BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Rantai Pasok Chopra dan Meindl (2004) menyatakan bahwa rantai pasokan melibatkan seluruh bagian, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk memenuhi permintaan konsumen. Rantai pasok tidak hanya berkaitan dengan manufaktur dan pemasok, tetapi juga melibatkan transportasi, gudang, retailer, dan pelanggan itu sendiri. Tujuan dari rantai pasok adalah memaksimalkan keseluruhan nilai. Keseluruhan nilai rantai pasok adalah perbedaan diantara nilai dari produk akhir terhadap pelanggan dan upaya rantai pasokan dalam memenuhi permintaan pelanggan. Menurut Pujawan (2005), rantai pasokan merupakan jaringan perusahaanperusahaan yang bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai. Perusahaan-perusahaan tersebut meliputi pemasok, pabrik, distributor, toko, ritel, dan perusahaan pendukung seperti jasa logistik. Rantai pasokan adalah langkah-langkah yang dilakukan perusahaan dalam transformasi bahan baku menjadi produk jadi yang kemudian dibeli oleh pelanggan. Menurut Heizer dan Render (2004) rantai pasok mencakup seluruh interaksi antara pemasok, manufaktur, distributor, dan pelanggan. Interaksi ini juga berkaitan dengan transportasi, informasi, penjadualan, transfer kredit, tunai, dan transfer bahan baku antara pihak-pihak yang terlibat. 10 Siagian (2005) menyatakan bahwa rantai pasok berkaitan langsung dengan siklus bahan baku dari pemasok ke produksi, gudang, dan distribusi, kemudian sampai ke konsumen. Perusahaan meningkatkan kemampuan bersaing melalui penyesuaian produk, kualitas yang tinggi, pengurangan biaya, dan kecepatan meraih pasar dengan penekanan pada rantai pasok. Gambar 2.1. Rantai pasok (Heizer dan Render, 2004) 11 Gambar 2.2. Rantai pasok (Siagian, 2005) 2.2 Manajemen Rantai Pasok Manajemen rantai pasok adalah koordinasi dari bahan, informasi dan arus keuangan antara perusahaan yang berpartisipasi. Manajemen rantai pasok juga diartikan sebagai seluruh jenis kegiatan komoditas dasar hingga penjualan produk akhir ke konsumen. Manajemen rantai pasok merupakan strategi alternatif yang memberikan solusi dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui pengurangan biaya operasi dan perbaikan pelayanan konsumen dan kepuasan konsumen. Manajemen rantai pasok merupakan proses penciptaan nilai tambah barang dan jasa yang berfokus pada efisiensi dan efektivitas dari persediaan, aliran kas, dan aliran informasi (Anatan dan Ellitan, 2008). Heizer dan Render (2004) mendefinisikan manajemen rantai pasok sebagai pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh 12 aktivitas ini mencakup kegiatan pembelian dan outsourcing, ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan pemasok dan distributor. Mentzer (2004) mendefinisikan manajemen rantai pasok sebagai strategi manajemen dari seluruh fungsi bisnis yang meliputi beberapa aliran hulu atau hilir, untuk beberapa aspek pada sistem rantai pasok. Ma’arif dan Tanjung (2006) menyatakan manajemen rantai pasok adalah perluasan dari manajemen logistik. Kegiatan manajemen logistik mencakup perusahaan, pemasok, dan pelanggan, sedangkan cakupan manajemen rantai pasok lebih luas dari pada manajemen logistik, yaitu antara pemasok, perusahaan sendiri, pelanggan, grosir, dan pengecer yang diintegrasikan agar lebih efisien. Simchi-Levi et al., (2000) menyatakan manajemen rantai pasok sebagai sebuah pendekatan yang diterapkan untuk menyatukan pemasok, pengusaha, gudang, dan tempat penyimpanan lainnya (distributor, retailer, dan pengecer) secara efisien sehingga produk dapat dihasilkan dan didistribusikan dengan jumlah yang tepat, lokasi yang tepat, dan waktu yang tepat untuk menurunkan biaya dan memenuhi kebutuhan pelanggan. Definisi tersebut didasarkan atas beberapa hal: a. Manajemen rantai pasok perlu mempertimbangkan bahwa semua kegiatan mulai dari pemasok, manufaktur, gudang, distributor, sampai ke retailer berdampak pada biaya produk yang diproduksi yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. b. Tujuan dari manajemen rantai pasok adalah agar total biaya dari semua bagian, mulai dari transportasi dan distribusi, persediaan bahan baku, barang dalam 13 proses, dan barang jadi menjadi lebih efektif dan efisien sehingga mengurangi biaya. c. Manajemen rantai pasok berputar pada integrasi yang efisien dari pemasok, manufaktur, gudang, distributor, dan retailer yang mencakup semua aktivitas perusahaan, mulai dari tingkat strategis sampai tingkat taktik operasional. Siagian (2005) menyatakan terdapat dua hal penting dalam manajemen rantai pasok. Pertama, manajemen rantai pasok adalah kolaborasi usaha bersama