BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kajian

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Corporate Social Responsibility
CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan
kepedulian sosial dalam operasi bisnisnya dan dalam interaksi dengan para pemangku
kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan
(Nuryana, 2005) dalam (Ramadhani, 2011). Menurut Ramadhani (2011) CSR sering
disebut dengan istilah amal perusahaan (Corporate Giving/Charity), kedermawanan
perusahaan (Corporate philanthropy), relasi kemasyarakatan perusahaan (Corporate
Community/Public
Relations)
dan
pengembangan
masyarakat
(Community
Development). Keempat istilah tersebut dapat menjadi acuan dimensi atau pendekatan
CSR yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam konteks Investasi Sosial
Perusahaan (Corporate Social Investment/Investing). CSR dapat diartikan sebagai
sebuah komitmen dalam menjalankan bisnis dengan memperhatikan aspek sosial,
norma-norma, dan etika yang berlaku, bukan saja pada lingkungan sekitar, tetapi juga
pada lingkup internal dan eksternal yang lebih luas (Kusniadji,2011). Dalam jangka
panjang, CSR memiliki kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Motif perusahaan melakukan suatu CSR dapat dikategorikan dari
empat istilah tersebut.
14
Menurut Kotler dan Lee dalam Handayani (2012) CSR adalah suatu
komitmen untuk memperbaiki kehidupan masyarakat melalui kebijakan praktik bisnis
yang telah ditentukan dan kontribusi sumber daya perusahaan. Sedangkan menurut
Carroll dalam Handayani (2012) yang dimaksud dengan corporate social
responsibility (CSR) adalah kegiatan perusahaan yang mempertimbangkan dampak
terhadap lingkungan dan masyarakat secara serius.
2.1.2 Landasan hukum
Peraturan mengenai prinsip-prinsip CSR tertuang dalam Undang-Undang 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) (Ramadhani, 2011). Pada Pasal 74
UU PT disebutkan bahwa :
1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan SDA wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
(TJSL).
2) TJSL merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai
biaya
perseroan
yang
pelaksanaannya
dilakukan
dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain
UU
PT
tersebut,
UU
Republik
Indonesia
No
25
tahun
2007
(http://www.bi.go.id)juga menjadi landasan setiap perusahaan untuk melakukan
program CSR. Pasal 15 (b) tentang Penanaman Modal pada UU RI No 25 Tahun
2007 tersebut menyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan
TJS perusahaan. Berdasarkan dua landasan hukum di atas, maka CSR merupakan
15
kewajiban bagi setiap perusahaan dimana terdapat sanksi hukum, jika perusahaan
tidak menerapkannya. Suharto (2008) menyebutkan bahwa peraturan tentang CSR
yang relatif lebih terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini
kemudiaan dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.4 Tahun
2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR.
Seperti kita ketahui, CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL).
Dalam UU BUMN dinyatakan bahwa selain mencari keuntungan, peran
BUMN adalah juga memberikan bimbingan bantuan secara aktif kepada pengusaha
golongan lemah, koperasi dan masyarakat. Selanjutnya, Permen Negara BUMN
menjelaskan bahwa sumber dana PKBL berasal dari penyisihan laba bersih
perusahaan sebesar 2 persen yang dapat digunakan untuk Program Kemitraan ataupun
Bina Lingkungan. Peraturan ini juga menegaskan bahwa pihak-pihak yang berhak
mendapat pinjaman adalah pengusaha beraset bersih maksimal Rp 200 juta atau
beromset paling banyak Rp 1 miliar per tahun
2.1.3 Kategori aktivitas
Menurut Kotler dan Lee dalam Semuel (2008), penerapan CSR dapat
dikategorikan menjadi enam kategori, yaitu:
1) Cause Promotions
Cause Promotions merupakan penerapan sebuah perusahaan untuk
menyediakan dana atau kontribusi yang serupa untuk meningkatkan
kesadaran dan perhatian mengenai tujuan sosial ataupun untuk
mendukung penggalangan dana, partisipasi,
16
dan pencarian sukarelawan untuk tujuan sosial. Perusahaan dapat
memprakarsai
dan
mengelola
promosinya
sendiri.
