tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
20
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila (O. niloticus) di Indonesia pertama kali di datangkan dari
Taiwan pada tahun 1969, merupakan salah satu ikan budidaya air tawar yang
mempunyai prospek yang baik, karena ikan nila memiliki sifat yang
menguntungkan, antara lain mudah berkembang biak, pertumbuhannya relatif
cepat dan toleran terhadap kondisi lingkungan perairan yang kurang baik.
Usaha budidaya ikan nila yang berkembang secara intensif menyebabkan
munculnya perubahan lingkungan lahan budidaya akibat tingginya pencemaran
dan kesalahan penanganan budidaya antara lain kurang efisiennya penggunaan
pakan sehingga memicu timbulnya masalah penyakit (Rustikawati, 2012).
Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki ciri-ciri
bentuk tubuh panjang dan ramping, dengan sisik berukuran besar. Ikan nila
tergolong ikan pemakan segala atau omnivora. Masalah yang dihadapi pada
budidaya ikan nila antara lain penyakit infeksi bakteri (Nursanti, dkk., 2006).
Gambar 2. Morfologi Ikan Nila (O. niloticus)
20
Universitas Sumatera Utara
21
Klasifikasi ikan nila (O. niloticus) menurut Pujiastuti (2015) adalahsebagai
berikut :
Filum
: Chordata
Kelas
: Osteichtyes
Ordo
: Percomorphi
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis niloticus
Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan yang sudah umum
dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomis tinggi sehingga perlu diupayakan
pemanfaatan dan pengelolaannnya. Sejalan dengan perkembangan usaha
budidaya, terdapat pula beberapa masalah yang menganggu seperti hama dan
penyakit sehingga menghambat perkembangan usaha budidaya. Masalah penyakit
biasanya merupakan kendala utama karena dapat merugikan usaha budidaya
seperti kematian total, penurunan produksi dan penurunan kualitas air
(Tantu, dkk., 2013).
Interaksi Antara Inang, Patogen dan Lingkungan
Timbulnya penyakit adalah suatu proses yang dinamis dan merupakan
interaksi antara inang (host), jasad penyakit (patogen) dan lingkungan. Dalam
kegiatan budidaya ikan, apabila hubungan ketiga faktor adalah seimbang
sehingga
tidak
timbul
adanya
penyakit. Penyakit
akan
muncul
jika
lingkungan kurang optimal dan keseimbangan terganggu. Secara umum,
timbulnya penyakit pada ikan merupakan hasil interaksi yang kompleks antara 3
komponen dalam ekosistem budidaya yaitu inang (ikan) yang lemah akibat
21
Universitas Sumatera Utara
22
berbagai stressor, patogen yang virulen dan kualitas lingkungan yang kurang
optimal. Ketiga komponen tersebut dalam bentuk lingkaran yang akan saling
berinteraksi satu sama lain (Sarjito, dkk., 2013).
Lingkungan mengandung beranekaragam bakteri dalam jumlah yang
berbeda-beda. Keadaan lingkungan menentukan jumlah dan spesies bakteri yang
dominan di lingkungan tersebut. Kualitas air merupakan salah satu penyebab
terjadinya serangan penyakit, misalnya meningkatnya suhu secara mendadak
membuat ikan stress. Lingkungan di dalam air merupakan habitat kompleks
terdapat berbagai jasad patogen, tetapi jasad patogen ini tidak berbahaya bila
kondisi lingkungan optimum. Jasad penyakit yang telah ada di dalam air akan
berbahaya bila kondisi memungkinkan, seperti perubahan parameternya
(Kordi, 2004).
Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Untuk mengidentifikasi suatu jenis mikrobia perlu dilakukan isolasi untuk
memperoleh biakan murni. Setiap koloni yang berlainan mewakili macam
mikrobia yang berbeda sehingga hal ini dapat digunakan untuk melakukan isolasi
suatu mikrobia. Untuk mengisolasi mikrobia di bawah kondisi laboratorium perlu
disediakan nutrien dan kondisi fisik yang akan memenuhi persyaratan tipe
mikrobia tertentu yang sedang ditelaah. Sejalan dengan hal tersebut, berbagai
macam medium digunakan di dalam mikrobiologi, dikombinasikan dengan
berbagai kondisi fisik untuk inkubasi (Priharta, 2008).
