BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1. Electronic Word of Mouth
2.1.1. Definisi Electronic Word of Mouth
Pada umumnya calon konsumen akan mencari informasi mengenai sebuah
produk untuk memastikan bahwa produk tersebut tepat dan sesuai dengan yang
mereka butuhkan. Keharusan untuk memenuhi kebutuhan inilah yang memaksa
konsumen untuk mencari informasi tersebut kepada orang-orang yang sebelumnya
pernah menggunakan produk dan biasanya orang dituju paling utama yaitu orang
yang dipercaya, seperti teman, keluarga ataupun kerabat dekat, komunikasi ini
biasa disebut dengan komunikasi mulut ke mulut atau Word of Mouth. Namun
dengan jarak, waktu atau bahkan perbedaan pengunaan produk kepada setiap
orang, maka informasi menjadi sulit didapatkan. Internet yang semula digunakan
untuk penyimpanan data kini menjadi sarana penting dalam dunia komukasi
International.
Dengan adanya internet munculah paradigma baru pada komunikasi Word
of Mouth yang kemudian menjadi awalan dari istilah Electronic Word of Mouth
(eWOM). Menurut Henning-Thurau et al. (dalam Julilvand dan Samiei, 2012)
mengatakan Electronic Word of Mouth sebagai “Pernyataan negatif atau positif
yang dibuat oleh konsumen aktual, potential atau konsumen sebelumnya
mengenai produk atau perusahaan dimana informasi ini tersedia bagi orang-orang
ataupun institusi melalui via media internet”.
Electronic Word of Mouth dianggap menjadi evolusi dari komunikasi
tradisional tatap muka menjadi lebih modern dengan bantuan cyberspace, atau
sebuah media elektronik dalam jaringan komputer yang banyak dipakai untuk
keperluan komunikasi satu arah maupun timbal-balik secara online. “Electronic
Word of Mouth menjadi sebuah venue atau sebuah tempat yang sangat penting
untuk konsumen memberikan opininya dan dianggap lebih efektif ketimbang
WOM karena tingkat aksesibilitas dan jangkauannya yang lebih luas daripada
WOM tradisional yang bermedia offline” (Jalilvand dan Samiei, 2012).
Henning-Thurau,
et
al.
(2004:42)
berpendapat
bahwa,
“eWOM
komunikasi pada Web-based opinion platforms dapat dimulai karena keinginan
untuk membantu konsumen lain dengan keputusan pembelian mereka, untuk
menyelamatkan orang lain dari pengalaman negatif, atau keduanya. Dengan
demikian, komunikasi tersebut dapat mencakup pengalaman konsumen positif dan
negatif dengan produk atau perusahaan.” Chevalier dan Mayzlin serta HenningThurau et al. (dalam Jungho, Byung-Do, 2013) “menandai eWOM sebagai bentuk
mudah komunikasi yang memiliki anonimitas, serta kebebasan dari pembatasan
yang diberlakukan oleh ruang dan waktu. eWOM dapat membawa hasil yang
berbeda sesuai dengan sarana yang digunakan.”
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Electronic Word
of Mouth adalah sebuah fenomena baru dalam dunia komunikasi, khususnya
komunikasi pemasaran saat ini dimana setiap individu saling tukar informasi serta
pengalaman positif ataupun negatif mengenai sesuatu hal yang pernah mereka
atau orang lain alami sebelumnya melalui media online.
2.1.2. Perbedaan Electronic Word of Mouth dengan Word of Mouth
Istilah "Word of Mouth (WOM)" pertama kali digunakan dalam studi
pemasaran dengan Whyte, yang diterbitkan dalam edisi 1954 dari majalah
Fortune. Setiap peneliti telah mengadopsi definisi yang berbeda dari WOM, tetapi
semua sepakat bahwa komunikasi WOM terdiri dari komunikasi interpersonal
lisan. Menurut Silverman (dalam Jungho, Byung-Do 2013), “komunikasi WOM
dianggap sumber informasi yang lebih kredibel dari iklan komersial, karena
penyedia
informasi
mengevaluasi
produk
dan
layanan
sesuai
dengan
pertimbangan independen, bukannya menganjurkan kepentingan perusahaan”.
Namun, antara komunikasi WOM dan eWOM memiliki beberapa perbedaan
mengenai keunggulan dan kelemahan masing-masing, seperti yang terdapat dalam
Tabel berikut:
Tabel 2.1
Perbedaan Word of Mouth dengan Electronic Word of Mouth
No.
Word of Mouth
Electronic Word of Mouth
1.
