24 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pembelajaran yang

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Pembelajaran yang Bermutu Dalam Administrasi Pendidikan
1.
Konsep Mutu
Mutu adalah keinginan pelanggan yang mungkin selama ini paling
kurang dikelola. Mutu adalah suatu terminologi yang dapat diartikan dengan
berbagai cara dimana setiap definisi bisa didukung oleh argumentasi yang sama
baiknya. Secara luas mutu dapat diartikan sebagai karakteristik dari produk
atau jasa yang memuaskan kebutuhan konsumen atau pelanggan. Beberapa
pendapat mengenai mutu yang diungkapkan oleh para ahli mutu dan
pemikiranya sebagai definisi mutu kita perlu mengetahui definisi mutu produk
yang disampaikan oleh lima pakar Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality
Management). Berikut ini definisi-definisi tersebut:
a.
Juran (Widjaja, 1993:58), mendefinisikan mutu sebagai “fitness for use”
berarti bahwa pemakaian suatu produk atau jasa harus dapat dipenuhi
seperti apa yang mereka butuhkan/inginkan.
b.
Philip
Crosby
(Tim
Dosen
Administrasi
Pendidikan,
2009:298)
mengemukakan bahwa ada 4 prinsip mutu, yaitu: 1) Quality is defined as
conformance to requirements, not “goodness”. (Mutu didefinisikan
sebagai kesesuaian dengan tuntutan, bukan “kebaikan”). 2) The system for
delivering quality is the prevention of poor-quality through process control,
not appraisal or correction. (Sistem untuk mengantarkan/mencapai mutu
24
25
adalah pencegahan terhadap mutu yang rendah melalui proses pengawasan,
bukan penilaian atau koreksi). 3)The performance standard is zero defects,
not “that’s close enough.” (Standar perporma adalah tidak ada kesalahan,
bukan “hal itu hampir mendekati.”) 4) The measurement of quality is the
price of noncoformance, not indexes. (Pengukuran mutu adalah harga dan
ketidakseragaman, bukan indeks-indeks).
c.
Deming (Nasution, 2005), menyatakan bahwa mutu adalah kesesuaian
dengan kebutuhan pasar. Perusahaan harus benarā€benar memahami apa
yang dibutuhkan konsumen atas produk yang dihasilkannya.
d.
Edward Salis (Dadang Suhardan, 2006:77), menyatakan bahwa
mutu
dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang melebihi kepuasan dan keinginan
konsumen.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Tampubolon (2001) memberikan
definisi mutu adalah “paduan sifat-sifat produk yang menunjukkan
kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan
yang dinyatakan atau kebutuhan yang tersirat, masa kini dan masa depan”.
Mutu tersebut absolut, dan dilain pihak mutu dapat berarti kemampuan
dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang disebut mutu relatif. Mutu
absolute juga mengandung arti sifat terbaik itu tetap atau tahan lama, tidak
semua orang dapat memiliki, dan eksklusif. Mutu yang absolute kerap
dipahami dengan pemahaman yang misalnya tempat yang mahal seperti
hotel berbintang. Produk yang bermutu merupakan produk yang dibuat
secara sempurna dan mahal. Mutu relatif selalu berubah sesuai dengan
26
perubahan pelanggan, dan sifat produk selalu berubah sesuai dengan
keinginan masyarakat. Didefinisikan demikian karena mutu memenuhi
spesifikasi yang ada. Mutu merupakan sebuah cara yang menentukan
Akan tetapi pada dasarnya mutu atau kualitas dapat disamakan
persepsinya melalui yang dikemukakan oleh Nasution (2005:1), sebagai
berikut :
a. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan
b. Kualitas mencakup produk, tenaga, kerja, proses, dan lingkungan.
c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa
yang dianggap memerlukan kualitas saat ini mungkin dianggap
kurang berkualitas pada masa mendatang).
Konsep kualitas menurut Dadang Suhardan (2006: 76) “kualitas bukan
suatu yang dapat dicapai dengan mudah, melainkan sebuah tanggung jawab
yang harus dilakukan secara simultan oleh semua orang dalam semua
organisasi, pada setiap waktu”. Karena mutu didasari oleh tiga konsep yaitu
Quality assurance, yang ditentukan standar dan persyaratanya oleh para ahli,
Contract conformance standar kualitas disepakati bersama ketika adanya
negosiasi, dan yang ketiga Costumer driven merujuk kepada kualitas
berdasarkan kepada kebutuhan pelanggan, karena dalam hal ini mutu
merupakan pemenuhan keinginan pelanggan. Mutu juga memiliki syaratsyarat tertentu menurut Garvin yang dikutip oleh Tjiptono dan Diana (2001:
27) yaitu:
a. Performance, kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu
sendiri atau karakteristik operasi dalam suatu produk.
b. Feature, ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang
merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan
kesan yang baik bagi pelanggan.
27
c. Realibility, yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena
kehandalanya atau karena kemungkinan rusaknya rendah.
d. Conformance, kesesuaian produk dengan syarat atau ukutan
tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan oprasi memenuhi
standar yang telah ditetapkan.
e. Durability, tingkat keawetan produk atau lama umur produk.
f. Serviceability, kemudahan produk itu bila akan diperbaiki atau
kemudahan memperoleh komponen produk tersebut.
g. Aestheti, keindahan atau daya tarik produk.
h. Perception, fanatisme konsumen terhadap merek produk tertentu
karena citra atau reputasi produk itu.
Setiap orang selalu mengharapkan bahkan menuntut mutu dari orang
lain. Benda dan jasa sebagai produk dituntut mutunya, sehingga orang lain
yang menggunakan puas karenanya. Dengan demikian, mutu adalah paduan
sifat-sifat dari barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam
memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun
yang tersirat. Produk dan jasa adalah hasil yang diproduksi karena ada yang
memerlukan. Orang yang membuat produk atau jasa disebut penghasil
produk atau jasa, sedangkan orang yang memerlukan produk atau jasa itu
disebut pelanggan.
2.
Konsep Pembelajaran
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003
menyatakan bahwa: “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.
Berdasarkan konsep tersebut, dalam kata pembelajaran terkandung dua
kegiatan yaitu belajar dan mengajar. Kegiatan yang berkaitan dengan upaya
membelajarkan siswa agar berkembang potensi intelektual yang ada pada
dirinya. Ini berarti bahwa pembelajaran menuntut terjadinya komunikasi antara
28
dua arah atau dua pihak yaitu pihak yang mengajar yaitu guru sebagai pendidik
dengan pihak yang belajar yaitu siswa sebagai peserta didik.
Senada dengan pengertian pembelajaran di atas, E. Mulyasa (2002:100)
mengemukakan bahwa: “Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses
interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi
perubahan perilaku ke arah yang lebih baik”. Sementara Daeng Sudirwo
(2002:31) juga berpendapat bahwa: “pembelajaran merupakan interaksi
belajar mengajar dalam suasana interaktif yang terarah pada tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan”.
Berdasarkan ketiga konsep tentang pembelajaran di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang terarah pada
tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua
situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses
yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman.
Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu.
(Nana Sudjana, 1989:28).
Sejalan dengan konsep di atas Cronbach (Moch Surya, 1979:28)
menyatakan, “Learning may be defined as the process by with a relatively
enduring change in behaviour occurs as result of experience or practice”.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa indikator belajar ditujukan dengan
perubahan dalam tingkah laku hasil dari pengalaman.
29
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal
yang menjadi hakikat belajar yaitu sebagai berikut:
1. Belajar merupakan suatu proses, yaitu merupakan kegiatan yang
berkesinambungan dimulai sejak lahir dan terus berlangsung seumur hidup.
2. Dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif
permanen
3. Hasil belajar ditujukan dengan aktivitas-aktivitas tingkah laku secara
keseluruhan.
4. Adanya peranan kepribadian dalam proses belajar antara lain aspek
motivasi, emosional, sikap dan sebagainya.
Pembelajaran (instruction), merupakan akumulasi dari konsep mengajar
(teaching) dan konsep belajar (learning). Penekanannya pada perpaduan antara.
keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek didik. Konsep tersebut
dapat dipandang sebagai suatu sistem, sehingga dalam sistem belajar ini
terdapat komponen?komponen siswa atau peserta didik, tujuan, materi untuk
mencapai tujuan, fasilitas dan prosedur serta alat atau media yang harus
dipersiapkan.
Learning System menyangkut pengorganisasian dari perpaduan antara
manusia, pengalaman belajar, fasilitas, pemeliharaan atau pengontrolan, dan
prosedur yang mengatur interaksi perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan.
Demikian halnya juga dengan learning system, dimana komponen perencanaan
mengajar, bahan ajar, tujuan, materi dan metode, serta penilaian dan langkah
mengajar akan berhubungan dengan aktivitas belajar untuk mencapai tujuan.
30
3.
Pembelajaran yang Bermutu
Dalam bidang pendidikan upaya peningkatan mutu difokuskan kepada
mutu proses pendidikan. Inti dari proses pendidikan adalah pembelajaran
peserta didik. Proses pembelajaran ini mencakup sejumlah unsur utama yang
mendasar yang membentuk mutu pembelajaran. Unsur-unsur utama dalam itu
adalah : tujuan pembelajaran, isi kurikulum, guru, sarana dan prasarana, dana,
manajemen dan evalauasi. (M. Gaffar G, 1992: 12)
Konteks mutu dalam pendidikan berkaitan erat dengan kualitas jasa atau
layanan. Walaupun mutu jasa sulit di aplikasikan dalam dunia pendidikan
namun akan diadaptasi dalam kependidikan. Karena apabila terjadi adanya
kerusakan dalam mutu produk tidak akan sama yang terdapat dalam mutu jasa.
Perbedaan antara jasa dan barang, jasa bentuknya berhubungan langsung
dengan yang menggunakannya sehingga sangat dibutuhkan hubungan dekat
dengan pelanggan. Jasa dikonsumsi langsung oleh pelanggan ketika jasa itu
langsung diberikan. Karena bentuk dari jasa berhubungan langsung dengan
penerimanya maka apabila adanya kerusakan tidak bisa diperbaiki. Karena
standar jasa dari awal harus selalu baik. Pelayanan jasa dapat dikatakan
berhasil jika operasional dilandasi dengan keinginan dan harapan pelanggan
yang terpenuhi. Dadang Suhardan (2006: 80). Bahwa jasa terdapat dalam 8
komponen:
“Dimensi kulitas pada jasa atau layanan terdiri dari: kepercayaan
(reliability), kepastian (assurance), kemudahan (access), komunikasi
(communication), kepekaan (responsiviness), kesopanan (courtecy),
memiliki sikap, perasaan dan pikiran yang sama dengan orang lain
(empathy), nyata (tanggible)”.
