Rowlingson, J.C. (2009). Acute pain management. Revisted anasthesiology, 88, 595603
Roy, S.C. (2009). The Roy Adaptation Model. (3rd ed). New Jersey : Pearson
Education
Roy, S.C., & Andrews, H.A. (1999). The Roy Adaptation Model. Canada : Appleton
& Lange
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2010). Textbook of
medical surgical nursing. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins
Sudoyo, dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid III.
Jakarta : Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Sue E. Sendelbach., Margo A. Halm., Karen A. Doran., Elaine Hogan Miller &
Philippe Gaillard (2006). Effect of music therapy on physiological and
psychological outcomes for patients undergoing cardiac surgery. Journal of
Cardiovascular Nursing Vol 21, No 3, pp 194-200.
Suliswati. (2005). Konsep Dasar Kesehatan Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Thow, M.K. (2006). Exercise Leadership in Cardiac Rehabilitation. England :
JohnWiley & Sons Ltd
Tomey, A. M., & Alligood, M. R. (2010). Nursing theory and their work. (6th ed). St.
Louis , Missouri : Mosby Elsevier
Twiss, E., Seaver, J., & McCaffrey, R. (2006). The effect of music listening on older
adults undergoing cardiovascular surgery.Nursing in Critical Care, 11, 224–
231
Wang, H.L, & Keck, J.F,. (2004). Foot and Hand Massage As An Intervention For
Postoperative Pain. Pain Management Nursing, Volume 5 No 2 Juni 2004
Woods, S.L., Froelicher, E.S.S., & Moltzer, S.A. (2000). Cardiac Nursing (4th
ed).Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
Yahya, A.F. (2010). Menaklukkan Pembunuh No.1 : Mencegah dan mengatasi
penyakit jantung koroner secara tepat dan cepat. Bandung : PT. Mizan
Pustaka
Yorke, J., Wallis, M., & McLean, B. (2004). Patients’ perceptions of pain
management after cardiac surgery in an Australian critical care unit. Heart &
Lung Vol 33 No. 1
Zimmerman, L., Nieveen, J., Barnason, S., & Schmaderer, M. (1996). The effects of
music interventions on postoperative pain and sleep in coronary artery bypass
graft (CABG) patients. Scholarly Inquiry for Nursing Practice, 10, 153–174.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Lampiran 1
PENGKAJIAN KEPERAWATAN DENGAN PEDEKATAN TEORI ADAPTASI ROY
FORMAT PENGKAJIAN
Nama: ........................................................................
Umur: .....................tahun
Jenis Kelamin:
L
P
Pekerjaan : ...................................................
Alamat : ........................................................
No. RM : .....................................................
Pendidikan: .....................................................................
Tgl. MRS: .......... ........................................
Tgl. Pengkajian: ..........................................
Agama: .........................................................
Suku : .................. ........................................
Dx. Medis: ...................................................
Informan: .....................................................
RIWAYAT KESEHATAN
KeluhanUtama: …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Riwayat Kesehatan Sekarang: ………………………………..…………………………………………………………..………………………………
…………………………………………………………..…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………..…………………………………………………………………………………………………………
Riwayat Kesehatan Dahulu :
1. Penyakit :
Asma
2. Pola Hidup :
Merokok
3. Faktor Resiko :
Hipertensi
4. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Stroke
Olahraga
Diabetes melitus
Hipertensi
Gastritis
Makanan berlemak
Hiperkolesterolemia
Diabetes meliatus
Infeksi
Stress
Demam reumatik
Penyakit jantung
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
1. MODE ADAPTASI FISIOLOGI
A. OKSIGENASI
I.
PERILAKU
1.
Ventilasi
2.
3.
Respirasi
Pertukaran Gas
Ventilator : Mode : ........................
PEEP...........
Normal : Frekuensi ..... x/menit,
Sekret, Karakteristik : ……………….
Sesak napas
Krakles
Retraksi dada
Nafas cuping hidung
AGD (tgl : ...........)
pH : ................
HCO3 : ........... mEq/L
4.
Transpor Gas
5.
Pemeriksaaan Diagnostik
a. EKG ( Tanggal)
Irama nadi : reguler irreguler
Penjalaran nyeri :
Leher
Sianosis
Clubbing finger
Riwayat sinkope/ pusing
Normal
ETT no ................
Batuk
PaCO2 : ..........mmHg
Saturasi O2: ......... %
Anemis /pucat
Bunyi jantung :
wheezing
PaO2 : ............. mmHg
BE : ................
Nadi : .............. x/menit
Nyeri dada
rochi
FiO2 .............
TD : ........... mmHg
Lengan Kiri
Akral : hangat dingin
Punggung
Distensi vena jugularis
Abnormal, jelaskan …...........................
Irama : ................. frekuensi : ......... x/menit
Gel. P : ..................... PR interval : ...........
Komplek QRS : .........................
ST Segment : ............................
Gel T.........................
Axis : .........................
Interpretasi EKG :………………………………………………….
b.
Radiologi Thorak
(Tanggal)
Kesan………….……………………………………………………………………………………………..
c.
Echoardiografi
(Tanggal)
Kesan: ……………………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………………….
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
d.
Angiografi
(Tanggal)
Kesan: ……………………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………………….
e.
MSCT
(Tanggal)
Kesan: ……………………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………………….
f.
Treadmill
(Tanggal)
Kesan: ……………………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………………….
g.
Laboratorium
(Tanggal)
Hb:…………………....
Ht: ……………..……..
Leukosit: …....………..
Trombosit: …………..
MCV: ………………..
Enzym Jantung :
CK: …………..……….
CKMB: ……………….
Troponin T: …..………..
Troponin I: ……………
MCH: ………………..
Gol Darah: …………..
II. STIMULUS
Fokal: …………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………….
Kontekstual: ……………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………….
III. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Residual: ……………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………….
Penurunan Curah Jantung
Kerusakan Pertukaran Gas
Gangguan Perfusi Jaringan
Ketidak mampuan Nafas Spontan
Bersihan jalan nafas Inefektif
Pola Nafas Inefektif
B. NUTRISI
I.
PERILAKU
TB : .............. cm
BB : ......... Kg
Kebiasan Makan : ............ x/hari
teratur / tidak teratur
Lila : ......... cm
LP : ...........cm
Keluhan : ………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………….
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Porsi makanan yang dihabiskan : ............................................... Jenis Diet: ..................................
Pemakaian NGT :
GDS : ........ mg/dl
a.
Laboratorium
(Tanggal)
ya / tidak
Hb: ...........g/dl,
Globulin : ........ mg/dl
SGPT : .......... U/L,
Billirbun direk : .............. mg/dl,
II. STIMULUS
protein total : .............mg/dl
SGOT : .......... U/L,
albumin : ..... mg/dl
Bilirbun Total : ............. mg/dl
As.urat : .......... mg/dl
Fokal: …………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………….
Kontekstual: ……………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………….
Residual: ……………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………….
III.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Kerusakan menelan
ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan
Ketidakseimbangan nutrisi /: kurang dari kebutuhan
Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
C. ELEMINASI
I.
PERILAKU
Kebiasan BAB : ........... x/hari
Keluhan BAB :
Diare
Konstipasi
Distensi
Nnyeri tekan
Keluhan BAK :
Retensi
Inkontensi
Disuria
Hematuria
Pengunaan Obat : Laksaan : tidak / ya,
Penggunaan diuretik : tidak / ya
Persitaltik Usus : tidak ada / ada, ............x/menit
Selang drainese : Kateter urine: ada / tidak
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
II. STIMULUS
Fokal: …………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………….
Kontekstual: ……………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………….
Residual: ……………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………….
III. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Diare
Konstipasi
Inkontinesia bowel
Perubahan eliminasi urine
Retensi urine
Iinkontinesis urine
D. AKTIFITAS DAN
ISTIRAHAT
I.
PERILAKU
Kebiasan Tidur : Malam, ........ jam
Kesulitan tidur :
Tidak
Penggunaan alat bantu :
Siang, ........ jam
Ya : Jelaskan………………………..
Tidak
Keluhan : gerak terbatas
gips
Tidak
Tidak
Nyeri :
Nyeri sendi
Kelemahan :
Parese
Tingkat ketrgantungan aktifitas :
Kruk/tongkat
lainnya
Ya, dimana: .............................................
Kelainan bentuk ektremitas :
Nyeri otot
traksi
Ya dimana ......................................................
Paralisis
Mandiri
Kaku otot
Lemah otot
Bengkak sendi
Amputasi, di .............................................
Partial
Total
Jenis aktifitas yang perlu di bantu : ......................................................................
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
II. STIMULUS
Fokal: …………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………….
Kontekstual: ……………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………….
Residual: ……………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………….
III. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Hambatan mobilitas fisik
Gangguan pola tidur
Kelelahan
Resiko disuse syndrome
Risiko intoleransi aktivitas
Intoleransi aktivitas
Defisit perawat diri
E. PROTEKSI
I.
PERILAKU
a. Kulit
Luka, karakteristik ...............................................................................................
Inisial operasi, karakteristik ................................................................................
Drainese, karakterisktik .......................................................................................
Lainnya, ...............................................................................................................
Rambut dan kuku :
Bersih
Suhu : ........... 0C
kotor
Leuksit : ............ /ml (tgl........................................)
Membran Mukosa :
Kering
Respon Inflamasi :
kemerahan
Lembab
panas
tidak ada
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Alergi :
II. STIMULUS
tidak ada
ada, jenis .....................................................................
Fokal: …………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………….
Kontekstual: ……………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………….
Residual: ……………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………….
III.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Kerusakan integritas kulit
Hipertermi
Resiko Trauma
Resiko infeksi
Risiko cidera
Hipotermi
Iinfektif termoregulasi
F. SENSASI
I.
II.
Penglihatan :
TAK
Kacamata/lensa kontak
Pendengaran :
TAK
Alat bantu dengar
Katarak
Glaukoma
Buta : ka/ki
PERILAKU
STIMULUS
Tuli total, ka/ki
Tuli parsial, ka/ki
Fokal: …………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………….
Kontekstual: ……………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………….
Residual: ……………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………….
III.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
G. CAIRAN DAN
ELEKTROLIT
I. PERILAKU
Perubahan presepsi sensori visual
Minum : ............... cc/hari, jenis : ..................
Perubahan presepsi sensori auditori
infus : Tidak / Ya, jenis : 1) ........................., .........tts/mnt
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Turgor Kulit :
Mukosa Mulut :
Elastis
Kering
mata cekung : Tidak / Ya
Tidak elastis
Lembab
Pengisian kapiler : ............ detik
Edema : Tidak / Ya, asites : Tidak / Ya
JVP : ................ cmH2O
Lingkar perut : ............... cm
Output : urine ................... cc, muntah : ............... cc, darah : .............. cc
Hasil lab (tgl ...............) : Ht .........., Ur ........ mg/dl, Kr....... mg/dl, Na ....... mEq/L, K ....... mEq/L, CI.... mEq/L
Mg ........... mEg/L, Cl : .................. mEq/L, Ca : ........................ mEq/L
II. STIMULASI
Fokal: …………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………….
Kontekstual: ……………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………….
Residual: ……………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………….
III.DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Kelebihan volume cair
Defisit volume cairan
Resiko defisit volume cairan
Perubahan perfusi jaringan (renal, serebral, kardiopulmonal, gastrointestinal, perifer)
H. NEUROLOGI
I.
PERILAKU
Kesadaran : E.... M..... V........
Status Mental :
Kompos mentis
Letargi
Disorientasi
Gelisah
Terorianteasi
Ukuran / Reaksi Pupil : Kanan : ............ mm
II. STIMULUS
Stupor
Halusinasi
Koma
Kehilangan memori
Kiri : ............ mm
Fokal: …………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………….
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Kontekstual: ……………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………….
Residual: ……………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………….
III. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
I.ENDOKRIN
I. PERILAKU
II. STIMULUS
Perubahan perfusi serebral
Confuse
Riwayat DM : Tidak / Ya, sejak kapan ................
Gangguan memori
pembengkakan kelenjar : Tidak / Ya dimana ...............
Fokal: …………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………….
Kontekstual: ……………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………….
Residual: ……………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………….
III.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
PERILAKU
2.
STIMULUS
Keterlambatan tumbuh kembang
Risiko pertumbuhan disproporsional
2. MODE KONSEP DIRI
Sensasi tubuh :
..................................................................................................................................................................................................................
Citra Tubuh :
............................................................................................................................................................ ......................................................
Konsistensi diri :
...................................................................................................................................................................................... ............................
Ideal Diri :
.................................................................................................................................................................................................................
Moral Etik – Spritual Diri : .....................................................................................................................................................................
Fokal: …………………………………………………………………………………………………………………………………..
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
………………………………………………………………………………………………………………….
Kontekstual: ……………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………….
Residual: ……………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………….
3.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Kecemasan
Keputusasaan
Spiritual distres
Ketakutan
Resiko merusak diri
Koping tidak efektif
Harga diri rendah
Isolasi diri
3. MODE FUNGSI PERAN
1.
PERILAKU
Peran primer: ............................................................................................................... .............. ..................................................................
Peran sekunder: ............................................................................................................................................................. ...............................
Peran tertier: ..................................................................... ...................................................................................................... .....................
Pengharapan keluarga/orang terdekat: ............................................................................... .........................................................................
Pendapat bapak/ibu tentang pengharapan orang lain? .......................................................................... ......................................................
Harapan terhadap diri sendiri: ……………………………………………………………………………………………………………..
2.
STIMULUS
Fokal: ………………………………………………………………………………………………………………………..…………….
Kontekstual:
…………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Residual: ………………………………………………………………………………………………………………………………….
3.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Perubahan penampilan peran
Inefektif manajemen regimen terapi
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
4.
1.
PERILAKU
2.
STIMULUS
MODE INTERDEPENDENSI
Anggota keluarga: ............................................................................................................................................................. ........................
Orang yang paling dekat: ........................................................... alasan: ....................................................................................... ..........
Selain keluarga, sosialisasi dengan ................................................................ ..........................................................................................
Respon non verbal saat berinteraksi dengan orang lain: .......................................................................................................... ...............
Observasi perilaku memelihara kasih sayang, perhatian, bantuan: ................................................... ......................................................
Fokal: ………………………………………………………………………………………………………………………..…………….
Kontekstual:
…………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Residual: ………………………………………………………………………………………………………………………………….
