Kajian morfologi proses persembuhan kerusakan

advertisement
26 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Makroskopis Tulang
Pengamatan makroskopis terhadap semua tulang yang diberi perlakuan
implan memperlihatkan keberadaan implan yang terlihat jelas sebagai sebuah benda
padat berwarna putih kekuningan. Hasil pengamatan disajikan dalam Tabel 3 yang
memperlihatkan bahwa dari seluruh parameter yang diamati, tidak terlihat
perubahan implan maupun respon jaringan terhadap parameter yang diamati pada
berbagai periode pengamatan.
Tabel 3 Hasil pengamatan makroskopis terhadap tulang perlakuan pada berbagai
periode pengamatan
Karakteristik Pengamatan
Periode Pengamatan
yang Diamati
30 hari
60 hari
90 hari
1. Keadaan implan.
Tidak terdegradasi
Tidak terdegradasi
Tidak terdegradasi
2. Warna implan.
Putih kekuningan
Putih kekuningan
Putih kekuningan
3. Bentuk implan.
Utuh
Utuh
Utuh
4.Tingkat degradasi.
(-)
(-)
(-)
5.Pertumbuhan jaringan
(-)
(-)
(-)
baru ke dalam implan.
Keterangan: (-) = tidak ada, (+) = sedikit, (++) = banyak, dan (+++) = semakin banyak.
Tulang yang diberi perlakuan implan (tulang perlakuan) selama 30 hari
pascaoperasi memperlihatkan implan masih berada di dalam defek (lubang
pengeboran) tulang dengan kondisi utuh. Implan tidak terlihat mengalami degradasi
maupun resorpsi. Terdapat pertumbuhan jaringan ikat yang terlihat seperti lapisan
putih yang membungkus implan. Jaringan ikat tersebut membatasi permukaan
implan dengan pinggir defek tulang (Gambar 9 A). Tidak terlihat adanya
pertumbuhan jaringan ikat tersebut ke dalam implan.
Sedangkan pengamatan pada tulang yang tidak diberi perlakuan (tulang
kontrol) selama 30 hari pascaoperasi memperlihatkan daerah defek tulang telah
tertutup oleh pertumbuhan jaringan baru yaitu bony callus. Bony callus terbentuk
setelah minggu ke-1 sampai ke-4 setelah kerusakan tulang dan akan digantikan oleh
tulang dewasa (Cheville 2006). Kalus yang terbentuk belum memiliki kekerasan
yang sama seperti jaringan tulang sekitarnya. Hal tersebut terlihat dari konsistensi
dan warna kalus yang belum menyerupai jaringan tulang sekitarnya (Gambar 9 B).
27 Tulang yang diberi perlakuan implan selama 60 hari pascaoperasi
memperlihatkan implan tetap berada di dalam defek tulang dengan kondisi utuh.
Terlihat juga adanya jaringan ikat yang membungkus implan seperti pada gambaran
tulang perlakuan selama 30 hari pascaoperasi (Gambar 9 C). Jaringan ikat tersebut
terlihat hanya mengelilingi implan dan tidak tumbuh ke dalamnya. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa sampai usia 60 hari pascaoperasi, tidak teramati terjadinya
degradasi ataupun resorpsi terhadap implan.
Hasil pengamatan pada tulang kontrol selama 60 hari pascaoperasi
memperlihatkan daerah defek tulang telah tertutup oleh jaringan tulang baru yang
konsistensi maupun warnanya terlihat telah menyerupai jaringan tulang sekitarnya
(Gambar 9 D). Jaringan tulang baru ini menggantikan keberadaan bony callus yang
terbentuk sebelumnya melalui proses remodeling yang kontinu (Cheville 2006).
Tulang yang diberi perlakuan implan selama 90 hari pascaoperasi
memperlihatkan kondisi implan yang tetap utuh dan dibungkus oleh jaringan ikat.
Jika ada bagian dari implan yang terdegradasi, maka akan terlihat pertumbuhan
jaringan ikat yang masuk ke bagian pinggir atau tengah implan. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa sampai periode 90 hari pascaoperasi, implan tetap terlihat
tidak mengalami degradasi maupun resorpsi. Perubahan yang terlihat pada periode
ini adalah posisi implan tidak lagi berada di antara defek tulang, melainkan masuk
ke dalam rongga sumsum tulang (Gambar 9 E).