31
Gambar 2.1
Dimensi Kualitas Jasa
Ada 5 faktor dominan atau penentu kualitas jasa yang diadaptasi dari
Zeithaml, Berry dan Parasuraman dalam Tijptono dan Diana (2002) yaitu:
a. Realibility (kepercayaan), memberikan jasa yang diberikan sesuai dengan
yang dijanjikan terpercaya, dan konsisten dengan pelayanan yang
diberikan.
b. Responsiveness
(kepekaan),
berkenaan
dengan
kepekaan
yang
berhubungan dengan kebutuhan pelanggan, yang berarti pula cepat
memberikan respon terhadap permintaan pelanggan, berkomunikasi
dengan baik dan benar.
c. Assurance (kepastian) adanya kepercayaan dari pelangan terhadap janji
yang diberikan oleh pihak pemeberi jasa.
32
d. Empaty (empati) adanya perhatian terhadap semua pelanggan, melayani
pelanggan dengan ramah dan baik.
e. Tangible (Penampilan) mulai dengan penampilan dari segi fisik maka
pelanggan akan tertarik terhadap jasa yang ditawarkan, ini terkait dengan
estetika.
Pendidikan berkaitan dengan kualitas jasa. Jasa adalah setiap kegiatan
atau manfaat yang ditawarkan kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak
berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya
mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik. Sementara itu ada
ahli lain yang memberikan penjelasan mengenai jasa adalah sesuatau yang
tidak berwujud, tidak seperti produk yang berwujud jasa bukan barang fisik,
tetapi sesuatu yang menghadirkan kegiatan atau perbuatan. Kehadirannya
ini umumnya dilakukan atas dasar personal sering berhadap-hadapan
langsung antara individu. Dari pengertian tentang jasa, dapat dikatakan
bahwa jasa, mempunyai beberapa karkteristik. Karekteristik jasa antara
lain :
a. Intangibility (tidak berwujud), artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa,
dicium,didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Bila barang
merupakan suatu objek, alat, material, atau benda; maka jasa justru
merupakan
perbuatan,
(performance), atau usaha.
tindakan,
pengalaman,
proses,
kinerja
33
b. Inseparability (tidak dapat dipisahkan), kegiatan jasa tidak dapat
dipisahkan dari pemberi jasa, baik perorangan ataupun organisasi serta
perangkat mesin/teknologi.
c. Variability (berubah-ubah/aneka ragam), bahwa kualitas jasa yang
diberikan oleh manusia dan mesin/peralatan berbeda-beda, tergantung
pada siapa yang memberi, bagaimana, memberikannya, serta waktu dan
tempat jasa tersebut diberikan.
d. Perishability (tidak tahan lama), bahwa jasa tidak bisa disimpan untuk
kemudian dijual atau digunakan, sehingga pada dasarnya jasa langsung
dikonsumsi pada saat diberi.
Mutu pendidikan sangat khas karena pendidikan merupakan proses
yang menghasilkan layanan. Mutu dalam intitusi pendidikan berhubungan
dengan adanya kemampuan baik secara teknis maupun secara profesional
dari pengelola dalam proses belajar.
Manajemen mutu terpadu dalam pendidikan ada beberapa pokok yang
perlu doperhatikan diadaptasi dari Edward Salis: Perbaikan secara terusmenerus (Continuous improvement) yang berarti penglolaan dalam
pendidikan melakukan beberapa perbaikan dan peningkatan dari semua
komponen yang mendukung pendidikan dalam standar yang telah
ditetapkan. Menentukan standar mutu (quality assurance) konsep yang
digunakan untuk menentukan standar mutu dalam proses atau lulusan dari
intansi pendidikan standar mutu proses pembelajaran juga terdapat
didalamnya. Perubahan kultur (change of culture) konsep ini bertujuan
34
membentuk mutu bagian dalam komponen organisasi. Perubahan organisasi
(update-down organization) perubahan suatu organisasi sangat mungkin
terjadi. Dan yang terakir yaitu mempertahankan hubungan dengan
pelanggan (keeping close to the customer) dalam organisasi memerlukan
hubungan dengan pelanggan maka dalam hal ini perlu dipertahankan
hubungan baik dengan pelanggan.
Pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem yang dibentuk
untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem menurut Nasution (2005:41) adalah:
“seperangkat komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan
tertentu”. Mutu pembelajaran dapat dilihat dari interaksi siswa dengan
sumber belajar, maupun interaksi siswa dengan guru. Interaksi yang
bermutu adalah sesuatu yang menyenangkan dan menantang. Pembelajaran
yang pada hakekatnya merupakan proses komunikasi transaksional yang
bersifat timbal balik. Pelaksanaan pembelajaran di kelas merupakan
aktivitas yang menjadi sentral pendidikan di sekolah.
Pembelajaran
merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar
siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun
sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses
belajar siswa yang bersifat internal. Dalam mutu pembelajaran, ada dua
aspek yang perlu diperhatikan, yakni aspek mutu hasil (lulusan) dan aspek
proses untuk mencapai hasil tersebut. Sistem menurut Nasution (2005:41)
adalah: “seperangkat komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai
tujuan tertentu”.
35
Pengertian mutu proses pembelajaran mengacu pada proses
pendidikan dan hasil pendidikan. Proses pendidikan yang bermutu
melibatkan input seperti siswa, guru, metode, kurikulum, sarana, lingkungan
dan pengelolaan pembelajaran yang baik. Mutu dalam konteks hasil
pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan.
Pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem yang dibentuk untuk
mencapai tujuan tertentu.
Mutu pembelajaran, tentunya berhubungan dengan proses belajar
mengajar yang di dalamnya terdiri dari unsur siswa dengan guru. Nasution
(2005:43) mengemukakan bahwa: “proses suatu sistem dimulai dari input
(masukan)
kemudian
diproses
dengan
berbagai
ativitas
dengan
menggunakan teknik dan prosedur, dan selanjutnya menghasilkan output
(keluaran), yang akan dipakai oleh masyarakat lingkungannya.” Aktivitas
suatu sistem tersebut diragakan oleh gambar berikut:
Gambar 2.2
Cara Kerja Sistem
Berkaitan dengan komponen-komponen yang membentuk sistem
pendidikan, Nana Syaodih S.dkk (2006:7), mengemukakan bahwa
komponen input diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) raw input, yaitu
siswa yang meliputi intelek, fisik-kesehatan, sosial-afektif dan peer group.
36
(2) Instrumental input, meliputi kebijakan pendidikan, program pendidikan
(kurikulum), personil (Kepala sekolah, guru, staf TU), sarana, fasilitas,
media, dan biaya, dan (3) Environmental input, meliputi lingkungan sekolah,
lingkungan keluarga, masyarakat, dan lembaga sosial, unit kerja. Komponen
proses menurut Nana Syaodih S.dkk (2006), meliputi pengajaran, pelatihan,
pembimbingan, evaluasi, ekstrakulikuler, dan pengelolaan. Output meliputi
pengetahuan, kepribadian dan performansi.
Berdasarkan pendapat Nana Syaodih di atas, dapat diketahui bahwa
proses pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem pendidikan
yang dapat menentukan keberhasilan pembelajaran dan mutu pendidikan.
Oleh karena itu untuk memperoleh mutu pendidikan yang baik, diperlukan
proses pembelajaran yang berkualitas pula.
Sudarwan Danim (dalam Anisya, 2008:22) “Mutu pembelajaran
adalah kemampuan sumber daya sekolah dalam menstransformasikan
berbagai masukan dan situasi untuk mencapai derajat nilai tertentu bagi
peserta didik.” Nana Syaodih, dkk (2006:7) yang mengungkapkan bahwa:
Mutu pendidikan atau mutu sekolah tertuju pada mutu lulusan.
Merupakan sesuatu yang mustahil, pendidikan atau sekolah
menghasilkan lulusan yang bermutu, jika tidak melalui proses
pendidikan yang bermutu pula. Merupakan sesuatu yang mustahil pula,
terjadi proses pendidikan yang bermutu jika tidak didukung oleh
faktor-faktor penunjang proses pendidikan yang bermutu pula.
Dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas,
pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai penjabaran lebih lanjut dari
37
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalamnya memuat
tentang standar proses. Dalam Bab I Ketentuan Umum SNP, yang dimaksud
dengan standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai
standar kompetensi lulusan. Bab IV Pasal 19 Ayat 1 SNP lebih jelas
menerangkan
bahwa
proses
pembelajaran
pada
satuan
pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemampuan sesuai bakat, minat dan
perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
Mutu pembelajaran dapat dikatakan sebagai gambaran mengenai baikburuknya hasil yang dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang
dilaksanakan. Sistem selanjutnya tergantung pada mutu komponen yang
membentuk sistem, serta proses pembelajaran yang berlangsung hingga
membuahkan hasil. Berkaitan dengan pembelajaran yang bermutu, Pudji
Muljono
(2006:29)
menyebutkan
bahwa
konsep
mutu
pembelajaran
mengandung lima rujukan, yaitu: “(1) kesesuaian, (2) daya tarik, (3) efektivitas,
(4) efisiensi dan (5) produktivitas pembelajaran”.
Pemikiran tentang mutu pendidikan dapat ditemukan dalam berbagai jenis
sesuai dengan sudut pandangnya para ahli melihat mutu pendidikan dari tiga
perspektif, yaitu perpektif ekonomi, sosiologi dari pendidikan.
Berdasarkan persektif ekonomi, pendidikan yang bermutu adalah
pendidikan yang mempunyai kontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi
38
lulusan pendidikan langsung dapat memenuhi angkatan kerja diberbagai sektor
ekonomi. Lalu berdasarkan perspektif sosiologi, pendidikan yang bermutu
adalah pendidikan yang bermanfaat terhadap seluruh masyarakat, dilihat dari
berbagai kebutuhan masyarakat seperti mobilitas sosial, perkembangan budaya
perkembangan kesejahteraan dan pembebasan kebodohan. Sedangkan menurut
persektif pendidikan melihat mutu pendidikan dari sisi pengadaan dari proses
belajar mengajar dan dari segi kemampuan lulusan dalam hal memecahkan
maslah dan berfikir kritis.
Selain itu Sallis (1993:24) menyarankan agar pendidikan dipandang
sebagai industri jasa dan usaha memenuhi kebutuhan peserta didik harus
menjadi fokus utama dalam mengelola mutu, sekalipun demikian menurutnya
tidak berarti harus mengabaikan pandangan-pandangan dari kelompok
pelanggan yang lain.
Dari beberapa pandangan tentang mutu pendidikan yang dikemukakan,
maka dapat disimpulkan bahwa mutu atau kualitas merupakan sesuatu hasil
dari kegiatan evaluasi atau penilaian para penghasil atau dari pihak pemakai.