3.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Hari/tanggal
Isolasi sosial
Resiko merusak diri / orang lain
Resiko kesendirian
Koping defensif
Nama Perawat
(
Tanda Tangan
)
(
)
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Lampiran 2
INTERVENSI KEPERAWATAN BERDASARKAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
No
Mode
Perilaku
Stimulus
Diagnosa
Keperawatan
NIC
NOC
Implementasi
Lampiran 5
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Lembar Observasi EBNP Terapi Musik
Kelompok
Hari 1 dan 2
Pasien Post Operasi
Sesi 1
Intervensi
Nyeri
SBP
DBP
Sesi 2
HR
RR
Sat O2
Nyeri
SBP
DBP
HR
Sesi 3
RR
Sat O2
Nyeri
SBP
DBP
HR
RR
Sebelum Terapi
Sat
O2
Musik
Sesudah Terapi
Musik
Kelompok
Hari 1 dan 2
Pasien Post Operasi
Sesi 1
Kontrol
Nyeri
SBP
DBP
Sesi 2
HR
RR
Sat O2
Nyeri
SBP
DBP
HR
Sesi 3
RR
Sebelum Observasi
Sat O2
Nyeri
SBP
DBP
HR
RR
Sat
O2
Sesudah Observasi
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Lampiran 6
SKALA NYERI
1
Tidak nyeri
2
3
4
5
6
7
Nyeri Sedang
8
9
10
Nyeri Berat
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Lampiran 3
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien
Umur
Diagnosa
No MR
Tanggal/Jam
:
:
:
:
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Tanda
Tangan
Lampiran 4
Lembar Observasi EBNP Terapi Musik
FORMAT DATA DEMOGRAFI
A. IDENTITAS
1. Identitas pasien
a. Nama
:
b. TTL
:
c. Jenis Kelamin
:
d. Status Perkawinan
:
e. No. RM
:
f. Pendidikan
:
g. Diagnosa Medis
:
h. Tindakan Operasi
:
i. Tanggal Operasi
:
j. Daerah Luka operasi
:
:
Daerah sternum
Tungkai kaki
Lengan bawah
k. Alat invasif yang terpasang
:
CVP
Arteri Line
Swan Ganz
IV Line
IABP
Drain Thorak
l. Daerah Nyeri yang paling dirasakan
:
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Lampiran 7
PROSEDUR TERAPI MUSIK
1. Responden dijelaskan tentang terapi musik
2. Terapi music dilakukan selama 30menit dalam keadaan pasien tenang,
dimulai dari hari pertama dan kedua pasien dirawat di ruang IWB (hari
pertama – ketiga post operasi) pada 1 – 4 jam setelah pasien diberi
analgetik sesuai criteria.
3. Pelaksanaan:
a. Sebelum memulai tindakan:
Perawat mencuci tangan
Perawat mendekati tempat tidur pasien, memperkenalkan diri dan
menjelaskan tentang tindakan serta tujuan dan kegunaannya
Minta persetujuan kepada pasien
Kaji data demografi pasien
Kaji dan catat waktu pemberian analgetik, obat narkotik lain dan
prosedur pembedahan CABG (berapa jumlah graft) dan katup
jantung.
b. Pelaksanaan
Perawat mencuci tangan
Perawat mengatur posisi pasien semi fowler
Perawat melakukan pengukuran irama jantung (heart rate/HR)
tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, frekwensi nafas dan
saturasi oksigen (bedside monitor)
Perawat mereview tentang skala nyeri dengan menggunakan
numerical rating scale (NRS) sebelum mulai pengumpulan data
Perawat menanyakan pasien apakah pernah menggunakan terapi
musik pada kondisi lain.
Pada saat akan memulai setiap sesi, pasien ditanyakan skala nyeri
yang dirasakan mulai dari nilai 0 sampai 10
Apabila pada saat memberikan terapi musik, perawat menawarkan
kepada pasien bebas memilih musik yang ingin didengar dari
koleksi musik yang ada di dalam MP3 player.
Perawat membantu pasien dalam mengaktifkan MP3 player dan
menjelaskan cara penggunaan MP3 player.
Perawat mengaktifkan waktu selama 30 menit
Selama 30 menit, pasien dimonitor perubahan parameter fisiologi
yang terlihat di bedside monitor.
Setelah 30 menit mendengarkan musik, dilakukan pengkajian skala
nyeri (0-10) yang dirasakan oleh pasien dan parameter fisiologi
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
(tekanan darah sistolik dan diastolik, frekwensi nadi dan nafas,
saturasi oksigen) yang terdapat pada bedside monitor.
Perawat melepaskan MP3 player dan earphone yang digunakan
selama terapi musik
Perawat mengatur posisi yang nyaman bagi pasien
Perawat mendokumentasikan respon nyeri dan parameter fisiologi
(tekanan darah sistolik dan diastolik, frekwensi nadi dan nafas,
saturasi oksigen) .
c. Setelah pelaksanaan
Jelaskan pada pasien bahwa tindakan selesai dilakukan
Membantu klien mengambil posisi nyaman setelah latihan
Perawat mencuci tangan
Prosedur selesai.
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Lampiran 9
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS GANGGUAN KARDIOVASKULER
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
No
Gambaran Kasus
Pengkajian Perilaku dan Stimulus
Tujuan , Intervensi, dan
Implementasi Keperawatan
Evaluasi
1
Nama pasien : Tn S, 46 tahun
Diagnosa Medis : UAP dd
STEMI TIMI 2/7
Tanggal Masuk RS : 27
September 2013
Tanggal Pengkajian : 28
September2013
Ruang Perawatan : GP
Riwayat Penyakit :
Pasien masuk dengan keluhan
nyeri dada sejak 3 jam yang lalu
sebelum masuk RS nyeri
dirasakan seperti tertimpa beban
berat dengan skala 7/10, durasi >
30 menit, hilang timbul dan
tidak menjalar.
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi dan Sirkulasi : Pasien mengatakan
“dada masih terasa berat , skala nyeri 2/10”,
pasien juga mengatakan. Pemeriksaan fisik
didapatkan bunyi jantung S1 dan S2 normal,
murmur dan gallop (-), bunyi nafas ronkhi +/+
basah dan halus, whezing -/-. HR : 74 x/mnt, TD
112/68, EKG : SR, Q wave II, III, aVF, ST
depresi V3-V6. Rontgen : CTR 56%, Segmen
aorta dilatasi, segmen PO normal, pinggang
jantung (+), apex downward, kongestif (-),
infiltrat (-). Lab : CKMB 39, Trop T 1.06, LDL
165 mg/dl, As. Ur 5.2 mg/dl.
Nutrisi : pasien mengatakan “nafsu makan
turun”. BB = 65 Kg, TB 161 cm, diet yang
diberikan tidak habis , GDS 125 gr/dl.
Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan
“dadanya masih terasa berat”, pasien masih
dianjurkan untuk bedrest dengan aktifitas
minimal. Pasien terlihat masih banyak berbaring
di tempat tidur. pasien mengatakan cepat cape
kalu berjalan.
Konsep Diri :pasien mengatakan “ baru
pertama kali kena penyakit jantung, takut kalau
penyakitnya mengganggu pekerjaan “, pasien
banyak bertanya tentang penyakit yang diderita.
Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri 2) Resiko penurunan curah
jantung 3) Resiko gangguan pemenuhan
nutrisi 4) Intoleransi aktivitas 5)
Kecemasan
Tujuan :
1.Nyeri berkurang 2. Perfusi Jaringan :
Jantung 3. Pompa Jantung Efektif 4.
Status Nutrisi : Intake Nutrisi 5.
Aktivitas Toleran 6. Kontrol Cemas 7.
Pengetahuan : Manajemen Penyakit
Jantung
Intervensi dan Implementasi
Keperawatan :
1) Manajemen Nyeri 2) Perawatan
Jantung : Akut 3) Manajemen Mual 4)
Manajemen Energi 5) Peningkatan
Latihan 6) Pengurangan Cemas 7)
Pendidikan Kesehatan 8) Manajemen
Obat-obatan : Aspilet 1 x 80 mg,
Bisoprolol 1 x 12,5 mg, Lovenox2 x 0.6
cc, mg, Plaviks 1 x 75 mg, Simvastatin 1
x 20 mg, Lasix 1 x 40 mg, Laxadine 1 x
1 ch, Captopril 3 x 6.25 mg, Diazepam
1 x 5 mg, O2 3 lpm, Diet DJ 1800Kkal.
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 4 x 24
jam pasien dapat beradaptasi
secara integrasi terhadap
nyeri, resiko penurunan curah
jantung, gangguan pemenuhan
nutrisi, aktivitas, dan terjadi
penurunan kecemasan
selanjutnya menjalani
perawatan di rumah.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan miokard.
Stimulus konstektual : adanya faktor resiko
DM (+) yang lalu, dispilidemia (+), merokok
(+) selama 15 tahun
Stimulus residual : jarang olahraga, tuntutan
pekerjaan yang tinggi
2
Nama pasien : Tn AR, 69 tahun
Diagnosa Medis : Akut STEMI
anterior omset 10 jam TIMI
9/14
Tanggal Masuk RS : 30 April
2014
Tanggal Pengkajian : 30 April
2014
Ruang Perawatan : IGD
Riwayat penyakit : nyeri dada
sejak 8 jam sebelum masuk
rumah sakit, nyeri dada seperti
ditusuk-tusuk, tidak menjalar,
timbul saat istirahat, , keringat
dingin, mual.
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi dan Sirkulasi : Nyeri dada pasien
masih terasa dengan skala nyeri 7/10.
Pemeriksaan fisik didapatkan bunyi jantung S1
dan S2 normal, murmur dan gallop (-), bunyi
nafas ronkhi -/-, whezing +/+, JVP 5+2cmH2O.
EKG : ST, QRS 98 x/mnt, QRS LAD, P wave
normal, PR int 0,72”, QR 0,06”, ST elevasi V1V4. CTR 51%, Segmen aorta dilatasi, segmen
PO normal, pinggang jantung (+), apex
downward, kongestif (-), infiltrat (-).
Lab : CKMB 68, Trop T 0,10.
Nutrisi : pasien dipuasakan untuk persiapan
Early PCI BB = 58 Kg, TB 155 cm, GDS 120
gr/dl. Aktivitas dan Istirahat : pasien
mengatakan “lemas , cape dan sesak nafas”
Konsep Diri : pasien mengatakan “ cemas
karena harus dipasang cincin dan dirawat”.
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan miokard.
Stimulus konstektual : hipertensi lama,
merokok
jantung. Stimulus residual : makan makanan
yang berlemak, jarang kontrol penyakit
Diagnosa Keperawatan
1.Nyeri 2.Resiko penurunan curah
jantung 3. Intoleransi aktivitas
4.Kecemasan
Tujuan :
1. Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan
: Jantung 3. Pompa Jantung Efektiif 4.
Aktivitas Toleransi 5. Kontrol Cemas 6.
Pengetahuan : Manajemen Penyakit
Jantung
Intervensi dan Implementasi
Keperawatan :
1.Manajemen Nyeri 2. Perawatan
Jantung : Akut 3. Manajemen Nyeri 4.
Peningkatan Aktivitas 5. Pengurangan
Cemas 6. Pendidikan Kesehatan 7.
Manajemen Obat-obatan : Loading
Aspilet 1 x 160 mg, Plavix 1x300mg
ISDN 3 x 5, Atorstatin 1 x 20 mg,
Aprazolam 1 x 0,5mg, Captopril 3x6.25
O2 5 lpm,
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 1 x 2 jam
pasien dapat beradaptasi
secara integrasi terhadap
nyeri, resiko penurunan curah
jantung, dan kecemasan.
Pasien dilakukan tindakan
Early PCI. Pindah rawatan ke
ruang perawatan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
3
Tanggal Masuk RS : 1 Mei
2014
Tanggal Pengkajian : 1 Mei
2014
Ruang Perawatan : IGD
Nama pasien : Tn HA, 73 tahun
Diagnosa Medis : Akut STEMI
anterolateral omset 11 jam
TIMI 7/14
Riwayat penyakit : nyeri dada
sejak 11 jam sebelum masuk
rumah sakit, nyeri dada seperti
ditusuk-tusuk, menjalar ke
lengan kiri, timbul saat istirahat,
, keringat dingin, mual, sesak
nafas.
4
Nama pasien : Tn. S, 55 tahun
Diagnosa Medis : Akut STEMI
Inferior Reinfark
Tanggal Masuk RS : 12
Desember 2013
Tanggal Pengkajian : 12
Desember 2013
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi dan Sirkulasi : Nyeri dada pasien
masih terasa dengan skala nyeri 8/10.
Pemeriksaan fisik didapatkan bunyi jantung S1
dan S2 normal, murmur dan gallop (-), bunyi
nafas ronkhi -/-, whezing +/+, JVP 5+2cmH2O.
EKG : ST, QRS 98 x/mnt, QRS LAD, P wave
normal, PR int 0,72”, QR 0,06”, ST elevasi I,
aVL, V1-V6. CTR 59%, Segmen aorta dilatasi,
segmen PO normal, pinggang jantung (+), apex
downward, kongestif (-), infiltrat (-).
Lab : CKMB 87, Trop T 0,08.
Nutrisi : pasien dipuasakan untuk persiapan
Early PCI BB = 73Kg, TB 173 cm, GDS 145
gr/dl. Aktivitas dan Istirahat : pasien
mengatakan “ sesak nafas, letih dan pusing”
Konsep Diri : pasien mengatakan “ cemas
karena akan dilakukan pemasanagn cincin dan
dirawat”.
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan miokard.
Stimulus konstektual : hipertensi lama,
merokok, dislipidemia
jantung. Stimulus residual : makan makanan
yang berlemak, jarang kontrol penyakit
Diagnosa Keperawatan
1.Nyeri 2.Resiko penurunan curah
jantung 3. Intoleransi aktivitas
4.Kecemasan
Tujuan :
1. Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan
: Jantung 3. Pompa Jantung Efektiif 4.
Aktivitas Toleransi 5. Kontrol Cemas 6.
Pengetahuan : Manajemen Penyakit
Jantung
Intervensi dan Implementasi
Keperawatan :
1.Manajemen Nyeri 2. Perawatan
Jantung : Akut 3. Manajemen Nyeri 4.
Peningkatan Aktivitas 5. Pengurangan
Cemas 6. Pendidikan Kesehatan 7.
Manajemen Obat-obatan : Loading
Aspilet 1 x 160 mg, Plavix 1x300mg
ISDN 3 x 5, Atorstatin 1 x 20 mg,
Aprazolam 1 x 0,5mg, Captopril 3x6.25
O2 5 lpm,
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 1 x 2 jam
pasien dapat beradaptasi
secara integrasi terhadap
nyeri, resiko penurunan curah
jantung, dan kecemasan.