Contohnya
TheBody Shop mempromosikan dirinya melalui larangan pengujian
produk komestik pada binatang.
2) Cause-Related Marketing
Cause-Related Marketing merupakan tanggung jawab perusahaan
untuk membuat kontribusi atau donasi atas sebagian dari pendapatan
lembaga sosial tertentu berdasarkan penjualan. Sebagai contoh,
Comcast mendonasikan $4.95 dari biayainstalasi high-speed Internet
service kepada Ronald McDonald’s House Charity di setiap akhir
bulan.
3) Corporate Social Marketing
Corporate Social Marketing merupakan penerapan dari Corporate
Social
Responsibility
(CSR)
dimana
perusahaan
mendukung
sebuahperkembangan dan/atau penerapan dari perubahan tingkah laku
dengan maksud untuk meningkatkankesehatan umum, keamanan, dan
kesejahteraanlingkungan. Contohnya Philip Moris mendorong para
orang tua untuk berbicara kepada anaknya untuk tidak merokok.
4) Corporate Philanthropy
Corporate Philanthropy adalah penerapan dari Corporate Social
Responsibility (CSR) dimana perusahaan melakukan kontribusi
langsung kepada lembaga sosial, pada umumnya dalam bentuk uang
tunai, sumbangan barang, dan hal lain yang serupa. Penerapan ini
17
merupakan penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) yang
paling tradisional dan umum dilakukan.
5) Community Volunteering
Community Volunteering merupakan inisiatif dari perusahan untuk
mendukung dan mendorong para pekerjanya, rekan bisnis, dan/atau
anggota
waralaba
untuk
merelakan
sedikit
waktunya
untuk
mendukung komunitas organisasi. Misalnya perusahaan mengorganisir
karyawannya untuk ikut berpartisipasi dalam program Corporate
SocialResponsibility (CSR) yang sedang dijalankan oleh perusahaan,
misalnya sebagai staf pengajar.
6) Social Responsibility Business Practice
Social Responsibility Business Practice adalah inisiatif dari sebuah
perusahaan untuk mengadopsi dan mengatur praktek bisnis dan
investasinya agar dapat mendukung lembaga sosial dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan melindungi lingkungan.
Contohnya, Starbucks bekerjasama dengan Conservation International
untuk
mendukung
petani
meminimalkan
dampak
negatif
lingkungannya.
Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) pada suatu perusahaan
dapat memberikan kesan positif terhadap produk, sehingga kesan tersebut akan
menimbulkan ikatan emosional dan berkembang menjadi brand loyalty (Ariningsih,
2009).
18
2.1.4 Pendekatan corporate social responsibility
Menurut Poerwanto dalam Ramadhani (2011), secara konseptual terdapat 3
(tiga) pendekatan dalam pembentukkan CSR, yaitu :
1) Pendekatan moral, yaitu kebijakan atau tindakan yang didasarkan pada
prinsip kesantunan dan nilai-nilai positif yang berlaku, dengan pengertian
bahwa apa yang dilakukan tidak melanggar atau merugikan pihak-pihak
lain.
2) Pendekatan kepentingan bersama, yaitu menyatakan bahwa kebijakankebijakan moral harus didasarkan pada standar kebersamaan, kewajaran,
keterbukaan dan kebebasan.
3) Pendekatan manfaat adalah konsep TJS yang didasarkan pada nilai-nilai
bahwa apa yang dilakukan oleh organisasi harus dapat menghasilkan
manfaat besar bagi pihak-pihak berkepentingan secara adil.
Berdasarkan pendekatan tersebut, CSR tidak dapat disebut sebagai beban
perusahaan karena CSR merupakan bentuk moral atau etika perusahaan yang menjadi
kepentingan bersama berbagai pihak terkait yang akan menunjang keberlangsungan
usaha suatu perusahaan. Hal ini tentu saja akan membawa manfaat bagi perusahaan
dalam jangka panjang, sehingga CSR dapat dikategorikan dalam tiga aktivitas yang
dikenal dengan Triple Bottom Lines meliputi 3P, yaitu profit, people dan planet.