Bakteri dapat ditumbuhkan dalam suatu medium agar dan akan
membentuk penampakan berupa koloni. Koloni sel bakteri merupakan
sekelompok massa sel yang dapat dilihat dengan mata langsung. Penampakan
22
Universitas Sumatera Utara
23
koloni bakteri dalam media lempeng agar menunjukkan bentuk dan ukuran koloni
yang khas, dapat dilihat dari bentuk keseluruhan penampakan koloni, tepi dan
permukaan koloni. Koloni bakteri dapat berbentuk bulat, tak beraturan dengan
permukaan cembung, cekung atau datar serta tepi koloni rata atau bergelombang
(Lisdayanti, 2013).
Secara umum didasarkan pada sifat dinding selnya, bakteri terdiri dari dua
kelompok yaitu bakteri Gram positif dan negatif. Berdasarkan kebutuhan akan
oksigen, dikenal bakteri anaerobik, fakultatif anaerobik, mikroaerofilik dan
aerobik. Pada beberapa spesies bakteri bentuk batang, pada selnya terdapat alat
bantu pelekatan (hild fast) yang mendukung pembentukan pola-pola kelompok sel
yang teratur (Irianto, 2005).
Pada identifikasi mikrobia mula-mula diamati morfologi individual secara
mikroskopik dan pertumbuhannya pada berbagai medium. Karena suatu bakteri
tidak dapat dideterminasi hanya berdasar sifat-sifat morfologinya saja, maka perlu
diteliti pula sifat-sifat biokimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhannya. Mikrobia yang morfologinya sama mungkin berbeda dalam
kebutuhan nutrisi serta persyaratan ekologi lainnya (suhu, pH, dan sebagainya).
Patogenesis mikrobia patogen dapat dipakai untuk membantu identifikasi dan
determinasi bakteri tersebut. Apabila suatu bakteri memiliki sifat yang hampir
sama (terutama yang patogen), maka perlu diselidiki sifat ekologinya
(Priharta, 2008).
Bakteri
Bakteri merupakan mikroorganisme bersel satu, tidak berklorofil,
berkembang biak dengan membelah diri, dan ukurannya sangat kecil. Bakteri
23
Universitas Sumatera Utara
24
termasuk ke dalam golongan prokariot dengan dinding sel yang kompleks. Di
sebelah luar dinding sel terdapat selubung atau kapsul. Di dalam bakteri tidak
terdapat membran dalam (endomembran) dan organel bermembran seperti
kloroplas dan mitokondria (Perdana, 2011).
Bakteri memiliki keragaman morfologi, ekologi dan fisiologis tinggi.
Rentang lingkungan hidup bakteri sangat luas, mulai lingkungan yang sangat
dingin di perairan Artik hingga lingkungan sangat panas seperti celah hidrotermal
(hydrothermal vents) yang dapat mencapai suhu 100 oC, hingga saat ini baru
sekitar 1% dari total bakteri di alam yang sudah dikenal. Di alam bakteri dapat
bersifat saprofitik, fotosintetik, ototrofik, atau parasitik. Secara umum bakteri
berkembang biak dengan pembelahan transfersal atau biner (Irianto, 2005).
Berdasarkan reaksi sel bakteri terhadap pewarnaan warna gram, bakteri
dapat dikelompokkan menjadi bakteri gram negatif (terlihat berwarna pink atau
merah) dan bakteri gram positif (terlihat berwarna biru). Kebanyakan bakteri
pathogen ikan termasuk golongan gram negatif, seperti Aeromonas, Vibrio, dan
Flexibacter. Bakteri dapat juga diklasifikasikan berdasarkan ukuran, kemampuan
gerak, sifat koloni, reaksi fermentasi karbohidrat, pertumbuhan dalam media
selektif. Bakteri yang mampu menyebabkan penyakit pada ikan (patogen) hampir
selalu terdapat di air kolam, tambak atau di perairan umum dan laut, dipermukaan
tubuh ikan dan pada bagian dalam tubuh ikan (usus atau organ dalam lainnya)
(Kordi, 2004).
