BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pembelajaran yang Bermutu Dalam Administrasi Pendidikan 1. Konsep Mutu Mutu adalah keinginan pelanggan yang mungkin selama ini paling kurang dikelola. Mutu adalah suatu terminologi yang dapat diartikan dengan berbagai cara dimana setiap definisi bisa didukung oleh argumentasi yang sama baiknya. Secara luas mutu dapat diartikan sebagai karakteristik dari produk atau jasa yang memuaskan kebutuhan konsumen atau pelanggan. Beberapa pendapat mengenai mutu yang diungkapkan oleh para ahli mutu dan pemikiranya sebagai definisi mutu kita perlu mengetahui definisi mutu produk yang disampaikan oleh lima pakar Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Berikut ini definisi-definisi tersebut: a. Juran (Widjaja, 1993:58), mendefinisikan mutu sebagai “fitness for use” berarti bahwa pemakaian suatu produk atau jasa harus dapat dipenuhi seperti apa yang mereka butuhkan/inginkan. b. Philip Crosby (Tim Dosen Administrasi Pendidikan, 2009:298) mengemukakan bahwa ada 4 prinsip mutu, yaitu: 1) Quality is defined as conformance to requirements, not “goodness”. (Mutu didefinisikan sebagai kesesuaian dengan tuntutan, bukan “kebaikan”). 2) The system for delivering quality is the prevention of poor-quality through process control, not appraisal or correction. (Sistem untuk mengantarkan/mencapai mutu 24 25 adalah pencegahan terhadap mutu yang rendah melalui proses pengawasan, bukan penilaian atau koreksi). 3)The performance standard is zero defects, not “that’s close enough.” (Standar perporma adalah tidak ada kesalahan, bukan “hal itu hampir mendekati.”) 4) The measurement of quality is the price of noncoformance, not indexes. (Pengukuran mutu adalah harga dan ketidakseragaman, bukan indeks-indeks). c. Deming (Nasution, 2005), menyatakan bahwa mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Perusahaan harus benarābenar memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas produk yang dihasilkannya. d. Edward Salis (Dadang Suhardan, 2006:77), menyatakan bahwa mutu dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang melebihi kepuasan dan keinginan konsumen. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Tampubolon (2001) memberikan definisi mutu adalah “paduan sifat-sifat produk yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan atau kebutuhan yang tersirat, masa kini dan masa depan”. Mutu tersebut absolut, dan dilain pihak mutu dapat berarti kemampuan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang disebut mutu relatif. Mutu absolute juga mengandung arti sifat terbaik itu tetap atau tahan lama, tidak semua orang dapat memiliki, dan eksklusif. Mutu yang absolute kerap dipahami dengan pemahaman yang misalnya tempat yang mahal seperti hotel berbintang. Produk yang bermutu merupakan produk yang dibuat secara sempurna dan mahal. Mutu relatif selalu berubah sesuai dengan 26 perubahan pelanggan, dan sifat produk selalu berubah sesuai dengan keinginan masyarakat. Didefinisikan demikian karena mutu memenuhi spesifikasi yang ada. Mutu merupakan sebuah cara yang menentukan Akan tetapi pada dasarnya mutu atau kualitas dapat disamakan persepsinya melalui yang dikemukakan oleh Nasution (2005:1), sebagai berikut : a. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan b. Kualitas mencakup produk, tenaga, kerja, proses, dan lingkungan. c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap memerlukan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang). Konsep kualitas menurut Dadang Suhardan (2006: 76) “kualitas bukan suatu yang dapat dicapai dengan mudah, melainkan sebuah tanggung jawab yang harus dilakukan secara simultan oleh semua orang dalam semua organisasi, pada setiap waktu”. Karena mutu didasari oleh tiga konsep yaitu Quality assurance, yang ditentukan standar dan persyaratanya oleh para ahli, Contract conformance standar kualitas disepakati bersama ketika adanya negosiasi, dan yang ketiga Costumer driven merujuk kepada kualitas berdasarkan kepada kebutuhan pelanggan, karena dalam hal ini mutu merupakan pemenuhan keinginan pelanggan. Mutu juga memiliki syaratsyarat tertentu menurut Garvin yang dikutip oleh Tjiptono dan Diana (2001: 27) yaitu: a. Performance, kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri atau karakteristik operasi dalam suatu produk. b. Feature, ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi pelanggan. 27 c. Realibility, yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena kehandalanya atau karena kemungkinan rusaknya rendah. d. Conformance, kesesuaian produk dengan syarat atau ukutan tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan oprasi memenuhi standar yang telah ditetapkan. e. Durability, tingkat keawetan produk atau lama umur produk. f. Serviceability, kemudahan produk itu bila akan diperbaiki atau kemudahan memperoleh komponen produk tersebut. g. Aestheti, keindahan atau daya tarik produk. h. Perception, fanatisme konsumen terhadap merek produk tertentu karena citra atau reputasi produk itu. Setiap orang selalu mengharapkan bahkan menuntut mutu dari orang lain. Benda dan jasa sebagai produk dituntut mutunya, sehingga orang lain yang menggunakan puas karenanya. Dengan demikian, mutu adalah paduan sifat-sifat dari barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Produk dan jasa adalah hasil yang diproduksi karena ada yang memerlukan. Orang yang membuat produk atau jasa disebut penghasil produk atau jasa, sedangkan orang yang memerlukan produk atau jasa itu disebut pelanggan. 2. Konsep Pembelajaran Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 menyatakan bahwa: “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Berdasarkan konsep tersebut, dalam kata pembelajaran terkandung dua kegiatan yaitu belajar dan mengajar. Kegiatan yang berkaitan dengan upaya membelajarkan siswa agar berkembang potensi intelektual yang ada pada dirinya. Ini berarti bahwa pembelajaran menuntut terjadinya komunikasi antara 28 dua arah atau dua pihak yaitu pihak yang mengajar yaitu guru sebagai pendidik dengan pihak yang belajar yaitu siswa sebagai peserta didik. Senada dengan pengertian pembelajaran di atas, E. Mulyasa (2002:100) mengemukakan bahwa: “Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik”. Sementara Daeng Sudirwo (2002:31) juga berpendapat bahwa: “pembelajaran merupakan interaksi belajar mengajar dalam suasana interaktif yang terarah pada tujuan pembelajaran yang telah ditentukan”. Berdasarkan ketiga konsep tentang pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang terarah pada tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu. (Nana Sudjana, 1989:28). Sejalan dengan konsep di atas Cronbach (Moch Surya, 1979:28) menyatakan, “Learning may be defined as the process by with a relatively enduring change in behaviour occurs as result of experience or practice”. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa indikator belajar ditujukan dengan perubahan dalam tingkah laku hasil dari pengalaman. 29 Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal yang menjadi hakikat belajar yaitu sebagai berikut: 1. Belajar merupakan suatu proses, yaitu merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai sejak lahir dan terus berlangsung seumur hidup. 2. Dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen 3. Hasil belajar ditujukan dengan aktivitas-aktivitas tingkah laku secara keseluruhan. 4. Adanya peranan kepribadian dalam proses belajar antara lain aspek motivasi, emosional, sikap dan sebagainya. Pembelajaran (instruction), merupakan akumulasi dari konsep mengajar (teaching) dan konsep belajar (learning). Penekanannya pada perpaduan antara. keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek didik. Konsep tersebut dapat dipandang sebagai suatu sistem, sehingga dalam sistem belajar ini terdapat komponen?komponen siswa atau peserta didik, tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas dan prosedur serta alat atau media yang harus dipersiapkan. Learning System menyangkut pengorganisasian dari perpaduan antara manusia, pengalaman belajar, fasilitas, pemeliharaan atau pengontrolan, dan prosedur yang mengatur interaksi perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan. Demikian halnya juga dengan learning system, dimana komponen perencanaan mengajar, bahan ajar, tujuan, materi dan metode, serta penilaian dan langkah mengajar akan berhubungan dengan aktivitas belajar untuk mencapai tujuan. 30 3. Pembelajaran yang Bermutu Dalam bidang pendidikan upaya peningkatan mutu difokuskan kepada mutu proses pendidikan. Inti dari proses pendidikan adalah pembelajaran peserta didik. Proses pembelajaran ini mencakup sejumlah unsur utama yang mendasar yang membentuk mutu pembelajaran. Unsur-unsur utama dalam itu adalah : tujuan pembelajaran, isi kurikulum, guru, sarana dan prasarana, dana, manajemen dan evalauasi. (M. Gaffar G, 1992: 12) Konteks mutu dalam pendidikan berkaitan erat dengan kualitas jasa atau layanan. Walaupun mutu jasa sulit di aplikasikan dalam dunia pendidikan namun akan diadaptasi dalam kependidikan. Karena apabila terjadi adanya kerusakan dalam mutu produk tidak akan sama yang terdapat dalam mutu jasa. Perbedaan antara jasa dan barang, jasa bentuknya berhubungan langsung dengan yang menggunakannya sehingga sangat dibutuhkan hubungan dekat dengan pelanggan. Jasa dikonsumsi langsung oleh pelanggan ketika jasa itu langsung diberikan. Karena bentuk dari jasa berhubungan langsung dengan penerimanya maka apabila adanya kerusakan tidak bisa diperbaiki. Karena standar jasa dari awal harus selalu baik. Pelayanan jasa dapat dikatakan berhasil jika operasional dilandasi dengan keinginan dan harapan pelanggan yang terpenuhi. Dadang Suhardan (2006: 80). Bahwa jasa terdapat dalam 8 komponen: “Dimensi kulitas pada jasa atau layanan terdiri dari: kepercayaan (reliability), kepastian (assurance), kemudahan (access), komunikasi (communication), kepekaan (responsiviness), kesopanan (courtecy), memiliki sikap, perasaan dan pikiran yang sama dengan orang lain (empathy), nyata (tanggible)”. 