Profit berarti perusahaan memberikan manfaat keuntungan kepada shareholder,
people diwujudkan dalam bentuk kepedulian terhadap stakeholder dan masyarakat
sekitar, serta planet merupakan bentuk aktivitas CSR perusahaan sebagai wujud
kepedulian terhadap lingkungan.
19
2.1.5 Citra perusahaan
Definisi Citra menurut Jefkins dalam Jatmiko (2011) adalah kesan seseorang
atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan
pengalaman yang dimilikinya. Susanto dalam Prasetya (2010) mengungkapkan
bahwa Citra perusahaan adalah asosiasi yang terbentuk antara perusahaan dengan
sekumpulan atribut (positif dan negative) yang paling menonjol yang kemudian diberi
makna dalam benak para stakeholdernya. Weiwei (2007) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa citra perusahaan adalah respon konsumen terhadap total
penawaran dan didefinisikan sebagai jumlah dari keyakinan, ide, yang public miliki
terhadap organisasi. Selanjutnya, menurut Rakhmat dalam Jatmiko (2011), citra
merupakan kesan yang diperoleh berdasarkan pengetahuan dan pengertian seseorang
tentang fakta-fakta atau kenyataan.
Roslina
dalam Jatmiko (2011) dikatakan bahwa citra perusahaan adalah
persepsi eksternal stakeholders. Sedangkan dalam News of Perhumas dalam Jatmiko
(2011), disebutkan bahwa terdapat beberapa aspek dalam membentuk citra dan
reputasi perusahaan, antara lain:
1) Kemampuan financial.
2) Mutu produk dan pelayanan.
3) Fokus pada pelanggan.
4) Keunggulan dan kepekaan SDM.
5) Reliability.
6) Inovasi.
7) Tanggung jawab lingkungan.
20
8) Tanggung jawab sosial.
9) Penegakan Good Corporate Governance (GCG)
Namun dalam upaya pengukurannya, Spector dalam Picton & Broderick
dalam Jatmiko (2011) menemukan enam faktor utama yang dapat mengukur dimensi
utama para calon responden yang mereka gunakan dalam mengekspresikan citra dari
suatu organisasi. Keenam faktor utama tersebut adalah sebagai berikut:
1) Dynamic : pioneering, attention-getting, active, goal oriented
Bahwa sebuah organisasi atau perusahaan haruslah dinamis :
pelopor, menarik perhatian, aktif dan berorientasi pada tujuan.
2) Cooperative : friendly, well-liked, eager to please good relations
Sebuah organisasi harus mampu bekerja sama : ramah, disukai,
membuat senang orang lain dan memiliki hubungan baik
dengan orang lain.
3) Business : wise, smart, persuade, well-organized
Organisasi harus memiliki karakter bisnis : bijak, cerdas,
terorganisir dengan baik.
4) Character : ethical, reputable, respectable
Sebuah organisasi yang baik, harus memiliki karakter yang
baik pula seperti : etis, reputasi baik dan terhormat
5) Successful : financial performance, self-confidence
Ciri yang dimiliki organisasi sukses adalah kinerja keuangan
yang baik dan percaya diri
6) Withdrawn : aloof, secretive, cautious
21
Organisasi pun harus mampu menahan diri : ketat, menjaga
rahasia dan berhati-hati.
Zeithaml & Bitner dalam Riswono (2010) mengungkapkan bahwa citra
perusahaan didefinisikan sebagai persepsi sebuah perusahaan yang dipantulkan pada
asosiasi yang di simpan dalam memori pembeli. Asosiasi itu dapat berupa sesuatu
yang sangat nyata, seperti jam kerja dan kemudahan akses, atau sesuatu yang kurang
nyata dan bahkan lebih emosional, seperti kegembiraan, kepercayaan, dan
kesenangan. Asosiasi itu dapat berhubungan dengan pengalaman penyedia jasa itu
sendiri atau pemakai jasa
2.1.6 Definisi ekuitas merek
Berbagai merek memiliki variasi dalam hal kekuatan dan nilai yang dimiliki
di dalam pasar, dimana merek yang kuat merupakan merek dengan ekuitas yang
tinggi, merek dengan ekuitas yang tinggi merupakan kekayaan yang sangat berharga
bagi perusahaan. (Handayani,2012) Asosiasi pemasaran Amerika dalam Ariningsih
(2009) mendefinisikan merek (brand) sebagai nama, istilah, simbol, atau rancangan,
atau kombinasi dari semuanya yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau
penjual atau kelompok penjual dan untuk mendefinisikannya dari barang atau jasa
pesaing. Menurut Aaker dalam Ariningsih (2009) merek yang kuat memiliki 4
dimensi yaitu awareness, associations, perceivedquality, dan brand loyalty.