antar setiap bagian atau proses dalam siklus produk. Kedua, manajemen rantai pasok harus mencakup seluruh kegiatan siklus produk. Ruang lingkup manajemen rantai pasok meliputi: a. Rantai pasok sebagai keseluruhan kegiatan arus dan transformasi barang mulai dari bahan mentah, sampai penyaluran ke tangan pelanggan termasuk aliran informasinya. Bahan baku dan aliran informasi adalah rangkaian dari rantai pasok. b. Rantai pasok sebagai suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi. 2.2.1 Tujuan Manajemen Rantai Pasok Menurut Akbar (2010), tujuan dalam rantai pasok ialah memastikan material terus mengalir dari sumber ke konsumen akhir. Bagian-bagian yang bergerak didalam rantai pasok harus berjalan secepat mungkin. Arus ini diatur agar bagian-bagian tersebut bergerak dalam koordinasi yang teratur, mencegah terjadinya penumpukan persediaan di satu lokal. 14 Tujuan manajemen rantai pasok adalah: 1. Manajemen rantai pasok menyangkut pertimbangan mengenai lokasi setiap fasilitas yang memiliki dampak terhadap aktivitas dan biaya dalam rangka memproduksi produk yang diinginkan pelanggan dari pemasok dan pabrik hingga disimpan di gudang dan pendistribusiannya ke sentra penjualan. 2. Mencapai efisiensi aktivitas dan biaya seluruh sistem, total biaya sistem dari transportasi hingga distribusi persediaan bahan baku, proses kerja, dan barang jadi. Menurut Cooper dan Ellram dalam Anatan dan Ellitan (2008), ada tiga alasan utama, sekaligus tujuan dari penerapan manajemen rantai pasok yaitu untuk mengurangi investasi di sepanjang rantai pasok, meningkatkan pelayanan kepada konsumen, dan mengembangkan keunggulan kompetitif perusahaan. Sementara tujuan utamanya adalah memperkuat hubungan baik antara manufaktur dengan pemasok dan saluran distribusinya. 2.2.2 Manfaat Penerapan Manajemen Rantai Pasok Menurut Anwar (2011), apabila manajemen rantai pasok diterapkan maka dapat member manfaat antara lain : 1) Kepuasan pelanggan Konsumen atau pengguna produk merupakan target utama dari aktivitas proses produksi setiap produk yang dihasilkan perusahaan. Konsumen atau pengguna yang dimaksud dalam konteks ini tentunya konsumen yang setia dalam jangka waktu yang panjang. Untuk menjadikan konsumen setia, maka terlebih dahulu konsumen harus puas dengan pelayanan yang disampaikan oleh perusahaan. 15 2) Meningkatkan pendapatan Semakin banyak konsumen yang setia dan menjadi mitra perusahaan berarti akan turut pula meningkatkan pendapatan perusahaan, sehingga produk-produk yang dihasilkan perusahaan tidak akan ‘terbuang’ percuma, karena diminati konsumen. 3) Menurunnya biaya Pengintegrasian aliran produk dari perusahan kepada konsumen akhir berarti pula mengurangi biaya-biaya pada jalur distribusi. 4) Pemanfaatan aset semakin tinggi Aset terutama faktor manusia akan semakin terlatih dan terampil baik dari segi pengetahuan maupun keterampilan. Tenaga manusia akan mampu memberdayakan penggunaan teknologi tinggi sebagaimana yang dituntut dalam pelaksanaan SCM. 5) Peningkatan laba Semakin meningkatnya jumlah konsumen yang setia dan menjadi pengguna produk, pada gilirannya akan meningkatkan laba perusahaan. 6) Perusahaan semakin besar Perusahaan yang mendapat keuntungan dari segi proses distribusi produknya lambat laun akan menjadi besar, dan tumbuh lebih kuat. 2.2.3 Pemain Utama dalam Manajemen Rantai Pasok Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), pemain utama yang memiliki kepentingan dalam manajemen rantai pasok adalah sebagai berikut. 16 1) Rantai 1: Pemasok Merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama di mana mata rantai penyaluran akan dimulai. 2) Rantai 1-2: Pemasok-Manufaktur Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufaktur atau pabrik atau perakitan atau bentuk lain yang melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, merakit, mengkonversikan, atau pun menyelesaikan barang. Hubungan dengan mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. 3) Rantai 1-2-3: Pemasok-Manufaktur-Distribusi Barang yang sudah jadi yang dihasilkan oleh manufaktur sudah mulai harus disalurkan kepada pelanggan. Walaupun banyak cara untuk penyaluran barang ke pelanggan, umumnya digunakan melalui distributor dan biasanya ditempuh sebagian besar rantai pasok. 4) Rantai 1-2-3-4: Pemasok-Manufaktur-Distribusi-Ritel Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau menyewa dari pihak lain. Ada kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah persediaan dan biaya gudang, dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang manufaktur maupun toko pengecer. 