Agar derajat kualitas sesuatu itu dapat ditetapkan maka, atribut-atribut sesuatu
beserta standar atau kriteria-kriteria mutu terlebih dahulu ditentukan.
Mutu atau kualitas pendidikan ini bersifat multidimensi yang meliputi
aspek-aspek input, proses dan keluaran (hasil atau dampak). Oleh karena itu
indikator atau standar mutu pendidikan dikembangkan dari aspek input, output,
proses dan keluaran.
39
Sejalan dengan itu Adams dan Chapman (2002) dalam Bastian (2007:184)
mendefinisikan mutu pendidikan sebagai target khusus dari tujuan pendidikan.
Sanusi (1994) menyebutkan tiga dimensi mutu pendidikan khusus mutu
pembelajaran yaitu :
- Dimensi mutu mengajar yang sangat terkait dengan faktor-faktor
kemampuan dan profesionalitas guru, sehingga kajian terhadap mutu
pendidikan berarti kajian masalah mutu guru dan mutu proses pendidikan.
- Dimensi bahan ajar, yang berbicara masalah kurikulum dalam arti sejauh
mana kurikulum suatu institusi pendidikan relevan dengan kebutuhan anak
di masyarakat dan kebutuhan lingkungan pendidikan yang berubah demikian
cepat
- Dimensi hasil belajar, yang terakhir ini mencakup baik perolehan nilai-nilai
hasil belajar maupun dalam cakupan yang luas, yaitu perolehan lapangan
pekerjaan dan sekaligus perolehan pendapatan setiap lulusan.
Dalam penelitian ini fokus mutu proses pembelajaran adalah mutu kegiatan
yang dilaksanakan guru dan siswa dalam proses optimalisasi masing-masing
peran, yang mencakup perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran,
dan penilaian yang dilaksanakan selama pelajaran berlangsung yang dinyatakan
dalam bentuk persentase kehadiran guru dalam mengelola pembelajaran, nilai
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dari kepala sekolah atau pengawas.
4. Indikator Mutu Pembelajaran
Nanang Fatah (2009:108) mengatakan bahwa kualitas atau mutu
pendidikan disekolah akan sangat ditentukan oleh faktor pembiayaan
40
pendidikan, baik dalam besarnya pengalokasian yang tepat, maupun
pemanfaatan realisasi biaya yang mengarah kepada kebutuhan proses
pembelajaran. Kemampuan pengelolaan mutu guru, mutu alat, mutu bahan, dan
mutu siswa akan berkaitan satu sama lain dalam proses pembelajaran disekolah.
Ketersediaan komponen-komponen tersebut akan menciptakan kondisi yang
baik untuk proses pembelajaran dan pada gilirannya akan berpengaruh dan
memberikan kontribusi dalam pencapaian prestasi belajar siswa. Dan menurut
Nanang Fatah (2009:113) menyatakan bahwa proses pembelajaran diartikan
sebagai kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam proses optimalisasi,
masing-masing peran yang mencakup kehadiran tatap muka (estimasi waktu),
aktivasi KBM, diskusi/tanya jawab, pemanfaatan buku dan alat-alat pelajaran
(optimalisasi sumber-sumber belajar), yang dilaksanakan selama pembelajaran
berlangsung.
Berdasarkan hal tersebut, indikator untuk mengukur mutu pembelajaran
yang efektif yaitu antara lain sebagai berikut :
1. Efisiensi Waktu
Efisiensi waktu turut menentukan kualitas belajar siswa yang sekaligus
mempengaruhi prestasi belajarnya. Dengan sub indikator, yaitu :
- Ketepatan kehadiran tatap muka guru dengan murid
2. Optimalisasi Sumber Belajar
Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data,
orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam
belajar,
baik
secara
terpisah
maupun
secara
terkombinasi
sehingga
41
mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai
kompetensi tertentu. Dengan sub indikator, yaitu :
- Aktivasi kegiatan belajar mengajar
- Adanya diskusi dan tanya jawab guru dengan murid
- Pemanfaatan buku atau bahan ajar
- Pemanfaatan alat-alat pelajaran
3. Pelaksanaan Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh
seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, gurunakan
mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat,
hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik. Dengan sub
indikator, yaitu:
- Teknik penilaian yang diberikan
- Evaluasi pembelajaran
4. Frekuensi Bimbingan Belajar
Carroll dalam Syamsudin (1983:84) berasumsi bahwa, jika setiap siswa
diberi kesempatan bimbingan belajar dengan waktu yang sesuai yang
dibutuhkan oleh masing-masing peserta didik, maka mereka akan mampu
mencapai tarap penguasaan yang sama. Oleh karena itu, tingkat penguasaan
belajar merupakan fungsi dari proporsi jumlah waktu yang disediakan guru,
dengan jumlah waktu yang diperlukan peserta didik untuk belajar. Dengan sub
indikator, yaitu :
-
Lamanya proses belajar mengajar.
42
Berdasarkan hal diatas, maka efektifitas penyelenggaraan pendidikan
akan menghasilkan kualitas pendidikan yang diharapkan sesuai dengan visi,
misi dan tujuan dari suatu sistem pembelajaran yang diselenggarakan
dilingkungan sekolah.
B. Konsep Manajemen Pembiayaan dalam Administrasi Pendidikan
1. Konsep manajemen pendidikan
a. Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur,
mengurus atau mengelola. Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat,
dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu oleh Luther Gulick (1963) karena
manajemen dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang secara sistematik
berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama.
Dikatakan sebagai kiat oleh Marry Parker Follet (1968) karena manajemen
mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain
menjalankan dalam tugas. Dipandang sebagai profesi karena manajemen
dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan
para profesional dituntun oleh suatu kode etik.
Berdasarkan beberapa pengertian yang diatas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari
rangkaian
kegiatan,
seperti
perencanaan,
pelaksanaan,
dan
pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai
43
tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia
dan sumber daya lainnya.
b. Fungsi-Fungsi Manajemen
Menurut Henry Fayol (1916) fungsi-fungsi manajemen adalah
sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
Perencanaan ( planning).
Pengorganisasian (organizing)
Pemberian Printah (commanding)
Pengkoordinasian (coordinating)
Pengawasan (controlling)
Menurut Goerge R. Terry (1960), dalam bukunya yang berjudul
Principle of Management, Terry mengklasifikasikan fungsi-fungsi
manajemen itu sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
Planning (Perencanaan)
Organizing (Pengorganisasian)
Actuating (Penggerakan)
Controlling (Pengawasan)
Dari dua rumusan fungsi-fungsi manajemen diatas, orang dapat
memilih salah satu fungsi manajemen yang cocok dengan pekerjaan yang
akan dikerjakan. Dalam proses kegiatan manajemen pelatihan fungsifungsi manajemen itu sebagai pedoman untuk setiap langkah pelaksanaan
pekerjaan. Langkah-langkah ini sebagai alat untuk mengataur segala
sumber daya yang ada didalam lingkungan pendidikan.
c. Prinsip-prinsip manajemen
Prinsip utama manajemen yaitu efisien dan efektif dalam mencapai
hasil tujuan yang telah ditetapkan atau direncanakan. Menurut Nanang
Fattah (2000:33), ada beberapa prinsip manajemen diantaranya yaitu :
44
1) Prisip manajemen berdasarkan sasaran (MBS) merupakan
teknik manajemen yang membantu memperjelas dan
menjabarkan tahapan tujuan organisasi
2) Prinsip manajemen berdasarkan oarng, merupakan suatu
konsep manajemen modern yang mengkaji dimensi perilaku,
dimensi sistem dalam kaitannya dengan perubahan dan
pengembangan organisasi.
3) Prinsip manajemen berdasarkan informasi, dalah perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan merupakan
kegiatan manajerial yang pada hakekatnya merupakan
pengambilan
keputusan.
Semua
kegiatan
tersebut
membutuhkan informasi.
d. Manajemen Pendidikan
Istilah manajemen seringkali disamakan dengan istilah administrasi
dalam suatu lingkungan persekolahan atau pendidikan. Berkaitan engan itu,
terdapat tiga pandangan yang berbeda; pertama, mengartikan administrasi
lebih luas dari manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi);
kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi ; ketiga,
terdapat pandangan yang menganggap bahwa manajemen identik dengan
administrasi. (Mulyasa, 2002:19).
Dalam berbagai kepentingan, pemakaian kedua istilah tersebut sering
digunakan secara bergantian. Berdasarkan fungsi dan pokoknya istilah
manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama.
Gaffar (1989) dalam E. Mulyasa (2000:19), mengemukakan bahwa
manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama
yang sistematik, sistemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Manajemen pendidikan juga dapat diatikan
sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses
45
pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan
jangka panjang, menengah, maupun tujuan jangka pendek.
Manajemen pendidikan menurut Engkoswara (2001:2) ialah suatu
ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan
suasana yang baik bagi manusia yang turut serta di dalam mencapai tujuan
yang disepakati bersama.
Sedangkan menurut Oteng Sutisna (1993), istilah manajemen sama
artinya dengan administrasi. Maka, pengelolaan pendidikan dapat diartikan
sebagai upaya untuk menerapkan kaidah-kaidah administrasi dalam bidang
pendidikan.
Sementara itu, menurut Sondang P. Siagian (1983) dalam Djam’an S.
Dan R Hermawan (2003:1) mendefinisikan pengertian administrasi
sebagai keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih
yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan.
Berdasarkan pengertian administrasi yang telah dijelaskan diatas,
administrasi mengandung makna adanya :
1. Tujuan yang mesti dapat direalisasikan guna kepentingan lembaga,
individu ataupun kelompok.
2. Keterlibatan personil, material dan juga finansial dalam posisinya
yang saling mendukung satu sama lain saling memerlukan dan
juga saling melengkapi.
46
3. Proses yang terus menerus dan berkesinambungan yang mulai dari
hal yang kecil dan sederhana sampai kepada hal yang besar dan
rumit
4. Pengawasan atau kontrol guna keteraturan, keseimbangan dan
keselarasan.
5. Tepat guna dan berhasil guna supaya tidak terjadi penghamburan
waktu, tenaga, biaya dan juga fasilitas agar dapat mencapai
keberhasilan dan produktivitas yang cukup memadai.
6. Hubungan manusiawi yang menempatkan manusia sebagai unsur
utama dan terhormat serta memiliki kepentingan didalamnya
(Djam’an S. Dan R. Hermawan, 2003:2).
Dalam
kerangka
inilah
tumbuh
kesadaran
akan
pentingnya
manajemen berbasis sekolah, yang memberikan kewenangan penuh
kepada kepala sekolah dan guru dalam mengatur pendidikan dan
pengajaran,
merencanakan,
mengorganisasi,
mengawasi,
mempertanggungjawabkan, mengatur, serta memimpin sumber- sumber
daya
insani
serta
barang-barang
untuk
membantu
pelaksanaan
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan sekolah.
