Perkembangan dan Prospek Perekonomian Global dan Domestik

advertisement
Perkembangan dan Prospek
Perekonomian Global dan Domestik
September 2016
PERKEMBANGAN DAN PROSPEK PEREKONOMIAN GLOBAL
A MERIKA SERIKAT
Perkembangan ekonomi AS yang cenderung stagnan dan lembih lambat dari yang diperkirakan
sebelumnya. Hal ini dapat terlihat pada trend indikator CEI dan LEI yang masih tumbuh flat
pada bulan Agustus 2016. Indikator coincident economic index-CEI (indikator yang
menggambarkan kondisi ekonomi terkini) tumbuh 1,6 persen yoy ke level 114,10, lebih rendah
dari rerata pertumbuhan satu tahun sebelumnya (+1,9% yoy). Sementara itu, indikator
composite leading economic index-LEI (indikator yang menggambarkan arah dan prospek
ekonomi dimasa datang) tumbuh 1,1 persen yoy ke level 124,10, atau lebih rendah dari ratarata pertumbuhan 12 bulan sebelumnya sebesar 2,3 persen yoy. Pemulihan ekonomi yang
berjalan lambat juga memengaruhi kinerja sektor manufaktur AS. Indikator ISM Manufacturing
PMI turun kelevel 49,4 pada bulan Agustus 2016. Level PMI dibawah ambang batas 50,
mengindikasikan kontraksi aktivitas sektor manufaktur AS, menyusul lemahnya pesanan baru
yang diterima industri, output produksi, dan serapan tenaga kerja baru. Output produksi
industri tercatat turun 1,1 persen yoy diperiode yang sama.
Sektor perumahan AS memperlihatkan perkembangan yang relatif lebih baik. Meski indikator
izin mendirikan bangunan turun 2,3 persen yoy dibulan Agustus, namun pembangunan
konstruksi baru serta penjualan rumah (existing home sales) masih terus meningkat masingmasing sebesar 0,9 persen yoy dan 0,8 persen yoy. Optimisme konsumen masih tetap terjaga.
Dibulan Agustus, indeks kepercayaan konsumen meningkat 4,6 persen mom kelevel 101,1,
terkait ekspektasi membaiknya prospek perkembangan bisnis dan kondisi pasar tenaga kerja
dalam jangka pendek. Hal ini tentu menjadi sinyal positif mengingat bahwa meningkatnya
keyakinan rumah tangga terhadap kondisi ekonomi kedepan akan mendorong mereka lebih
cepat merealisasikan rencana pembelian yang menopang ekonomi.
Contact Us
PT Sarana Multigriya
Finansial (Persero)
Grha SMF
Jl. Panglima Polim I No 1
Jakarta 12160
Telp. + 62 21 2700400
Fax. + 62 21 2701400
[email protected]
www.smf-indonesia.co.id
Disisi moneter, rilis pers FOMC menyatakan bahwa aktivitas ekonomi AS tumbuh moderat,
dengan perkembangan pasar tenaga kerja yang makin solid. Belanja rumah tangga semakin
meningkat, sementara investasi bisnis masih melambat. Laju inflasi dalam jangka pendek
diperkirakan berada dibawah target The Fed sebesar 2 persen. Berdasarkan hal tersebut, The
Fed memutuskan mempertahankan kebijakan moneter dan suku bunga FFR yang berlaku saat
ini (0,25%-0,50%). Dengan kinerja ekonomi terkini yang masih dalam tren moderat serta
prospek pertumbuhan ekonomi yang juga masih lemah, maka peluang kenaikan suku bunga
acuan the Fed dalam jangka pendek ini tampaknya relatif kecil. Sebab bila suku bunga
dinaikkan, maka dikhawatirkan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini akan
semakin memburuk karena kenaikan suku bunga acuan akan diikuti oleh kenaikan suku bunga
pinjaman. Peluang kenaikan tersebut semakin kecil karena perkembangan dan prospek
pertumbuhan ekonomi negara-negara besar lainnya yang juga masih relatif lemah. Kenaikan
suku bunga the Fed juga dapat mendorong penguatan nilai tukar dolar Amerika terhadap mata
uang dunia, yang pada gilirannya akan memukul daya saing produk Amerika di pasar global.