5) Rantai 1-2-3-4-5: Pemasok-Manufaktur-Distribusi-Ritel-Konsumen Para pengecer atau ritel menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan atau pembeli atau pengguna barang tersebut. Mata rantai pasok baru 17 benar-benar berhenti setelah barang yang bersangkutan tiba di pemakai langsung. 2.2.4 Fungsi-Fungsi dalam Manajemen Rantai Pasok Menurut Ma’arif dan Tanjung (2006), fungsi-fungsi yang dilakukan dalam manajemen rantai pasok adalah: 1) Perkiraan permintaan. Pada dasarnya manajemen rantai pasok adalah rantai dari produsen ke konsumen, maka permintaan konsumen menjadi acuan untuk proses ke belakang (ke produsen). Artinya, permintaan konsumen harus diketahui. Salah satu ketidakpastian dalam manajemen rantai pasok adalah kesalahan perkiraan/peramalan. 2) Menyeleksi pemasok. Pemasok yang dipakai haruslah pemasok yang dipercaya. Oleh karena itu, kegiatan memilih pemasok merupakan kegiatan awal yang krusial dan menentukan. 3) Memesan bahan baku. Begitu diketahui berapa perkiraan permintaan, maka berdasarkan jumlah perkiraan itu, dilakukan pemesanan bahan baku. Salah satu ketidakpastian dalam manajemen rantai pasok adalah penundaan pesanan. 4) Pengendalian persediaan. Persediaan harus dikendalikan agar tidak memboroskan anggaran keuangan atau biaya produksi. Intinya adalah bagaimana melakukan pengadaan sehingga biaya persediaan menjadi minimal. 18 5) Penjadualan produksi. Setelah bahan baku dipesan, maka penjadualan produksi mulai dilakukan. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah kerusakan mesin yang menyebabkan produksi yang telah dijadualkan tertunda. 6) Pengapalan dan pengiriman. Pengapalan dan pengiriman menjadi penting ketika barang-barang yang diangkut bersifat perishable (cepat busuk). Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah keterlambatan pengiriman. 7) Manajemen informasi. Informasi harus dikelola dengan baik, sehingga informasi yang dikumpulkan merupakan informasi yang benar. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah informasi yang salah. 8) Manajemen mutu. Mutu bahan baku yang diperoleh dari pemasok hendaknya merupakan mutu terbaik. Seringkali mutu yang dikirim oleh pemasok, tidak sama dengan mutu yang tercantum dalam surat pembelian. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah kualitas produk tidak sesuai standar. 9) Pelayanan konsumen. Fungsi manajemen rantai pasok untuk melayani konsumen tergambar dari berapa banyak barang yang sebenarnya dibutuhkan oleh konsumen. Produsen akan memproduksi sesuai dengan yang diinginkan konsumen. 2.2.5 Strategi Manajemen Rantai Pasok Strategi manajemen rantai pasok meliputi keputusan strategis tentang jaringan pasokan yang mencakup keputusan tentang pemasok mana yang akan 19 dipilih, pemasok mana yang akan diajak sebagai mitra jangka panjang, di mana saja lokasi gudang dan pusat distrbusi yang akan didirikan, apakah akan melaksanakan sendiri kegiatan logistik. Menurut Pujawan (2005), strategi rantai pasok adalah kumpulan kegiatan dan aksi strategis di sepanjang rantai pasok yang menciptakan rekonsiliasi antara apa yang dibutuhkan pelanggan akhir dengan kemampuan sumber daya yang ada pada rantai pasok tersebut. Tujuan strategis rantai pasok adalah menghasilkan produk yang murah, berkualitas, tepat waktu dan bervariasi. Menurut Ma’arif dan Tanjung (2006), beberapa strategi yang dilakukan dalam manajemen rantai pasok, yaitu: 1). Banyak Pemasok Negosiasi dapat dilakukan dengan banyak pemasok, sehingga perusahaan dapat memainkan antara satu pemasok dengan pemasok lainnya. Strategi yang biasanya diambil dari banyak pemasok ini adalah ketika banyak sumber per item, hubungan adversarial, jangka pendek, sedikit keterbukaan, dapat dinegosiasikan, harga tinggi, jarang dan jumlah besar. 2). Sedikit Pemasok Dalam hal ini perlu ditempuh suatu pengembangan hubungan menjadi mitra jangka panjang terhadap sedikit pemasok yang akan bekerjasama Strategi sedikit pemasok ini biasanya terjadi ketika satu atau sedikit sumber per item, penerapan Just In Time, jangka panjang, dan stabil. Audit dan kunjungan tempat diperlukan untuk mendapatkan kepastian tentang pemasok tersebut. Kontrak yang terjadi bersifat eksklusif, biaya rendah, pesanan besar dan sering. 20 3). Integrasi Vertikal Integrasi vertikal ditempuh dengan cara membeli pada pemasok yang ada. Dengan melakukan integrasi vertikal ini, perusahaan mampu memproduksi barang-barang yang dibeli sebelumnya. Persoalan yang penting untuk dianalisis adalah mana yang sebaiknya dilakukan, apakah membeli atau membuat barang yang dibutuhkan. Dalam hal ini analisis keuangan memegang peranan yang sangat penting. 