31 Gambar 2.1 Dimensi Kualitas Jasa Ada 5 faktor dominan atau penentu kualitas jasa yang diadaptasi dari Zeithaml, Berry dan Parasuraman dalam Tijptono dan Diana (2002) yaitu: a. Realibility (kepercayaan), memberikan jasa yang diberikan sesuai dengan yang dijanjikan terpercaya, dan konsisten dengan pelayanan yang diberikan. b. Responsiveness (kepekaan), berkenaan dengan kepekaan yang berhubungan dengan kebutuhan pelanggan, yang berarti pula cepat memberikan respon terhadap permintaan pelanggan, berkomunikasi dengan baik dan benar. c. Assurance (kepastian) adanya kepercayaan dari pelangan terhadap janji yang diberikan oleh pihak pemeberi jasa. 32 d. Empaty (empati) adanya perhatian terhadap semua pelanggan, melayani pelanggan dengan ramah dan baik. e. Tangible (Penampilan) mulai dengan penampilan dari segi fisik maka pelanggan akan tertarik terhadap jasa yang ditawarkan, ini terkait dengan estetika. Pendidikan berkaitan dengan kualitas jasa. Jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik. Sementara itu ada ahli lain yang memberikan penjelasan mengenai jasa adalah sesuatau yang tidak berwujud, tidak seperti produk yang berwujud jasa bukan barang fisik, tetapi sesuatu yang menghadirkan kegiatan atau perbuatan. Kehadirannya ini umumnya dilakukan atas dasar personal sering berhadap-hadapan langsung antara individu. Dari pengertian tentang jasa, dapat dikatakan bahwa jasa, mempunyai beberapa karkteristik. Karekteristik jasa antara lain : a. Intangibility (tidak berwujud), artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium,didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Bila barang merupakan suatu objek, alat, material, atau benda; maka jasa justru merupakan perbuatan, (performance), atau usaha. tindakan, pengalaman, proses, kinerja 33 b. Inseparability (tidak dapat dipisahkan), kegiatan jasa tidak dapat dipisahkan dari pemberi jasa, baik perorangan ataupun organisasi serta perangkat mesin/teknologi. c. Variability (berubah-ubah/aneka ragam), bahwa kualitas jasa yang diberikan oleh manusia dan mesin/peralatan berbeda-beda, tergantung pada siapa yang memberi, bagaimana, memberikannya, serta waktu dan tempat jasa tersebut diberikan. d. Perishability (tidak tahan lama), bahwa jasa tidak bisa disimpan untuk kemudian dijual atau digunakan, sehingga pada dasarnya jasa langsung dikonsumsi pada saat diberi. Mutu pendidikan sangat khas karena pendidikan merupakan proses yang menghasilkan layanan. Mutu dalam intitusi pendidikan berhubungan dengan adanya kemampuan baik secara teknis maupun secara profesional dari pengelola dalam proses belajar. Manajemen mutu terpadu dalam pendidikan ada beberapa pokok yang perlu doperhatikan diadaptasi dari Edward Salis: Perbaikan secara terusmenerus (Continuous improvement) yang berarti penglolaan dalam pendidikan melakukan beberapa perbaikan dan peningkatan dari semua komponen yang mendukung pendidikan dalam standar yang telah ditetapkan. Menentukan standar mutu (quality assurance) konsep yang digunakan untuk menentukan standar mutu dalam proses atau lulusan dari intansi pendidikan standar mutu proses pembelajaran juga terdapat didalamnya. Perubahan kultur (change of culture) konsep ini bertujuan 34 membentuk mutu bagian dalam komponen organisasi. Perubahan organisasi (update-down organization) perubahan suatu organisasi sangat mungkin terjadi. Dan yang terakir yaitu mempertahankan hubungan dengan pelanggan (keeping close to the customer) dalam organisasi memerlukan hubungan dengan pelanggan maka dalam hal ini perlu dipertahankan hubungan baik dengan pelanggan. Pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem yang dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem menurut Nasution (2005:41) adalah: “seperangkat komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu”. Mutu pembelajaran dapat dilihat dari interaksi siswa dengan sumber belajar, maupun interaksi siswa dengan guru. Interaksi yang bermutu adalah sesuatu yang menyenangkan dan menantang. Pembelajaran yang pada hakekatnya merupakan proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik. Pelaksanaan pembelajaran di kelas merupakan aktivitas yang menjadi sentral pendidikan di sekolah. Pembelajaran merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Dalam mutu pembelajaran, ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yakni aspek mutu hasil (lulusan) dan aspek proses untuk mencapai hasil tersebut. Sistem menurut Nasution (2005:41) adalah: “seperangkat komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu”. 35 Pengertian mutu proses pembelajaran mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Proses pendidikan yang bermutu melibatkan input seperti siswa, guru, metode, kurikulum, sarana, lingkungan dan pengelolaan pembelajaran yang baik. Mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan. Pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem yang dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Mutu pembelajaran, tentunya berhubungan dengan proses belajar mengajar yang di dalamnya terdiri dari unsur siswa dengan guru. Nasution (2005:43) mengemukakan bahwa: “proses suatu sistem dimulai dari input (masukan) kemudian diproses dengan berbagai ativitas dengan menggunakan teknik dan prosedur, dan selanjutnya menghasilkan output (keluaran), yang akan dipakai oleh masyarakat lingkungannya.” Aktivitas suatu sistem tersebut diragakan oleh gambar berikut: Gambar 2.2 Cara Kerja Sistem Berkaitan dengan komponen-komponen yang membentuk sistem pendidikan, Nana Syaodih S.dkk (2006:7), mengemukakan bahwa komponen input diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) raw input, yaitu siswa yang meliputi intelek, fisik-kesehatan, sosial-afektif dan peer group. 36 (2) Instrumental input, meliputi kebijakan pendidikan, program pendidikan (kurikulum), personil (Kepala sekolah, guru, staf TU), sarana, fasilitas, media, dan biaya, dan (3) Environmental input, meliputi lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, masyarakat, dan lembaga sosial, unit kerja. Komponen proses menurut Nana Syaodih S.dkk (2006), meliputi pengajaran, pelatihan, pembimbingan, evaluasi, ekstrakulikuler, dan pengelolaan. Output meliputi pengetahuan, kepribadian dan performansi. Berdasarkan pendapat Nana Syaodih di atas, dapat diketahui bahwa proses pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem pendidikan yang dapat menentukan keberhasilan pembelajaran dan mutu pendidikan. Oleh karena itu untuk memperoleh mutu pendidikan yang baik, diperlukan proses pembelajaran yang berkualitas pula. Sudarwan Danim (dalam Anisya, 2008:22) “Mutu pembelajaran adalah kemampuan sumber daya sekolah dalam menstransformasikan berbagai masukan dan situasi untuk mencapai derajat nilai tertentu bagi peserta didik.” Nana Syaodih, dkk (2006:7) yang mengungkapkan bahwa: Mutu pendidikan atau mutu sekolah tertuju pada mutu lulusan. Merupakan sesuatu yang mustahil, pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu, jika tidak melalui proses pendidikan yang bermutu pula. Merupakan sesuatu yang mustahil pula, terjadi proses pendidikan yang bermutu jika tidak didukung oleh faktor-faktor penunjang proses pendidikan yang bermutu pula. Dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai penjabaran lebih lanjut dari 37 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalamnya memuat tentang standar proses. Dalam Bab I Ketentuan Umum SNP, yang dimaksud dengan standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Bab IV Pasal 19 Ayat 1 SNP lebih jelas menerangkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemampuan sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik. Mutu pembelajaran dapat dikatakan sebagai gambaran mengenai baikburuknya hasil yang dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Sistem selanjutnya tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses pembelajaran yang berlangsung hingga membuahkan hasil. Berkaitan dengan pembelajaran yang bermutu, Pudji Muljono (2006:29) menyebutkan bahwa konsep mutu pembelajaran mengandung lima rujukan, yaitu: “(1) kesesuaian, (2) daya tarik, (3) efektivitas, (4) efisiensi dan (5) produktivitas pembelajaran”. Pemikiran tentang mutu pendidikan dapat ditemukan dalam berbagai jenis sesuai dengan sudut pandangnya para ahli melihat mutu pendidikan dari tiga perspektif, yaitu perpektif ekonomi, sosiologi dari pendidikan. Berdasarkan persektif ekonomi, pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mempunyai kontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi 38 lulusan pendidikan langsung dapat memenuhi angkatan kerja diberbagai sektor ekonomi. Lalu berdasarkan perspektif sosiologi, pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang bermanfaat terhadap seluruh masyarakat, dilihat dari berbagai kebutuhan masyarakat seperti mobilitas sosial, perkembangan budaya perkembangan kesejahteraan dan pembebasan kebodohan. Sedangkan menurut persektif pendidikan melihat mutu pendidikan dari sisi pengadaan dari proses belajar mengajar dan dari segi kemampuan lulusan dalam hal memecahkan maslah dan berfikir kritis. Selain itu Sallis (1993:24) menyarankan agar pendidikan dipandang sebagai industri jasa dan usaha memenuhi kebutuhan peserta didik harus menjadi fokus utama dalam mengelola mutu, sekalipun demikian menurutnya tidak berarti harus mengabaikan pandangan-pandangan dari kelompok pelanggan yang lain. Dari beberapa pandangan tentang mutu pendidikan yang dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa mutu atau kualitas merupakan sesuatu hasil dari kegiatan evaluasi atau penilaian para penghasil atau dari pihak pemakai. Agar derajat kualitas sesuatu itu dapat ditetapkan maka, atribut-atribut sesuatu beserta standar atau kriteria-kriteria mutu terlebih dahulu ditentukan. Mutu atau kualitas pendidikan ini bersifat multidimensi yang meliputi aspek-aspek input, proses dan keluaran (hasil atau dampak). Oleh karena itu indikator atau standar mutu pendidikan dikembangkan dari aspek input, output, proses dan keluaran. 