BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semenjak krisis ekonomi menghantam Indonesia pada pertengahan 1997, kinerja pasar modal mengalami penurunan tajam bahkan diantaranya mengalami kerugian. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi investor untuk melakukan investasi di pasar modal khususnya saham, dan akan berdampak terhadap harga pasar saham di bursa. Selain itu krisis ekonomi juga menyebabkan variable – variable ekonomi , seperti Nilai Tukar, Tingkat Suku Bunga, Inflasi maupun pertumbuhan ekonomi mengalami perubahan yang cukup tajam. Suku bunga meningkat sampai mencapai angka 68,76% pertahun pada tahun 1998, demikian juga inflasi mencapai angka 77% pertahun (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, 1998). Di era globalisasi ini, hampir semua Negara menaruh perhatian besar terhadap pasar modal karena memiliki peranan strategis bagi penguatan ketahanan ekonomi dan alat penggerak perekonomian di suatu Negara. Karena pasar modal merupakan saran pembentukan modal akumulasi dana jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penggerakan dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional. Selain itu, pasar modal juga merupakan representasi untuk menilai kondisi perusahaan di suatu Negara, karena hampir semua industri disuatu negara terwakili oleh pasar modal. Terjadinya pelarian modal ke luar negeri ( capital flight ) bukan hanya merupakan dampak merosotnya nilai rupiah atau tingginya inflasi dan rendahnya 1 Universitas Sumatera Utara suku bunga di suatu Negara, tetapi karna tidak tersedianya alternative investasi yang menguntungkan di Negara tersebut , atau pada saat yang sama, investasi portofolio di bursa Negara lain menjanjikan keuntungan yang jauh lebih tinggi. Keadaan ini terjadi sebagai konsekuensi dari terbukanya pasar saham terhadap investor asing. Untuk melihat perkembangan pasar modal Indonesia salah satu indikator yang sering digunakan adalah indeks harga saham gabungan (IHSG), yang merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Indikator pasar modal ini dapat berfluktuasi seiring dengan perubahan indikator – indikator makro yang ada. Seiring dengan indikator pasar modal, indikator pasar modal juga fluktuatif. Pasar modal yang ada di Indonesia juga merupakan pasar yang sedang berkembang ( emerging market ) yang dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi makroekonomi secara umum. Krisis ekonomi yang di mulai tahun 1998 merupakan awal runtuhnya pilar-pilar perekonomian nasional Indonesia. Ini di tandai dengan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan Indonesia dalam bentuk penarikan dana besar-besaran ( rush ) oleh deposan untuk kemudian di simpan di luar negeri ( capital flight ). Tingkat suku bunga yang mencapai 70% dan depresiasi nilai tukar rupiah ( kurs ) terhadap Dollar AS sebesar 500% mengakibatkan hampir semua kegiatan ekonomi terganggu. Dampak lain dari menurunnya kepercayaan masyarakat berimbas sampai ke pasar modal. Harga-harga saham menurun secara tajam sehingga menimbulkan kerugian yang cukup signifikan bagi investor. 2 Universitas Sumatera Utara Namun, bila melihat indikator beberapa tahun terakhir ini, gejala pemulihan kepercayaan masyarakat mulai tampak. Pada Desember 2011, IHSG mencapai 3.821 dan sampai Desember 2013 telah mencapai 4.274. ini merupakan peningkatan yang cukup signifikan mengingat IHSG pada tahun 2008, 2009, 2010 baru mencapai 1.355, 2.534, dan 3.703. kemudian sepanjang periode bulan Januari – Maret 2014, PT Bursa Efek Indonesia terus menerus berupaya menciptakan pasar yang semakin likuid, wajar, teratur dan transparan. Sepanjang periode diatas, bursa telah menunjukkan prestasi yang sangat menggembirakan. Salah satunya ditunjukkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan yang berhasil mencatat rekor tertinggi pada tanggal 14 Maret 2014 di level 4.878. Banyak teori dan penelitian terdahulu yang mengungkapkan bahwa pergerakan indeks harga saham gabungan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti faktor yang berasal dari luar negeri (external) dan faktor yang berasal dari dalam negeri (internal). Faktor dari luar negeri tersebut bisa datang dari indeks bursa asing Negara lain (Dow Jones, Hang Seng, Nikkei,dll), tren perubahan harga minyak dunia, tren harga emas dunia, sentimen pasar luar negeri, dan lain sebagainya . Sedangkan faktor yang berasal dari dalam negeri bisa datang dari nilai tukar atau kurs disuatu Negara terhadap Negara lain, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi yang terjadi di Negara tersebut, kondisi sosial dan politik suatu Negara, jumlah uang beredar dan lain sebagainya. Pada umumnya bursa efek suatu Negara memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja bursa efek Negara lainnya adalah bursa efek yang tergolong maju seperti bursa amerika, jepang, inggris, dan sebagainya. Selain itu