Manajemen berbasis sekolah juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan
dan minat peserta didik, guru-guru, serta kebutuhan masyarakat setempat.
Untuk itu perlu dipahami fungsi-fungsi pokok manajemen yaitu :
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pembinaan dan pengevaluasian.
47
Dimana dalam prakteknya fungsi-fungsi tersebut merupakan suatu proses
yang berkesinambungan.
Sebelum diterapkan dalam bidang atau objek tertentu, administrasi
dapat dilihat dari sudut pandang proses, fungsi, dan lembaga. Dari sudut
proses, pengertian administrasi dapat dikatakan sebagai suatu keseluruhan
tingkatan yang mesti dilaksanakan yang mulai dari proses pengambilan
keputusan, penentuan tujuan, pembagian tugas, dan juga pelaksanaan tugas
yang harus dikerjakan sampai kepeda pencapaian tujuan yang telah
dirumuskan tahap penentuan tujuan dapat direalisasikan.
Sementara dari sudut fungsi pengertian administrasi dapat dikatakan
sebagai suatu tugas atau pekerjaan yang mesti dilaksanakan oleh individu
atau kelompok orang yang dimulai dari pengambilan keputusan, penentuan
tujuan, pelaksanaan dan pembagian tugas sampai pada realisasi
perwujudan
tujuan
yang
telah
disepakati.
Sedangkan
pengertian
administrasi dilihat dari sudut pandang kelembagaan, administrasi dapat
dikatakan sebagai individu atau kelompok yang mengerjakan tugas yang
dimulai dari pengambilan keputusan, penentuan tujuan, pelaksanaan dan
pembagian tugas sampai kepada perealisasian tujuan yang telah
dirumuskan bersama. ( Djam’an S. Dan R. Hermawan, 2000:3).
Dari beberapa pandangan para ahli pendidikan yang telah diutarakan
diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa manajemen atau
pengelolaan sama dengan administrasi dalam suatu wilayah pendidikan
yang merupakan komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses
48
pendidikan secara keseluruhan. Alasannya, bahwa tanpa manajemen tidak
mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif, dan
efisien. konsep tersebut berlaku disekolah yang memerlukan manajemen
yang efektif dan efisien.
Dalam manajemen pendidikan dikenal dua mekanisme pengaturan,
yaitu sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi,
segala sesuatu yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan diatur
secara ketat oleh pemerintah pusat. Sementara dalam desentralisasi,
wewenang pengaturan tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah. Hal
ini juga berlaku dalam manajemen pendidikan di Indonesia, sebagaimana
dijelaskan dalam penjelasan UUSPN 1989 bahwa pendidikan nasional
diatur secara terpusat (sentralisasi), namun penyelenggaraan satuan dan
kegiatan pendidikan dilaksanakan secara tidak terpusat (desentralisasi). (E.
Mulyasa, 2002:22).
Hal tersebut cukup beralasan karena masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan sehingga untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya
dan
mengurangi
segi-segi
negatif,
pengelolaan
pendidikan tersebut memadukan sistem sentralisasi dan desentralisasi.
2. Konsep pembiayaan Pendidikan
Untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai pengertian
pembiayaan, terlebih dahulu akan dipaparkan arti biaya itu sendiri. Menurut
kamus besar bahasa Indonesia, biaya adalah uang yang dikeluarkan untuk
membayar sesuatu keperluan.
49
Fakri Gaffar seperti yang dikutip oleh Tatang Hidayat (2004:60)
mengatakan secara teoritis biaya atau cost adalah nilai besar dana yang
diperkirakan perlu disediakan pada proyek kegiatan tertentu.
Menurut Mintarsih Danumihardja (2004:25) biaya adalah seluruh
dana baik langsung/tidak langsung yang diperoleh dari berbagai sumber
(pemerintah, masyarakat dan orang tua) yang diperuntukkan bagi
penyelenggaraan pendidikan.
Dari beberapa pengertian mengenai biaya diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa biaya adalah dana yang dikeluarkan atau disediakan
untuk kegiatan tertentu, sedangkan biaya pendidikan adalah seluruh dana
yang diperoleh dari berbagai sumber baik pemerintah, perorangan, maupun
masyarakat yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan pendidikan.
Biaya sering berkaitan dengan pendanaan, menurut Ahmad Sudrajat
(2009:23)
dana
pendidikan
itu
sendiri
merupakan
sumber
daya keuangan yang disediakan untuk menyelenggaraan serta pengelolaan
pendidikan. Sedangkan pendanaan pendidikan adalah penyediaan sumber
daya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan
pendidikan.
Berikut akan dijelaskan berbedaan antara biaya pendidikan dengan
pendanaan pendidikan :
-
Biaya pendidikan itu sendiri lebih kepada nilai besar dana yang
diprakirakan perlu disediakan untuk mendanai berbagai kegiatan
pendidikan, sedangkan
50
-
Pendanaan Pendidikan lebih kepada penyediaan keuangan yang
diperlukan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan.
Pembiayaan pendidikan adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan
proses
pencarian
sumber
dan
penggunaan
dana
dengan
memanfaatkan rencana biaya serta modal yang dibutuhkan didalam
pendidikan.
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat tiga hal pokok yang terkait
dalam pembiayaan pendidikan, yaitu :
1. Proses pelaksanaan pendidikan
2. Distribusi pendidikan di kalangan individu dan kelompok yang
memerlukan
3. Biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat atau individu untuk kegiatan
pendidikan dan jenis kegiatan apa yang dibutuhkan.
Dalam prosesnya pendidikan memerlukan pengorbanan-pengorbanan
yang secara langsung bersentuhan dalam produksi pendidikan. Pengorbanan
yang dikeluarkan dalam melaksanakan tersebut merupakan suatu biaya yang
harus dikeluarkan dalam melaksanakan pendidikan. Biaya yang dikeluarkan
ini akan secara langsung bersentuhan dengan komponen mutu pendidikan
yang akan dicapai.
Jika disesuaikan dengan tingkatan sekolah, tentunya hal ini akan
membedakan dalam kebutuhan serta tingkat kegunaan biaya-biaya tersebut,
hal ini berdasarkan asumsi pada tingkat aktivitas yang perlu didanai semakin
tinggi tingkat sekolah maka akan semakin besar dana yang harus dikeluarkan.
51
a.
Biaya Pendidikan
Biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost)dan biaya
tidak langsung (indirect cost). Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar
siswa berupa pembelian alat-alat pelajaran, sarana belajar, biaya transportasi,
gaji guru, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua, maupun siswa
sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang
(earning forgone) dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang (opportunity
cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar (Cohn, 1979 ; Thomas Jone,
1985 ; 1976. Dalam Nanang Fattah, 2009:23).
Anggaran biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang berkaitan satu sama
lain, yaitu sisi anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk
mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Anggaran penerimaan adalah pendapatan
yang diperoleh setiap tahun oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan
diterima secara teratur. Sedangkan anggaran pengeluaran adalah jumlah uang
yang dibelanjakan setiap tahun untuk kepentingan pelaksanaan pendidikan di
sekolah.( Nanang Fattah, 2009:23-24).
Perhitungan biaya dalam pendidikan akan ditentukan oleh unsur-unsur
tersebut yang didasarkan pula pada perhitungan biaya yang nyata sesuai
dengan kegiatan menurut jenis dan volumenya. Dalam konsep pembiayaan
pendidikan ada dua hal penting yang perlu dikaji dan dianalisis yaitu biaya
pendidikan secara keseluruhan dan biaya satuan persiswa.
52
Biaya satuan tingkat sekolah merupakan biaya pendidikan tingkat
sekolah, baik yang bersumber dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat
yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pendidikan dalam satu tahun
pelajaran.
Hal tersebut, dipertegas pula oleh Howard R. Bowen (1981:1) yang
menyebutkan “ Cost usually appear in the form of expenditures of money.
Similarly, cost of collages and universities are usually money payments to
acquire the resources needed to operate the institions”.
Biaya satuan per murid merupakan ukuran yang menggambarkan
seberapa besar uang yang dialokasikan kesekolah-sekolah secara efektif
untuk
kepentingan
murid
dalam
menempuh
pendidikan.
Dengan
menganalisis biaya satuan, memungkinkan untuk mengetahui efisiensi
dalam penggunaan sumber-sumber disekolah. Keuntungan dari investasi
pendidikan, dan pemerataan pengeluaran masyarakat.
Dalam menetapkan biaya pendidikan yang diperlukan, harus disusun
perencanaan
pembiayaan
pendidikan.
Maka,
satu
proyeksi
biaya
pendidikan yang didasarkan atas kebutuhan dalam kaitannya dengan
pembiayaan pendidikan di tingkat negara, yaitu dengan membuat alternatif
proyeksi pendidikan sekurang-kurangnya 5-6 tahun mendatang. Alternatif
proyeksi biaya pendidikan harus berdasarkan pada asumsi-asumsi :
1. Kecepatan rasio pertumbuhan.
2. Jumlah imigrasi ke negara.
53
3. Tipe program pendidikan untuk target populasi dengan perbedaan
kebutuhan.
4. Perbedaan biaya untuk tipe yang berbeda program pendidikan.
5. Jumlah siswa yang mungkin akan pindah dari sekolah
6. Perbedaan biaya yang dibutuhkan berdasarkan pada jarang atau
padatnya penduduk.
7. Tingkat kualitas pendidikan.
8. Kekuatan memperoleh uang.
Seperti yang telah dikemukakan diatas, bahwa pembiayaan pada suatu
persekolahan terpusat pada penyaluran keuangan dan sumber-sumber
pendapatan lainnya untuk pendidikan. Dimana distribusi atau penyaluran
tersebut mencakup dua kategori yaitu bagaimana uang itu diperoleh dan
bagaimana dibelanjakan agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik
dan sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
Aspek penting lain yang perlu dikaji adalah peraturan perundangundangan
pendidikan,
perkembangan
historis
pemerintah
pusat,
kecenderungan termasuk yang akan datang.
Oleh karena itu, dalam menetapkan biaya pendidikan perlu di dukung
dengan data dan informasi mengenai siapa yang harus dididik, berapa
jumlah yang harus dididik, tujuan dan sasaran apa yang ingin dicapai,
program pendidikan apa yang akan dilakukan sebagai suatu usaha dalam
mencapai tujuan dan sasaran tersebut.
54
b.
