BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Penelitian Terdahulu Untuk mengembangkan model penelitian harus didasarkan pada beberapa penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu tersebut digunakan sebagai dasar pembentukan model dan hipotesis penelitian ini, dan dapat dilihat pada tabel ringkasan penelitian terdahulu berikut: Tabel 2. 1 Ringkasan Penelitian Terdahulu PENULIS & JUDUL PENELITIAN Rupinder P. Jindal, Werner Reinartz, Manfred Krafft, and Wayne D. Hoyer, 2006, Determinants of the Variety of Routes to Market (VRM) UJI VARIABEL DIMENSI VARIABEL Variabel Independent (exogen): Firm’s customer orientation Variasi routes to market (VRM) Diferensiasi Harga murah Fokus kepercayaan pelanggan Kumpulan umpan balik pelanggan Variabel Dependen (endogen): Orientasi perusahaan pelanggan Kebiasaan pelanggan mencari Variabel Control: Kemampuan sumber daya Keheterogenan Pelanggan Persaingan Industri Besaran pendapatan dari jasa Ukuran industri produk campuran Customer search behaviour Keahlian Sensitifitas harga METODE ANALISIS Teknik Pengambilan Sampel: Cluster random sampling dan proposional random sampling (populasi 1015 companies, 214 samples) Alat Analisis: The Structural Equation Model (SEM) HIPOTESIS & KESIMPULAN Pengujian Hipotesis: Dari hipotesis yang diajukan hasilnya sebagai berikut: Diferensiasi berpengaruh positif terhadap penerapan VRM Harga murah berpengaruh positif terhadap VRM Fokus kepercayaan pelanggan berpengaruh negative terhadap VRM Kumpulan umpan balik pelanggan berpengaruh positif terhadap VRM Keahlian pelanggan berpengaruh negatif terhadap VRM Sensitifitas harga pelanggan berpengaruh negatif terhadap VRM Universitas Sumatera Utara Lanjutan PENULIS & JUDUL PENELITIAN Suréne Ludick, 2011, A comparison of route-to-market strategies as a means to improve customer service UJI VARIABEL DIMENSI VARIABEL METODE ANALISIS Variabel Independent (exogen): Untuk masing-masing variabel independent : Jumlah penjualan (Sales quantity) Pendapatan bersih (Net Revenue) Kontribusi marjin (Margin Contribution) Pembelian Pelanggan (Buying customers) Grocery L&T (Local & Traditional) Liquor On-Premise Petroleum & convenience channel Implementasi Kerangka RtM (Implementation of the RtM framework) Teknik Pengambilan Sampel: Data primer, catatan internal dan eksternal yang relevan dengan pokok bahasan Data sekunder, data dari intranet yang memuat informasi tentang margin contribution, sales volume, customer satisfaction Variabel Control Alat Analisis: Pelayanan Pelanggan (Customer service) Descriptive Research dan Observation Analysis melalui Buku, Artikel, dan Internet Variabel Dependen (endogen): Denny Hendratman, 2009, Analisis Pengaruh Kualitas Hubungan Bisnis Dengan Outlet Dan Strategi Pelayanan Outlet Terhadap Kinerja Penjualan Dalam Meningkatkan Loyalitas Outlet Variabel Independent (exogen): Kualitas Hubungan Bisnis Dengan Outlet Strategi Pelayanan Outlet Variabel Dependen (endogen): Loyalitas Outlet Kinerja penjualan Pelayanan Pelanggan : Kepuasan pelanggan Kualitas Hubungan Bisnis dengan Outlet: Komitmen Kepercayaan (Trust) Kejujuran (Fairness) Fleksibelitas Solidaritas (Solidarity) Strategi Pelayanan Outlet Kunjungan (call) Sistem pembayaran Monitor produk Kinerja penjualan Pertumbuhan omset penjualan netto Return On Invesment Tingkat keuntungan Loyalitas Outlet Positive Word of mouth/pernyataan positif Share of Puchases/porsi pembelian Competitive Resistance/ketahanan kompetisi Teknik Pengambilan Sampel: Area Sampling, 140 sampel dari 253 populasi Alat Analisis: The Structural Equation Model (SEM) dari paket AMOS HIPOTESIS & KESIMPULAN Pengujian Hipotesis: Jumlah penjualan berpengaruh positif terhadap penerapan RtM. Pendapatan bersih berpengaruh positif pada imlementasi RtM Kontribusi margin berpengaruh positif pada imlementasi RtM Pembelian pelanggan berpengaruh positif pada imlementasi RtM Kepuasan pelanggan berpengaruh positif pada imlementasi RtM Pengujian Hipotesis: Kualitas Hubungan Bisnis dengan Outlet berpengaruh positif terhadap kinerja penjualan Strategi Pelayanan Outlet berpengaruh positif terhadap kinerja penjualan Kualitas Hubungan Bisnis Perusahaan berpengaruh searah terhadap loyalitas outlet Strategi pelayanan outlet berpengaruh searah terhadap loyalitas outlet Kinerja Penjualan berpengaruh searah terhadap loyalitas outlet Universitas Sumatera Utara Lanjutan PENULIS & JUDUL PENELITIAN Laura Aguglia et all, 2009, Direct Selling: a Marketing Strategy to Shorten Distances between Production and Consumption UJI VARIABEL Variabel Independent (exogen): Inovasi yang diadopsi Variabel Dependen (endogen): Direct Selling (DS) DIMENSI VARIABEL Inovasi yang diadopsi Spesifikasi Petani Karakteristik struktur pertanian dan perekonomian Lokasi pertanian METODE ANALISIS Teknik Pengambilan Sampel: Menggunakan variabel dikotomis, dengan asumsi 1 untuk yang menggunakan DS dan 0 untuk sebaliknya (populasi 13,980, sample 3,471 (24.8%) yang menggunakan DS Alat Analisis: Descriptive Research dan Observation Analysis melalui unstructured Qualitative Questionnaire dan Interview Eryanafita Ismawanti, 2008, Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Kinerja Variabel Independent (exogen) : Pemasaran Dengan Faktor Lingkungan Sebagai Variabel Moderat Variabel Dependen (endogen): Orientasi Wirausaha Kreativitas Program Pemasaran Faktor Lingkungan Kinerja Pemasaran Variabel Moderator Faktor Lingkungan Orientasi Wirausaha Berinovasi Berani mengambil resiko Bertindak proaktif Kreativitas Program Pemasaran Pencarian informasi Diskusi program pemasaran Kesesuaian program Faktor Lingkungan Kondisi ekonomi Intensitas persaingan Ketersediaan bahan baku Kinerja Pemasaran Pertumbuhan penjualan Pertumbuhan pelanggan Volume penjualan Faktor Lingkungan Kondisi Ekonomi Intensitas Persaingan Ketersediaan Bahan Baku Teknik Pengambilan Sampel: Area Sampling, 86 sampel dari 610 populasi Alat Analisis: SPSS (Statistical Package for Social Science) for Windows versi 11 HIPOTESIS & KESIMPULAN Pengujian Hipotesis: Karakter istik petani menurut usia berpengaruh negatif terhadap direct selling Keberad aan industri pengolahan produk pertanian berpengaruh positif terhadap direct selling Daerah pegunungan dan daerah yang kurang menarik berpengaruh positif terhadap direct selling. Pengujian Hipotesis: Orientasi wirausaha berpengaruh positif terhadap kinerja pemasaran Kreativitas program pemasaran berpengaruh positif terhadap kinerja pemasaran Faktor lingkungan yang memoderasi orientasi wirausaha dan kreativitas program pemasaran memiliki pengaruh positif terhadap kinerja pemasaran Universitas Sumatera Utara Lanjutan PENULIS & JUDUL PENELITIAN UJI VARIABEL DIMENSI VARIABEL Prof. Ray Titus, et al, 2013, Leveraging Distribution Networks For Competitive Variabel Independent (exogen): Advantage: A case Of FMCG Channel Management At ITC Ltd. Pertumbuhan pangsa pasar (Market share growing) Strategi dari perusahaan yang berbeda (Strategies of different companies) Strategies of different companies Isidorus Edo Wiryawan ST, 2008, Analisis Faktor-Faktor Yang Menentukan Kinerja Selling-In Dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Pemasaran Variabel Independent (exogen): Kemampuan tenaga penjualan: Kemampuan menjelaskan Kemampuan menyediakan informasi Kemampuan menyelesaikan masalah Distribution Strategies Variabel Dependen (endogen): Kemampuan tenaga pemasaran Strategi pelayanan outlet Hubungan distributor dengan outlet Dukungan prinsipal Variabel Dependen (endogen): Selling-in Kinerja pemasaran Market share growing: Indian Tobacco Comp. Britannia Parle Cadbury Brand Price Delivery Payment Strategi pelayanan outlet: Kunjungan (call) Kontrak Kebijakan retur Periode Pembayaran Hubungan dengan outlet: Kepercayaan Intensitas komunikasi Kepuasan Dukungan prinsipal: Periklanan Promosi dagang Promosi konsumen Selling-in : Ketersediaan produk Keragaman produk Kemenarikan produk METODE ANALISIS Teknik Pengambilan Sampel: Area sampling, 16 ITC distributors di Bangalore, populasi 350 380 outlet. Alat Analisis: Descriptive Research dan Observation Analysis melalui unstructured Qualitative Questionnaire dan Interview Teknik Pengambilan Sampel: Purposive sampling, (100 sampel dari 600 populasi) Alat Analisis: The Structural Equation Model (SEM) dari paket AMOS HIPOTESIS & KESIMPULAN Pengujian Hipotesis: Strategi kebijakan distribusi berpengaruh positif terhadap pangsa pasar. Strategi kebijakan distribusi berpengaruh positif terhadap strategi perusahaan yang berbeda Pengujian Hipotesis: Dari hipotesis yang diajukan hasilnya sebagai berikut: Kemampuan tenaga penjualan berpengaruh positip terhadap kinerja selling-in Strategi pelayanan outlet berpengaruh positip terhadap kinerja selling-in Hubungan dengan outlet berpengaruh positip terhadap kinerja selling-in Dukungan prinsipal berpengaruh positip terhadap kinerja selling-in Kinerja selling-in berpengaruh positip terhadap kinerja pemasaran Kinerja penjualan: Volume penjualan Pertumbuhan penjualan Porsi pasar Universitas Sumatera Utara Lanjutan PENULIS & JUDUL PENELITIAN UJI VARIABEL DIMENSI VARIABEL METODE ANALISIS Ahmad Hanfan, 2005, Analisis Faktor-Faktor Pengaruh SellingIn yang Berdampak Terhadap Kinerja Penjualan Variabel Independent (exogen): Hubungan dengan outlet Citra perusahaan Kemampuan tenaga penjual. Hubungan dengan outlet: Intensitas komunikasi Lama hubungan Tingkat kepercayaan Teknik Pengambilan Sampel: Area Sampling, 115 sampel dari 130 Populasi Variabel Dependen (endogen): Selling-in Kinerja penjualan Kemampuan penjual: Ketrampilan Ketepatan Profesionalisme Selling-in: Ketersediaan produk Kelengkapan produk Nilai retur dari outlet Alat Analisis: The Structural Equation Model (SEM) dari paket AMOS Kinerja penjualan: Volume penjualan Pertumbuhan penjualan Pertumbuhan pelanggan Novi Febriyanto Yudith, 2005, Analisis Distribusi Selling-In Untuk Meningkatkan Kinerja Pemasaran Variabel Independent (exogen): Hubungan distributor dengan outlet: Hubungan distributor dengan outlet Strategi pelayanan outlet Kemampuan tenaga pemasaran Citra perusahaan. Intensitas komunikasi Lama hubungan Tingkat kepercayaan Variabel Dependen (endogen): Selling-in Kinerja penjualan Strategi pelayanan outlet: Kunjungan (call) Periode pembayaran Kebijakan retur Kemampuan tenaga pemasaran : Tingkat ketrampilan Ketanggapan Tingkat profesionalitas Selling-in : Kelengkapan barang Tingkat pelayanan Tingkat persediaan Kinerja penjualan: Volume penjualan Pertumbuhan penjualan Porsi pasar Teknik Pengambilan Sampel: Purposive sampling, (100 