BAB I PENDAHULUAN Bab I menjelaskan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Bab I menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, fokus penelitian,
rumusan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
A.
Latar Belakang Penelitian
Selama masa hidupnya manusia akan selalu berkembang melalui tahap-tahap
perkembangannya. Bila ditinjau dari pandangan bahwa manusia sebagai makhluk
holistik, maka perkembangan manusia tidak akan dapat dilepaskan dari interaksi
antara unsur biologis, psikologis, dan sosial. Ketiga unsur ini saling mempengaruhi
sebagai satu kesatuan (Maramis, 1990). Penggolongan manusia yang paling utama
adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Jenis kelamin merupakan suatu akibat dari
dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan.
Jenis kelamin dikaitkan pula dengan aspek gender, karena terjadi diferensiasi peran
sosial yang dilekatkan pada masing- masing jenis kelamin.
Masih banyak orang berpendapat bahwa jenis kelamin dan gender itu
mempunyai arti yang sama. Padahal dua kata tersebut memiliki dua arti yang sangat
berbeda. Menurut WHO 2010, perbedaan jenis kelamin dan gender adalah “Sex”
refers to the biological and physiological characteristics that define men and women.
“Gender” refers to the socially constructed roles, behaviours, activities, and
attributes that a given society considers appropriate for men and women. Dari
definisi yang dimaksud oleh WHO, jenis kelamin adalah perbedaan biologis dan
fisiologis yang dapat membedakan laki-laki dan perempuan, sedangkan gender lebih
menitikberatkan pada konstruksi sosial yang ditanamkan oleh masyarakat seperti
peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang suatu masyarakat tertentu dianggap tepat
untuk laki-laki dan perempuan. WHO juga menjelaskan bahwa laki-laki dan
perempuan adalah kategori jenis kelamin, sedangkan maskulin dan feminin adalah
kategori gender.
Setiap
kelaminnya.
individu diharapkan dapat memahami peran sesuai dengan jenis
Keberhasilan
individu
dalam pembentukan identitas jenis kelamin
Meutia Garnavitia, 2015
Proses Pembentukan Identitas Diri Pada Waria Di Kabupaten Sumedang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
ditentukan oleh berhasil atau tidaknya individu tersebut dalam memahami dan
menerima perilaku sesuai dengan peran jenis kelaminnya. Jika individu gagal dalam
memahami dan menerima perilaku peran jenis kelaminnya maka individu tersebut
akan mengalami konflik atau gangguan identitas jenis kelamin. Gangguan identitas
jenis kelamin ditandai oleh perasaan kegelisahan yang dimiliki seseorang terhadap
jenis kelamin dan peran jenisnya (Kaplan, 2002). Salah satu jenis gangguan identitas
jenis kelamin adalah waria.
Waria
digolongkan
kedalam
istilah
transeksual,
karena
selain
memiliki
identifikasi sebagai seorang wanita, ia juga mengubah penampilannya seperti seorang
wanita, baik dari pakaian hingga bentuk tubuh. Selain itu, menurut seorang psikolog
dan pemerhati gender Faiz (Nainggolan, 2011) menegaskan konsep transeksual yakni,
seseorang yang normal secara genetik dan tidak memiliki ciri interseks secara fisik,
merasa dirinya anggota gender berkebalikan dari gender yang dimilikinya, merasa
tidak nyaman dengan tubuhnya, menginginkan menyesuaikan tubuh dengan jiwanya
dan mengganti genital sesuai dengan gender yang dimilikinya, menginginkan diakui
dan hidup secara sah (menurut hukum) sebagai anggota gender yang dimiliki.
Hampir semua orang mengenal waria atau wanita tapi pria, waria adalah
individu yang memiliki jenis kelamin laki-laki tetapi berperilaku dan berpakaian
seperti layaknya seorang perempuan. Konflik identitas jenis kelamin yang dialami
waria hanya dapat dipahami melalui kajian terhadap setiap tahap perkembangan
dalam hidupnya. Pada tahun 2009, berdasarkan data Yayasan Srikandi Sejati (Hamid,
2011) yang merupakan sebuah lembaga yang mengurusi masalah waria, jumlah waria
Indonesia mencapai 6.000.000 orang. Karena waria menjadi salah satu kelompok
masyarakat yang diindikasi rentan terhadap perlakuan diskriminatif di Indonesia,
sehingga data ini menjadi perlu untuk diperhatikan.