Biaya dan manfaat pendidikan
Dalam hubungannya dengan biaya dan manfaat, pendidikan dapat
dipandang sebagai salah satu investasi (human investment) dalam hal ini,
proses pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan
suatu bentuk konsumsi semata, akan tetapi merupakan suatu investasi. Oleh
karena itu pendidikan merupakan suatu investasi yang berguna bukan saja
untuk perorangan atau individu saja tetapi juga merupakan investasi untuk
masyarakat yang mana dengan pendidikan sesungguhnya dapat memberikan
suatu kontribusi yang substansial untuk hidup yang lebih baik dimasa yang
akan datang. Hal ini, secara langsung dapat disimpulkan bahwa proses
pendidikan sangat erat kaitannya dengan suatu konsep yang disebut human
capital. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Jones (1985:4) yang
menyatakan bahwa :
“The people have certain skills, habit, and knowledge, which they sell to
employers in the form of their wage salaried labor, and which can be
expected to provide them a flow of income over their lifetimes.
Furthermore, human capital can be analogized in some respects to
physical capital because both are used together to produce a stream of
income over some period of years”.
Bank Dunia dengan program internasionalnya telah menetapkan
kepercayaan terhadap investasi sumber daya manusia bagi pertumbuhan
ekonomi (World Development Report, 1980) kepercayaan ini didasarkan atas
studi yang dilakukan pada akhir tahun 1970-an dan awal 1980-an. Sumbangan
pendidikan untuk menunjang pertumbuhan ini semakin kuat setelah
memperhitungkan efek pendidikan dan bentuk investasi fisik lainnya terhadap
pertumbungan ekonomi.
55
c.
Mengukur manfaat pendidikan
Manfaat biaya pendidikan oleh para ahli pendidikan sering disebut
dengan Cost Benefit Analysis, yaitu rasio antara keuntungan financial sebagai
hasil pendidikan (biasanya diukur dengan penghasilan) dengan seluruh biaya
yang dikeluarkan untuk pendidikan. (Nanang Fattah, 2000:38).
Dalam mengukur manfaat biaya pendidikan berdasar kepada konsep
biaya pendidikan yang sifatnya kompleks dari keuntungan, karena komponen
biaya terdiri dari lembaga jenis dan sifatnya. Biaya pendidikan bukan hanya
berbentuk uang atau rupiah, tetapi juga dalam bentuk biaya kesempatan. Biaya
kesempatan (income forgone) yaitu potensi pendapatan bagi seorang siswa
selama ia mengukiti pelajaran atau menyelesaikan studi. Dengan demikian,
biaya keseluruhan (C) selama di tingkat persekolahan terdiri biaya langsung
(L) dan biaya tidak langsung (K). Dalam rumusannya digambarkan sebagai
berikut :
C=L+K
Biaya pendidikan merupakan dasar empiris untuk memberikan gambaran
karakteristik keuangan sekolah (Nanang Fattah, 2000:25).
Dalam menentukan biaya satuan, menurut Nanang Fattah (2009:26)
terdapat dua pendekatan makro dan mikro. Pendekatan makro mendasarkan
perhitungan pada keseluruhan jumlah pengeluaran pendidikan yang diterima
dari berbagai sumber dana kemudian dibagi jumlah murid. Pendekatan mikro
mendasarkan perhitungan biaya berdasarkan alokasi pengeluaran per
komponen pendidikan yang digunakan oleh murid.
56
Dalam pendekatan makro, terdapat karakteristik pendidikan yang
mempengaruhi biaya yaitu :
1. Skala gaji guru dan jam terbang mengajar,
2. Penatara dan pelatihan pra jabatan,
3. Pengelompokan siswa disekolah dan didalam kelas,
4. Penggunaan metode dan bahan ajar
5. Sistem evaluasi
6. Supervisi pendidikan
Dalam pendekatan mikro, perhitungan satuan biaya pendidikan dapat
menggunakan formula sebagai berikut :
Sb (s,t) = f [K (s,t) dibagi M (s,t)]
Keterangan:
Sb
: satuan biaya per murid per tahun
K
: jumlah seluruh pengeluaran
M
: jumlah murid
s
: sekolah tertentu
t
: tahun tertetu.
Dengan mengetahui besarnya biaya satuan persiswa menurut jenjang dan
jenis pendidikan berguna untuk menilai berbagai alternatif kebijakan dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan.
Dalam mengukur manfaat pendidikan, Nanang Fattah (2009:28),
mengemukakan bahwa keuntungan pendidikan tidak selalu dapat diukur
57
dengan standar nilai ekonomi dan uang. Hal ini disebabkan karena manfaat
pendidikan disamping memiliki nilai ekonomi juga memiliki nilai sosial.
Dalam mengukur dampak pendidikan terhadap keuntungan ekonomi atau
pendapatan seseorang dari produktivitas yang dimilikinya, memerlukan
asumsi-asumsi. Asumsi bahwa produktivitas seseorang dianggap merupakan
fungsi dari keahlian dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan.
Ukuran hasil pendidikan kita gabungkan dengan data biaya pendidikan
dapat menjadi ukuran efisiensi eksternal. Ada empat kategori yang dapat
dijadikan indikator dalam menentukan tingkat keberhasilan pendidikan, yaitu :
1. Dapat tidaknya seorang lulusan melanjutkan ke pendidikan yang lebih
tinggi,
2. Dapat tidaknya memperoleh pekerjaan,
3. Besarnya penghasilan (gaji yang diterima),
4. Sikap perilaku dalam konteks sosial, budaya dan politik.
Menurut Elchanan C (1979:36), dalam mengukur manfaat dari pendidikan
terdiri dari 3 (tiga) pendekatan, yaitu : 1) The simple corelation aproach, 2)
The residual approach, and 3) The returns to education approach.
d.
Efisiensi Pendidikan
Istilah efisiensi pendidikan menggambarkan hubungan antara input
(masukan) dan output (keluaran) dari suatu pelaksanaan proses pendidikan.
58
Efisiensi pendidikan menurut Nanang Fattah (2009:35) artinya memiliki kaitan
antara pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang terbatas sehingga
mencapai optimalisasi yang tinggi. Dalam biaya pendidikan, efisiensi hanya
akan ditentukan oleh ketepatan di dalam memperdayagunakan anggaran
pendidikan dengan memberikan prioritas pada faktor-faktor input pendidikan
yang dapat memacu pencapaian prestasi belajar siswa. Untuk mengetahui
efisiensi biaya pendidikan biasanya metode analisis keefektifan biaya (cost
effectiveness method) yang memperhitungkan besarnya kontribusi setiap
masukan pendidikan terhadap efektifitas pencapaian tujuan pendidikan atau
prestasi belajar.
Upaya efisiensi dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu efisiensi
internal dan efisiensi eksternal. Dimana kedua konsep tersebut satu sama lain
erat kaitannya.
Suatu sistem pendidikan dinilai memiliki efisiensi internal jika dapat
menghasilkan output yang diharapkan dengan biaya minimum dapat pula
dinyatakan bahwa dengan input yang tertentu dapat memaksimalkan output
yang diharapkan. Efisiensi dalam pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan
konsep manajemen ilmiah yang dipelajari oleh John F. Bobit (1912). Menurut
Bobit pertambahan jumlah enrollmen yang demikian pesat akan berpengaruh
terhadap
pemanfaatan
sumber-sumber
daya
pendidikan,
jika
terjadi
pengulangan dan putus sekolah, dan pengelolaan sekolah yang tidak efisien.
59
oleh karena itu perlu dilakukan penekanan biaya pendidikan melalui berbagai
jenis kebijakan, antara lain :
1.
Menurunkan biaya operasional,
2.
Memberikan biaya prioritas anggaran terhadap komponen-komponen input
yang langsung berkaitan dengan proses belajar-mengajar,
3.
Meningkatkan kapasitas pemakaian ruang kelas, fasilitas belajar,
4.
Meningkatkan kualitas PBM
5.
Meningkatkan motivasi kerja guru
6.
Memperbaiki rasio guru-murid
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur efisiensi internal
adalah sebagai berikut :
1.
Rata-rata lama belajar (Average Study Time)
Untuk mengetahui berapa lama seorang lulusan menggunakan waktu
belajar dapat dilakukan dengan metode mencari statistik kohort (kelompok
belajar). Untuk ini, dapat dihitung dengan cara jumlah waktu yang dihabiskan
lulusan dalam suatu kohort dibagi dengan jumlah lulusan dalam kohort tersebut.
2.
Rasio input- output (Input-Output Ratio)
Merupakan perbandingan antara jumlah murid yang lulus dengan murid
yang masuk awal dengan memperhatikan waktu yang seharusnya ditentukan
untuk lulusan, artinya membandingkan antara tingkat masukan dengan tingkat
keluaran.
60
Sedangkan efisiensi eksternal, sering dihubungkan dengan metode cost
benefit analysis. Analisis efisiensi eksternal berguna untuk menentukan
kebijakan dalam pengalokasian biaya atau distribusi anggaran kepada seluruh
sub-sub sektor pendidikan. Efisiensi eksternal merupakan pengakuan sosial
terhadap lulusan atau hasil pendidikan.
Dalam menganalisis efisiensi eksternal, dalam bidang pendidikan dapat
dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu :
1.
Keuntungan perorangan (privat rate of return,), yaitu perbandingan
keuntungan pendidikan dari individu yang bersangkutan.
2.
Keuntungan masyarakat (social rate of return), yaitu berbandingan
keuntungan pendidikan kepada masyarakat dengan biaya pendidikan dari
masyarakat.
Jadi efisiensi eksternal pendidikan meliputi tingkat balik ekonomi dan
investasi pendidikan oada umumnya, alokasi pembiayaan bagi jenis dan
jenjang pendidikan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa efisiensi internal dan efisiensi
eksternal mempunyai kaitan yang sangat erat. Kedua aspek tersebut saling
melengkapi satu sama lain dalam menentukam efisiensi sistem pendidikan
secara keseluruhan. (Cohn, 1979 ; Mingat Tan, 1988, dalam Nanang Fattah,
2000:40).
Secara konseptual efisiensi pendidikan meliputi cost-efectiveness dan cost
benefit. Cost effectiveness dikaitkan dengan perbandingan biaya input
pendidikan dan efektifitasnya dalam mendukung hasil-hasil belajar. Efisiensi
61
internal sangat bergantung pada dua faktor utama yaitu, faktor institusional dan
faktor manajerial.
Setiap lembaga pendidikan perlu diberi peluang dan kemampuan untuk
mengelola
anggaran
penerimaan
dan
pengeluaran
biaya
pendidikan
dilingkungan sistemnya masing-masing. Dengan asumsi bahwa upaya dan hasil
pemerataan pendidikan adalah merupakan hak dan kewajiban bersama,
partisipasi pemerintah, masyarakat, orang tua dan dunia usaha dalam
pembiayaan pendidikan harus dipandang sebagai aset yang harus digali
sehingga tidak sepenuhya beban pemerintah.
