TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Spesies Asing Invasif (ZnvasiveAIien Species) Spesies invasif adalah suatu spesies yang muncul, sebagai akibat dari aktivitas manusia, melampaui penyebaran normalnya dan mengancam lingkungan, pertanian atau sumber daya lainnya akibat kerusakan yang ditimbulkamya (DEWHA 2008). Spesies invasif dapat berupa seluruh kelompok taksonomi, meliputi virus, cendawan, alga, lumut, paku-pakuan, tumbuhan tinggi, invertebrata, ikan, amphibi, reptil, burung, dan mamalia (GISP 2003). Masuknya suatu spesies baru dapat memangsa spesies asli, menekan pertumbuhan, menginfeksi atau menularkan penyakit, berkompetisi, menyerang, atau melakukan persilangan. Spesies invasif tersebut dapat meruhah ekosistem dengan merubah kondisi air, perputaran nutrisi, dan proses lainnya (GISP 2003). Spesies asing invasif yang merupakan tejemahan dari invasive alien species, merupakan spesies, sub spesies, atau takson yang lebih rendah yang keluar dari habitat alaminya atau daerah sebar aslinya yang dapat bertahan dan berkembang biak, dan penyebarannya dapat mengancam keanekaragaman hayati. lstilah alien atau alien species digunakan untuk suatu spesies yang muncul di luar sebaran alaminya sedangkan istilah alien invasive species digunakan untuk alien species yang mengancam ekosistem, habitat atau spesies tertentu (CBD 2005). Spesies asing invasif berhubungan dengan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK). Sebagian besar OPTK merupakan spesies asing invasif, dan spesies asing invasif yang merugikan tanaman secara langsung maupun tidak langsung merupakan OPTK (Lopian 2005). Permasalahan yang Ditimbulkan Spesies Asing Invasif Spesies asing invasif dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan kerugian ekonomi. Dominasi spesies asing invasif dapat menimbulkan homogenisasi keanekaragaman hayati secara menyeluruh dan menurunkan keragaman dan kekhususan lokal. Spesies asing invasif juga dapat merubah struktur komunitas dan komposisi spesies di ekosistem asli serta secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap siklus nutrisi, fungsi ekosistem, dan hubungan ekologi antar spesies lokal (CBD 2007). Di Indonesia, spesies asing invasif diketahui telah menimbulkan permasalahan, salah satunya adalah Mikania micrantha Kunth (Asteraceae) yang dapat tumbuh secara cepat. M. micrantha merupakan spesies asli Amerika Tengah dan Amerika Selatan dan saat ini tersebar luas di Indonesia dan wilayah Malesian. Beberapa spesies asing invasif lainnya di Indonesia yang saat ini dikenal dan diketahui memiliki ancaman serius terhadap keanekaragaman hayati alami dan memiliki dampak yang hebat terhadap komunitas flora dan fauna, antara lain Acasia nilotica (L.) Willd. Ex Del., Eichhomia crassipes (Mart.) Solms, Chrovzolaena odorata (L.) R.M. King & H. Robinson, dan Piper adunczrm L. (Tjitrosoedirdjo 2007). Salah satu kasus pennasalahan spesies asing invasif di Indonesia tejadi di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Pennasalahan tersebut ditimbulkan oleh A. nilotica yang pertama kali dimasukkan ke Indonesia sebagai tanaman pagar untuk melindungi hutan jati yang terletak di dekat Tarnan Nasional Baluran, tetapi kemudian menginvasi sekitar 5000 hektar areal taman tersebut. Baluran merupakan padang savanna yang dikonse~asiuntuk menyediakan pakan bagi banteng (Bosjavaniczis) (Tjitrosoedirdjo 2007). Contoh kasus yang lain adalah eceng gondok saat ini menimbulkan permasalahan dengan perkembangbiakannya yang cepat sehingga sulit dikendalikan. Tumbuhan ini merupakan spesies asli Amerika Selatan (Cock 2001; USDA 2008) dan dimasukkan ke Indonesia pada tahun 1886 untuk