39 Sejalan dengan itu Adams dan Chapman (2002) dalam Bastian (2007:184) mendefinisikan mutu pendidikan sebagai target khusus dari tujuan pendidikan. Sanusi (1994) menyebutkan tiga dimensi mutu pendidikan khusus mutu pembelajaran yaitu : - Dimensi mutu mengajar yang sangat terkait dengan faktor-faktor kemampuan dan profesionalitas guru, sehingga kajian terhadap mutu pendidikan berarti kajian masalah mutu guru dan mutu proses pendidikan. - Dimensi bahan ajar, yang berbicara masalah kurikulum dalam arti sejauh mana kurikulum suatu institusi pendidikan relevan dengan kebutuhan anak di masyarakat dan kebutuhan lingkungan pendidikan yang berubah demikian cepat - Dimensi hasil belajar, yang terakhir ini mencakup baik perolehan nilai-nilai hasil belajar maupun dalam cakupan yang luas, yaitu perolehan lapangan pekerjaan dan sekaligus perolehan pendapatan setiap lulusan. Dalam penelitian ini fokus mutu proses pembelajaran adalah mutu kegiatan yang dilaksanakan guru dan siswa dalam proses optimalisasi masing-masing peran, yang mencakup perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian yang dilaksanakan selama pelajaran berlangsung yang dinyatakan dalam bentuk persentase kehadiran guru dalam mengelola pembelajaran, nilai perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dari kepala sekolah atau pengawas. 4. Indikator Mutu Pembelajaran Nanang Fatah (2009:108) mengatakan bahwa kualitas atau mutu pendidikan disekolah akan sangat ditentukan oleh faktor pembiayaan 40 pendidikan, baik dalam besarnya pengalokasian yang tepat, maupun pemanfaatan realisasi biaya yang mengarah kepada kebutuhan proses pembelajaran. Kemampuan pengelolaan mutu guru, mutu alat, mutu bahan, dan mutu siswa akan berkaitan satu sama lain dalam proses pembelajaran disekolah. Ketersediaan komponen-komponen tersebut akan menciptakan kondisi yang baik untuk proses pembelajaran dan pada gilirannya akan berpengaruh dan memberikan kontribusi dalam pencapaian prestasi belajar siswa. Dan menurut Nanang Fatah (2009:113) menyatakan bahwa proses pembelajaran diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam proses optimalisasi, masing-masing peran yang mencakup kehadiran tatap muka (estimasi waktu), aktivasi KBM, diskusi/tanya jawab, pemanfaatan buku dan alat-alat pelajaran (optimalisasi sumber-sumber belajar), yang dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung. Berdasarkan hal tersebut, indikator untuk mengukur mutu pembelajaran yang efektif yaitu antara lain sebagai berikut : 1. Efisiensi Waktu Efisiensi waktu turut menentukan kualitas belajar siswa yang sekaligus mempengaruhi prestasi belajarnya. Dengan sub indikator, yaitu : - Ketepatan kehadiran tatap muka guru dengan murid 2. Optimalisasi Sumber Belajar Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga 41 mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Dengan sub indikator, yaitu : - Aktivasi kegiatan belajar mengajar - Adanya diskusi dan tanya jawab guru dengan murid - Pemanfaatan buku atau bahan ajar - Pemanfaatan alat-alat pelajaran 3. Pelaksanaan Evaluasi Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, gurunakan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik. Dengan sub indikator, yaitu: - Teknik penilaian yang diberikan - Evaluasi pembelajaran 4. Frekuensi Bimbingan Belajar Carroll dalam Syamsudin (1983:84) berasumsi bahwa, jika setiap siswa diberi kesempatan bimbingan belajar dengan waktu yang sesuai yang dibutuhkan oleh masing-masing peserta didik, maka mereka akan mampu mencapai tarap penguasaan yang sama. Oleh karena itu, tingkat penguasaan belajar merupakan fungsi dari proporsi jumlah waktu yang disediakan guru, dengan jumlah waktu yang diperlukan peserta didik untuk belajar. Dengan sub indikator, yaitu : - Lamanya proses belajar mengajar. 42 Berdasarkan hal diatas, maka efektifitas penyelenggaraan pendidikan akan menghasilkan kualitas pendidikan yang diharapkan sesuai dengan visi, misi dan tujuan dari suatu sistem pembelajaran yang diselenggarakan dilingkungan sekolah. B. Konsep Manajemen Pembiayaan dalam Administrasi Pendidikan 1. Konsep manajemen pendidikan a. Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur, mengurus atau mengelola. Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat, dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu oleh Luther Gulick (1963) karena manajemen dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Dikatakan sebagai kiat oleh Marry Parker Follet (1968) karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas. Dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional dituntun oleh suatu kode etik. Berdasarkan beberapa pengertian yang diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai 43 tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumber daya lainnya. b. Fungsi-Fungsi Manajemen Menurut Henry Fayol (1916) fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut : a. b. c. d. e. Perencanaan ( planning). Pengorganisasian (organizing) Pemberian Printah (commanding) Pengkoordinasian (coordinating) Pengawasan (controlling) Menurut Goerge R. Terry (1960), dalam bukunya yang berjudul Principle of Management, Terry mengklasifikasikan fungsi-fungsi manajemen itu sebagai berikut: a. b. c. d. Planning (Perencanaan) Organizing (Pengorganisasian) Actuating (Penggerakan) Controlling (Pengawasan) Dari dua rumusan fungsi-fungsi manajemen diatas, orang dapat memilih salah satu fungsi manajemen yang cocok dengan pekerjaan yang akan dikerjakan. Dalam proses kegiatan manajemen pelatihan fungsifungsi manajemen itu sebagai pedoman untuk setiap langkah pelaksanaan pekerjaan. Langkah-langkah ini sebagai alat untuk mengataur segala sumber daya yang ada didalam lingkungan pendidikan. c. Prinsip-prinsip manajemen Prinsip utama manajemen yaitu efisien dan efektif dalam mencapai hasil tujuan yang telah ditetapkan atau direncanakan. Menurut Nanang Fattah (2000:33), ada beberapa prinsip manajemen diantaranya yaitu : 44 1) Prisip manajemen berdasarkan sasaran (MBS) merupakan teknik manajemen yang membantu memperjelas dan menjabarkan tahapan tujuan organisasi 2) Prinsip manajemen berdasarkan oarng, merupakan suatu konsep manajemen modern yang mengkaji dimensi perilaku, dimensi sistem dalam kaitannya dengan perubahan dan pengembangan organisasi. 3) Prinsip manajemen berdasarkan informasi, dalah perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan merupakan kegiatan manajerial yang pada hakekatnya merupakan pengambilan keputusan. Semua kegiatan tersebut membutuhkan informasi. d. Manajemen Pendidikan Istilah manajemen seringkali disamakan dengan istilah administrasi dalam suatu lingkungan persekolahan atau pendidikan. Berkaitan engan itu, terdapat tiga pandangan yang berbeda; pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi ; ketiga, terdapat pandangan yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi. (Mulyasa, 2002:19). Dalam berbagai kepentingan, pemakaian kedua istilah tersebut sering digunakan secara bergantian. Berdasarkan fungsi dan pokoknya istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama. Gaffar (1989) dalam E. Mulyasa (2000:19), mengemukakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sistemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Manajemen pendidikan juga dapat diatikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses 45 pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka panjang, menengah, maupun tujuan jangka pendek. Manajemen pendidikan menurut Engkoswara (2001:2) ialah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta di dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama. Sedangkan menurut Oteng Sutisna (1993), istilah manajemen sama artinya dengan administrasi. Maka, pengelolaan pendidikan dapat diartikan sebagai upaya untuk menerapkan kaidah-kaidah administrasi dalam bidang pendidikan. Sementara itu, menurut Sondang P. Siagian (1983) dalam Djam’an S. Dan R Hermawan (2003:1) mendefinisikan pengertian administrasi sebagai keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berdasarkan pengertian administrasi yang telah dijelaskan diatas, administrasi mengandung makna adanya : 1. Tujuan yang mesti dapat direalisasikan guna kepentingan lembaga, individu ataupun kelompok. 2. Keterlibatan personil, material dan juga finansial dalam posisinya yang saling mendukung satu sama lain saling memerlukan dan juga saling melengkapi. 46 3. Proses yang terus menerus dan berkesinambungan yang mulai dari hal yang kecil dan sederhana sampai kepada hal yang besar dan rumit 4. Pengawasan atau kontrol guna keteraturan, keseimbangan dan keselarasan. 5. Tepat guna dan berhasil guna supaya tidak terjadi penghamburan waktu, tenaga, biaya dan juga fasilitas agar dapat mencapai keberhasilan dan produktivitas yang cukup memadai. 