Upaya-upaya dalam meningkatkan efisiensi pembiayaan pendidikan perlu
diarahkan pada hal-hal pokok berikut :
1. Pemerataan kesempatan memasuki sekolah (equality of access)
2. Pemerataan untuk bertahan disekolah (equality of survival)
3. Pemerataan kesempatan untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar
(quality of output)
4. Pemerataan kesempatan menikmati manfaat pendidikan dalam kehidupan
masyarakat (equality of outcome)
Konsep peningkatan efisiensi pembiayaan pendidikan akan mempunyai
makna jika dihubungkan dengan konsep efisiensi, baik secara internal maupun
ekasternal.
62
3. Manajemen Pembiayaan Sekolah
E. Mulyasa (2004:194) mengatakan bahwa manajemen pembiayaan
sekolah merupakan bagian dari kegiatan pembiayaan pendidikan, yang secara
keseluruhan menuntut adanya kemampuan sekolah untuk merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan secara
efektif dan transparan.
Menurut H. M. Levin (Mintarsih Danumiharjda, 2004:24)
School finance refern to the process by which revenues and other recouces
are derived for the formation and operation of elementary and secondary
school as the process by which those recources are allocated to school in
different geographical areas and to types and levels of education.
Apa yang dikemukakan di atas menunjukan bahwa keuangan sekolah
merupakan
sumber
daya
yang
diterima
dan
digunakan
untuk
menyelenggarakan pendidikan di sekolah yang mengandung konsekuensi bagi
sekolah, yaitu sekolah harus mengelola sumber dana tersebut secara efektif
dan efisien untuk menunjang pelaksanaan pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut, manajemen pembiayaan sekolah merupakan
kegiatan yang didalamnya terdapat proses merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi serta mempertanggungjawabkannya secara efektif dan efisien
untuk menunjang pelaksanaan pendidikan.
a. Sumber-sumber pembiayaan sekolah.
Kebutuhan akan fasiilitas belajar sangat diperlukan guna kelancaran proses
belajar dan tercapainya tujuan pendidikan, dengan begitu diperlukannya suatu
cara untuk menghimpun dana dari berbagai pihak/sumber.
63
Berdasarkan penjelasan di atas, menurut Nanang Fattah dan Abubakar
(2005:143-145), dilihat dari sumber-sumbernya biaya pendidikan dapat
meliputi hal-hal berikut :
a. Hasil penerimaan pemerintah umun
b. Penerimaan pemerintah khusus untuk pendidikan
c. Iuran sekolah
d. Sumbangan-sumbangan sukarela dari masyarakat
Selain pendapat diatas mengenai sumber-sumber keuangan sekolah.
Nanang Fattah (2003:143) mengemukakan bahwa sumber utama keuangan
sekolah adalah pemerintah, orang tua dan masyarakat. Untuk memberikan
gambaran yang lebih jelas, dibawah ini akan digambarkan diagram
sumber-sumber keuangan sekolah sebagai berikut :
Pemerintah
pusat
siswa
Pemerintah daerah
Kelompok masyarakat
yayasan
Sumber keuangan
sekolah
alumni
pengusaha
Orang tua
Gambar 2.3
Sumber-sumber keuangan sekolah
Sumber : Nanang Fattah (Konsep MBS dan Dewan Sekolah, 2003:143)
Lain-lain
64
Kontribusi orang tua semakin penting pada saat pemerintah tidak
mempunyai kemampuan untuk membiayai kebutuhan sekolah yang memadai.
Pemerintah pusat membantu sekolah secara finansial dalam berbagi cara
misalnya, memberikan hibah untuk sekolah, membayar gaji guru, dan
sebagainya selain itu pemerintah juga memberikan sumbangan tidak langsung
melalui pelatihan guru, pelatihan kepala sekolah dan pelatihan sebagainya.
Banyak negara yang menyerahkan pendidikan dasar kepada pemerintah
daerah. Tiap pemerintah ini mempunyai tanggung jawab untuk menempatkan
dan membuka sekolah, menyediakan sarana fisik, fasilitas ruang kelas dan
sebagainya.
Kelompok masyarakat biasanya merupakan sumber keuangan bagi
sekolah. Mereka digerakkan oleh pemimpin masyarakat setempat untuk tugas
tertentu. Penggalian sumber dana alternatif ini perlu dilakukan antara lain
sumber dana perpajakan, sumber dana masyarakat, dan sumber dana lainya
yang dapat digali oleh masing-masing intitusi pendidikan dengan bekerja sama
dengan berbagai pihak termasuk masyarakat industri, masyarakat pedagang
dan masyarakat yang berpenghasilan tinggi. (M. Fakry Gaffar, 2000:40).
Siswa dapat menjadi sumber keuangan yang baik. hal ini tergantung
kepada kondisi sekolah dan kemampuan manajerial pimpinan sekolah dan
stafnya. Sebagian sekolah dibangun oleh suatu yayasan usaha sosial yang
bukan pemerintah.
65
b. Komponen-komponen dalam anggaran pendidikan
Komponen- komponen dalam anggaran pendidikan diantaranya sebagai
berikut :
1.
Kurikulum
2.
Kegiatan belajar mengajar
3.
Pengajar
4.
Lingkungan pendidikan
5.
Evaluasi pendidikan.
Alokasi anggaran pendidikan dari pemerintah lebih banyak dialokasikan
untuk komponen biaya penunjang, yang menyangkut penyediaan sarana dan
prasarana, seperti gaji guru, penegmbangan fisik sekolah dan pengadaan buku
pengajaran.
Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang
menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama komponenkomponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah
memerlukan biaya.
c. Pengelolaan pembiayaan sekolah
Penerimaan dan realisasi atau penggunaan keuangan sekolah merupakan
hal yang penting untuk mengetahui potensi dan apa yang akan dihasilkan dari
potensi tersebut. Berapakah sumber yang dibutuhkan dan bagaimana sumber
itu diperoleh. Apakah sumber untuk mencapai tujuan dan sasaran telah
memadai. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dalam dalam konsep
administrasi
pendidikan
menggunakan
strategi,
yaitu
memfokuskan
66
pengelolaan sekolah seperti perencanaan, penggunaan, pengawasan dan
pertanggungjawaban.
1. Perencanaan atau penganggaran
Strategi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai keputusan atau
tindakan yang berusaha untuk mencapai sasaran organisasi. Strategi itu sendiri
dipengaruhi oleh misi organisasi tau lembaga sekolah dan lingkungannya.
Dalam hubungan ini penyusunan RAPBS memerlukan analisis masa lalu dan
lingkungan eksternal yang mencakup kekuatan (strength), kelemahan
(weakness), peluang (opportunities), dan ancaman (threats).
Dunia pendidikan (sekolah) sangat terpengaruh oleh berbagai perubahan,
baik dalam aspek politik, sosial budaya, ekonomi, teknologi, industri, maupun
informasi. Pembaharuan dalam aspek-aspek tersebut menuntut para pengambil
keputusan kebijakan pendidikan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
Dengan demikian, dalam penyusunan RAPBS penting untuk diperhatikan
berbagai peluang pembiayaan pendidikan. Strategi pembiayaan pendidikan
dalam penyusunan RAPBS dimulai dengan mengkaji perubahan-perubahan
peraturan perundang-undangan, tuntutan peningkatan mutu pembelajaran
mungkin membuka peluang, dalam hubungan ini pemberian kewenangan
kepada kepala sekolah yang menjadi tanggungjawabnya menjadi sangat
strategis.
Dalam melakukan trategi RAPBS, satu hal yang harus diingat bahwa
analisis SWOT bukan hal yang sederhana. Pada pengelolaan pendidikan perlu
dipahami terlebih dahulu konsep tersebut, baru kemudian menerapkannya
67
dalam bidang pendidikan, dan tentunya untuk mengkaji kembali kebenaran
konsep tersebut. Dalam hubungan ini, kemampuan kepala sekolah dalam
manajemen sekolah dan manajemen pembiayaan menjadi sangat strategis,
khususnya dalam manajemen pembiayaan, kepala sekolah harus memiliki visi
strategis pembiayaan untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang sehingga pemanfaatan biaya dari berbagai sumber menjadi efisien.
Persoalan penting dalam penganggaran yaitu bagaimana memanfaatkan
sumber-sumber dana secara efisien. itulah penganggaran memerlukan proses
yang bertahap. Tahap-yahap yang perlu dilakukan yaitu sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi kegiatan yang akan dilaksanakan dalam periode anggaran.
2. Mengidentifikasi sumber-sumber yang dinyatakan dalam uang, mesin dan
material.
3. Sumber-sumber yang dinyatakan dalam bentuk uang, sebab anggaran pada
dasarnya merupakan pernyataan finansial.
4. Memformulasikan anggaran menurut format yang telah disepakati.
5. Usaha
memperoleh
persetujuan
dari
yang
berwenang
(pengambil
keputusan)dalam tahap ini dilakukan kompromi melalui rapat-rapat untuk
mempertimbangkan secara objektif dan subjektif.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membuat anggaran
menurut Yahya (Mitarsih Danumihardja, 2004:37) adalah sebagai berikut :
1. Permintaan terhadap hasil produksi dan stabilitas permintaan potensi dasar,
2. Jenis-jenis hasil produksi yang dibuat,
3. Jenis-jenis dan sifat hasil produksi yang dibuat,
68
4. Kemampuan menyusun jadwal dan mengatur pelaksaan,
5. Jumlah dana yang dipergunakan dibandingkan dengan hasil yang mungkin
dicapai, dan
6. Perencanaan dan pengawasan
Jenis-jenis produksi dalam lembaga persekolahan tentu difokuskan pada
kegiatan pembelajaran dalam bentuk pelayanan belajar maupun fasilitas yang
mendukung.
Stephen P. Taylor (Mitarsih Danumihardja, 2004:38) menyatakan
anggaran penting dilakukan dengan alasan sebagai berikut :
1. Untuk menentukan apakah mereka akan mendapatkan laba atau rugi;
2. Untuk menghitung dampak keputusan tertentu yang direncanakan atau
perubahan pada anggran yang ada;
3. Untuk mengesahkan keputusan bisnis yang telah diambil;
4. Untuk menentukan target manajemen;
5. Untuk menentukan tingkat kebutuhan.
Jika diimplementasikan dalam dunia pendidikan apa yang dikemukakan
oleh Stephen P. Taylor sesuai dengan Candoli bahwa anggaran itu harus dirinci
secara jelas, supaya dapat dicontrol apakah tujuan yang akan dicapai
berdayaguna dan hasil guna. Sekolah
sebagai lembaga pendidikan,
keberadaannya harus selalu menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, oleh
karena itu sekolah harus berorientasi kepada pasar, yaitu apa yang dibutuhkan
stakeholder, selain memikirkan bagaimana suatu keuntungan bisa diperoleh
sekolah.
