BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai kebutuhan semakin bertambah. Salah satu kebutuhan yang penting adalah kebutuhan akan pendidikan. Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak, dimana sumber daya manusia yang terdidik merupakan sumber keunggulan dari negara tersebut (Drucker, 2011). Melalui pendidikan, individu akan mampu meningkatkan kualitas akan dirinya. ditempuh,seorang Semakin individu dapat tinggi jenjang pendidikan yang kualitas dan meningkatkan kemampuannya. Salah satu jenjang pendidikan yang penting bagi masa depan adalah jenjang perkuliahan, dimana masa perkuliahan merupakan batu loncatan bagi seorang mahasiswa dalam menentukan masa depannya, sebelum individu tersebut masuk ke dalam dunia kerja. Banyak perusahaan yang menetapkan kualifikasi tinggi sebagai kriteria untuk menjadi karyawannya, salah satunya adalah tingkat pedidikan. Pendidikan tinggi yang berkualitas dengan hasil yang memuaskan sangat diharapkan oleh seluruh mahasiswa. Tujuan utama setelah menyelesaikan studi di tingkat perkuliahan adalah meningkatkan ekonomi dan taraf hidup dengan memperoleh penghasilan melalui bekerja. Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam satu minggu (www.bps.go.id). Pada prakteknya, seorang individu yang bekerja 1 2 tidak semuanya telah menyelesaikan pendidikan di tingkat perkuliahan. Beberapa di antara mereka memutuskan untuk bekerja namun tidak meninggalkan kuliahnya. Pekerja paruh waktu adalah mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu), tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain (dahulu disebut setengah pengangguran sukarela) (www.bps.go.id). Menurut pasal 2 ayat [3] Kepmenakertrans No.Kep-235/Men/2003 dan Konvensi ILO No.138 serta Konvensi ILO No. 182, untuk anak yang berumur antara 15 s/d 18 tahun – sudah – dapat dipekerjakan (secara normal/umum) akan tetapi tidak boleh dieksploitasi untuk bekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan (the worst forms) baik ancaman/bahaya bagi kesehatan maupun keselamatan atau moral si anak. Pada usia ini, anak sudah dianggap cakap (bekwaam) untuk melakukan hubungan kerja tanpa kuasa/wali. Melihat ketentuan dari pemerintah tersebut, dapat dikatakan bahwa mahasiswa sudah boleh bekerja karena usia mahasiswa berada pada kisaran di antara 19-23 tahun (www.kemdikbud.go.id). Seorang karyawan part-time adalah salah satu yang bekerja kurang dari 35 jam dalam pekan kerja yang khas (Kalleberg, 2000). Hal tersebut relevan dengan mahasiswa pekerja part-time yang masih kuliah dan tidak bekerja pada lebih dari 35 jam per pekan. Robotham (2011) menyatakan bahwa mahasiswa yang bekerja part-time telah menerima peningkatan tingkat bunga (pendapatan). Banyak mahasiswa memiliki pekerjaan part-time untuk berbagai alasan, termasuk keuangan, peningkatan keterampilan, jaringan, kepuasan pribadi dan meningkatkan kepercayaan diri. Karyawan part-time berbeda dari karyawan full-time pada pengetahuan organisasi, keterlibatan, 3 dan kepuasan mereka. Sebuah badan pertumbuhan penduduk telah menyelidiki fenomena ini, dengan maksud untuk mengembangkan sifat pekerjaan itu, dan kemungkinan konsekuensi bagi individu mencari untuk menggabungkan studi dan pekerjaan. Partisipasi mahasiswa dalam pasar tenaga kerja selama masa studi mereka bukanlah perkembangan baru, bagaimanapun di beberapa negara kegiatan tersebut adalah hal yang biasa. Mahasiswa dianggap mampu mengatasi segala bentuk permasalahan yang dihadapi dalam perkuliahan. Sebagai indvidu dalam perkembangannya memiliki tugas perkembangan yang harus di tempuh dalam menyelesaikan semua persoalan hidup. Kuliah sambil bekerja banyak memberi dampak bagi mahasiswa baik positif maupun negatif. Dampak positif yang diperoleh oleh mahasiswa yang kuliah sambil bekerja adalah memiliki pengalaman diluar kelas, memperoleh keterampilan, pengetahuan tentang berbagai macam pekerjaan, dan bertanggung jawab atas pekerjaan. Dampak negatif yang diwaspadai oleh mahasiswa sambil bekerja adalah kesulitan membagi antara waktu dan konsentrasi saat kuliah dan bekerja. Mahasiswa pekerja part-time dituntut untuk memiliki kemampuan kecerdasan emosional yang baik agar tercipta keseimbangan antara di kampus dengan di tempat kerja. Mahasiswa pekerja part-time dengan kemampuan yang baik untuk mengendalikan emosi memiliki kontrol diri yang baik, cenderung tidak tempramen, berfikir lebih tenang, dan membuat keputusan berdasarkan hati dan pikiran mereka (Caruso dan Myer, 2004). Dengan memiliki kecerdasan emosional yang baik maka mahasiswa pekerja part-time akan berhasil di dunia perkuliahan maupun pekerjaan. 