bab i signet ring cell carcinoma

advertisement
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
BAB I
SIGNET RING CELL CARCINOMA
1.1 Etiologi
Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara factor genetic
dan factor lingkungan. Factor genetic mendominasi yang lainnya pada kasus
sindrom herediter seperti familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary
nonpolyposis colorectal cancer (HNPC) (Sudoyo et al,2009).
1.2 Patogenesis
Gaster adalah suatu organ berbentuk kantong, terletek diarea hipokandrium kiri
dan abdomen atas, terletak diarea hipokandrium kiri dan abdomen atas. Diatas
dan bawah terdapat lubang masuk dan lubang keluar, terdapat 2 dinding yaitu
depan dan belakang, 2 tepi yaitu kiri yang cembung dan kanan yang cekung.
Lubang masuk disebut kardia, terletak relatif terfikasi. Lubang keluar disebut
pilorus, dengan ruang gerak tertentu. Tepi cekung yang lebih pendek disebut
kurvatura minor gaster, tepi cembung yang lebih panjang disebut kurvatura major
gaster. Riset karsinoma gaster menjadi 3 area atas dasar garis yang
menghubungkan titik-titik yang membagi kurvatura minor dan kurvatura major
menjadi 3 bagian sama: bagian superior mencakup kardia dan fundus ventrikuli
bagian media, bagian inferior, mencakup pilorus dan antrum pilorikum.
(Desen.2013)
1.3 Tanda &Gejala
Salah satu fitur karakteristik kolorektal SRCC adalah manifestasi akhir dari
gejala dan banyak dari mereka yang didiagnosis pada stadium lanjut. Presentasi
dari kolorektal SRCC termasuk perdarahan rektum, obstruksi usus halus, nyeri
perut, tinja berdarah, massa abdomen, muntah, sembelit dan kepenuhan perut.
Keterlambatan diagnosis mengurangi kemungkinan reseksi kuratif dan
meningkatkan risiko metastasis lokal dan distal (Bakkelund et al, 2009).
1.4 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Metode diagnosis kolorektal SRCC tidak berbeda dari yang dari adenokarsinoma
konvensional. Selain rutin tes darah dan penilaian radiologis, biopsi endoskopi
adalah teknik diagnostik umum untuk mendeteksi tumor di colorectum . Sebuah
laparotomi darurat mungkin diagnosis pertama jika tumor menghalangi usus
besar dan menghasilkan gejala akut (Bakkelund et al, 2009).
1
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
1.5 Penatalaksanaan
Diagnosis dini dan strategi pengobatan agresif diperlukan untuk pengelolaan
SRCC kolorektal primer. Manajemen bedah untuk SRCC mirip dengan
kolorektal adenokarsinoma konvensional. Kemoterapi dan radioterapi digunakan
sebagai terapi adjuvant untuk penyakit maju (Bakkelund et al, 2009).
1.6 Prognosis
Secara umum tingkat kelangsungan hidup SRCC kolorektal 0-12%. Kekambuhan
penyakit lebih sering di kolorektal SRCC dibandingkan dengan adenokarsinoma
mucinous . Alasan untuk prognosis buruk mungkin tahap tumor maju daripada
histologi . Dalam seri kita sekarang, satu pasien disajikan dengan penyakit lanjut
dan kelangsungan hidup kurang dari satu tahun. Pasien lain terdeteksi pada tahap
lebih maju dan memiliki kelangsungan hidup jangka panjang bahkan dengan kanker
sinkron. Kemungkinan pementasan tumor adalah faktor prediktif yang terbaik untuk
prognosis SRCC kolorektal (Bakkelund et al, 2009).
BAB II
CARCINOMA OF THE LARGE BOWEL
2
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2.1 Etiologi
Kanker kolon diklasifikasi sebagai well differentiated tubular adenocarcinoma
atau moderately differentiated tubular adenocarcinoma. Berdasarkan penelitian
nasional oleh Yasutomi, prevalensi dari poorly differentiated adenocarcinoma di
jepang dalah 4.8%. hasil lain menyatakan dari 2.7% - 10% di Negara ini
(jepang), sementara di Eropa dan US berjumlah kira kir 20%. Karakteristik
patologi klinik dari poorly differentiated adenocarcinoma memiliki prognosis
buruk dimana prevalensinya 8 % (Yoshida,2011).
Walaupun penyebab kanker usus besar (seperti kanker lainnya) masih belum
diketahui, namun telah dikenali beberapa faktor predisposisi. Hubungan antara
kolitis ulseratif (yaitu tipe pilip kolon tertentu) denhan kanker usus besar telah
dibicarakan.(Price,Sylvia, 2005)
Faktor predisposisi penting lain mungkin berkaitan dengan kebiasaan makan.
Hal ini karena kanker usus besar (seperti juga divertikulosis) terjadi sekitar 10
kali lebih banyak pada penduduk wilayah barat yang mengonsumsi lebih banyak
makanan mengandung karbohidrat murni dan rendah serat, dibandingkan
penduduk primitif (misal, di Afrika) yang mengonsumsi makanan tinggi serat.
(Price,Sylvia, 2005)
2.3 Patogenesis
Kanker kolerectar timbul melalui intraksi yang kompleks antara factor
genetic dan factor lingkungan.Faktor genetic mendominasi yang lainnya pada
sindrom herediter seperti Hereditary NonpolyposisColorectar Cancer( HNPC ),
kankerkolorektal yang sporadic muncul setelah melewati rentang masa yang
lebih panjang sebagai akibat dari factor lingkungan yang menimbulkan
perubahan genetik yang berkembang menjadi kanker. Kedua jenis kanker
kolorektal (hereditervssporadi) tidak muncul secara mendadak melainkan
melalui proses yang dapat diidenfikasikan pada mukosa kolon (seperti: dysplasia
adenoma).(Sudoyo, 2009)
2.4 Tanda dan Gejala
Gejala kanker usus besar yang paling sering adalah perubahan
o kebiasaan defekasi
o perdarahan
o Nyeri
3
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
o Anemia
o Anoreksia
o Penurunan berat badan
Karsinoma kolon kiri dan rektum cenderung menyebabkan perubahan
defekasi akibat iritasi dan respons refleks. Sering terjadi diare, nyeri mirip
kejang, dan kembung. Lesi pada kolon cenderung melingkar, sehingga sering
timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik
mukus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia
akibat kehilagan darah kronis. Pertumbuhan pada sigmoid atau rektum dapat
mengenal radiks saraf, pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala pada
tungkai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan
defekasi, atau sering berkemih dapat timbul akibat tekanan pada struktur
tersebut. (Price,Sylvia, 2005)
2.5 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Laboratorium.Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma
kolon memberikan hasil normal. Perdarahan intermitten dan polip yang besar
dapat dideteksi melalui darah samar feses atau anemia defisiensi Fe. (Sudoyo,
2009)
PemeriksaanRadiologi. Pemeriksaan anema barium kontras ganda hanya
mampu mendeteksi 50% polip kolon dengan spesifisitas 85%.Bagian rekto
sigmoid sering sulit untuk divisi luas asi meskipun bila dibaca oleh ahli radiologi
senior.Oleh karena itu pemeriksaan rekto sigmoid oskopi masih
diperlukan.Bilamana ada lesi yang mencurigakan pemeriksaan kolonoskopi
diperlukan untukbiopsi.Pemeriksaan lumen barium teknik kontras ganda
merupakan alternatif lain untuk kolonoskopi namun pemeriksaan ini sering tak
bias mendeteksi lesi berukuran kecil. Enema barium cukup efektif untuk
memeriksa bagian kolon dibalik striktur yang tak terjangkau dengan
pemeriksaan kolonoskopi. (Sudoyo, 2009)
Kolonoskopi.Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan mukosa kolon yang
sangat akurat dan dapat sekaligus melakukan biopsy pada lesi yang
mencurigakan. Pemeriksaan kolon yang lengkap dapat mencapai>95% pasien.