sampel dari 907 populasi) Alat Analisis: The Structural Equation Model (SEM) dari paket AMOS HIPOTESIS & KESIMPULAN Pengujian Hipotesis: Dari hipotesis yang diajukan hasilnya sebagai berikut: 1. Hubungan dengan outlet berpengaruh positif terhadap selling-in. 2. Kemampuan tenaga penjualan berpengaruh positif terhadap selling-in. 3. Selling-in berpengaruh positif terhadap kinerja penjualan. Pengujian Hipotesis: Dari hipotesis yang diajukan hasilnya sebagai berikut: Variabel hubungan distributor dengan outlet berpengaruh positif terhadap selling-in Variabel strategi pelayanan outlet berpengaruh positif terhadap selling-in. Variabel kemampuan tenaga pemasaran berpengaruh positif terhadap selling-in. - Variabel sellingin berpengaruh positif terhadap kinerja pemasaran Universitas Sumatera Utara Lanjutan PENULIS & JUDUL PENELITIAN Keysuk Kim, 1999, On the effects of customer conditions on distributor commitment and supplier commitment in industrial channels of distribution UJI VARIABEL Variabel Independent (exogen): Keberagaman pelanggan dan komitment anggota saluran Keikhlasan pelanggan dan komitmen anggota saluran Impian pelanggan dan komitmen anggota saluran Faktor-faktor dyadspesific Variabel Dependen (endogen): Perspektif pemasok Perspektif distributor industri Variabel Control Tingkat ketergantungan mitra perusahaan DIMENSI VARIABEL METODE ANALISIS Teknik Pengambilan Sampel: Area Sampling, 1000 sampel dari 945 Populasi Alat Analisis: The Structural Equation Model (SEM) dari paket AMOS HIPOTESIS & KESIMPULAN Pengujian Hipotesis: Keberagaman pelanggan terhadap komitmen tidak berpengaruh pada pemasok tetapi berpengaruh pada distributor Kondisi pelanggan terhadap komitmen tidak mempengaruhi distributor pada batas tertentu, karena semua perbedaan telah termasuk dalam faktor-faktor dyad-spesific. Keikhlasan pelanggan berpengaruh positif pada komitmen pemasok tetapi tidak berpengaruh pada distributor Tingkat ketergantungan mitra perusahaan berpengaruh positif pada komitmen kedua distributor, tetapi tidak signifikan pada pemasok Masa kerjasama berpengaruh positif pada komitmen distributor Sumber : Jurnal danTesis Jindal et al. (2006) membuktikan bahwa orientasi pelanggan untuk mencari sesuatu memiliki kaitan dengan variasi routes to market yang digunakan, namun dari beberapa variasi yang digunakan hanya sebagian saja yang memiliki kaitan karena masih ada faktor-faktor lain yang juga turut mempengaruhinya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi tersebut, yaitu: diferensiasi, harga murah, Universitas Sumatera Utara dan umpan balik pelanggan (customer feed back). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji bagaimana pengaruh faktor-faktor yang menjadikan pelanggan sebagai pusat perhatian (customer centric) dalam variasi routes to market yang digunakan oleh suatu perusahaan, tetapi tidak termasuk pengujian pada tata cara pengelolaan portofolio rute (routes) secara keseluruhan. Sehingga pada akhirnya diharapkan dapat mendorong perusahaan mampu mengatasi setiap kendala dalam hubungan antar rute, konsistensi untuk menjaga citra merek, dan mengantarkan semua produk kepada pelanggan sesuai dengan pesanan. Ludick (2011) menyatakan pada penelitiannya, bahwa pemilihan dan penerapan kerangka routes to market (RtM) yang tepat maka secara signifikan berpengaruh terhadap penjualan, pendapatan bersih, dan kontribusi margin perusahaan melalui peningkatan jumlah pembelian dan kepuasan pelanggan dengan sistim pelayanan pelanggan yang baik. Jadi pada saat melakukan proses pemilihan kerangka RtM, harus diperhatikan beberapa hal berikut: 1. Pelayanan pelanggan harus menjadi perhatian penting agar menjadi lebih kompetitif di dalam persaingan. 2. Perlu standar pajangan (merchandising standards) untuk melakukan eksekusi yang benar di setiap saluran. 3. Faktor-faktor bauran pemasaran (marketing-mix) menjadi pertimbangan penting pada saat melakukan pengembangan RtM. 4. Motivasi untuk merekayasa ulang sistim RtM harus dilakukan secara berkesinambungan melalui pendekatan shopper-centric customer. Universitas Sumatera Utara Hendratman (2009) menyatakan dari hasil penelitiannya bahwa kualitas hubungan yang baik antara perusahaan dan pelanggan mampu meningkatkan kinerja penjualan, karena pelanggan memiliki peranan penting untuk mengkomunikasikan semua produk perusahaan kepada konsumen secara langsung. Oleh karena itu diperlukan strategi pelayanan yang tepat dari para pelanggan agar mampu meningkatkan kinerja penjualan perusahaan melalui promosi yang tepat dan memantau produk secara rutin untuk menjaga ketersediaan dan keberadaan produk perusahaan di pasar. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Aguglia et al. (2009) tentang penjualan langsung (direct selling) produk hasil pertanian menyatakan, bahwa ternyata pelanggan yang membeli produk hasil pertanian untuk diolah menjadi makanan lain (produsen) lebih menyukai penjualan langsung daripada pelanggan yang membeli produk hasil pertanian untuk segera dikonsumsi (konsumen). Hal ini disebabkan oleh faktor efisiensi biaya distribusi dan biaya transportasi yang harus dikeluarkan produsen untuk memperoleh bahan baku ataupun menjual produk makanan yang mereka hasilkan, karena produk-produk makanan tersebut memiliki umur atau batas kadaluarsa yang relatif pendek. Walaupun penelitian yang dilakukan oleh Aguglia hanya pada area tertentu saja, namun informasi ilmiah dari kajian ini adalah sistim distribusi langsung (direct selling) cenderung lebih efektif digunakan pada segmentasi tertentu tetapi belum tentu efisien dalam penggunaan biaya jika digunakan untuk menjual serta mendistribusikan produk-produk makanan dengan kualitas baik dan segar. Karena produk-produk tersebut sudah pasti dibutuhkan dan dicari konsumen Universitas Sumatera Utara dan tidak perlu waktu yang lama untuk dikonsumsi. Jadi agar biaya lebih efisien, maka produsen memilih lokasi produksinya dekat dengan sumber daya produknya. Titus et al. (2013) menyatakan bahwa industri Fast Moving Consumer Goods (FMCG) sangatlah kompetitif sehingga menyebabkan terbatasnya ruang bagi pendatang baru untuk bisa berada di pasar karena sebagian besar pangsa pasar telah dikuasai oleh pemain lama. Oleh karena itu diperlukan peran strategi distribusi untuk mengelola semua gerai pengecer (retail outlet) agar tidak kehabisan persediaan, karena gerai pengecer merupakan penghubung penting dalam saluran distribusi dan memiliki kontak langsung dengan konsumen. Dengan demikian outlet juga harus memiliki citra yang baik terhadap produk agar dapat mempengaruhi pilihan konsumen. Beberapa rekomendasi yang disampaikan dari hasil penelitian untuk menghadapi persaingan yang cukup ketat di pasar, adalah: 1. menggunakan media promosi dan iklan melalui spanduk dan poster untuk meningkatkan kesadaran dan ketertarikan konsumen terhadap produk 2. menggunakan kalimat singkat (catchier tagline) tentang merek agar menarik dan mudah diucapkan orang, sehingga mudah mengingat merek dan produk tersebut 3. menggunakan contoh produk (sample product) dan produk gratis (tester product) kepada target konsumen baik yang baru maupun yang sudah lama 4. menggunakan program produk gratis (free product) dan promosi berhadiah secara langsung ataupun melalui pengundian. 5. menggunakan program loyalitas pelanggan (outlets loyalties) melalui diskon harga yang menarik ataupun program aktivasi pelanggan (outlets activation) Universitas Sumatera Utara 6. menggunakan program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan penjual dalam berkomunikasi dan meyakinkan pelanggan atau membuka layanan pemesanan produk secara on-line melalui telepon dan internet 7. memanfaatkan program CSR (corporate social responsibility) untuk mendidik dan melatih pelanggan tentang pengelolaan persediaan dan keuangan 8. memanfaatkan program pengoperasian (operational excellence) armada kendaaraan angkut agar tepat sasaran dan hemat biaya. Hanfan (2005) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa, pengaruh hubungan dengan outlet, citra perusahaan, dan kemampuan tenaga penjual terhadap faktor-faktor selling-in yakni ketersediaan produk (products availability), kelengkapan produk (products completeness), dan pengembalian produk (products return) berpengaruh positif pada kinerja penjualan. Yudith (2005), menyatakan secara empiris implikasi teoritis dan manajerial dalam penelitiannya bahwa, ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan penjualan (selling-in), yakni; hubungan distributor dengan outlet, strategi pelayanan outlet, kemampuan tenaga pemasar, citra perusahaan yang baik, dan kinerja pemasaran. Wiryawan (2008), Kim (1999), dan Ismawanti (2008) membahas mengenai keterkaitan selling-in, kepuasan pelanggan dan kaitannya dengan kinerja pemasaran dengan menempatkannya sebagai prioritas untuk ditangani secara maksimal, seperti halnya melakukan pemberian reward dan melakukan kunjungan secara berkala ke outlet, memberikan pelatihan untuk tenaga penjual agar dapat meningkatkan kinerja dengan memperbaiki metode kerja mereka dan ikut Universitas Sumatera Utara berpartisipasi terhadap semua masalah yang dihadapi outlet yang menjadi tanggung jawabnya, dan berkomitmen untuk memberikan nilai tambah kepada pelanggan. Semua rangkuman penelitian tersebut saling berkaitan dan merupakan kelanjutan dari penelitian terdahulu yang secara umum berfokus pada hubungan antara pembeli dan pemasok (buyer-supplier) melalui pendekatan routes-to-market sebagai faktor yang saling mempengaruhi dengan kinerja penjualan, dan dilakukan pada jenis perusahaan yang berbeda serta fokus di bidang industri dan distribusi. 2.2 Landasan Teori Kondisi dasar sebuah perusahaan untuk mencapai tujuan adalah jika semua hasil produksinya telah memenuhi keinginan dan pesanan konsumen sesuai bentuk, ukuran, jumlah, waktu dan tempat. Semua persyaratan tersebut harus dipenuhi perusahaan supaya tetap eksis, bertumbuh, dan berkelanjutan melalui kombinasi komponen bauran pemasaran. Bentuk kombinasi aktifitas tersebut berupa distribusi produk, yaitu suatu proses yang dilakukan untuk mendukung keberhasilan eksekusi pemasaran di pasar dan dasar kebijakan untuk mengatasi kendala komunikasi antara produsen dan konsumen dengan melibatkan semua perantara pemasaran. Kotler dan Keller (2012) mengemukakan bahwa, “a manufacturer selling a physical product and services might require three channels: a sales channel, a delivery channel, and a service channel”. Ketiga bentuk saluran ini digunakan oleh perusahaan untuk memasarkan dan menjual produknya kepada seluruh target pasar melalui sistim pemasaran. Lee (1996), mengatakan “A marketing system is the organization and process a business uses sell its products”. Perreault dan McCarthy (2002), Universitas Sumatera Utara mengatakan “marketing system is designed to encourage firms to compete aggressively as long as they do it in a fair way”. Jadi sistem pemasaran merupakan sebuah proses yang terstruktur dan digunakan dengan agresif oleh perusahaan untuk memasarkan dan menjual produknya dengan cara yang adil (fair). Untuk menjalankan sistim pemasaran (marketing system) yang sederhana dan efektif harus memenuhi tiga fungsi umum berikut: 1. Fungsi tukar menukar (Exchange functions), yang meliputi: pembelian, penjualan, dan harga. 