69
2. Pelaksanaan atau implementasi anggaran
Dana yang diperoleh sekolah dari berbagai sumber dibutuhkan dan
diagendakan untuk menunjang kegiatan pembelajaran dikelas, laboratorium,
perpustakaan, dan tempat lainnya digunakan secara efektif dan efisien. sasaran
penggunaan tersebut sesuai rencana dan program yang diperkirakan akan dapat
mencapai target dan tujuan pembelajaran sekaligus tujuan sekolah. Dalam
penggunaan anggaran pemerintah telah menyusun suatu kategori dalam bentuk
mata anggaran sebagai pos anggaran, kategori ini dimaksudkan agar sasaran
penggunaan anggaran dapat tersusun sedemikian rupa dan dapat pula diukur
tingkat pencapaian tiap-tiap komponen. Perencanaan dan penggunaananggran
tentu disesuaikan dengan mata anggaran yang telah disusun tersebut. Adapun
komponen pengeluaran yang baku dan yang berlaku disekolah menurut buku
Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan (Nanang Fattah, 2009:59-62) adalah
sebagai berikt :
a).
Peningkatan Kegiatan Proses belajar mengajar
-
Pelaksanaan tes, meliputi : penyusunan naskah, penggandaan naskah
tes, penggandaan naskah dari Tim khusus, pengawasan dan
pemeriksaan tes.
-
Belanja alat KBM, meliputi : kapur tulis, kapur warna, mistar
besar/set, kertas stensil, kertas lainnya, tinta, penghapus bor, dan alat
lainnya.
70
b).
Pemeliharaan dan Penggantian sarana dan prasarana pendidikan
-
pemeliharaan mebel
- bahan/alat kebersihan
-
pengadaan mebel
-
rehab ringan kelas
-
pemeliharaan kelas
-
rehab ringan kantor
-
pemeliharaan kantor
-
pembuatan lemari
-
pemeliharaan halaman
- pembuatan meja
-
pemeliharaan kebersihan
dan bangku murid
c ). Peningkatan pembinaan kegiatan siswa : latihan dan sarana
-
Pramuka, PMR, UKS, DK
-
Prestasi olah raga
-
Prestasi kesenian
-
Kegiatan porseni
-
Pesantren kilat
d ).
Kesejahteraan
-
Peningkatan mutu keterampilan guru
-
Perjalanan dinas guru
-
Honorarium
-
Upah lembur
e ).
Rumah tangga sekolah
-
Tata usaha sekolah
-
Rapat kerja sekolah
-
Rapat kenaikan sekolah
-
Rapat tahunan
71
f ). Biaya pembinaan, pemantauan, pengawsan, dan pelaporan
-
Pembianaan, pemantauan, pengawasan, dan pelaporan sekolah
-
Pembianaan, pemantauan, pengawasan, dan pelaporan tingkat
kecamatan dan kabupaten.
Pengeluaran sekolah berhubungan dengan pembayaran keuangan sekolah
untuk pembelian beberapa sumber atau input dari proses sekolah, dari guru,
tenaga administrasi, bahan-bahan, perlengkapan, dan fasilitas. Ongkos
menggambarkan nilai seluruh sumber digunakan dalam proses sekolah, apakah
digambarkan dalam anggaran sekolah dan pengeluaran atau tidak.
3. Pengendalian Anggaran
a.
Pengawasan
Pengawasan
dapat
dirumuskan sebagai proses pengendalian dan
penyesuaian jalan organisasi dari yang seadanya kepada yang seharusnya atau
dengan kata lain pengawasan dimaksudkan untuk melaksanakan sesuatu
kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Secara sederhana proses pengawasan terdiri dari tiga kegiatan pokok,
yaitu :
1) Memantau (monitoring),
2) Menilai, dan
3) Melaporkan hasil-hasil temuan, kegiatan atau monitoring dilakukan
terhadap kinerja aktual (actual performance), baik dalam proses maupun
hasilnya.
72
Aktivitas yang sedang dan telah dilaksanakan diukur berdasarkan kriteriakriteria
yang telah
digariskan dalam perencanaan. Apakah terdapat
penyimpangan (deviasi) maka diusahakan adanya perbaikan atau korelasi yang
direkomendasikan kepada pimpinan evaluasi.
Pemeriksaan anggaran pada dasarnya merupakan aktivitas menilai, baik
mencatat
(record)
dan
menentukan
prosedur-prosedur
dalam
mengimplementasikan anggarannya, apakah sesuai dengan peraturan kebijakan,
dan standar-standar yang berlaku. Dalam pemeriksaan ini biasanya dilakukan
oleh pihak luar lembaga (external audit), seperti Badan Pemeriksa Keuangan
atau publik yang mempunyai sertifikasi, dan pimpinan langsung (internal
audit) terhadap penerimaan dan pengeluaran biaya.
b.
Pertanggungjawaban
Butuh pertanggungjawaban penerimaan dan penggunaan anggaran
dilaksanakan dalam bentuk laporan bulanan dan persemester kepada :
1) Kepada Dinas Kabupaten/kota dimana sekolah itu berada,
2) Kepala kantor PKN, dan
3) Pihak pemberi dana baik Depdikbud maupun provinsi sesuai dengan
program yang disetujui dan anggran yang diterima.
Bentuk pertanggungjawaban yang dikenal dengan UYHD (Uang Yang
Harus
Dipertanggungjawabkan)
dilaporkan
setiap
bulan
kepada
pemerintah melalui pihak yang ditetapkan sesuai dengan format dan
ketepatan waktu. Pertanggungjawaban yang berasal dari dana yang
diperoleh Komite Sekolah, bentuk pertanggungjawabannya terbatas pada
73
pengurus komite sekolah saja, tidak dipertanggungjawabkan kepada orang
tua siswa. Hal ini dilakukan sesuai dengan petunjuk ketentuan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 29/24/1974 tentang pembentukan komite
sekolah atau BP3 (Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan) yang
dijadikan untuk melaksanakan pertanggungjawaban komite sekolah.
C. Pengaruh
Manajemen
Pembiayaan
Sekolah
Terhadap
Mutu
Pembelajaran
Biaya pendidikan yang merupakan dana sebagai salah satu input suatu
kegiatan adalah sumber daya yang sangat penting dalam pendidikan. Tanpa
dukungan dana yang cukup, akan sangat sulit mutu pembelajaran dapat dicapai.
Sejalan dengan itu, Supriadi (2001) menyatakan bahwa biaya pendidikan
merupakan salah satu komponen masukan yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan. Biaya pendidikan diperlukan untuk memfasilitasi
pelaksanaan kebijakan dan program sekolah, terlaksananya aktivasi sekolah (intra
dan ekstra), dan dapat mengembangkan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang
bermutu. Untuk itu mutu pendidikan sekolah akan sangat ditentukan oleh faktor
pembiayaan pendidikan, baik dalam besarnya, pengalokasian yang tepat, maupun
pemanfaatan realisasi biaya yang mengarah kepada kebutuhan proses belajar
mengajar, kemampuan pengelolaan mutu guru, mutu alat, mutu bahan dan mutu
siswa akan berkaitan satu sama lain dalam proses belajar mengajar disekolah.
Keterkaitan komponen-komponen tersebut akan menciptakan kondisi yang baik
untuk proses belajar mengajar.
74
Sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber
daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional atau
administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk : (i) memperkuat
sekolah dalam menentukan dan mengalokasikan dana sesuai dengan skala
prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan
antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii)
pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.
Pembiayaan sangat menentukan ketercapaian tujuan pendidikan di sekolah,
yang memerlukan sejumlah investsi dari anggaran pemerintah dan dana
masyarakat. Investasi tersebut harus dikelola secara efektif dan efisien dan
diarahkan langsung terhadap pencapaian tujuan. (E. Mulyasa, 2002:171).
Sekolah dituntut untuk memiliki akuntabilitas baik pada masyarakat
maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitmen terhadap
standar keberhasilan dan harapan atau tuntutan masyarakat. Pertanggungjawaban
(accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat
dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka
meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan
informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu sekolah harus
memberikan
laporan pertanggungjawaban dan mengkomunikasikannya kepada
masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif
terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dalam manajemen pembiayaan
sekolah yang dapat meningkatkan mutu pembelajaran yang nantinya akan
75
berdampak terhadap mutu pendidikan, secara prinsipnya harus mengacu kepada
standar pelayanan mutu pada tingkat sekolah menengah atas, yang telah
dirumuskan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Dalam menjalankan pendidikan yang efektif dan efisien serta produktif,
suatu lembaga pendidikan harus dapat mencari sumber dana atau sumber
pembiayaan dalam melaksanakan proses kegiatan belajarnya yang berlaku di
Indonesia. Menurut Ditjen pendidikan Dasar dan Menengah (2001), sumber
pembiayaan penyelenggaraan pendidikan dapat bersumber :
a. Pemerintah daerah
b. Dana Masyarakat termasuk dana yang dari orang tua/masyarakat/dunia
usaha diupayakan untuk membiayai kegiatan peningkatan mutu melalui
pengayaan dan program khususnya yang disepakati orang tua,
c. Sumber lain, misalnya hibah, pinjaman sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Setelah mengetahui darimana sumber pembiayaan pendidikan, langkah
selanjutnya adalah menentukan komonen-komponen pembiayaan pendidikan yang
harus dibiayai. Menurut Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah (2001),
komponen utama pembiyaan atau komponen yang harus dibiayai meliputi :
a. Kegiatan teknis edukatif untuk proses belajar mengajar (kulikuler dan
kegiatan hasil evaluasi hasil belajar).
b. Kegiatan penunjang untuk operasionalisasi ruang belajar dan kegiatan
ekstrakulikuler
c. Perawatan sarana pendidikan (gedung, perabot, alat peraga dan media).
76
d. Perawatan kegiatan penunjang (lingkungan sekolah).
e. Kesejahteraan guru, dan pegawai sekolah (gaji kelebihan jam mengajar,
insentif dan perjalanan).
f. Langgana daya dan jasa (listrik, telepon,air, dan lain-lain)
g. Program khusus yang mengacu pada peningkatan mutu sekolah yang
bersangkutan.
Dalam menetapkan satuan pembiayaan pendidikan yang diberlakukan di
indonesia, dapat dihitung berdasarkan biaya satuan tetap (fixed cost) yang dihitung
berdasarkan satuan sekolah per tahun dengan standar biaya yang sama dan biaya
satuan tidak tetap (variabel cost) yang dihitung berdasarkan jumlah siswa, lokasi
sekolah, dan program kegiatan sekolah sesuai dengan jenis dan komponen
pembiayaan yang relevan.
Sedangkan
untuk
penentuan
pembiayaannya
dibebankan
kepada
masyarakat atau orang tua yang ditentukan berdasarkan persetujuan pemerintah
daerah atas usul dari kepala sekolah bersama peran serta masyarakat atau komite
sekolah.
