BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi Retinoblastoma adalah suatu keganasan intraokular primer yang paling sering pada bayi dan anak dan merupakan tumor neuroblastik yang secara biologi mirip dengan neuroblastoma dan meduloblastoma (Skuta et al. 2011) (Yanoff M, 2009) 2.2. Epidemiologi Retinoblastoma merupakan tumor intraokular yang paling sering pada anak-anak dan berjumlah sekitar 3% dari seluruh tumor pada anak. Kasus retinoblastoma bilateral secara khas didiagnosis pada tahun pertama kehidupan dalam keluarga dan pada kasus sporadik unilateral didiagnosis antara umur 1-3 tahun. Onset diatas 5 tahun jarang terjadi. (Skuta et al. 2011)(Kanski J Jack, 2007) (Clinical Opthalmology, 2007) Frekuensi retinoblastoma 1:14000 sampai 1:20000 kelahiran hidup, tergantung Negara. Di Amerika Serikat diperkirakan 250-300 kasus baru Retinoblastoama setiap tahun. Epidemiologi retinoblastoma : (Skuta et al. 2011) (Clinical Opthalmology, 2007) - Tumor intraokular paling sering pada anak 5 Universitas Sumatera Utara - Tumor intraokular ketiga paling sering dari seluruh tumor intraokular setelah melanoma dan metastasis pada seluruh populasi - Insiden 1: 14 000 – 1: 20 000 kelahiran hidup - 90 % dijumpai sebelum umur 3 tahun - Terjadi sama pada laki-laki dan perempuan - Terjadi sama pada mata kiri dan kanan - Tidak ada predileksi ras - 60-70% unilateral (rata-rata umur saat diagnosis 24 bulan) - 30-40% bilateral (rata-rata umur saat diagnosis 14 bulan) Di Inggris sekitar 40 sampai dengan 50 kasus baru terdiagnosa setiap tahun. Banyak anak-anak didiagnosa sebelum usia mereka 5 tahun. Di Inggris dengan kasus bilateral yang terdapat sejak usia pertama kehidupan rata-rata didiagnosa saat usia 9 bulan. Pada kasus unilateral didiagnosa antara retinoblastoma. 24 Selama dan 30 bulan. bertahun-tahun, (http://en.wikipedia.org/wiki/ dilaporkan usia rata-rata diagnosis 18 bulan, dengan usia rata-rata diagnosis kasus bilateral terjadi pada 12 bulan dan kasus unilateral pada 24 bulan. Baru-baru ini, peneliti Eropa telah mempertanyakan dasar pada asumsi yang dibuat epidemiologi telah melaporkan bahwa usia saat diagnosis kasus unilateral mungkin sama dengan kasus bilateral. (Epidemiologi Retinoblastoma, 2012) Universitas Sumatera Utara 2.3 Etiologi Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi supresor pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang terikat padaDNA (Deoxiribo Nucleid Acid) dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase S. Jadi mengakibatkan perubahan keganasan dari sel retina primitif sebelum berakhir. (Skuta et al. 2011) Gen retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki satu alel yang terganggu di setiap sel tubuhnya; apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang nonherediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh mutasi spontan.(Yanoff, 2009) 2.4 Patofisiologi Teori tentang histogenesis dari retinoblastoma yang paling banyak dipakai adalah secara umum berasal dari sel prekursor multipotensial mutasi pada lengan panjang kromosom pita 13, yaitu 13q14 yang dapat berkembang pada beberapa sel retina dalam atau luar. Pada intraokular, tumor tersebut dapat memperlihatkan berbagai pola pertumbuhan yang akan dipaparkan di bawah ini. Universitas Sumatera Utara Pola Penyebaran Tumor (Skuta et al. 2011) (Kanski, 2007) 1. Pola pertumbuhan Retinoblastoma intraokular dapat menampakkan sejumlah pola pertumbuhan, pada pola pertumbuhan endofitik, ini tampak sebagai gambaran massa putih sampai coklat muda yang menembus membran limiting interna. Retinoblastoma endofitik kadang berhubungan dengan vitreus seeding. Sel-sel dari retinoblastoma yang masih dapat hidup terlepas dalam vitreous dan ruang sub retina dan biasanya dapat menimbulkan perluasan tumor melalui mata. Vitreous seeding sebagian kecil meluas memberikan gambaran klinis mirip endopthalmitis, vitreous seeding mungkin juga memasuki bilik mata depan, dimana dapat berkumpul di iris membentuk nodule atau menempati bagian inferior membentuk