6. Hubungan manusiawi yang menempatkan manusia sebagai unsur utama dan terhormat serta memiliki kepentingan didalamnya (Djam’an S. Dan R. Hermawan, 2003:2). Dalam kerangka inilah tumbuh kesadaran akan pentingnya manajemen berbasis sekolah, yang memberikan kewenangan penuh kepada kepala sekolah dan guru dalam mengatur pendidikan dan pengajaran, merencanakan, mengorganisasi, mengawasi, mempertanggungjawabkan, mengatur, serta memimpin sumber- sumber daya insani serta barang-barang untuk membantu pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan sekolah. Manajemen berbasis sekolah juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik, guru-guru, serta kebutuhan masyarakat setempat. Untuk itu perlu dipahami fungsi-fungsi pokok manajemen yaitu : perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pembinaan dan pengevaluasian. 47 Dimana dalam prakteknya fungsi-fungsi tersebut merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Sebelum diterapkan dalam bidang atau objek tertentu, administrasi dapat dilihat dari sudut pandang proses, fungsi, dan lembaga. Dari sudut proses, pengertian administrasi dapat dikatakan sebagai suatu keseluruhan tingkatan yang mesti dilaksanakan yang mulai dari proses pengambilan keputusan, penentuan tujuan, pembagian tugas, dan juga pelaksanaan tugas yang harus dikerjakan sampai kepeda pencapaian tujuan yang telah dirumuskan tahap penentuan tujuan dapat direalisasikan. Sementara dari sudut fungsi pengertian administrasi dapat dikatakan sebagai suatu tugas atau pekerjaan yang mesti dilaksanakan oleh individu atau kelompok orang yang dimulai dari pengambilan keputusan, penentuan tujuan, pelaksanaan dan pembagian tugas sampai pada realisasi perwujudan tujuan yang telah disepakati. Sedangkan pengertian administrasi dilihat dari sudut pandang kelembagaan, administrasi dapat dikatakan sebagai individu atau kelompok yang mengerjakan tugas yang dimulai dari pengambilan keputusan, penentuan tujuan, pelaksanaan dan pembagian tugas sampai kepada perealisasian tujuan yang telah dirumuskan bersama. ( Djam’an S. Dan R. Hermawan, 2000:3). Dari beberapa pandangan para ahli pendidikan yang telah diutarakan diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa manajemen atau pengelolaan sama dengan administrasi dalam suatu wilayah pendidikan yang merupakan komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses 48 pendidikan secara keseluruhan. Alasannya, bahwa tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif, dan efisien. konsep tersebut berlaku disekolah yang memerlukan manajemen yang efektif dan efisien. Dalam manajemen pendidikan dikenal dua mekanisme pengaturan, yaitu sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, segala sesuatu yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah pusat. Sementara dalam desentralisasi, wewenang pengaturan tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah. Hal ini juga berlaku dalam manajemen pendidikan di Indonesia, sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan UUSPN 1989 bahwa pendidikan nasional diatur secara terpusat (sentralisasi), namun penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan secara tidak terpusat (desentralisasi). (E. Mulyasa, 2002:22). Hal tersebut cukup beralasan karena masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan mengurangi segi-segi negatif, pengelolaan pendidikan tersebut memadukan sistem sentralisasi dan desentralisasi. 2. Konsep pembiayaan Pendidikan Untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai pengertian pembiayaan, terlebih dahulu akan dipaparkan arti biaya itu sendiri. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, biaya adalah uang yang dikeluarkan untuk membayar sesuatu keperluan. 49 Fakri Gaffar seperti yang dikutip oleh Tatang Hidayat (2004:60) mengatakan secara teoritis biaya atau cost adalah nilai besar dana yang diperkirakan perlu disediakan pada proyek kegiatan tertentu. Menurut Mintarsih Danumihardja (2004:25) biaya adalah seluruh dana baik langsung/tidak langsung yang diperoleh dari berbagai sumber (pemerintah, masyarakat dan orang tua) yang diperuntukkan bagi penyelenggaraan pendidikan. Dari beberapa pengertian mengenai biaya diatas, maka dapat disimpulkan bahwa biaya adalah dana yang dikeluarkan atau disediakan untuk kegiatan tertentu, sedangkan biaya pendidikan adalah seluruh dana yang diperoleh dari berbagai sumber baik pemerintah, perorangan, maupun masyarakat yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan pendidikan. Biaya sering berkaitan dengan pendanaan, menurut Ahmad Sudrajat (2009:23) dana pendidikan itu sendiri merupakan sumber daya keuangan yang disediakan untuk menyelenggaraan serta pengelolaan pendidikan. Sedangkan pendanaan pendidikan adalah penyediaan sumber daya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan. Berikut akan dijelaskan berbedaan antara biaya pendidikan dengan pendanaan pendidikan : - Biaya pendidikan itu sendiri lebih kepada nilai besar dana yang diprakirakan perlu disediakan untuk mendanai berbagai kegiatan pendidikan, sedangkan 50 - Pendanaan Pendidikan lebih kepada penyediaan keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan. Pembiayaan pendidikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan proses pencarian sumber dan penggunaan dana dengan memanfaatkan rencana biaya serta modal yang dibutuhkan didalam pendidikan. Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat tiga hal pokok yang terkait dalam pembiayaan pendidikan, yaitu : 1. Proses pelaksanaan pendidikan 2. Distribusi pendidikan di kalangan individu dan kelompok yang memerlukan 3. Biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat atau individu untuk kegiatan pendidikan dan jenis kegiatan apa yang dibutuhkan. Dalam prosesnya pendidikan memerlukan pengorbanan-pengorbanan yang secara langsung bersentuhan dalam produksi pendidikan. Pengorbanan yang dikeluarkan dalam melaksanakan tersebut merupakan suatu biaya yang harus dikeluarkan dalam melaksanakan pendidikan. Biaya yang dikeluarkan ini akan secara langsung bersentuhan dengan komponen mutu pendidikan yang akan dicapai. Jika disesuaikan dengan tingkatan sekolah, tentunya hal ini akan membedakan dalam kebutuhan serta tingkat kegunaan biaya-biaya tersebut, hal ini berdasarkan asumsi pada tingkat aktivitas yang perlu didanai semakin tinggi tingkat sekolah maka akan semakin besar dana yang harus dikeluarkan. 51 a. Biaya Pendidikan Biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost)dan biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa berupa pembelian alat-alat pelajaran, sarana belajar, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua, maupun siswa sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang (earning forgone) dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar (Cohn, 1979 ; Thomas Jone, 1985 ; 1976. Dalam Nanang Fattah, 2009:23). Anggaran biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang berkaitan satu sama lain, yaitu sisi anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Anggaran penerimaan adalah pendapatan yang diperoleh setiap tahun oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan diterima secara teratur. Sedangkan anggaran pengeluaran adalah jumlah uang yang dibelanjakan setiap tahun untuk kepentingan pelaksanaan pendidikan di sekolah.( Nanang Fattah, 2009:23-24). Perhitungan biaya dalam pendidikan akan ditentukan oleh unsur-unsur tersebut yang didasarkan pula pada perhitungan biaya yang nyata sesuai dengan kegiatan menurut jenis dan volumenya. Dalam konsep pembiayaan pendidikan ada dua hal penting yang perlu dikaji dan dianalisis yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan dan biaya satuan persiswa. 52 Biaya satuan tingkat sekolah merupakan biaya pendidikan tingkat sekolah, baik yang bersumber dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pendidikan dalam satu tahun pelajaran. Hal tersebut, dipertegas pula oleh Howard R. Bowen (1981:1) yang menyebutkan “ Cost usually appear in the form of expenditures of money. Similarly, cost of collages and universities are usually money payments to acquire the resources needed to operate the institions”. Biaya satuan per murid merupakan ukuran yang menggambarkan seberapa besar uang yang dialokasikan kesekolah-sekolah secara efektif untuk kepentingan murid dalam menempuh pendidikan. Dengan menganalisis biaya satuan, memungkinkan untuk mengetahui efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber disekolah. Keuntungan dari investasi pendidikan, dan pemerataan pengeluaran masyarakat. Dalam menetapkan biaya pendidikan yang diperlukan, harus disusun perencanaan pembiayaan pendidikan. Maka, satu proyeksi biaya pendidikan yang didasarkan atas kebutuhan dalam kaitannya dengan pembiayaan pendidikan di tingkat negara, yaitu dengan membuat alternatif proyeksi pendidikan sekurang-kurangnya 5-6 tahun mendatang. Alternatif proyeksi biaya pendidikan harus berdasarkan pada asumsi-asumsi : 1. Kecepatan rasio pertumbuhan. 2. Jumlah imigrasi ke negara. 53 3. Tipe program pendidikan untuk target populasi dengan perbedaan kebutuhan. 4. Perbedaan biaya untuk tipe yang berbeda program pendidikan. 5. Jumlah siswa yang mungkin akan pindah dari sekolah 6. Perbedaan biaya yang dibutuhkan berdasarkan pada jarang atau padatnya penduduk. 7. Tingkat kualitas pendidikan. 8. Kekuatan memperoleh uang. Seperti yang telah dikemukakan diatas, bahwa pembiayaan pada suatu persekolahan terpusat pada penyaluran keuangan dan sumber-sumber pendapatan lainnya untuk pendidikan. Dimana distribusi atau penyaluran tersebut mencakup dua kategori yaitu bagaimana uang itu diperoleh dan bagaimana dibelanjakan agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Aspek penting lain yang perlu dikaji adalah peraturan perundangundangan pendidikan, perkembangan historis pemerintah pusat, kecenderungan termasuk yang akan datang. Oleh karena itu, dalam menetapkan biaya pendidikan perlu di dukung dengan data dan informasi mengenai siapa yang harus dididik, berapa jumlah yang harus dididik, tujuan dan sasaran apa yang ingin dicapai, program pendidikan apa yang akan dilakukan sebagai suatu usaha dalam mencapai tujuan dan sasaran tersebut. 