Rasa tidak nyaman yang timbul sangat bergantung pada operator untuk itu
sedikit obat penenang intravena sangat membantu meskipun ada risiko perforasi
4
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
dan perdarahan, tetapi kejadian seperti ini<0,5%. Kolonoskopi dengan anema
barium, terutama untuk mendeteksi lesi kecil seperti adenoma.(Sudoyo, 2009)
2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan karsinoma kolon dan rektum adalah pengangkatan tumor dan
pembuluh limfe secara pembedahan. Tindakan yang paling sering dilakukan
adalah hemikolektomi kanan, kolektomi transversal, hemikolektomi kiri atau
reseksi anterior dan reseksi abdominoperineal. (Price,Sylvia, 2005)
2.7 Prognosis
Pembedahan sangat berhasil bila dilakukan pada pasien yang tidak
mengalami metastasis. Pemeriksaan tindak lanjut dari antigen karsinoembrionik
adalah penanda yang sensitif untuk rekurensi tumor yang tidak terdeteksi. Daya
tahan hidup 5 tahun adalah sekitar 50%. (Price,Sylvia, 2005)
BAB III
CROHN’S DISEASE
3.1 Etiologi
Etiologi CD masih harus didefinisikan secara tegas tapi hipotesis disukai saat
menjelaskan individu secara genetik rentan yang menemukan satu atau
serangkaian pemicu lingkungan untuk mewujudkan penyakit. Elemen-elemen
kunci dalam hipotesis ini telah menerima banyak dukungan dari deskripsi
terbaru dari gen kerentanan pertama untuk CD disebut NOD2 / CARD15 dan
mekanisme yang diusulkan tindakan. Faktor lingkungan lain yang mampu
5
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
mempengaruhi jalannya respon imun yang menyimpang di CD mencakup rokok
dan, lebih kontroversial, apendisektomi awal (Hume and graham, 2009).
3.2 Patogenesis
Penyakit crohn adalah penyakit radang usus.Istilah penyakit Crohn telah
menggantikan istilah yang lebih tua, yang termasuk enteritis regional, regional
atau terminal ileitis, dan kolitis granulomatosa. Meskipun ileum terminal dan
usus besar kanan adalah situs yang paling sering terlibat, gangguan patologis dan
klinis yang serupa dapat mempengaruhi setiap bagian dari saluran pencernaan,
dari mulut ke daerah perianal. Hanya sepertiga dari pasien dengan penyakit
Crohn memiliki peradangan granulomatosa. istilah yang luas penyakit Crohn
tidak menyiratkan salah satu penyebab, situs, atau respons patologis. Crohn
adalah penyakit kronis yang membutuhkan obat mahal, sering rawat inap dan /
atau operasi, dan hasil dalam tol sosial dan ekonomi yang berat (Hume and
graham, 2009).
3.3 Tanda dan gejala
gejala seperti demam,anoreksia,nyeri kram atau nyeri tekan abdomen harus
mereda beberapa hari atau minggu pertama. Jika gejala tidak merespon segera,
dokter harus mencurigai obstruksi, abses, atau kesalahan dalam diagnosis.
Begitu pasien mulai membaik, kortikosteroid harus diberikan (Hume and
graham, 2009).
3.4 Pemeriksaan fisik dan penunjang
Sifat usus penyakit mungkin sulit untuk menilai. Seorang pasien mungkin
memiliki pemeriksaan fisik normal dari kuadran kanan bawah. Selama berbulanbulan, satu-satunya bukti obyektif penyakit mungkin demam yang tidak jelas
ringan, polyarthralgia, anemia defisiensi besi, hipoalbuminemia, bangku guaiac
positif, peningkatan Protein C-reaktif, atau laju endap darah meningkat. Anakanak dan remaja yang hadir dengan demam dan arthralgia dapat diberikan
misdiagnosis demam rematik atau rheumatoid arthritis. Pasien praremaja
mungkin memiliki perlambatan pertumbuhan 1-2 tahun sebelum berat badan
memperlambat atau gastrointestinal gejala dimulai. Hal ini karena mediator
inflamasi mengganggu pertumbuhan tulang danmineralisasi sebelum lesi usus
cukup luas untuk menyebabkan kram atau diare. Diagnosis penyakit Crohn
didirikan oleh kombinasi klinis, radiografi, endoskopi dan temuan
patologis.Kepercayaan Keuntungan dokter di diagnosis dengan mengamati
6
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
kursus pasien. Bukti Laboratorium peradangan, seperti protein C-reaktif yang
tinggi, sebuah endap darah tinggi menilai atau hipoalbuminemia, dapat
mendukung diagnosis penyakit Crohn, namun ketiadaan tidak mengecualikan
penyakit. Selain itu, beberapa penelitian telah dikonfirmasi hubungan antara
serum antibodi cerevisiae anti-Saccharomyces dan penyakit Crohn di sekitar
dua-pertiga dari pasien,meskipun alasan yang buruk dipahami (Hume and
graham, 2009).
Radiografi
Ketersediaan teknik pencitraan yang sangat baik seperti kontras barium sinar-x
dan computed tomography (CT) harus membuatnya tidak biasa untuk Crohn
Penyakit yang akan didiagnosis tiba-tiba pada laparotomi eksplorasi. A doublecontrast barium enema x-ray dapat menunjukkan usus besar kanan dan bagian
terminal ileum, daerah yang paling sering terlibat dalam penyakit Crohn.
Pemeriksa mencari borok aphthous (dilihat sebagai cacat mengisi kecil dengan
pusat buram), hilangnya detail mukosa, batu mengisi cacat, area segmental
keterlibatan, fistula, dan penampilan asimetris. Kejang atau jaringan parut,
menghasilkan tanda string yang klasik, mungkin mempersempit
lumen ileum. CT abdomen adalah teknik pilihan untuk dicurigai abses intraabdominal. Kecil usus Series Ini adalah cepat, prosedur yang aman untuk
visualisasi dari usus kecil. Pasien minum suspensi barium dan radiografi perut
overhead diambil di 20-30 interval menit. Ketika barium mencapai kolon kanan,
fluoroskopi dilakukan saat bergerak pasien dalam berbagai posisi untuk
bersantai usus ditumpangkan loop. Radiografi kompresi tempat diperoleh
dengan memperhatikan ileum terminal. Kecil-usus sinar-x mengungkapkan
sejauh proksimal dari penyakit, melewatkan daerah, dan stenosis dan pelebaran,
menunjukkan obstruksi parsial.
Enteroclysis
Enteroclysis lebih sensitif untuk lesi fokal (seperti adhesi), namun memiliki
tingkat komplikasi yang lebih tinggi dan kesulitan teknis. Dengan pasien agak
dibius, sebuah tabung dilewatkan melalui hidung dan maju ke jejunum. Di
bawah pencitraan fluoroscopic konstan, barium diinfuskan melalui tabung
dengan metilselulosa sebuah solusi, sehingga distensi dan pelapisan dari loop
usus halus. Penampilan ini mirip dengan enema kontrasganda (Hume and
graham, 2009).
7
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
DiagnosisEndoskopi
Flexible sigmoidoscopy atau colonoscopy dengan biopsi kolorektal dapat
mengungkapkan granuloma inflamasi fokal bahkan ketika pasien tidak memiliki
temuan kotor. Namun, persiapan untuk sinar-x colonoscopy atau barium enema
dapat berisiko bagi pasien akut dengan kolitis fulminan.untuk pasien ini
sigmoideiskopi seri usus dengan usus tindak lanjut dapat memberikan dokter
informasi yang cukup untuk membuat keputusan diagnostik dan terapeutik
(Hume and graham, 2009).
3.5 Penatalaksanaan
Obat Anti-inflamasi Ringan sampai sedang penyakit Crohn memiliki respon
yang baik terhadap agen-5-aminosalicylate mengandung. 5-aminosalisilat acid
(5-ASA) derivatif (mesalamine, Mesalazin dan sulfasalazine) memberikan
tindakan anti-inflamasi untuk jaringan ikat. Aminosalicylates dapat ditargetkan
ke situs di sepanjang saluran pencernaan. Asacol, dilapisi dengan polimer akrilik
pH-sensitif, melepaskan 5-ASA dalam ileum distal dan kolon pada pH 7,0.
Sulfasalazine bertindak sebagai mekanisme transportasi untuk membawa 5-ASA
komponen ke saluran usus. Pentasa terdiri dari butiran dilapisi yang melepaskan
5-ASA dalam saluran pencernaan bagian atas, serta ileum dan kolon.
Antibiotik
Terapi antibiotik telah digunakan dalam penyakit Crohn meskipun fakta bahwa
agen mikroba belum diidentifikasi sebagai faktor etiologi spesifik.