2. Fungsi fisik (Physical functions), yang meliputi: perakitan, pengangkutan dan pemeliharaan, penyimpanan, pemrosesan dan pengemasan, penilaian dan standarisasi. 3. Fungsi fasilitas (Facilitating functions), yang meliputi: keuangan dan resiko yang dipikul, informasi pasar, penciptaan permintaan dan penawaran, dan riset pasar. (ILRI, 2014) Ketiga fungsi tersebut menjelaskan bahwa saluran penjualan, saluran pemasaran, dan saluran distribusi dapat didefinisikan sebagai saluran pasar (market channel) sehingga dapat disebut juga sebagai sub sistim dari sistim pemasaran. Selain memenuhi fungsi tukar menukar, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas, semua aktifitas pemasaran dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok variabel (the four P’s), yaitu: (1) produk: variasi, kualitas, disain, keunggulan, merek, kemasan, ukuran, pelayanan, jaminan, pengembalian; (2) harga: daftar, potongan, tunjangan, jangka waktu pembayaran, persyaratan kredit; (3) promosi: promo penjualan, periklanan, tenaga penjual, hubungan masyarakat, pemasaran langsung; (4) tempat: saluran, cakupan, golongan, lokasi, persediaan, transportasi. 2.2.1 Pemasaran dan Penjualan (Marketing and Selling) Sebuah perusahaan industri tentu memerlukan fungsi pemasaran untuk memperkenalkan, menawarkan, dan menjual produk berupa barang atau jasa yang diproduksinya kepada target pasar atau konsumen pengguna produk tersebut. Universitas Sumatera Utara Namun terkadang ada beberapa perusahaan melakukan pemisahaan antara fungsi pemasaran dengan fungsi penjualan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan bagi para tenaga pemasar dan penjual untuk fokus melakukan tugas dan fungsinya dalam memberikan kontribusi kepada perusahaan. Perbedaan antara pemasaran (marketing) dengan penjualan (selling) tidak hanya dari sekedar arti kata tetapi fokus pada siapa yang membutuhkan. Menurut Levitt (1960) bahwa “Selling focuses on the needs of the seller, marketing on the needs of the buyer. Selling is preoccupied with the seller’s need to convert his product into cash: marketing with the idea of satisfying the needs of the customer by means of the product and the whole cluster of things associated with creating, delivering, and finally consuming it”. Selling atau penjualan adalah segala aktifitas yang berfokus pada kebutuhan penjual dan hanya berorientasi pada nilai uang yang dihasilkan dari penjualan produk, sedangkan marketing atau memasarkan adalah segala aktifitas yang berfokus pada kebutuhan pembeli dengan mengutamakan cara-cara pemenuhan kebutuhan, penyajian, dan pelayanan yang terbaik bagi suatu produk hingga digunakan dan memuaskan pelanggan. Jobber et. al. (2011) membedakan penjualan dan pemasaran berdasarkan sasaran yang dituju atau orietasinya, seperti yang terlihat pada gambar berikut: Sumber : Jobber, et. al., 2011 Gambar 2. 1 Sales versus Marketing Orientation Universitas Sumatera Utara Konsep penjualan menyatakan bahwa setiap aktifitas harus dilakukan dengan agresif tanpa melihat jenis produk yang dijual atau yang dibutuhkan oleh pembeli, hal seperti ini sering terjadi pada saat kelebihan kapasitas (over capacity) produksi. Karena pada kondisi tersebut fokus penjual hanya tertuju pada perolehan hasil penjualan (sales volume) yang mampu mengembalikan semua biaya yang dikeluarkan dan jumlah keuntungan optimal yang didapat. Sedangkan pada konsep pemasaran dinyatakan bahwa yang menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan organisasi adalah efektifitas yang terbaik dibandingkan para pesaing, terutama dalam hal perancangan produk, proses produksi, pengantaran pesanan, dan cara mengkomunikasikan setiap nilai tambah yang akan diperoleh pelanggan terhadap produk yang mereka beli. Jadi konsep pemasaran lebih berfokus pada proses menawarkan dan menjual produk dengan menjadikan pelanggan sebagai pusat penjualan (customer centric selling/CCS), dimana setiap pelanggan yang membeli produk tidak hanya habis untuk dikonsumsi saja namun juga pelanggan tersebut akan mendapatkan nilai tambah (value added) dari produk tersebut. 2.2.1.1 Pemasaran (Marketing) Pemasaran sering dianggap sama dengan penjualan karena selalu diyakini bahwa setiap produk dapat dijual melalui saluran penjualan dengan usaha, biaya yang cukup, dan promosi yang agresif. Sehingga perlu upaya peningkatan efisiensi pemasaran yang sejalan dengan bagian produksi, melalui peningkatan pemahaman tentang keterbatasan metode penjualan untuk mengimbangi kesalahan produksi, dan peningkatan pemahaman tentang keberhasilan yang diperoleh dari pemenuhan kebutuhan. Universitas Sumatera Utara Perreault dan McCarthy (2002) mengatakan “The marketing concept means that an organization aims all its efforts at satisfying its customers—at a profit”. Kotler dan Keller (2012) mengatakan “the marketing concept holds that the key to achieving organizational goals is being more effective than competitors in creating, delivering, and communicating superior customer value to your target markets”. Konsep pemasaran merupakan penggunaan cara-cara oleh perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dari kepuasan pelanggan melalui efektifitas dan efisiensi perencanaan yang lebih baik dibanding pesaing, melayani dan memberikan sajian yang terbaik, serta membangun komunikasi yang dapat memberikan nilai tambah bagi pelanggan dan target pasar. Kotler dan Keller (2012) mengatakan bahwa “the following core set of concepts; Needs, Wants, and Demands”. Jadi untuk memahami konsep pemasaran secara baik diperlukan pengetahuan tentang apa yang menjadi konsep dasar pemasaran, yakni: kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan permintaan (demands). Kebutuhan (needs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidup, menjadi sejahtera dan merasa nyaman, sehingga jika salah satu diantara kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka konsumen merasa tidak atau kurang sejahtera. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kebutuhan adalah sesuatu yang harus ada, karena tanpa itu hidup menjadi tidak atau setidaknya kurang sejahtera. Universitas Sumatera Utara Keinginan (wants) adalah segala tambahan atas kebutuhan manusia yang diharapkan dapat terpenuhi agar merasa lebih puas. Jika tidak terpenuhi maka sesungguhnya kesejahteraannya tidak berkurang. Permintaan (demands) adalah segala keinginan atas suatu produk tertentu yang didukung oleh ketersediaan dan kesanggupan untuk membeli. Besar kecilnya permintaan dipengaruhi oleh produk yang sesuai (appropriate) atau pas dengan kebutuhan, menarik perhatian (attractive), mudah ditemukan dan terjangkau (approachable and affordable), serta tersedia kapan dan dimana saja (available easily). Semakin baik sistim pemasaran maka semakin mudah untuk melakukan identifikasi potensi, membangun hubungan bisnis yang baik, dan menjadikan produk sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan. Sistim pemasaran dapat dioperasikan melalui satu atau lebih saluran penjualan (sales channel), yang terdiri dari beberapa saluran organisasi dengan ciri-ciri sama dan berfungsi seimbang atau bisa berupa jalur khusus yang menghubungkan produsen dengan konsumen. 2.2.1.2 Penjualan Definisi menjual meliputi variasi untuk menghadapi segala situasi dan aktifitas yang menghasilkan penjualan atau seperti yang dinyatakan oleh Jobber dan Lancaster (2009) bahwa “the nature and role of selling (traditionally called salesmanship) is that its function is to make a sale.” Berikut ditambahkan “…selling is only a part of the total marketing programme of a company and this total effort should be coordinated by the Universitas Sumatera Utara marketing function”. Burnet (2008) mengatakan “The real definition of selling has to do with finding out what people or businesses do, where they do it, and why they do it that way, and then helping them to do it better”. Kemudian Bosworth et. al. (2010) mengatakan “selling is helping a buyer achieve goals, solve problems, or satisfy needs”. Jadi aktifitas menjual atau salesmanship adalah cara-cara yang dilakukan penjual untuk mengubah produk menjadi uang. Ciri-ciri menjual ini digambarkan oleh Jobber dan Lancaster (2009) seperti gambar berikut: Sumber: Jobber dan Lancaster, 2011 Gambar 2. 2 Characteristics of Modern Marketing Kunci keberhasilan pemasar dan penjual dalam menjual produk adalah bagaimana mereka mampu membantu pembeli untuk mencapai tujuan dan menyelesaikan masalah (problem solving and system selling), memuaskan kebutuhan (adding value/satisfying needs). Sedangkan menawarkan keunggulan dan manfaat suatu produk (marketing the product and customer relationship management) adalah merupakan bagian dari program pemasaran yang selalu dipantau oleh fungsi pemasaran untuk memastikan tercapainya target kinerja pemasaran. Universitas Sumatera Utara Melihat tugas serta fungsi pemasar dan penjual yang cukup berat dan memiliki orientasi berbeda sehingga kolaborasi antara bagian penjualan dan bagian pemasaran sering dianggap akan menimbulkan konflik sehingga perusahaan selalu berharap agar hal tersebut tidak terjadi. Oleh karena itu perlu penjabaran yang rinci tentang fungsi dan tugas dari setiap bagian untuk mencari solusi agar semuanya dapat tetap berinteraksi, dan mendorong terjadinya peningkatan pendapatan. Scott (2014) mengatakan, “sell-through and sell-in are terms used in a specific type of sales channel”. Santos (2013) mengatakan “when a company sells into a distribution channel, these concepts (sell-through and sell-in) are central to its success”. Jadi makna penjualan yang terjadi pada saluran yang membeli produk untuk dijadikan stok berbeda dengan makna penjualan untuk konsumen akhir, dan hal ini merupakan perbedaan antara sell-trough dan sell-in. Bentuk transaksi yang umum terjadi pada kedua saluran tersebut berupa pembelian produk oleh pengecer (retailers) dari produsen atau distributor sebagai stok (inventory) untuk dijual kembali secara tunai atau kredit kepada para rekanan atau konsumen, untuk mendapat keuntungan dari selisih antara harga beli dengan harga jual produk tersebut. Perlakuan transaksi jual beli (sell-in) seperti ini dapat menguntungkan usaha kecil yang menjual berbagai jenis produk. Sell-trough terjadi bilamana barang milik pengecer yang tidak terjual akan dikembalikan (returned) kepada produsen atau distributor, dan untuk selanjutnya mereka akan menyerahkan barang tersebut kepada Universitas Sumatera Utara pengecer lain yang memiliki prospek penjualan lebih baik. Hal ini tergantung dari kesepakatan awal antara produsen atau distributor dengan pengecer, selain itu barang tersebut masih berkondisi baik atau sama persis dengan kondisi awal pada saat produk diterima pengecer. Efisiensi dalam kegiatan proses produksi barang atau jasa menjadi fokus utama produsen daripada kegiatan penjualan, karena untuk menjual produk sudah tentu diperlukan keahlian khusus dan struktur organisasi yang rumit apalagi hanya untuk melayani pesanan dalam jumlah yang sedikit. Pada akhirnya semua fungsi dan tugas pemasaran dan penjualan diserahkan kepada perantara, sehingga diperlukan suatu kebijakan dan prosedur tertentu dalam melakukan pemilihan dan penentuan saluran penjualan yang efektif dan menguntungkan bagi produsen. Jadi keberhasilan pemasaran tidak terlepas dari keberhasilan penjualan, seperti yang dibuktikan oleh Yudith (2005) dalam penelitiannya bahwa semakin tinggi kinerja penjualan akan semakin meningkatkan kinerja pemasaran. 2.2.2 Strategi Pemasaran (Marketing Strategy) Strategi pemasaran dianggap baik jika diyakini mampu meningkatkan nilai suatu bisnis melalui peningkatan keuntungan layaknya aset perusahaan yang lain. Besar kecilnya keuntungan ditentukan oleh perkiraan arus kas yang dihasilkan setelah dikurangi dengan biaya modal. Perreault dan McCarthy (2002) mengatakan “a marketing strategy specifies a target market and a related marketing mix”. Kotler et. al. (2005) mengatakan “marketing strategy is the marketing logic by which the business unit Universitas Sumatera Utara hopes to achieve its marketing objectives”. Guiltinan dan Paul (1999) menyatakan bahwa strategi pemasaran adalah pernyataan utama tentang harapan yang bisa dicapai dengan melihat dampak yang terjadi pada permintaan konsumen tertentu. Jadi strategi pemasaran dapat didefinisikan sebagai suatu gambaran besar aktifitas perusahaan untuk mencapai tujuan pemasaran melalui kombinasi target pasar dengan bauran pemasaran (marketing mix). Pada saat menerapkan strategi pemasaran diperlukan pendekatan khusus melalui program pemasaran seperti: iklan, promosi penjualan, pengembangan produk, penjualan, dan distribusi. Kemudian untuk mengetahui strategi mana yang paling bermanfaat diantara semua strategi pemasaran yang dibuat, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah jenis kebutuhan yang ingin dipengaruhi. Jenis kebutuhan tersebut bisa berupa kebutuhan primer atau kebutuhan akan produk dasar, dan kebutuhan selektif atau kebutuhan akan produk atau merek tertentu. Seperti yang dikatakan Guiltinan dan Paul (1999) bahwa, strategi kebutuhan primer dirancang untuk meningkatkan permintaan terhadap bentuk atau kelas produk dari dan bukan pemakai yang sekarang. Jadi strategi kebutuhan primer memerlukan rangsangan dari pendekatan dari strategi lainnya, yakni strategi untuk menambah jumlah pemakai, dan strategi untuk meningkatkan pembelian. Aktifitas peningkatan jumlah pelanggan harus dilakukan secara agresif dengan menjaring pelanggan baru (acquisition strategies), baik secara terbuka (head to head positioning) dengan pesaing ataupun dalam posisi berbeda (differentiated position). Sedangkan aktifitas untuk mempertahankan pelanggan dilakukan dengan menjaga kepuasan pelanggan, memudahkan proses Universitas Sumatera Utara pembelian, meningkatkan daya tarik, dan menghilangkan semua potensi untuk beralih merk melalui penjelasan rinci tentang keunggulan dan manfaat dari produk. Faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan strategi pemasaran, yaitu: 1. daur hidup produk; yakni suatu keadaan dimana strategi pemasaran harus disesuaikan dengan tahapan daur hidup, mulai dari tahap perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan dan kemunduran 2. posisi persaingan perusahaan di pasar; yakni suatu keadaan dimana strategi pemasaran harus disesuaikan dengan posisi perusahaan dalam persaingan, sebagai pemimpin, penantang, pengikut atau hanya merupakan sebagian kecil dari pasar 3. situasi ekonomi; yakni keadaan dimana strategi pemasaran harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan proyeksi masa depan. Jadi jenis dan kualitas produk, pelayanan serta hubungan kemitraan, posisi dalam persaingan, kondisi perekonomian lokal dan global adalah faktor-faktor diantara banyak faktor lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam strategi pemasaran. 2.2.3 Saluran Distribusi dan Routes-to-Market Bagian pemasaran menggunakan saluran distribusi untuk memajang, menjual, ataupun mengirimkan produk kepada para pembeli atau pengguna sebagai langkah tindak lanjut untuk menjalankan semua rencana yang telah disusun dalam strategi pemasaran. Saluran distribusi yang digunakan bisa bermacam-macam, mulai dari penggunaan jaringan dunia maya, korespondensi konvensional dan modern, sarana telekomunikasi tetap maupun bergerak, dan bisa juga menggunakan Universitas Sumatera Utara orang lain ataupun perusahaan lain sebagai perantara ataupun penyedia jasa penunjang aktifitas perdagangan. Semua fasilitas yang digunakan untuk mendukung aktifitas pemasaran tersebut diharapkan dapat menghasilkan transaksi dengan calon-calon pembeli potensial. Untuk merancang dan merealisasikan semua harapan bagian pemasaran tersebut tentu diperlukan kombinasi yang terbaik diantara komunikasi, distribusi, dan saluran jasa di setiap penawaran yang mereka berikan kepada target pasar. Routes to Market (RtM) diperkenalkan sebagai sebuah metode atau strategi yang menggambarkan saluran, pelanggan, alat-alat dan proses yang banyak digunakan oleh bagian pemasaran, bagian penjualan, bagian distribusi, dan bagian pelayanan pelanggan, untuk mengantarkan produk kepada konsumen. Peran RtM bukan sebatas mendistribusikan produk namun juga mengajarkan cara berfikir, cara membangun hubungan dengan pelanggan sebagai upaya untuk menggali lebih banyak informasi dan peluang bisnis, serta dapat dijadikan konsep dasar pelanggan tentang cara membangun interaksi bisnis. 2.2.3.1 Saluran Distribusi (Distribution Channel) Perreault dan McCarthy (2002) mengatakan “A channel of distribution is any series of firms (or individuals) who participate in the flow of products from producer to final user or consumer”. Burnett (2008) mengatakan “distribution channels are the means by which goods are distributed from the manufacturer to the end user”. Szopa dan Pękała (2012) mengatakan “a distribution channel is a group of dependend on each other organisation units, which are taking part in process of flow of producst or Universitas Sumatera Utara services form producers to buyers”. Saluran distribusi dapat didefinisikan sebagai suatu saluran yang terdiri dari sebuah atau beberapa unit individu atau perusahaan yang ikut ambil bagian dalam pengantaran produk dari produsen ke pembeli atau konsumen. Selanjutnya Cravens (2009) mengatakan bahwa, ada beberapa pertimbangan untuk mengembangkan strategi saluran distribusi, yaitu: (1) menentukan tipe rencana saluran, (2) memutuskan intensitas distribusi, dan (3) memilih konfigurasi saluran. Ketiga langkah pemilihan tersebut gambarkan sebagai berikut: Sumber : Cravens, 2009 Gambar 2. 3 Langkah-Langkah Pemilihan Saluran Pemasaran Szopa dan Pękała (2012) mengatakan “company decisions regarding the type of distribution channel are considered in two structural systems: vertical and horizontal”. Ludick (2011) mengatakan “This firm-customer interaction suggests two broad factors that may influence the distribution structure: 1. From a firm's perspective, what kind of customers and trade channel it is targeting and to what level it is committed to delivering customer satisfaction (i.e. its customer orientation); 2. From the customers' perspective, to what extent customers are likely to search for the product and the price in the market (i.e. search behaviour).” Universitas Sumatera Utara Kerjasama dan ketergantungan antara perusahaan dengan perantara dipengaruhi oleh struktur distribusi vertikal maupun horizontal, dan sudut pandang perusahaan (firm’s perspective) maupun sudut pandang pelanggan (customer’s perspective) yang digunakan. Pada struktur vertikal terlihat bahwa ketergantungan perusahaan muncul saat membuat keputusan jika terjadi perbedaan jumlah antara penerimaan dengan pengeluaran, sedangkan struktur horizontal digunakan saat menentukan kebutuhan perantara. Perbedaan-perbedaan tersebut akan selalu terjadi di setiap tingkatan distribusi, karena menurut perspektif bisnis bahwa sebenarnya perusahaan dan pelanggan memiliki target dan komitmen yang sama yaitu untuk memberikan kepuasan. Padahal sebenarnya jika ditinjau dari perspektif pelanggan ternyata pelanggan lebih suka mencari produk-produk kebutuhan di pasar berdasarkan besaran harganya. Saluran distribusi sebagai bagian dari strategi pemasaran berguna untuk membuat suatu lokasi (jalan, toko/gerai, virtual shop, pengecer, grosir, agen, telemarketer, direct mail) menjadi terlihat menarik bagi konsumen untuk bertransaksi dengan mengkombinasikan elemen marketing mix. Selain itu faktor-faktor lain untuk mencapai target pasar, seperti: lokasi perusahaan, lokasi target, lokasi gudang persediaan, dan cara menjangkau lokasi (transportasi pengiriman produk) juga butuh perhatian. Lee (1996) mengatakan “a distribution channel can include distributors, dealers, and retail outlets that purchase and stock significant quantities of a manufacturer’s products”. Weitz, et al. (2004) mengatakan, Universitas Sumatera Utara saluran utama produk produsen, manufaktur dan provider B2B (businessto-business) adalah: 1) penjualan langsung ke pelanggan bisnis, dan 2) penjualan melalui distributor. Burnett (2008) mengatakan “designing the optimal distribution channel depends on the objectives of the firm and the characteristics of available channel options”. Jadi semua unit dalam saluran distribusi sama-sama berfungsi untuk memuaskan pelanggan melalui pengantaran pesanan sesuai dengan lokasi tujuan, jumlah, kualitas, dan harga yang sesuai dengan penawaran. Seperti yang dikatakan oleh Weitz, et al. (2004) bahwa, pemilihan dan penerapan saluran distribusi melalui saluran business-to-business (B2B) ataupun consumer-goods tidak terlepas dari peran penting resellers, yakni semua perusahaan di saluran distribusi yang berfungsi untuk menghubungkan produsen dengan konsumen. Selain bertujuan untuk memuaskan pelanggan, semua unit di saluran distribusi mulai dari pengecer, wakil representatif produsen, kantor penjualan, dan grosir bisa dimanfaatkan untuk melakukan berbagai aktifitas promosi yang dapat mempengaruhi dan mendorong terjadinya permintaan. Seperti yang dikatakan oleh Kotler dan Keller (2012) yakni, “the marketer uses distribution channels to display, sell, or deliver the physical product or service(s) to the buyer or user”. Berdasarkan dari kutipan yang dikemukakan oleh Cravens (2009), Szopa dan Pękała (2012), Ludick (2011), Lee (1996), Weitz, et al. (2004), dan Burnett (2008) dapat dinyatakan bahwa saluran distribusi yang baik harus memenuhi faktor-faktor berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Persiapan (preparation and design) untuk menentukan tipe saluran (vertikal atau horisontal) melalui pertimbangan dari sudut pandang perusahaan ataupun pelanggan, bentuk saluran (langsung atau tidak langsung), dan kehandalan model untuk berkompetisi dengan pesaing. 