Manajemen pembiayaan pendidikan yang baik akan memberikan dampak
yang positif bagi pelaksana kegiatan pendidikan, oleh karena itu, pengelolaan
dana
pendidikan
harus
dilakukan
secara
transparan
dan
dapat
dipertanggungjawabkan penggunaannya kepada Badan Peran serta Mayarakat/
Komite Sekolah, hal ini bertujuan untuk meningkatkan output yang berkualitas
atau bermutu.
77
Untuk mencapai hal tersebut, maka dalam pelaksanaannya harus dimulai
dari perencanaan pembiayaan pendidikan. Dalam perencanaan manajemen
pembiayaan (financing planning) ialah kegiatan merencanakan sumber dana
keuangan yang perlu diadakan untuk menunjang tercapainya tujuan suatu
organisasi, perencanaan dapat disebut juga penganggaran (budgeting).
Maka perencanaan keuangan atau anggaran adalah merencanakan kegiatan
yang akan datang dan beberapa dana yang diperlukan untuk mendukung kegiatan
dan bagaimana menggali sumber dana, menghimpun dan menjabarkan ke dalam
kegiatan untuk mencapai tujuan satuan pendidikan.
1.
Proses Penyusunan Anggaran
Penyusunan anggaran Menurut Lipham (1985:237) ada tiga cara pandang
yaitu : (1) Comparative Appoach : penganggaran yang dilakukan dengan
membandingkan besarnya penerimaan dan pengeluaran untuk setiap mata
anggaran per-tahun; (2) The Planning programming budgeting evaluation
system, penganggaran yang berorientasi kepada rencana dan sasaran program
secara khusus dan umum; (3) Functional Approach, penganggaran dalam
bentuk gabungan antara the planning programming budgeting evaluation
system dengan comparative approach.
Penganggaran merupakan kegiatan atau proses penyusunan anggaran yang
merupakan rencana operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalam
bentuk satuan uang yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan
kegiatan kegiatan lembaga dalam kurun waktu tertentu.
78
Fase perencanaan anggaran terdiri dari kegiatan mengidentifikasi
kebutuhan, isu-isu, dan tujuan, mengadopsi sasaran, menganalisis alternatif ,
serta memilih biaya alternatif yang efektif. Fase penyiapan anggaran terdiri dari
kegiatan menyiapkan format anggaran, mengiventarisir sumber-sumber yang
ada, menetapkan biaya pada masing-masing program, dan menyajikan
anggaran. Fase mengelola anggaran terdiri dari menyiapkan laporan keuangan,
pembelian kebutuhan, perlengkapan dan membukukan keuangan sekolah dan
mengontrol pengeluaran. Fase evaluasi anggaran meliputi, mengukur kualitas
pendidikan, mengaudit pencapaian tujuan, membandingkan biaya dan anggaran.
Keempat fase tersebut saling berkaitan dan merupakan siklus dan
penganggaran yang sistematis memiliki hubungan dengan sumber-sumber,
program dan hasil.
Dalam menyusun anggaran diperlukan data yang akurat dan lengkap
sehingga semua perkiraan kebutuhan untuk yang akan datang dapat diantisipasi
dalam rancangan anggaran.
Anggaran sebagai alat efisiensi merupakan fungsi yang paling penting
dalam pengendalian. Dari segi pengendalian jumlah anggaran yang didasarkan
atas angka-angka yang standar dibandingkan dengan realisasi biaya yang
melebihi atau kurang, dapat dianalisis ada tidaknya pemborosan atau
penghematan.
Beberapa faktor yang yang mempengaruhi anggaran pembiayaan
pendidikan disekolah antara lain : laju pertumbuhan enrollment, inflasi
79
pengembangan program, dan perbaikan serta peningkatan strategi belajar
mengajar.
2.
Proses Pengaturan Pembiayaan
Menurut E. Mulyasa (2002:176), pada dasarnya proses pengaturan
pembiayaan di lingkungan sekolah meliputi :
a. Penerimaan
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan dalam melaksanakan
tugasnya menerima dana dari berbagai sumber. Penerimaan dana dari
berbagai sumber tersebut perlu dikelola dengan baik dan benar. Banyak
pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan penerimaan keuangan,
namun dalam pelaksanaannya pendekatan-pendekatan tersebut memiliki
berbagai persamaan.
Dalam buku pedoman rencana, program dan anggaran dikemukakan
bahwa sumber dana pendidikan antara lain meliputi : anggaran rutin,
anggaran pembangunan, dana penunjang pendidikan, dana BP3, donatur
dan lain-lain yang dianggap sah oleh semua pihak terkait. Pendanaa
pendidikan pada dasarnya bersumber dari pemerintah, orang tua dan
masyarakat (pasal 33 no.2 Th. 1989). Disamping itu, sejalan dengan
semangat manajemen berbasis sekolah, sekolah dapat menggali dan
mencari sumber-sumber dana dari pihak masyarakat, baik secara
perorangan maupun secara kelembagaan.
80
b. Penggunaan
Dana yang diperoleh dari berbagai sumber perlu digunakan untuk
kepentingan sekolah, khususnya kegiatan belajar mengajar secara efektif
dan efisien. Sehubungan dengan itu, setiap perolehan dana pengeluarannya
harus didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan yang telah disesuaikan
dengan rencana anggaran pembiayaan sekolah (RAPBS).
Dana yang berasal dari berbagai sumber tersebut pada umumnya
digunakan untuk pelaksanaan proses belajar mengajar, pengadaan sarana
dan prasarana, pemeliharaan sarana dan prasarana, kesejahteraan pegawai,
kegiatan
belajar,
penyelenggaraan
EBTA/EBTANAS/UAN
dan
pengiriman/penulisan STTB/NEM, perjalanan dinas supervisi, pengelolaan
pelaksanaan pendidikan, serta pendapatan. Sesuai dengan semangat
manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah berwenang penuh untuk
mengatur masalah pendanaan pendidikan disekolahnya. Meskipun
demikian, ia harus tetap memperhatikan perangkat peraturan yang ada dan
selaras dengan rincian pengeluaran.
c. Pertanggungjawaban
Dalam implementasi manajemen berbasis sekolah, setiap akhir tahun
anggran sekolah dituntut untuk mempertanggungjawabkan setiap dana
yang dikeluarkan selama tahun anggaran. Pertanggungjawaban ini
dilakukan didalam rapat dewan sekolah, yang diikuti komponen sekolah,
komponen masyarakat dan komponen daerah.
81
Atas
dasar
pernyataan
tersebut
diatas,
keberhasilan
dalam
penyelenggaraan pendidikan akan membutuhkan biaya yang cukup besar,
hal ini menempatkan bahwa pendidikan bagaimanapun membutuhkan
investasi. Investasi dimaksud adalah investasi dalam bentuk uang.
Walaupun pembiayaan pendidikan bukanlah satu-satunya variabel
yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional, namun dalam mengambil keputusan
terhadap kebijakan sektor pendidikan, konsep pembiayaan atau manajemen
sekolah
ini
merupakan
variabel
yang
berpengaruh
yang
dapat
membangkitkan atau meningkatkan mutu pedidikan.
D. Penelitian Terdahulu
Fatah (1998) meneliti tentang pembiayaan pendidikan disekolah dasar.
Variabel yang digunakan ,meliputi : (1) Biaya pendidikan di sekolah dasar, (2)
Mutu proses belajar mengajar, (3) Mutu hasil belajar siswa, (4) Pelaksanaan
kebijakan anggaran pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Hasil
yang diperoleh dalam penelitian adalah (1) Penerimaan biaya pendidikan yang
dimanfaatkan untuk peningkatan mutu di sekolah dasar masih dominan dari
pemerintah pusat, (2) Komponen-komponen biaya pendidikan yang memberikan
kontribusi secara signifikan terhadap mutu hasil belajar adalah : (a)
gaji/kesejahteraan pegawai, (b) biaya pendidikan guru, (c) pengadaan alat
pelajaran, (d) pengadaan bahan ajar, dan (e)
pengadaan sarana sekolah, (3)
komponen-komponen biaya pendidikan yang memberikan pengaruh signifikan
82
terhadap proses belajar mengajar siswa adalah : (a) gaji/kesejahteraan guru, (b)
pengelolaan sekolah, (c) pengadaan alat pelajaran, dan (d) pengadaan sarana
sekolah, (4) Dalam penentuan besarnya alokasi biaya operasional pendidikan yang
bersumber dari pemerintah untuk setiap sekolah didasarkan atas jumlah murid,
jumlah kelas dan jumlah pegawai.
Supriadi (2001) meneliti anatomi biaya pendidikan di SD, SMP, SMA, dan
SMK. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel : (1) Biaya pendidikan yang
dikeluarkan pemerintah daerah dan pusat, (2) Biaya langsung dan tidak langsung
yang dibayarkan keluarga untuk anaknya yang bersekolah, (3) Biaya pertisipasi
masyarakat ke sekolah, (3) Biaya partisipasi masyarakat ke sekolah. Hasil yang
diperoleh adalah (1) Subsidi pemerintah meningkat seiring dengan meningkatnya
jenjang pendidikan, (2) Kontribusi keluarga jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan kontribusi pemerintah, (3) Kontribusi masyarakat sangat rendah, (4)
Jenjang pendidikan yang berlaku wajib belajar, studi lanjutan dari SD ke SMP
menuntut keluarga untuk menanggung biaya yang jauh lebih besar.
Syam (2005) yang meneliti tentang interaksi antara partisipasi anggaran
dan penggunaan anggaran sebagai alat ukur kinerja dengan orientasi manajerial.
Penelitian ini menggunakan variabel-variabel (1) Komitmen profesional yang
meliputi mengajar, meneliti dan pemberian pelajaran kepada masyarakat, (2)
Partisipasi dan penggunaan anggaran, (3) Orientasi Manajerial, (4) Kontak peran.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah (1) Orientasi profesional akan
memberi pengaruh terhadap konflik peran utama jika dimodernisasi oleh orientasi
83
manajerial. (2) Perguruan tinggi hendaknya memisahkan antara orientasi
profesional dan orientasi manajerial agar tidak terjadi konflik.
Sukmadinata, dkk (2005) melakukan peneltian dengan judul Analisa
Pengendalian Mutu Pendidikan dengan variabel : (1) Model pengendalian
pengajaran dan bimbingan di SMK, (2) Model manajerial pendidikan di SMK, (3)
Mutu proses pembelajaran dan hasil pendidikan di SMK. Hasil yang diperoleh
yaitu Mutu pendidikan (proses dan hasil pembelajaran) dengan menerapkan model
pengendalian lebih baik dari pada tidak menggunakan model penelitian.
Download