Jika the Fed tidak menaikkan suku bunga acuannya dalam jangka pendek ini, maka berarti
stance kebijakan moneter di AS masih cenderung longgar. Kondisi yang demikian ini akan
kondusif bagi pasar modal dalam negeri maupun nilai tukar rupiah, karena aliran modal
biasanya akan terjadi dari negara maju ke emerging market, termasuk Indonesia.
Composite Leading Economic Index Amerika Serikat
130
Composite Coincident Economic Index Amerika Serikat
120
15.0
US LEI
125
US LEI (% YoY)
10.0
4.0
2.0
115
120
5.0
US CEI
115
110
0.0
110
0.0
US CEI (% YoY)
(2.0)
105
105
(5.0)
(4.0)
100
(10.0)
100
95
(6.0)
(15.0)
Jan-16
May-16
Jan-15
Sep-15
Sep-14
May-15
Jan-14
May-14
Jan-13
Sep-13
May-13
Jan-12
Sep-12
May-12
Jan-11
Sep-11
May-11
Jan-10
Sep-10
Sep-09
(10.0)
May-10
90
Jan-09
Jan-16
(8.0)
May-16
Jan-15
Sep-15
May-15
Jan-14
Sep-14
Sep-13
May-14
Jan-13
May-13
Jan-12
Sep-12
May-12
Jan-11
Sep-11
Sep-10
May-11
Jan-10
May-10
(25.0)
Jan-09
80
Sep-09
(20.0)
May-09
85
95
May-09
90
Source : CEIC, diolah
EROPA
Pemulihan ekonomi Uni Eropa juga masih berjalan lambat. Trend pertumbuhan LEI bergerak
menurun pada bulan Agustus (-0,2% yoy), setelah dibulan sebelumnya tumbuh 0,1% yoy.
Rerata pertumbuhan LEI selama 12 bulan terakhir mencapai 1,2% yoy.
Dari sisi konsumen, penjualan retail Juli tumbuh 1,1 persen mom (+2,9% yoy), setelah dibulan
sebelumnya sempat turun 0,1 persen mom (+1,7% yoy). Meskipun terjadi deflasi secara
bulanan, namun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, tingkat inflasi Juli mencapai
0,16% yoy, lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 0,09% yoy. Optimisme konsumen
terhadap kondisi ekonomi dan prospeknya kedepan belum membaik signifikan. Indeks
kepercayaan konsumen mencapai level -8,5 (Agustus 2016), menurun dibandingkan bulan
sebelumnya dilevel -7,9. IKK dibulan Agustus tercatat lebih rendah dari rata-rata sepanjang
satu tahun terakhir sebesar -7,6.
Composite Leading Economic Index Euro
101
6
EU LEI
99
4
EU LEI (% YoY)
May-16
Jan-16
Sep-15
May-15
Jan-15
Sep-14
Jan-14
Sep-13
May-14
Jan-13
May-13
Jan-12
Sep-12
(10)
May-12
(8)
85
Sep-11
87
Jan-11
(6)
May-11
(4)
89
Sep-10
91
May-10
(2)
Jan-10
0
93
Sep-09
95
May-09
2
Jan-09
97
Source : CEIC, diolah
JEPANG
Ekonomi Jepang masih belum menunjukkan kemajuan signifikan. Pertumbuhan ekonomi Q2
2016 mencapai 0,60% yoy, melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
(+0,70% yoy). Belanja rumah tangga mulai membaik, sementara pertumbuhan ekspor
melambat. Apresiasi nilai tukar Yen turut memengaruhi kinerja ekspor Jepang. Pertumbuhan
ekonomi Jepang saat ini masih berada dibawah target otoritas moneter-Bank of Japan sebesar
0,8% hingga 1,0%. Trend pertumbuhan CEI dan LEI masih menurun. Indikator CEI dan LEI
masing-masing turun sebesar 1,6 persen yoy dan 5,6 persen yoy. Hal ini mengindikasikan
lemahnya pertumbuhan ekonomi saat ini dan prospeknya dalam 6-12 bulan mendatang.