2. Perencanaan (planning) untuk menyusun tahapan kerja yang sejalan dengan strategi pemasaran dengan memanfaatkan informasi tentang perilaku konsumen serta mengestimasi batas maksimum pelayanan yang dibutuhkan pelanggan dalam hal variasi ukuran, jenis, waktu tunggu pengantaran produk, lokasi gudang serta pasar yang strategis, dan keanekaragaman produk yang ditawarkan 3. Prosedur (procedure) untuk melakukan sosialisasi peraturan dan petunjuk pelaksanaan, menjalankan tugas dan aktifitas, mendokumentasi setiap hasil yang dicapai, melakukan evaluasi terhadap seluruh proses dan aktifitas, dan memperbaharui proses sesuai pengalaman yang didapat pada saat implementasi. Hasil pelaksanaan seluruh proses dan aktifitas yang dibutuhkan untuk membangun saluran distribusi adalah model Routes to Market/RtM (rute ke pasar) yang efektif, efisien, dan kompetitif untuk mengantarkan produk kepada konsumen. Setiap model RtM tersebut berguna untuk membedakan proses pemilihan, pemesanan, dan penerimaan produk oleh pelanggan, sehingga setiap susunan variasi distribusi yang muncul harus diperkenalkan ke seluruh organisasi, institusi dan agensi karena posisinya berada di antara produsen sebagai penyedia dan juga sebagai pengguna. Universitas Sumatera Utara 2.2.3.2 Rute ke Pasar (Routes-to-Market) Raulerson, et al., (2009) menyatakan “A route is the combination of resources selected by the vendor to communicate, provide, or support the product or service to the customer at each step of the sales cycle”. Rute (routes) adalah hasil kombinasi sumberdaya andalan dan menguntungkan yang dibangun oleh penjual (vendor) untuk mengantarkan produk kepada target pasar. Kombinasi yang dimaksud dan harus dilakukan adalah: 1. A way to determine the optimal level of spending for each function in marketing, sales, and customer service, for each product or service, market segment, and competitive environment 2. A way to get everyone in these functions aligned and working together to maximize results. (Raulerson, et al., 2009) Merancang dan membangun rute-rute agar membentuk suatu sistim distribusi memerlukan sebuah metode atau yang disebut dengan Routes to Market (RtM) yang mampu untuk: 1) menentukan batas optimal (standard level) hasil yang dicapai; 2) sejalan dengan strategi pemasaran; 3) dilakukan secara bersamaan oleh seluruh fungsi (pemasaran, penjualan, dan pelayanan pelanggan); 4) disesuaikan dengan jenis produk yang dijual; 5) diterapkan pada seluruh segmentasi pasar dan lingkungan persaingan. Metode RtM ini memungkinkan setiap tim untuk saling bertukar fungsi (cross-functional) dalam rangka pengembangan rencana taktis ke pasar, menjelaskan peran dan aktifitas yang dilakukan oleh setiap fungsi (pemasaran, penjualan, dan pelayanan pelanggan), serta mengukur kemampuan setiap fungsi untuk mencapai sasaran (company’s objectives). Raulerson et al. (2009) mengatakan “RTM can be used as a diagnostic tool to check assumptions about a product’s marketability, or to Universitas Sumatera Utara evaluate the profitability of entering a new market, or to think through corporate strategies for taking the company into fields where marketing, sales, distribution, or customer service could be different than where the company has been before”. Garrett dan Wilson, (2005) mengatakan “The routes to market (RTMs) are labelled with the name of a channel, but importantly these represent the ‘leading channel’, not the sole channel involved in the route, as a number of internal and third party units may work together on the customer relationship”. Boyle et. al., (2010) mengatakan “In order to better grow with our customers, the model focuses on three areas of customer service: Sales, Logistics and Execution. These areas are the components of a route to market from bottlers to consumers”. RtM adalah suatu metodologi yang cukup sederhana, namun cocok untuk mengantisipasi segala perubahan pasar dan perilaku pembeli (buyer behavior), efektif untuk dioperasikan, ampuh mendorong pertumbuhan yang menguntungkan, dapat digunakan untuk mendiagnosa asumsi tentang kemampuan suatu produk untuk diterima pasar, memberi keuntungan pada saat memasuki pasar yang baru, dan informasi tentang hasil eksekusi strategi perusahaan di lapangan oleh bagian pemasaran, bagian penjualan, bagian distribusi, dan bagian layanan pelanggan agar tampil beda dari sebelumnya. Selain sebagai sebuah metode serta kelengkapan untuk mendiagnosa dan memeriksa kebenaran suatu asumsi, RtM juga selalu dikaitkan dengan saluran hingga dinyatakan sebagai “leading channel”. Jadi RtM bukanlah rute layaknya rute pada siklus penjualan, melainkan suatu bentuk hubungan kerjasama bisnis antara perusahaan dengan mitra (third party) untuk tumbuh bersama pelanggan dengan memusatkan perhatian (focus) di area pelayanan pelanggan pada penjualan (sales), Universitas Sumatera Utara logistik (logistic), dan pelaksanaan (execution). Dengan demikian perlu ada pemahaman yang jelas mengenai tata kelola hubungan (relationship management), identifikasi peluang dan rasa memiliki (opportunity identification and ownership), pemenuhan administrasi (fulfilment administration), pelaksanaan (implementation), dan dukungan pasca penjualan (post sales/after sales support). Jadi pertimbangan perusahaan saat memilih RtM sebagai instrumen distribusi untuk menjual dan melayani pelanggan, adalah: 1. Sedikit yang dikeluarkan dan menjual lebih banyak. 2. Memberikan produk dan layanan yang tepat kepada pelanggan yang tepat pada waktu yang tepat. 3. Mempertahankan pelanggan yang sudah ada dan memelihara pelanggan baru yang menguntungkan. 4. Mengoptimalkan bauran pemasaran, penjualan, dan saluran distribusi untuk memaksimalkan pendapatan dan keuntungan sepanjang siklus hidup produk (products life cycle). 5. Memastikan semua orang di bagian produksi, pemasaran, penjualan, layanan pelanggan, dan semua mitra distribusi selalu berjalan selaras dan bekerjasama untuk memaksimalkan hasil. 6. Menentukan batas optimal pengeluaran di masing-masing fungsi di bagian pemasaran, penjualan, dan layanan pelanggan, untuk setiap segmen pasar, produk dan layanan. (www.paramarketing.com, 2014) Semua informasi tentang perilaku berbelanja konsumen terhadap suatu produk juga diperlukan untuk menentukan variasi RtM yang bisa dipakai dengan memperhatikan beberapa faktor berikut, yakni: 1. Faktor internal dan eksternal; lokasi atau letak toko pelanggan, cara mengunjungi, infrastruktur dan pembiayaan untuk mengelola rute distribusi. 2. Penjualan langsung; cocok untuk produk yang kompleks, kontak pribadi langsung kepada setiap pelanggan, mahal dan membuang waktu. 3. Penjualan melalui grosir; cocok untuk menjual produk yang bernilai rendah dan cepat tergantikan, keuntungan sedikit dan banyak rintangan. 4. Penjualan jarak jauh; lebih murah daripada lainnya, sulit untuk membangun kepercayaan terhadap produk dan bisnis, namun cocok Universitas Sumatera Utara untuk pesanan yang berulang-ulang dan tidak memerlukan demonstrasi produk. 5. Penjualan secara on-line; lebih hemat biaya, waktu pengoperasian bisnis 24 jam dan setiap hari, jangkauan audiens yang luas, sulit untuk membangun kepercayaan dan ketertarikan bisnis, tetapi memiliki website yang handal. 6. Kombinasi dari beberapa saluran; memberikan perubahan luar biasa untuk meraih audiens, membantu pengembangan strategi penjualan, namun sulit untuk mengelola multi saluran yang digunakan. (www.smarta.com, 2014) Keberhasilan penerapan RtM dapat diketahui dari hasil analisa holistik penggabungan antara aktifitas dan kebutuhan fungsional. seperti yang digambarkan oleh Navaro et al. (2010) berikut: Sumber: Navaro et al. 2010 Gambar 2. 4 Pandangan Holistik Routes to Market Semua aktifitas yang dilakukan saat penerapan RtM dikelompokkan menjadi tiga aktifitas utama, yaitu; pertumbuhan (growing), terus menerus (sustaining), dan pemberi nilai tambah (value adding). Aktifitas pertumbuhan meliputi aktifitas yang mendorong peningkatan penerimaan dan perkembangan pelanggan; aktifitas terus menerus meliputi Universitas Sumatera Utara aktifitas pemesanan, pendistribusian, dan penagihan; aktifitas pemberi nilai tambah (adding value) meliputi aktifitas pemajangan dan jaminan mutu. Persiapan yang dibutuhkan untuk menerapkan model RtM dimulai dari merancang produk terbaik dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan, mencari outlet dan saluran potensial yang sesuai dengan rancangan produk, serta mengamati prilaku membeli konsumen. Semua informasi tersebut sangat penting bagi pengembangan rancangan produk, pemajangan, strategi promosi, dan sebagainya agar dapat menghasilkan permintaan. Seluruh tahapan aktifitas penerapan digambarkan seperti berikut: Sumber: ANON01, 2012 Gambar 2. 