Peneliti lainnya pada aspek radiografi mengemukakan bahwa gambaran
radiografi tulang perlakuan pada hari ke-7 pascaoperasi memperlihatkan implan
masih ada di posisi semula, sedangkan pada hari ke-30 pascaoperasi
memperlihatkan implan telah masuk ke rongga sumsum, sehingga zona radiolucent
terlihat di bagian defek yang seharusnya terisi implan (Purwanti 2010). Bagian
tersebut
mengalami
peningkatan
opasitas
yang
mengindikasikan
adanya
pertumbuhan kalus di dalamnya. Berdasarkan data tersebut maka diperkirakan
implan bergeser pada rentang waktu setelah hari ke-7 sampai sebelum hari ke-30
pascaoperasi, sehingga diduga kekosongan defek telah tertutup oleh jaringan tulang
baru yang memperlihatkan persembuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan
persembuhan tulang kontrol selama 60 hari pascaoperasi. Tejadinya pergeseran
implan dapat disebabkan oleh aktivitas keseharian domba yang sangat aktif.
28 Sedangkan pengamatan pada tulang kontrol selama 90 hari pascaoperasi
memperlihatkan daerah defek telah tertutup oleh jaringan tulang baru yang telah
mengalami proses remodeling lebih lanjut sehingga terlihat menyerupai jaringan
tulang sekitarnya (Gambar 9 F).
A
B
j i
s n
s
j C
D
C
j n
i
s s
j F
E
j n
s i n s
j Gambar 9 Sayatan melintang dari tulang tibia yang diberi perlakuan implan selama 30 hari
(A), 60 hari (C), dan 90 hari (E), serta tulang tibia kontrol selama 30 hari (B), 60
hari (D), dan 90 hari (F) pascaoperasi. Tanda panah merah menunjukkan lokasi
defek tulang. Sayatan ini menunjukkan bagian struktur tulang: i = implan, j =
jaringan ikat, n = pertumbuhan jaringan baru yang menutupi defek, dan s =
sumsum tulang. Bar A, B, C, dan D = 2,5 mm; E dan F = 2 mm.
29 Gambaran Mikroskopis Preparat Tulang Gosok
Pada preparat tulang gosok dengan pewarnaan Hematoksilin, keberadaan
implan tidak dapat dipertahankan akibat proses penggosokan. Hal tersebut terjadi
karena belum terbentuknya ikatan yang sangat kuat antara jaringan tulang dengan
implan. Dengan demikian proses penggosokan tersebut menyisakan jaringan tulang
yang dapat diamati pola pertumbuhannya.
Preparat tulang yang diberi perlakuan implan selama 30 hari pascaoperasi
memperlihatkan pola pertumbuhan bony callus. Bony callus adalah massa jalinan
tulang tidak terorganisasi yang berkembang menurut pola bekuan fibrin asalnya
(Dorland 2002). Jaringan tulang yang menyusun bony callus adalah woven bone
(Gambar 10 A). Woven bone adalah jaringan tulang yang ditemukan pada embrio
dan hewan muda, serta pada berbagai kondisi patologik pada hewan dewasa, salah
satunya pada saat fraktur (Dorland 2002). Tulang ini merupakan tulang sementara
untuk mengisi kekosongan jaringan, yang dibentuk oleh tubuh sebagai respon cepat
terhadap kerusakan tulang (Mills 2007). Serabut kolagen penyusun woven bone
belum memiliki arah yang teratur, sehingga matriksnya terlihat memiliki bentuk
yang tidak beraturan. Hal tersebut menyebabkan struktur woven bone terlihat
berlubang-lubang. Woven bone yang terbentuk terlihat lebih banyak mengarah ke
bagian samping tulang, dan sedikit yang mengarah ke daerah defeknya. Hal ini
diduga akibat keberadaan implan yang tidak terserap sehingga menjadi penghalang
bagi arah pertumbuhan woven bone. Pertumbuhan woven bone kemudian mengarah
ke daerah yang tidak terhalang yaitu pada bagian samping tulang.
Sedangkan pada preparat tulang kontrol selama 30 hari pascaoperasi, tidak
ada implan yang menghalangi proses pertumbuhan tulang sehingga menghasilkan
gambaran pola pertumbuhan tulang yang mengarah ke daerah defek. Jaringan yang
mengisi defek tulang berupa woven bone yang konsistensi dan kekerasannya belum
menyerupai jaringan tulang sekitarnya. Hal ini terbukti pada saat proses
penggosokan tulang. Defek yang awalnya tertutup rapat kemudian menjadi terkikis
(Gambar 10 B).
Preparat tulang yang diberi perlakuan implan selama 60 hari pascaoperasi
juga memperlihatkan pola pertumbuhan tulang baru yang lebih banyak mengarah ke
bagian samping tulang dan sedikit yang mengarah ke daerah defek tulang (Gambar
30 10 C). Hal tersebut juga diduga akibat keberadaan implan yang tetap utuh dan tidak
terserap sehingga menghalangi arah pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang baru
ini mulai menunjukkan struktur tulang yang lebih kompak dibandingkan
sebelumnya. Terlihat dari lubang-lubang yang terbentuk tidak sebanyak dan sebesar
seperti pada preparat tulang perlakuan selama 30 hari pascaoperasi. Woven bone
secara normal akan mengalami remodeling dan digantikan oleh cortical atau
cancellous bone (Kalfas 2001).