Pasien dilakukan tindakan
Early PCI. Pindah rawatan ke
ruang perawatan
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi dan Sirkulasi : dada terasa berat
Nyeri dada dengan skala 3. Pemeriksaan fisik
didapatkan bunyi jantung S1 dan S2 normal,
murmur dan gallop (-), bunyi nafas ronkhi -/-,
whezing +/+, JVP 5+2cmH2O. EKG : ST, QRS
98 x/mnt, QRS LAD, P wave normal, PR int
Diagnosa Keperawatan
1.Nyeri 2.Resiko penurunan curah
jantung 3. Intoleransi aktivitas
4.Kecemasan
Tujuan :
1. Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan
: Jantung 3. Pompa Jantung Efektiif 4.
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 1 x 5 jam
pasien dapat beradaptasi
secara integrasi terhadap
nyeri, resiko penurunan curah
jantung, dan kecemasan.
Pindah rawatan ke ruang
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
5
Ruang Perawatan : IGD
Riwayat penyakit : Dada terasa
berat, menyesak, sesak nafas,
keringat dingin sejak 30 menit
seblm masuk RS, nyeri sudah
dirasakan sjak 8 jam seblum
masuk RS. Riwayat nyeri dada
terakhir bulan November 2013.
Herediter(+), Hipertensi (+)
0,72”, QR 0,06”, ST elevasi II, III, aVF. CTR
54%, Segmen aorta dilatasi, segmen PO normal,
pinggang jantung (+), apex downward, kongestif
(-), infiltrat (-).
Lab : CKMB 47, Trop T 0,07. TD 184/96, HR
98x/I, RR 24x/I, SpO2 100%.
Nutrisi : pasien tidak menghabiskan diit yang
diberikan, BB = 62Kg, TB 163 cm, GDS
120gr/dl. Aktivitas dan Istirahat : pasien
mengatakan “ sesak nafas, letih dan pusing”
Konsep Diri : pasien mengatakan “ cemas harus
dirawat karena baru satu bulan yang lalu keluar
dari rawatan RS”.
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan miokard.
Stimulus konstektual : hipertensi lama,
merokok, dislipidemia
jantung. Stimulus residual : makan makanan
yang berlemak, jarang kontrol penyakit, aktifitas
kurang
Aktivitas Toleransi 5. Kontrol Cemas 6.
Pengetahuan : Manajemen Penyakit
Jantung
Intervensi dan Implementasi
Keperawatan :
1.Manajemen Nyeri 2. Perawatan
Jantung : Akut 3. Manajemen Nyeri 4.
Peningkatan Aktivitas 5. Pengurangan
Cemas 6. Pendidikan Kesehatan 7.
Manajemen Obat-obatan : Manajemen
Obat-obatan: Aspilet 80 mg, lovenox 1 x
0,6 mg, plaviks 75mg, Simvastatin 1 x
20 mg, Lasix 1 x 20 mg, Laxadine 1 x 1
ch, Ramipril 1 x 2.5 mg, Diazepam 1 x 5
mg, Spironolactone 1 x 25 mg, O2 5 lpm,
perawatan ICVCU
Nama pasien : Tn. AS 54 tahun
Diagnosa Medis : Akut STEMI
Tanggal Masuk RS : 7 Mei
2014
Tanggal Pengkajian : 7 Mei
2014
Ruang Perawatan : IGD
Riwayat penyakit : Dada terasa
sakit menusuk dan berat
menjalar ke lengan kiri dan
punggung, menyesak, sesak
nafas, keringat dingin sejak 2
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi dan Sirkulasi : dada terasa berat
Nyeri dada dengan skala 7, nyeri ini baru
pertama dirasakan pasien, sesak nafas, bunyi
jantung S1 dan S2 normal, murmur dan gallop (), bunyi nafas ronkhi -/-, whezing -/-. TD 136/79
mmHg, RR 24 x/mnt, HR 75x/mnt. EKG : SR,
QRS rate 55x/mnt, axis normal, P wave normal,
P int normal, QRS normal, ST elevasi V1-V4, Q
V2- V4. Lab : CKMB 26, Hs Trop T 73.
Diagnosa Keperawatan
1.Nyeri 2.Resiko penurunan curah
jantung 3. Intoleransi aktivitas
4.Kecemasan
Tujuan :
1. Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan
: Jantung 3. Pompa Jantung Efektiif 4.
Aktivitas Toleransi 5. Kontrol Cemas 6.
Pengetahuan : Manajemen Penyakit
Jantung
Intervensi dan Implementasi
Keperawatan :
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 1 x 5 jam
pasien dapat beradaptasi
secara integrasi terhadap
nyeri, resiko penurunan curah
jantung, dan kecemasan.
Pasien menolak dilakukan
PCI, dilakukan rawatan ke
ruang perawatan ICVCU
Nutrisi : pasien puasa , disiapkan untuk PCI, BB
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
6
jam Herediter(+), Hipertensi (+)
= 66Kg, TB 168 cm, GDS 130gr/dl.
Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “
sesak nafas, letih dan pusing”
Konsep Diri : pasien mengatakan “cemas, dan
tidak ingin dilakukan tindakan PCI”.
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan miokard.
Stimulus konstektual : hipertensi lama,
merokok, dislipidemia
jantung. Stimulus residual : makan makanan
yang berlemak, aktifitas kurang
Nama pasien : Ny. J 46 tahun
Diagnosa Medis : Akut
NSTEMI + ADHF
Tanggal Masuk RS : 2 Mei
2014
Tanggal Pengkajian : 2 Mei
2014
Ruang Perawatan : IGD
Riwayat penyakit : Dada terasa
berat , nyeri ulu hati menjalar k
eke belakang punggung. sesak
nafas, Herediter(+), Hipertensi
(+)
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi dan Sirkulasi : dada terasa berat
, sesak nafas, bunyi jantung S1 dan S2 normal,
murmur dan gallop (-), bunyi nafas ronkhi -/-,
whezing -/-. TD 166/89 mmHg, RR 25 x/mnt,
HR 65x/mnt. EKG : SR, QRS rate 60x/mnt, axis
normal, P wave normal, P int normal, QRS
normal, T inverse II,III, aVL
Nutrisi : pasien tidak menghabiskan diet yang
diberikan, merasa perut sebah dan kembung. BB
56Kg, TB 157 cm, GDS 120gr/dl.
Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “
sesak nafas, letih dan pusing”
Konsep Diri : pasien mengatakan “cemas, dan
dan minta dirawat jalan”.
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan miokard.
Stimulus konstektual : hipertensi, dislipidemia
Stimulus residual : makan makanan yang
berlemak, aktifitas kurang
1.Manajemen Nyeri 2. Perawatan
Jantung : Akut 3. Manajemen Nyeri 4.
Peningkatan Aktivitas 5. Pengurangan
Cemas 6. Pendidikan Kesehatan 7.
Manajemen Obat-obatan :
Loading Aspilet 180mg, Plavix 300mg,
nitrat 5 mg.
terapi lanjut diruangan: Aspilet 80 mg,
lovenox 1 x 0,6 mg, plaviks 75mg,
Simvastatin 1 x 20 mg, Lasix 1 x 20 mg,
Laxadine 1 x 1 ch, Ramipril 1 x 2.5 mg,
Diazepam 1 x 5 mg, Spironolactone 1 x
25 mg, O2 5 lpm
Diagnosa Keperawatan
1.Nyeri 2.Resiko penurunan curah
jantung 3. Intoleransi aktivitas
4.Kecemasan
Tujuan :
1. Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan
: Jantung 3. Pompa Jantung Efektiif 4.
Aktivitas Toleransi 5. Kontrol Cemas 6.
Pengetahuan : Manajemen Penyakit
Jantung
Intervensi dan Implementasi
Keperawatan :
1.Manajemen Nyeri 2. Perawatan
Jantung : Akut 3. Manajemen Nyeri 4.
Peningkatan Aktivitas 5. Pengurangan
Cemas 6. Pendidikan Kesehatan 7.
Manajemen Obat-obatan :
Aspilet 1 x 80 mg, Plavix 1 x 75 mg,
ISDN 3 x 5mg, Diazepam 1 x 5 mg,
Lasix 1 x 2tab,
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 1 x 4 jam
pasien dapat beradaptasi
secara integrasi terhadap
nyeri, resiko penurunan curah
jantung, dan kecemasan.
Pasien pulang.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
7
Nama pasien : Tn. SAA 58
tahun
Diagnosa Medis : Acute
Anterior STEMI
Tanggal Masuk RS : 2 Mei
2014
Tanggal Pengkajian : 2 Mei
2014
Ruang Perawatan : IGD
Riwayat penyakit : Nyeri dada
timbul 1 hari sebelum masuk
rumah sakit, nyeri dada muncul
saat pasien sedang makan siang,
terasa panas dalam dada, tidak
dapat dilokalisir, keringat
dingin, mual-mual, tidak
muntah.
Pengkajian Perilaku
Oksigenasi dan Sirkulasi : keluhan pasien
nyeri dada dengan skala nyeri 6/10. Tidak
sesak nafas, bunyi jantung S1 dan S2 normal,
murmur dan gallop (-), bunyi nafas ronkhi -/-,
whezing -/-. TD 126/85 mmHg, RR 23 x/mnt,
HR 55x/mnt. EKG : SR, QRS rate 55x/mnt, axis
normal, P wave normal, P int normal, QRS
normal, ST elevasi V1-V4, Q V2- V4. Lab :
CKMB 17, Hs Trop T 11. Konsep Diri : pasien
mengatakan “ saya takut dan cemas dengan
penyakit jantung yang diderita”.
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan miokard. Stimulus konstektual :
adanya faktor resiko DM (+) dispilidemia (+),
merokok (+), herediter (+).
Stimulus residual : masih merokok sekalisekali.
Diagnosa Keperawatan:
1.Nyeri 2. Resiko penurunan curah
jantung 3. Kecemasan
Tujuan :
1.Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan
: Jantung 3.Pompa Jantung Efektif 4.
Kontrol Cemas 5. Pengetahuan :
Manajemen Penyakit jantung.
Intervensi dan Implementasi
Keperawatan :
1. Manajemen Nyeri 2.Perawatan
Jantung : akut 3. Pengurangan Nyeri
4.Pendidikan Kesehatan 5.Manajemen
Obat-obatan : Simvastatin 1 x 20 mg,
Diazepam 1 x 5 mg, ISDN 3 x 5 mg,
Laxadine 2 x 1 cth, Lovenox 2x0.6cc,
aspilet 1x80mg, Plavix 1x75mg
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 3 jam
pasien beradaptasi secara
kompromi dengan masalah
keperawatan, pasien di bawa
dirawat di ruang ICVCU.
8
Nama pasien : Tn. P 56 tahun
Diagnosa Medis : Acute
Anterior Extensive STEMI late
onset TIMI 7/14 Killip III dg
IVS Rupture, ALO berulang,
DM Type II
Tanggal Masuk RS : 7 Maret
2014
Tanggal Pengkajian : 7 Maret
2014
Ruang Perawatan : ICVCU
Riwayat penyakit : Pasien
rujukan RS Tarakan dengan
keluhan Nyeri dada timbul 20
Pengkajian Perilaku
Oksigenasi dan Sirkulasi : keluhan pasien
nyeri dada dengan skala nyeri 9/10. sesak
nafas, bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur
dan gallop (-), bunyi nafas ronkhi +/+, whezing
+/+. TD 89/54 mmHg, RR 40 x/mnt,
HR 129x/mnt. Terpasang ventilator. EKG : ST,
QRS rate 120x/mnt, axis RAD, P wave normal,
P int normal, QRS normal, ST elevasi V2-V5.
EF 35%
Nutrisi : puasa
1. Konsep Diri : pasien mengatakan “ saya takut
dan cemas dengan penyakit jantung yang
diderita”.
Diagnosa Keperawatan:
1.Nyeri 2. Resiko penurunan curah
jantung 3. Kecemasan 4. Gangguan
nutrisi 5. Kurang pengetahuan 6. Infeksi
Tujuan :
1.Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan
: Jantung 3.Pompa Jantung Efektif 4.
Kontrol Cemas 5. Pengetahuan :
Manajemen Penyakit jantung.
Intervensi dan Implementasi
Keperawatan :
1. Manajemen Nyeri 2.Perawatan
Jantung : akut 3. Pengurangan Nyeri
4.Pendidikan Kesehatan 5.Manajemen
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 5x24 jam
pasien beradaptasi secara
kompromi dengan masalah
keperawatan, pasien
dilakukan operasi pasien
dipindahkan ke OK dan
Rawat lanjut ICU.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
hari sebelum masuk rumah
sakit, nyeri makin berat, tibatiba nyeri dada terasa sangat
berat >30 menit, keringat
dingin, mual -, muntah -
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan miokard. Stimulus konstektual :
adanya faktor resiko DM (+) dispilidemia (+),
merokok (+), herediter (+).
Stimulus residual : aktif merokok.
Obat-obatan : Dobutamin 10iu/KgBB/I,
Vascon 0.05 iu/mg, Lasix 20mg, aspilet
1x80, CPG 1x75mg, ISDN 3x5 mg,
Captopril 3x12.5mg, Aspar K 3x1,
Meropenem 3x1, Digoxin 1x1/2 tablet
9
Nama pasien : Tn. AMJ 65
tahun
Diagnosa Medis : STEMI
inferior akut onset 2 jam TIMI
6/14 Killip II tanpa
revaskularisasi
Tanggal Masuk RS : 10 Maret
2014
Tanggal Pengkajian : 10 Maret
2014
Ruang Perawatan : ICVCU
Riwayat penyakit : Nyeri dada
timbul 2 hari sebelum masuk
rumah sakit, nyeri makin berat,
tembus punggung, keringat
dingin, mual +, muntah -, sesak
nafas, pernah PCI thn 2005
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi dan Sirkulasi : dada terasa berat
Nyeri dada dengan skala 7, sesak nafas, bunyi
jantung S1 dan S2 normal, murmur dan gallop (), bunyi nafas ronkhi -/-, whezing -/-. TD 136/79
mmHg, RR 24 x/mnt, HR 75x/mnt. EKG : SR,
QRS rate 55x/mnt, axis normal, P wave normal,
P int normal, QRS normal, ST elevasi III, V1,
ST depresi I, II, aVF, V3-V6. Lab : CKMB 26,
Hs Trop T 73.