Dengan perkembangan dan prospek ekonomi Jepang yang relatif lemah, ditambah dengan laju
inflasi yang masih sangat rendah, maka bank sentral Jepang tetap menerapkan kebijakan
moneter yang longgar berupa suku bunga yang rendah (bahkan negatif) dan pemberian
stimulus, agar ekonominya bisa tumbuh lebih pesat kedepan. Hasil rapat Bank of Japan (BOJ)
terbaru memutuskan untuk tetap mempertahankan kebijakan moneter longgar yang saat ini
berjalan (QQE with a Negative Interest Rate), dengan tingkat bunga acuan deposit rate dilevel
negatif (-0,1%). BOJ memperkenalkan tambahan kerangka kebijakan baru yang disebut dengan
"QQE with Yield Curve Control”. Fokus utama kebijakan ini adalah (1) BOJ akan mengendalikan
tingkat bunga jangka pendek dan jangka panjang ("yield curve control"), dan (2) BOJ akan
meningkatkan jumlah uang beredar (monetary base) hingga laju inflasi tahunan bergerak dan
bertahan diatas target inflasi BOJ sebesar 2 persen ("inflation-overshooting commitment").
Kebijakan moneter yang longgar ini akan mendorong aktivitas carry trade (investor meminjam
uang di Jepang karena bunga rendah untuk diinvestasikan diluar Jepang), sehingga akan
meningkatkan pula arus modal dari Jepang ke emerging market (termasuk Indonesia) yang
pada gilirannya akan berdampak positif terhadap pasar modal dalam negeri maupun nilai tukar
rupiah.
Composite Leading Economic Index Jepang
120
40
Japan LEI
110
30
Japan LEI (% YoY)
20
100
10
90
0
(10)
80
(20)
70
(30)
Jan-16
Sep-15
May-16
Jan-15
May-15
Sep-14
Jan-14
May-14
Sep-13
Jan-13
May-13
Sep-12
Jan-12
May-12
Sep-11
Jan-11
May-11
Jan-10
Sep-10
Sep-09
May-10
Jan-09
(40)
May-09
60
Source : CEIC, diolah
CHINA
Ekspansi ekonomi Tiongkok relatif flat. Ekonomi Tiongkok tumbuh flat 6,7 persen yoy pada Q2
2016, seperti Q1 2016, namun lebih lambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu (+7%
yoy). Kedepan kinerja perekonomian Tiongkok tampaknya belum akan mengalami kenaikan
yang signifikan. Hal ini terkait dengan perkembangan beberapa indikator makroekonomi
seperti trend CEI dan LEI. Composite coincident economic index (CEI) Tiongkok berkontraksi -0.6
persen yoy pada bulan Juni setelah pada bulan Mei turun -0.3 persen yoy dan tumbuh positif
0.4 persen yoy pada bulan April 2016. Sementara indikator leading economic index (LEI) turun
0,5 persen yoy, menyusul penurunan 0,3 persen yoy dibulan sebelumnya.
Dari sisi produsen, kinerja sektor manufaktur Tiongkok mulai memperlihatkan perbaikan.
Indikator PMI yang mengukur perkembangan sektor industri kembali naik kelevel 50,4 dibulan
Agustus, setelah sempat turun kelevel 49,9 dibulan Juli. Pesanan baru yang diterima produsen
dan output produksi meningkat, sementara order ekspor dan serapan tenaga kerja menurun.
Hal serupa juga terlihat disisi konsumen. Penjualan retail Tiongkok dibulan Agustus tumbuh
0,83% mom (+10,6% yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 0,75% mom
(+10,2% yoy). Disisi lain, laju inflasi cenderung stabil. Laju inflasi Agustus mencapai 0,1% mom
(+1,3% yoy), melambat dibandingkan bulan Juli yang mencapai 0,2% mom (+1,8% yoy).