Selanjutnya, dalam studi yang dilakukan oleh Buil et.al (2013), Christodoulides and
de Chernatony menyebutkan bahwa nilai ekonomis atau keuangan dari merek adalah
hasil akhir dari tanggapan konsumen terhadap merek. Menurut Aaker dalam Chan
(2010), ekuitas merek merupakan seperangkat asset dan liabilitas yang terkait dengan
22
suatu merek, nama dan symbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang
diberikan sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun para pelanggan.
Sedangkan Kotler dan Keller dalam Sudarsono (2013) menyebutkan bahwa ekuitas
merek merupakan nilai tambah yang diberikan produk dan jasa.
Menurut Simamora dalam Sanjaya (2012), ekuitas merek yaitu kekuatan suatu
merek yang memberikan nilai kepada perusahaan dan konsumen. Pada perspektif
perusahaan, ekuitas merek memberikan keuntungan, aliran kas, dan pangsa pasar
yang lebih tinggi. Sedangkan dari perspektif konsumen, ekuitas merek terkait dengan
sikap merek yang positif dan kuat didasarkan pada arti dan keyakinan yang positif
dan jelas tentang merek dalam benak konsumen.Kelangsungan maupun kemapanan
suatu merek ditentukan dari kemampuan merek itu untuk membentuk suatu persepsi
nilai yang tinggi di pasar Delgado dan Munuera dalam Ariningsih (2009). Pride and
Ferrel dalam Severi and Kwek (2013) menyatakan bahwa ekuitas merek dapat
didefinisikan sebagai pemasaran dan nilai-nilai keuangan yang terkait dengan
kekuatan merek di pasar termasuk asset yang dimiliki merek, kesadaran atas nama
sebuah merek, loyalitas merek, persepsi kualitas dan asosiasi merek. Penetapan
merek mencakup segala aspek produk dan jasa yang memiliki kekuatan merek dan
segala sesuatu tentang penciptaan perbedaan. Merek mempunyai fungsi sebagai
berikut:
1) menyederhanakan penanganan atau penelusuran produk
2) menawarkan perlindungan hukum yang kuat untuk fitur atau aspek
produk unik
3) menandakan tingkat mutu tertentu
23
4) kemempuan untuk diramalkan dan keamanan permintaan dan
menciptakan hambatan perusahaan lain memasuki pasar
Membangun merek yang kuat di pasar adalah tujuan dari setiap perusahaan
maupun pemasar karena hal ini akan memberikan keuntungan yang sangat besar bagi
perusahaan, termasuk di dalamnya yaitu tidak akan mudah goyah akibat dari
persaingan pasar yang sangat kompetitif, marjin laba akan naik, pangsa pasar yang
besar dan kemungkinan untuk dapat melakukan usaha perluasan merek Delgado dan
Munuera dalam Ariningsih (2009).
2.1.7 Kesetiaan merek (brand loyalty)
Menurut Ford dalam Widjaja (2007), loyalitas merek dapat dilihat dari
seberapa
sering
orang
membeli
merek
itu
dibandingkan
dengan
merek
lainnya.Berikut penjelasan Susanto dalam Widjaja (2007) tentang tingkatan loyalitas
terhadap merek yaitu :
1) Tingkatan yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal, yang
sama sekali tidak tertarik pada merek tersebut dan bagi mereka
merek apapun dianggap memadai sehingga merek memainkan
peran yang kecil dalam keputusan pembelian.