4 Marsteller (2011) mengemukakan bahwa karyawan part-time di Amerika selama 5 tahun terakhir mengalami peningkatan dua kali lipat. Menurut Perna (2010), 45% karyawan part-time adalah mahasiswa aktif. Feldman (1990) mencatat bahwa penelitian karyawan part-time diperlukan karena mereka telah dibutuhkan untuk kelangsungan hidup bagi banyak industri di pasar global dan menawarkan peluang kerja bagi pekerja muda (<24 tahun). Dengan mahasiswa menduduki sebagian besar pekerjaan part-time dalam perekonomian saat ini, mereka menawarkan sampel yang sangat baik untuk belajar lebih banyak tentang komunikasi dalam pekerjaan part-time. Foote (2004) mengemukakan bahwa karyawan part-time sering mendapat kerugian ketika belajar pada sebuah organisasi karena mereka menerima perhatian kurang dari karyawan full-time; dengan demikian, pengawas harus menyadari potensi yang karyawan paruh waktu memiliki untuk berkontribusi terhadap fungsi organisasi. Menurut Liden & Graen (1980) LMX menawarkan cara untuk menguji bagaimana hubungan atasanbawahan mempengaruhi organizational outcome (organizational assimilation dan organizational identification) dan individual outcome (job motivation dan career relevance). Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang mengaitkan faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya. Penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian dari Solitto et al. (2016) dan Jyoti dan Bhau (2015). Penelitian yang dilakukan Solitto hanya menguji pengaruh antara LMX pada organizational outcome (organizational assimilation dan organizational identification) dan individual outcome (job motivation dan career relevance) sehingga disini penulis 5 menambahkan variable independent dari penelitian yang dilakukan oleh Jyoti dan Bhau (2015) yaitu variable Emotional Intellegence sehingga variabel LMX menjadi variabel mediasi. Hasil penggabungan dari dua penelitian diatas memporel judul penelitian sebagai berikut: “Pengaruh Emotional Intelligence Terhadap Organizational dan Individual Outcome Pada Pekerja Part-Time Dimediasi LMX (Studi pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret)”. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah emotional intelligence akan secara signifikan dan berpengaruh positif dengan leader member exchange pada pekerja part-time? 2. Apakah leader member exchange akan secara signifikan dan berpengaruh positif dengan organizational assimilation pada pekerja parttime? 3. Apakah leader member exchange akan secara signifikan dan berpengaruh positif dengan organizational identification pada pekerja part-time? 4. Apakah leader member exchange akan secara signifikan dan berpengaruh positif dengan job motivation pada pekerja part-time? 5. Apakah leader member exchange akan secara signifikan berpengaruh positif dengan career relevance pada pekerja part-time? dan 6 6. Apakah leader member exchange akan memediasi pengaruh Emotional Intelligence terhadap organizational assimilation pada pekerja part-time? 7. Apakah leader member exchange akan memediasi pengaruh Emotional Intelligence terhadap organizational identification pada pekerja part-time? 8. Apakah leader member exchange akan memediasi pengaruh Emotional Intelligence terhadap job motivation pada pekerja part-time? 9. Apakah leader member exchange akan memediasi pengaruh Emotional Intelligence terhadap career relevance pada pekerja part-time? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis pengaruh emotional intelligence terhadap leader member exchange pada pekerja part-time. 2. Menganalisis pengaruh leader member exchange terhadap organizational assimilation pada pekerja part-time. 3. Menganalisis pengaruh leader member exchange terhadap organizational identification pada pekerja part-time. 4. Menganalisis pengaruh leader member exchange terhadap job motivation pada pekerja part-time. 5. Menganalisis pengaruh leader member exchange terhadap career relevance pada pekerja part-time. 6. Menganalisis peran mediasi leader member exchange pada pengaruh Emotional Intelligence terhadap organizational assimilation pada pekerja part-time 7 7. Menganalisis peran mediasi leader member exchange pada pengaruh Emotional Intelligence terhadap organizational identification pada pekerja part-time 8. Menganalisis peran mediasi leader member exchange pada pengaruh Emotional Intelligence terhadap job motivation pada pekerja part-time 9. Menganalisis peran mediasi leader member exchange pada pengaruh Emotional Intelligence terhadap career relevance pada pekerja part-time 1.4 MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontibusi praktis serta teoritis sebagai berikut: 1. Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya manajemen sumber daya manusia mengenai pengaruh emotional intelligence terhadap leader member exchange pegawai part-time. 2. Bagi Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat digunakan perusahaan untuk mengetahui dan menjelajahi emotional intelligence pada karyawan part-time melalui teori LMX sehingga memberikan dasar untuk belajar lebih banyak tentang peran integral bahwa supervisor memiliki peran dalam pengembangan karyawan part-time.