pseudohypopyon Tumor eksofitik biasanya kuning keputihan dan terjadi pada ruang subretinal, jadi mengenai pembuluh darah retina yang sering kali terjadi peningkatan diameter pembuluh darah dan lebih pekat warnanya. Pertumbuhan retinoblastoma eksofitik sering dihubungkan dengan akumulasi cairan subretina yang dapat mengaburkan tumor dan sangat mirip ablasio retina eksudatif yang memberi kesan suatu Coats disease lanjut. Sel retinoblastoma mempunyai kemampuan untuk implant dimana sebelumnya jaringan retina tidak terlibat dan tumbuh. Dengan demikian membuat kesan multisentris pada mata dengan hanya tumor primer tunggal. Sebagaimana tumor tumbuh, Universitas Sumatera Utara fokus kalsifikasi yang berkembang memberikan gambar khas chalky white appearance. Invasi saraf optikus; dengan penyebaran tumor sepanjang ruang subarachnoid ke otak. Sel retinoblastoma paling sering keluar dari mata dengan menginvasi saraf optikus dan meluas kedalam ruang subrahnoid. Diffuse infiltration retina Pola yang ketiga adalah retinoblastoma yang tumbuh menginfiltrasi luas yang biasanya unilateral, nonherediter, dan ditemukan pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pada tumor dijumpai adanya injeksi conjunctiva, anterior chamber seeding, pseudohypopyon, gumpalan besar sel vitreous dan tumor yang menginfiltrasi retina, karena masa tumor yang dijumpai tidak jelas, diagnosis sering dikacaukan dengan keadaan inflamasi seperti pada uveitis intermediate yang tidak diketahui etiologinya. Glaukoma sekunder dan rubeosis iridis terjadi pada sekitar 50% kasus. Penyebaran metastasis ke kelenjar limfe regional, paru, otak dan tulang.(Kanski:2007) (Vaughan, 2010) Sel tumor mungkin juga melewati kanal atau melalui slera untuk masuk ke orbita. Perluasan ekstraokular dapat mengakibatkan proptosis sebagaimana tumor tumbuh dalam orbita. Pada bilik mata depan, sel tumor menginvasi trabecular messwork, memberi jalan masuk ke limphatik conjunctiva. Kemudian timbul kelenjar limfe preauricular dan cervical yang dapat teraba. (Skuta et al. 2011) Universitas Sumatera Utara Di Amerika Serikat, pada saat diagnosis pasien, jarang dijumpai dengan metastasis sistemik dan perluasan intrakranial. Tempat metastasis retinoblastoma yang paling sering pada anak mengenai tulang kepala, tulang distal, otak, vertebra, kelenjar limphe dan viscera abdomen.(Clinical Opthalmology, 2007) (Skuta et al. 2011) 2.5. Manifestasi Klinis Tanda-tanda retinoblastoma yang paling sering dijumpai adalah leukokoria (white pupillary reflex) yang digambarkan sebagai mata yang bercahaya, berkilat, atau cat’s-eye appearance, strabismus dan inflamasi okular. Gambaran lain yang jarang dijumpai, seperti heterochromia, hyfema, vitreous hemoragik, sellulitis, glaukoma, proptosis dan hypopion. Tanda tambahan yang jarang, lesi kecil yang ditemukan pada pemeriksaan rutin. Keluhan visus jarang karena kebanyakan pasien anak umur prasekolah. (Skuta et al. 2011) Tanda Retinoblastoma : Pasien umur < 5 tahun − Leukokoria (54 – 62 %) − Strabismus (18%-22%) − Hypopion − Hyphema − Heterochromia − Spontaneous globe perforation Universitas Sumatera Utara − Proptosis − Katarak − Glaukoma − Nystagmus − Tearing − Anisocoria Pasien umur > 5 tahun − Leukokoria (35%) − Penurunan visus (35%) − Strabismus (15%) − Inflamasi (2%-10%) − Floater (4%) − Nyeri (4%) 2.6 Klasifikasi Klasifikasi Reese-Ellsworth adalah metode penggolongan retinoblastoma intraokular yang paling sering digunakan, tetapi klasifikasi ini tidak menggolongkan retinoblastoma ekstraokular. Klasifikasi diambil dari perhitungan jumlah, ukuran, lokasi tumor dan dijumpai atau tidak dijumpai adanya vitreous seeding. Universitas Sumatera Utara Klasifikasi Reese-Ellsworth − Group I a. Tumor Soliter, ukuran kurang dari 4 diameter disc, pada atau dibelakang equator b. Tumor Multipel, ukuran tidak melebihi 4 diameter disc, semua pada atau dibelakang equator − Group II a. Tumor Soliter, ukuran 4-10 diameter disc, pada atau dibelakang equator b. Tumor Multipel, ukuran 4-10 diameter