Metronidazole adalah yang paling umum digunakan antibiotik dan
kemanjurannya sebanding dengan sulfasalazine. Metronidazole telah efektif
dalam pengobatan penyakit perianal dan memiliki transiently mengurangi
kambuhnya proses penyakit setelah reseksi ileum. Ciprofloxacin telah seefektif
mesalamine dalam ringan sampai sedang penyakit Crohn dan telah digunakan
dalam kombinasi dengan metronidazol untuk ileum dan penyakit perianal. Studi
terapi kombinasi dengan terapi antimycobacterial di Crohn Penyakit tidak
konsisten dalam hal efektivitas mereka untuk penyakit aktif dan pemeliharaan
remisi. Obat steroid Adrenocorticosteroids (misalnya, prednison 40-60 mg / d),
dalam kombinasi dengan obat anti-inflamasi lainnya (misalnya, sulfasalazine
atau mesalamine), memperbaiki gejala di lebih dari 75% dari pasien yang
dirawat selama 4-5 tahun pertama penyakit tanpa komplikasi atau selama
kekambuhan pasca reseksi. Pasien dengan didominasi ileum Keterlibatan ini
8
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
adalah rute paling responsif Obat imunomodulator Terapi imunomodulator
(azathioprine dan 6-merkaptopurin [6-MP]) telah digunakan selama lebih dari 25
tahun untuk pengobatan penyakit inflamasi usus. Maskapai obat diperkirakan
mengubah respon imun dengan menghambat aktivitas sel pembunuh alami dan
penekanan fungsi sel-T. Terapi imunomodulator telah terbukti lebih efektif
daripada steroid sebagai terapi pemeliharaan dan umumnya dapat ditoleransi
dengan baik. Remisi atau hemat steroid dapat dicapai dalam 70% pasien.
Namun, potensi efek samping termasuk demam, ruam, mual, leukopenia dan
hepatitis. Pankreatitis dapat terjadi pada 3-15% dari pasien dengan resolusi cepat
dengan obat penghentian.
• biologis Terapi
• Diet Terapi Bedah
Sekitar 40-60% dari pasien dengan penyakit Crohn ileum memerlukan
pembedahan selama 10 tahun pertama gejala, paling sering pada 8-10 tahun.
Pasien memerlukan operasi sebelumnya jika mereka mengembangkan abses
intra-abdomen atau perforasi bebas langka. Sayangnya, 50-60% pasien yang
menjalani operasi mengembangkan penyakit berulang dalam waktu 10 tahun
(Hume and graham, 2009).
3.6 Prognosis
Obat baru, terapi nutrisi, kemajuan dalam teknik bedah, meningkatkan
perawatan pascaoperasi, dan pengakuan dari risiko kanker telah meningkatkan
prospek. Secara khusus, stricturoplasties digunakan untuk mencegah sindrom
usus pendek, sindrom malabsorpsi parah akibat reseksi panjang berulang. Pasien
dengan sindrom usus pendek mungkin memerlukan rumah jangka panjang
alimentation parenteral atau bahkan transplantasi usus kecil. Kematian dari
penyakit Crohn sekarang tidak jauh lebih besar dari pada populasi umum dan
umumnya terkait dengan komplikasi septik dari perforasi atau sindrom usus
pendek. Bunuh diri tetap menjadi masalah, terutama di kalangan anak muda
dengan penyakit yang luas, ostomies, atau kebutuhan untuk hiperalimentasi
jangka panjang. Meskipun penyakit psikiatris utama adalah tidak lebih umum
pada pasien dengan penyakit inflamasi usus daripada di populasi umum, pasien
rentan terhadap depresi reaktif dan memiliki potensi untuk penyalahgunaan obat
nyeri. Dokter harus menyadari masalah ini dan pasien harus diobati dengan tepat
(Hume and graham, 2009).
9
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
BAB IV
HEMORRHOIDS
4.1 Etiologi
Penyebab dari hemoroid, termasuk sembelit dan berkepanjangan tegang. Dilatasi
abnormal dan distorsi dari saluran pembuluh darah, bersama dengan perubahan
destruktif dalam jaringan ikat penyangga dalam bantal anal, merupakan temuan
penting penyakit hemoroid. sebuah inflamasi reaksi dan hiperplasia vaskula
mungkin jelas dalam wasir. Artikel ini pertama meninjau patofisiologi dan latar
belakang klinis lain dari hemoroid penyakit, diikuti oleh pendekatan saat ini untuk
non-operatif dan manajemen operasi (Varut Lohsiriwat, 2012).
4.2 Patogenesis
Patofisiologi yang tepat dari pembangunan hemoroid kurang dipahami. Selama
bertahun-tahun teori varises, yang mendalilkan bahwa wasir yang disebabkan
oleh varises di anal kanal, telah populer tetapi sekarang sudah usang karena wasir
dan varises anorektal yang terbukti entitas yang berbeda. dalam Bahkan, pasien
dengan hipertensi portal dan varises tidak memiliki peningkatan insiden wasir.
10
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
Ini mengusulkan bahwa wasir berkembang ketika jaringan pendukung bantal anal
hancur atau memburuk. Wasir karena itu Istilah patologis untuk menggambarkan
normal ke bawah perpindahan bantal anal menyebabkan dilatasi vena. Ada
biasanya tiga bantal anal utama, terletak di anterior kanan, posterior kanan dan
kiri lateral yang aspek lubang anus, dan berbagai jumlah kecil bantal berbaring di
antara mereka [7] (Gambar 1). anal bantal pasien dengan wasir menunjukkan
signifikan perubahan patologis. Perubahan ini termasuk normal dilatasi vena,
trombosis pembuluh darah, degeneratif proses dalam serat kolagen dan jaringan
fibroelastik, distorsi dan pecahnya otot subepitel anal (Varut Lohsiriwat, 2012).
4.3 Tanda &Gejala
Sejak geser tindakan membuang kotoran keras pada anus mukosa dapat
menyebabkan kerusakan pada bantal anal dan memimpin untuk gejala wasir,
meningkatkan asupan serat atau menyediakan menambahkan massal dalam diet
dapat membantu menghilangkan mengejan saat buang air besar. Dalam studi
klinis wasir, suplemen serat mengurangi risiko bertahan gejala dan perdarahan
sekitar 50%, tetapi tidak tidak meningkatkan gejala prolaps, nyeri, dan gatalgatal (Varut Lohsiriwat, 2012).
4.4 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Manifestasi paling umum dari wasir adalah perdarahan rektum menyakitkan
terkait dengan usus bergerak-Manifestasi paling umum dari wasir adalah
perdarahan rektum menyakitkan terkait dengan buang air besar, yang
digambarkan oleh pasiensebagai menetes darah ke toilet mangkuk. Darah
biasanya merah terang sebagai hemoroid jaringan memiliki komunikasi
arteriovenous langsung. positif darah tinja okultisme atau anemia tidak
berhubungan wasir sampai usus besar cukup dinilai terutama ketika pendarahan
atipikal untuk wasir, bila tidak ada sumber perdarahan jelas pada anorektal
pemeriksaan, atau ketika pasien memiliki faktor risiko yang signifikan untuk
neoplasia kolorektal (Varut Lohsiriwat, 2012).
4.5 Penatalaksanaan
• Modifikasi diet dan gaya hidup
Pengobatan
• kalsium dobesilate Oral: Ini adalah venotonic lain obat yang biasa digunakan
dalam retinopati diabetes dan insufisiensi vena kronis serta dalam pengobatan
gejala akut wasir
11
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
• Pengobatan topikal: Tujuan utama dari pengobatan yang paling topikal
bertujuan untuk mengontrol gejala bukan untuk menyembuhkan penyakit.
Dengan demikian, perawatan terapi lainnya bisa kemudian diperlukan. Sejumlah
topikal persiapan yang tersedia termasuk krim dan supositoria, dan kebanyakan
dari mereka dapat dibeli tanpa resep dokter.
• Terapi Non-operatif Skleroterapi: Ini saat ini direkomendasikan sebagai Pilihan
pengobatan untuk wasir pertama dan tingkat kedua. Alasan bahan kimia suntik
adalah untuk menciptakan fiksasi mukosa ke otot yang mendasarinya dengan
fibrosis. Solusi yang digunakan adalah 5% fenol dalam minyak, sayur minyak,
kina, dan urea hidroklorida atau larutan garam hipertonik
• Pengobatan operatif Operasi diindikasikan jika pendekatan non-operatif telah
gagal atau telah terjadi komplikasi. berbeda filosofi mengenai patogenesis
hemoroid Penyakit menciptakan pendekatan bedah yang berbeda
Hemorrhoidectomy: Excisional hemorrhoidectomy adalah kebanyakan
pengobatan yang efektif untuk wasir dengan terendah Tingkat kekambuhan
dibandingkan dengan modalitas lain (Varut Lohsiriwat, 2012).