Nutrisi : Nafsu makan menurun, Diit TC
1800cc/24 jam BB = 66Kg, TB 168 cm, GDS
2180gr/dl.
Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “
sesak nafas, letih dan pusing”
Konsep Diri : pasien mengatakan “cemas, dan
tidak ingin dilakukan tindakan PCI kembali”.
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan miokard.
Stimulus konstektual : hipertensi lama,
merokok, dislipidemia
jantung. Stimulus residual : makan makanan
yang berlemak, aktifitas kurang
Diagnosa Keperawatan:
1.Nyeri 2. Resiko penurunan curah
jantung 3. Kecemasan 4. Gangguan
nutrisi 5. Kurang pengetahuan
Tujuan :
1.Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan
: Jantung 3.Pompa Jantung Efektif 4.
Kontrol Cemas 5. Pengetahuan :
Manajemen Penyakit jantung.
Intervensi dan Implementasi
Keperawatan :
1. Manajemen Nyeri 2.Perawatan
Jantung : akut 3. Pengurangan Nyeri
4.Pendidikan Kesehatan 5.Manajemen
Obat-obatan : NTG 5 iu/I, RI 1iu/jam,
NaCl 0.9% +KCl 12.5 meq (1 kolf/24
jam). Ascardia 1x80, plavix 1x75mg,
simvastatin 1x20mg, Laxadin 1 x CI,
Diazepam 1x5mg, ISDN 3x10 mg,
Amlodipin 1x5mg, LOvenox 2x0.6 cc,
Allupurinol 1x100mg
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
pasien beradaptasi secara
kompromi dengan masalah
keperawatan, pasien
dilakukan COR angigrafi
dinyatakan tidak perlu pasang
sten dan pindah rawat ke GP.
10
Nama pasien : Tn. A 47 tahun
Pengkajian Perilaku :Oksigenasi dan
Diagnosa Keperawatan:
Setelah diberikan tindakan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
11
Diagnosa Medis : Recent MI
anterior EF 20Tanggal Masuk
RS : 11 Maret 2014
Tanggal Pengkajian : 12 Maret
2014
Ruang Perawatan : ICVCU
Riwayat penyakit : Nyeri dada
timbul 2 hari sebelum masuk
rumah sakit, sesak nafas,
keringat dingin, dada terasa
berat
Sirkulasi : dada terasa berat Nyeri dada dengan
skala 4, sesak nafas, bunyi jantung S1 dan S2
normal, murmur dan gallop (-), bunyi nafas
ronkhi -/-, whezing -/-. TD 136/79 mmHg, RR
24 x/mnt, HR 75x/mnt. EKG : ST, QRS rate
55x/mnt, axis normal, P wave normal, P int
normal, QRS normal, ST elevasi aVL, V2-V5 ,
ST depresi I, II, aVF, V3-V6. Nutrisi : Nafsu
makan menurun, BB = 66Kg, TB 168 cm, GDS
130gr/dl. Aktivitas dan Istirahat : pasien
mengatakan “ sesak nafas, letih dan pusing”
Cairan dan elektrolit: terpasang Dower catheter
Konsep Diri : pasien mengatakan “cemas akan
kondisi penyakitnya”.
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan miokard.
Stimulus konstektual : hipertensi lama,
merokok, dislipidemia
jantung. Stimulus residual : makan makanan
yang berlemak, aktifitas kurang
1.Nyeri 2. Resiko penurunan curah
jantung 3. Kecemasan 4. Gangguan
nutrisi 5. Kurang pengetahuan
Tujuan :
1.Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan
: Jantung 3.Pompa Jantung Efektif 4.
Kontrol Cemas 5. Pengetahuan :
Manajemen Penyakit jantung.
Intervensi dan Implementasi
Keperawatan :
1. Manajemen Nyeri 2.Perawatan
Jantung : akut 3. Pengurangan Nyeri
4.Pendidikan Kesehatan 5.Manajemen
Obat-obatan : NaCl 0.9% (1 kolf/24
jam). Ascardia 1x80, plavix 1x75mg,
simvastatin 1x20mg, Laxadin 1 x CI,
Diazepam 1x5mg, ISDN 3x10 mg,
Amlodipin 1x5mg, Lovenox 2x0.6 cc,
keperawatan selama 4x24 jam
pasien beradaptasi secara
kompromi dengan masalah
keperawatan pindah rawat ke
GP.
Nama pasien : Ny. Z 64 tahun
Diagnosa Medis : ACS NSTEMI
dengan ALO, DM, CKD
Tanggal Masuk RS : 10 Maret
2014
Tanggal Pengkajian : 13 Maret
2014
Ruang Perawatan : ICVCU
Riwayat penyakit : sesak nafas
makinlama makin berat sjk 8
jam sblm masuk RS, dada terasa
berat, berdebar-debar, keringat
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi dan Sirkulasi : dada terasa berat
Nyeri dada dengan skala 2, sesak nafas, bunyi
jantung S1 dan S2 normal, murmur dan gallop (), bunyi nafas ronkhi -/-, whezing +/+. TD
136/79 mmHg, RR 24 x/mnt, HR 75x/mnt. EKG
: ST, QRS rate 55x/mnt, axis normal, P wave
normal, P int normal, QRS normal, ST depresi I,
V2-V6. Nutrisi : Nafsu makan menurun, BB =
56Kg, TB 158 cm, GDS 198gr/dl.
Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “
sesak nafas, letih dan pusing”
Diagnosa Keperawatan:
1.Nyeri 2. Resiko penurunan curah
jantung 3. Kecemasan 4. Gangguan
nutrisi 5. Kurang pengetahuan
Tujuan :
1.Pengurangan Nyeri 2. Perfusi Jaringan
: Jantung 3.Pompa Jantung Efektif 4.
Kontrol Cemas 5. Pengetahuan :
Manajemen Penyakit jantung.
Intervensi dan Implementasi
Keperawatan :
1. Manajemen Nyeri 2.Perawatan
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 5x24 jam
pasien beradaptasi secara
kompromi dengan masalah
keperawatan pindah rawat ke
GP.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
12
dingin
Cairan dan elektrolit: terpasang Dower
catheter, Cr 6.7, BUN 33, Ur 71.
Konsep Diri : pasien mengatakan “cemas akan
kondisi penyakitnya”.
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan miokard.
Stimulus konstektual : hipertensi lama, DM
dislipidemia, menopause
jantung. Stimulus residual : makan makanan
yang berlemak
Jantung : akut 3. Pengurangan Nyeri
4.Pendidikan Kesehatan 5.Manajemen
Obat-obatan : aspilet 1x80mg, Plavix
1x75mg, Simvastatin 1x20mg,
Diazepam 1x5mg, Laxadin1xCI,
Captopril 1x50mg, Amlodipin 1x10mg,
Lantus 1x8iu, Ceftriaxone 1x2gr,
Nama pasien : Nn. N 20 tahun
Diagnosa Medis : TR Severe,
MR Severe
Tanggal Masuk RS : 24
September 2013
Tanggal Pengkajian : 25
September 2013
Ruang Perawatan : GP
Riwayat penyakit : sesak nafas
, muntah+, mudah lelah, pusing,
nafsu makan menurun
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi dan Sirkulasi :Sesak nafas, bunyi
jantung S1 dan S2 normal, PSM 3/6 apex,
Gallop (-), bunyi nafas ronkhi -/-, whezing -/-.
TD 106/82 mmHg, RR 24 x/mnt, HR 75x/mnt.
EKG : ST, QRS rate 55x/mnt, axis normal, P
wave normal, P int normal, QRS normal, ST
depresi I, V2-V6. Uji latihan jantung: K.Mitral
Fail AML, vegetasi besar dan mobile di AML.
MR sever, sistolik reversal +, TR svere,
Nutrisi : Nafsu makan menurun, BB = 37.4Kg,
TB 156 cm, Diit DJ II 1200Kkal/24 jam, intake
oral 1000cc/24 jam
Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “
sesak nafas, letih dan pusing”
Cairan dan elektrolit: Hb 12.5, Leuko 9530,
HT 39
Konsep Diri : pasien mengatakan “cemas akan
kondisi penyakitnya”.
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan miokard.
Diagnosa Keperawatan:
1 Resiko penurunan curah jantung 2.
Kecemasan 3. Gangguan nutrisi 4.
Kurang pengetahuan
Tujuan :
1. Perfusi Jaringan : Jantung 2.Pompa
Jantung Efektif 3. Kontrol Cemas 4.
Pengetahuan : Manajemen Penyakit
jantung, 5. Nutrisi terpenuhi
Intervensi dan Implementasi
Keperawatan :
1. Manajemen Nyeri 2.Perawatan
Jantung : akut 3. Pengurangan Nyeri
4.Pendidikan Kesehatan 5.Manajemen
Obat-obatan : Caotopril 3x6.25mg,
Dormer 3x20mg, Lasix 1x1 amp,
Ceftriaxone 1x2gr, Gentamicin 2x60mg,
KSR 3x1, Antacid 3xCI
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
pasien beradaptasi secara
kompromi dengan masalah
keperawatan pasien
dipulangkan untuk
direncanakan tindakan
operasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Stimulus konstektual :
Stimulus residual :
13
Nama pasien : Ny. CZ 46 tahun
Diagnosa Medis : AR ModeratSevere, MR Mild-moderat
Tanggal Masuk RS : 24
September 2013
Tanggal Pengkajian : 25
September 2013
Ruang Perawatan : GP
Riwayat penyakit : sesak nafas
, muntah+, mudah lelah, pusing,
nafsu makan menurun
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi dan Sirkulasi :Sesak nafas, bunyi
jantung S1 dan S2 normal, Gallop (-), bunyi
nafas ronkhi -/-, whezing -/-. TD 106/82 mmHg,
RR 24 x/mnt, HR 75x/mnt. EKG : ST, QRS rate
55x/mnt, axis normal, P wave normal, P int
normal, QRS normal, ST depresi I, V2-V6.
Nutrisi : Nafsu makan menurun, BB = 46.4Kg,
TB 158 cm,
Aktivitas dan Istirahat : pasien mengatakan “
sesak nafas, letih dan pusing”
Cairan dan elektrolit: Hb 12.5, Leuko 9530,
HT 39
Konsep Diri : pasien mengatakan “cemas akan
kondisi penyakitnya”.
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan miokard.
Stimulus konstektual :
Stimulus residual :
Diagnosa Keperawatan:
1. Resiko penurunan curah jantung 2.
Kecemasan 3. Gangguan nutrisi 4.
Kurang pengetahuan
Tujuan :
1. Perfusi Jaringan : Jantung 2.Pompa
Jantung Efektif 3. Kontrol Cemas 4.
Pengetahuan : Manajemen Penyakit
jantung. 5, Nutrisi terpenuhi
Intervensi dan Implementasi
Keperawatan :
1..Perawatan Jantung : akut 2.
Pengurangan Nyeri 3.Pendidikan
Kesehatan 4.Manajemen
Obat-obatan : Captopril 3x6.25mg,
Dormer 3x20mg, Lasix 1x1 amp,
Ceftriaxone 1x2gr, Gentamicin 2x60mg,
KSR 3x1, Antacid 3xCI
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
pasien beradaptasi secara
kompromi dengan masalah
keperawatan pasien
dipulangkan untuk dianjurkan
untuk kontrol rurin poliklinik.
14
Nama pasien : Ny. A tahun
Diagnosa Medis : Post Operasi
CABG
Tanggal Masuk RS : 24
November 2013
Tanggal Pengkajian : 26
November 2013
Ruang Perawatan : IWB
Riwayat Penyakit :
Pasien masuk RS untuk
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi : Jantung sering berdebar-debar,
dada bekas dioperasi terasa berat, susah
mengeluarkan dahak, Frekuensi nafas 20
x/menit,
irama teratur dan tidak dalam, gerakan dinding
dada simetris, bunyi nafas vesikuler dan ronkhi
+/+ 1/3 basal paru bagian bawah. Rontgen
thorax CTR 55%, Seg AO elongasi, Seg PO
normal, Punggung jantung datar, apex
Diagnosa keperawatan :
1) Inefektif bersihan jalan nafas 2)
Penurunan curah jantung 3) Resiko
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh 4)
Intoleransi aktivitas 5) Resiko Infeksi 6)
Nyeri luka Operasi 7) Koping individu
inefektif
Tujuan : 1) Bersihan jalan nafas efektif
2) Perfusi jaringan : jantung 3) Pompa
Evaluasi :
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 4 x 24
jam, semua masalah
keperawatan belum adaptif,
pasien masih dilanjutkan
untuk di rawat di GP 2
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
15
dilakukan operasi CABG tangga
24 November 2013. Hasil
Angiografi : LM 70 % stenosis,
LAD 70% Stenosis distal,
99 % stenosis midle, LCX 70 %
stenosis, RCA 70 %. CABG 4X
on pump (LIMA-LAD, SVGOM, SVG-D, SVG-RCA
.
downward, kesan : kalsifikasi mediastinum
kardiomegali post CABG ec HHD, efusi pleura
kanan. Capilary refil < 3 detik, tidak tampak
sianosis. TD 121/68 mmHg, HR : 85 x/mnt,
bunyi jantung : S1 dan S2 normal, murmur (-),
gallop (-), PAP +/+ dan kuat, daerah perifer
hangat. Kesan Echo: kontraktilitas LV
menurun, EF : 55%, efusi pleura kanan. HB : 9,7
gr/dl. Nutrisi : makan hanya ¼ porsi, tidak
nafsu makan. Konjungtiva anemis, rongga
mulut bersih, mukosa bibir kering. HB : 11,3
gr/dl, GDS 229 gr/dl. Akivitas dan Istirahat :
pasien tidak mau banyak bergerak, terpasang
CV Line, drain substernal dan intrapleura kiri,
dan terpasang monitor, terpasang TPM.
Proteksi : Suhu aksila 360 C. Terdapat luka
operasi pada daerah sternum dengan ukuran 16
cm derajat II, pada daerah kaki kanan dengan
ukuran 15 cm derajat II. Kondisi luka kedua
luka terdapat tidak ada perdarahan, tidak
bernanah, ada granulasi, berwarna merah dan
ada nekrosis. Leukosit: 19360, GDS = 176
mg/dl.Sensori : Nyeri pada luka operasi, nyeri
pada skala. Konsep diri : “saya tidak tahan
dengan sakitnya bekas operasi”
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : insisi bedah dan sternotomi.
Stimulus konstektual : perubahan kontraktilitas
miokard, terputusnya kontuinitas jaringan
sternum, perubahan sistem konduksi jantung.