mempercantik kolam yang ada di Kebun Raya Bogor, akan tetapi eceng gondok kemudian menyebar luas ke seluruh wilayah Indonesia (Tjitrosoedirdjo & Widjaja 1991 dalam Tjitrosoedirdjo 2005). Eceng gondok mempakan tumbuhan perenial yang mengapung dan dapat tumbuh sampai ketinggian tiga kaki. Eceng gondok merupakan spesies invasif yang sangat agresif dan dapat membentuk bentangan yang tebal di penukaan air. Jika bentangan ini menutup seluruh penukaan air, eceng gondok dapat menyebabkan terjadinya kekurangan oksigen dan membunuh ikan-ikan yang ada di dalamnya (TAES 2008). Cock (2001) mengemukakan bahwa eceng gondok dapat menyebabkan tergantikannya populasi tumbuhan air yang sudah ada dan memperlambat jalannya arus air sehingga mengganggu irigasi. Selain menimbulkan gangguan seperti di atas, spesies asing yang diintroduksi ke wilayah baru seringkali memangsa spesies asli, ~nenekan pertumbuhan, menginfeksi atau menularkan penyakit, menimbulkan kompetisi, menyerang dan berhibridisasi (Wittenberg & Cock 2001). Hal ini menyebabkan pemasukan terhadap spesies asing perlu diwaspadai. Cara Menyebar Spesies Asing Invasif Spesies invasif dapat masuk ke suatu daerah baru dengan cara disengaja maupun tidak disengaja. Pemasukan secara disengaja dapat tejadi melalui pemasukan tumbuhan yang digunakan misalnya untuk tujuan pertanian, kehutanan, dan perbaikan tanah. Selain itu, pemasukan spesies baru dapat juga berupa tanaman hias, plasma nutfah, atau agens hayati. Pemasukan secara tidak sengaja dapat terjadi melalui kontaminasi pada produk pertanian, misalnya masuknya lalat buah melalui buah-buahan. Kontaminasi biji gulma pada bibit dan bunga potong dapat juga menjadi jalan masuknya spesies invasif (Wittenberrg & Cock 2001). Menurut CBD (2007), introduksi spesies asing biasanya terjadi melalui lalu lintas manusia dan perdagangan. Apabila habitat baru spesies tersebut hampir sama dengan habitat aslinya, spesies yang terintroduksi tersebut dapat bertahan dan berreproduksi. Selain menyebar dengan bantuan aktivitas manusia, spesies asing invasif juga dapat menyebar secara alamiah. Arthropoda terestrial dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya tidak hanya melalui terbang dan terbawa angin, parasitisme dan foresi, tetapi juga dengan cara berjalan, terbawa aliran sungai, dan berenang (Frank 2002). Arthropoda dan Tumbuhan Asing Invasif Arthropoda Iuvasif Potensi invasif suatu spesies dapat diprediksi. Untuk mengetahui mengapa suatu spesies dikategorikan sebagai spesies invasif diperlukan pemahaman terhadap karakter individu invasif. Menurut Womer (2002), spesies serangga yang invasif biasanya memiliki sifat-sifat sebagai berikut: memiliki asosiasi yang dekat dengan manusia, tersebar luas dalam kisaran habitat alaminya, memiliki kelimpahan yang tinggi di habitat alaminya, memiliki kemampuan tinggi untuk meningkatkan populasi, bertahan pada berbagai kondisi, kemampuan menyebar yang tinggi, secara cepat dapat menyesuaikan siklus hidupnya di lingkungan yang baru, bereproduksi secara uniparental, dan memiliki keragaman genetik yang tinggi. Karakteristik individu sangat menentukan kemampuan spesies tersebut menjadi invasif. Faktor lain yang dapat berperan dalam mendukung keinvasifan spesies serangga adalah faktor kondisi dan habitat. Kondisi yang dapat mendukung terjadinya invasi spesies serangga adalah tersedianya tekanan yang tinggi oleh individu, artinya semakin banyak jumlah individu yang terintroduksi ke dalam suatu area, akan semakin besar kemungkinan spesies tersebut muncul. Kondisi lain yang menentukan adalah tersedianya kesempatan bagi spesies serangga untuk muncul (Worner 2002). Faktor habitat juga sangat menentukan