5 Langkah-Langkah Pemilihan Saluran Pemasaran Ada dua area utama yang menjadi pusat perhatian, yaitu: 1. Area kendali konsumen (cosumer driven), yang meliputi semua isu serta permasalahan yang terjadi pada sisi konsumen (consumer proposition) dan sisi pengecer atau saluran (retail/channel proposition). Permasalahan pada sisi konsumen dimulai dari kebutuhan konsumen Universitas Sumatera Utara (consumer need), target pasar yang membutuhkan (target market), dan rancangan produk yang diinginkan (product design). Sedangkan permasalahan pada sisi pengecer dimulai dari situasi persaingan (competitive situation), pemilihan saluran (channel selection), lokasi gudang (store location), dan perilaku pembeli (shopper behaviour) 2. Area fokus pelanggan (customer focused), yang meliputi semua isu serta permasalahan yang dapat mempengaruhi rantai nilai RtM (value chain RTM) dan sistim penjualan RtM (selling system RtM). Permasalahan pada sisi rantai nilai dimulai dari saat perancangan produk (product design), penyusunan strategi pendistribusian (retail/channel strategy), dan sistim pengelolaan bisnis pelanggan (customer business system). Untuk permasalahan pada sistim penjualan terjadi sejak penentuan strategi saluran (channel strategy), penyesuaian implementasi dengan sistim bisnis pelanggan (customer business system), dan evaluasi untuk peningkatan sistim bisnis industri (manufacturer business system). Penerapan RtM dapat menggunakan lebih dari satu struktur saluran distribusi langsung maupun tidak langsung tergantung pada sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan penjualan, seperti gambar berikut: Universitas Sumatera Utara Sumber: Raulerson et al. 2009 Gambar 2. 6 Struktur Saluran Distribusi Aktifitas distribusi yang dibangun dengan menggunakan RtM dan diterapkan pada saluran penjualan dapat dikelompokkan menjadi dua aktifitas penjualan yaitu selling-in dan selling-out. Pelaksanaan kedua aktifitas tersebut memerlukan peran perantara sebagai penghubung antara produsen dengan konsumen, tetapi faktor yang tetap menjadi pertimbangan pokok adalah efektifitas, optimalisasi biaya, dan kualitas pelayanan. Alur kegiatan selling-in dan selling-out yang ada pada saluran penjualan tersebut diilustrasikan pada gambar berikut: Sumber: Kotler et al. 2005 Gambar 2. 7 Aktifitas Selling-in dan Selling-out dalam Struktur Saluran Distribusi Universitas Sumatera Utara Dalam penerapan RtM diperlukan beberapa tahapan penting, yakni: membangun hubungan, mengidentifikasi peluang melalui pengamatan dan survei, pemanfaatan peluang, kelengkapan administrasi dan pemutakhiran data (database), pelaksanaan, monitoring dan perbaikan yang berkelanjutan. Semua informasi yang diperoleh selama tahapan proses digunakan sebagai dasar penyusunan strategi peningkatan penjualan dan kepuasan pelanggan melalui aktifitas selling-in dan selling-out. Setiap proses dan hasil yang diperoleh pada saat penerapan RtM diukur dan dievaluasi dengan indikator kinerja pemasaran dan umpan balik dari pelanggan. Angka selling-in yakni jumlah produk yang terjual di tingkat produsen atau distributor dan digunakan untuk mengukur kemampuan produk dapat diterima di tingkat perantara. Angka selling-out yakni jumlah produk yang terjual di tingkat agen maupun pengecer dan digunakan untuk mengukur kemampuan produk dapat diterima dan dikonsumsi oleh konsumen. Sehingga secara keseluruhan total selling-in dan selling-out tersebut bisa memberikan gambaran positif kinerja perusahaan. Evaluasi yang dilakukan terhadap proses dan hasil selling-in dapat dikelompokkan menjadi aktifitas pertumbuhan dan yang terus menerus (growing and sustaining activities) pelanggan, yang meliputi aktifitas peningkatan penerimaan, pengembangan, pemesanan, pendistribusian, dan penerimaan pembayaran. Evaluasi proses selling-out meliputi hasil pemberi nilai tambah (adding value), seperti pemajangan (merchandising) produk dan jaminan kualitas/mutu (quality assurance). Pembagian aktifitas Universitas Sumatera Utara penjualan menjadi selling-in dan selling-out ditujukan supaya bagian pemasaran dapat lebih fokus dalam membuat alokasi anggaran promosi dan merealisasikannya sesuai dengan target pelanggan dan konsumen, sehingga biaya pemasaran dan distribusi menjadi lebih efektif dan efisien. Selain menjadi instrumen kebijakan perusahaan dan bagian utama pendistribusian produk, RtM juga merupakan teknik untuk menjual dan merencanakan penjualan. Perencanaan dalam RtM merupakan faktor penting untuk melihat kebiasaan dan kebutuhan pelanggan, mengetahui alasan pelanggan tidak mau membeli, ketersediaan penjual dan saluran distribusi, mengetahui bagaimana kedudukan kategori serta merek produk saat ini di pasar dan target segmen, dan keunggulan serta kekurangan setiap merek di setiap saluran untuk menjangkau semua segmen pelanggan. RtM bagi sebuah perusahaan dapat dikatakan sebagai “The development of Strategic Plans, Strategy Maps and Operational Plans add a number of benefits to the organisation, including: 1. Clarification of strategy and definition of tactics to achieve the strategy. 2. Alignment of company’s mission and strategy with prioritised management activities. 3. Initiatives, prioritisation, alignment, context and direction for organisation’s initiatives. 4. People Development, clear direction for internal growth and development of employees. 5. Roadmap for achieving the strategy. 6. Integration of strategy and roadmaps to operational plans for all departments” (ANON03, 2015) Pengembangan perencanaan strategis, peta strategi dan rencana operasional yang baik pada proses penerapan RtM merupakan informasi penting dan bermanfaat bagi model distribusi, bernilai bagi bisnis, karyawan dan pelanggan. Universitas Sumatera Utara Dari beberapa perusahaan yang sudah menerapkan RtM menyatakan, bahwa “We are committed to creating a RTM model that delivers value to our business, employees and customers. A destination route-to-market model that: 1. Delights our consumers through consistency and choice 2. Creates a compelling reason for our customers to purchase from company 3. Provides clarity, focus and opportunity for our front-line team members to optimise selling time 4. Supports revenue and profit growth for both our customers and company 5. Scales to support our varying customer needs 6. Optimises our cost-to-serve and maximises return on investment for company shareholders 7. Delivers a sustainable competitive advantage 8. Simplifies our processes and engages our employees to strive for the best every day.” (ANON03, 2013) Setiap model RtM harus memiliki komitmen yang dapat memberikan nilai bagi perusahaan, karyawan, dan pelanggan. Hal ini disebabkan karena tujuan utama RtM adalah: 1) menyenangkan pelanggan melalui konsistensi dan pilihan; 2) mengetahui alasan pelanggan membeli produk; 3) membangkitkan rasa optimis tim terdepan; 4) mendorong pertumbuhan pendapatan serta keuntungan perusahaan dan pelanggan; 5) membuat pertimbangan untuk pemenuhan kebutuhan pelanggan; 6) mengoptimalkan biaya operasional untuk memaksimalkan investasi pemodal; 7) menciptakan keunggulan kompetitif yang terus menerus; 8) menyederhanakan prosedur dan mendorong karyawan untuk selalu menjadi yang terbaik. Navaro et al. (2010) mengatakan bahwa, “There are three sets of priorities that must be considered: customer needs and preferences, which determine satisfaction and affect growth potential; revenue growth, which determines market share and volume; and total cost-to-serve, which determines the economic feasibility and profitability of serving both individual customers and customer segments”. Universitas Sumatera Utara Ada tiga kelompok prioritas yang harus diperhatikan dalam saluran distribusi, yakni: 1) kebutuhan dan pilihan pelanggan (customer needs and preferences), yang menjadi dasar penentu kepuasan dan pertumbuhan yang potensial; 2) pertumbuhan pendapatan (revenue growth), yang menjadi dasar penentu pangsa pasar dan penjualan; dan 3) total biaya pelayanan (total cost-to-serve), yang menjadi dasar penentu kelayakan ekonomi dan manfaat dari pelayanan yang diberikan pada pelanggan secara individu maupun kelompok (segment). Ketiga prioritas perhatian yang dikemukakan oleh Navaro et al. (2010) tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Cravens (2000), Szopa dan Pękała (2012), Ludick (2011), Lee (1996), Weitz, et. al. (2004), dan Burnett (2008) tentang faktor-faktor yang diperlukan untuk membangun saluran distribusi yang baik, kompetitif, dan bisa bertumbuh. Faktor-faktor tersebut berupa proses pertimbangan yang didasarkan pada sudut pandang perusahaan dan pelanggan, yang meliputi segala informasi yang diperoleh pada saat proses persiapan (preparation), proses perincian perencanaan (planning), dan proses penyusunan prosedur (procedure) yang komprehensif. Seluruh faktor penentu tersebut dibangun dengan metode RtM, seperti pada gambar berikut: Universitas Sumatera Utara Sumber: Cravens, 2000; Szopa dan Pękała, 2012; Ludick, 2011; Lee, 1996; Weitz, et al., 2004; Burnett, 2008; Navaro et al., 2010 Gambar 2. 8 Model Routes to Market Penerapan RtM diperlukan untuk memastikan kemampuan saluran distribusi merealisasikan harapan bagian pemasaran melalui kombinasi antara komunikasi, distribusi, dan saluran jasa yang digunakan agar semua produk yang dihasilkan atau ditawarkan dapat berkompetisi dan menjadi pilihan konsumen. Segala perbedaan dan kemungkinan dapat terjadi pada saat penerapan RtM, khususnya isu positip maupun negatip yang berhubungan dengan kualitas dan mutu pelayanan, yang meliputi; informasi produk, batas wewenang dan interaksi sosial, jam kerja bisnis, batas pesanan, kemudahan bernegosiasi, keberadaan kredit, pilihan pembayaran, keamanan bertransaksi, waktu pengiriman, kebijakan pengembalian, dan dukungan pasca pembelian. 