Kelimpahan Dan Sebaran Fitoplankton Di Perairan

advertisement
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fitoplankton
Plankton adalah istilah umum untuk biota yang hanyut, melayang atau
mengambang di dalam air secara bebas, kemampuan geraknya kalaupun ada sangat
terbatas atau dengan kata lain penyebarannya lebih banyak diatur oleh pergerakan air
seperti arus, gelombang dan sebagainya (Sachlan, 1982; Nybakken, 1992; Nontji,
2005). Plankton dibagi menjadi dua golongan utama yaitu fitoplankton dan
zooplankton (Wickstead, 1965; Sachlan 1982; dan Nybakken 1992).
Fitoplankton laut adalah tumbuhan laut yang bebas melayang dan hanyut
dalam laut serta mampu berfotosintesis (Nybakken, 1992). Menurut Sumich (1992)
fitoplankton terdiri dari satu sel, tidak dapat berpindah tempat sendiri kecuali karena
pergerakan air, sebagian besar dari kelas alga dan bakteri, bergerak dengan flagella
dan cilia, dan berukuran kurang dari 1 mikrometer sampai dengan lebih dari 1 mm
Fitoplankton merupakan tumbuhan yang amat banyak ditemukan di semua
perairan, tetapi karena ukurannya mikroskopis sukar dilihat kehadirannya,
konsentrasinya bisa ribuan hingga jutaan sel per liter air laut. Fitoplankton bisa
ditemukan di seluruh massa air mulai dari permukaan laut sampai pada kedalaman
dengan intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya fotosintesis. Zone ini
dikenal sebagai zone eufotik, tebalnya bervariasi dari beberapa puluh sentimeter
pada air yang keruh hingga lebih 150 m pada air yang jernih. Besarnya dimensi
ruang zone eufotik yang menjadi habitat fitoplankton menyebabkan fitoplankton
yang mikroskopis ini berfungsi sebagai tumbuhan yang paling penting artinya dalam
ekosistem laut.
Fitoplankton sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil mampu
melaksanakan reaksi fotosintesis di mana air dan karbondioksida dengan adanya
sinar surya dan garam-garam hara dapat menghasilkan senyawa organik seperti
karbohidrat (Sumich, 1992; Nontji, 1993). Adanya kemampuan membentuk zat
organik dari zat anorganik maka fitoplankton disebut sebagai produsen primer.
Menurut Sachlan (1982) fitoplankton yang ada di laut dapat digolongkan
dalam phyla Chrysophyta, Pyrrophyta, Cyanophyta dan Chlorophyta. Parsons et al.
5
5
(1984) menyatakan bahwa wakil klas ganggang di dalam fitoplankton bahari dapat
dilihat pada Tabel 1. Lebih lanjut Zhong (1989) menerangkan secara lengkap bahwa
fitoplankton di laut memiliki kelompok sebagai berikut:
Prokaryotae
Bacteria:Pseudomonas
Cyanophyta
Cyanophyceae
Oscillaloriales: Trichodesmium
Eukaryotae
Pyrrophyta
Dinophyceae
Desmokontae
Desmonadales: Pleromona
Prorocentrales: Prorocentrum
Dinokontae
Peridinales
Gymnodiniineae: Gymnodinium
Dinophysidineae: Dinophysis
Peridiniinaea: Peridinium
Bacillariophyta
Centriae
Coscinodiscales: Coscinodiscus
Biddulphiales: Biddulphia
Rhizosoleniales: Rhizosolenia
Pennatae
Naviculales: Navicula
Diatomales: Thalassiothrix
Phaeodactylales: Phaeodactylum
Surirellales: Nitzschia
Chlorophyta
Chlorophyceae
Volvocales: Dunaliella
Chlorococcales: Chlorella
Prasinophyceae
Pyramimonadales: Platymonas
Chrysophyta
Haptophyceae =Prymnesiophyceae
Coccolithiales: Coccoliihus
Isochrysidales: Isochrysis
Chrysocapsales: Phaeocystis Chrysophyceac
Silicoflagellales = Dictychales: Dictyocha
Xanthophyta
Xanthophyceae
6
Heterochloridales: Olisthodiscus
Mischococcales=Heterococcales: Hahsphaera
Heterocapsales: Pelagocystis
Cryptophyta
Cryptophyceae: Cryptomonas
Euglenophyta
Euglenophyceae: Eutreptia
Tabel 1. Wakil klas ganggang di dalam fitoplankton bahari
Klas
Nama umum
Lokasi (Predominan)
L. Cyanophyceae
Cyanobacteria
Tropis
Ganggang hijau-biru
2. Rhodophyceae
3. Bacillariophyceae
Ganggang merah
Diatom
4. Cryptophyceae
Cryptomonads *)
5. Dynophyceae
Dinoflagellata *)
6. Crysophyceae
Crysomonads *)
(Prymnesiophyceae) Silicoflagellata *)
7. Haptophyceae
Coccolithophor *)
& prmnesiomonad *)
8. Raphidiophyceae
Chloromonad *)
9 Xanthophyceae
Ganggang hijaukuning
heterochlorid*)
10. Eustigmatophyceae
11. Euglenophyceae
12. Prasinophyceae
13. Chlorophyceae
Euglenoid *)
Prasinomonad *)
Ganggang hijau.