Pola pertumbuhan tulang yang mengarah ke daerah defek diperlihatkan pada
preparat tulang kontrol selama 60 hari pascaoperasi (Gambar 10 D). Daerah defek
hampir seluruhnya tertutup oleh jaringan tulang baru. Jaringan tulang baru tersebut
terlihat lebih kompak dan rapat dibandingkan dengan preparat tulang kontrol selama
30 hari pascaoperasi.
Preparat tulang yang diberi perlakuan implan selama 90 hari pascaoperasi
memperlihatkan gambaran pola pertumbuhan tulang yang paling berbeda
dibandingkan dengan preparat tulang perlakuan lainnya. Implan yang masuk ke
rongga sumsum tulang mengakibatkan defek tulang menjadi kosong dan terisi oleh
pertumbuhan tulang baru (Gambar 10 E). Pertumbuhan tulang baru ini telah
menutupi seluruh lokasi defek tulang.
Sedangkan
preparat
tulang
kontrol
selama
90
hari
pascaoperasi
memperlihatkan pola pertumbuhan tulang baru yang telah menutupi defek secara
keseluruhan sehingga daerah defek tulang tidak terlihat lagi (Gambar 10 F). Proses
penggosokan tulang juga tidak menyebabkan daerah defek tulang menjadi terkikis
seperti yang terdapat pada preparat tulang kontrol selama 30 dan 60 hari
pascaoperasi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa jaringan tulang baru yang
terbentuk telah menunjukkan struktur tulang kompak (cortical bone) menyerupai
jaringan tulang sekitarnya. Untuk mengembalikan suatu struktur dan kekuatan
tulang yang telah mengalami kerusakan menjadi sama seperti semula, membutuhkan
waktu antara 3 sampai 6 bulan atau lebih yang lamanya bervariasi sesuai dengan
usia dan kondisi kesehatan hewan (Kalfas 2001).
31 A
B
C
D
E
F
Gambar 10 Gambaran mikroskopis dari tulang tibia yang diberi perlakuan implan selama
30 hari (A), 60 hari (C), dan 90 hari (E), serta tulang tibia kontrol selama 30
hari (B), 60 hari (D), dan 90 hari (F) pascaoperasi. Tanda panah merah
menunjukkan daerah pertumbuhan tulang baru. Lingkaran merah
menunjukkan lokasi defek tulang. Pewarnaan Hematoksilin. Bar = 0,5 mm.
32 Gambaran Mikroskopis Preparat Tulang Dekalsifikasi
Dengan menggunakan metode pewarnaan HE, implan terlihat jelas sebagai
sebuah benda padat yang berwarna merah terang di antara jaringan tulang
sekitarnya. Ada beberapa bagian dari implan yang terlihat terpecah. Hal ini diduga
akibat proses pemotongan tulang yang keras. Hasil pengamatan histologi terhadap
tulang dekalsifikasi disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 memperlihatkan tidak ada
perubahan yang terjadi terhadap implan serta terdapat beberapa respon jaringan
pada berbagai periode pengamatan.
Tabel 4
Hasil evaluasi histologi terhadap preparat dekalsifikasi pada berbagai
periode pengamatan
Karakteristik Histologi
yang Diamati
1. Proliferasi jaringan
ikat ke dalam implan.
2. Pertumbuhan tulang
baru pada perifer
implan.
3. Pertumbuhan tulang
baru di tengah
implan.
4. Proliferasi sumsum
tulang.
5. Ikatan antara tulang
lama dengan implan.
30 hari
(-)
Periode Pengamatan
60 hari
90 hari
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Berdiferensia
si menjadi
sel-sel
osteogenik
yang menuju
ke daerah
defek.
*
Terbentuk
matriks
tulang
baru.
*
Keterangan
Jaringan ikat membentuk
kapsula yang mengelilingi
implan.
Hanya terjadi di luar
jaringan ikat (di daerah
pinggir defek tulang).
Implan tetap padat.
Bagian
sumsum
tulang
tidak
terpotong.
*
*Antara implan dan
tulang dibatasi jaringan
ikat.
6. Pembentukan
(-)
(-)
(-)
trabekula di dalam
implan.
7. Biodegradasi.
(-)
(-)
(-)
8. Reaksi inflamasi
(-)
(-)
(-)
pada sekitar implan.
Keterangan: (-) = tidak ada, (+) = sedikit, (++) = banyak, dan (+++) = semakin banyak.