54 b. Biaya dan manfaat pendidikan Dalam hubungannya dengan biaya dan manfaat, pendidikan dapat dipandang sebagai salah satu investasi (human investment) dalam hal ini, proses pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata, akan tetapi merupakan suatu investasi. Oleh karena itu pendidikan merupakan suatu investasi yang berguna bukan saja untuk perorangan atau individu saja tetapi juga merupakan investasi untuk masyarakat yang mana dengan pendidikan sesungguhnya dapat memberikan suatu kontribusi yang substansial untuk hidup yang lebih baik dimasa yang akan datang. Hal ini, secara langsung dapat disimpulkan bahwa proses pendidikan sangat erat kaitannya dengan suatu konsep yang disebut human capital. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Jones (1985:4) yang menyatakan bahwa : “The people have certain skills, habit, and knowledge, which they sell to employers in the form of their wage salaried labor, and which can be expected to provide them a flow of income over their lifetimes. Furthermore, human capital can be analogized in some respects to physical capital because both are used together to produce a stream of income over some period of years”. Bank Dunia dengan program internasionalnya telah menetapkan kepercayaan terhadap investasi sumber daya manusia bagi pertumbuhan ekonomi (World Development Report, 1980) kepercayaan ini didasarkan atas studi yang dilakukan pada akhir tahun 1970-an dan awal 1980-an. Sumbangan pendidikan untuk menunjang pertumbuhan ini semakin kuat setelah memperhitungkan efek pendidikan dan bentuk investasi fisik lainnya terhadap pertumbungan ekonomi. 55 c. Mengukur manfaat pendidikan Manfaat biaya pendidikan oleh para ahli pendidikan sering disebut dengan Cost Benefit Analysis, yaitu rasio antara keuntungan financial sebagai hasil pendidikan (biasanya diukur dengan penghasilan) dengan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan. (Nanang Fattah, 2000:38). Dalam mengukur manfaat biaya pendidikan berdasar kepada konsep biaya pendidikan yang sifatnya kompleks dari keuntungan, karena komponen biaya terdiri dari lembaga jenis dan sifatnya. Biaya pendidikan bukan hanya berbentuk uang atau rupiah, tetapi juga dalam bentuk biaya kesempatan. Biaya kesempatan (income forgone) yaitu potensi pendapatan bagi seorang siswa selama ia mengukiti pelajaran atau menyelesaikan studi. Dengan demikian, biaya keseluruhan (C) selama di tingkat persekolahan terdiri biaya langsung (L) dan biaya tidak langsung (K). Dalam rumusannya digambarkan sebagai berikut : C=L+K Biaya pendidikan merupakan dasar empiris untuk memberikan gambaran karakteristik keuangan sekolah (Nanang Fattah, 2000:25). Dalam menentukan biaya satuan, menurut Nanang Fattah (2009:26) terdapat dua pendekatan makro dan mikro. Pendekatan makro mendasarkan perhitungan pada keseluruhan jumlah pengeluaran pendidikan yang diterima dari berbagai sumber dana kemudian dibagi jumlah murid. Pendekatan mikro mendasarkan perhitungan biaya berdasarkan alokasi pengeluaran per komponen pendidikan yang digunakan oleh murid. 56 Dalam pendekatan makro, terdapat karakteristik pendidikan yang mempengaruhi biaya yaitu : 1. Skala gaji guru dan jam terbang mengajar, 2. Penatara dan pelatihan pra jabatan, 3. Pengelompokan siswa disekolah dan didalam kelas, 4. Penggunaan metode dan bahan ajar 5. Sistem evaluasi 6. Supervisi pendidikan Dalam pendekatan mikro, perhitungan satuan biaya pendidikan dapat menggunakan formula sebagai berikut : Sb (s,t) = f [K (s,t) dibagi M (s,t)] Keterangan: Sb : satuan biaya per murid per tahun K : jumlah seluruh pengeluaran M : jumlah murid s : sekolah tertentu t : tahun tertetu. Dengan mengetahui besarnya biaya satuan persiswa menurut jenjang dan jenis pendidikan berguna untuk menilai berbagai alternatif kebijakan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Dalam mengukur manfaat pendidikan, Nanang Fattah (2009:28), mengemukakan bahwa keuntungan pendidikan tidak selalu dapat diukur 57 dengan standar nilai ekonomi dan uang. Hal ini disebabkan karena manfaat pendidikan disamping memiliki nilai ekonomi juga memiliki nilai sosial. Dalam mengukur dampak pendidikan terhadap keuntungan ekonomi atau pendapatan seseorang dari produktivitas yang dimilikinya, memerlukan asumsi-asumsi. Asumsi bahwa produktivitas seseorang dianggap merupakan fungsi dari keahlian dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan. Ukuran hasil pendidikan kita gabungkan dengan data biaya pendidikan dapat menjadi ukuran efisiensi eksternal. Ada empat kategori yang dapat dijadikan indikator dalam menentukan tingkat keberhasilan pendidikan, yaitu : 1. Dapat tidaknya seorang lulusan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, 2. Dapat tidaknya memperoleh pekerjaan, 3. Besarnya penghasilan (gaji yang diterima), 4. Sikap perilaku dalam konteks sosial, budaya dan politik. Menurut Elchanan C (1979:36), dalam mengukur manfaat dari pendidikan terdiri dari 3 (tiga) pendekatan, yaitu : 1) The simple corelation aproach, 2) The residual approach, and 3) The returns to education approach. d. Efisiensi Pendidikan Istilah efisiensi pendidikan menggambarkan hubungan antara input (masukan) dan output (keluaran) dari suatu pelaksanaan proses pendidikan. 58 Efisiensi pendidikan menurut Nanang Fattah (2009:35) artinya memiliki kaitan antara pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang terbatas sehingga mencapai optimalisasi yang tinggi. Dalam biaya pendidikan, efisiensi hanya akan ditentukan oleh ketepatan di dalam memperdayagunakan anggaran pendidikan dengan memberikan prioritas pada faktor-faktor input pendidikan yang dapat memacu pencapaian prestasi belajar siswa. Untuk mengetahui efisiensi biaya pendidikan biasanya metode analisis keefektifan biaya (cost effectiveness method) yang memperhitungkan besarnya kontribusi setiap masukan pendidikan terhadap efektifitas pencapaian tujuan pendidikan atau prestasi belajar. Upaya efisiensi dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu efisiensi internal dan efisiensi eksternal. Dimana kedua konsep tersebut satu sama lain erat kaitannya. Suatu sistem pendidikan dinilai memiliki efisiensi internal jika dapat menghasilkan output yang diharapkan dengan biaya minimum dapat pula dinyatakan bahwa dengan input yang tertentu dapat memaksimalkan output yang diharapkan. Efisiensi dalam pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan konsep manajemen ilmiah yang dipelajari oleh John F. Bobit (1912). Menurut Bobit pertambahan jumlah enrollmen yang demikian pesat akan berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber-sumber daya pendidikan, jika terjadi pengulangan dan putus sekolah, dan pengelolaan sekolah yang tidak efisien. 59 oleh karena itu perlu dilakukan penekanan biaya pendidikan melalui berbagai jenis kebijakan, antara lain : 1. Menurunkan biaya operasional, 2. Memberikan biaya prioritas anggaran terhadap komponen-komponen input yang langsung berkaitan dengan proses belajar-mengajar, 3. Meningkatkan kapasitas pemakaian ruang kelas, fasilitas belajar, 4. Meningkatkan kualitas PBM 5. Meningkatkan motivasi kerja guru 6. Memperbaiki rasio guru-murid Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur efisiensi internal adalah sebagai berikut : 1. Rata-rata lama belajar (Average Study Time) Untuk mengetahui berapa lama seorang lulusan menggunakan waktu belajar dapat dilakukan dengan metode mencari statistik kohort (kelompok belajar). Untuk ini, dapat dihitung dengan cara jumlah waktu yang dihabiskan lulusan dalam suatu kohort dibagi dengan jumlah lulusan dalam kohort tersebut. 2. Rasio input- output (Input-Output Ratio) Merupakan perbandingan antara jumlah murid yang lulus dengan murid yang masuk awal dengan memperhatikan waktu yang seharusnya ditentukan untuk lulusan, artinya membandingkan antara tingkat masukan dengan tingkat keluaran. 60 Sedangkan efisiensi eksternal, sering dihubungkan dengan metode cost benefit analysis. Analisis efisiensi eksternal berguna untuk menentukan kebijakan dalam pengalokasian biaya atau distribusi anggaran kepada seluruh sub-sub sektor pendidikan. Efisiensi eksternal merupakan pengakuan sosial terhadap lulusan atau hasil pendidikan. Dalam menganalisis efisiensi eksternal, dalam bidang pendidikan dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu : 1. Keuntungan perorangan (privat rate of return,), yaitu perbandingan keuntungan pendidikan dari individu yang bersangkutan. 