4.6 Prognosis
Terapi pengobatan wasir berkisar dari diet dan modifikasi gaya hidup untuk
operasi radikal, tergantung pada tingkat dan keparahan gejala. meskipun operasi
adalah pengobatan yang efektif wasir, semuanya dapat disimpan penyakit lanjut
dan dapat dikaitkan dengan cukup komplikasi. Sementara itu, perawatan nonoperasi yang tidak sepenuhnya efektif, khususnya yang topikal atau farmakologis
pendekatan. Oleh karena itu, perbaikan dalam pemahaman kita dari patofisiologi
wasir diperlukan untuk mendorong pengembangan metode baru dan inovatif
untuk pengobatan wasir (Varut Lohsiriwat, 2012).
12
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
BAB V
CHRONIC DIVERTICULITIS
5.1 Etiologi
Diverticulitis adalah penyakit luas yang berjalan spektrum dari terisolasi, ringan,
serangan akut sampai berat, berulang penyakit . Bahkan pasien tanpa gejala
mungkin memiliki peradangan ringan yang terkait dengan diverticula kolon.
Setelah dianggap sebagai entitas klinis yang berbeda, muncul Data menunjukkan
kemungkinan tumpang tindih antara divertikular kronis peradangan dan penyakit
radang usus (IBD). Asosiasi ini telah mengumpulkan lebih banyak dukungan
dengan lebih pemahaman entitas yang dikenal sebagai kolitis segmental terkait
dengan divertikula (SCAD) dan laporan terbaru dari keberhasilan terapi dengan
aminosalicylates (Beatriz et al, 2009).
5.2 Patogenesis
Divertikula poin formatweak di bowelwall, biasanya di lokasi di mana recta vasa
menembus kolon halus otot. Meskipun tidak fokus ulasan ini, itwarrants
menyebutkan bahwa divertikula kolon proksimal, paling sering terlihat di Asia,
yang divertikula benar melibatkan seluruh lapisan dinding kolon. Beberapa telah
menjelaskan kecenderungan usus ini untuk pembentukan divertikular dengan
dinding kurang berotot. dalam kontras dengan dua lapisan otot polos (melingkar
dalam dan otot luar) ditemukan di bagian lain dari saluran gastrointestinal
saluran, dinding kolon hanya berisi lapisan tunggal lengkap otot melingkar
dalam; outer membujur lapisan makhluk dibagi menjadi tiga band, yang taenia
coli (Beatriz et al, 2009).
13
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
5.3 Tanda dan Gejala
Diverticulitis akut biasanya menyajikan dengan demam,nyeri perut kuadran kiri
bawah, dan leukositosis. Sementara diagnosis dari diverticulitis akut sering
mudah dibentuk, terutama pada mereka dengan riwayat episode serupa,
menentukan keparahan serangan secara signifikan lebih sulit (Beatriz et al,
2009).
5.4
Pemeriksaan fisik dan penunjang
klasifikasi berdasarkan presentasi klinis dapat membantu panduan langkahlangkah berikutnya dalam pengujian diagnostik. Penambahan dihitung
tomography (CT) temuan ke presentasi klinis memungkinkan dokter untuk secara
akurat menentukan kebutuhan untuk rawat inap dan intervensi bedah. Diagnosis
penyakit divertikular rumit didasarkan pada peritonitis umum terbukti secara
klinis atau CT bukti abses, phlegmon, perforasi, fistula, obstruksi, atau
perdarahan. Pengobatan dalam situasi ini dimulai dengan Antibiotik IV, istirahat
usus, dan kontrol nyeri, tapi definitif manajemen biasanya memerlukan teknik
yang lebih invasif seperti drainase perkutan atau operasi. percutaneous drainase
telah menganjurkan untuk abses peridiverticular berukuran lebih besar dari 4 cm
diameter (Beatriz et al, 2009).
5.5
Penatalaksanaan
Penilaian ini membawa penting karena beberapa pasien dapat dengan mudah
diobati dengan antibiotik oral di rawat jalan pengaturan, sementara yang lainnya
memerlukan rawat inap, intravena (IV) antibiotik, dan observasi ketat untuk
komplikasi. Waktu dan jenis operasi untuk akut rumit diverticulitis kontroversial.
Dilema utama adalah apakah atau tidak anastomosis kolon primer dapat dengan
aman dilakukan dalampengaturan akut. Secara tradisional, ganda atau prosedur
triple-dipentaskan dilakukan untuk diverticulitis rumit. Mengalihkan atau akhir
colostomies diciptakan lebih dari kekhawatiran bahwa anastomosis primer akan
memecah dan bahwa komplikasi operasi akan lebih besar. Praktek American
Society of Colon dan rektal Ahli Bedah pedoman mencerminkan ketidakpastian
yang sedang berlangsung mengenai prosedur pembedahan yang optimal dalam
diverticulitis rumit; "the peran yang tepat dan keselamatan anastomosis primer,
terutama tanpa pengalihan proksimal, tetap gelisah " (Beatriz et al, 2009).
5.6
Prognosis
14
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
Pemahaman kita tentang penyakit divertikular telah sangat meningkat dalam lima
dekade terakhir sejak karakterisasi awal Taman 'penyakit. Penderitaan semakin
umum ini sekarang meliputi ringan, gejala-gejala kronis sering dikaitkan dengan
IBS dan tumpang tindih sindrom mirip dengan idiopatik yang IBDs. Andalan
dalam manajemen masih termasuk terapi medis dan bedah, tapi terus berkembang
kuno pedoman berkaitan dengan waktu optimal intervensi bedah dan perawatan
medis yang lebih baru termasuk aminosalicylates dan probiotik diharapkan akan
terus meningkatkan pengelolaan kondisi klinis yang paling menantang ini (Beatriz
et al, 2009).
BAB VI
CHRONIC HEPATITIS
6.1 Etiologi
Sekelompok agen infeksi diklasifikasikan sebagai virus hepatitis menyebabkan
kebanyakan kasus akut dan kronis hepatitis. Saat ini, ada lima virus utama diakui:
hepatitis A (dari picornavirus keluarga), hepatitis B (dari keluarga hepadnavirus),
hepatitis C (dari flavivirus yang keluarga), hepatitis D (virus unclassified) dan
hepatitis E (dari keluarga hepevirus). akut hepatitis dapat disebabkan oleh
hepatitis A, B, C, D dan E, sedangkan hepatitis kronis hanya disebabkan oleh
hepatitis B, C dan D. Hepatitis A dan E (sebelumnya disebut epidemi atau enterik
non-A, non-B) yang jarang, jika pernah, bertanggung jawab untuk menyebabkan
hepatitis kronis karena mereka biasanya menjalankan program mereka baik dalam
batas waktu enam bulan untuk diagnosis hepatitis akut (J. Dufton, M.D, 2014).
6.2 Patogenesis
• Hati adalah organ vital yang memproses nutrisi, filter darah, memetabolisme
racun dan perkelahian infeksi. Hati dianggap sebagai organ yang relatif tangguh,
meskipun rentan terhadap beberapa penyakit yang menyebabkan kerusakan pada
berbagai tingkat. Hepatitis (dari bahasa Yunani, yang berarti meradang hati)
adalah salah satu kondisi tersebut dan ditandai dengan penghancuran hepatosit
(sel hati), hati disfungsi, dan adanya sel-sel inflamasi. Hepatitis memiliki berbagai
penyebab termasuk virus, bakteri, parasit, racun, metabolisme, dan autoimun.
Hepatitis dibagi menjadi dua subkelompok menurut durasi: hepatitis akut, yang
berlangsung kurang dari enam bulan, dan kronis hepatitis, yang berlangsung lebih
dari enam bulan. Sebagian besar kasus hepatitis akut cenderung selflimiting dan
biasanya sembuh sendiri dalam waktu enam bulan tanpa obat, meskipun beberapa
kasus kemajuan luar enam bulan dan melibatkan fibrosis (jaringan parut) dan
15
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
kadang-kadang sirosis hati, yang mengharuskan diagnosis hepatitis kronis.
Sebagian besar agen penyebab hepatitis cenderung dikurangi dengan respon
kekebalan tubuh yang sehat, sementara yang lain berhasil menghindari pertahanan
tubuh dan menyebabkan peradangan kronis.