2) Tingkat kedua adalah para pembeli yang puas dengan produk
atau setidaknya tidak mengalami kepuasan, tipe ini bisa disebut
sebagai pembeli kebiasaan (habitual buyer).
3) Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka
memikul biaya peralihan (switching cost) serta biaya berupa
waktu, uang atau resiko kinerja berkenaan dengan tindakan
24
beralih merek, kelompok ini bisa disebut pelanggan yang loyal
terhadap biaya peralihan.
4) Tingkat keempat adalah mereka yang sungguh-sungguh
menyukai merek tersebut, preferensinya mungkin dilandasi
oleh suatu asosiasi seperti simbol, rangkaian pengalaman
dalam menggunakan atau persepsi kualitas yang tinggi.
5) Tingkat
teratas
adalah
pelanggan
yang setia,
mereka
mempunyai kebanggaan menjadi pengguna suatu merek,
merek tersebut sangat penting bagi mereka, baik dari segi
fungsinya maupun sebagai ekspresi diri mereka.
2.1.8 Kesadaran merek (brand awareness)
Aaker dalam Widjaja (2007) mendefinisikan kesadaran merek adalah
kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa
suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu. Kesadaran (awareness)
menggambarkan keberadaan merek didalam pikiran konsumen yang dapat menjadi
penentu dalam beberapa kategori dan biasanya memiliki peran penting dalam brand
equity (Handayani,2012).Menurut Aaker dalam Chan (2010)ukuran dari kesadaran
merekterdiri dari beberapa level: Unaware of brand ;brand recognition; brand recall;
top of mind. Unaware of brand merupakan tingkat yang paling rendahdimana
konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.
2.1.9 Kesan kualitas (percieved quality)
Menurut Susanto dalam Widjaja (2007) kesan kualitas dapat didefinisikan
sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keungulan suatu
25
produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan. Lebih lanjut, menurut
Aaker dalam Wijaja (2007) apabila kesan kualitas adalah untuk dimengerti dan
diatur, maka penting untuk mengetahui dimensi-dimensi yang mempengaruhi kesan
kualitas produk dan kualitas jasa, yaitu:
Kualitas produk, terbagi menjadi:
a. Performance–karakteristik operasional produk yang utama.
b. Features–elemen sekunder dari produk atau bagian tambahan dari
produk.
c. Conformance with specifications–tidak ada produk yang cacat.
d. Reliability–konsistensi kinerja produk.
e. Durability–daya tahan sebuah produk.
f. Serviceability–kemampuan memberikan pelayanan sehubungan dengan
produk.
g. Fit and finish–menunjukkan saat munculnya atau dirasakannya
kualitas produk.
2.1.10 Asosiasi merek (brand asociation)
Menurut Aaker dalam Widjaja (2007) asosiasi merek adalah segala sesuatu
yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen
terhadap suatu merek. Penelitian yang dilakukan oleh Susanto dalam Widjaja (2007)
menyatakan bahwa hal-hal lain yang penting dalam asosiasi merek adalah asosiasi
yang menunjukan fakta bahwa produk dapat digunakan untuk mengekspresikan gaya
hidup, kelas sosial, dan peran professional; atau, yang mengekspresikan asosiasi-
26
asosiasi yang memerlukan aplikasi produk dan tipe-tipe orang yang menggunakan
produk tersebut, toko yang menjual produk atau wiraniaganya.
2.2
Hipotesis
2.2.1 Pengaruh corporate social responsibility terhadap ekuitas merek
Beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa terdapat hubungan antara
Corporate social responsibility terhadap ekuitas merek. CSR yang dilakukan dengan
baik akan berpengaruh positif terhadap reputasi perusahaan. Namun membutuhkan
waktu yang panjang agar terbentuk reputasi positif perusahaan dan terbangun brand
equity yang diharapkan dapat menambah kepuasan dan meningkatkan loyalitas merek
(Ariningsih, 2009). Ulasan dari literatur dan makalah penelitian menunjukkan bahwa
peningkatan ekuitas merek yang lebih baik, kinerja merek perusahaan dan citra
perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan CSR dan dengan promosi
implementasi kesejahteraan (Khan, 2013). Ghorbani et.al (2013),dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa semakin banyak sebuah perusahaan terlibat dalam kegiatan CSR
semakin mereka dapat mempengaruhi persepsi ekuitas mereka oleh konsumen.