Preparat tulang yang diberi perlakuan implan selama 30 hari pascaoperasi
memperlihatkan lapisan jaringan ikat yang membungkus implan seperti kapsula
(Gambar 11). Pertumbuhan jaringan ikat tersebut terlihat berasal dari periosteum,
endosteum, dan sumsum tulang yang kemudian masuk di celah antara defek tulang
dan implan. Pembentukan jaringan ikat merupakan upaya tubuh untuk mendegradasi
dan meresorpsi implan. Pada penelitian ini, jaringan ikat tersebut terlihat tidak
33 berproliferasi ke dalam implan. Implan terlihat tetap utuh, padat, serta tidak
memperlihatkan tanda-tanda terdegradasi maupun teresorpsi.
Pertumbuhan tulang baru terlihat hanya terjadi pada daerah pinggir defek
tulang yang berbatasan dengan jaringan ikat yang membungkus implan saja.
Jaringan tulang baru yang tumbuh ini tidak masuk ke dalam implan. Akibatnya
tidak terdapat ikatan langsung antara implan dengan jaringan tulang. Terlihat batas
yang cukup jelas antara jaringan tulang baru, jaringan ikat, dan implan (Gambar 12).
Jaringan tulang baru yang terbentuk tersebut terlihat masih berupa woven bone yang
terbentuk pada bulan awal proses persembuhan tulang (bony callus). Woven bone
terlihat dari bentuk serabut kolagennya yang tersusun acak, serta bentuk rongga
vaskular yang tidak beraturan (Kalfas 2001). Gambar 13 memperlihatkan struktur
woven bone yang terbentuk. Matriks woven bone terlihat belum menunjukkan
struktur osteonal yang teratur. Matriks terlihat membentuk penjuluran trabekulatrabekula tulang. Osteosit pada matriks woven bone terlihat lebih banyak dengan
persebaran sel yang belum merata. Saluran Havers masih terlihat berukuran besar
dengan deretan sel osteoblas di dalamnya.
Pada bagian sumsum tulang terlihat gambaran sel-selnya yang mulai
berproliferasi dan bertransformasi menjadi sel-sel osteogenik (Gambar 14) dengan
neovaskularisasi di dalamnya. Sumsum tulang, periosteum, dan endosteum
mengandung sel-sel osteoprogenitor yang dapat berkembang menjadi sel-sel tulang
baru (Samuelson 2007). Terlihat juga bentukan tulang rawan pada daerah sumsum
tulang yang mengindikasikan proses osteogenesis sedang berlangsung (Gambar 14).
Tidak teramati adanya sel-sel radang di sekitar implan. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa pada periode pengamatan 30 hari pascaoperasi, tidak ada
reaksi inflamasi terhadap keberadaan implan tersebut.
34 p
n
j
i
p
n
s
Gambar 11 Gambaran mikroskopis tulang tibia yang diberi perlakuan implan selama 30
hari pascaoperasi. Gambar ini memperlihatkan kondisi implan yang masih
utuh serta bagian struktur tulang: i = implan, j = jaringan ikat, n = woven bone,
p = periosteum, dan s = bagian sumsum tulang. Pewarnaan HE. Bar = 2 mm.
i
j
n
Gambar 12 Gambaran mikroskopis daerah yang dibatasi oleh kotak merah di gambar 11.
Gambar ini memperlihatkan daerah perbatasan antara implan dengan jaringan
tulang baru (woven bone) yang dibatasi oleh jaringan ikat. Keterangan gambar:
i = implan, j = jaringan ikat, dan n = woven bone. Pewarnaan HE. Bar = 10
µm.
35 ob
h
v
os
m
Gambar 13
Gambaran mikroskopis daerah pinggir defek pada tulang tibia perlakuan
selama 30 hari pascaoperasi, yang memperlihatkan struktur tulang baru
(woven bone) yang terdiri atas: ob = osteoblas, os = osteosit, h = saluran
Havers, m = matriks tulang, dan v = pembuluh darah. Pewarnaan HE. Bar =
10 µm.
c
c
v
o
Gambar 14 Gambaran mikroskopis daerah yang dibatasi oleh kotak hijau di gambar 11.
Gambar ini memperlihatkan daerah sumsum tulang yang sel-selnya
berproliferasi dan bertransformasi menjadi sel-sel osteogenik. Pada daerah
tersebut juga terdapat struktur tulang rawan. Keterangan: c = tulang rawan, o =
sel-sel osteogenik, dan v = pembuluh darah. Pewarnaan HE. Bar = 10 µm.
Preparat tulang kontrol selama 30 hari pascaoperasi memperlihatkan
gambaran lokasi defek tulang yang telah tertutup oleh jaringan tulang baru (Gambar
15). Jaringan tulang baru tersebut merupakan woven bone dengan struktur osteonal
yang belum menyerupai jaringan tulang sekitarnya. Hal tersebut terlihat dari
36 persebaran matriks tulang serta osteositnya yang belum merata. Struktur osteonal
yang terbentuk juga memperlihatkan saluran Havers yang masih berukuran besar
(Gambar 16). Namun secara keseluruhan, jaringan tulang baru yang terbentuk
terlihat memiliki struktur yang lebih rapat dibandingkan dengan tulang
perlakuannya.
p
Gambar 15
Gambaran mikroskopis tulang tibia kontrol selama 30 hari pascaoperasi.