Dengan pertumbuhan ekonomi yang saat ini belum cukup kuat dan prospek kedepan yang
berpotensi melemah, maka arah kebijakan moneter bank sentral Tiongkok pun diperkirakan
akan tetap longgar dan fiskal yang lebih ekspansif. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat
pertumbuhan ekonominya dan sekaligus memastikan pertumbuhan kedepan masih dalam
kisaran yang ditargetkan pemerintah. Disamping itu potensi devaluasi Yuan masih terbuka
lebar, meskipun tidak sebesar yang dilakukan pada tahun 2015 lalu. Devaluasi ini dimaksudkan
untuk meningkatkan daya saing produk Tiongkok di pasar global agar ekspornya yang
cenderung menurun belakangan ini bisa pulih kembali. Devaluasi tersebut diperkirakan tidak
akan memberikan dampak yang berarti terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
Composite Leading Economic Index China
103
2.0
China LEI
102
1.0
China LEI (% YoY)
101
0.0
100
(1.0)
99
(2.0)
98
(3.0)
97
Jan-16
Apr-16
Jul-15
Oct-15
Jan-15
Apr-15
Jul-14
Oct-14
Jan-14
Apr-14
Jul-13
Oct-13
Jan-13
Apr-13
Jul-12
Oct-12
Jan-12
Apr-12
Jul-11
(5.0)
Oct-11
95
Jan-11
(4.0)
Apr-11
96
Source : CEIC, diolah
INDIA
Ekonomi India Q1 2016 tumbuh ekspansif 7,9 persen yoy, lebih tinggi dari Q4 2015 (+7,2% yoy)
dan periode yang sama tahun sebelumnya (+6,7% yoy). Kinerja yang makin membaik ini
ditopang solidnya pertumbuhan belanja rumah tangga, belanja pemerintah dan ekspor yang
makin membaik. Dari sisi produsen, kinerja dan aktivitas industri menunjukkan kemajuan.
Indikator PMI Agustus kembali meningkat kelevel 52,6 dari bulan Juli sebesar 51,8, sementara
output industri turun sebesar 3,7 persen mom dari bulan sebelumnya sebesar 0,6 persen mom.
Dari sisi konsumen, laju inflasi tahunan melambat dibulan Agustus (+5,05% yoy), dibandingkan
bulan sebelumnya (+6,07% yoy).
Kedepan perekonomian India diperkirakan akan tumbuh lebih pesat sejalan dengan kebijakan
moneter yang makin longgar berupa penurunan suku bunga serta kebijakan fiskal yang
cenderung ekspansif. Perlu diketahui bahwa perbaikan prospek ekonomi India berpotensi
memberikan dampak postif terhadap ekspor Indonesia kedepan, terutama terhadap ekspor
CPO dan batubara.
Pertumbuhan Ekonomi dan Suku Bunga Acuan India
14.0
PDB
Policy Rate
12.0
10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2008
2009
2010
Source : CEIC, diolah
2011
2012
2013
2014
2015
2016
PERKEMBANGAN DAN PROSPEK PEREKONOMIAN DOMESTIK
Pada triwulan kedua tahun 2016, perekonomian Indonesia tumbuh 4,02% QoQ setelah pada
triwulan sebelumnya kontraksi -0,36% QoQ. Angka ini merupakan angka pertumbuhan
tertinggi pada triwulan kedua dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Pertumbuhan ini juga lebih
tinggi dari pertumbuhan PDB pada triwulan kedua 2015, sehingga pertumbuhan ekonomi
secara tahunan pada Q2 2016 meningkat menjadi 5.18% YoY dari 4.91% YoY pada triwulan
pertama.
Pada bulan September 2016, BPS mencatat inflasi bulanan harga barang dan jasa sebesar
0,22% mom, lebih rendah dari inflasi bulan sebelumnya (+0,69% mom). Deflasi di bulan
Agustus lebih rendah dari laju inflasi bulanan Agustus 2015 yang mencapai 0,39% mom,
sehingga membawa laju inflasi tahunan turun dari 3,21% yoy menjadi 2,79% yoy. Tekanan
inflasi di bulan Agustus menurun, menyusul berakhirnya perayaan hari raya Idul Fitri, dimana
harga-harga barang dan jasa biasanya akan kembali ke level normal, kecuali harga barang dan
jasa untuk kelompok pendidikan yang tetap tinggi. Untuk bulan September, tekanan inflasi
bulanan diperkirakan relatif rendah. Harga kelompok bahan makanan dan makanan jadi
cenderung stabil, sementara harga barang dan jasa untuk pendidikan relatif tinggi. Namun
karena sumbangan kelompok pengeluaran pendidikan dan rekreasi terhadap inflasi umum
relatif kecil (sekitar 8,5%), maka dampaknya terhadap inflasi secara keseluruhan menjadi tidak
signifikan. Laju inflasi tahunan untuk bulan September diperkirakan akan semakin menurun
dibandingkan dengan inflasi tahunan bulan Agustus 2016.