Volvocalcan *)
Kcterangan
Trychodesmi um
(=Oscilatoria)
Sangat jarang, pantai
Semua perairan,
terutama pantai
Kosmopolitan. pantai
Rhodosorus, bentik
Plankton renik utama
sebagai produsen primer
Sering diabaikan. tetapi
nanoplankton penting
Semua perairan,
Autotrofheterotrof,
terutama tropis
penyebab red tide
Jarang, pantai kadangkadang melimpah
Oseanik Pantai
Jarang tapi kadang kadang melimpah,
payau
Sangat jarang
bebrapa jenis pembunuh
ikan (Chattonella)
-
Sangat jarang
-
Pantai
Semua perairan
Sangat jarang
Pantai
-
*) Sering dikelompokkan ke dalam Phytoflagellate (Protozoa).
Menurut Nybakken (1992) diatom (Bacillariophyceae) dan dinoflagellata
(Dinophyceae) merupakan kelompok utama fitoplankton di laut. Diatom adalah
golongan tumbuh-tumbuhan bersel tunggal
yang mempunyai kulit yang
mengandung silika (siliceous).
7
2.1.1. Diatom
Diatom, sebagai plankton mempunyai peranan yang sangat penting untuk
perikanan. Diatom adalah alga bersel tunggal yang dicirikan oleh adanya kerangka
atau selubung, frustula, yang disusun oleh dua buah katup, epiteka dan hipoteka yang
cocok sesamanya, seperti cawan petri (McConnaughey dan Zottoli, 1983). Nybakken
(1992) dan Sumich (1992) menerangkan bahwa secara umum diatom mempunyai
ukuran tubuh berkisar 10 µm - 1 mm, bersel tunggal (uniseluler) atau berupa
rangkaian panjang, tidak memiliki alat gerak. Bagian luar dari diatom terbuat dari
silikon dioksida, yaitu bahan utama pembuat gelas, berhiaskan lubang-lubang besarkecil dengan pola-pola yang khas menurut spesies diatom.
Sebagian besar diatom hidup secara tunggal, tetapi tidak sedikit juga yang
hidup membentuk rantai. Diatom terdiri dari berbagai spesies, yang jika membentuk
rantai dihubungkan oleh penyambung seperti protoplasma, lendir atau tonjolan
seperti duri atau rambut dari frustula yang saling mengunci. Sel plasma membentuk
lapisan yang tipis sepanjang dinding dalam dari katup dengan melingkari sebuah
rongga yang berisi getah sel. Inti pada umumnya terletak di tengah. Plasma sel
mengandung kloroplas, yang didalamnya berlangsung fotosintesis. Warna kecoklatan
yang tersifat dari kebanyakan diatom disebabkan oleh pigmen diatomin dalam
kloroplas itu. Diatomin agak menyerupai pigmen dari alga coklat yang menyamarkan
klorofil.
Diatom memiliki bentuk yang beraneka ragam, sebagian besar berbentuk
batang, ada yang bulat dan ada juga yang berbentuk lonjong. Sebagian besar diatom
hidup di dalam air sebagai plankton, tetapi ada juga yang hidup pada dasar perairan
(yang masih dapat disinari) sebagai bentos, atau ada juga yang hidup menempel pada
benda-benda lain sebagai perifiton. Diatom tersebar luas di seluruh dunia. Pada
umumnya diatom adalah makhluk samudera di perairan dingin di wilayah-wilayah
kutub, di daerah-daerah tropika dan beriklim sedang.