2.2.4 Strategi Distribusi (Distribution Strategy) Nickols (2012) mengatakan “Strategy is concerned with how you will achieve your aims, not with what those aims are or ought to be, or how they are established”. Nowakowska (2009) mengatakan “Strategies adopted by companies, Universitas Sumatera Utara especially by management has significant impact on success or failure of an enterprise as well as on its bankruptcy or survival in the market”. Strategi adalah langkah-langkah atau upaya yang digunakan oleh perusahaan untuk mencapai sasaran melalui cara-cara yang ditetapkan dan secara signifikan dapat mempengaruhi keberhasilan dan keberlangsungan hidup perusahaan di pasar. Segetlija et al. (2011) mengatakan “Distribution encompasses a system of all activities that are related to the transfer of economic goods between manufacturers and consumers. It includes such a coordinated preparation of manufactured goods according to their type and volume, space and time, so that supply deadlines can be met (order fulfilment) or estimated demand can be efficiently satisfied (when producing for an anonymous market)”. Stern dan El-Ansary (2006) mengatakan “Distribution or marketing channels are systems of mutually dependent organisations included in the process of making goods or services available for use or consumption”. Distribution adalah suatu sistim yang mengatur seluruh proses dan aktifitas langsung ataupun tidak langsung yang berhubungan dengan pemindahan produk dari produsen ke konsumen, dengan meliputi perencanaan produk dan volume, ruang dan waktu, serta estimasi permintaan agar menjadi efisien dan efektif. Strategi distribusi adalah seluruh langkah dan upaya yang digunakan oleh perusahaan untuk memindahkan produk dari produsen hingga ke konsumen melalui saluran langsung ataupun tidak langsung secara efektif dan efisien, dengan melibatkan fungsi bagian pemasaran dan bagian penjualan untuk melakukan seluruh aktifitas agar dapat memenuhi kebutuhan dan memuaskan pelanggan. Strategi distribusi tersebut harus menggambarkan maksud yang jelas dan realistis, konsisten dan stabil, berdampak signifikan terhadap keberhasilan atau kegagalan, dapat terukur secara kuantitatif maupun kualitatif, relevan dengan situasi dan Universitas Sumatera Utara kondisi yang ada, sehingga semua penawaran dan permintaan dapat terpenuhi atau diperkirakan dengan efisien dan memuaskan. Strategi distribusi sebagai rencana aktifitas yang disusun berdasarkan strategi pemasaran untuk mengantarkan produk ke konsumen melalui saluran distribusi (channel of distribution) diharapkan dapat memastikan bahwa semua produk benar-benar dikonsumsi atau digunakan oleh konsumen akhir. Hasil yang diperoleh dari strategi distribusi yang baik dapat dilihat dari kemampuan perusahaan untuk menjaga eksistensi dengan menyediakan produk-produk berkualitas, pelayanan yang cepat dan tepat bagi pelanggan, penggunaan infrastruktur dan sumber daya dengan optimal, dan konsistensi untuk menerapkan semua kebijakan. Semua harapan tersebut dapat dilakukan melalui suatu saluran yang terdiri dari beberapa unit internal dan eksternal yang bertujuan sama, yakni untuk mendistribusikan produk dari produsen ke konsumen dengan tingkat kepuasan yang dapat menciptakan permintaan atau pembelian yang berulang. Strategi distribusi yang optimal, sejalan dengan tujuan perusahaan, dan karakteristik target pasar, dibangun melalui saluran distribusi. Saluran distribusi tersebut terdiri dari distributor, agen, dan pengecer (re-seller) yang membeli secara langsung atau tidak langsung untuk dijadikan stok yang akan dijual kembali ke konsumen. Untuk membangun strategi distribusi yang sesuai dengan harapan tentu perlu metode yang dapat mendorong pertumbuhan yang menguntungkan bagi perusahaan sesuai dengan objektif strategi pemasaran. Setiap metode yang digunakan harus sederhana, dapat memenuhi harapan perusahaan, dan dapat Universitas Sumatera Utara dijalankan sesuai dengan tahapan proses pembuatan rancangan (design), penentuan objektif dan penyusunan prosedur. Segetlija (2011) mengatakan “Distribution channel – one or more companies or individuals who participate in the flow of goods and services from the manufacturer to the final user or consumer". Lee (1996) mengatakan “A Distribution channel can include Distributors, Dealers, and Retail outlets that purchase and stock significant quantities of a manufacturer’s products”. Pada setiap alur transformasi produk antar individu ataupun unit yang terjadi dalam saluran distribusi, menimbulkan aktifitas tukar menukar atau jual beli yang rutin dan berkelanjutan baik secara langsung dari produsen ke konsumen ataupun tidak langsung dari produsen ke pengecer dan ke konsumen. Hasil yang diharapkan dari aktifitas tersebut adalah keuntungan yang bersifat finansial maupun non finansial. Stern dan El-Ansary (2006) menjelaskan beberapa istilah pada tahapan proses perdagangan seperti berikut: 1. Perantara terbentuk di dalam proses tukar menukar, karena mereka dapat meningkatkan efisiensi dari proses tersebut. 2. Saluran perantara dibentuk untuk menyesuaikan berbagai ketidaksesuaian melalui kinerja proses penyortiran. 3. Agen pemasaran bersama-sama bergantung pada pembentukkan saluran yang dibuat untuk melakukan rutinitas transaksi. 4. Saluran difasilitasi dengan proses pencarian. Penjualan langsung yang dilakukan produsen melalui penjual (salesperson) ke pelanggan bisnis (pabrik, toko dan pengguna langsung) sebagai target pasar produk disebut dengan saluran langsung (direct channel). Sumber: Weitz, et al., 2004 Gambar 2. 9 Saluran Langsung Universitas Sumatera Utara Pada bentuk penugasan yang diberikan produsen kepada para penjual atau perantara dagang (trade salespeople) untuk menawarkan serta menjual produk ke distributor dan reseller disebut dengan saluran distributor (distributor channel). Sumber: Weitz, et al., 2004 Gambar 2. 10 Saluran Distributor Perusahaan dapat menggunakan beberapa saluran distribusi sehingga banyak istilah yang dipakai untuk menyebut penjual, misalnya: missionary salespeoples yakni sebutan untuk karyawan produsen yang bertugas mempromosikan semua produk kepada perusahaan lain, sedangkan realisasi pembeliannya hanya bisa dilakukan melalui distributor yang ditunjuk. Secara prinsip tugas penjual hanya sebatas membangun dan memelihara hubungan dengan pelanggan, walaupun ada perusahaan produk konsumsi yang menugaskan penjualnya untuk menawarkan dan menjual produk tidak hanya terbatas kepada distributor melainkan juga kepada pengecer dan konsumen langsung. Jadi tugas dan tanggungjawab penjual pada saluran distribusi tergantung kepada jenis atau posisi pekerjaannya. Dari kutipan yang dikemukakan oleh Nickols (2012), Nowakowska (2009), Segetlija et al. (2011), Stern dan El-Ansary (2006), Lee (1996) tentang strategi distribusi dan cara penentuan jumlah serta jenis saluran, maka diperlukan keseriusan untuk memperhatikan faktor-faktor yang bisa mempengaruhi strategi Universitas Sumatera Utara distribusi sejak dari pemilihan model yang efektif dengan bentuk saluran distribusi yang handal, mampu berkompetisi, dapat melayani dan memenuhi kebutuhan konsumen dengan biaya yang optimal. Selain dapat mempengaruhi model strategi distribusi, faktor-faktor tersebut juga dapat mempengaruhi model RtM yang akan digunakan untuk membentuk saluran distribusi. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Persiapan (preparation & design), yakni seluruh aktifitas yang dilakukan sebelum menentukan pilihan model distribusi yang akan digunakan mulai dari hasil penelitian pasar (market research) tentang prilaku konsumen berbelanja, kegiatan pesaing pada produk dan target pasar yang sama, pemutakhiran data pelanggan, dan merancang bentuk saluran (channel design) yang sesuai dengan jenis serta disain produk yang ditawarkan dan tujuan strategi pemasaran. Jadi indikator yang digunakan pada langkah rancangan adalah, hasil market research dan channel design. (Stern dan El-Ansary, 2006) Sumber: Stern dan El-Ansary, 2006 Gambar 2. 11 Model variabel Persiapan (preparation and design) 2. Perencanaan (planning), yakni seluruh rencana tindakan yang disusun secara sistematis, strategis, dan selaras dengan harapan pemasaran untuk memberikan pelayanan serta pemenuhan kebutuhan yang efektif dan efisien untuk seluruh target pasar yang menjadi cakupan (coverage) akhir produk. Pembuatan rencana tindakan tersebut bertujuan (objective) untuk mendapatkan model strategi yang Universitas Sumatera Utara mampu untuk mengestimasi batas pelayanan (service level) yang dibutuhkan pelanggan agar lebih kompetitif dan handal di pasar. Indikator yang digunakan untuk mengukur perencanaan yaitu, cakupan (coverage) dan sasaran (objective) yang ingin dicapai. (Segetlija, 2011) dan (Lee, 1996) Sumber: Stern dan El-Ansary, 2006 Gambar 2. 12 Model variabel Perencanaan (planning) 3. Prosedur (procedures), yakni proses pembuatan pedoman dan peraturan untuk melakukan sosialisasi, eksekusi dan implementasi, dokumentasi, evaluasi, dan revisi terhadap proses dan kondisi yang terjadi pada saat implementasi. Bentuk sosialisasi, eksekusi, dokumentasi, dan evaluasi yang dilakukan meliputi cara pengelompokkan (assortments) terhadap objek, lokasi (location), batasan maksimum atau minimum persediaan dan potensi penjualan (inventory), bentuk dan jenis transportasi (transportation) yang digunakan untuk mengantarkan produk. Semua prosedur dibutuhkan pada saat eksekusi dan implementasi, jika terjadi ketidaksesuaian maka direvisi untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan yang sama di masa mendatang. Indikator yang digunakan untuk mengukur prosedur yaitu, cara pengelompokkan (assortments), cara menentukan lokasi (location), cara mengelola persediaan (inventory), dan cara mengelola transportasi (transportation). (Segetlija et al., 2011 dan El-Ansary, 2006). Universitas Sumatera Utara Sumber: Segetlija et al., 2011 dan El-Ansary, 2006 Gambar 2. 13 Model variabel Prosedur (procedures) Dengan teratasinya ketiga faktor yang dapat mempengaruhi strategi distribusi, maka untuk mengukur keberhasilannya dapat dilihat dari indikator yang juga merupakan objektif dari strategi distribusi yaitu: 1. Efektif, yakni mampu memberikan maksud yang jelas dan realistis, konsisten dan stabil, berdampak signifikan terhadap hasil, terukur secara kuantitatif maupun kualitatif, dan relevan dengan segala situasi dan kondisi. 2. Efisien, yakni mampu memberdayakan seluruh sumberdaya dengan maksimal dan penggunaan biaya yang optimal, sehingga menjadi kehandalan daya saing tersendiri yang sulit ditiru oleh para pesaing dalam jangka pendek. Sumber: Nickols, 2012; Nowakowska, 2009; Segetlija et al., 2011; Stern dan ElAnsary, 2006; Lee, 1996. Gambar 2. 