Stimulus residual : keluarga yang kurang
kondusif
jantung efektif 4) status nutrisi 5)
aktivitas toleransi 6) Penyembuhan
luka 7) Pengurangan Nyeri 8) Koping
efektif
Intervensi Keperawatan :
1)Manajemen jalan nafas 2) Peningkatan
Batuk 3) Perawatan jantung : akut 4)
Manajemen nutrisi 5) Mempertahankan
energi 7) Perawatan luka 8) Menajemen
nyeri 9) Peningkatan koping 10)
Pendidikan kesehatan 11) Menajemen
obat :
Dobutamin 3 μg, Impenem 3 x 1 gr,
levofloxacin 1 x 750 mg, ventolin
nebulizer, paracetamol 3x1 gr, aspilet
1x80 mg, simvastatin
1x10mg, captopril 3x3,125 mg, humulin
fix dose 3x4 ui, lantus 1x10 ui, farsik
1x20 mg.
Nama pasien : Tn. IB 65 tahun
Pengkajian Perilaku :
Diagnosa keperawatan :
Setelah dilakukan intervensi
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Diagnosa Medis : Post Operasi
CABG
Tanggal Masuk RS : 25
November 2013
Tanggal Pengkajian : 29
November 2013
Ruang Perawatan : IWB
Riwayat Penyakit:
Pasien masuk RS untuk
dilakukan operasi CABG
tanggal 25 November 203. Hasil
angiografi : LM stenosis 50%,
LAD total stenosis sebelum
D1, LCX stenosis dipercabangan
OM, RCA stenosis 60-80% di
mild dan distal. CABG 3X on
pump (LIMA-LAD, SVG-LCX,
SVGPDA)
Oksigenasi : Dada bekas dioperasi terasa berat
dan bila batuk susah mengeluarkan dahak,
Frekuensi nafas 20 x/menit, irama teratur dan
tidak dalam, gerakan dinding dada simetris,
bunyi nafas vesikuler dan ronkhi +/+ 1/3 basal
paru bagian bawah. Rontgen thorax CTR 60%,
Seg AO elongasi, Seg PO normal, Punggung
jantung datar, apex downward, kongesti (+),
infiltrat (-), kesan : kalsifikasi mediastinum
tidak melebar kardiomegali post CABG.
Capilary refil < 3 detik, tidak tampak sianosis.
Pemeriksaan AGD (15 April 2012 post operasi)
pH : 7.35, pCO2 : 34, pO2 : 180, HCO3 : 24, Be :
-3.3, sat O2 : 99 %. TD 120/78 mmHg, HR : 100
x/mnt, bunyi jantung : S1 dan S2
normal, murmur (-), gallop (-), PAP +/+ dan
kuat, daerah perifer hangat. EKG (16 April
2012) : SR, QRS 100 x/menit, normo axis, P
wave normal, PR int 0,16s, QRS dur 0.08s, ST
elevasi di II, III, AVF, V1-V3. Kesan Echo: (16
April 2012) : kontraktilitas LV menurun,
EF : 48%. HB : 9,4 gr/dl, CK =456, CKMB =
45. Nutrisi : makan hanya ¼ porsi, tidak nafsu
makan. Konjungtiva anemis, rongga mulut
bersih, mukosa bibir kering. HB : 9,3 gr/dl, GDS
176 gr/dl. Akivitas dan Istirahat : takut banyak
gerak. Pasien tampak hanya miring kiri
dan kanan, duduk terpasang CV Line, drain
substernal dan intrapleura kiri, dan terpasang
monitor. Proteksi : Suhu aksila 360 C. Terdapat
luka operasi pada daerah sternum dengan ukuran
14 cm derajat II, pada daerah kaki kanan dengan
ukuran 15 cm derajat II. Kondisi luka
kedua luka terdapat tidak ada perdarahan, tidak
1) Inefektif bersihan jalan nafas 2)
Penurunan curah jantung 3) Resiko
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh 4)
Intoleransi aktivitas 5) Resiko infeksi 6)
Nyeri luka Operasi 7) Kurang
pengetahuan
Tujuan : 1) Bersihan jalan nafas efektif
2) Perfusi jaringan : jantung 3) Pompa
jantung efektif 4) status nutrisi 5)
aktivitas toleransi 6) Penyembuhan
luka 7) Pengurangan Nyeri 8) Koping
efektif
Intervensi Keperawatan :
1)Manajemen jalan nafas 2) Peningkatan
Batuk 3) Perawatan jantung : akut 4)
Manajemen pacu jantung : temporary 5)
Manajemen nutrisi
6) Mempertahankan energi 7) Perawatan
luka 8) Menajemen nyeri 9) Peningkatan
koping 10) Pendidikan kesehatan 11)
Menajemen obat :
Dobutamin 3 μg, Impenem 3 x 1 gr,
levofloxacin 1 x 750 mg, ventolin
nebulizer, paracetamol 3x1 gr, aspilet
1x80 mg, simvastatin
1x10mg, captopril 3x3,125 mg, humulin
fix dose 3x4 ui, lantus 1x10 ui, farsik
1x20 mg.
keperawatan selama 2 x 24
jam, semua masalah
keperawatan belum adaptif,
pasien masih dilanjutkan
untuk di rawat di GP 2
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
bernanah, ada granulasi, berwarna merah dan
ada nekrosis. Leukosit: 29360, GDS = 176
mg/dl.Sensori : Nyeri pada luka operasi, nyeri
pada skala 7, wajah pasien tampak meringis.
Konsep diri : “saya tidak tahu harus
bagaimana, semuanya terasa nyeri”
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : insisi bedah dan sternotomi,
penyumbatan arteri koroner. Stimulus
konstektual : perubahan kontraktilitas miokard,
terputusnya kontuinitas jaringan sternum.
Stimulus residual : kebiasaan makan berlemak
16
Nama : Ny SDH Umur : 57
tahun. Tanggal MRS : 28
November
2013 (IWB)
Diagnosa Medis : Post Operasi
MVR
Ruang Perawatan: IWB
Riwayat Penyakit :
Pasien masuk RS untuk
dilakukan operasi AVR tanggal
29 November 2013. Pasien
riwayat sesak nafas, tidak kuat
jalan, sempoyongan,
keringat dingin, dan jantung
berdebar-debar, riwayat
hipertensi dan keturunan. Hasil
echo 19 Januari 2012 AS severe,
AR mild-mod,
fungsi global sistolikLV
menurun, EF 35%, Tr trivial, PH
mod dan operasi AVR dengan
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi : batuk-batuk setelah operasi dan
susah dikeluarkan dahaknya, Frekuensi nafas 20
x/menit, gerakan dinding dada simetris,
bunyi nafas vesikuler dan ronkhi +/+ 1/3 basal
paru bagian bawah. Rontgen thorax CTR 60 %,
Seg AO elongasi, Seg PO normal,
Punggung jantung datar, apex downward,
kongesti (-), infiltrat (-), kesan : cardiomegali
(CHF) post CABG, efusi pleura kiri. Capilary
refil < 3 detik, tidak tampak sianosis.
TD 107/66 mmHg, HR : 82 x/mnt, bunyi
jantung : S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop
(-), PAP +/+ dan kuat, daerah
perifer hangat. EKG: SR, QRS 82 x/menit,
normo axis, P wave pulmonal, PR int 0,15s,
QRS dur 0.082s, LVH (+). HB :
10,9 gr/dl. Akivitas dan Istirahat : lemas, sakit,
pasien tampak hanya miring kiri dan kanan,
terpasang CV Line, drain substernal dan
intrapleura kiri, dan terpasang monitor, kekuatan
Diagnosa keperawatan :
1) Inefektif bersihan jalan nafas 2)
Penurunan curah jantung 3) Intoleransi
aktivitas 4) Resiko injuri 5) Resiko
infeksi 6) Nyeri luka
Operasi 7) Kecemasan
Tujuan : cemas berkurang
Intervensi Keperawatan :
1) Manajemen jalan nafas 2)
Peningkatan Batuk 3) Perawatan jantung
: akut 4) Mempertahankan energi 6)
Kontrol perdarahan dan
pembekuan darah 7) Kontrol Infeksi 8)
Menajemen nyeri 9) Kontrol cemas 10)
Menajemen obat : Heparin 250 ui/jam,
Paracetamol 3 x
500 mg, bisoprolol 1 x 1,25 mg, simarc
2 mg-2mg-2mg, lasik 1 x 1 tab,
miacardis 2 x 80mg, amdixal 1 x 5 mg,
nebuliser ventolin 4 kali sehari, cesfan 1
x 500mg
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 2 x 24
jam, semua masalah
keperawatan belum adaptif,
pasien dpindahkan ke ruang
inapGP II dan intervensi
dilanjutkan sampai ke tahap
rehabilitasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
17
SJM dirawat di ICU, tanggal 14
April
dipindahkan ke IW Bedah.
otot kiri dan kanan serta atas dan bawah normal.
Proteksi : Suhu aksila 370 C. Terdapat
luka operasi pada daerah sternum dengan ukuran
13 cm derajat II. Kondisi luka kedua luka
terdapat tidak ada perdarahan, tidak bernanah,
ada granulasi, berwarna merah dan ada nekrosis.
Leukosit : 13970, GDS = 145 mg/dl, PT 14,6
(11,4), INR 1,26, APTT 77,5
(13,1).Sensasi : Nyeri pada luka operasi, nyeri
yang dirasakan pada skala 5, wajah pasien
tampak meringis. Konsep diri : “saya cemas
nantinya kalau katup saya tidak berfungsi lagi”
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : insisi bedah dan sternotomi,
penggantian katup aorta. Stimulus konstektual
: perubahan kontraktilitas miokard,
terputusnya kontuinitas jaringan sternum,
kerusakan katup aorta dan katup lainnya.
Stimulus residual : pengobatan alternatif
Nama : Ny. NT Umur : 61
tahun.
Tanggal MRS : 27 November
2013
Tanggal Pengkajian: 30
November 2013
Diagnosa Medis : Post Operasi
MVR
Ruang Perawatan: IWB
Riwayat Penyakit :
Pasien masuk RS untuk
dilakukan operasi MVR tanggal
28 November 2013 Pasien
sebelumnya sering mengeluh
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi : nafas masih terasa agak sesak.
Frek nafas 26x/ i. gerakan dinding dada simetris,
bunyi nafas vesikuler Capilary refil < 3 detik,
tidak tampak sianosis. bunyi jantung : S1 dan S2
normal, murmur (-), gallop (-), PAP +/+ dan
kuat, daerah perifer hangat. HB : 11,6 gr/dl,
kesadaran dalam pengaruh obat. Analisa gas
darah pH 7,37, pO2 235, pCO2 44, HCO3 24,8,
BE -0,1, Sat O2 99,5 (Arteri)
.
Nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang
setelah operasi, mual, Pasien hanya
menghabiskan makanan 3
Diagnosa keperawatan :
1) Kerusakan nafas spontan 2)
Penurunan curah jantung 3) Resiko
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh 4) Intoleransi Tujuan :
1) Respon ventilasi mekanik 2) Respon
terhadap weaning 3) Perfusi jaringan :
jantung 4) Pompa jantung efektif
5)status nutrisi 6)
aktivitas toleransi 7) Keseimbanagan
cairan dan elektrolit 8) Kontrol infeksi
9) Pengurangan Nyeri
Intervensi Keperawatan :
1) Manajemen ventilasi mekanik :
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 2 x 24
jam, semua masalah
keperawatan belum adaptif,
pasien dpindahkan ke ruang
inapGP II dan intervensi
dilanjutkan sampai ke tahap
rehabilitasi
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
18
cepat lelah dan sering
sesak nafas, dilakukan Echo
hasilnya MS Severe, MR
moderate severe ec RHD, TR
mild, EF 65%. Tanggal 28
November di operasi
MVR st Jude mekanik
sendok makan, tidak muntah. Sebelum di
operasi tinggi badan 153 cm BB = 59,5 Kg.
Konjungtiva anemis, rongga mulut bersih,
mukosa
bibir kering, GDS 85 gr/dl. Akivitas dan
Istirahat : pasien tampak kelelahan, terpasang
CV Line, drain substernal dan intrapleura kiri,
dan terpasang monitor, kekuatan otot kiri dan
kanan serta atas dan bawah normal.
Keseimbangan cairan dan elektrolit : CVP 4,
pengeluaran drain 100cc, K 3,7, Na/Cl 136/102,
Ca/Mg 2,05/2,6, HB/HT/L/Tr :
11,6/35/7950/120ribu Proteksi : Suhu aksila
36.70 C.
Terdapat luka operasi pada daerah sternum
dengan ukuran 15 cm derajat II dijahit rapih.
Kondisi luka terdapat tidak ada perdarahan,
tidak
bernanah, ada granulasi, berwarna merah dan
ada nekrosis. Leukosit : 9950, GDS = 85
mg/dl.Sensasi : Nyeri pada luka operasi, nyeri
seperti terasa di sayat-sayat, nyeri terasa bila
banyak bergerak. Nyeri yang dirasakan pada
skala 7, wajah pasien tampak meringis
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : cardioplegia, insisi bedah dan
sternotomi, perdarahan. Stimulus konstektual :
perubahan kontraktilitas miokard,
terputusnya kontuinitas jaringan sternum.
Stimulus residual : minum obat warung bila
demam
Noninvasive 2) Penyapihan ventilator
mekanik 3) Perawatan jantung : akut 4)
manajemen pacu jantung
5) Penataan hemodinamik 6)
Manajemen nutrisi 7) Mempertahankan
energi 8) Manajemen cairan dan
elektrolit 9) Perawatan luka 10)
Kontrol infeksi 11) Menajemen nyeri
12) Menajemen obat : Paracetamol 3 x
500 mg, bisoprolol 1 x 1,25 mg, simarc
2 mg-2mg-2mg, lasik 1 x 1 tab,
miacardis 2 x 80mg, amdixal 1 x 5 mg,
nebuliser ventolin 4 kali
sehari, cesfan 1 x 500mg
Nama : Tn. AS Umur : 63
tahun.