disc, dibelakang equator − Group III a. Ada lesi dianterior equator b. Tumor Soliter lebih besar 10 diameter disc dibelakang equator. − Group IV a. Tumor Multipel, beberapa besarnya lebih besar dari 10 diameter disc b. Ada lesi yang meluas ke anterior ora serrata − Group V a. Massive Seeding melibatkan lebih dari setengah retina b. Vitreous seeding Children’s Oncology Group (COG) sekarang ini melakukan evaluasi sebuah sistem klasifikasi internasional yang baru, yang akan digunakan Universitas Sumatera Utara pada percobaan klinis serial yang akan datang. (Skuta et al. 2011) (Shui H Lee, 2009) International Classification: (Skuta et al. 2011) (Shui H Lee, 2009) Group A Tumor kecil, ukuran < 3mm Group B tumor besar, ukuran >3mm Macula Juxtapapillary Sub-retinal fluid − Lokasi di makula (< 3 mm dari Foveola) − Lokasi di Juxtapapillary - (< 1.5 mm dari papil) - Dengan cairan sub retina, 3 mm dari margin Group C penyebaran local, retinoblastoma dengan : − Penyebaran Sub-retina < 3mm dari RB − Penyebaran vitreous < 3 mm dari RB − Penyebaran sub-retina dan Vitreous < 3 mm dari RB Group D Penyebaran diffuse RB dengan : − Cairan Sub-retinal > 3mm dari RB − Penyebaran Sub-retinal > 3mm dari RB − Penyebaran Vitreous > 3 mm dari RB − Penyebaran sub-retinal dan Vitreous > 3 mm dari RB Universitas Sumatera Utara Group E Penyebaran ekstensive RBMelibatkan > 50% dari bola mata atau ; − Neovascular glaucoma − Media opaque akibat perdarahan bilik mata depan, viterous atau ruang sub retina − Invasi nervus optic post laminar, koroid (>2mm), sclera, orbit, dan bilik mata depan − Pthisis bulbi post RB − Selulitis orbita yang merupakan tumor nekrosis aseptik 2.7 Diagnosis Pemeriksaan dengan keadaan anastesi (Examination under anesthesia / EUA) diperluan pada semua pasien untuk mendapatkan pemeriksaan yang lengkap dan menyeluruh. Lokasi tumor multipel harus dicatat secara jelas. Tekanan intra okular dan diameter cornea harus diukur saat operasi. USG dapat membantu dalam diagnosis retinoblastoma yang menunjukkan ciri khas kalsifikasi dalam tumor meskipun dapat terlihat juga pada CT Scan, MRI lebih disukai sebagai modal diagnostik untuk menilai nervus optikus, orbita dan otak. MRI tidak hanya memberikan resolusi jaringan lunak yang lebih baik, tapi juga menghindari bahaya terpapar radiasi. Studi terbaru menganjurkan evaluasi metastasis sistemik, khususnya sumsum tulang dan lumbal punksi. tidak di indikasikan pada anak tanpa abnormalitas neurologis atau Universitas Sumatera Utara adanya bukti perluasan ekstraokular. Jika diperkirakan adanya perluasan ke saraf optikus, lumbal punksi dilakukan. Orang tua dan saudara kandung harus diperiksa untuk membuktikan retinoblastoma atau retinoma yang tidak diterapi, sebagai bukti untuk predisposisi heriditer terhadap penyakit. Rata-rata umur pada saat diagnosis tergantung riwayat keluarga dan lateral penyakit : - Pasien dengan riwayat keluarga retinoblastoma yang diketahui : 4 bulan - Pasien dengan penyakit bilateral : 14 bulan - Pasien dengan penyakit unilateral : 24 bulan Sekitar 90% kasus didiagnosis pada pasien umur dibawah 3 tahun. (Skuta et al. 2011) 2.8 Gambaran histologis Tumor terdiri dari sel basophilic kecil ( retinoblast), dengan nukleus hiperkhromotik besar dan sedikit sitoplasma. Kebanyakan retinoblastoma tidak dapat dibedakan, tapi macam-macam derajat diferensiasi retinoblastoma ditandai oleh pembentukan rosettes, yang terdiri dari 3 tipe : (kanski.2007)(Sehu W.2005) 1. Flexner-wintersteiner rosettes, yang terdiri dari lumen central yang dikelilingi oleh sel kolumnar tinggi. Nukleus sel ini lebih jauh dari lumen. Universitas Sumatera Utara 2. Homer-Wright rosettes, rosettes tidak mempunyai lumen dan sel terbentuk mengelilingi masa proses eosinophilik 3. Flerettes adalah fokus sel tumor, yang mana nenunjukkan diferensiasi fotoreseptor, kelompok sel dengan proses pembentukan sitoplasma dan tampak menyerupai karangan bunga. 