4). Jaringan Keiretsu Jaringan keiretsu adalah membuat pemasok menjadi bagian dari koalisi perusahaan. Keiretsu merupakan istilah Jepang untuk menunjukkan rantai afiliasi. Keiretsu merupakan sistem aliansi yang saling menguntungkan dan kepemilikan silang. Saham perusahaan dipegang oleh perusahaan patungan. Keiretsu merupakan kebutuhan yang rendah untuk keuntungan jangka pendek, tetapi merupakan kebutuhan yang tinggi untuk kentungan jangka panjang. Dalam keiretsu ini ada kaitan antara pabrikan, pemasok, distributor, dan kreditor yang merupakan kemitraan yang lebih luas lagi pada rantai pasok yang ada. 5). Perusahaan Virtual Manajemen yang membangun perusahaan virtual merupakan upaya untuk membangun sebuah perusahaan virtual yang menggunakan pemasok ketika dibutuhkan. Ada jaringan antara berbagai perusahaan yang tidak terikat satu sama lain. Perusahaan virtual dihubungkan dengan komputer pribadi, 21 faksimile, internet, dan lain-lain. Masing-masing pihak memberikan kontribusi sesuai dengan kompetensi mereka. 2.3 Kemitraan Salah satu bentuk hubungan pemasok dengan perusahaan yang lazim digunakan di Indonesia adalah bentuk kemitraan. Menurut Rudberg dan Olhager dalam Anatan dan Ellitan (2008), kemitraan merupakan suatu tipe hubungan di mana tanggung jawab dan keuntungan potensial dibedakan dari satu bentuk koordinasi terkait dengan hubungan penjual dan pembeli secara umum dan tingkat investasi spesifik secara khusus, kemitraan bisnis juga menunjukkan suatu mekanisme koordinasi untuk para pemasok dan perusahaan dalam suatu penciptaan nilai jejaring bisnis. Melalui kemitraan, kerjasama, dan koordinasi antar perusahaan yang tergabung dalam jejaring bisnis diharapkan tidak hanya dapat menciptakan nilai tetapi juga mencapai efisiensi dan efektifitas. Menurut Piorier dan Reiter dalam Indrajit dan Djokopranoto (2002), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para mitra: 1). Para mitra harus bersedia melepaskan sebagian dari kebebasannya dalam posisi kekuasaannya demi kesempatan memperoleh keuntungan yang lebih besar. 2). Para mitra harus mau membagikan secara sebanding baik investasi maupun keuntungannya. 3). Pemasok perlu mengubah sikapnya dari sekedar mengusahakan kepuasan pembelinya, menjadi lebih proaktif dalam memikirkan dan mengusahakan 22 agar pembelinya lebih memiliki kemampuan bersaing melalui proyek bersama. 4). Pembeli juga perlu mengubah sikapnya dari sekedar berusaha membeli dalam jumlah besar sehingga menekan biaya, menjadi lebih berpartisipasi dengan pemasok dalam usaha yang dapat menguntungkan kedua belah pihak. 5). Tidak hanya investasi dan keuntungan yang dipikul bersama, tetapi juga biaya ekstra yang mungkin timbul, dan tidak membebankan biaya tersebut pada salah satu pihak saja. 6). Kedua mitra harus mau bekerja sama dengan anggota rantai/jaringan yang lain untuk meningkatkan kemampuan jaringan pemasok secara keseluruhan. Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002) mengembangkan hubungan baru antara pembeli dan penjual, hubungan ke hulu dan ke hilir, harus memperhatikan beberapa prinsip kemitraan yang perlu diusahakan, yaitu: 1). Mempunyai tujuan yang sama Pembeli dan penjual harus mempunyai dua hal tersebut sebagai tujuan yang sama. Kesalahan umum adalah banyak yang menganggap keuntungan (profit) merupakan tujuan utama perusahaan. Perusahaan yang bisa bertahan dan tumbuh dengan sendirinya tentu akan menghasilkan keuntungan yang layak. Tetapi sebaliknya, perusahaan yang hanya memperoleh keuntungan di tahuntahun tertentu saja belum tentu sanggup mempertahankan hidupnya dalam jangka waktu yang panjang. 23 2). Saling menguntungkan Kedua pihak harus sadar bahwa setiap pembicaraan atau negosiasi harus menghasilkan sesuatu yang dapat saling menguntungkan kedua belah pihak, dan tidak boleh hanya menguntungkan satu pihak saja dan merugikan pihak yang lain. Saling menguntungkan adalah motivasi yang sangat kuat bagi kedua belah pihak untuk melakukan dan melanjutkan kemitraan. 3). Saling mempercayai Saling percaya termasuk dalam perhitungan biaya produksi dan harga barang atau jasa yang dihasilkan. Kedua belah pihak dapat saling memberikan nasihat atau pendapat untuk melakukan efisiensi atau penurunan biaya tertentu. Saling percaya tidak hanya pada kejujuran dan itikad baik masingmasing untuk memenuhi perjanjian dan kesepakatan bersama. Saling mempercayai merupakan hal utama untuk membangun kemitraan jangka panjang. 4). Bersifat terbuka Transparansi dapat meningkatkan sikap saling mempercayai, dan sebaliknya saling mempercayai memerlukan saling keterbukaan. 