bursa efek yang berada 3 Universitas Sumatera Utara dalam satu kawasan juga dapat mempengaruhi karena letak geografisnya yang saling berdekatan seperti, indeks STI di Singapore, Nikkei di jepang, Hang Seng di hongkong, Kospi di korea selatan, KLSE di Malaysia, dan lain sebagainya, Tabel 1.1 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode Januari 2002 – Desember 2013 Tahun Indeks Harga Saham Gabungan 2002 424.94 2003 691.89 2004 1,000.23 2005 1,162.64 2006 1,805.52 2007 2,745.83 2008 1,355.41 2009 2,534.36 2010 2,756.00 2011 3,821.99 2012 4,316.69 2013 4,231.98 Sumber : Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, beberapa tahun Tabel 1.1 menunjukkan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan mengalami peningkatan pada tahun 2007, dan pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2008 Indeks Harga Saham Gabungan mengalami penurunan yang sangat drastis di tingkat 1,355.41 penurunan ini diakibatkan krisis keuangan global dan kasus gagal bayar saham group bakrie. Pada tahun – tahun selanjutnya Indeks Harga Saham Gabungan 4 Universitas Sumatera Utara Mengalami kenaikan sampai tahun 2012 yang mencapai 4,316.69 dan pada akhirnya di tahun 2013 Indeks Harga Saham gabungan kembali menurun di tingkat 4,231.98 pada tahun 2013 hanya sedikit penurunan tidak seperti pada tahun 2008 yang mengalami penurunan sampai dengan 50%, penurunan di tahun 2013 diakibatkan Serangan global ini lebih kepada perbaikan ekonomi AS, penutupan (shut down) Pemerintah AS,thefed. serta rencana tapering off yang dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat. Imbas dari "serangan" ekonomi global pun berdampak pada laju nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Pada awal 2013, mata uang Garuda ini mulai dibuka di level Rp9.600-an per USD dan kini tersungkur. Tersungkur di level Rp.12.200 per USD. Tidak hanya Rupiah yang terus melemah, pasar saham di Indonesia pun terguncang. Indeks Harga Saham Gabungan memasuki masa suram, di bawah level 4.500 bahkan berkutat di level 4.100-4.200, pelemahan ini memang tidak terlepas selain serangan ekonomi global, akan tetapi juga di dorong dengan defisitnya transaksi berjalan (current account deficit) akibat impor BBM dan minyak mentah yang tinggi. 5 Universitas Sumatera Utara Tabel 1.2 Kurs Tengah Rp Terhadap Dolar Amerika Periode Januari 2002 – Desember 2013 Tahun Kurs Tengah Rp Terhadap US$ 2002 10,330 2003 8,465 2004 9,290 2005 9,830 2006 9,020 2007 9,419 2008 10,950 2009 9,400 2010 8,991 2011 9,068 2012 9,670 2013 12,189 Sumber : Bank Indonesia (www.bi.go.id) Tabel 1.2 menunjukkan pada tahun 2002 nilai tukar rupiah melemah terhadap US Dollar, namun pada tahun 2003 nilai tukar Rupiah mulai menguat dan stabil sampai dengan tahun 2007 , pada tahun 2008 rupiah kembali melemah menjadi 10,950 , sejalan dengan melemahnya kurs rupiah kinerja pasar modal pun mulai menurun dimana pada akhir 2008, Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek 6 Universitas Sumatera Utara Indonesia menurun sampai dengan 50% menjadi 1,355.41 dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya . Tabel 1.3 Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI Periode Januari 2004 – desember 2013 Tahun Tingkat Suku Bunga SBI (%) 2004 7,43 2005 12,75 2006 9,75 2007 8,00 2008 10,83 2009 7,28 2010 6,31 2011 5,03 2012 4,80 2013 7,21 Sumber : Bank Indonesia (www.bi.go.id) Semankin rendah Tingkat Suku Bunga SBI sampai batas tertentu maka orang akan cenderung mencari alternative investasi lain yang dianggap menguntungkan, salah satunya beralih ke investasi saham , sehingga semankin rendah tingkat suku bunga SBI , maka Indeks Harga Saham Gabungan akan semankin meningkat . IHSG merupakan cerminan kegiatan pasar modal secara umum. Peningkatan IHSG menunjukkan kondisi pasar modal sedang Bullish, sebaliknya jika menurun 7 Universitas Sumatera Utara menunjukkan pasar modal sedang Bearish. Untuk itu, seorang investor harus memahami pola perilaku harga saham dipasar modal. Dalam penelitiannya Lee (1992) telah ditemukan bahwa perubahan tingkat bunga (interest rate) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham. Sementara itu artikel yang ditulis oleh Moradoglu (2000), dikemukakan bahwa penelitian tentang perilaku harga saham telah banyak dilakukan, terutama dalam kaitannya dengan variable makroekonomi, diantaranya Chen (1986), Geske and Roll (1983), dan Farma (1981). Hasil penelitian mereka mengatakan bahwa harga saham dipengaruhi oleh fluktuasi makroekonomi. Beberapa variable makroekonomi yang digunakan antara lain : tingkat inflasi, nilai tukar, indeks produksi industri, dan harga minyak. Ajayi dan Mougoue (1996) juga menggunakan variable makroekonomi nilai tukar dan harga saham. Mereka meneliti hubungan dinamis antara harga saham dan nilai tukar pada “Delapan Besar” pasar saham, yaitu : Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris, dan