2.9 Penatalaksanaan Saat retinoblastoma pertama di terapi yang paling penting dipahami retinoblastoma adalah suatu keganasan. Saat penyakit ditemukan pada mata, angka harapan hidup melebihi 95% di negara barat. Walaupun dengan penyebaran ekstraokular, angka harapan hidup menurun sampai kurang dari 50%. Selanjutnya dalam memutuskan strategi terapi, sasaran pertama yang harus adalah menyelamatkan kehidupan, kemudian menyelamatkan mata, dan akhirnya menyelamatkan visus. Managemen modern retinoblastoma intraokular sekarang ini dengan menggabungkan kemampuan terapi yang berbeda mencakup enukleasi, eksenterasi, kemoterapi, photocoagulasi, cryoteerapi, external-beam radiation dan plaque raditherapy. (Skuta et al. 2011) Penatalaksanaan retinoblastoma berubah secara dramatis pada dekade yang lalu dan terus berkembang. External Beam radiotherapy jarang digunakan sebagai terapi utama retinoblastoma intraokular karena berhubungan dengan deformitas kraniofacial dan tumor sekunder pada daerah radiasi. Enukleasi primer pada retinoblastoma unilateral lanjut Universitas Sumatera Utara masih direkomendasikan untuk menghindari efek samping kemoterapi sistemik Dihindari manipulasi yang tidak diperlukan pada bola mata dan sepanjang saraf optikus untuk menghindari penyebaran tumor ke ekstraokular. (Skuta et al.2011) 1. Enukleasi Enukleasi masih menjadi terapi definitif untuk retinoblastoma, pada kebanyakan kasus operasi reseksi yang menyeluruh dari penyakit, khususnya enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang tepat jika − Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata − Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus − Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa glaukoma neovaskular. 2. Kemoterapi Pemberian kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor, berikutnya dapat menggunakan gabungan fokal terapi dengan laser, cryotherapy atau radiotherapy, perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat kamajuan dalam terapi kedua tumor otak dan metastasis retinoblastoma. Sekarang ini regimen kombinasi bermacam-macam seperti carboplatin, vincristine, etoposide dan cyclosporine. Anak-anak yang mendapat obat kemoterapi secara intravena setiap 3-4 minggu untuk 4-9 siklus kemoterapi. Universitas Sumatera Utara Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi lokal (gabungan) sekarang secara lebih sering digunakan visionsparing tecnique. retinoblastoma Kebanyakan menggunakan studi chemoreduction vincristine, carboplatin, untuk dan epipodophyllotoxin, lainya etoposide atau teniposide, tambahan lainya cyclosporine. Agen pilihan sebaiknya bervariasi dalam jumlah dan siklus menurut lembaga masing-masing. Kemoterapi jarang berhasil bila digunakan sendiri, tapi pada beberapa kasus terapi lokal (cryotherapy, laser photocoagulation, thermotherapy atau plaque radiotherapy) dapat digunakan tanpa khemoterapi. Efek samping terapi chemoreduction antara lain hitung darah yang rendah, rambut rontok, tuli, toksisitas renal, gangguan neurologik dan jantung. Pemberian kemoterapi lokal sedang diteliti, berpotensi meminimalkan komplikasi sistemik. 3. Periocular Chemotherapy Periocular chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam COG trial berdasarkan pada data terbaru penggunaan carboplatin subconjunctiva sebagai terapi retinoblastoma pada percobaan klinis phase 1 dan 2, keduanya baik vitreous seeding dan tumor retina didapati adanya respon terhadap terapi ini. Toksisitas lokal minor berupa orbit myositis pernah dilaporkan setelah pemberian carboplatin subconjuctiva dan respon terhadap kortikosteroid oral, dan reaksi yang lebih berat termasuk optik atropi pernah dilaporkan. Universitas Sumatera Utara 4. Photocoagulation dan Hyperthermia Xenon dan orgon laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk terapi retinoblastoma yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan dimensi basal kurang dari 10 mm, 2-3 siklus putaran photocoagulation merusak suplai darah tumor, selanjutnya mengalami regresi. Laser yang lebih berat digunakan untuk terapi langsung pada permukaan tumor. Laser diode (8-10mm) digunakan sebagai hyperthermia. Penggunaan langsung pada permukaan tumor menjadikan temperatur tumor sampai 45-60oC dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung yang dapat bertambah dengan kemoterapi dan radioterapi. 