Penyakit Bakterial pada Ikan
Penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan ganguan
baik fisik maupun fisiologis pada ikan. Gangguan ini dapat disebabkan oleh
24
Universitas Sumatera Utara
25
organisme lain, kondisi lingkungan atau campur tangan manusia. Sakit adalah
suatu kondisi dimana terjadi gangguan atau ketidaknormalan fungsi pada
ikan baik secara fisik ataupun fisiologis. Sakit dan penyakit ini dapat disebabkan
oleh ketidakserasian yang terjadi di dalam lingkungan atau ekosistem dimana
ikan tersebut berada. Dengan kata lain penyakit merupakan interaksi yang
tidak serasi antara ikan dengan faktor biotik (organisme) dan faktor abiotik
(lingkungan). Interaksi yang tidak serasi ini akan menimbulkan stress pada ikan
sehingga menyebabkan daya pertahanan tubuh menurun dan akibatnya mudah
timbul berbagai penyakit (Yuliartati, 2011).
Penyakit meliputi penyakit infeksi dan bukan infeksi. Penyakit infeksi
merupakan masalah utama, meliputi penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
virus, bakteri, fungi dan parasit. Penyakit pada hewan perairan dapat disebabkan
oleh cacat genetis, cidera fisik, ketidak-seimbangan nutrient, pathogen dan atau
polusi. Penularan patogen atau penyakit dari satu individu ke individu lainnya
dapat melalui dua cara yaitu penularan vertikal dan horizontal. Penularan vertikal
yaitu patogen ditularkan dari salah satu atau kedu induknya ke anakknya melalui
sel kelamin. Adapun penularan horizontal meliputi penularan patogen dari
individu satu ke lainnya (Irianto, 2005).
Kualitas air merupakan salah satu penyebab terjadinya serangan penyakit,
misalnya meningkatnya suhu secara mendadak membuat ikan stress. Lingkungan
di dalam air merupakan habitat kompleks terdapat berbagai jasad patogen, tetapi
jasad patogen ini tidak berbahaya bila kondisi lingkungan optimum. Jasad
penyakit yang telah ada di dalam air akan berbahaya bila kondisi memungkinkan,
seperti perubahan parameternya (Kordi, 2004).
25
Universitas Sumatera Utara
26
Stres berpengaruh terhadap sistem perlindungan tubuh inang yaitu mukus.
Segala bentuk stress akan menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi dalam
mucus yang dapat menyebabkan penurunan efektivitannya sebagai pelindung
kimiawi inang terhadap patogen dan parasit. Stress akan mengganggu
keseimbangan elektrolit tubuh (Na, K dan Cl) sehingga menyebabkan penyerapan
air yang berlebihan atau dapat pula berupa kehilangan air (dehidrasi)
(Irianto, 2005).
Ikan yang kekurangan gizi juga merupakan sumber dan penyebab
penyakit. Pakan yang kandungan proteinnya rendah akan mengurangi laju
pertumbuhan, proses reproduksi kurang sempurna, dan dapat menyebabkan ikan
menjadi mudah terserang penyakit. Pakan yang tidak seimbang atau
komponennya berlebihan dapat juga menimbulkan masalah.Kondisi yang
membuat ikan tidak normal tersebut, menyebabkan ketahanan tubuh ikan yang
menurun (Kordi, 2004).
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri memperlihatkan gejala-gejala
seperti kehilangan nafsu makan, luka-luka pada permukaan tubuh, pendarahan
pada insang, perut membesar berisi cairan, sisik lepas, sirip ekor lepas, jika
dilakukan pembedahan akan terlihat pembengkakan dan kerusakan pada hati,
ginjal dan limpa. Penyakit bakteri ini dapat menyebabkan kematian diatas 80%
dalam waktu relatif singkat (Ashari, dkk., 2014).
Di Indonesia sedikitnya telah tercatat empat kali wabah penyakit ikan, baik
yang disebabkan oleh parasit maupun bakteri. Wabah penyakit menyebabkan
terjadinya kematian pada ikan secaraakut maupun kronis sehingga secara
ekonomis ikan menjadi tidak laku dipasarkan karena penampilannya yang buruk,
26
Universitas Sumatera Utara
27
berbahaya bagi kesehatan manusia serta memperkecil laba usaha karena
pertumbuhan ikan menjadi lambat. Bakteri lain yang diketahui merugikan dalam
budidaya
ikan
antara
lain
Edwardsiella
tarda,
Flexibactercolumnaris,
Pseudomonas fluorescens, Aeromonas sp., Vibrio sp., Myobacterium sp.,
Nocardia sp. (Ratnawati, dkk., 2013).