Gambar ini memperlihatkan daerah defek tulang yang telah menutup serta
bagian periosteumnya (p). Pewarnaan HE. Bar = 20 µm.
os
h
m
Gambar 16
Gambaran mikroskopis daerah defek tulang tibia kontrol selama 30 hari
pascaoperasi, yang memperlihatkan struktur tulang baru yang terdiri atas: os
= osteosit, h = saluran Havers, dan m = matriks tulang. Pewarnaan HE. Bar =
10 µm.
37 Preparat tulang yang diberi perlakuan implan selama 60 hari pascaoperasi
memperlihatkan jaringan ikat yang masih membungkus implan seperti kapsula
(Gambar 17). Jaringan ikat tersebut juga tetap terlihat tidak berproliferasi ke dalam
implan. Implan juga tetap terlihat utuh, padat, serta tidak terlihat terdegradasi.
Terdapat batasan yang jelas antara jaringan tulang baru, jaringan ikat, dan implan
(Gambar 18 A). Pada bagian pinggir implan, terlihat serpihan-serpihan kecil implan
yang diinfiltrasi oleh jaringan ikat (Gambar 18 A). Serpihan tersebut diduga berasal
dari butiran-butiran serbuk implan yang masuk ke dalam defek tulang pada saat
proses
implantasi
berlangsung,
mengingat
bahwa
pellet
implan
yang
diimplantasikan terbentuk dari serbuk komposit yang dipadatkan. Selain itu,
serpihan tersebut terlihat hanya dibungkus saja oleh jaringan ikat dan terlihat tidak
mengalami perubahan struktur didalamnya.
Tidak terdapat pertumbuhan tulang baru pada bagian pinggir maupun pada
pusat implan. Tulang baru hanya tumbuh pada daerah pinggir defek tulang yang
berbatasan dengan jaringan ikat seperti yang terdapat pada preparat tulang perlakuan
selama 30 hari pascaoperasi. Jaringan tulang baru yang terbentuk pada preparat
tulang perlakuan selama 60 hari pascaoperasi memperlihatkan pertumbuhan struktur
tulang yang lebih padat dibandingkan dengan preparat tulang perlakuan selama 30
hari pascaoperasi. Jaringan tulang baru yang terbentuk memiliki persebaran matriks
tulang dan struktur osteonal yang lebih rapi dan teratur (Gambar 19).
Daerah sumsum tulang juga memperlihatkan terbentuknya matriks tulang
yang mengindikasikan bahwa proses osteogenesis terus berlangsung (Gambar 18 B).
Pembentukan matriks tulang ini merupakan perkembangan selanjutnya dari
proliferasi sel-sel osteogenik dan tulang rawan.
Pada preparat ini juga tidak terlihat adanya sel-sel radang yang
mengindikasikan bahwa pada periode pengamatan 60 hari pascaoperasi, tidak ada
reaksi inflamasi terhadap keberadaan implan tersebut.
38 p
n
i
j
n
s
Gambar 17 Gambaran mikroskopis tulang tibia yang diberi perlakuan implan selama 60
hari pascaoperasi. Gambar ini memperlihatkan kondisi implan yang masih
utuh serta bagian struktur tulang: i = implan, j = jaringan ikat, n = jaringan
tulang baru, p = periosteum, dan s = sumsum tulang. Pewarnaan HE. Bar = 2
mm.
A
i
B
m
i
i
j
p
n
i
m
s
Gambar 18 Gambaran mikroskopis daerah yang dibatasi oleh kotak merah (A) dan kotak
biru (B) di gambar 17. Gambar A memperlihatkan daerah perbatasan antara
implan dengan jaringan tulang baru yang dibatasi oleh jaringan ikat. Lingkaran
di Gambar A memperlihatkan serpihan implan yang diinfiltrasi oleh jaringan
ikat. Gambar B memperlihatkan terbentuknya matriks tulang baru pada daerah
sumsum tulang. Keterangan gambar: i = implan, j = jaringan ikat, s = sumsum
tulang, n = jaringan tulang baru, m = matriks tulang, dan p = periosteum.
Pewarnaan HE. Bar A = 20 µm; B = 10 µm.
39 m
os
h
Gambar 19 Gambaran mikroskopis daerah yang dibatasi oleh kotak hijau di gambar 18 A.
Gambar ini memperlihatkan struktur tulang baru yang terbentuk di daerah
pinggir defek tulang, yang terdiri atas: os = osteosit, h = saluran Havers, dan m
= matriks tulang. Pewarnaan HE. Bar = 10 µm.