• Toksisitas Etanol karena alkoholisme merupakan penyebab signifikan dari
hepatitis kronis. hepatitis alkohol bervariasi, dari gejala ringan dan hanya
peningkatan enzim hati, hati yang parah peradangan dan pengembangan penyakit
kuning (peningkatan kadar bilirubin), protrombin waktu, akumulasi asites (cairan
perut), mengurangi kognisi dan hepatomegali (hati pembesaran) .2 hepatitis
alkoholik tidak selalu mengarah pada sirosis hati, tetapi sirosis jauh lebih umum
pada pasien yang mengkonsumsi alkohol panjang term.5 Selanjutnya, konsumsi
alkohol menyebabkan infeksi HCV menjadi lebih ganas, yang mempercepat
perkembangan sirosis (J. Dufton, M.D, 2014).
6.3 Tanda &Gejala
Tahap akut virus hepatitis menghasilkan gejala seperti flu nonspesifik yang sama
untuk
hampir semua infeksi virus akut. Gejala-gejala ini biasanya mencakup malaise,
otot dan sendi pegal-pegal, demam ringan, mual atau muntah, diare, dan gejala
headache.3 lebih spesifik untuk hepatitis akut dari sebab apapun termasuk
kehilangan yang mendalam nafsu makan, perubahan persepsi rasa, keengganan
untuk merokok di kalangan perokok, urine gelap, tinja berwarna terang, ruam
kulit, menguningnya kulit dan sclera mata (jaundice) dan perut tidak nyaman.
Temuan fisik biasanya minimal, selain dari penyakit kuning pada sekitar 30
persen pasien, lembut hepatomegali pada 10 persen, limfadenopati dalam lima
persen, dan splenomegali dalam waktu kurang dari lima persen pasien (J. Dufton,
M.D, 2014).
6.4 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Dalam waktu enam minggu infeksi, tubuh telah biasanya tidak memulai
memproduksi antibodi terhadap virus, sehingga tes darah mungkin tidak
mengungkapkan petunjuk untuk infeksi. dalam tahap awal infeksi hati akut, tes
darah kadang-kadang menunjukkan tingkat sedikit meningkat dari serum SGPT
(ALT), enzim hati yang meningkat sebagai respons terhadap meningkatnya
oksidatif stres, atau sedikit peningkatan bilirubin, tetapi biasanya tidak cukup
16
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
untuk menyebabkan jaundice. kurang dari 30 persen infeksi HCV akut
menyebabkan penyakit kuning diamati biopsi hati menunjukkan tanda-tanda
histologis menceritakan kisah-hepatitis kronis sangat penting untuk pasti
diagnosis. Biopsi ini juga memungkinkan dokter untuk menentukan seberapa
parah peradangan dan apakah ada jaringan parut atau sirosis telah berkembang.
Biopsi juga dapat membantu untuk mengkonfirmasi etiologi penyakit (J. Dufton,
M.D, 2014).
6.5 Penatalaksanaan
Pengobatan Hepatitis kronis
• Pengobatan untuk InfectionTreatment HCV kronis Infeksi HCV kronis
Perawatan farmasi standar untuk infeksi HCV kronis adalah kombinasi terapi
interferon-alpha ofpegylated dan ribavirin. Senyawa interferon adalah
glikoprotein yang interferewith replikasi virus dalam sel inang dan memicu
pertahanan pelindung dari systemthat kekebalan memberantas patogen atau
tumor
Pengobatan untuk Infeksi HBV kronis Perawatan farmasi standar untuk infeksi
HBV kronis mirip dengan yang disebabkan oleh HCV, dengan beberapa
perbedaan penting. Seperti rejimen pengobatan untuk HCV, interferon-alfa biasa
andpegylated interferon-alpha biasanya digunakan untuk melawan HBV, tetapi
ribavirin tidak digunakan dalam kombinasi. Bahkan, tidak ada jenis terapi
kombinasi untuk infeksi HBV kronis telah terbukti lebih efektif daripada
menggunakan interferon atau obat antivirus lain themselves.30 Umumnya
digunakan antivirus oral untuk infeksi HBV termasuk lamivudine, entecavir dan
adefovir, serta obat yang relatif baru disebut telbivudine
• Pengobatan untuk Hepatitis autoimun Kortikosteroid, seperti prednison,
merupakan obat pilihan untuk mengobati hepatitis.Sometimes autoimun
prednison dikombinasikan dengan azathioprine, obat yang digunakan untuk
menekan sistem kekebalan tubuh. Obat ini dapat menekan peradangan hati,
meringankan gejala dan meningkatkan kelangsungan hidup jangka panjang,
meskipun mereka tidak selalu mencegah perkembangan cirrhosis.4 Dengan
demikian, jaringan parut di hati secara bertahap dapat memperburuk saat
mengambil kortikosteroid dan / atau azathioprine.
• Transplantasi Hati: Pada pasien dengan decompensating (stadium akhir) sirosis
yang tidak menanggapi interferon atau terapi antivirus, transplantasi hati adalah
pilihan terakhir. Pasien dengan infeksi HCV yang menerima transplantasi hati
memiliki sekitar tingkat yang sama satu tahun dan lima tahun kelangsungan
17
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
hidup (sekitar 90 dan 78 persen, masing-masing) sebagai pasien dengan
diagnosis lain yang mengarah ke transplantasi hati (J. Dufton, M.D, 2014).
6.6 Prognosis
Pada banyak pasien, hepatitis kronis tidak kemajuan sama sekali selama
bertahun-tahun, meskipun pada orang lain, itu terus semakin buruk dengan
waktu. Prognosis tergantung sebagian pada apa penyebabnya. gejala hepatitis
autoimun dapat luas dan mencakup jerawat menyebar, berhentinya menstruasi,
arthritis, jaringan parut paru-paru, anemia, dan peradangan pada kelenjar tiroid
dan ginjal. Sebaliknya, gejala infeksi HCV kronis pada awalnya dapat terlihat
sepele dan berlangsung hingga 30 tahun untuk mengembangkan, meskipun
kerusakan hati diam-diam dapat terjadi selama ini (J. Dufton, M.D, 2014).
18
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
BAB VII
CIRRHOSIS OF THE LIVER
7.1 Etiologi
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas
penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang
disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan
dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari
penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis),
penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati
bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease, kondisi inflamasi kronis
(sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis dan
kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan (Saskara and iga, 2009).
7.2 Patogenesis
Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan
dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis,
sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek
sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk
mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik diatur
oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A)
dan diperparah oleh penurunan produksi vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada
sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh
ketidakseimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat
dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan
arteri sistemik. Hipertensi porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan
penurunan resistensi vaskular sistemik. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan
penderita yang tampak kesakitan (Saskara and iga, 2009).
7.3 Tanda &Gejala
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan
hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan
pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-gejala awal
sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul
impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta hilangnya dorongan
19
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis dekompensata) gejalagejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan
hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan
demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus
dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta
perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi,
sampai koma. Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan,
didapatkan beberapa gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering
didapat pada sirosis hati yaitu lemas pada seluruh tubuh, mual dan muntah yang
disertai penurunan nafsu makan. Selain itu, ditemukan juga beberapa keluhan
yang terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya perut
yang membesar dan bengkak pada kedua kaki, gangguan tidur, air kencing yang
berwarna seperti teh, ikterus pada kedua mata dan kulit, nyeri perut yang disertai
dengan melena, dan gangguan tidur juga dialami pasien (Saskara and iga, 2009).
7.4 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien dalam sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, berat badan 69 kg, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi
92x per menit, laju respirasi 20x per menit, suhu axilla 37 oC, dan VAS : 3/10 di
daerah epigastrium. Tampak konjunctiva anemis pada pemeriksaan mata dan
ginekomastia pada pemeriksaan thoraks. Dari pemeriksaan abdomen, pada
inspeksi tampak adanya distensi, dari palpasi didapatkan hepar dan lien sulit
dievaluasi dan ada nyeri tekan pada regio epigastrium dan hipokondrium. Dari
perkusi abdomen didapatkan undulasi (+), shifting dullness (+) dan traube space
redup. Tampak edema pada kedua ekstremitas bawah.