Kocuria kristinae
K. kristinae sebelumnya disebut Micrococcus kristinae pertama kali
dijelaskan pada 1974. Organisme ini ditemukan tersebar luas di alam, sering
sebagai flora kulit normal pada manusia dan mamalia lainnya. Hal ini biasanya
non-patogenik. Ada sangat sedikit kasus yang terdokumentasi dengan infeksi yang
disebabkan oleh K. kristinae. Dari jumlah tersebut mayoritas terjadi pada pasien
dengan system imun rendah. Hal itu sebelumnya diklasifikasikan ke dalam genus
Micrococcus, tapi dibedah dari Micrococcus berdasarkan analisis filogenetik dan
kemotaksonomi (Paul, dkk., 2015).
Stenotrophomonas maltophilia
S. maltophilia, non-fermentasi, Gram-negatif, bakteri berbentuk batang
berlimpah di lingkungan dengan distribusi geografis yang luas. spesies bakteri ini
telah diisolasi dari sumber air, baik dalam dan keluar dari pengaturan klinis.
Infeksi yang disebabkan oleh S. maltophilia memiliki tingkat kematian tinggi
(37,5%), tergantung pada kondisi klinis awal pasien. Selama dekade terakhir, S.
maltophilia telah muncul sebagai patogen nosokomial penting terutama pada
pasien dengan fibrosis kistik, keganasan, neutropenia, kateter vena sentral,
panjang berkepanjangan tinggal atau riwayat pengobatan penggunaan antibiotik
spektrum luas (Trevino, dkk., 2014).
27
Universitas Sumatera Utara
28
Aeromonas hydrophila
A. hydrophila merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, motil.
Merupakan agensia penyebab hemoragik septicemia (Bacterial Hemorrhagic
Septicemia, BHS) atau MAS (Motile Aeromonas Seprticaemia) pada beragam
spesies ikan air tawar. Pada dasarnya A. hydrophila merupakan oportunis karena
penyakit yang disebabkannya mewabah pada ikan-ikan yang mengalami stress
atau pada pemeliharaan dengan padat tebar tinggi (Irianto, 2005).
Salah satu patogen pada ikan nila adalah bakteri A. hydrophila yang
menyebabkan
penyakit Motile
Aeromonad Septicacma (MAS). Selain itu
Aeromonas salmonicida atipikal merupakan penyebab penyakit pada sejumlah
spesies ikan air tawar danikan laut non-salmonoid. Penyebaran
bakteri patogen
di
dalam
tubuh
atau
invasi
dapat menyebabkan rusaknya jaringan
danorgan. Setelah Aeromonas masuk ke dalam tubuh, bakteri ini akan menembus
masuk ke dalam organ pembuluh darah dan akhirnya terbawa masuk ke organ
tubuh. Kerusakan yang parah pada ginjal ikan dapat meningkatkan jumlah
angka kuman ginjal (Nursanti, dkk., 2006).
A. hydrophila melimpah pada lingkungan air tawar terutama dengan
kandungan bahan organik yang tinggi dan dapat menyerang berbagai jenis ikan air
tawar di daerah tropis. Infeksi biasanya bersifat oportunistik dan mudah dikenali
karena adanya luka-luka eksternal (ulcer), lendir mengering, terdapat bercak
pendarahan pada daerah latero-ventral tubuh dan sirip serta sisik terkelupas
(Putri, dkk., 2008).
28
Universitas Sumatera Utara
29
Staphylococcus sp.
Bakteri bentuk coccus seperti Streptococcus sp. dan Staphylococcus sp.
telah banyak ditemukan pada ikan sakit. Kebanyakan kedua spesies tersebut hidup
sebagai saprofitik dan beberapa sebagai mikrofolra normal di dalam saluran
pencernaan
hewan
dan
berikutnya
dilepaskan
bersama
dengan
feses.