2.1.2. Dinoflagellata
Dinoflagellata merupakan kelompok ke-dua dari alga bersel tunggal yang
memiliki jumlah cukup banyak di laut. Diatom merupakan plankton nabati dengan
jumlah terbesar di perairan dingin, sedangkan dinoflagellata biasanya dapat dijumpai
dalam jumlah yang lebih besar di perairan tropika dan subtropika.
8
Kelompok dinoflagelata dicirikan dengan adanya sepasang flagella untuk
bergerak di dalam air, tidak memiliki rangka luar dari silikon tapi memiliki semacam
pembungkus (baju zirah) yang terbuat dari lempeng-lempeng selulosa (karbohidrat)
dan berukuran kecil (25 µm - 1 mm), biasanya bersel tunggal (jarang bersel banyak /
membentuk rantai), bereproduksi dengan membelah diri (Nybakken, 1992; Sumich,
1992).
2.2. Sebaran Fitoplankton
Arinardi, dkk (1997) menyatakan bahwa umumnya plankton di laut tidak
tersebar merata melainkan hidup secara berkelompok. Pengelompokan plankton
dapat terjadi pada jarak kurang dari 20 m (berskala kecil) atau dapat juga mencapai
beberapa kilometer (berskala besar). Penyebab terjadinya pengelompokan plankton
secara garis besar dibedakan atas pengaruh fisik (turbulensi atau adveksi) dan
pengaruh biologi. Angin dapat pula menyebabkan terkumpulnya plankton pada
tempat tertentu. Pengaruh biologi terjadi apabila terdapat perbedaan pertumbuhan
antara laju pertumbuhan fitoplankton dan kecepatan difusi untuk menjauhi
kelompoknya. Sementara zooplankton yang memangsa fitoplankton juga sangat
mempengaruhi pengelompokan fitoplankton.
Pengelompokan plankton lebih sering dijumpai di perairan neritik (terutama
perairan yang dipengaruhi oleh estuari) daripada perairan oseanik, hal ini sebagai
akibat adanya proses fisik dan kimia di perairan pantai. Produktivitas perairan pantai
ditentukan oleh beberapa faktor seperti arus pasang-surut, morfo-geografi setempat
dan proses fisik dari lepas pantai. Sementara adanya pulau-pulau akan
menyumbangkan produksi hayati yang lebih tinggi karena terjadinya pengayaan yang
disebabkan oleh turbulensi (pengadukan air), penaikan massa air di selat antar dua
pulau atau lebih dan aliran air sungai ke perairan pantai.
Secara vertikal, fitoplankton biasanya berkumpul di zona eufotik yaitu zona
dengan intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya fotosintesis.
2.3. Klorofil Fitoplankton
Tinggi rendahnya konsentrasi klorofil fitoplankton dapat digunakan sebagai
petunjuk kelimpahan sel fitoplankton dan juga potensi organik di perairan tertentu.
Perairan Indonesia dengan nilai klorofil yang tinggi hampir selalu berkaitan dengan
9
adanya pengadukan dasar perairan, dampak sungai dan proses naiknya air lapisan
agak dalam ke permukaan (Arinardi, dkk. 1997).
Distribusi vertikal klorofil di laut, secara umum menunjukkan konsentrasi
maksimum kadang kala terdapat di dekat atau di permukaan dan di lain waktu
terdapat di kedalaman eufotik atau di bawahnya (Steele and Yentsch, 1960 dalam
Parsons, dkk., 1984). Kedalaman klorofil maksimum terjadi secara musiman dicirikan
profil vertikal musim panas pada jarak 45 – 500 utara, baik di Samudra Atlantik
maupun Pasifik. Anderson (1969) dalam Parsons, dkk., (1984) mendapatkan
kandungan klorofil maksimum di pantai Oregon berakhir pada kedalaman 60 m yang
dibentuk oleh sel-sel aktif melalui fotosintesis, yang memperlihatkan adaptasi
terhadap intensitas cahaya yang sangat rendah.
2.4. Faktor Lingkungan
Ada beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
penyebaran fitoplankton, baik itu faktor fisika maupun kimia, yang antara lain
meliputi suhu, salinitas, cahaya, arus, oksigen terlarut, nutrien, dan pH.
2.4.1. Suhu
Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun
tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol
reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikkan laju
maksimum fotosintesa, sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam
merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi
fitoplankton (Tomascik et al., 1997).
Secara umum, laju fotosintesa fitoplankton meningkat dengan meningkatnya
suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu
tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu beradaptasi
terhadap suatu kisaran suhu tertentu.