5). Hubungan jangka panjang Hubungan jangka memungkinkan pihak rekanan penjual untuk bersedia, berani, dan mampu melakukan investasi yang besar untuk keperluan R&D demi peningkatan mutu produk. 6). Perbaikan terus-menerus dalam mutu dan harga/biaya Salah satu prinsip yang penting dalam kemitraan adalah kedua belah pihak harus senantiasa meningkatkan mutu, efisiensi, biaya, dan harga barang/jasa. 24 2.4 Kinerja Menurut Wibowo (2007), kinerja adalah melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut, apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan tanggung jawab setiap individu terhadap pekerjaan, membantu mendefinisikan harapan. Kinerja juga dapat diartikan sebagai prestasi yang dicapai perusahaan dalam periode waktu tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan. Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Kinerja menunjukkan pencapaian target kerja yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Pencapaian kinerja tersebut dipengaruhi oleh kecakapan dan waktu. Kinerja yang baik merupakan salah satu sasaran organisasi dalam mencapai produktifitas kerja yang tinggi. Kinerja merupakan suatu yang lazim digunakan untuk memantau produktifitas kerja sumber daya dan akan sangat bermanfaat bagi perencanaan kebijakan organisasi. Menurut Amstrong (2006), kinerja sering didefinisikan hanya dalam istilah output atau diukur sebagai pencapaian tujuan. Tetapi kinerja adalah bukan hanya dari apa yang dicapai tetapi bagaimana mencapainya. Hasil kinerja yang tinggi sesuai perilaku dan penggunaan yang efektif diperlukan pengetahuan, 25 keterampilan dan kompetensi. Kinerja manajemen harus mengkaji bagaimana hasil yang dicapai, sehingga menyediakan informasi yang diperlukan untuk mempertimbangkan apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan hasil tersebut. Definisi kinerja mengarah pada kesimpulan bahwa ketika mengelola kinerja baik input maupun output (hasil) perlu dipertimbangkan. Penilaian atau pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor penting dalam perusahaan. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan dan sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan dalam perusahan. Pihak manajemen juga dapat menggunakan pengukuran kinerja perusahaan sebagai alat untuk mengevaluasi pada periode yang lalu. Pengukuran kinerja hanya dapat dilakukan terhadap kinerja yang nyata dan terukur. Pengukuran berkepentingan untuk mengukur apa yang penting dan relevan. Untuk itu, perlu diperjelas tentang apa yang dikatakan penting dan relevan sebelum menentukan ukuran apa yang harus digunakan (Amstrong, 2006). Menurut Pujawan (2005), sistem pengukuran kinerja digunakan untuk: 1). Melakukan monitoring dan pengendalian. 2). Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok. 3). Mengetahui relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang ingin dicapai. 4). Menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing. Pengukuran kinerja yang tepat menurut Wibowo (2007) dapat dilakukan dengan cara berikut. 1). Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi, 26 2). Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan, 3). Mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja, 4). Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu prioritas perhatian, 5). Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas, 6). Mempertimbangkan penggunaan sumber daya, dan 7). Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan. Pengukuran kinerja seringkali tidak mudah karena menghadapi berbagai masalah. Masalah yang dapat timbul dalam pengukuran kinerja adalah: terdapatnya banyak ukuran, pengukuran tidak ada hubungannya dengan strategi, pengukuran bersifat bias terhadap hasil, dan memberitahu bagaimana sampai ke sana, sistem reward tidak sejajar dengan ukuran kinerja, dan pengukuran tidak mendukung struktur manajemen berdasarkan tim. 2.5 Efisiensi Pemasaran Pemasaran sebagai kegiatan produktif mampu meningkatkan guna tempat, guna bentuk, dan guna waktu. Dalam menciptakan guna tempat, guna bentuk, dan guna waktu diperlukan biaya pemasaran. Biaya pemasaran diperlukan untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran dari produsen sampai ke konsumen akhir. Jumiati dkk. (2013) menyatakan bahwa istilah efisiensi pemasaran sering digunakan dalam menilai prestasi kerja (performance) proses pemasaran. Hal ini mencerminkan konsensus bahwa pelaksanan proses pemasaran harus berlangsung secara efisien. 