Keberadaanya di lingkungan akuatik biasanya sebagai indikator kontaminasi feses
terhadap air. Staphylococcus sp. bukan merupakan penyebab utama sebagai
penyakit dalam perikanan di Amerika, tetapi sebagai penyebab utama kerugian
petani ikan di Jepang dan negara-negara timur jauh (Pelczar dan Reid, 1958).
Infeksi Staphylococcus sp. pada ikan jarang terjadi, walaupun demikian
pernah diisolasi dari darah jantung pada ikan salmon sakit di Argentina.
Staphylococcus sp. menyebabkan beberapa lesi berupa nekrosis dan edema di
muskulus
serta
adanya
timbunan
darah
pada
cavitas
vaseralis
(Sutrisno dan Purwandari, 2004).
Parameter Kualitas Air
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses
metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang mendadak atau kejadian
suhu yang ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat
menyebabkan kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan
musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat
terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. Suhu air
mempunyai peranan dalam mengatur kehidupan biota perairan, terutama dalam
proses metabolisme (Silalahi, 2009).
29
Universitas Sumatera Utara
30
Suhu sangat mempengaruhi nafsu makan ikan sehingga berpengaruh
terhadap metabolisme pertumbuhan. Kenaikan suhu yang masih dapat diterima
ikan, akan diikuti kenaikan derajat metabolisme dan selanjutnya kebutuhan
oksigen akan naik pula. Hal ini sesuai dengan hukum Van Hoff yang menyatakan
bahwa untuk setiap perubahan kimiawi, kecepatan reaksinya naik dua sampai tiga
kali lipat setiap kenaikan suhu sebesar 10oC. Namun, kenaikan suhu ini disertai
dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen tidak dapat
memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses
metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya
peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba (Effendi, 2003).
Oksigen Terlarut (DO)
Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologis organisme air terutama
adalah dalam proses respirasi. Konsentrasi oksigen terlarut hanya berpengaruh
secara nyata terhadap organisme air yang memang mutlak membutuhkan oksigen
terlarut untuk respirasinya. Konsumsi oksigen bagi organisme air berfluktuasi
mengikuti proses-proses hidup yang dilaluinya. Pada umumnya konsumsi oksigen
bagi organisme air ini akan mencapai maksimum pada masa-masa reproduksi
berlangsung. Konsumsi oksigen juga dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen
terlarut itu sendiri (Barus, 2004). Tingkat konsumsi oksigen organisme air sangat bergantung pada suhu,
bobot tubuh, fitoplankton, dan bakteri yang ada di dalam perairan. Akumulasi
buangan padat akan meningkatkan biomasa bakteri heterotrofik, sehingga
meningkatkan kebutuhan oksigen. Kadar oksigen terlarut yang baik untuk
pertumbuhan organisme akuatik adalah lebih dari 3.5 mg/liter, sedangkan
30
Universitas Sumatera Utara
31
konsentrasi oksigen terlarut kurang dari 1.5 mg/liter dalam jangka waktu yang
lama dapat bersifat lethal bagi organisme akuatik. (Effendi, 2003).
Derajat Keasaman (pH)
pH adalah banyaknya ion hidrogen yang terkandung di dalam air. Tinggi
rendahnya pH air sangat ditentukan oleh konsentrasi H+ yang terdapat dalam
perairan. Setiap organisme mempunyai pH optimum untuk kehidupannya. Nilai
pH perairan merupakan salah satu faktor lingkungan yang berhubungan dengan
susunan spesies dari ikan (Radhiyufa, 2011).
Keasaman air (pH) mempengaruhi tingkat kesuburan perairan. Perairan
yang terlalu asam akan kurang produktif. Pada perairan yang banyak sampah
ogranik terkomposisi dapat ditemukan pH rendah.Kehidupan hewan akuatik
semakin terganggu apabila pH air makin jauh dari titik normal. Sebagian besar
organisme air bisa beradaptasi dengan nilai pH yang bervariasi namun tidak
mudah bertahan dengan perubahan secara tiba-tiba dengan variasi yang besar
(Yumame, dkk., 2013).
31
Universitas Sumatera Utara
Download