Menurut Handayani (2012) semakin banyak kegiatan atau interaksi Corporate Social
Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau brand, maka akan
semakin tinggi tingkat reputasi perusahaan, brand equity serta social equity brand
dimata konsumen dan para stakeholdernya. Dari penelitian yang telah dipaparkan
diatas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Corporate Social Responsibility berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap Ekuitas Merek pada produk Astra Honda
27
2.2.2 Pengaruh corporate social responsibility terhadap citra perusahaan
Beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa terdapat hubungan antara
Corporate Social Responsibility terhadap citra perusahaan. Menurut Huang et.al
(2014) CSR memiliki efek positif signifikan terhadap citra perusahaan, kualitas
pelayanan, dan niat beli. Selain melindungi kepentingan berbagai pihak yang
berkepentingan ( pekerja, konsumen, pemagang saham, pemasok, pemerintah, dan
lingkungan ) perusahaan juga perlu untuk mematuhi hukum. Menurut Arendt and
Malte (2010) Dalam industri jasa, CSR memperkuat dampak dari identifikasi
stakeholder – perusahaan terhadap kinerja , sedangkan di industri berbasis produk,
CSR memperkuat pengaruh corporate image tarik pada keunggulan kompetitif . Ini
berarti bahwa CSR mempengaruhi keberhasilan perusahaan dalam kedua jenis
industri, melalui peningkatan daya tarik image (industri berbasis produk ) atau
identifikasi stakeholder – perusahaan ( industri berbasis layanan ) . CSR berpengaruh
positif dan signifikan terhadap corporate image. Aktivitas CSR yang dilakukan
sebuah perusahaan akan mempengaruhi pembentukan corporate image dari
perusahaan tersebut. Semakin baik aktivitas CSR yang dilakukan maka corporate
image yang tercipta akan semakin baik (Ningrum, 2014). Dari penelitian yang telah
dipaparkan diatas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: Corporate Social Responsibility berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap Citra Perusahaan pada produk Astra Honda.
28
2.2.3 Pengaruh citra perusahaan terhadap ekuitas merek
Penelitian terdahulu menemukan bahwa terdapat hubungan antara citra
perusahaan terhadap Ekuitas merek. Menurut Handayani (2012) dari hasil penelitian
diketahui bahwa brand equity dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh
corporate reputation dan social equity brand masing-masing dengan nilai t-value
sebesar 2,78 dan 1,99 diatas 1,96. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin baik
reputasi perusahaan dan semakin tinggi tingkat social equity brand suatu produk,
maka akan semakin tinggi pula tingkat brand equity-nya. Dari penelitian yang telah
dipaparkan diatas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3: Citra Perusahaan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
Ekuitas Merek pada produk Astra Honda
2.2.4 Pengaruh citra perusahaan dalam memediasi pengaruh corporate social
responsibility terhadap ekuitas merek
Beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa terdapat hubungan antara
Citra perusahaan dalam memediasi pengaruh Corporate Social Responsibility
terhadap Ekuitas merek. Menurut Handayani (2012) dari hasil penelitian diketahui
bahwa brand equity tidak hanya dipengaruhi oleh kegiatan CSR saja, tetapi juga
tingkat reputasi perusahaan dan social equity brand dari produk tersebut. Menurut Lai
et.al (2010) Ekuitas merek industry dan reputasi perusahaan memiliki efek mediasi
parsial pada hubungan antara CSR dan kinerja merek .Dari penelitian yang telah
dipaparkan diatas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
29
H4: Citra perusahaan secara signifikan memediasi pengaruh Corporate Social
Responsibility terhadap Ekuitas Merek pada produk Astra Honda
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Citra
Perusahaan
Corporate
Social
Responsibility
Ekuitas Merek
Sumber:Lai et al.(2010)
Gambar
2.1: Gambar Kerangka Pemikiran Penelitian
30
Download