27 Cahyono, dkk. (2013) menyatakan bahwa efisiensi pemasaran dapat dilihat dari segi efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional terdiri dari dua indikator, yaitu efisiensi teknis dan ekonomis, sedangkan efisiensi harga dianalisis dengan analisis elastisitas harga. Menurut Kohl dan Uhl (2002), efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input pemasaran. Efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar pemasaran yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan, pengolahan, distribusi, dan aktivitas fisik dan fasilitas. Alat analisis yang sering digunakan dalam menganalisis tingkat efisiensi operasional adalah analisis marjin tataniaga, analisis farmer’s share, dan analisis rasio keuntungan atas biaya. 2.5.1 Marjin Pemasaran Konsep marjin pemasaran merupakan perbedaan harga di tingkat petani produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir atau di tingkat retail. Pengertian marjin adalah pendekatan keseluruhan dari sistem pemasaran produk pertanian, mulai dari tingkat petani sebagai produsen primer sampai produk tersebut sampai di tangan konsumen akhir. Pengertian marjin yang lebih luas adalah merupakan cerminan dari aktivitas-aktivitas bisnis atau fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan dalam sistem pemasaran tersebut. Pengertian marjin dalam produk agribisnis menunjukkan nilai tambah (added value) yang terjadi selepas komoditi dari tingkat petani sebagai produsen primer, sampai produk yang dihasilkan diterima konsumen akhir. Marjin merupakan ukuran aktivitas bisnis 28 atau kegiatan produktif yang dapat menjadi indikator efisiens atau tidaknya sistem pemasaran. Analisis marjin sebagai indikator efisiensi pemasaran juga harus mengevaluasi fungsi-fungsi pemasaran yang ada dengan tujuan untuk meningkatkan nilai guna atau nilai tambah sehingga konsumen puas. Banyak yang beranggapan bahwa marjin pemasaran yang kecil adalah lebih efisien dari pada marjin pemasaran yang besar. Apabila pernyataan ini benar, maka di mana marketing margin adalah nol dan semua penerimaan petani adalah sama yang dibayar oleh konsumen, maka sistem pemasaran tersebut efisien. Persepsi lainnya yang dianggap salah adalah apabila marjin pemasaran tinggi disebabkan banyak pedagang perantara (Kohls and Uhl, 2002 dalam Winandi, 2012). Banyaknya pelaksanaan fungsi produktif yang dilakukan oleh lembaga (perusahaan) seperti adanya proses penyimpanan, grading dan sortasi, pengolahan dan kemasan yang higienis, maka biaya-biaya pemasarannya lebih besar yang mengakibatkan marjin pemasaran akan tinggi. Pada kondisi ini, sistem pemasaran tersebut efisien meskipun marjin pemasarannya relatif tinggi apabila dibandingkan dengan produk akhir yang tidak diolah atau tanpa kemasan yang higienis. Oleh sebab itu, mempergunakan marjin pemasaran sebagai salah satu indikator efisiensi harus dilakukan pada sistem pemasaran produk agribisnis yang setara (equivalent), artinya apabila akan menghitung sebaran marjin pemasaran (farm-retail price spreads), satuan volume di setiap tingkat lembaga pemasaran harus sama. 29 2.5.2 Farmer’s Share Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi operasional dalam kegiatan pemasaran adalah dengan menghitung bagian yang diterima oleh petani (farmer’s share). Menurut Rosmawati (2011), farmer’s share merupakan perbandingan persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar di tingkat konsumen akhir. Farmer’s share dalam suatu kegiatan pemasaran dapat dijadikan dasar atau tolak ukur efisiensi pemasaran. Farmer’s share mempunyai nilai yang relatif rendah jika harga di tingkat konsumen akhir relatif lebih tinggi dibanding harga yang diterima oleh petani. Sebaliknya, farmer’s share mempunyai nilai yang relatif lebih tinggi jika harga di tingkat konsumen akhir tidak terpaut jauh dibanding harga yang diterima oleh petani (Asmarantaka 2009). 2.5.3 Rasio Keuntungan Atas Biaya Efisiensi operasional menurut Asmarantaka (2009) lebih tepat menggunakan rasio antara keuntungan (п) atas biaya (C) karena pembanding opportunity cost dari biaya adalah keuntungan sehingga indikatornya adalah п/C dan harus bernilai positif (> 0). Jika penyebaran rasio keuntungan atas biaya merata pada setiap lembaga tataniaga, maka secara teknis saluran tataniaga tersebut semakin efisien. 30 2.6 Jamur Tiram Jamur dalam bahasa Bali dikenal dengan istilah “wong” atau dalam bahasa Inggris disebut “mushroom” termasuk golongan fungi atau cendawan. Menurut masyarakat awam, jamur ialah tubuh buah yang dapat dimakan. Sedangkan menurut ahli mikrologi, jamur adalah mushroom ialah fungi yang mempunyai bentuk tubuh buah seperti payung. Struktur reproduksinya berbentuk bilah (gills) yang terletak pada permukaan bawah dari payung (Sinaga, 1998). Salah satu dari jenis jamur yang dapat dikonsumsi adalah jamur tiram. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006), jamur tiram mempunyai rasa yang lezat serta kandungan gizi yang cukup tinggi. Disebut juga jamur tiram atau oyster mushroom karena bentuk tudungnya agak membulat, lonjong dan melengkung seperti cangkang tiram. Jamur tiram yang umum dibudidayakan di Indonesia adalah jenis jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Adapun sistematika jamur tiram adalah sebagai berikut. Divisi : Amastigomycota Klas : Basidiomycetes Sub klas : Homobasidiomycetidae Ordo : Agaricales Suku : Agaricaceae Marga : Pleurotus Tubuh buah jamur tiram terdiri dari tudung dan tangkai. Tudung mempunyai diameter 4 - 15 cm atau lebih, bentuk seperti tiram, cembung kemudian menjadi rata atau kadang-kadang membentuk corong; permukaan licin, agak berminyak ketika lembab, tetapi tidak lengket; warna bervariasi dari putih 31 sampai abu-abu, cokelat tua (kadang-kadang kekuningan pada jamur dewasa); tepi menggulung ke dalam, pada jamur muda seringkali bergelombang atau bercuping. Daging tebal, berwarna putih, kokoh, tetapi lunak pada bagian yang berdekatan dengan tangkai; bau dan rasa tidak merangsang. Bilah cukup berdekatan, lebar, warna putih atau keabuan dan sering kali berubah menjadi kekuningan ketika dewasa. Tangkai tidak ada atau jika ada biasanya pendek, kokoh dan tidak di pusat atau di lateral (tetapi kadang-kadang di pusat), panjang 0,5-4,0 cm, gemuk, padat, kuat, kering, umumnya berambut atau berbulu kapas paling sedikit di dasar (Gunawan, 2001). Jamur tiram memiliki beberapa jenis yang dibedakan berdasarkan warna tubuh buahnya (tudung) dan masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, diantaranya jamur tiram putih, jamur tiram merah, jamur tiram abuabu,dan jamur tiram cokelat. 1). Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) atau white mushroom dalam istilah Jepang disebut shimeji. Seperti namanya jamur ini memiliki tubuh buah dengan warna putih susu, diameter tudung jamur dewasa antar 3-8 cm, kulit tudungnya agak tipis tapi rata dan ada yang bergelombang serta memiliki banyak cabang dalam satu rumpun. Besar kecilnya masingmasing cabang tidak sama, ada yang kecil dan ada juga yang sangat besar/lebar. Berdasarkan beberapa jenis jamur, jamur tiram putih yang paling banyak dibudidayakan. 32 2). Jamur tiram merah (Pleurotus flabellatus) dijuluki sakura shimeji. Tudunng atau tubuh buahnya agak tebal dan jumlah cabang dalam satu rumpun lebih sedikit. Diameter tudung antara 5-10 cm. 3). Jamur tiram abu-abu (Pleurotus sayor caju) warna tudung atau tubuh buahnya abu-abu atau dalam istilah Jepang dikenal dengan sebutan shimeji grey, dengan diameter tudung antara 4-12 cm. jumlah cabangnya agak sedikit. 4). Jamur tiram cokelat (Pleurotus cystidiosus) dikenal dengan nama jamur abalone. Tudungnya lebih tebal dan memiliki diameter antara 4 sampai 10 cm. 2.6.1 Teknologi Budidaya Jamur Tiram Teknologi budidaya jamur tiram bervariasi tergantung pada jenis jamurnya, terutama dalam persyaratan tumbuh menyangkut suhu dan Kelembabannya. Korelasi antara suhu dan Kelembaban mudah dikendalikan apabila diupayakan memenuhi persyaratan ketinggian tempat. Jamur tumbuh baik pada ketinggian tempat berkisar antara 400-800 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan tinggi tempat jamur dikelompokkan menjadi dua yaitu jamur yang mudah diusahakan pada ketinggian kurang dari 700 meter seperti misalnya jamur kuping dan lebih dari 700 m dpl misalnya jamur tiram (Suhardiman, 1998). Dilihat dari aspek teknis budidaya jamur tiram, di mana sebelum memulai budidaya jamur tiram terlebih dahulu harus diketahui syarat hidup dari jamur, sehingga jamur dapat hidup, tumbuh, dan berkembang. Setiap tumbuhan membutuhkan syarat tumbuh yang berbeda satu dengan yang lain, termasuk jamur 33 tiram. Budidaya jamur tiram memerlukan syarat tumbuh yang sesuai seperti temperatur (suhu), keasaman, cahaya, nutrisi, serta kadar air. Semakin mendekati persyaratan yang dibutuhkan oleh jamur maka pertumbuhan jamur akan semakin baik (Soenanto, 2000). Menurut Suriawiria (2006), beberapa syarat penting dalam budidaya jamur tiram adalah sebagai berikut. 1. Media Tanam Jamur Tiram Media tanam yang digunakan dalam penanaman jamur tiram adalah a) serbuk kayu, b) bekatul, serta c) kapur dan air. a). Serbuk kayu Serbuk kayu merupakan tempat tumbuh jamur kayu yang mengandung serat organik (selulosa, hemi selulosa, dan lignin) sebagai sumber makanan jamur. b). Bekatul Bekatul merupakan hasil sisa penggilingan padi yang kaya vitamin, terutama vitamin B-komplek, merupakan bagian yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan miselium jamur serta berfungsi sebagai pemicu untuk pertumbuhan tubuh buah jamur. c). Kapur Kapur berfungsi untuk mengontrol pH media tanam agar sesuai dengan syarat tumbuh jamur. Selain itu, kapur juga merupakan sumber kalsium (Ca) yang dibutuhkan oleh jamur dalam pertumbuhannya. Kapur yang digunakan sebagai bahan campuran media adalah kapur pertanian yaitu kalsium karbonat (CaCO3). 