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin,
albumin, dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau
serum glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase
(ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat menunjukan
peningkatan. AST biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan ALT, namun
bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan adanya
sirosis
20
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada
penderita sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan
rutin yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis,
dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun
memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung
pada operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi
ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa
(Saskara and iga, 2009).
7.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis
hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari
penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan
kasus sirosis.1 Pada kasus ini, pasien diberikan diet cair tanpa protein, rendah
garam, serta pembatasan jumlah cairan kurang lebih 1 liter per hari. Jumlah kalori
harian dapat diberikan sebanyak 2000- 3000 kkal/hari. Diet protein tidak
diberikan pada pasien ini karena pasien sempat mengalami ensepalopati
hepatikum, sehingga pemberian protein yang dapat dipecah menjadi amonia di
dalam tubuh dikurangi. Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar gejala
ascites yang dialami pasein tidak memberat. Diet cair diberikan karena pasien
mengalami perdarahan saluran cerna. Hal ini dilakukan karena salah satu faktor
resiko yang dapat menyebabkan pecahnya varises adalah makanan yang keras dan
mengandung banyak serat. Selain melalui nutrisi enteral, pasien juga diberi nutrisi
secara parenteral dengan pemberian infus kombinasi NaCl 0,9%, dekstrosa 10%,
dan aminoleban dengan jumlah 20 tetesan per menit. Pada pasien ini, ditemukan
perdarahan saluran cerna yang ditunjukkan dengan melena sehingga dilakukan
beberapa terapi diantaranya adalah kumbah lambung dengan air dingin tiap 4 jam,
kemudian dipantau warna dan isi kurasan lambungnya, kemudian dilakukan
sterilisasi usus dengan pemberian paramomycin 4x500 mg, cefotaxime 3x1 gr,
dan laktulosa 3xCI setelah kumbah lambung selesai dikerjakan. Hal ini ditujukan
untuk mengurangi jumlah bakteri di usus yang bisa menyebabkan peritonitis
bakterial spontan serta mengurangi produksi amonia oleh bakteri di usus yang
dapat menyebabkan ensepalopati hepatikum jika terlalu banyak amonia yang
masuk ke peredaran darah. Pasien juga mendapatkan obat hemostatik berupa
asam traneksamat dan propanolol untuk menghindari terjadinya perdarahan
21
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
saluran cerna akibat pecahnya varises. Pemberian obat-obatan pelindung mukosa
lambung seperti antasida 3xCI, omeprazole 2x40 mg, dan sucralfat 3xCI
dilakukan agar tidak terjadi perdarahan akibat erosi gastropati hipertensi porta.
Pasien juga mengeluh mual sehingga diberikan ondancentron 3x8 mg untuk
mengurangi keluhan ini. Selain perdarahan saluran cerna, pasein ini juga
mengalami komplikasi berupa ascites dan ensepalopati hepatikum. Pada asites
pasien harus melakukan tirah baring dan terapi diawali dengan diet rendah garam.
Konsumsi garam sebaiknya sebanyak 5,2 gr atau 90 mmol/hari. Diet rendah
garam juga disertai dengan pemberian diuretik. Diuretic yang diberikan awalnya
dapat dipilih spironolakton dengan dosis 100- 200mg sekali perhari. Respon
diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari tanpa edema
kaki atau 1kg/hari dengan edema kaki. Apabila pemberian spironolakton tidak
adekuat dapat diberikan kombinasi berupa furosemid dengan dosis 20-40mg/hari.
Pemberian furosemid dapat ditambah hingga dosis maksimal 160mg/hari.
Parasintesis asites dilakukan apabila ascites sangat besar. Biasanya
pengeluarannya mencapai 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.1
Pada pasien ini diberikan terapi kombinasi spironolakton 100 mg dan furosemide
40 mg pada pagi hari. Selain itu, pemberian tranfusi albumin juga dilakukan
sebanyak 1 kolf setiap harinya. Sementara itu, komplikasi ensepalopati hepatikum
ditangani upaya menghentikan progresifitas dengan pemberian paramomycin
4x500 mg dan laktulosa 3xCI seperti yang telah dijelaskan di atas untuk
mengurangi jumlah produksi amonia di saluran cerna (Saskara and iga, 2009).
7.6 Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang
menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum
dipakai pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh.
Termasuk dalam kategori Child-Pugh C dengan angka kelangsungan hidup
selama setahun adalah 45%, sehingga prognosis dari pasien ini kurang baik
(Saskara and iga, 2009).
BAB VIII
HEPATOCELLULAR CARCINOMA
22
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
8.1 Etiologi
Etiologi kompleks HCC mempengaruhi kemungkinan pengobatan opsi yang
ditawarkan kepada pasien. Sebagai contoh, pasien dengan fungsi hati
dikompromikan sebagai akibat dari sirosis tidak memenuhi syarat untuk reseksi
bedah karena risiko untuk pasca operasi dekompensasi. Koeksistensi sirosis dan
disfungsi hati terkait juga dapat membatasi nonsurgical pilihan pengobatan yang
tersedia dan mungkin menjadi besar faktor penyumbang dengan prognosis buruk
dari banyak pasien HCC. Kehadiran komorbiditas seperti kondisi jantung atau
gangguan neurodegenerative pada pasien dengan hemochromatosis, atau diabetes,
obesitas, atau jantung kondisi pada pasien dengan NASH, dapat mempengaruhi
pilihan pengobatan untuk HCC, dan penggunaan obat secara bersamaan juga
harus dipertimbangkan dengan cermat (Gomaat et al, 2009).
8.2 Patogenesis
NAFLD dan hepatocellular progresif terkait kerusakan tidak sepenuhnya
dipahami, sejumlah proses telah dijelaskan. Seorang pengemudi mapan NAFLD
adalah IR. IR merupakan proses yang kompleks yang mungkin melibatkan kedua
sekresi insulin dan tindakan, dan erat berhubungan dengan obesitas . Penyebab IR
meningkat perifer lipolisis dan meningkatkan sirkulasi asam lemak yang diambil
oleh hati. Pada saat yang sama, terjadi peningkatan di de novo liponeogenesis di
hepatosit dan penurunan sekresi hati lipoprotein sangat-low-density, sehingga hati
akumulasi trigliserida atau hati berlemak. Peningkatan kadar asam lemak
intrahepatik juga berpikir untuk menyediakan sumber stres oksidatif, yang
mungkin memainkan peran penting dalam pengembangan dari steatosis untuk
steatohepatitis terkait dengan pengembangan ke sirosis . ROS dihasilkan oleh
oksidasi mitokondria timbunan lemak untuk merilis produk peroksidasi lipid,
yang bersama-sama dengan ROS merusak rantai pernapasan melalui kerusakan
oksidatif genom mitokondria ROS dan produk peroksidasi lipid juga
meningkatkan produksi berbagai sitokin, termasuk TNF-_, TGF-_, dan Fas ligan.
Sitokin proinflamasi juga mengaktifkan sel-sel stellata hati, yang menghasilkan
kolagen yang matriks dan mendorong pengembangan fibrosis (Gomaat et al,
2009).
8.3 Tanda &Gejala
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan tidak nyaman
di kuadran kanan atas; atau teraba pembekakan lokal di hepar patut di curigai
23
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
menderita HCC. Kemudian tidak terjadi perbaikan pada asites, perdarahan
farises atau pre-koma setelah diberi terapi yang ade kuat (Sudoyo,2009).
8.4 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan penyaring
 Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel
hati fetal, sel yolk-sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal.
Kadar AFP meningkat pada 60% sampai 70% dari pasien HCC, dan kadar
lebih dari 400 ng/mL.
 Ultra sonografi abdominal. Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan
AFP, pasien sirosis hati dianjurkan pemeriksaan USG setiap 3 bulan sekali.
Modalisasi imaging lain seperti CT-scan, MRI dan angiografi kadang
diperlukan untuk mendeteksi HCC (Sudoyo,2009).
8.5 Penatalaksanaan
Resektif hepatik : untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya
mempunyai fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah resektif hepatik.
Tranplantasi hati: pada pasien HCC dan sirosis hati, transplantsi hati dapat
memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan mengganti parenkim
hati yang mengalami disfungsi.
Ablasi tumor ppertukan : destruksi dari neoplastik dapai dicapai dengan bahan
memodifikasi suhunya (radogrfiquency, microwave, laser, dan cryoablation).
Terapi paliatif: sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah
lanjut yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan meta analisis, pada stadium
ini hanya TEA/TACE saja yang menunjukkan penurunan ertumbuhan tumor serta
dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan HCC yang resektabel
(Sudoyo,2009).