Suhu permukaan laut tergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi,
evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang
terjadi di dalam kolom perairan. Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang
dapat menurunkan suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan
suhu permukaan akibat adanya aliran bahang dari udara ke lapisan permukaan
10
perairan. Suhu optimum untuk pertumbuhan fitoplankton pada perairan tropis
berkisar antara 25 – 320 C.
2.4.2. Salinitas
Salinitas berpengaruh terhadap penyebaran plankton, baik secara vertikal
maupun horisontal (Romimohtarto dan Juwana, 2004). Kisaran salinitas yang masih
dapat ditoleransi oleh fitoplankton pada umumnya berkisar antara 28 – 34 ppt.
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola
sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan dengan tingkat
curah hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah
sedangkan perairan yang memiliki penguapan yang tinggi, salinitas perairannya
tinggi. Selain itu pola sirkulasi juga berperan dalam penyebaran salinitas di suatu
perairan.
Secara vertikal nilai salinitas air laut akan semakin besar dengan
bertambahnya kedalaman. Di perairan laut lepas, angin sangat menentukan
penyebaran salinitas secara vertikal. Pengadukan di dalam lapisan permukaan
memungkinkan salinitas menjadi homogen. Terjadinya upwelling yang mengangkat
massa air bersalinitas tinggi di lapisan dalam juga mengakibatkan meningkatnya
salinitas permukaan perairan.
2.4.3. Cahaya
Cahaya merupakan salah satu faktor yang menentukan distribusi fitoplankton
di laut. Di laut lepas, pada lapisan permukaan tercampur tersedia cukup banyak
cahaya matahari untuk proses fotosintesa. Sedangkan di lapisan yang lebih dalam,
cahaya matahari tersedia dalam jumlah yang sedikit bahkan tidak ada sama sekali.
Ini memungkinkan fitoplankton lebih banyak terdapat pada bagian bawah lapisan
permukaan tercampur atau pada bagian atas dari permukaan lapisan termoklin jika
dibandingkan dengan bagian pertengahan atau bawali lapisan termoklin.
Dengan adanya perbedaan kandungan pigmen pada setiap jenis plankton,
maka jumlah cahaya matahari yang diabsorbsi oleh setiap plankton akan berbeda
pula. Keadaan ini berpengaruh terhadap tingkat efisiensi fotosintesa.
11
2.4.4. Nutrien
Nutrien adalah semua unsur dan senyawa yang dibutuhkan oleh tumbuhantumbuhan dan berada dalam bentuk material organik (misalnya amonia, nitrat) dan
anorganik terlarut (asam amino). Elemen-elemen nutrien utama yang dibutuhkan
dalam jumlah besar adalah karbon, nitrogen, fosfor, oksigen, silikon, magnesium,
potassium, dan kalsium, sedangkan nutrien trace element dibutuhkan dalam
konsentrasi sangat kecil, yakni besi, copper, dam vanadium (Levinton, 1982).
Menurut Parsons et al. (1984), alga membutuhkan elemen nutrien untuk
pertumbuhan. Beberapa elemen seperti C, H, O, N, Si, P, Mg, K, dan Ca dibutuhkan
dalam jumlah besar dan disebut makronutrien, sedangkan elemen-elemen lain
dibutuhkan dalam jumlali sangat sedikit dan biasanya disebut mikronutrien atau
trace element. Di antara unsur-unsur ini secara umum unsur hara yang sangat
esensial bagi pertumbuhan plankton adalah nitrogen, fosfor dan silikon, sehingga
unsur-unsur hara tersebut umumnya merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan
biota plankton (Tomascik et a!., 1997). Menurut Nybakken (1992) zat organik utama
yang diperlukan fitoplankton dan sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan
adalah nitrat dan fosfat. Jadi zat hara fosfat dan nitrat merupakan salah satu mata
rantai makanan yang dibutuhkan dan mempunyai pengaruh terhadap proses
pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut. Keberadaan plankton di
suatu perairan tergantung pada konsentrasi zat hara perairan tersebut.
Sebaran fitoplankton di dalam kolom perairan sangat tergantung pada
konsentrasi nutrien. Konsentrasi nutrien di lapisan permukaan sangat sedikit dan
akan meningkat pada lapisan termoklin dan lapisan di bawahnya. Konsentrasi nutrien
juga akan berbeda di daerah dekat pantai dan di daerah lepas pantai. Pada keadaan
normal fitoplankton ditemukan dalam jumlah besar di perairan sekitar pesisir, sedang
di lepas pantai keberadaan fitoplankton berada dalam jumlah sedikit. Hal ini akan
berbeda apabila terjadi
upwelling di perairan lepas pantai. Upwelling akan
mengakibatkan penyuburan fitoplankton.