Dalam periode Januari sampai April 2016, kurs rupiah cenderung menguat ke sekitar Rp13.200
per dolar Amerika. Namun pada bulan Mei 2016, nilai tukar rupiah kembali mengalami tekanan
hingga melemah ke level Rp13.615 per dolar Amerika. Pelemahan tersebut dipicu oleh
munculnya spekulasi bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan-nya pada bulan Juni.
Namun isu tersebut kembali meredup setelah rilis beberapa indikator makroekonomi Amerika
Serikat menunjukkan pemulihan ekonominya yang belum kuat, ditambah dengan pemulihan
ekonomi beberapa negara besar lainnya yang menurun serta kekhawatiran Inggris akan keluar
dari Uni Eropa. Seiring dengan meredupnya kekhawatiran terhadap kenaikan suku bunga the
Fed, pada bulan Juli kurs rupiah kembali menguat ke level Rp13.094 per dolar Amerika.
Penguatan nilai tukar rupiah tersebut juga ditopang oleh membaiknya fundamental ekonomi
dalam negeri seperti laju inflasi yang terjaga, prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat,
surplus neraca perdagangan yang akan berdampak positif terhadap neraca transaksi berjalan
(current account) serta ekspektasi akan peningkatan inflow dari implementasi Undang-Undang
Pengampunan Pajak, dan lain-lain.
Namun pada bulan Agustus kurs rupiah kembali melemah menjadi Rp13.300 per dolar yang
antara lain dipicu oleh kekhawatiran pelaku pasar terhadap keberhasilan program
pengampunan pajak serta kekhawatiran terhadap permasalahan yang dihadapi oleh Deutsche
Bank. Kenaikan uang tebusan program pengampunan pajak yang sangat pesat pada bulan
September serta prospek penyelesaian permasalahan Deutsche Bank yang lebih baik, kembali
mengurangi kekhawatiran-kekhawatiran tersebut dan rupiah kembali menguat menjadi Rp
12998 per dolar Amerika pada bulan September. Kedepan nilai tukar rupiah diproyeksikan
akan relatif stabil dengan kecenderungan menguat, yang dapat bersumber dari faktor
domestik maupun global. Dari sisi domestik perbaikan fundamental ekonomi seperti laju inflasi
yang tetap terkendali, ekspektasi peningkatan pertumbuhan ekonomi serta surplus neraca
perdagangan sehingga defisit transaksi berjalan tetap terjaga akan menjadi faktor yang
memberikan sentimen positif terhadap nilai tukar rupiah.
Dari sisi global, perlambatan pemulihan ekonomi di beberapa negara besar dunia seperti
Amerika Serikat, Eropa, Jepang, China dan lain-lain direspon oleh otoritas moneter-nya dengan
kebijakan moneter yang longgar (berupa suku bunga yang sangat rendah dan quantitative
easing) serta kebijakan fiskal yang ekspansif untuk mempercepat peningkatan pertumbuhan
ekonominya. Kebijakan yang seperti ini akan menyebabkan peningkatan aliran modal dari
negara maju ke negara berkembang (termasuk Indonesia) sehingga akan berdampak positif
terhadap nilai tukar rupiah maupun pasar modal. Namun kondisi seperti ini juga rawan
mengalami volatilitas. Misalnya jika ada data terbaru yang mengindikasikan perbaikan
pemulihan ekonomi Amerika, maka isu kenaikan suku bunga acuan the Fed akan kembali
menguat, yang dapat menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah dan korekasi di pasar modal.
Namun volatilitas yang seperti ini biasanya bersifat temporer yang akan mereda bila isu
tersebut hilang atau the Fed benar-benar sudah menaikkan suku bunga acuannya.
Dengan prospek laju inflasi yang terkendali sekitar 3%, nilai tukar rupiah yang relatif stabil
(bahkan cenderung menguat) serta defisit neraca transaksi berjalan yang diproyeksikan akan
tetap terjaga di bawah 3% dari PDB , maka tren suku bunga diproyeksikan akan terus menurun,
dimana 7-day (reverse) repo diprediksikan akan turun menjadi 4,75%.