Preparat tulang kontrol selama 60 hari pascaoperasi memperlihatkan daerah
defek tulang yang telah tertutup oleh jaringan tulang baru yang terlihat lebih rapat
dibandingkan dengan preparat sebelumnya (Gambar 20). Struktur tulangnya mulai
memperlihatkan bentuk tulang kompak (Cortical bone). Hal tersebut terlihat dari
struktur osteonal dengan distribusi matriks tulang serta osteosit-osteosit yang
tersusun lebih rapi mengelilingi saluran Havers (Gambar 21). Sesuai dengan proses
persembuhan tulang, jaringan tulang baru pada preparat tulang dekalsifikasi kontrol
ini tengah mengalami fase remodeling sehingga struktur woven bone yang ada
sebelumnya secara berangsur-angsur digantikan oleh struktur tulang yang lebih
kompak (Samuelson 2007).
40 p
Gambar 20
Gambaran mikroskopis tulang tibia kontrol selama 60 hari pascaoperasi.
Gambar ini memperlihatkan daerah defek tulang yang telah menutup serta
bagian periosteumnya (p). Pewarnaan HE. Bar = 20 µm.
h
os
m
Gambar 21
Gambaran mikroskopis daerah defek tulang tibia kontrol selama 60 hari
pascaoperasi, yang memperlihatkan struktur tulang baru yang terdiri atas: os
= osteosit, h = saluran Havers, dan m = matriks tulang. Pewarnaan HE. Bar =
10 µm.
Preparat tulang yang diberi perlakuan implan selama 90 hari pascaoperasi
memperlihatkan jaringan ikat yang masih membungkus implan (Gambar 23 B) serta
tidak berproliferasi ke dalam implan, sehingga ikatan antara implan dengan tulang
tidak terbentuk. Sampai waktu pengamatan 90 hari pascaoperasi, implan tetap
terlihat utuh serta diduga tidak mengalami proses degradasi maupun resorpsi oleh
tubuh (Gambar 22). Implan juga terlihat terdorong masuk ke dalam rongga sumsum
tulang seperti yang terlihat pada gambaran makroskopisnya. Tidak terlihat
pertumbuhan tulang baru di dalam implan, melainkan tulang baru tumbuh pada
41 daerah defek tulang yang seharusnya terisi implan (Gambar 23 A). Pertumbuhan
tulang pada defek yang kosong tersebut telah membentuk struktur tulang kompak
(cortical bone). Struktur tulang kompak telah memperlihatkan unit struktural tulang
yaitu osteon yang jelas. Osteon tersusun dari lamel-lamel matriks tulang yang
mengelilingi saluran Havers. Osteosit-osteosit juga terlihat telah tersebar merata
dalam lamel-lamel tersebut (Gambar 24).
Pada preparat ini juga tidak terlihat adanya sel-sel radang yang
mengindikasikan bahwa pada periode pengamatan 90 hari pascaoperasi, tidak ada
reaksi inflamasi terhadap keberadaan implan tersebut.
n
j
i
j
Gambar 22 Gambaran mikroskopis tulang tibia yang diberi perlakuan implan selama 90
hari pascaoperasi. Gambar ini memperlihatkan kondisi implan yang masih
utuh serta bagian struktur tulang: i = implan, j = jaringan ikat, dan n = jaringan
tulang baru. Pewarnaan HE. Bar = 2 mm.
42 B
A
v
n
j
i
i
Gambar 23 Gambaran mikroskopis daerah yang dibatasi oleh kotak kuning (A) dan kotak
hijau (B) di gambar 22. Gambar A memperlihatkan daerah perbatasan antara
implan dengan jaringan tulang baru. Gambar B memperlihatkan daerah
jaringan ikat yang membungkus implan. Keterangan gambar: i = implan, j =
jaringan ikat, v = pembuluh darah, dan n = jaringan tulang baru yang
terbentuk. Pewarnaan HE. Bar A = 20 µm; B = 10 µm.
os
h
m
Gambar 24 Gambaran mikroskopis daerah yang dibatasi oleh kotak biru di gambar 22.
Gambar ini memperlihatkan jaringan tulang baru yang telah menutupi lokasi
defek tulang yang seharusnya terisi implan. Struktur tulang ini terdiri atas: os
= osteosit, h = saluran Havers, dan m = matriks tulang. Pewarnaan HE. Bar =
10 µm.
Preparat tulang kontrol selama 90 hari pascaoperasi memperlihatkan daerah
defek tulang terlihat telah tertutup rapat (Gambar 25). Pertumbuhan tulang yang
menutupi defek telah membentuk struktur tulang kompak. Struktur tulang tersebut
43 memperlihatkan bentukan osteon-osteon yang lebih teratur. Matriks telah tersusun
membentuk lamel-lamel yang mengelilingi saluran Havers. Osteosit-osteosit telah
tersebar merata di lamel-lamel yang mengelilingi saluran Havers (Gambar 26).