8.6 Prognosis
Sebagian besar kasus HCC berpronosis buruk karena tumor yang besar/anda dan
penyakit hati yang lanjut serta ketiada atau ketidakmampuan penerapan terapi
yang berpotensi kuratif (Gomaaet al, 2009).
BAB IX
CHOLANGIOCARCINOMA
9.1 Etiologi
• Primary sclerosing cholangitis
• Cacing hati
24
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
• Cacing hati thorotrast
Agen radiokontras, Thorotrast, telah digunakan dari akhir tahun 1920-an melalui
tahun 1950-an. Ada banyak laporan dari pengembangan cholangiocarcinoma 3035 tahun setelah terpapar bahan kontras ini (Arun et al,2010).
9.2 Patogenesis
Hati muncul dari mesogastrium ventral, dan hanya permukaan posterior atas
berada di luar struktur itu. Ligamentum teres dan falsiforme ligamen
menghubungkan hati ke dinding tubuh anterior. Semakin sedikit omentum
menghubungkan ke perut dan ligamen koroner dan segitiga ke diafragma. Hati
halus dan sifat khusus pada permukaan diafragma dan hadiah dengan serangkaian
lekukan pada permukaan visceral mana memenuhi ginjal kanan, kelenjar adrenal,
rendah vena cava, ligamen hepatoduodenal dan perut. Hati dapat dipertimbangkan
dalam hal pasokan darah, hepatosit, sel Kupffer dan ayat-ayat empedu. Hati
menerima suplai darah dari vena portal dan arteri hepatik, mantan menyediakan
sekitar 75% dari total 1.500 mL / menit aliran. Cabang Kecil dari masing-masing
kapal (portal venula terminal dan hati terminal arteriola) memasukkan setiap
acinus di triad Portal. Darah menggenang kemudian mengalir melalui sinusoid
antara piring dan hepatosit bertukar nutrisi. The vena hepatika membawa semua
eferen darah ke vena cava inferior, dan pasokan pembuluh limfatik mengalir hati
(Arun et al,2010).
9.3 Tanda &Gejala
Presentasi klinis cholangiocarcinoma tergantung pada lokasi anatomi dari tumor
(s). Pasien dengan cholangiocarcinoma hilar, (tumor yang terletak di daerah dari
pertemuan kanan dan kiri saluran hepatik) paling sering hadir dengan penyakit
kuning, gatal-gatal, sakit perut, demam, penurunan berat badan dan / atau
kelemahan progresif . Pasien dengan cholangiocarcinoma perifer (tumor yang
berasal dari saluran intrahepatik kecil) dapat hadir hanya dengan nyeri perut
samar-samar, berat badan dijelaskan kerugian, kelemahan dan memburuknya
kelelahan. Penyakit kuning dan pruritus mungkin tidak terlihat sampai sangat
terlambat dalam perjalanan penyakit, ketika ada oklusi empedu segmental
saluran. Pasien dengan cholangiocarcinoma distal (tumor yang melibatkan
saluran empedu ekstrahepatik) biasanya memiliki onset awal penyakit kuning
dan pruritus tanpa nyeri perut. Pada pemeriksaan fisik, pasien ini biasanya
memiliki kandung empedu buncit teraba (tanda Courvoisier) (Arun et al,2010).
9.4 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
25
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
tes laboratorium
Uji biokimia fungsi hati dapat mengungkapkan gambaran kolestatik dengan
bilirubin total tinggi dan alkali fosfatase. Pola ini adalah non-spesifik untuk
cholangiocarcinoma dan dapat ditemukan dengan sebab apapun dari obstruksi
aliran empedu. Tingkat bilirubin darah dan alkali fosfatase biasanya berkorelasi
dengan tingkat dan durasi obstruksi duktus empedu. Fluktuasi kadar bilirubin
serum mungkin mencerminkan obstruksi lengkap dan keterlibatan satu saluran
hati. CEA dan CA 19-9 Antigen Carcinoembriogenic (CEA) dan CA 19-9 tes
darah untuk penanda non-spesifik keganasan gastrointestinal yang mendasari.
Tes ini positif lebih dari 40% pasien dengan cholangiocarcinoma, tetapi biasanya
hanya dalam tahap akhir dari tumor.
Alpha-fetoprotein (AFP)
Alpha-fetoprotein adalah tes darah lain yang biasa digunakan untuk
mengidentifikasi penanda kemungkinan keganasan hepatobiliary. Tes ini
biasanya meningkat pada pasien dengan cholangiocarcinoma, tapi tidak dengan
tingkat peningkatan pada pasien dengan hepatocellular carcinoma. Diagnosis
radiologi Computed Tomography (CT) Computed tomography dapat mendeteksi
lesi low-density massa terkait dengan saluran empedu dilatasi (Gambar 10 dan
11). Mirip dengan USG transabdominal, computed tomography menghasilkan
gambar yang berbeda tergantung pada lokasi tumor dan tingkat dan derajat
obstruksi. Massa hilus menyebabkan pelebaran bilateral saluran empedu
intrahepatik. Tumor distal menghasilkan pelebaran universal saluran empedu
intra dan ekstrahepatik dan kantong empedu. Cholangiocarcinoma Peripheral
dapat hadir dengan atrofi, penurunan ukuran lobus yang terkena hati dengan
pelebaran minimal saluran intrahepatik kecil. Berbeda dengan hepatocellular
hypervascular karsinoma, cholangiocarcinomas biasanya hypovascular dan
muncul hipodens atau isodense dibandingkan dengan parenkim hati. Computed
tomography juga mampu menunjukkan adanya metastasis hati atau nodul
limfatik dan pertumbuhan tumor ke organ sekitarnya (Arun et al,2010).
9.5 Penatalaksanaan
Terapi Bedah Eksisi bedah tumor saluran empedu adalah terapi pilihan pada
cholangiocarcinoma karena satu-satunya pilihan terapi yang menawarkan potensi
untuk penyembuhan. Bedah pendekatan telah menjadi semakin agresif selama
dekade terakhir sejak itu telah menjadi jelas bahwa pengobatan kuratif
tergantung pada eksisi agresif. Hal ini sering melibatkan reseksi hati besar.
Tujuannya adalah penghapusan lengkap dari tumor dan drainase bilier. Mortalitas
26
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
operasi di tangan yang berpengalaman ahli bedah sangat rendah (mendekati 0%
untuk reseksi lokal dan kurang dari 10% untuk prosedur dengan reseksi hati).
Manajemen bedah memberikan peningkatan kelangsungan hidup tarif dan
kualitas hidup. Terapi endoskopi Endoskopi pelebaran bilier dapat digunakan
sebagai ukuran paliatif akhir untuk meringankan penyakit kuning pada pasien
yang kandidat bedah yang buruk, atau sebagai salah satu langkah sebelum
intervensi bedah. Prosedur ini membutuhkan penggunaan endoskopi samping
melihat untuk mengakses saluran empedu dan memperkenalkan balon atau
serangkaian endoskopi tiup dilator melalui kawat panduan. Dalam banyak kasus,
sebuah sfingterotomi empedu dilakukan sebelum pelebaran dan penempatan
stent. Setelah sukses pelebaran, plastik atau diri memperluas stent logam
(endoprostheses) dapat ditempatkan ke dalam saluran empedu. Endoprostheses
plastik yang lebih kecil dengan diameter (ukuran mulai 7,0-11,5 Perancis) dan
lebih rentan terhadap oklusi. Stent plastik harus diganti endoskopi secara berkala
(biasanya 8-12 minggu). Dalam kasus obstruksi lengkap saluran empedu, hal itu
mungkin tidak mungkin untuk memajukan panduan-kawat endoskopi atas
oklusi.Dalam situasi ini, pendekatan transhepatik perkutan mungkin lebih baik.
Terapi radiologi Percutaneous transhepatik paliatif empedu pelebaran dilakukan
oleh ahli radiologi intervensi dan membutuhkan tusuk transkutan dari saluransaluran empedu perifer dan penempatan berikutnya dari 12-16 kateter polimer
Perancis. Pada pasien dengan hilar cholangiocarcinoma occluding baik hak dan
duktus hepatika kiri, terpisah tabung perkutan dapat dimasukkan ke kanan dan
kiri sistem bilier dan maju melalui sisi oklusi ke duodenum, jika memungkinkan.