Nontji (2005) menerangkan bahwa
Fitoplankton yang subur di daerah pesisir dan di daerah upwelling karena masuknya
zat hara ke dalam lingkunga tersebut. Di daerah pesisir banyak zat hara datang dari
daratan dan dialirkan oleh sungai ke laut, sedangkan di daerah upwelling, zat hara
yang kaya terangkat dari lapisan lebih dalam ke arah permukaan.
12
2.4.4.1. Nitrat
Nitrat merupakan salah satu bentuk senyawa N-anorganik dalam air laut dan
unsur hara yang digunakan dalam pembentukan protein untuk mendukung kehidupan
organisme dalam suatu perairan terutama fitoplankton. Nitrogen merupakan nutrien
yang sangat diperlukan dalam proses fotosintesis. Nitrogen masuk ke air laut melalui
aktivitas vulkanik, atmosfir dan sungai. Nitrogen di air laut terutama berada dalam
bentuk nitrat (NO3-), nitrit (NO2-) dan ammonium (NH3 atau NH4) (Millero dan
Sohn, 1991).
Nitrat dalam air laut secara alami terdapat pada kadar yang sesuai dengan
kebutuhan organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kadar nitrat dalam suatu
perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah faktor lingkungan
sekitar, pengaruh musim dan kondisi pasang surut.
Menurut Wada dan Hattori (1991) nitrat merupakan senyawa nitrogen
terlimpah di laut. Selanjutnya dikatakan bahwa konsentrasi nitrat bervariasi menurut
letak lintang dan kedalaman. Di samping itu proses-proses biologi dan faktor fisika
juga mempengaruhi distribusi nitrat di laut. Akibat aktifitas tersebut mempengaruhi
profil sebaran nitrat sehingga memiliki karakteristik yang berbeda-beda di masingmasing kawasan laut.
2.4.4.2. Fosfat
Fosfat merupakan salah satu zat hara yang dibutuhkan dan mempunyai
pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut.
Fitoplankton merupakan salah satu parameter biologi yang erat hubungannya dengan
fosfat. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung
kepada kandungan zat hara di perairan tersebut, antara lain zat hara fosfat
(Nybakken, 1992). Senyawa anorganik fosfat yang terkandung dalam laut umumnya
berada dalam bentuk ion (orto) asam fosfat, H3PO4 (Koreleff, 1976 dalam
Hutagalung, dkk, 1997). Sama halnya seperti zat hara lainnya, kandungan fosfat di
suatu perairan secara alami terdapat sesuai dengan kebutuhan organisme yang hidup
di perairan tersebut
Distribusi dari berbagai bentuk fosfat di air laut dikontrol oleh proses-proses
biologi dan fisika (Millero dan Sohn, 1991). Selanjutnya menurut Sidjabat (1976)
13
konsentrasi fosfat di perairan dipengaruhi oleh faktor lintang, musim, dan aktifitas
plankton. Di laut tropis, variasi fosfat sangat kecil, bahkan dapat dikatakan tidak ada
variasi sama sekali. Hal ini disebabkan oleh perbedaan suhu antara musim hujan dan
musim kemarau tidak begitu mencolok, sehingga aktifitas plankton hampir seragam
sepanjang tahun.
Di perairan pesisir dan paparan benua, sungai sebagai pembawa hanyutanhanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan lainnya akan mengakibatkan
konsentrasi fosfat di muara lebih besar dari sekitarnya.
Beberapa peneliti (Harrison dan Davis, 1979; Turpin dan Harrison, 1979;
Harrison dan Turpin, 1982; Kitham dan Kitham, 1984 dalam Sanders et a!., 1987)
mengemukakan bahwa perubahan nutrien adalah faktor lingkungan penting yang
mempengaruhi berbagai kelompok taksonomi yang dominan. Sebagai contoh
perubahan nutrien yang tinggi mengakibatkan dominasi dari diatom, perubahan
nutrien yang rendah mengakibatkan dominasi dan flagellata, sementara sejumlah
kecil nutrien atau bentuk kimia nutrien dapat mempengaruhi keberhasilan satu
spesies dibandingkan spesies yang lainnya contohnya Chaetoceros spp dibanding
Skeletonema costatum.