keinvasifan spesies serangga. Habitat yang dianggap rentan terhadap invasi spesies asing adalah habitat yang menyediakan makanan dan iklim yang sama bagi spesies asing yang baru rnasuk. Habitat lain yang rentan terhadap invasi adalah habitat yang terganggu, habitat yang ketahanan genetiknya rendah (kurangnya musuh alami dan kompetitor), dan habitat yang bempa kepulauan (Worner 2002). Turnbuhan Iuvasif Dalam pertanian, tumbuhan invasif biasanya dianggap juga sebagai gulma. Gulma diperkirakan dapat menurunkan hasil pertanian hingga mencapai 10% per tahun (NISIC 2006). Ditinjau dari sifatnya, gulma memiliki ciri-ciri sebagai berikut (NISIC 2006): a) dapat bersaing tinggi dalam suatu lingkungan yang telah dirancang agar ideal terhadap pertumbuhan tanaman, meliputi persaingan air, cahaya matahari, mang, dan makanan; b) dapat menumnkan nilai tanaman melalui kontaminasi terhadap produk panen dan benih tanaman; c) membatasi kemampuan petani untuk menggunakan lahan pertanian dengan cara menurunkan penggunaan lahan dan rotasi tanaman; d) dapat menyediakan habitat bagi organisme pengganggu tumbuhan dan kemudian menularkannya ke tanaman; e) mengganggu penanganan mekanis tanaman, contohnya: mesin panen dan mesin pembersih benih menjadi tidak efektif; f ) meningkatkan kebutuhan air oleh tanaman pertanian; g) menurunkan nilai lahan pertanian; dan h) lebih sulitnya pengendaiian bagi gulma yang tahan terhadap herbisida. Tumbuhan invasif berbeda dengan guima yang tumbuh pada agroekosistem atau habitat buatan manusia. Gulma diketahui sebagai tumbuhan yang mengganggu sistem produksi pertanian, sedangkan gulma pada habitat alami, atau disebut spesies asing invasif, menekankan perannya dalam mengancam keanekaragaman hayati (Weber 2003). Tumbuhan invasif dapat berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap ekosistem. Dampak langsung yang ditimbulkan adalah persaingan tempat, makanan, air dan cahaya yang dapat mengganggu spesies lokal, menggantikan spesies asli dengan yang baru, dan menghambat perkembangan tumbuhan asli. Dampak tidak langsung adalah merubah hubungan air tanah, sirkulasi makanan, kondisi cahaya, gangguan, dan mempengaruhi habitat liar. Persilangan antara spesies invasif dengan spesies lokal dapat merubah genetik dari populasi spesies lokal (Weber 2003). Tumbuhan invasif juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia, sistem pertanian, dan sistem lainnya. Dampak tumbuhan invasif dapat menyebabkan kerusakan terhadap habitat dalam ha1 hilangnya keanekaragaman hayati (FA0 2005). Menurut Tjitrosoedirdjo (2005), tumbuhan invasif di Indonesia dikelompokkan ke dalam dua habitat yang berbeda, yaitu tumbuhan akuatik dan terestrial. Jenis tumbuhan akuatik yang dikategorikan sebagai spesies tumbuhan invasif adalah: Eichhomia crassipes, Hydrilla verticillata, Mimosa pigra, Pistia stratiotes, dan Salvania molesta. Tumbuhan terestrial yang tergolong invasif, antara lain Acacia nilotica, Azrsfroeupatoriurn inulaefolitrtn, Chronzolaena odorata, Cryptostegia grandijlora, dan beberapa jenis lainnya. Penentuan jenis tumbuhan invasif didasarkan pada kemampuan, kepentingan, dan penyebarannya. Sistem Perkarantinaan di Indonesia Pengertian Karantina Karantina merupakan istilah yang diturunkan dari bahasa Italia yaitu quarantina yang berarti empat puluh. Menurut sejarahnya, angka empat puluh ini merupakan masa inkubasi penyakit dari mulai terjadinya infeksi sampai munculnya gejala (MacKenzie 2001 dalam Ebbels 2003). Istilah tersebut lahir sekitar abad ke XIV di Venesia yang menetapkan batas waktu yang diberlakukan untuk menoiak masuk dan merapat kapal yang datang dari luar negeri untuk menghindari