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi : Terintubasi dengan ETT no 8,
Diagnosa keperawatan :
1) Kerusakan nafas spontan 2)
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 2x 24
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Tanggal MRS : 17 Maret 2014
Tanggal Pengkajian: 19 Maret
2014
Diagnosa Medis : Post Operasi
CABG
Ruang Perawatan: ICU
Riwayat Penyakit :
Pasien masuk RS untuk
dilakukan operasi CABG
tanggal 18 Maret 2014. Pasien
sebelumnya sering mengeluh
nyeri dada apabila naik
tangga, dua bulan yang lalu
pasien sempat dirawat dan
dilakukan angiografi koroner
dengan hasil CAD 3VD,
operasi CABG on pump 4x
(LIMA-LAD, SVG-OM1-OM2,
SVG-D1), dengan riwayat
intraoperasi : tidak ada penyulit
dipasang ventilator VC, PEEP 5, FiO2 50%, RR
15x/mnt, saturasi 100%, TD 134/60 mmHg, HR
80 x/mnt, CVP 8, gambaran EKG ST elevasi.
Analisa gas darah pH 7,27, pO2 150, pCO2 41,
HCO3 18,4, BE -7,3, Sat O2 98,7 (Arteri), pH
7,26, pO2 46, pCO2 46, HCO3 20,1, BE -6,3, Sat
O2 77,0 (Vena). Jam 08.00 wib pasien
dilakukan weaning PS 6, FiO2 40%, PEEP 5,
eTV 396. Setelah dilakukan ekstubasi, pasien
mengatakan masih belum dapat beradaptasi
setelah ekstubasi, Frekuensi nafas 18 x/menit,
gerakan dinding dada simetris, bunyi nafas
vesikuler, capilary refil < 3 detik,
tidak tampak sianosis. bunyi jantung : S1 dan S2
normal, murmur (-), gallop (-), PAP +/+ dan
kuat, EF 70%, daerah perifer hangat. HB :
10,7 gr/dl. Nutrisi : pasien dianjurkan puasa
post ekstubasi sampai jam 13.00, setelah jam
setlah itu pasien diberikan minum dan makan
lunak, nafsu makan menjadi berkurang setelah
operasi, mual, Pasien hanya menghabiskan
makanan 6 sendok makan, tidak muntah.
Sebelum di operasi tinggi badan 158 cm BB =
60 Kg. Konjungtiva anemis, rongga mulut
bersih, mukosa bibir kering, GDS 184 gr/dl.
Akivitas dan Istirahat : pasien tampak
kelelahan, terpasang CV Line, drain substernal
dan intrapleura kiri, dan terpasang monitor,
kekuatan otot kiri dan kanan serta atas dan
bawah normal. Keseimbangan cairan dan
elektrolit : CVP 8, pengeluaran drain 150cc, K
4,0,
Na/Cl 145/105, Ca/Mg 2,06/2,4, HB/HT/L/Tr :
10,7/33/17950/220ribu. Proteksi : Suhu aksila
Penurunan curah jantung 3) Resiko
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh 4) Intoleransi
aktivitas 5) Resiko kurang volume cairan
dan elektrolit 7) Resiko infeksi 8) Nyeri
luka Operasi
Tujuan :
1) Respon ventilasi mekanik 2) Respon
terhadap weaning 3) Perfusi jaringan :
jantung 4) Pompa jantung efektif
5)status nutrisi 6)
aktivitas toleransi 7) Keseimbanagan
cairan dan elektrolit 8) Kontrol infeksi
9) Pengurangan Nyeri
Intervensi Keperawatan :
1) Manajemen ventilasi mekanik :
Noninvasive 2) Penyapihan ventilator
mekanik 3) Perawatan jantung : akut 4)
Penataan hemodinamik
5) Manajemen nutrisi 6)
Mempertahankan energi 7) Manajemen
cairan dan elektrolit 8) Perawatan luka
9) Perlindungan infeksi 10)
Menajemen nyeri 11) Menajemen obat :
total cairan 60 cc/jam, maintenance RL,
cefazol 3x1 gr, ranitidin 2 x 1 amp,
Morphin 20
mg/KgBB/jam, dobutamin
5μg/KgBB/mnt, humulin 4 UI
jam, kerusakan nafas spontan
teratasi, pasien nafas spontan,
untuk masalah
keperawatan lainnya pasien
belum beradaptasi, pasien
dipindahkan ke IWB,
intervensi dipertahankan dan
dilanjutkan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
36,00 C. Terdapat luka operasi pada daerah
sternum dengan ukuran 15 cm. Kondisi luka
terdapat tidak ada perdarahan dan tertutup rapih.
Leukosit : 16940, GDS = 184 mg/dl.
Sensasi : Nyeri pada luka operasi, nyeri seperti
terasa di sayat-sayat, nyeri terasa bila banyak
bergerak. Nyeri yang dirasakan pada skala 6.
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : cardioplegia, insisi bedah dan
sternotomi, perdarahan. Stimulus konstektual :
perubahan kontraktilitas miokard, terputusnya
kontuinitas jaringan sternum, kurang energi.
Stimulus residual : sibuk dengan kerja di
kantor
19
Nama : Tn. SR Umur : 57 tahun.
Tanggal MRS : 16 Maret 2014
Tanggal Pengkajian: 17 Maret
2014
Diagnosa Medis : Post Operasi
CABG
Ruang Perawatan: ICU
Riwayat Penyakit :
Pasien masuk RS untuk
dilakukan operasi CABG
Riwayat pre operasi,
sebelumnya sering dirawat
dengan keluhan nyeri dada dan
cepat lelah, pasien didiagnosa
CAD 3 VD (LM stenosis 50%,
LAD Stenosis 50% proximal,
LCX stenosis 80-95
%, RCA total oklusi) dan mitral
regurgitasi severe. operasi
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi : pasien dari OK jam 19.00 WIB
terintubasi dengan ETT no 8, dipasang ventilator
VC, PEEP 5, FiO2 50%, RR 12x/mnt,
saturasi 100%, TD 140/68 mmHg, di EKG
irama Junctional Bradikardia 43x/mnt �
terpasang TPM HR 70 x/mnt, sense 2 mA,
output 5
mV. CVP 13. Analisa gas darah pH 7,39, pO2
168, pCO2 39, HCO3 23,4, BE -0,7, Sat O2 99,9
(Arteri), pH 7,37, pO2 43, pCO2 39, HCO3
23,2, BE -1,4, Sat O2 71,3 (Vena). Gerakan
dinding dada simetris, bunyi nafas vesikuler
Capilary refil < 3 detik, tidak tampak sianosis.
bunyi jantung : S1 dan S2 normal, murmur (-),
gallop (-), PAP +/+ dan kuat, daerah perifer
hangat.monitoring hemodinamik : PAD 24, SV
53,2, CO/CI 4,2/2,3, SVR/SVRI 1408/2523,
PVR/PVRI 228/392. EF : 65%. HB : 9,2 gr/dl.
Diagnosa keperawatan :
1) Kerusakan nafas spontan 2)
Penurunan curah jantung 3) Resiko
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh 4) Intoleransi
aktivitas 5) Resiko kurang volume cairan
dan elektrolit 7) Resiko infeksi 8) Nyeri
luka Operasi
Tujuan :
1) Respon ventilasi mekanik 2) Respon
terhadap weaning 3) Perfusi jaringan :
jantung 4) Pompa jantung efektif 5)
Hemodinamik stabil 6)
Status nutrisi 7) Kontrol gula darah 8)
Aktivitas toleransi 9) Keseimbangan
cairan dan elektrolit 10) Penyembuhan
luka 11) Kontrol
infeksi 12) Pengurangan Nyeri
Intervensi Keperawatan :
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3 x 24
jam, kerusakan nafas spontan
teratasi, pasien nafas spontan
(integrasi), untuk masalah
keperawatan cairan dan
elektrolit pasien dapat
beradaptasi untuk masalah
keperawatan nutrisi, aktivitas,
nyeri, dan kerusakan
beradaptasi secara
kompensasi, pasien
dipindahkan ke IWB,
intervensi dipertahankan dan
dilanjutkan IWB
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
20
CABG on pump 3x (LIMALAD, SVG-RCA
distal, SVG-OM3) riwayat
intraoperasi : tidak ada penyulit,
Nutrisi : Tinggi badan 164 cm BB = 75 Kg.
GDS 245 gr/dl, makan menggunakan NGT, HB
9,2 gr/dl. Akivitas dan Istirahat : pasien masih
dalam efek sedasi obat sesekali
terbangun dan bergerak, terpasang CV Line,
drain substernal dan intrapleura kiri, terpasang
TPM, terpasang monitoring, jam 7 pagi pasien
bangun dan mengeluh lemas. Keseimbangan
cairan dan elektrolit : CVP 13, pengeluaran
drain 350 cc, urine 410 cc (< 0,5
cc/KgBB/Jam), K 3,4, Na/Cl 136/107, Ca/Mg
2,32/3,6, HB/HT/L/Tr : 9,2/28/10220/134ribu
Proteksi : Suhu aksila 35,50 C. Terdapat luka
operasi pada daerah sternum dengan ukuran 15
cm tertutup rapih. leukosit : 11320, GDS = 254
mg/dl. Sensasi : Nyeri pada luka operasi,
nyeri yang dirasakan pada skala 5, wajah pasien
tampak meringis Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : cardioplegia, insisi bedah dan
sternotomi, perdarahan. Stimulus konstektual :
perubahan kontraktilitas miokard,
terganggunya preload, afterload dan
kontraktilitas jantung, terputusnya kontuinitas
jaringan sternum. Stimulus residual :
penobatan alternatif
1) Manajemen ventilasi mekanik :
Noninvasive 2) Penyapihan ventilator
mekanik 3) Perawatan jantung : akut 4)
5) Penataan hemodinamik 6)
Manajemen nutrisi 7) Manajemen
hiperglikemia 8) Mempertahankan
energi 9) Manajemen cairan dan
elektrolit Perawatan luka 11)
Menajemen nyeri 11) Menajemen
obat : total cairan 60 cc/jam,
maintenance RL, cefazol 3x1 gr,
ranitidin 2 x 25mg, Morphin 20
mg/KgBB/jam, dobutamin
5μg/KgBB/mnt, nitroglisein
4μg/KgBB/mnt, humulin 5 Ui, Packed
cell 434 cc, fresh frozen plasma 308,
gelofusin 1000 cc, simarc 2mg-2mg2mg, albumin 20%.
Nama : Ny. TH Umur : 68
tahun.
Tanggal MRS : 30 Maret 2014
Tanggal Pengkajian: 2 April
2014
Diagnosa Medis : Post Operasi
CABG
Ruang Perawatan: ICU
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi : terintubasi dengan ETT no 7,5
dipasang ventilator VC, PEEP 5, FiO2 50%, RR
15x/mnt, saturasi 100%, TD 121/62 mmHg, HR
80 x/mnt, CVP 6, gambaran EKG ST elevasi.
Analisa gas darah pH 7,30, pO2 140, pCO2 38,
HCO3 17,4, BE -6,3, Sat O2 98,7 (Arteri),
Setelah pasien dilakukan ekstubasi, pasien
Diagnosa keperawatan :
1) Kerusakan nafas spontan 2)
Penurunan curah jantung 3) Resiko
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh 4) Intoleransi
aktivitas 5) Resiko kurang volume cairan
dan elektrolit 7) Resiko infeksi 8) Nyeri
luka Operasi
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 2x 24
jam, kerusakan nafas spontan
teratasi, pasien nafas spontan,
untuk masalah
keperawatan lainnya pasien
belum beradaptasi, pasien
dipindahkan ke IWB,
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Riwayat Penyakit :
Pasien masuk RS untuk
dilakukan operasi CABG
tanggal 1April 2014. Pasien
sebelumnya sering mengeluh
nyeri dada apabila naik
tangga, pasien pernah dirawat
dan dilakukan angiografi
koroner dengan hasil CAD 3VD,
operasi CABG on pump 4x
(LIMA-LAD, SVG-OM1-OM2,
SVG-D1), dengan riwayat
intraoperasi : tidak ada penyulit
mengatakan masih belum dapat beradaptasi
setelah ekstubasi, Frekuensi nafas 16 x/menit,
gerakan dinding dada simetris, bunyi nafas
vesikuler, capilary refil < 3 detik,
tidak tampak sianosis. bunyi jantung : S1 dan S2
normal, murmur (-), gallop (-), PAP +/+ dan
kuat, EF 62%, daerah perifer hangat. HB :
10,2 gr/dl. Nutrisi : pasien dianjurkan puasa
post ekstubasi selama 4 jam, setelah itu pasien
diberikan minum dan makan lunak, nafsu makan
menjadi berkurang setelah operasi, mual, Pasien
hanya menghabiskan makanan 6 sendok makan,
tidak muntah. Sebelum di operasi tinggi badan
156 cm BB = 54 Kg. Konjungtiva anemis,
rongga mulut bersih, mukosa bibir kering, GDS
156 gr/dl.
Akivitas dan Istirahat : pasien tampak
kelelahan, terpasang CV Line, drain substernal
dan intrapleura kiri, dan terpasang monitor,
kekuatan otot kiri dan kanan serta atas dan
bawah normal. Keseimbangan cairan dan
elektrolit : CVP 6, pengeluaran drain 130cc, K
4,1, Na/Cl 145/105, Ca/Mg 2,06/2,4,
HB/HT/L/Tr : 10,2/33/17950/220ribu. Proteksi
: Suhu aksila 36,0 C. Terdapat luka operasi pada
daerah sternum dengan ukuran 15 cm. Kondisi
luka terdapat tidak ada perdarahan dan tertutup
rapih. Leukosit : 10950, GDS = 140 mg/dl.
Sensasi : Nyeri pada luka operasi, nyeri seperti
terasa di sayat-sayat, nyeri terasa bila banyak
bergerak. Nyeri yang dirasakan pada skala 6.
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : cardioplegia, insisi bedah dan
sternotomi, perdarahan. Stimulus konstektual :
Tujuan :
1) Respon ventilasi mekanik 2) Respon
terhadap weaning 3) Perfusi jaringan :
jantung 4) Pompa jantung efektif
5)status nutrisi 6)
aktivitas toleransi 7) Keseimbangan
cairan dan elektrolit 8) Kontrol infeksi
9) Pengurangan Nyeri
Intervensi Keperawatan :
1) Manajemen ventilasi mekanik :
Noninvasive 2) Penyapihan ventilator
mekanik 3) Perawatan jantung : akut 4)
Penataan hemodinamik
5) Manajemen nutrisi 6)
Mempertahankan energi 7) Manajemen
cairan dan elektrolit 8) Perawatan luka
9) Perlindungan infeksi 10)
Menajemen nyeri 11) Menajemen obat :
total cairan 60 cc/jam, maintenance RL,
cefazol 3x1 gr, ranitidin 2 x 1 amp,
Morphin 20
mg/KgBB/jam, dobutamin
5μg/KgBB/mnt
intervensi dipertahankan dan
dilanjutkan
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
21
Nama : Ny. RH Umur : 54
tahun.