Ukuran saluran Havers keseluruhan terlihat lebih kecil sehingga struktur tulang
terlihat padat. Struktur tulang baru yang terbentuk diperkirakan telah memiliki
kepadatan serta struktur yang telah menyerupai tulang sekitarnya.
Gambar 25
Gambaran mikroskopis tulang tibia kontrol selama 90 hari pascaoperasi.
Gambar ini memperlihatkan daerah defek tulang yang telah menutup.
Pewarnaan HE. Bar = 20 µm.
os
m
h
Gambar 26
Gambaran mikroskopis daerah defek tulang tibia kontrol selama 90 hari
pascaoperasi, yang memperlihatkan struktur tulang baru yang terdiri atas: os
= osteosit, h = saluran Havers, dan m = matriks tulang. Pewarnaan HE. Bar =
10 µm.
44 Hasil
penelitian
ini
memperlihatkan
bahwa
secara
umum
proses
persembuhan yang terjadi pada tulang kontrol berlangsung lebih cepat dibandingkan
dengan tulang perlakuan. Hal tersebut diduga karena faktor ukuran defek tulang
serta keberadaan implan. Defek yang dibentuk memiliki ukuran yang kecil sehingga
jaringan tulang kontrol dapat memperbaiki kerusakan dengan sendirinya. Selain itu,
defek pada tulang kontrol lebih cepat menyatu karena tidak adanya implan.
Keberadaan implan yang tetap utuh kemudian menjadi penghalang bagi
pertumbuhan jaringan tulang di sekitarnya, sehingga proses persembuhan pada
tulang perlakuan terlihat berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan tulang
kontrol. Pada tulang perlakuan, persembuhan dan pertumbuhan jaringan tulang
terjadi hanya pada bagian pinggir defek tulang yang berbatasan dengan implan.
Pertumbuhan tulang tersebut tidak masuk ke dalam implan dan hanya tumbuh di
luar jaringan ikat yang membungkus implan. Hal ini diduga karena terhalang oleh
keberadaan implan yang tetap utuh dan tidak terserap maupun terdegradasi. Kondisi
implan yang tetap utuh juga ditunjukkan oleh gambaran radiografi. Sampai akhir
periode pengamatan, tidak terlihat adanya perubahan terhadap opasitas dan
marginasi implan (Purwanti 2010).
Berdasarkan hasil yang didapatkan tersebut, maka implan yang digunakan
dalam penelitian kali ini dianggap belum memperlihatkan sifat biodegradabel dan
bioresorbabel. Hal tersebut dapat disebabkan antara lain: belum sesuainya
komposisi material penyusun komposit untuk ukuran dan jenis defek yang diamati,
serta implan yang terlalu padat sehingga tidak ada struktur pori pada implan yang
dapat mempercepat interaksinya dengan tulang. Kesesuaian komposisi dari bahan
penyusun komposit berperan penting terhadap suatu sifat material (Turck et al.
2007). Saat ini, masih belum diketahui proporsi yang sesuai dari kitosan untuk dapat
menghasilkan biomaterial sintetik pengganti tulang yang ideal.
Hasil penelitian dari Nurlaela (2009) menunjukkan bahwa morfologi kristal
apatit yang telah digabungkan dengan kitosan tampak lebih rapat dibandingkan
kristal apatit itu sendiri. Kitosan mengikat kristal apatit sehingga struktur komposit
ini terlihat lebih rapat dari struktur kristal apatit. Struktur yang lebih rapat tersebut
mengakibatkan implan bersifat padat. Implan yang padat dapat menjadi rintangan
45 fisik yang menghambat pertumbuhan tulang karena menghambat proliferasi
pembuluh darah yang penting bagi persembuhan tulang (Nandi et al. 2009).
Selain kepadatan yang dimiliki implan, tidak adanya suatu struktur pori yang
saling berhubungan (interconnected pores) diduga menjadi penyebab implan
tersebut tidak terserap dan terdegradasi. Porositas memperluas area penyerapan pada
implan
sehingga
memperbesar
kecenderungan
terjadinya
bioresorpsi
dan
menginduksi bioaktivitas (Nandi et al. 2009). Struktur pori tersebut mampu
menyajikan sebuah kerangka untuk pertumbuhan jaringan tulang baru ke dalam
matriks implan yang kemudian dapat membentuk ikatan antara implan dengan
jaringan tulang di sekitarnya. Implan yang digunakan dalam penelitian ini tidak
memiliki struktur pori sehingga sel-sel tulang baru di sekitarnya tidak dapat melekat
dan membentuk suatu ikatan yang baik dengan permukaan implan. Berdasarkan
uraian tersebut, diduga implan yang digunakan dalam penelitian ini belum
memperlihatkan sifat osteokonduktif karena belum mampu menjadi tempat
pelekatan sel-sel tulang sekitarnya, serta belum memperlihatkan sifat bioaktif karena
belum mampu menghasilkan ikatan yang baik dengan jaringan sekitarnya.
