BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel karena kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit (Smeltzer dan Bare, 2004). Penyakit ini merupakan sindrom klinis yang terjadi pada stadium gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti (Soeparman, 2003). Gangguan ginjal yang telah berada pada tahap berat ditunjukkan dengan ketidakmampuan ginjal membuang sisa-sisa zat metabolisme dari dalam tubuh. Ketidakmampuan ginjal menyebabkan tubuh dipenuhi dengan air dan racun sehingga timbul gejala seperti mual, muntah dan sesak napas yang memerlukan hemodialisa darah sesegera mungkin (Indonesian Kidney Care Club/IKCC, 2008). Menurut Kusmardanu (2008), data yang diperoleh dari The US Renal Data System (USRDS) tahun 1999 terdapat 340.000 pasien yang menjalani terapi hemodialisa sedangkan tahun 2010 diperkirakan meningkat sampai 651.000 pasien. The Third National Health and Examination Survey (NHANES III) mengestimasikan prevalensi penyakit ginjal kronis pada orang dewasa di Amerika Serikat sekitar 11% (19,2 juta penduduk) terdiri dari 3,3% (5,3 juta) pada derajat satu, 3% (5,3 juta) pada derajat dua, 4,3% (7,6 juta) pada derajat tiga, 0,2% (400.000) pada derajat empat, dan 0,2% (300.000) pada derajat lima atau gagal ginjal. Skala internasional, rata-rata insiden dari penyakit ginjal kronis derajat lima mengalami peningkatan terus menerus sejak tahun 1989. Universitas Sumatera Utara Prevalensi penderita gagal ginjal kronis di Amerika Serikat pada akhir tahun 2002 sekitar 345.000 orang sedangkan tahun 2007 terjadi peningkatan 80.000 orang. Setiap tahunnya sekitar 70.000 orang di Amerika Serikat meninggal dunia disebabkan oleh gagal ginjal (Kusmardanu, 2008). Menurut Annual Data Report United States Renal Data System yang dirilis pada tahun 2000, memperkirakan gagal ginjal kronis mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dalam kurun waktu tahun 1998-2008. Gagal ginjal kronis di Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 8% tiap tahun. Data yang diterima dari RSU dr. Soetomo Jakarta pada tahun 2004-2006, diperkirakan tiap tahun ada 2.000 pasien baru dengan kasus gagal ginjal. Data tersebut didapat bahwa sekitar 60%-70% dari pasien tersebut menjalani terapi dengan kondisi sudah masuk tahap gagal ginjal kronis sehingga pasien harus bergantung pada hemodialisa seumur hidup (Winata,2007 dalam Desita, 2009). Soeparman (2003) mengatakan, Pusat Data & Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERSI) menunjukkan jumlah penderita gagal ginjal kronis di Indonesia yang menjalani terapi hemodialisa sekitar lima puluh orang per satu juta penduduk. Menurut laporan tahunan dari Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia (YGDI) tahun 2006, diperkirakan jumlah penderita gagal ginjal kronis di Indonesia sebanyak 150 ribu pasien dan jumlah total pasien tersebut 21% berusia 15-34 tahun, 49% berusia 35-55 tahun, dan 30% berusia diatas 56 tahun. Hemodialisa merupakan terapi pengganti ginjal yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein atau mengoreksi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Terapi hemodialisa yang dijalani penderita gagal Universitas Sumatera Utara ginjal tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal akan berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien (Smeltzer dan Bare, 2004). Kualitas hidup merupakan keadaan dimana seseorang mendapat kepuasaan dan kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup tersebut menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental yang berarti jika seseorang sehat secara fisik dan mental maka orang tersebut akan mencapai suatu kepuasan dalam hidupnya. Kesehatan fisik itu dapat dinilai dari fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri pada tubuh dan persepsi tentang kesehatan. Kesehatan mental itu sendiri dapat dinilai dari fungsi sosial, dan keterbatasan peran emosional (Hays, 1992 ). Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa masih merupakan masalah yang menarik perhatian para profesional kesehatan. Pasien bisa bertahan hidup dengan menjalani terapi hemodialisa, namun masih menyisakan sejumlah persoalan penting sebagai dampak dari terapi hemodialisa. Mencapai kualitas hidup perlu perubahan secara fundamental atas cara pandang pasien terhadap penyakit gagal ginjal kronis itu sendiri. Individu dengan hemodialisa jangka panjang sering merasa kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan gangguan dalam kehidupannya. Kondisi masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang hilang serta impotensi, depresi akibat sakit yang kronis, dan ketakutan terhadap kematian menjadi masalah yang sangat penting yang sangat membutuhkan dukungan sosial dari berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas hidup (Smeltzer dan Bare, 2004). Universitas Sumatera Utara Keperawatan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu unsur yang digunakan sebagai indikator pelayanan kesehatan yang bermutu, serta sangat berperan dalam menentukan kepuasan pasien yang dirawat di rumah sakit (Mubarak, 2006). Peran perawat pelaksana merupakan peran perawat yang sangat penting karena peran ini membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses perawatan. Proses perawatan tidak hanya sekedar sembuh dari penyakit tertentu, namun dengan keterampilan yang dimilki perawat, peran perawat pelaksana mampu meningkatkan kesehatan fisik, dan mengembalikan emosional dan spiritual (Perry dan Potter, 2004). Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa memerlukan hubungan yang erat dengan seseorang yang bisa dijadikan tempat menumpahkan perasaannya saat-saat stres dan kehilangan semangat. Perawat dapat memberi dukungan kepada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa dengan mengidentifikasi strategi koping yang efektif dan aman untuk menghadapi berbagai masalah dan rasa takut sehingga kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis dapat meningkat (Smeltzer dan Bare, 2004). Peran perawat pelaksana dapat memberi asuhan keperawatan secara langsung maupun tidak langsung kepada pasien dan keluarga dengan baik, terampil, aman, cepat, dan tepat untuk meningkatkan status kesehatan pasien. Menurut Taylor (1990 dalam Kartika, 2010) dukungan yang dimiliki pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa dapat mencegah berkembangnya masalah akibat yang dihadapi. Seseorang yang mendapat dukungan yang tinggi akan lebih berhasil menghadapi dan mengatasi masalahnya dibanding dengan Universitas Sumatera Utara yang tidak memiliki dukungan. Penelitian Sapri (2010) menyatakan faktor keterlibatan peran perawat sangat diperlukan pasien terutama dalam memberikan asuhan keperawatan, informasi bagi pasien dan keluarga, serta rencana pengobatan selanjutnya yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Fenomena di lapangan masih menyisihkan adanya kecenderungan perawat masih belum melaksanakan perannya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang berdampak kepada kualitas hidup pasien pada penyakit kronis. Hasil penelitian Rumintang (2006, dalam Arlinda, 2008) mengatakan pelaksanaan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan masih jauh dari standart asuhan keperawatan professional dan masih minim dilakukan oleh perawat yang berpengaruh terhadap kepuasan dan depresi pasien. Berdasarkan uraian diatas dan fenomena yang terjadi, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi bagaimana hubungan peran perawat pelaksana di RSUP HAM Medan dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa terhadap kualitas hidup yang masih menyisakan sejumlah persoalan penting. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimana hubungan peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara 3. Pertanyaan Penelitian 3.1 Bagaimana peran perawat pelaksana pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan? 3.2 Bagaimana kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan? 3.3 Adakah hubungan peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan? 4. Tujuan Penelitian 4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan. 4.2 Tujuan Khusus 4.2.1 Mengidentifikasi peran perawat pelaksana pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan. 4.2.2 Mengidentifikasi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan. 4.2.3 Mengidentifikasi hubungan peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara 5. Manfaat Penelitian 5.1 Bagi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini memberikan informasi dan pengetahuan tentang ilmu keperawatan terutama kajian peran perawat pelaksana dalam pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan standart praktek keperawatan pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa. 5.2 Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan data tambahan dalam penelitian keperawatan dan dikembangkan bagi penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama. 5.3 Bagi Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan tentang peran perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga dapat meningkatkan kinerja profesional perawat dalam memberi asuhan keperawatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa. Universitas Sumatera Utara