Tanggal MRS : 10 Desember
2013
Tanggal Pengkajian: 10
Desember 2013
Diagnosa Medis : VES Bigemini
Ruang Perawatan: IGD
Riwayat Penyakit:
Berdebar-debar, sedikit sesak
nafas
22
Nama : Ny. MN Umur : 40
tahun.
Tanggal MRS : 15 Desember
2013
Tanggal Pengkajian:
15Desember 2013
Diagnosa Medis : VES Bigemini
Ruang Perawatan: IGD
Riwayat Penyakit:
Berdebar-debar, sedikit sesak
nafas
perubahan kontraktilitas miokard,
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi : pasien masuk IGD dengan keluhan
berdebar-debar sejak tiga hari kemarin sebelum
masuk rumah sakit Pandangan kabur (-), sesak
nafas (+), pingsan (-), pusing (-), nyeri dada (-).
TD 124/87 mmHg, HR 87x/mnt, RR
20 x/mnt, suhu afebris. EKG : VES Bigemini,
QRS rate rata-rata 80 x/mnt, QRS axis RAD,
poor R wave di V2-V4, ST-T changes (-). K 3,.4
Aktivitas : pasien mengatakan lemas dan bila
bergerak jantung tambah berdebar-debar
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : perubahan konduksi irama
jantung. Stimulus konstektual : perubahan
kontraktilitas jantung, pasien mempunyai
riwayat
Stimulus residual : jarang kontrol karena
merasa tidak ada keluhan
Pengkajian Perilaku :
Oksigenasi : pasien masuk IGD dengan keluhan
berdebar-debar sejak 2 jam sebelum masuk
rumah sakit Pandangan kabur (-), sesak nafas
(+), pingsan (-), pusing (-), nyeri dada (-), rasa
tercekik. TD 148/94 mmHg, HR 69x/mnt, RR
20 x/mnt, suhu afebris. EKG : VES Bigemini,
EKG : ST, QRS rate 60x/mnt, axis normal, P
wave normal, P int normal, QRS normal K 3.6
Aktivitas : pasien mengatakan lemas dan bila
bergerak jantung tambah berdebar-debar, rasa
tercekik
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : perubahan konduksi irama
jantung.
Diagnosa Keperawatan :
1) Penurunan curah jantung 2)
intoleransi aktivitas
Tujuan :
1) Pompa jantung efektif 2) Perfusi
jaringan jantung 3) Toleransi aktivitas
Intervensi dan implementasi
keperawatan :
1) Perawatan jantung 2) Manajemen
disritmia 3) Manajemen obat-obatan 4)
Manajemen energy Pasien di berikan
Amiodaron 150mg,KSR 3x1
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 5 jam di
IGD pasien bisa beradaptasi
dengan normal respon HR 90
x/mnt, jantung tidak berdebardebar, pasien dipulangkan.
Dianjurkan kntrol teratur
Diagnosa Keperawatan :
1) Penurunan curah jantung 2)
intoleransi aktivitas
Tujuan :
1) Pompa jantung efektif 2) Perfusi
jaringan jantung 3) Toleransi aktivitas
Intervensi dan implementasi
keperawatan :
1) Perawatan jantung 2) Manajemen
disritmia 3) Manajemen obat-obatan 4)
Manajemen energy Pasien di berikan
bedrest, O2 3L/I, Thyarid 2x100
Maintate 2x2.5mg mg,KSR 3x1, antacid
3x1CI
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 6 jam di
IGD pasien bisa beradaptasi
dengan normal respon HR 71
x/mnt, jantung tidak berdebardebar, pasien dipulangkan.
Dianjurkan kntrol teratur
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
24
Nama : Tn. RD Umur : 53
tahun.
Tanggal MRS : 27 November
2013
Tanggal Pengkajian: 28
November 2013
Diagnosa Medis : SVT
Ruang Perawatan: IWM
Riwayat Penyakit:
Berdebar-debar, pusing, mual,
badan terasa lemah
25
Nama : Ny. A : 53 tahun.
Tanggal MRS : 7 Mei 2014
Tanggal Pengkajian: 7 Mei 2013
Diagnosa Medis : Sinus
Bradikardi
Ruang Perawatan: IGD
Riwayat Penyakit:
Sesak nafas , pusing, mual,
Stimulus konstektual : perubahan kontraktilitas
jantung, pasien mempunyai riwayat jantung
berdebar, Herediter (+)
Stimulus residual : jarang kontrol karena
merasa tidak ada keluhan
Riwayat Penyakit:
Berdebar-debar
Pengkajian Perilaku Oksigenasi dan sirkulasi
: pasien mengatakan berebar-debar. sejak 3 jam
SMRS pada saat istirahat. Sesak nafas (-), nyeri
dada (-),
keringat dingin (-), mual dan muntah (-).TD
105/ 67 mmHg, HR 174 x/mnt, RR = 26 x/mnt,
suhu afebris. ronkhi vesikuler +/+, wheezing /-, edema (-), S1 & S2 reg, Murmur (+), Gallop
(-) EKG : SVT, QRS 184 x/mnt. Lab CKMB
164, Trop T < 14. Aktivitas : pasien
mengatakan berdebar-debar dan lemas.
Pengkajian stimulus :
Stimulus fokal : perubahan konduksi listrik
jantung. Stimulus konstektual: perubahan
kontraktilitas jantung, pasien mempunyai
riwayat
jantung Stimulus residual : bila obat habis
sering beli diapotik
Diagnosa keperawatan :
1) Resiko penurunan curah jantung 2)
Intoleransi aktivitas
Tujuan :
1) Perfusi jaringan : Jantung 2) Toleransi
aktivitas
Intervensi dan implementasi
keperawatan :
1) Management disritmia 2) Perawatan
jantung : akut 3) Manajemen obatobatan 3) Manajemen energi
Bedrest, pasien di beri O2 3 liter per
menit, ATP 10 mg IV � SVT � ATP 20
mg � Sinus Takikardia 110 x/mnt
Isoptin 2 x 80 mg, Ramipril 1 x 2,5 mg
Selama dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
menit masalah SVT pasien
sudah adaptif secara integrasi,
pasien dilanjutkan untuk
perawatan selanjutnya.
Riwayat Penyakit:
Berdebar-debar
Pengkajian Perilaku Oksigenasi dan sirkulasi
: pasien mengatakan badan terasa lemah. Sejak 3
hari SMRS. Sesak nafas (+), nyeri dada (-),
keringat dingin (-), mual (+)dan muntah (-).TD
105/ 67 mmHg, HR 43 x/mnt, RR = 26 x/mnt,
suhu afebris. ronkhi vesikuler -/-, wheezing -
Diagnosa keperawatan :
1) Resiko penurunan curah jantung 2)
Intoleransi aktivitas
Tujuan :
1) Perfusi jaringan : Jantung 2) Toleransi
aktivitas
Intervensi dan implementasi
keperawatan :
Selama dilakukan tindakan
keperawatan selama 6 jam
menit masalah bradi pasien
belum teratasi sudah mulai
adaptif secara integrasi,
pasien dilanjutkan untuk
perawatan selanjutnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
26
badan terasa lemah,
/-, edema (-), S1 & S2 reg, Murmur (+), Gallop
(-) EKG : SB , QRS 46 x/mnt. Aksis LAD,
Pwave n, PR int 16, QRS 0.10, Low voltage, T
inverted I, aVL, V3-V6. Aktivitas : pasien
Mengatakan suka sesak nafas dan lemas, badan
terasa letih
Pengkajian stimulus :
Stimulus fokal : perubahan konduksi listrik
jantung. Stimulus konstektual: perubahan
kontraktilitas jantung, pasien mempunyai
riwayat
jantung Stimulus residual : jarang kontrol
1) Management disritmia 2) Perawatan
jantung : akut 3) Manajemen obatobatan 3) Manajemen energi
Bedrest, pasien di beri O2 3 liter per
menit, Bisoprolol 1x1, ISDN 3x5mg,
Ramipril 1x2.5mg, KSR 3x2tab, antacid
syr 3xCI
Nama : Tn. DR. Umur : 21
tahun. Tanggal MRS : 13
November 2013
Tanggal Pengkajian 14
November 2013 Diagnosa
ADHF
Wet & Warm pada CHF ec
DCM dan Disfungsi Liver
(congestive).
Ruang Perawatan: IWM
. Riwayat Penyakit:
Sesak nafas dan kaki terasa bengkak. Sesak
nafas memberat sejak 2 minggu yang lalu,
mudah lelah sejak Januari 2012 lama kelamaan
timbul batuk dan ortopnoe, mual
Pengkajian perilaku :
Oksigenasi : batuk-batuk berdahak, terkadang
batuk mengeluarkan dahak berwarna merah,
selain itu sedikit sesak nafas bila banyak
bergerak, tampak sesak nafas. Frekuensi nafas
24 x/menit, irama teratur dan tidak dalam,
gerakan dinding dada simetris, bunyi nafas
vesikuler dan ronkhi +/+ basal paru bagian
bawah Rontgen thorax CTR 60 %, Seg AO
normal, Seg PO menonjol,
Punggung jantung datar, apex lateral, kongesti
(+), infiltrat (-). Jantungnya berdebar-debar,
cepat lelah bila bergerak. TD 90/61 mmHg, HR :
120 x/mnt, bunyi jantung : S1 dan S2 normal,
murmur (-), gallop (+), PAP +/+ dan kuat,
daerah perifer hangat, tampak anemis, JVP 5 + 2
Masalah Keperawatan :
1) Penurunan Curah Jantung 2) Bersihan
jalan nafas inefektif 3)
Ketidkseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh 4) Intoleransi
aktivitas 5) Kelebihan Volume cairan 6)
Koping individu inefektif 7) Perubahan
penampilan peran
Tujuan :
1) Pompa jantung efektif 2) perfusi
jaringan : jantung 3) bersihan jalan nafas
efektif 4) Aktivitas toleran 5) Cairan
seimbang 6) Koping
mekanisme efektif 7) peran menjadi
efektif
Intervensi :
1) Perawatan jantung : akut 2)
Manajemen jalan nafas 3) Manajemen
energi 4) Manajemen cairan 5)
manajemen hipovolemia 6)
Peningkatan konsep diri 7) Pendidikan
Evaluasi :
Setelah dilakukan perawatan
selama 4 x 24 jam, pasien
beradaptasi dengan masalah
(beradaptasi secara
kompensatori). Pasien
dipindahkan ke GP
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
cmH2O. EKG: AFRVR, QRS 122 x/menit, LVH
(+). Kesan Echo: EDD : 67, ESD : 61, EF : 17
%, MPAP : 40 mmHg, TAPSE : 1.6 cm, MR
mod, TR mod-sev, TVG 30 mmHg, dilatasi
semua ruang jantung, katup-katup menebal, PR
mod, PASP 50 mmHg, PH mod, IVC 2.7-2.2,
SEC (+) di LV, global
hipokinetik berat, kesan role out miokarditis.
Nutrisi : tidak nafsu makan, nyeri didaerah
uluhati, mual, menghabiskan makanan ½ porsi
yang disediakan, Muntah sekitar ± 50 cc, Tinggi
badan 154 cm BB = 38 Kg, Konjungtiva anemis,
Mukosa bibir kering, HB : 9.9 gr/dl,
GDS 96 mg/dl. Aktifitas : tidak bisa banyak
gerak, bertukar posisi tidur saja nafas terasa
sesak. tidak bisa tidur nyenyak karena kalau
malam tiba-tiba sesak nafas, tapi kalau sudah
ganti posisi setengah duduk nafas tidak sesak
dan bisa tidur kembali. Pasien tampak hanya
miring kiri dan kanan, posisi tidur fowler.
Terpasang oksigen 3 liter/menit, TD 93/65
mmHg, HR : 120 x/mnt. Keseimbangan Cairan
dan Elektrolit : perutnya terasa begah, kakinya
juga terasa berat karena bengkak, Udema
ekstremitas bawah, Pitting udem +2, Asites,
shifting dullness (+), Lingkar perut : 55 cm,
Intake cairan 1970 cc/24 jam, output 2400 cc/24
jam, Bunyi nafas ronchi basah halus +/+,
bunyi jantung gallop (+), TD 93/65 mmHg, HR :
120 x/mnt., Hasil laboratorium elektrolit (K :
3.5, Mg : 2.1, Ca : 2.08, Cl : 100, Na :
141), Ht : 39. Konsep Diri : tidak tahu kapan
sembuh. Fungsi peran : “saya sedih kuliah
terganggu karena sakit”
kesehatan 8) peningkatan peran 9)
Terapi oksigen 10) Manajemen obatobatan : lasix 2 x 20 mg,
captopril 3 x 6.25 mg, spironolactone 1 x
12.5 mg, digoxin 1 x 1 tab, laxadine 1 x
1 ci, laxadine 1 x 1 cth, lanoxin injeksi
0.25 mg, nebilizer dengan ventolin :
NaCl sebanyak 1:1 selama 3 kali sehari,
ceftriaxzone 1x2 gr, Ambroxol syr 3 x ci
, Omeperazol 2 x 1 amp, dan
Inpepsa syr 2 x 1 cth
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Pengkajian stimulus
Stimulus Fokal : Ketidakmampuan jantung
melakukan kontraktilitas, Ejeksi fraksi 17 %,
Ketidakseimbangan proses perpindahan cairan
dalam sel. Stimulus Konstektual : Intake dan
output tidak seimbang. Stimulus Residual :
biaya tidak ada
27
Riwayat Penyakit:
Sesak nafas yang memberatkan
sejak 1 minggu sebelum masuk
RS, PND (+).
Pengkajian perilaku :
Oksigenasi : Sesak nafas, sesak nafas bila
duduk tanpa oksigen, RR = 26 x/mnt, terpasang
O2 3 ltr/mnt, suara nafas ronkhi basah halus
+/+. Rontgen : CTR 52%, segmen aorta
elongasi, segmen pulmonal normal, pinggang
jantung mendatar, apex downward, kongesti (+),
infiltrat (-). Jantung berdebar-debar, TD 119/75
mmHg, HR = 103 x/mnt, JVP 5+3 cmH2O, CRT
< 3 detik, bunyi jantung gallop (+). EKG
: ST, QRS rate 103x/mnt, QRS Axis = -30, gel P
mitral, PR int 0.12”, QRS 0.08”, Q patologis di
I,II, III, aVF, LVH (-), T depresi di I,
aVL, ST Changes (-), Poor R di V1-V5.