Stent ini memungkinkan drainase empedu ke duodenum. Percutaneous stent
empedu polimer biasanya dipertukarkan secara berkala untuk mencegah oklusi
dan infeksi komplikasi. Percutaneous diri diupgrade stent logam yang
direkomendasikan sebagai metode definitif paliatif pada pasien dengan
cholangiocarcinoma yang tidak di bedah (Arun et al,2010).
9.6 Prognosis
Pengobatan dan prognosis jangka panjang tergantung pada lokasi massa. Lesi
terletak di bagian distal atau tengah saluran empedu ekstrahepatik (20% dan
35%, masing-masing) memiliki prognosis yang lebih baik daripada tumor di
ketiga proksimal, yang meliputi sekitar 45% dari kanker saluran empedu
(termasuk tumor Klatskin ini - varian hilus) (Arun et al,2010).
27
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
BAB X
PANCREATIC CARCINOMA
10.1
Etiologi
Seperti kasus kanker pada umumnya, karsinogen tercetus oleh sinergis banyak
faktor antara lain Kebiasaan merokok,Kurangnya asupan sayur dan
buah,Tingginya asupan daging merah,Gemuk,Diabetes mellitus,Pankreatitis
kronis,Infeksi Helicobacter pylori dan Gingivitis (Anirban,Maitra. 2010).
10.2 Patogenesis
Seperti pada kanker lainnya, karsinoma pancreas memperlihatkan mutasi
multiple di gen yang berkaitan dengan kanker. Yang tersering adalah mutasi di
gen K-RAS dan di gen penekan tumor CDKN2A (dahulu p16), dan keduanya
ditemukan pada 90 % kasus. Memang kombinasi mutasi CDKN2A dan K-RAS
28
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
tidak jarang ditemukan pada tumor lain dan diperkirakan merupakan “sidik jari
molecular” kankres pancreas. Seperti biasa, gen TP53 juga mengalami mutasi
pada lebih dari separuh kasus. Gen penekan tumor lainnya, yang disebut deleted
in pancreatic cancer 4 (DPC4), lenyap pada 50% kasus. DPC4 mengkode factor
transkripsi yang mengendalikan proses pengaturan pertumbuhan oleh
transforming growth factor B. Gen ERBB (HER2/NEU), yang terkenal karena
amplifikasinya pada kanker payudara, juga mengalami amplifikasi pada lebih
dari separuh kanker pancreas. Mutasi di gen yang memengaruhi perbaikan DNA,
seperti BRCA2 dan MLH1, ditemukan pada beberapa kasus. (Robbins, 2009)
10.3
Tanda &Gejala
Untuk tumor yang terletak di kepala dan tubuh pankreas Gejala umumnya dipicu
oleh kompresi sekitar struktur: saluran empedu, mesenterika dan saraf celiac,
saluran pankreas, dan duodenum.57 yang Efek ini akhirnya membawa pasien ke
medis perhatian dan diagnosis kanker pankreas dapat umumnya dilakukan
dengan cepat. Ketika pankreas-kepala tumor cukup kecil, jaundice menyakitkan
mungkin satu-satunya menandatangani. Namun, banyak pasien mengalami
anteseden periode nyeri perut atau punggung, diikuti oleh pengembangan ikterus
obstruktif. Tanda-tanda lain dapat perkembangan diabetes mellitus atau
malabsorpsi (Fazlul H et al, 2009).
10.4 Pemeriksaan fisik dan penunjang
Untuk pasien yang hadir dengan nyeri ikterus, diagnostik kerja-up umumnya
mudah. CT dari perut dianjurkan sebagai yang pertama Prosedur diagnostik
daripada endoskopi retrograde cholangiopancreatography karena penampilan
empedu yang pohon dan pankreas lebih baik didefinisikan sebelum endoskopi
retrograde cholangiopancreatography dan penempatan stent (Fazlul H et al,
2009).
10.5
Penatalaksanaan
Pengobatan kanker pankreas bergantung pada stadium dan lokasi, usia, serta
kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan. Sasaran dari pengobatan ini adalah
untuk mencegah perkembangan kanker pankreas yang makin parah. Berikut ini
beberapa pengobatan yang biasa diberikan kepada pasien kanker pankreas:

Operasi diperlukan untuk mengangkat semua atau sebagian dari pankreas
yang bermasalah.
29
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO

Terapi radiasi ditujukan untuk menghancurkan sel-sel kanker dan
menghentikan pertumbuhannya. Radiasi biasa diberikan 5 hari setiap
minggu untuk 5 sampai 6 minggu. Jadwal ini diperhitungkan untuk
melindungi jaringan yang sehat dengan menyebarkan keluaran total suatu
dosis radiasi. Terapi ini dapat membantu mengurangi nyeri atau gangguan
pencernaan ketika common bile duct atau duodenum terblokir.

Kemoterapi untuk membantu membunuh kanker dengan menggunakan
obat-obatan (Fazlul H et al, 2009).
10.7 Prognosis
prognosis penyakit sangat miskin. Sekitar 15-20% pasien penyakit
haveresectable, tetapi hanya sekitar 20% dari ini bertahan hidup sampai 5 tahun
(LiDonghui et al, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Anirban Maitra dan Ralph H. Hruban,2010. Institute for Genetic Medicine,
Departments of Pathology and Oncology, The Sol Goldman Pancreatic Cancer
Research Center, Johns Hopkins University School of Medicine; by guest on
October 4,2014
Arun J. Sanyal et al, 2010. The Etiology of Cholangiocarcinoma and Consequences
for Treatment.The Oncologist 2010, 15:14-22. from
http://theoncologist.alphamedpress.org/ by guest on October 4, 2014
Bakkelund et al, 2009. Signet Ring Cells in Gastric Carcinomas Are Derived from
Neuroendocrine Cells. Journal of Histochemistry & Cytochemistry. Volume
54(6): 615 – 621, 2009. from http:// www.jhc.org. / by guest on October 4, 2014
30
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
Beatriz et al, 2009. Pathogenesis of chronic diverticulitis and molecular therapies.
Current Opinion in Gastroenterology 2009, 25:186–194. from http:/// by guest
on October 4, 2014
Dessen Wan.2013. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. FK UI
Fazlul H et al, 2009. Pancreatic Cancer: Pathogenesis, Prevention and Trea. Toxicol
Appl Pharmacol. 2007 November 1; 224(3): 326–336.from http:// PubMed:
16433583/ by guest on October 4, 2014
Gomaaet al, 2009. Hepatocellular carcinoma: Epidemiology, risk factors and
Pathogenesis. World J Gastroenterol 2008 July 21; 14(27): 4300-4308World
Journal of Gastroenterology ISSN 1007-9327. from http:// wjgnet.com/ by
guest on October 4, 2014
Hume and graham, 2009. The pathogenesis of Crohn’s disease in the 21st century. G
A S T R O I N T E S T I N A L P A T H O L O G Y, Pathology (2002) 34, pp.
561– 56. from http:// PubMed: 16433583/ by guest on October 4, 2014
J. Dufton, M.D, 2014. The Pathophysiology and Pharmaceutical Treatment of
Chronic Hepatitis. Hepatogastroenterology. 2014, 45(21):797–804.from http://
PubMed: 16433583/ by guest on October 4, 2014
LiDonghui et al, 2009. Pancreatic cancer. THE LANCET • Vol 363 • March 27, 2009
• from http:// www.thelancet.com/ by guest on October 4, 2014
Price Sylvia, Wilson Lorraine. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit. Edisi 6. EGC : Jakarta
Robins,2009, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Edisi 7, EGC;Jakarta
Saskara and iga, 2009. SIROSIS HEPATIS. from http:// http://emedicine.medscape.
com/article/366426-overview#showall/ by guest on October 4, 2014
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam . Edisi 5. Interna Publishing : Jakarta
Varut Lohsiriwat, 2012. Hemorrhoids: From basic pathophysiology to clinical
management. World J Gastroenterol 2012 May 7; 18(17): 2009-2017 ISSN
31
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGY ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
1007-9327 (print) ISSN 2219-2840. from http:// http://www.wjgnet.com/[email protected]/ by guest on October 4, 2014
Yoshida T, Akagi Y, Kinugasa T, Shiratsuchi I, Ryu Y, Shirouzu K. 2011.
Clinicopathological Study On Poorly Differentiated Adenocarcinoma Of The
Colon. Kurume Medical Journal. No. 58 Viewed On October 04, 2014
32
Download