2.4.4.3. Silikat
Silikat merupakan bahan dasar penting untuk pembentukan kerangka diatom,
dan juga penting bagi radiolaria (Romimohtarto dan Juwana, 2004). Silikat berasal
dari pelapukan batu-batuan dan kerak bumi. Menurut Millero dan Sohn (1991), pada
dasarnya sumber silikat di laut sebagian besar merupakan hasil pelapukan yang
terbawa oleh aliran sungai dan angin melalui arus laut.
Silikon di perairan terdapat dalam tiga bentuk dasar , yaitu quarts terdetritus,
alumino-silikat dan silikat terlarut (Kennish, 1990), Silikat yang terlarut melalui
proses pelapukan (spesies terlarut) di estuarin dan perairan berbentuk sebagai asam
silikat , H4SiO4. Menurut Aston (1980) dalam Kennish (1994), silikat di perairan
berasal dari kristal-kristal batuan yang menjadi bentuk terlarut akibat aliran sungai
(pelapukan). Selanjutnya dijelaskan bahwa bentuk ini ada yang menjadi bentuk
partikel yang akhirnya mengendap menjadi bagian dari sedimen, dan dimanfaatkan
oleh organisme yang membutuhkan silikat dan ada pula yang terangkut menuju ke
laut atau perairan. Kadar silikon terlarut umumnya lebih besar dijumpai pada
14
perairan pesisir daripada di laut terbuka, yang merupakan akibat dari run off dari
daratan (Millero dan Sohn, 1991).
2.4.5. Arus
Arus dapat membantu penyebaran dan migrasi horisontal plankton, tetapi jika
terlalu kuat dapat mengganggu keseimbangan ekologis perairan yang sudah
terbentuk. Arus sangat berpengaruh terhadap sebaran fitoplankton karena
pergerakannya sangat tergantung pada pergerakan air (Romimohtarto dan Juwana,
2004).
Menurut Banjarnahor dan Suyarso (2000), arus yang brkembang di pesisir
perairan kalimantan Timur bukan hanya arus yang disebabkan terjadinya pasang
surut, namun berkembang arus lain yang merupakan terusan dari perairan lain
dengan kecepatan yang relatif kuat (20 cm/ det) pada kedalaman 5 m, dan semakin
ke dalam kecepatannya semakin kuat, pada kedalaman 20 m kecepatan arusnya
sekitar 80 cm/ det dan pada kedalaman 30 m kecepatan arusnya sekitar 78 cm/ det.
2.4.6. Oksigen Terlarut
Oksigen merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan organisme.
Oksigen oleh organisme akuatik dipergunakan dalam proses-proses biologi,
khususnya dalam proses respirasi dan penguraian zat organik oleh mikroorganisme.
Dalam ekosistem perairan oksigen terlarut sangat penting untuk mendukung
eksistensi organisme dan proses-proses yang terjadi di dalamnya, hal ini terlihat dari
peranan oksigen selain digunakan untuk aktivitas respirasi organisme air juga dipakai
oleh organisme dekomposer dalam proses bahan organik di perairan.
Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari udara melalui proses difusi
dan proses fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air lainnya pada siang hari.
Nybakken (1992) menyatakan bahwa kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh
temperatur dan kecerahan, semakin rendah temperatur perairan semakin tinggi
kelarutannya, dengan kata lain kandungan oksigen dalam kolom air akan semakin
rendah.
Oksigen di perairan bersumber baik melalui difusi dari udara maupun dari
hasil proses fotosintesis oleh organisme nabati, seperti fitoplankton dan tumbuhan air
15
lainnya di zona eufotik. Oksigen dikonsumsi oleh tumbuhan dan hewan secara terusmenerus selama aktivitas respirasi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar
oksigen terlarut dalam air laut adalah masuknya limbah yang dalam proses
penguraiannya banyak membutuhkan oksigen. Limbah jenis ini umumnya berasal
dan kegiatan-kegiatan penduduk.
2.4.7. Derajat Keasaman (pH)
Romimohtarto dan Juwana (2004) menyatakan bahwa perubahan pH sedikit
saja dapat menyebabkan perubahan dalam reaksi fisologik berbagai jaringan maupun
pada reaksi enzim dan lain-lain. Di laut terbuka, variasi pH dalam batas yang
diketahui mempunyai pengaruh kecil pada sebagian besar biota.
Nilai derajat keasaman (pH) di perairan pesisir umumnya lebih rendah
dibandingkan dengan pH air laut lepas, karena adanya pengaruh masukan massa air
tawar dari sistem sungai yang bermuara.
16
Download