34 d). Air Air merupakan salah satu faktor untuk kelancaran pertumbuhan miselium agar dapat membentuk spora. Namun jamur tiram hanya membutuhkan air dalam jumlah sedikit. 2. Syarat Tumbuh Jamur Tiram a). Tinggi Tempat Tinggi tempat yang dibutuhkan oleh jamur tiram antara 400-800 m dpl. Namun tidak tertutup kemungkinan, jamur tiram dapat tumbuh pada dataran rendah yang memiliki lingkungan beriklim dingin (sejuk) dan jauh dari polusi. b). Temperatur Temperatur (suhu) yang dikehendaki pertumbuhan jamur tiram adalah berkisar 15°C-30°C. Sedangkan temperatur optimum yang diperlukan adalah berkisar antara 22°C-28°C. Jika temperatur berada di atas atau di bawah kisaran temperatur yang dikehendaki tersebut, maka pertumbuhan jamur akan terganggu atau sama sekali tidak mau tumbuh. Selama budidaya, dari sejak penanaman sampai menjelang panen, suhu ruangan harus dipantau terusmenerus, tujuannya agar kisaran suhu yang dibutuhkan jamur terpenuhi secara optimal atau pertumbuhan dan perkembangannya tidak terganggu. c). Kelembaban Kelembaban udara relatif yang dibutuhkan untuk pembentukan tubuh buah adalah sekitar 80 persen, sedangkan untuk induksi primordial kelembaban udara yang dibutuhkan sebesar 95 persen. Jamur tiram toleran terhadap kelembaban sekitar 70 persen, namun berpengaruh terhadap kecepatan tumbuh 35 dan kualitas yang dihasilkan. Kelembaban yang kurang memenuhi syarat dapat diusahakan dengan naungan pohon besar dan lingkungan tempat penumbuhan secara rutin disiram dengan air. d). Keasaman (pH) pH optimum untuk pertumbuhan misellium dan tubuh buah jamur tiram antar 4-6. Media yang terlalu asam atau terlalu basa dapat menyebabkan pertumbuhan misellium dan tubuh buah terhambat. Untuk mengukur keasaman atau kebasaan dapat menggunakan pH meter. e). Kadar Air Media Kadar air yang diperlukan dalam pertumbuhan misellium maupun perkembangan tubuh buah jamur tiram lebih kurang 75 persen. Kadar air dapat diukur dari kepadatan dan berat media. Jika media terlalu padat dan berat,berarti kandungan air dalam media sudah melebihi standar yang diperlukan, maka media akan cepat busuk. Sedangkan jika media kurang padat dan ringan, berarti kadar air media rendah sehingga menyebabkan pertumbuhan misellium terhambat. f). Nutrisi Jamur memerlukan nutrisi dalam bentuk unsur hara. Unsur penting tersebut diperoleh dari bekatul, serbuk kayu, NPK, kompos kotoran ayam. Unsur terpenting dari media adalah lignoselulose yang digunakan untuk budidaya jamur seperti selulose, hemi selulose, dan lignin. Jamur tidak bias memerlukan energi matahari tetapi menghasilkan sejumlah enzim ekstra selular yang dapat mendegradasi senyawa kompleks yang dapat larut dan diserap jamur sebagai 36 nutrisi. Makanan diperoleh dengan bantuan enzim seperti protease, selulose, amylase, dan pektinase. g). Cahaya Jamur tiram sangat sensitif terhadap cahaya matahari secara langsung, tetapi memerlukan sirkulasi udara yang bagus untuk pertumbuhannya. Jamur tidak dapat menggunakan energi matahari seperti tumbuhan yang berklorofil untuk proses biologi, tetapi mengghasilkan sejumlah enzim ekstra selular yang dapat mendegradasi senyawa kompleks yang dapat larut dan kemudian dapat diserap oleh jamur untuk nutrisi. Jamur dapat tumbuh dalam kegelapan total, bahkan di tempat di mana tumbuhan lain sama sekali tidak mungkin hidup. Siklus hidup jamur tiram hampir sama dengan siklus hidup jenis jamur dari kelas basidiomycetes. Tahap-tahap pertumbuhan jamur tiram adalah sebagai berikut (Suriawiria, 2006). a). Spora (basidiospora) yang sudah masak atau dewasa jika berada di tempat lembab akan tumbuh dan membentuk serat-serat halus menyerupai serat kasar disebut miselium. b). Jika keadaan lingkungan tempat miselium baik, dalam arti temperatur, kelembaban, substrat tempat tumbuh memungkinkan, maka kumpulan miselium akan membentuk bakal tubuh buah jamur. 37 c). Bakal tubuh buah jamur kemudian membesar dan pada akhirnya membentuk tubuh buah jamur yang kemudian dipanen. d). Tubuh buah jamur dewasa akan membentuk spora, jika spora sudah matang atau dewasa akan jatuh dari tubuh buah jamur. Namun pada budidaya jamur tiram tidak sampai pada tahap ini karena jamur dewasa langsung dipanen. Perkembangbiakan jamur tiram pada budidaya adalah dengan bibit yang telah diinokulasi pada media.