Kehadiran seorang waria merupakan satu proses yang panjang, baik secara
individual maupun sosial. Secara individu, lahirnya perilaku waria tidak lepas dari
satu proses atau dorongan yang kuat dari dalam dirinya, antara lain dikarenakan fisik
mereka tidak sesuai dengan kondisi psikis. Hal ini menimbulkan konflik psikologis
3
dalam dirinya. Mereka mempresentasikan perilaku yang jauh berbeda dengan lakilaki normal, tetapi bukan sebagai perempuan yang normal pula. Permasalahannya
tidak sekadar menyangkut masalah moral dan perilaku yang dianggap tidak wajar,
namun
merupakan
dorongan
seksual yang
sudah
menetap
dan memerlukan
penyaluran (Kartono, 1989).
Pencarian identitas diri bagi waria tidaklah mudah. Seorang waria mengalami
krisis identitas sebelum ia memutuskan pilihan identitas dirinya untuk menjadi waria.
Konflik identitas diri yang dialami waria hanya dapat dipahami melalui kajian
terhadap proses pembentukan identitas dirinya. Marcia (1993) menyatakan bahwa
pembentukan identitas diri dapat digambarkan melalui status identitas berdasarkan
dua dimensi dasar yaitu ada tidaknya eksplorasi (krisis) dan komitmen.
Eksplorasi merupakan bagian dari identitas dan dapat dikatakan sebagai
indikator utama dari perkembangan identitas, dimana seorang individu mempelajari
atau memperdalam suatu bidang yang mereka pilih dan dapat membantu individu
dalam menemukan identitas dirinya. Menurut Waterman (Marcia, 1993), eksplorasi
(krisis) berkaitan dengan suatu periode aktivitas usaha atau keaktifan dalam bertanya
dalam
mencapai
keputusan
tentang
tujuan-tujuan,
nilai-nilai,
dan
keyakinan.
Komitmen menurut Waterman (Marcia, 1993) adalah membuat suatu bentuk
keputusan mengenai identitas serta adanya hubungan yang saling terkait dalam
aktivitas yang signifikan yang ditunjukkan oleh implementasi dari pilihan yang telah
ditetapkan. Komitmen seperti keyakinan yang menunjuk pada sebuah penentuan atau
keputusan pilihan dari berbagai kemungkinan pilihan yang membingungkan (Marcia,
1993).
Waria merupakan suatu fenomena yang menarik untuk diteliti karena dalam
kenyataannya tidak semua orang dapat mengetahui secara pasti dan memahami
mengapa dan bagaimana perilaku waria dapat terbentuk. Beberapa tahun belakangan
ini, salah satu kasus laki-laki yang mengubah dirinya menjadi perempuan dikutip Alia
Fathiyah, 2013 dalam Tempo.com. Laki-laki yang dimaksud adalah Renaldy Rahman
4
yang berubah menjadi sesosok perempuan cantik yang dikenal dengan nama Dena
Rahman.
“….Dena Rachman mulai berani mengubah penampilannya menjadi perempuan
ketika masuk Universitas Indonesia tahun 2005. Dia dikenal sebagai artis cilik
dengan lagu Ole-Ole, lagu religi Rukun dan Damai, serta pembawa acara Krucil
di SCTV. Dena juga sempat membintangi film laga Misteri Gunung Berapi dan
Karma Pala. Dia mundur dari dunia entertainment ketika masuk SMAN 6
Jakarta.”
Di era 90-an, Dena Rachman dikenal sebagai artis cilik bernama Renaldy.