5. Cryotherapy Juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari 10mm dan ketebalan apical 3mm. Cryotherapy digunakan dengan visualisasi langsung dengan triple freeze-thaw technique. Khususnya laser photoablation dipilih untuk tumor pada lokasi posterior dan cryoablation untuk tumor yang terletak lebih anterior.Terapi tumor yang berulang sering memerlukan kedua tekhnik tersebut. Selanjut di follow up pertumbuhan tumor atau komplikasi terapi. 6. External-beam Radiation Therapy Tumor retinoblastoma respon terhadap radiasi, digunakan teknik terbaru yang dipusatkan pada terapi radiasi megavoltage, sering memakai lens-sparing technique, untuk melepaskan 4000-4500 cGy dengan interval terapi lebih dari 4-6 minggu. Khusus untuk terapi Universitas Sumatera Utara pada anak retinoblastoma bilateral yang tidak respon terhadap laser atau cryoterapi. Keselamatan bola mata baik, dapat dipertahankan sampai 85%. Fungsi visual sering baik dan hanya dibatasi oleh lokasi tumor atau komplikasi sekunder. Dua hal penting yang membatasi pada penggunaan external beam radiohterapy dengan teknik sekunder adalah : 1. Gabungan mutasi germline gen RB1 dengan peningkatan umur hidup pada resiko kedua, tidak tergantung pada keganasan primer (seperti osteosarcoma) yang dieksaserbasisi oleh paparan external beam radiotherapy. 2. Sequele yang dihubungkan dengan kekuatan radiotheraphy meliputi midface hypoplasia, radiation induced-cataract, dan radiation optic neuropathy dan vasculopathy. Bukti menunjukkan kemampuan terapi yang dikombinasi menggunakan external beam radiotherapy dosis rendah dan chemotherapy diperbolehkan untuk meningkatkan keselamatan bola mata dengan menurunkan morbiditas radiasi. Sebagai tambahan penggunaan kemoterapi sistemik dapat memperlambat kebutuhan external beam radiotherapy, memberikan perkembangan orbita yang baik dan secara bermakna menurunkan resiko malignansi sekunder sewaktu anak berumur satu tahun. Universitas Sumatera Utara 7. Plaque Radiotherapy (Brachytherapy) Radioactive plaque terapi dapat digunakan pada terapi penyelamatan mata dimana terapi penyelamatan bola mata gagal untuk menghancurkan semua tumor aktif dan sebagai terapi utama terhadap beberapa anak dengan ukuran tumor relatif kecil sampai sedang. Teknik ini secara umum dapat digunakan pada tumor yang dengan diameter basal kurang dari 16mm dan ketebalan apical 8mm. Isotop yang lebih sering digunakan adalah lodine 125 dan ruthenium 106. 2.10 Prognosa (Skuta et al. 2011) Anak-anak dengan retinoblastoma intraokular yang mendapat perawatan medis modern mempunyai prognosis yang baik untuk bertahan hidup. Dinegara berkembang laju keselamatan hidup pada anak lebih dari 95%. Kebanyakan faktor resiko penting yang dihubungkan dengan kematian adalah tumor yang meluas ke ekstraokular, secara lansung melalui sclera, atau yang lebih sering dengan invasi saraf optikus, khususnya pada pembedahan reseksi margin. Anak yang bertahan dengan retinoblastoma bilateral meningkatkan insiden keganasan non okular dikemudian hari. Kira-kira waktu laten untuk perkembangan tumor sekunder 9 tahun dari penatalaksaan retinoblastoma primer. Mutasi RBI Universitas Sumatera Utara dihubungkan dengan insiden 26,5% perkembangan tumor sekunder dalam 50 tahun pada pasien yang di terapi tanpa terpapar terapi radiasi. External beam radiotherapy menurunkan periode laten, meningkatkan insidensi tumor sekunder pada 30 tahun pertama kehidupan, sebagaimana proporsi tumor meningkat baik pada kepala dan leher. Jenis tumor sekunder yang paling sering tampak pada pasien ini adalah osteogenic sarcoma. Keganasan sekunder lain yang relatif sering adalah pinealoma, tumor otak, cutaneous melanoma, soft tissue sarcoma, dan tumor-tumor primitive yang tidak diklasifikasikan. Universitas Sumatera Utara