Untuk triwulan ketiga dan keempat tahun 2016, perekonomian Indonesia diperkirakan akan
tumbuh semakin pesat dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan triwulan pertama dan
kedua 2016. Pelonggaran kebijakan moneter berupa penurunan suku bunga dan relaksasi
makroprudensial (seperti kanaikan LTV atau loan to value) serta paket-paket deregulasi yang
sudah diluncurkan pemerintah diperkirakan akan mulai memberikan dampak yang positif
terhadap peningkatan aktifitas perekonomian. Disamping itu proyeksi tersebut juga didasarkan
pada pertimbangan:




Belanja pemerintah lebih optimal, dimana tender-tender proyek sudah dimulai sejak
akhir tahun 2015 dan hambatan-hambatan yang ada dalam APBNP 2015 (seperti
perubahan nomenklatur beberapa Kementerian/Lembaga) tidak lagi menjadi isu
tahun 2016 ini.
Indeks Kepercayaan Konsumen masih baik dengan tren laju inflasi yang menurun. Hal
ini mengindikasikan daya beli masyarakat yang masih baik. Ditambah dengan prospek
suku bunga yang menurun akan mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga
kedepan.
Indeks sentimen pebisnis juga membaik, ditambah dengan prospek penurunan suku
bunga dan peningkatan konsumsi masyarakat akan mampu mendorong peningkatan
produksi dan ekspansi usaha (investasi) kedepan.
Sementara itu kontribusi ekspor tampaknya masih sulit diharapkan, mengingat
kenaikan harga komoditas utama ekspor kita yang masih relatif rendah.
Dengan demikian, motor pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan bertumpu pada
belanja pemerintah, konsumsi rumah tangga dan investasi. Sedangkan ekspor diperkirakan
belum memberikan kontribusi yang signifikan. Dengan latar belakang seperti itu, maka
pertumbuhan ekonomi kita untuk tahun 2016 ini diproyeksikan mencapai 5.15%, lebih baik
dari pertumbuhan tahun 2015 sebesar 4.79%.
Gross Domestic Product (Sector and Expenditure Side)
Inflation Rate (%)
CPI Components
End of Period (%)
MoM (%)
YoY (%)
2014
2015
Jul-16
Aug-16
Sep-16
Jul-16
Aug-16
Sep-16
Foodstuff
Prepared Food
Housing
Clothing
Medical Care
Education
Transportation
Headline Inflation
10.57
8.11
7.36
3.08
5.71
4.44
12.14
8.36
4.93
6.42
3.34
3.43
5.32
3.97
(1.53)
3.35
1.12
0.54
0.24
0.44
0.37
0.51
1.22
0.69
(0.68)
0.41
0.41
0.40
0.39
1.18
(1.02)
(0.02)
(0.07)
0.34
0.29
0.13
0.33
0.52
0.19
0.22
6.81
6.19
1.29
4.30
4.40
3.77
(1.49)
3.21
5.14
5.88
1.55
4.71
4.09
3.21
(1.93)
2.79
6.20
5.83
1.64
3.98
3.97
2.83
(1.35)
3.07
Core
Administered Price
Volatile Food
4.93
17.57
10.88
3.95
0.39
4.84
0.34
1.32
1.20
0.36
(0.52)
(0.80)
0.33
0.14
(0.09)
3.49
(0.85)
7.14
3.32
(0.91)
5.28
3.21
(0.38)
6.51
Source: BPS
GDP Growth (%)
Headline & Core Inflation Rate (%)
Source: BPS
Source: BPS
Money Supply & BI Rate
Lending Rate
Source: Bank Indonesia, CEIC
Source: CEIC
Deposit Rate
Government Bond Yield
Source: CEIC
Source: Bloomberg
Cement Consumption
Industrial Production
Source: CEIC
Source: CEIC
Car Sales
Motorcycle Sales
Source: CEIC
Source: CEIC
Retail Sales
Source: CEIC
Disclaimer:
The information contained in this report has been taken from sources which we deem reliable. However, none of any PT Sarana
Multigriya Finansial (Persero) and/or their respective employees and/or agents make any representation or warranty (express or
implied) or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to, the accuracy or completeness of the information and opinions
contained in this report or as to any information contained in this report or any other such information or opinions remaining
unchanged after the issue thereof. We expressly disclaim any responsibility or liability (express or implied) of PT Sarana Multigriya
Finansial (Persero) employees and agents whatsoever and howsoever arising (including, without limitation for any claims, proceedings,
action, suits, losses, expenses, damages or costs) which may be brought against or suffered by any person as a result of acting in
reliance upon the whole or any part of the contents of this report. For further information please contact our number +6221-2700 400.
Download