Fenomena ini tidak hanya dialami oleh Dena Rachman saja, banyak sekali laki-laki
yang mengubah penampilan dirinya menjadi layaknya seorang perempuan atau
disebut dengan waria. Pada konteks yang sama, fenomena tersebut juga terjadi di
lingkungan tempat tinggal peneliti yaitu di Kota Sumedang, terdapat waria bernama
“Oki” yang sebelumnya adalah kakak kelas peneliti di Sekolah Menengah Atas
(SMA), dan peneliti ketahui sebelumnya bahwa sebelum “Oki” mengubah dirinya
menjadi waria, “Oki” adalah seorang laki-laki yang berpenampilan seperti laki-laki
biasanya yaitu berambut pendek, memakai celana dan baju laki-laki, sedangkan
“Oki” yang sekarang tampil berani dan percaya diri dengan rambut panjangnya yang
lurus, pakaian-pakaian perempuan yang ketat di badan, dan memakai sandal
perempuan atau high heels.
Selain “Oki”, peneliti juga mengenal “Euis” dan “Bronita” yang sebelumnya
bekerja di Salon yang sama dengan “Oki”. Penampilan “Euis” dan “Bronita” hampir
sama dengan “Oki” yaitu memakai pakaian-pakaian perempuan yang ketat di badan
dan memakai sandal perempuan. Hanya “Euis” yang memiliki rambut lurus sebahu,
sedangkan “Bronita” memiliki rambut panjang yang lurus. Dilihat dari usia “Euis”
adalah yang paling tua dan paling senior, lalu “Bronita”, dan yang paling muda
adalah “Oki”.
Peneliti tertarik dengan “Oki”, “Euis”, dan “Bronita” karena di Kota Sumedang
“Oki” merupakan waria yang terkenal, cantik, dan sudah mandiri. Diusianya yang
5
masih terbilang muda yaitu 25 tahun, Oki sudah ahli dalam merias wajah pengantin.
Oki juga mempunyai salon dan Wedding Organizer miliknya sendiri. Oki pun pernah
beberapa kali menjuarai lomba rias pengantin dan menjuarai pemilihan Ratu Waria
se-Jawa Barat. Kemudian “Euis” adalah waria senior di lingkungan tempat tinggal
peneliti yang juga mempunyai salon sendiri dan terkenal karena keahliannya dalam
merias wajah, pernah menjuarai lomba rias pengantin dan juga jam terbang yang
terhitung lebih lama berkecimpung di dunia salon. Lalu “Bronita” adalah waria yang
cukup terkenal juga karena keterampilannya dalam merias wajah bagus dan rapi. Saat
ini “Bronita” belum mempunyai salon sendiri, sehingga masih ikut dengan salon
milik orang lain. “Bronita” cukup dikenal juga karena kulitnya yang gelap sehingga,
terlihat berbeda dari waria yang lain di Sumedang.
Masalah mengenai sosok waria ini sangat menarik minat peneliti untuk dikaji
secara ilmiah karena fenomena waria di Indonesia sampai saat ini makin meningkat.
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengeksplorasi bagaimana proses pembentukan
identitas diri pada waria.
B.
Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah proses pembentukan identitas diri pada waria.
Proses pembentukan identitas diri yang dimaksud berpijak pada teori Marcia (1993),
yang meliputi eksplorasi (krisis) dan komitmen sebagai dua dimensi dasar untuk
mendefinisikan status seseorang dalam mencapai identitas diri.
C.
Rumusan Penelitian
Rumusan penelitian ini adalah “Bagaimanakah proses eksplorasi dan komitmen
yang dilakukan waria dalam pembentukan identitas diri sebagai waria?”.
6
D.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai “Proses
eksplorasi dan komitmen yang dilakukan waria dalam pembentukan identitas diri
sebagai waria”.
E.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1.
dapat
memberikan
sumbangan
teoritis
bagi disiplin
ilmu
psikologi,
khususnya yang berkaitan dengan psikologi perkembangan dalam kajian
mengenai proses pembentukan identitas diri pada waria.
2.
dapat memberikan sumbangan informasi bagi peneliti lain yang ingin
mengadakan penelitian-penelitian lanjutan mengenai waria, terutama yang
berkaitan dengan proses pembentukan identitas diri pada waria.
3.
dapat sebagai bahan acuan bagi kalangan yang terlibat dalam kehidupan
waria serta membantu dalam penyusunan pelatihan dan atau pemberdayaan
waria.
Download