2. Keuntungan masyarakat (social rate of return), yaitu berbandingan keuntungan pendidikan kepada masyarakat dengan biaya pendidikan dari masyarakat. Jadi efisiensi eksternal pendidikan meliputi tingkat balik ekonomi dan investasi pendidikan oada umumnya, alokasi pembiayaan bagi jenis dan jenjang pendidikan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa efisiensi internal dan efisiensi eksternal mempunyai kaitan yang sangat erat. Kedua aspek tersebut saling melengkapi satu sama lain dalam menentukam efisiensi sistem pendidikan secara keseluruhan. (Cohn, 1979 ; Mingat Tan, 1988, dalam Nanang Fattah, 2000:40). Secara konseptual efisiensi pendidikan meliputi cost-efectiveness dan cost benefit. Cost effectiveness dikaitkan dengan perbandingan biaya input pendidikan dan efektifitasnya dalam mendukung hasil-hasil belajar. Efisiensi 61 internal sangat bergantung pada dua faktor utama yaitu, faktor institusional dan faktor manajerial. Setiap lembaga pendidikan perlu diberi peluang dan kemampuan untuk mengelola anggaran penerimaan dan pengeluaran biaya pendidikan dilingkungan sistemnya masing-masing. Dengan asumsi bahwa upaya dan hasil pemerataan pendidikan adalah merupakan hak dan kewajiban bersama, partisipasi pemerintah, masyarakat, orang tua dan dunia usaha dalam pembiayaan pendidikan harus dipandang sebagai aset yang harus digali sehingga tidak sepenuhya beban pemerintah. Upaya-upaya dalam meningkatkan efisiensi pembiayaan pendidikan perlu diarahkan pada hal-hal pokok berikut : 1. Pemerataan kesempatan memasuki sekolah (equality of access) 2. Pemerataan untuk bertahan disekolah (equality of survival) 3. Pemerataan kesempatan untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar (quality of output) 4. Pemerataan kesempatan menikmati manfaat pendidikan dalam kehidupan masyarakat (equality of outcome) Konsep peningkatan efisiensi pembiayaan pendidikan akan mempunyai makna jika dihubungkan dengan konsep efisiensi, baik secara internal maupun ekasternal. 62 3. Manajemen Pembiayaan Sekolah E. Mulyasa (2004:194) mengatakan bahwa manajemen pembiayaan sekolah merupakan bagian dari kegiatan pembiayaan pendidikan, yang secara keseluruhan menuntut adanya kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan secara efektif dan transparan. Menurut H. M. Levin (Mintarsih Danumiharjda, 2004:24) School finance refern to the process by which revenues and other recouces are derived for the formation and operation of elementary and secondary school as the process by which those recources are allocated to school in different geographical areas and to types and levels of education. Apa yang dikemukakan di atas menunjukan bahwa keuangan sekolah merupakan sumber daya yang diterima dan digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan di sekolah yang mengandung konsekuensi bagi sekolah, yaitu sekolah harus mengelola sumber dana tersebut secara efektif dan efisien untuk menunjang pelaksanaan pendidikan. Berdasarkan hal tersebut, manajemen pembiayaan sekolah merupakan kegiatan yang didalamnya terdapat proses merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkannya secara efektif dan efisien untuk menunjang pelaksanaan pendidikan. a. Sumber-sumber pembiayaan sekolah. Kebutuhan akan fasiilitas belajar sangat diperlukan guna kelancaran proses belajar dan tercapainya tujuan pendidikan, dengan begitu diperlukannya suatu cara untuk menghimpun dana dari berbagai pihak/sumber. 63 Berdasarkan penjelasan di atas, menurut Nanang Fattah dan Abubakar (2005:143-145), dilihat dari sumber-sumbernya biaya pendidikan dapat meliputi hal-hal berikut : a. Hasil penerimaan pemerintah umun b. Penerimaan pemerintah khusus untuk pendidikan c. Iuran sekolah d. Sumbangan-sumbangan sukarela dari masyarakat Selain pendapat diatas mengenai sumber-sumber keuangan sekolah. Nanang Fattah (2003:143) mengemukakan bahwa sumber utama keuangan sekolah adalah pemerintah, orang tua dan masyarakat. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, dibawah ini akan digambarkan diagram sumber-sumber keuangan sekolah sebagai berikut : Pemerintah pusat siswa Pemerintah daerah Kelompok masyarakat yayasan Sumber keuangan sekolah alumni pengusaha Orang tua Gambar 2.3 Sumber-sumber keuangan sekolah Sumber : Nanang Fattah (Konsep MBS dan Dewan Sekolah, 2003:143) Lain-lain 64 Kontribusi orang tua semakin penting pada saat pemerintah tidak mempunyai kemampuan untuk membiayai kebutuhan sekolah yang memadai. Pemerintah pusat membantu sekolah secara finansial dalam berbagi cara misalnya, memberikan hibah untuk sekolah, membayar gaji guru, dan sebagainya selain itu pemerintah juga memberikan sumbangan tidak langsung melalui pelatihan guru, pelatihan kepala sekolah dan pelatihan sebagainya. Banyak negara yang menyerahkan pendidikan dasar kepada pemerintah daerah. Tiap pemerintah ini mempunyai tanggung jawab untuk menempatkan dan membuka sekolah, menyediakan sarana fisik, fasilitas ruang kelas dan sebagainya. Kelompok masyarakat biasanya merupakan sumber keuangan bagi sekolah. Mereka digerakkan oleh pemimpin masyarakat setempat untuk tugas tertentu. Penggalian sumber dana alternatif ini perlu dilakukan antara lain sumber dana perpajakan, sumber dana masyarakat, dan sumber dana lainya yang dapat digali oleh masing-masing intitusi pendidikan dengan bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk masyarakat industri, masyarakat pedagang dan masyarakat yang berpenghasilan tinggi. (M. Fakry Gaffar, 2000:40). Siswa dapat menjadi sumber keuangan yang baik. hal ini tergantung kepada kondisi sekolah dan kemampuan manajerial pimpinan sekolah dan stafnya. Sebagian sekolah dibangun oleh suatu yayasan usaha sosial yang bukan pemerintah. 65 b. Komponen-komponen dalam anggaran pendidikan Komponen- komponen dalam anggaran pendidikan diantaranya sebagai berikut : 1. Kurikulum 2. Kegiatan belajar mengajar 3. Pengajar 4. Lingkungan pendidikan 5. Evaluasi pendidikan. Alokasi anggaran pendidikan dari pemerintah lebih banyak dialokasikan untuk komponen biaya penunjang, yang menyangkut penyediaan sarana dan prasarana, seperti gaji guru, penegmbangan fisik sekolah dan pengadaan buku pengajaran. Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama komponenkomponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya. c. Pengelolaan pembiayaan sekolah Penerimaan dan realisasi atau penggunaan keuangan sekolah merupakan hal yang penting untuk mengetahui potensi dan apa yang akan dihasilkan dari potensi tersebut. Berapakah sumber yang dibutuhkan dan bagaimana sumber itu diperoleh. Apakah sumber untuk mencapai tujuan dan sasaran telah memadai. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dalam dalam konsep administrasi pendidikan menggunakan strategi, yaitu memfokuskan 66 pengelolaan sekolah seperti perencanaan, penggunaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. 1. Perencanaan atau penganggaran Strategi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai keputusan atau tindakan yang berusaha untuk mencapai sasaran organisasi. Strategi itu sendiri dipengaruhi oleh misi organisasi tau lembaga sekolah dan lingkungannya. Dalam hubungan ini penyusunan RAPBS memerlukan analisis masa lalu dan lingkungan eksternal yang mencakup kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Dunia pendidikan (sekolah) sangat terpengaruh oleh berbagai perubahan, baik dalam aspek politik, sosial budaya, ekonomi, teknologi, industri, maupun informasi. Pembaharuan dalam aspek-aspek tersebut menuntut para pengambil keputusan kebijakan pendidikan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Dengan demikian, dalam penyusunan RAPBS penting untuk diperhatikan berbagai peluang pembiayaan pendidikan. Strategi pembiayaan pendidikan dalam penyusunan RAPBS dimulai dengan mengkaji perubahan-perubahan peraturan perundang-undangan, tuntutan peningkatan mutu pembelajaran mungkin membuka peluang, dalam hubungan ini pemberian kewenangan kepada kepala sekolah yang menjadi tanggungjawabnya menjadi sangat strategis. Dalam melakukan trategi RAPBS, satu hal yang harus diingat bahwa analisis SWOT bukan hal yang sederhana. Pada pengelolaan pendidikan perlu dipahami terlebih dahulu konsep tersebut, baru kemudian menerapkannya 67 dalam bidang pendidikan, dan tentunya untuk mengkaji kembali kebenaran konsep tersebut. Dalam hubungan ini, kemampuan kepala sekolah dalam manajemen sekolah dan manajemen pembiayaan menjadi sangat strategis, khususnya dalam manajemen pembiayaan, kepala sekolah harus memiliki visi strategis pembiayaan untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang sehingga pemanfaatan biaya dari berbagai sumber menjadi efisien. Persoalan penting dalam penganggaran yaitu bagaimana memanfaatkan sumber-sumber dana secara efisien. itulah penganggaran memerlukan proses yang bertahap. Tahap-yahap yang perlu dilakukan yaitu sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi kegiatan yang akan dilaksanakan dalam periode anggaran. 2. Mengidentifikasi sumber-sumber yang dinyatakan dalam uang, mesin dan material. 3. Sumber-sumber yang dinyatakan dalam bentuk uang, sebab anggaran pada dasarnya merupakan pernyataan finansial. 4. Memformulasikan anggaran menurut format yang telah disepakati. 5. Usaha memperoleh persetujuan dari yang berwenang (pengambil keputusan)dalam tahap ini dilakukan kompromi melalui rapat-rapat untuk mempertimbangkan secara objektif dan subjektif. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membuat anggaran menurut Yahya (Mitarsih Danumihardja, 2004:37) adalah sebagai berikut : 1. Permintaan terhadap hasil produksi dan stabilitas permintaan potensi dasar, 2. Jenis-jenis hasil produksi yang dibuat, 3. Jenis-jenis dan sifat hasil produksi yang dibuat, 68 4. Kemampuan menyusun jadwal dan mengatur pelaksaan, 5. Jumlah dana yang dipergunakan dibandingkan dengan hasil yang mungkin dicapai, dan 6. Perencanaan dan pengawasan Jenis-jenis produksi dalam lembaga persekolahan tentu difokuskan pada kegiatan pembelajaran dalam bentuk pelayanan belajar maupun fasilitas yang mendukung. Stephen P. Taylor (Mitarsih Danumihardja, 2004:38) menyatakan anggaran penting dilakukan dengan alasan sebagai berikut : 1. Untuk menentukan apakah mereka akan mendapatkan laba atau rugi; 2. Untuk menghitung dampak keputusan tertentu yang direncanakan atau perubahan pada anggran yang ada; 3. Untuk mengesahkan keputusan bisnis yang telah diambil; 4. Untuk menentukan target manajemen; 5. Untuk menentukan tingkat kebutuhan. Jika diimplementasikan dalam dunia pendidikan apa yang dikemukakan oleh Stephen P. Taylor sesuai dengan Candoli bahwa anggaran itu harus dirinci secara jelas, supaya dapat dicontrol apakah tujuan yang akan dicapai berdayaguna dan hasil guna. Sekolah sebagai lembaga pendidikan, keberadaannya harus selalu menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, oleh karena itu sekolah harus berorientasi kepada pasar, yaitu apa yang dibutuhkan stakeholder, selain memikirkan bagaimana suatu keuntungan bisa diperoleh sekolah. 