Ikatan yang baik antara tulang dengan implan sangat penting untuk
mencegah pergerakan implan (Nandi et al. 2009). Walaupun bersifat mikro,
pergerakan
implan
dapat
menghambat
pertumbuhan
kapiler
darah
serta
mempengaruhi proses diferensiasi sel-sel osteogenik di sekitar implan menjadi selsel fibroblas sehingga proses osteointegrasi tidak dapat berlangsung (Spiekermann
et al. 1995).
Pada semua periode pengamatan, tidak terlihat adanya reaksi inflamasi
terhadap implan. Reaksi inflamasi merupakan respon protektif setempat yang
ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan (Dorland 2002). Reaksi ini
merupakan fase yang normal terjadi pada beberapa hari pertama proses
persembuhan kerusakan tulang (Cheville 2006). Sel-sel radang (sel darah putih)
muncul dan memfagosit jaringan-jaringan yang mati maupun mikroorganisme
antigen sehingga jaringan baru dapat terbentuk. Reaksi inflamasi secara normal
akan menghilang seiring pertumbuhan jaringan baru. Hasil pemeriksaan terhadap
gambaran darah domba menunjukkan bahwa implan dapat diterima dengan baik
oleh tubuh dan tidak mengganggu dinamika leukosit domba (Pratiwi 2011).
46 Sedangkan hasil pemeriksaan terhadap kondisi klinis domba menunjukkan bahwa
pemberian implan tidak mengganggu fisiologis suhu tubuh, frekuensi jantung dan
frekuensi nafas domba dan tidak memperlama inflamasi serta tidak menimbulkan
respon imun (Paradisa 2010). Hasil-hasil tersebut mengindikasikan bahwa implan
yang digunakan dalam penelitian ini memperlihatkan sifat biokompatibel yang baik
bagi tubuh.
Sifat biokompatibel dari implan yang digunakan dapat disebabkan karena
kitosan memiliki kemampuan antibakterial dan antifungal (Roller dan Covill 1999).
Kitosan juga bersifat bakteristatik dan bakterisidal terhadap sejumlah bakteri gram
positif dan gram negatif (No et al 2002). Implan juga telah mengalami proses
sterilisasi dengan lampu UV (ultraviolet) sebelum diimplankan. Proses implantasi
dilakukan dibawah prosedur bedah yang aseptis dan lege artis sehingga resiko
infeksi mikroba dapat diminimalkan.
Dengan tetap utuh dan kompak sampai akhir periode pengamatan maka
implan HA-K dapat dikembangkan menjadi biomaterial sintetik pengganti tulang
dengan kegunaan tertentu. Suatu implan tulang alamiah, baik autogeous maupun
allogenous, berdasarkan struktur anatominya dibagi menjadi tipe cortical dan
cancellous bone (Kalfas 2001). Tipe cortical bone biasa diambil dari tulang rusuk,
ulna bagian distal, dan fibula (Fossum et al. 2007). Keuntungan dari tipe cortical
bone adalah kekuatan strukturalnya yang unggul sehingga sering digunakan untuk
mengganti kehilangan tulang pada daerah yang membutuhkan sokongan struktural
(Kalfas 2001), misalnya untuk menggantikan kehilangan tulang pada defek
berukuran besar.
Defek berukuran besar membutuhkan material pengganti tulang yang
mampu memberikan kekuatan dan sokongan struktural yang kuat selama proses
persembuhan berlangsung. Oleh karena itu dibutuhkan material yang mampu
bertahan lama dan tidak terlalu cepat diserap. Tipe cortical bone diserap tubuh lebih
lama dibandingkan cancellous bone. Hal tersebut memberikan keuntungan karena
dapat mengimbangi proses pertumbuhan tulang baru yang membutuhkan waktu
lebih lama pada defek berukuran besar. Dengan melihat kemiripan sifat-sifat antara
cortical bone dan implan HA-K yang digunakan dalam penelitian ini, maka
diasumsikan bahwa implan ini dapat dikembangkan menjadi biomaterial sintetik
47 pengganti tulang tipe cortical bone untuk aplikasi pada defek berukuran besar dan
yang memerlukan waktu persembuhan yang relatif lebih lama dari 90 hari.
Aplikasi lain dari implan HA-K yang mungkin dikembangkan adalah
sebagai alternatif untuk bone pin dan bone plate. Penggunaan bone pin dan bone
plate yang terbuat dari komposit HA-K pada kasus fraktur dapat memberikan
keuntungan karena bahan fiksator tersebut tidak perlu diambil kembali.
Download