Amerika serikat dengan menggunakan bevariate error correction model. Hasil penelitian mereka menunjukkan hubungan yang signifikan antara nilai tukar dan harga saham (pasar modal dan pasar uang). Hasil ini kemudian didukung juga oleh sudjono (2002) serta sitinjak dan kurniasari (2003) bahwa nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IHSG. Selanjutnya Gupta (2000) yang mengadakan penelitian di Indonesia dengan menggunakan data periode 1993 – 1997 menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan kausalitas antara tingkat suku bunga, nilai tukar, dan harga saham. Hasil ini bertolak belakang dengan sitinjak dan kurniasari (2003) yang menemukan bahwa nilai tukar 8 Universitas Sumatera Utara dan tingkat suku bunga indonesia SBI berpengaruh terhadap IHSG. Namun saadah dan Panjaitan (2006) kembali menunjukkan bahwa tidak ada interaksi dinamis yang signifikan antara harga saham dan nilai tukar. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dimana masih menunjukkan hasil yang kontradiktif, maka peneliti tertarik untuk menelaah lebih lanjut mengenai variable makroekonomi apakah yang sebenarnya berpengaruh terhadap IHSG dari perusahaan listing di Bursa Efek Indonesia. Oleh karna itu, dalam skripsi peneliti mengambil judul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/US Dollar dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011 – 2013”. 1.2. Perumusan Masalah Dalam penelitian ini mencakup bidang ilmu pengetahuan ekonomi akuntansi, khususnya yang membahas tentang pasar modal yang didalamnya mencakup variable makroekonomi yang terdiri dari nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga SBI, serta IHSG. Dimana dalam penelitian ini, nilai tukar Rupiah/US Dollar dan tingkat suku bunga SBI sebagai variable independen dan IHSG sebagai variable dependen. Peneliti menggunakan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, dengan alasan bahwa selama ini US Dollar merupakan mata uang Internasional (paling stabil) di dunia. Selain itu, US Dollar merupakan mata uang Internasional yang terkuat, sehingga banyak Negara ataupun perusahaan yang melakukan transaksi dengan menggunakan mata uang ini (Dollar AS). 9 Universitas Sumatera Utara Variable independen kedua adalah SBI. SBI merupakan salah satu variable makroekonomi yang keberadaannya berpotensi mempengaruhi kegiatan perdagangan di lantai bursa yang tercermin dari besaran IHSG. IHSG sendiri merupakan salah satu indikator pasar modal yang sering kali dijadikan acuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kegiatan di bursa efek. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dari penelitian yang penulis ambil adalah apakah Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Suku Bunga SBI berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan baik secara simultan maupun secara parsial di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tahun 2011 – 2013. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan peneliti membuat penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Suku Bunga SBI berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan baik secara simultan maupun secara parsial di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2011 – 2013. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terutama investor sebagai bahan pertimbangan yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan investasi dipasar modal. 10 Universitas Sumatera Utara 1. Bagi Investor dan Emiten Bagi investor dan emiten yang tercatat di BEI, hasil dari penelitian ini dapat membantu mereka dalam menentukan apakah akan menjual, membeli, ataukah menahan saham yang mereka miliki berkenaan dengan perubahan kurs rupiah terhadap Dollar AS dan tingkat suku bunga SBI. Karena kesalahan dalam menentukan dan menerapkan strategi perdagangan dipasar modal, akan berakibat buruk bagi perusahaan atau investor sehingga dapat mengalami kerugian apabila kurs Rupiah/US Dollar dan suku bunga SBI memang benar-benar berpengaruh terhadap IHSG. 2. Bagi Pemerintah Dengan diketahuinya dampak dari kurs Rupiah/US Dollar dan tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG, maka pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan kurs Rupiah/US Dollar dan Tingkat Suku Bunga SBI sehingga pengaruh yang telah atau akan terjadi dapat diantisipasi dan ditangani dengan sebaik-baiknya. 3. Bagi Peneliti dan Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat membuka cakrawala baru. Bahwa faktor-faktor ekonomi makro juga berpotensi mempengaruhi kinerja bursa saham, jadi tidak hanya faktor-faktor internal bursa itu sendiri saja. Bagi peneliti selanjutnya, hasil dari penelitian ini bisa dijadikan dasar dan juga bisa dikembangkan secara luas 11 Universitas Sumatera Utara lagi dengan mengambil faktor-faktor ekonomi yang lain, selain kurs rupiah dan suku bunga SBI. 12 Universitas Sumatera Utara