69 2. Pelaksanaan atau implementasi anggaran Dana yang diperoleh sekolah dari berbagai sumber dibutuhkan dan diagendakan untuk menunjang kegiatan pembelajaran dikelas, laboratorium, perpustakaan, dan tempat lainnya digunakan secara efektif dan efisien. sasaran penggunaan tersebut sesuai rencana dan program yang diperkirakan akan dapat mencapai target dan tujuan pembelajaran sekaligus tujuan sekolah. Dalam penggunaan anggaran pemerintah telah menyusun suatu kategori dalam bentuk mata anggaran sebagai pos anggaran, kategori ini dimaksudkan agar sasaran penggunaan anggaran dapat tersusun sedemikian rupa dan dapat pula diukur tingkat pencapaian tiap-tiap komponen. Perencanaan dan penggunaananggran tentu disesuaikan dengan mata anggaran yang telah disusun tersebut. Adapun komponen pengeluaran yang baku dan yang berlaku disekolah menurut buku Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan (Nanang Fattah, 2009:59-62) adalah sebagai berikt : a). Peningkatan Kegiatan Proses belajar mengajar - Pelaksanaan tes, meliputi : penyusunan naskah, penggandaan naskah tes, penggandaan naskah dari Tim khusus, pengawasan dan pemeriksaan tes. - Belanja alat KBM, meliputi : kapur tulis, kapur warna, mistar besar/set, kertas stensil, kertas lainnya, tinta, penghapus bor, dan alat lainnya. 70 b). Pemeliharaan dan Penggantian sarana dan prasarana pendidikan - pemeliharaan mebel - bahan/alat kebersihan - pengadaan mebel - rehab ringan kelas - pemeliharaan kelas - rehab ringan kantor - pemeliharaan kantor - pembuatan lemari - pemeliharaan halaman - pembuatan meja - pemeliharaan kebersihan dan bangku murid c ). Peningkatan pembinaan kegiatan siswa : latihan dan sarana - Pramuka, PMR, UKS, DK - Prestasi olah raga - Prestasi kesenian - Kegiatan porseni - Pesantren kilat d ). Kesejahteraan - Peningkatan mutu keterampilan guru - Perjalanan dinas guru - Honorarium - Upah lembur e ). Rumah tangga sekolah - Tata usaha sekolah - Rapat kerja sekolah - Rapat kenaikan sekolah - Rapat tahunan 71 f ). Biaya pembinaan, pemantauan, pengawsan, dan pelaporan - Pembianaan, pemantauan, pengawasan, dan pelaporan sekolah - Pembianaan, pemantauan, pengawasan, dan pelaporan tingkat kecamatan dan kabupaten. Pengeluaran sekolah berhubungan dengan pembayaran keuangan sekolah untuk pembelian beberapa sumber atau input dari proses sekolah, dari guru, tenaga administrasi, bahan-bahan, perlengkapan, dan fasilitas. Ongkos menggambarkan nilai seluruh sumber digunakan dalam proses sekolah, apakah digambarkan dalam anggaran sekolah dan pengeluaran atau tidak. 3. Pengendalian Anggaran a. Pengawasan Pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses pengendalian dan penyesuaian jalan organisasi dari yang seadanya kepada yang seharusnya atau dengan kata lain pengawasan dimaksudkan untuk melaksanakan sesuatu kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Secara sederhana proses pengawasan terdiri dari tiga kegiatan pokok, yaitu : 1) Memantau (monitoring), 2) Menilai, dan 3) Melaporkan hasil-hasil temuan, kegiatan atau monitoring dilakukan terhadap kinerja aktual (actual performance), baik dalam proses maupun hasilnya. 72 Aktivitas yang sedang dan telah dilaksanakan diukur berdasarkan kriteriakriteria yang telah digariskan dalam perencanaan. Apakah terdapat penyimpangan (deviasi) maka diusahakan adanya perbaikan atau korelasi yang direkomendasikan kepada pimpinan evaluasi. Pemeriksaan anggaran pada dasarnya merupakan aktivitas menilai, baik mencatat (record) dan menentukan prosedur-prosedur dalam mengimplementasikan anggarannya, apakah sesuai dengan peraturan kebijakan, dan standar-standar yang berlaku. Dalam pemeriksaan ini biasanya dilakukan oleh pihak luar lembaga (external audit), seperti Badan Pemeriksa Keuangan atau publik yang mempunyai sertifikasi, dan pimpinan langsung (internal audit) terhadap penerimaan dan pengeluaran biaya. b. Pertanggungjawaban Butuh pertanggungjawaban penerimaan dan penggunaan anggaran dilaksanakan dalam bentuk laporan bulanan dan persemester kepada : 1) Kepada Dinas Kabupaten/kota dimana sekolah itu berada, 2) Kepala kantor PKN, dan 3) Pihak pemberi dana baik Depdikbud maupun provinsi sesuai dengan program yang disetujui dan anggran yang diterima. Bentuk pertanggungjawaban yang dikenal dengan UYHD (Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan) dilaporkan setiap bulan kepada pemerintah melalui pihak yang ditetapkan sesuai dengan format dan ketepatan waktu. Pertanggungjawaban yang berasal dari dana yang diperoleh Komite Sekolah, bentuk pertanggungjawabannya terbatas pada 73 pengurus komite sekolah saja, tidak dipertanggungjawabkan kepada orang tua siswa. Hal ini dilakukan sesuai dengan petunjuk ketentuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 29/24/1974 tentang pembentukan komite sekolah atau BP3 (Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan) yang dijadikan untuk melaksanakan pertanggungjawaban komite sekolah. C. Pengaruh Manajemen Pembiayaan Sekolah Terhadap Mutu Pembelajaran Biaya pendidikan yang merupakan dana sebagai salah satu input suatu kegiatan adalah sumber daya yang sangat penting dalam pendidikan. Tanpa dukungan dana yang cukup, akan sangat sulit mutu pembelajaran dapat dicapai. Sejalan dengan itu, Supriadi (2001) menyatakan bahwa biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Biaya pendidikan diperlukan untuk memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan program sekolah, terlaksananya aktivasi sekolah (intra dan ekstra), dan dapat mengembangkan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang bermutu. Untuk itu mutu pendidikan sekolah akan sangat ditentukan oleh faktor pembiayaan pendidikan, baik dalam besarnya, pengalokasian yang tepat, maupun pemanfaatan realisasi biaya yang mengarah kepada kebutuhan proses belajar mengajar, kemampuan pengelolaan mutu guru, mutu alat, mutu bahan dan mutu siswa akan berkaitan satu sama lain dalam proses belajar mengajar disekolah. Keterkaitan komponen-komponen tersebut akan menciptakan kondisi yang baik untuk proses belajar mengajar. 74 Sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional atau administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk : (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalokasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat. Pembiayaan sangat menentukan ketercapaian tujuan pendidikan di sekolah, yang memerlukan sejumlah investsi dari anggaran pemerintah dan dana masyarakat. Investasi tersebut harus dikelola secara efektif dan efisien dan diarahkan langsung terhadap pencapaian tujuan. (E. Mulyasa, 2002:171). Sekolah dituntut untuk memiliki akuntabilitas baik pada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitmen terhadap standar keberhasilan dan harapan atau tuntutan masyarakat. Pertanggungjawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu sekolah harus memberikan laporan pertanggungjawaban dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dalam manajemen pembiayaan sekolah yang dapat meningkatkan mutu pembelajaran yang nantinya akan 75 berdampak terhadap mutu pendidikan, secara prinsipnya harus mengacu kepada standar pelayanan mutu pada tingkat sekolah menengah atas, yang telah dirumuskan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Dalam menjalankan pendidikan yang efektif dan efisien serta produktif, suatu lembaga pendidikan harus dapat mencari sumber dana atau sumber pembiayaan dalam melaksanakan proses kegiatan belajarnya yang berlaku di Indonesia. Menurut Ditjen pendidikan Dasar dan Menengah (2001), sumber pembiayaan penyelenggaraan pendidikan dapat bersumber : a. Pemerintah daerah b. Dana Masyarakat termasuk dana yang dari orang tua/masyarakat/dunia usaha diupayakan untuk membiayai kegiatan peningkatan mutu melalui pengayaan dan program khususnya yang disepakati orang tua, c. Sumber lain, misalnya hibah, pinjaman sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah mengetahui darimana sumber pembiayaan pendidikan, langkah selanjutnya adalah menentukan komonen-komponen pembiayaan pendidikan yang harus dibiayai. Menurut Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah (2001), komponen utama pembiyaan atau komponen yang harus dibiayai meliputi : a. Kegiatan teknis edukatif untuk proses belajar mengajar (kulikuler dan kegiatan hasil evaluasi hasil belajar). b. Kegiatan penunjang untuk operasionalisasi ruang belajar dan kegiatan ekstrakulikuler c. Perawatan sarana pendidikan (gedung, perabot, alat peraga dan media). 76 d. Perawatan kegiatan penunjang (lingkungan sekolah). e. Kesejahteraan guru, dan pegawai sekolah (gaji kelebihan jam mengajar, insentif dan perjalanan). f. Langgana daya dan jasa (listrik, telepon,air, dan lain-lain) g. Program khusus yang mengacu pada peningkatan mutu sekolah yang bersangkutan. Dalam menetapkan satuan pembiayaan pendidikan yang diberlakukan di indonesia, dapat dihitung berdasarkan biaya satuan tetap (fixed cost) yang dihitung berdasarkan satuan sekolah per tahun dengan standar biaya yang sama dan biaya satuan tidak tetap (variabel cost) yang dihitung berdasarkan jumlah siswa, lokasi sekolah, dan program kegiatan sekolah sesuai dengan jenis dan komponen pembiayaan yang relevan. Sedangkan untuk penentuan pembiayaannya dibebankan kepada masyarakat atau orang tua yang ditentukan berdasarkan persetujuan pemerintah daerah atas usul dari kepala sekolah bersama peran serta masyarakat atau komite sekolah. Manajemen pembiayaan pendidikan yang baik akan memberikan dampak yang positif bagi pelaksana kegiatan pendidikan, oleh karena itu, pengelolaan dana pendidikan harus dilakukan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya kepada Badan Peran serta Mayarakat/ Komite Sekolah, hal ini bertujuan untuk meningkatkan output yang berkualitas atau bermutu. 