terjangkitnya penyakit menular (Triwahyono 2006). Perkarantinaan di Indonesia diatur dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Berdasarkan peraturan tersebut, karantina didefinisikan sebagai tempat pengasingan danlatau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia. Pengertian karantina tumbuhan secara khusus diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2004 tentang Karantina Tumbuhan. Karantina tumbuhan merupakan tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Tindakan Karantina Tindakan karantina tumbuhan terdiri atas delapan tindakan, yaitu pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pelepasan (UU Nomor 1611992; PP Nomor 1412002). Tindakan karantina dikenakan terhadap setiap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) yang dimasukkan (impor) ke dalam wilayah Indonesia, dilalulintaskan antar area di dalam wilayah Indonesia, dan dikeluarkan dari wilayah Indonesia berdasarkan ketentuan yang berlaku. OPTK adalah organisme pengganggu tumbuhan yang mengganggu komoditas yang bernilai ekonomi di suatu negara yang belum terdapat di negara tersebut, atau sudah terdapat namun belum tersebar luas dan sedang dikendalikan (ISPM Nomor 512005). Di Indonesia, OPTK dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu OPTK Kategori A1 dan OPTK Kategori A2. OPTK Kategori Al adalah jenis OPTK yang belum terdapat di Indonesia, sedangkan OPTK Kategori A2 adalah OPTK yang sudah terdapat di Indonesia (Kepmentan Nomor 3812006). Karantina di Bandara Soekarno-Hatta dan Pelabuhan Tanjung Priok Kelembagaan. Karantina tumbuhan di Bandara Soekarno-Hatta dan Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 2006-2007 dilaksanakan oleh Balai Karantina Pertanian Kelas I Soekamo-Hatta dan Balai Besar Karantina Tumbuhan Tanjung Priok yang merupakan unit pelayanan teknis (UPT) Karantina Tumbuhan Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian. Sejak keluamya Keputusan Menteri Pertanian No. 22 Tahun 2008, Badan Karantina Pertanian melakukan penggabungan karantina hewan dan karantina tumbuhan sehingga Balai Karantina Pertanian Kelas I Soekamo-Hatta bergabung dengan UPT Karantina Hewan di Soekarno-Hatta menjadi Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta, sedangkan Balai Besar Karantina Tumbuhan Tanjung Priok bergabung dengan UPT Karantina Hewan di Tanjung Priok menjadi Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok. Prosedur pemasukan arthropoda. Pemasukan arthropoda yang tergolong sebagai agens hayati harus mengikuti ketentuan dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 41 1 Tahun 1995 tentang Pemasukan Agens Hayati ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam Keputusan Menteri Pertanian tersebut, pemasukan agens hayati harus terlebih dahulu mendapatkan Surat Ijin Pemasukan (SIP) yang diterbitkan oleh Menteri Pertanian atas rekomendasi Komisi Agens Hayati melalui Badan Karantina Pertanian. Prosedur pemasukan tumbuhan. Pemasukan tumbuhan yang tergolong media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) dari luar negeri harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) dilengkapi Sertifikat Kesehatan Tumbuhan dari negara asal dan negara transit bagi tumbuh-tumbuhan dan bagian-bagiannya, kecuali media pembawa yang tergolong benda lain; 2) melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan; dan 3) dilaporkan dan diserahkan kepada petugas Karantina Tumbuhan di tempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan Karantina Tumbuhan (PP Nomor 1412002). Selain harus memenuhi persyaratan tersebut, pemasukan tumbuhan berupa benih atau bibit hams dilengkapi dengan SIP yang diterbitkan oleh Menteri Pertanian.