14 Model variabel Strategi Distribusi (distribution strategy) Universitas Sumatera Utara 2.2.5 Kinerja Pemasaran Kinerja merupakan indikator–indikator keberhasilan kerja atau prestasi kerja sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang atau sebuah organisasi karena melaksanakan tugasnya dengan baik. Salah satu indikator keberhasilan organisasi adalah langkah sukses yang dilakukan oleh manajemen pemasaran melalui penerapan strategi pemasaran. Kotler dan Keller (2012) mengatakan, bahwa “the set of tasks necessary for successful marketing management includes developing marketing strategies and plans, capturing marketing insights, connecting with customers, building strong brands, shaping the market offerings, delivering and communicating value, and creating long-term growth”. Sedangkan menurut Burnett (2008), bahwa “sales forecasting is the principal tool used in implementing the profit-direction element in the marketing management concept”. Kinerja pemasaran merupakan ukuran prestasi yang diperoleh organisasi dari proses aktifitas pemasaran secara menyeluruh dan termasuk juga hasil penjualan. Jika perusahaan ingin meningkatkan kinerja usahanya di masa mendatang, maka diperlukan konsistensi untuk memperhatikan dan melakukan monitoring setiap angka hasil pencapaian (scorecard) penjualan, aktifitas dan program pemasaran, serta melakukan estimasi terhadap segala kemungkinan yang dapat mempengaruhi pangsa pasar, tingkat kerugian pelanggan, kepuasan pelanggan, kualitas produk, dan langkah lainnya. Demikian juga halnya dengan faktor hukum, etika, sosial, serta lingkungan yang harus juga dijadikan referensi dan informasi tambahan di setiap perencanaan dan pelaksanaan program. Universitas Sumatera Utara Setiap hasil pencapaian dari aktifitas dan program yang akan dievaluasi dan dinilai dijadikan indikator atau ukuran kinerja (Key Performance Indicator/KPI) yang bisa diukur dan dipertanggungjawabkan validasinya dari sisi sumber data dan proses pengolahannya sehingga dapat digunakan untuk pengambilan keputusan, serta gambaran yang jelas dan terukur tentang kinerja operasional semua tim. Jadi diperlukan perhatian khusus untuk mengelola dan mengamati seluruh tahapan serta proses kerja seseorang melalui database yang berisikan laporan hasil pencapaian mereka. Jobber dan Lancaster (2009) mengatakan bahwa “the creation of a databank of quantitative measures over time allows a rich source of information about how the salesforce is performing measures”. Demikian juga dengan Rogers (2014) mengatakan bahwa “essentially, KPI’s should provide visibility into current activity that will impact future sales team productivity”. Penelusuran terhadap indikator yang dicapai secara harian dapat membantu mengidentifikasi kekurangan (gaps) dan memberikan pengarahan (coach) kepada para anggota tim, sehingga mampu mendorong pencapaian hasil (outcome) bulanan, kuartalan, dan angka produktifitas tahunan. Kotler dan Keller (2010) mengatakan bahwa, “two complementary approaches to measuring marketing productivity are: (1) marketing metrics to assess marketing effects and (2) marketing-mix modeling to estimate causal relationships and measure how marketing activity affects outcomes”. Lambin dan Chumpitaz (2001) menunjukkan dua perbedaan dimensi kinerja, yakni; the first one about the three operational measures of Corporate Performance (total performance, turnover and market share), the second one includes the criteria of Universitas Sumatera Utara profitability and the success of innovation. Dari kedua pernyataan tersebut dapat disederhanakan bahwa ukuran kinerja dan produktifitas didasarkan kepada dampak yang ditimbulkan terhadap total penjualan, pangsa pasar, tingkat perputaran aktiva, dan nilai keuntungan perusahaan secara keseluruhan, baik dari aktifitas pemasaran maupun aktifitas kemitraan yang dibangun dengan para pemasok dan pelanggan. Homa (2008) mengatakan bahwa, “most of these inter-related marketing performance metrics trace conceptually from two core marketing frameworks the Customer Satisfaction Model (CSM) and Hierarchy of Effects Models (HEM)”. Model Kepuasan Pelanggan (CSM) adalah gabungan kerangka 6-P sebagai bentuk pencerminan dari 4-P (product, price, place, promotions) yang langsung terkoneksi dengan pengembangan 2-P lainnya (people and performance). Sedangkan pada Model Dampak Hirarki (HEM) menggambarkan langkah-langkah sistimatis proses pembelian mulai dari memberikan pengaruh cognitive effects (berfikir, merasakan, memutuskan) yang dapat mengarahkan terjadinya pembelian, bagi setiap perilaku (behavioral acts) pada saat berbelanja atau membeli produk. Jobber et al. (2004) mengatakan bahwa, “objectives define what the selling function is expected to achieve typically as in the following terms: sales volume, market share, profitability, service levels, and salesforce costs”. Rogers (2014), mengatakan “It is important to keep in mind when discussing KPIs that there is a difference between Lagging Indicators and Leading Indicators”. Objektif dari menjual sebagai aktifitas pemasaran, dalam KPI dibagi menjadi dua kelompok indikator yang berbeda yakni “Lagging Indicators” dan “Leading Indicators”. Universitas Sumatera Utara Lagging indicators ditujukan untuk menilai hasil yang dicapai (outputs and results), sedangkan Leading indicators ditujukan untuk menilai proses yang dilakukan (activities and actions). Jadi perbedaan dari kedua indikator tersebut terletak pada bentuk yang ingin dicapai dari suatu aktifitas dan fungsi. Pada lagging indicators keberhasilan atau prestasi seseorang diukur menurut hasil dan bentuk keluarannya, misalnya: penjualan (sales) dan pertumbuhan keuntungan kotor (gross margin growth) yang diukur dalam nilai uang, ratio pertumbuhan keuntungan kotor (gross margin % growth) yang diukur dalam persentase, ratio bauran produk (product mix) yang diukur dalam persentase, jumlah uang yang dibelanjakan (share of wallet) yang diukur dalam nilai uang, dan pertambahan pelanggan baru (new customers) yang diukur dalam angka. Pada leading indicators yang menjadi ukuran keberhasilan adalah tindakan dan aktifitas apa saja yang telah dilakukan dalam menjalankan tugas yang diberikan, atau cenderung lebih memandang kepada proses pencapaian hasil, seperti: jumlah outlet/gerai yang dikunjungi dalam seminggu (outlets call), siapasiapa saja yang dikunjungi, banyaknya kunjungan yang menjadi peluang (effective call), banyaknya peluang yang menjadi transaksi (outlets sales), dan aktivasi yang sesuai dengan kategori ataupun kelompok segmentasi (outlets activate). Berdasarkan dari kutipan pernyataan yang disampaikan oleh Lambin dan Chumpitaz (2001); Jobber et al. (2004); Homa (2008); Jobber dan Lancaster (2009); Kotler dan Keller (2010); Rogers (2014); Rogers (2014) dapat dijelaskan bahwa evaluasi terhadap aktifitas dan hasil yang dicapai oleh setiap fungsi dilakukan dengan menggunakan Indikator Kinerja Kunci (Key Performance Universitas Sumatera Utara Indicators/KPI) yang telah ditentukan. Selain untuk bahan evaluasi dan tolok ukur kinerja, KPI juga digunakan untuk mengetahui kompetensi setiap sumberdaya yang bertugas dan kontribusi mereka terhadap keuntungan perusahaan. Setiap indikator pada KPI tersebut dikelompokkan menjadi indikator yang berdampak langsung pada kinerja perusahaan (Corporate Performance) dan indikator yang bersifat inovasi atau yang berpengaruh pada keuntungan perusahaan (profitability and the success of innovation) dalam jangka panjang. Indikator yang berdampak langsung terhadap kinerja perusahaan disebut dengan “lagging indicators” atau indikator hasil (output base), karena yang diukur adalah angka atau nilai yang seharusnya dicapai. Indikator yang bersifat inovasi dan berpengaruh terhadap keuntungan dalam jangka panjang disebut dengan “leading indicators” atau indikator proses (process base), karena yang diukur adalah semua tindakan yang dilakukan untuk mencapai hasil yang optimal. Oleh karena itu untuk mengevaluasi kinerja perusahaan khususnya kinerja fungsi pemasaran harus dilihat dari faktor-faktor yang menjadi indikator hasil dan faktor-faktor yang menjadi indikator proses, karena setiap perubahan yang terjadi pada salah satu atau keseluruhan faktor indikator tersebut dapat mempengaruhi kinerja fungsi pemasaran secara keseluruhan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kedua indikator tersebut, yaitu: 1. Indikator hasil (output base), Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi segala bentuk keluaran (output) dan dampak dari aktifitas pemasaran yang diukur secara kuantitatif (nilai atau angka), yaitu: volume penjualan (sales volume), pangsa/porsi pasar (market Universitas Sumatera Utara share), kemampulabaan (profitability), tingkat pelayanan (service levels), dan biaya operasional distribusi (salesforce costs). 2. Indikator proses (process base) Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan pemasaran untuk meningkatkan hubungan bisnis serta mempengaruhi hasil (outcomes) melalui kombinasi beberapa elemen marketing-mix dan terukur secara kualitatif (baik atau tidak), yaitu: kewajiban untuk mengunjungi semua outlet/gerai yang telah ditentukan pada setiap hari (outlets call), kualitas dari hasil kunjungan yang dilakukan (effective call), dan kesesuaian aktivasi yang dilakukan dengan petunjuk dan aturan yang ada (outlets activate). Model evaluasi kinerja pemasaran dapat digambarkan sebagai berikut: Sumber: Kotler dan Keller; 2010; Jobber et al., 2004; Rogers, 2014 Gambar 2. 15 Model Kinerja Pemasaran 2.3 Kerangka Konseptual Berdasarkan telaah pustaka dan penelitian terdahulu dapat dijelaskan bahwa suatu perusahaan tentu memerlukan metode atau cara untuk memasarkan dan memastikan bahwa produk mereka benar-benar memenuhi kebutuhan, dikonsumsi atau digunakan target pasar, kemudian untuk selanjutnya diharapkan akan terjadi pembelian kembali (repurchase). Untuk merealisasi harapan tersebut tentu diperlukan rencana atau strategi yang mampu melakukan dan mengawasi Universitas Sumatera Utara seluruh proses dan aktifitas yang terjadi. Semua rencana dan strategi tersebut disebut dengan strategi pemasaran, dimana yang menjadi salah satu komponennya adalah model distribusi yang digunakan dan cara untuk mengukur keberhasilannya. Saat ini banyak perusahaan FMCG menggunakan RtM untuk melakukan proses pengembangan strategi perencanaan, strategi pemetaan, dan rencana operasional yang dituangkan dalam strategi distribusi untuk memenuhi harapan perusahaan. Model distribusi yang dipakai harus lebih tepat sasaran (effective), menggunakan biaya yang optimal (efficient), dan mampu mendorong pertumbuhan (growth) bisnis perusahaan. Perubahan metode RtM tentu dapat mempengaruhi strategi distribusi hingga akhirnya akan mempengaruhi kinerja pemasaran yang dalam hal ini volume penjualan (sales volume) sebagai indikator utama. Melihat peran dan arti penting RtM untuk menentukan keunggulan strategi distribusi, maka pengaruh perubahan metode RtM terhadap strategi distribusi terhadap kinerja pemasaran tergambar dalam kerangka pemikiran teroritis berikut: Sumber: Hasil pengembangan dari landasan teori penelitian ini, 2015 Gambar 2. 16 Kerangka Pemikiran Teoritis Universitas Sumatera Utara 2.4 Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini diajukan beberapa hipotesa seperti berikut: H1 : Setiap perubahan yang terjadi pada saat implementasi RtM akan berpengaruh terhadap strategi distribusi. H2 : Perubahan strategi distribusi akibat adanya perubahan RtM akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemasaran. Universitas Sumatera Utara