Aktivitas Dan Istirahat : Pasien mengatakan “
lelah, lemas, dan pusing, aktivitas berkurang
karena sesak nafas”, pasien juga mengatakan
“tidak bisa tidur karena sesak nafas, malam
sering terbangun, harus menggunakan oksigen
kalau tidak pasti sesak nafas”, pasien tampak
pucat, kebutuhan dibantu oleh keluarga dan
perawat, Hb 10 gr/dl, HR 103 x/mnt.
Keseimbangan cairan dan elektrolit : pasien
tampak udema pada ekstremitas bawah,
pitting udema derajat 1, asites, shifting dullness
(+), intake 1276 ml dan output 1450 ml (balance
Diagnosa Keperawatan :
1) Penurunan Curah Jantung 2) Bersihan
Jalan Nafas Inefektif 3) Intoleransi
Aktivitas 4) Kelebihan Volume Cairan
5) Ketidakseimbangan Elektrolit 6)
Cemas
Tujuan :
1) Pompa Jantung efektf 2) Jalan Nafas
Paten 3) Aktivitas Toleran 4) Cairan
Seimbang 5) Elektrolit Seimbang 6)
Kontrol Cemas
Intervensi : 1) Perawatan Jantung 2)
Manajemen Jalan Nafas 3) Manajemen
Energi 4) Manajemen Cairan 5)
Manajemen Elektrolit 6) Pengurangan
Cemas 7) Pendidikan Kesehatan 8)
Manajemen Obat-obatan : Lasix drips 10
mg/jam, Kalitake 3 x 1 sachet, Diblock 1
x 3,12 mg, Hidralazine 3 x 12,5 mg,
ISDN 3 x 5mg, Plavix 1 x 75 mg,
Apidra 2 x 4 Ui, Dopamin 2 μg/Kg
BB/jam
Setelah dilakukan perawatan
selama 5 x 24 jam, pasien
belum dapat beradaptasi
dengan masalah. Pasien
disarankan untuk dilakukan
hemodialisa, hemodialisa
dilakukan di RS Halim
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
28
Nama : Tn. M : 54 tahun.
Tanggal MRS : 27 Februari
2014
Tanggal Pengkajian: 28 Februari
2014
Diagnosa pasien CHF IV, ALO,
DM tipe 2, MR Moderat-Severe,
HT stage II, CKD
Ruang Perawatan: ICVCU
cairan : -174),
Konsep diri : pasien mengatakan “penyakitnya
semakin parah”.
Pengkajian stimulus : Stimulus fokal :
kontraktilitas jantung yang menurun, penurunan
fungsi ginjal, terjadinya aliran balik vena akibat
penurunan fungsi
jantung. Stimulus konstekstual : hipertensi.
Stimulus residual : rajin kontrol penyakitnya
Riwayat Penyakit:
Sesak nafas dialami pasien sejak 1 minggu,
sesak nafas memberat sejak 1 hari SBMR,
edema kaki(+), DOE(+), PND(+), dada terasa
berat. perut begah, kaki bengkak sejak dua bulan
yang lalu. Faktor resiko : Hipertensi (-), DM (+)
berobat tidak teratur, dislipidemia (-),
menopause (-), keturunan (-).
Pengkajian perilaku :
Oksigenasi : Sesak nafas, RR = 24 x/mnt,
terpasang O2 5 ltr/mnt, suara nafas ronkhi basah
halus +/+ ½ basal, akral hangat. Rontgen :
CTR 60%, segmen aorta normal, segmen
pulmonal menonjol, pinggang jantung mendatar,
apex downward, kongesti (+), infiltrat (-). TD
137/81 mmHg, HR = 88 x/mnt, JVP 5+3
cmH2O, CRT < 3 detik, bunyi jantung gallop (-),
murmur (+) 3/6 apex. EKG : ST, QRS rate
138x/mnt, QRS Axis = LAD, P Wave 0,08, P Int
0,12, QRS 0.06”, rS di III,aVF, V1-V4, Poor R
V1-V5, ST elevasi V2-V3, T inverted IaVL.
Echo : Kesimpulan : Dilatasi LV, EF 30%, MR
Moderat_Severe. Nutrisi : pasien mengatakan
tidak nafsu makan, mual, menghabiskan ¼ porsi
makanan, BB = 56 Kg, TB = 161 cm,
Diagnosa Keperawatan :
1) Penurunan Curah Jantung 2) Bersihan
Jalan Nafas Inefektif 3) Intoleransi
Aktivitas 4) Kelebihan Volume Cairan
5)
Ketidakseimbangan elektrolit 5) Cemas
Tujuan : Seimbang 6) Elektrolit
seimbang 7) Peningkatan pengetahuan
Intervensi : 1) Perawatan Jantung 2)
Manajemen Jalan Nafas 4) Manajemen
Energi 5) Manajemen Cairan 6)
Manajemen elektrolit 7)
Pendidikan Kesehatan 8) Manajemen
Obat-obatan : Lasix 3 x 1 amp, Aspilet 1
x 80 mg, Qten 1 x 1 tab, Lansoprazole 1
x 30 mg, Alganax
1 x 0,5, Ramipril 2 x 5 mg, metformin 3
x 500 mg
Setelah dilakukan perawatan
selama 3x24 jam, pasien
beradaptasi dengan masalah
(beradaptasi secara
kompensatori). Pasien
dipindahkan ke GP
.
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
LILA : 25 cm, GDS 210. Aktivitas Dan
Istirahat : Pasien mengatakan “ cepat lelah,
berjalan ke kamar mandi sesak nafas”,
kebutuhan dibantu oleh keluarga dan perawat,
pasien terpasang dower catheter, Hb 12,3 gr/dl,
HR 132 x/mnt. Keseimbangan cairan dan
elektrolit : pasien tampak udema minimal pada
ekstremitas bawah, pitting udema 0,5 cm, asites
(+), shifting dullnes (+), lingkar perut 91 cm,
intake 700 ml dan output 1400 ml (balance
cairan : -700), hasil lab : Na 138, K 3,6, Ca total
2.07, Cl 106, Ur 28 , BUN 13, Cr 0,7. Konsep
diri : pasien kurang mendapatkan informasi
tentang sakitnya. Pengkajian stimulus :
Stimulus fokal : kontraktilitas jantung yang
menurun, terjadinya katup jantung pasien tidak
normal. Stimulus konstekstual :
penumpukan cairan di interstisiel, peningkatan
kolesterol. Stimulus residual : pengobatan
alternatif
29
Nama : Tn. DZ: 54 tahun.
Tanggal MRS : 18 Desember
2013
Tanggal Pengkajian: 18
Desember 2013
Diagnosa pasien : ADHF W/W
ec MR severe
Ruang Perawatan: IGD
Riwayat Penyakit:
Sesak nafas dialami pasien sejak
1 minggu, sesak nafas semakin
meningkat sejak 1 hari SBMR,
edema kaki(+), DOE(+),
Pengkajian perilaku :
Oksigenasi : Sesak nafas, RR = 24 x/mnt,
terpasang O2 5 ltr/mnt, suara nafas ronkhi basah
halus +/+ ½ basal, akral hangat. Rontgen :
CTR 60%, segmen aorta normal, segmen
pulmonal menonjol, pinggang jantung mendatar,
apex downward, kongesti (+), infiltrat (-). TD
114/62 mmHg, HR = 106 x/mnt, JVP 5+3
cmH2O, CRT < 3 detik, bunyi jantung gallop (-),
murmur (+). EKG : AF Rapid Respon, QRS rate
112x/mnt, QRS Axis normal, P Wave 0,08, P Int
0,12, QRS 0.06”, T inverted V4-V6
Nutrisi : pasien mengatakan tidak nafsu makan,
Diagnosa Keperawatan :
1) Penurunan Curah Jantung 2) Bersihan
Jalan Nafas Inefektif 3) Intoleransi
Aktivitas 4) Kelebihan Volume Cairan
5)
Ketidakseimbangan elektrolit 5) Cemas
Tujuan : Seimbang 6) Elektrolit
seimbang 7) Peningkatan pengetahuan
Intervensi : 1) Perawatan Jantung 2)
Manajemen Jalan Nafas 4) Manajemen
Energi 5) Manajemen Cairan 6)
Manajemen elektrolit 7)
Pendidikan Kesehatan 8) Manajemen
Setelah dilakukan perawatan
selama 5 jam observasi ,
pasien beradaptasi dengan
masalah (beradaptasi secara
kompensatori). Pasien
dipindahkan ke GP
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
30
PND(+), dada terasa berat.
Acites (+) perut begah, kaki
bengkak sejak 1 minggu yang
lalu. Faktor resiko : Hipertensi
(+), DM (+) berobat tidak
teratur, dislipidemia (-),
keturunan (-).
mual, tidak menghabiskan porsi makanan, BB =
59 Kg, TB = 156 cm Aktivitas Dan Istirahat :
Pasien mengatakan “ cepat lelah, berjalan ke
kamar mandi sesak nafas”, kebutuhan dibantu
oleh keluarga dan perawat, pasien terpasang
dower catheter, Hb 13,3 gr/dl, HR 106 x/mnt.
Keseimbangan cairan dan elektrolit : pasien
tampak udema minimal pada ekstremitas bawah,
pitting udema 0,3 cm, asites (+), shifting dullnes
(+),output 650 ml (selama observasi IGD), hasil
lab : Na 139, K 3,9, Ca total 2.07, Cl 106, Ur 60
, BUN 13, Cr 1,9. Konsep diri : pasien kurang
mendapatkan informasi tentang sakitnya.
Pengkajian stimulus :
Stimulus fokal : kontraktilitas jantung yang
menurun, terjadinya katup jantung pasien tidak
normal. Stimulus konstekstual :
penumpukan cairan di interstisiel, peningkatan
kolesterol. Stimulus residual : kontrol yang
tidka teratur
Obat-obatan : Lasix 3 x 1 amp, spirola
1x12.5mg, Cardace 1x2.5mg, digoxin
2x0.5mg
Nama : Ny. EK: 63 tahun.
Tanggal MRS : 19 Desember
2013
Tanggal Pengkajian: 19
Desember 2013
Diagnosa pasien : ADHF W/W
post MR, HT emergency, DM
type II terkontrol
Ruang Perawatan: IGD
Riwayat Penyakit:
Pasien post operasi katub tahun
1985 (Mekanik), tahun 1995
Pengkajian perilaku :
Oksigenasi : Sesak nafas, RR = 26 x/mnt,
terpasang O2 5 ltr/mnt, suara nafas ronkhi basah
halus +/+ ½ basal, akral hangat. Rontgen :
CTR 63%, segmen aorta normal, segmen
pulmonal menonjol, pinggang jantung mendatar,
apex downward, kongesti (+), infiltrat (-). TD
114/62 mmHg, HR = 69 x/mnt, JVP 5+3
cmH2O, CRT < 3 detik, bunyi jantung gallop (-),
murmur (+). EKG : AF, QRS rate
66x/mnt, QRS Axis RAD, P Wave 0,08, P Int
0,12, QRS 0.08”, T inverted I, aVL
Diagnosa Keperawatan :
1) Penurunan Curah Jantung 2) Bersihan
Jalan Nafas Inefektif 3) Intoleransi
Aktivitas 4) Kelebihan Volume Cairan
5)
Ketidakseimbangan elektrolit 5) Cemas
Tujuan : Seimbang 6) Elektrolit
seimbang 7) Peningkatan pengetahuan
Intervensi : 1) Perawatan Jantung 2)
Manajemen Jalan Nafas 4) Manajemen
Energi 5) Manajemen Cairan 6)
Manajemen elektrolit 7)
Setelah dilakukan perawatan
selama 5 jam observasi ,
pasien beradaptasi dengan
masalah (beradaptasi secara
kompensatori). Pasien
Dipulangkan dengan anjuran
kontrol ke poliklinik
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
mengalami strok, kontrol tidak
teratur sejak 2 tahun yang lalu.
Keluhan sesak nafas sejak 1
minggu yang lalu, sesak
meningkat sejak 2 hari SMRS,
DOE(+), PND(+), edema(-)
dada terasa berat. Faktor resiko :
Hipertensi (+), DM (+) berobat
tidak teratur, dislipidemia (-),
keturunan (+), Menopause(+)
Nutrisi : pasien mengatakan tidak nafsu makan,
mual, tidak menghabiskan porsi makanan, BB =
46 Kg, TB = 152 cm GDS 155 Aktivitas Dan
Istirahat : Pasien mengatakan “ cepat lelah,
berjalan ke kamar mandi sesak nafas”,
kebutuhan dibantu oleh keluarga dan perawat,
pasien terpasang dower catheter, Hb 10,1 gr/dl,
HR 63 x/mnt. Keseimbangan cairan dan
elektrolit : selama observasi IGD), hasil lab :
Na 138, K 4,3, Ca total 2.07, Cl 101. Konsep
diri : pasien kurang mendapatkan informasi
tentang sakitnya. Pengkajian stimulus :
Stimulus fokal : kontraktilitas jantung yang
menurun, terjadinya katup jantung pasien tidak
normal. Stimulus konstekstual :
penumpukan cairan di interstisiel, peningkatan
kolesterol. Stimulus residual : kontrol yang
tidak teratur
Pendidikan Kesehatan 8) Manajemen
Obat-obatan : Lasix 3 x 1 amp, spirola
1x12.5mg, Cardace 1x2.5mg
Universitas Indonesia
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Lampiran 9
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
Tempat Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Pekerjaan
:
:
:
:
Alamat Rumah
:
Misfatria Noor
Padang, 10 Maret 1974
Perempuan
Perawat RSUD. Dr. Achmad Mochtar BukittinggiSumbar
Jl. Situjuh 1 no 10 Padang – 25129 Sumatera Barat
Alamat Institusi
Email
Riwayat Pendidikan
1980 – 1986
1986 – 1989
1989 – 1992
1992 – 1995
2001 – 2003
:
:
Jl. Dr. A. Rivai Bukittinggi Sumatera Barat
[email protected]
:
:
:
:
:
2003 – 2004
:
2011 – 2013
:
2013 - 2014
:
SD Inpres Sawahan 73/74 Padang
SMP N 5 Padang
SMA N 10 Padang
Akper Depkes RI - Padang
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas - Padang
Profesi Ners Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas - Padang
Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Program Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Riwayat Pekerjaan
1996 – Sekarang
Perawat Pelaksana RSUD. Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Sumatera Barat
Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014
Download