77 Untuk mencapai hal tersebut, maka dalam pelaksanaannya harus dimulai dari perencanaan pembiayaan pendidikan. Dalam perencanaan manajemen pembiayaan (financing planning) ialah kegiatan merencanakan sumber dana keuangan yang perlu diadakan untuk menunjang tercapainya tujuan suatu organisasi, perencanaan dapat disebut juga penganggaran (budgeting). Maka perencanaan keuangan atau anggaran adalah merencanakan kegiatan yang akan datang dan beberapa dana yang diperlukan untuk mendukung kegiatan dan bagaimana menggali sumber dana, menghimpun dan menjabarkan ke dalam kegiatan untuk mencapai tujuan satuan pendidikan. 1. Proses Penyusunan Anggaran Penyusunan anggaran Menurut Lipham (1985:237) ada tiga cara pandang yaitu : (1) Comparative Appoach : penganggaran yang dilakukan dengan membandingkan besarnya penerimaan dan pengeluaran untuk setiap mata anggaran per-tahun; (2) The Planning programming budgeting evaluation system, penganggaran yang berorientasi kepada rencana dan sasaran program secara khusus dan umum; (3) Functional Approach, penganggaran dalam bentuk gabungan antara the planning programming budgeting evaluation system dengan comparative approach. Penganggaran merupakan kegiatan atau proses penyusunan anggaran yang merupakan rencana operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk satuan uang yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan kegiatan lembaga dalam kurun waktu tertentu. 78 Fase perencanaan anggaran terdiri dari kegiatan mengidentifikasi kebutuhan, isu-isu, dan tujuan, mengadopsi sasaran, menganalisis alternatif , serta memilih biaya alternatif yang efektif. Fase penyiapan anggaran terdiri dari kegiatan menyiapkan format anggaran, mengiventarisir sumber-sumber yang ada, menetapkan biaya pada masing-masing program, dan menyajikan anggaran. Fase mengelola anggaran terdiri dari menyiapkan laporan keuangan, pembelian kebutuhan, perlengkapan dan membukukan keuangan sekolah dan mengontrol pengeluaran. Fase evaluasi anggaran meliputi, mengukur kualitas pendidikan, mengaudit pencapaian tujuan, membandingkan biaya dan anggaran. Keempat fase tersebut saling berkaitan dan merupakan siklus dan penganggaran yang sistematis memiliki hubungan dengan sumber-sumber, program dan hasil. Dalam menyusun anggaran diperlukan data yang akurat dan lengkap sehingga semua perkiraan kebutuhan untuk yang akan datang dapat diantisipasi dalam rancangan anggaran. Anggaran sebagai alat efisiensi merupakan fungsi yang paling penting dalam pengendalian. Dari segi pengendalian jumlah anggaran yang didasarkan atas angka-angka yang standar dibandingkan dengan realisasi biaya yang melebihi atau kurang, dapat dianalisis ada tidaknya pemborosan atau penghematan. Beberapa faktor yang yang mempengaruhi anggaran pembiayaan pendidikan disekolah antara lain : laju pertumbuhan enrollment, inflasi 79 pengembangan program, dan perbaikan serta peningkatan strategi belajar mengajar. 2. Proses Pengaturan Pembiayaan Menurut E. Mulyasa (2002:176), pada dasarnya proses pengaturan pembiayaan di lingkungan sekolah meliputi : a. Penerimaan Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan dalam melaksanakan tugasnya menerima dana dari berbagai sumber. Penerimaan dana dari berbagai sumber tersebut perlu dikelola dengan baik dan benar. Banyak pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan penerimaan keuangan, namun dalam pelaksanaannya pendekatan-pendekatan tersebut memiliki berbagai persamaan. Dalam buku pedoman rencana, program dan anggaran dikemukakan bahwa sumber dana pendidikan antara lain meliputi : anggaran rutin, anggaran pembangunan, dana penunjang pendidikan, dana BP3, donatur dan lain-lain yang dianggap sah oleh semua pihak terkait. Pendanaa pendidikan pada dasarnya bersumber dari pemerintah, orang tua dan masyarakat (pasal 33 no.2 Th. 1989). Disamping itu, sejalan dengan semangat manajemen berbasis sekolah, sekolah dapat menggali dan mencari sumber-sumber dana dari pihak masyarakat, baik secara perorangan maupun secara kelembagaan. 80 b. Penggunaan Dana yang diperoleh dari berbagai sumber perlu digunakan untuk kepentingan sekolah, khususnya kegiatan belajar mengajar secara efektif dan efisien. Sehubungan dengan itu, setiap perolehan dana pengeluarannya harus didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan yang telah disesuaikan dengan rencana anggaran pembiayaan sekolah (RAPBS). Dana yang berasal dari berbagai sumber tersebut pada umumnya digunakan untuk pelaksanaan proses belajar mengajar, pengadaan sarana dan prasarana, pemeliharaan sarana dan prasarana, kesejahteraan pegawai, kegiatan belajar, penyelenggaraan EBTA/EBTANAS/UAN dan pengiriman/penulisan STTB/NEM, perjalanan dinas supervisi, pengelolaan pelaksanaan pendidikan, serta pendapatan. Sesuai dengan semangat manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah berwenang penuh untuk mengatur masalah pendanaan pendidikan disekolahnya. Meskipun demikian, ia harus tetap memperhatikan perangkat peraturan yang ada dan selaras dengan rincian pengeluaran. c. Pertanggungjawaban Dalam implementasi manajemen berbasis sekolah, setiap akhir tahun anggran sekolah dituntut untuk mempertanggungjawabkan setiap dana yang dikeluarkan selama tahun anggaran. Pertanggungjawaban ini dilakukan didalam rapat dewan sekolah, yang diikuti komponen sekolah, komponen masyarakat dan komponen daerah. 81 Atas dasar pernyataan tersebut diatas, keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan akan membutuhkan biaya yang cukup besar, hal ini menempatkan bahwa pendidikan bagaimanapun membutuhkan investasi. Investasi dimaksud adalah investasi dalam bentuk uang. Walaupun pembiayaan pendidikan bukanlah satu-satunya variabel yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, namun dalam mengambil keputusan terhadap kebijakan sektor pendidikan, konsep pembiayaan atau manajemen sekolah ini merupakan variabel yang berpengaruh yang dapat membangkitkan atau meningkatkan mutu pedidikan. D. Penelitian Terdahulu Fatah (1998) meneliti tentang pembiayaan pendidikan disekolah dasar. Variabel yang digunakan ,meliputi : (1) Biaya pendidikan di sekolah dasar, (2) Mutu proses belajar mengajar, (3) Mutu hasil belajar siswa, (4) Pelaksanaan kebijakan anggaran pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Hasil yang diperoleh dalam penelitian adalah (1) Penerimaan biaya pendidikan yang dimanfaatkan untuk peningkatan mutu di sekolah dasar masih dominan dari pemerintah pusat, (2) Komponen-komponen biaya pendidikan yang memberikan kontribusi secara signifikan terhadap mutu hasil belajar adalah : (a) gaji/kesejahteraan pegawai, (b) biaya pendidikan guru, (c) pengadaan alat pelajaran, (d) pengadaan bahan ajar, dan (e) pengadaan sarana sekolah, (3) komponen-komponen biaya pendidikan yang memberikan pengaruh signifikan 82 terhadap proses belajar mengajar siswa adalah : (a) gaji/kesejahteraan guru, (b) pengelolaan sekolah, (c) pengadaan alat pelajaran, dan (d) pengadaan sarana sekolah, (4) Dalam penentuan besarnya alokasi biaya operasional pendidikan yang bersumber dari pemerintah untuk setiap sekolah didasarkan atas jumlah murid, jumlah kelas dan jumlah pegawai. Supriadi (2001) meneliti anatomi biaya pendidikan di SD, SMP, SMA, dan SMK. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel : (1) Biaya pendidikan yang dikeluarkan pemerintah daerah dan pusat, (2) Biaya langsung dan tidak langsung yang dibayarkan keluarga untuk anaknya yang bersekolah, (3) Biaya pertisipasi masyarakat ke sekolah, (3) Biaya partisipasi masyarakat ke sekolah. Hasil yang diperoleh adalah (1) Subsidi pemerintah meningkat seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan, (2) Kontribusi keluarga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kontribusi pemerintah, (3) Kontribusi masyarakat sangat rendah, (4) Jenjang pendidikan yang berlaku wajib belajar, studi lanjutan dari SD ke SMP menuntut keluarga untuk menanggung biaya yang jauh lebih besar. Syam (2005) yang meneliti tentang interaksi antara partisipasi anggaran dan penggunaan anggaran sebagai alat ukur kinerja dengan orientasi manajerial. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel (1) Komitmen profesional yang meliputi mengajar, meneliti dan pemberian pelajaran kepada masyarakat, (2) Partisipasi dan penggunaan anggaran, (3) Orientasi Manajerial, (4) Kontak peran. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah (1) Orientasi profesional akan memberi pengaruh terhadap konflik peran utama jika dimodernisasi oleh orientasi 83 manajerial. (2) Perguruan tinggi hendaknya memisahkan antara orientasi profesional dan orientasi manajerial agar tidak terjadi konflik. Sukmadinata, dkk (2005) melakukan peneltian dengan judul Analisa Pengendalian Mutu Pendidikan dengan variabel : (1) Model pengendalian pengajaran dan bimbingan di SMK, (2) Model manajerial pendidikan di SMK, (3) Mutu proses pembelajaran dan hasil pendidikan di SMK. Hasil yang diperoleh yaitu Mutu pendidikan (proses dan hasil pembelajaran) dengan menerapkan model pengendalian lebih baik dari pada tidak menggunakan model penelitian.