Komunikasi lisan,
Komunikasi yang terjalin di dunia maya
percakapan tatap muka
internet
Tidak memerlukan biaya
Memerlukan sarana elektronik seperti
apapun
komputer, laptop atau hand phone dan juga
2.
membutuhkan biaya untuk mengakses
jaringan internet
3.
Lawan bicara terbatas
(seperti: beberapa orang
dikenal, teman dekat dan
keluarga)
Lawan bicara meluas diberbagai kalangan
Tabel 2.1
Perbedaan Word of Mouth dengan Electronic Word of Mouth (Lanjutan)
4.
Dapat meningkatkan
Perusahaan dapat mengambil keuntungan
kesadaran bagi
dari anonimitas dengan menggunakannya
konsumen dan
untuk menyebarkan pesan pemasaran
meningkatkan loyalitas
dalam kedok pendapat pelanggan, yang
konsumen
dapat menyebabkan hasil yang lebih baik
daripada teknik pemasaran tradisional
5.
Pesan disampaikan
Pesan yang disajikan berbasis text dan
secara langsung,
tersimpan di internet sehingga secara teori
sehingga dapat mudah
pesan tersebut tersedia untuk waktu yang
termodifikasi sesuai
tidak terbatas
ingatan lawan bicara
6.
Penerima pesan dapat
Penerima pesan memiliki halangan dalam
dengan mudah menilai
menilai apakah pengirim pesan dan pesan
apakah pengirim pesan
yang diberikan dapat dipercaya
dapat dipercaya atau
tidak
Sumber: Pendapat penulis, 2013
2.1.3. Sarana atau Media untuk Electronic Word of Mouth
Dalam aktifitas Electronic Word of Mouth di dunia maya diperlukan
sarana atau media agar masyarakat dapat berkomunikasi dengan orang lain.
Sarana yang paling umum saat ini adalah sosial media seperti facebook, twitter,
path dan lain sejenisnya. Menurut Philip Kotler dan Kevin Keller (2012:568-570),
Ada tiga platform utama untuk media sosial:
1.
Online Communities and Forums
Komunitas online dan forum datang dalam segala bentuk dan ukuran.
banyak yang dibuat oleh pelanggan atau kelompok pelanggan tanpa bunga
komersial atau afiliasi perusahaan. Sebagian disponsori oleh perusahaan yang
anggotanya berkomunikasi dengan perusahaan dan dengan satu sama lain melalui
posting, instant messaging, dan chatting diskusi tentang minat khusus yang
berhubungan dengan produk perusahaan dan merek.
2.
Blogs
Secara teratur memperbaharui jurnal online atau buku harian, telah menjadi
outlet penting bagi eWOM (Electronic Word Of Mouth). Ada tiga juta pengguna
blog dan mereka sangat bervariasi, beberapa pribadi untuk teman-teman dekat dan
keluarga, lainnya dirancang untuk menjangkau dan mempengaruhi khalayak luas
3.
Social Networks
Jaringan sosial telah menjadi kekuatan penting baik dalam bisnis ke
konsumen (B2C) dan pemasaran bisnis ke bisnis (B2B). Salah satunya Facebook,
Twitter Blackberry Messanger, dll. Jaringan yang berbeda menawarkan manfaat
yang berbeda untuk perusahaan.
2.1.4. Komunikasi Electronic Word of Mouth
Menurut Hanson (2000:277-278), berita mulut ke mulut adalah pengaruh
paling penting untuk mengkonversi kelompok yang “belum pernah mencoba”
menjadi pengguna. Pengguna yang loyal adalah sumber utama berita mulut yang
positif, sementara bukan pengguna dan konsumen yang mengeluh umumnya
menyediakan komentar yang negatif. Gambar 2.1 memperlihatkan kerangka kerja
yang penting dimana sebuah jalur adopsi yang dimulai dengan sekelompok
pengguna potensial. Percobaan menyebabkan konversi menjadi pengguna loyal,
pengguna yang kadang berganti-ganti, atau bukan pengguna. Masing-masing
kelompok pengguna layanan ini adalah sebuah sumber informasi yang mungkin
bagi individu yang belum pernah mencoba layanan.
+Berita Mulut
Perhentian
pemakaian
potensial
Pemakai yang
loyal
Pengujian
Percobaan
Pengalihan
Bukan
Pemakai
Publisitas
Eksternal
-Berita Mulut
Sumber: Hanson (2000:277)
Gambar 2.1 Pengaruh-pengaruh pada percobaan
Internet memperbesar kekuatan dan mengakselerasi kecepatan umpan
balik dari pengguna kepada pengadopsi potensial. Ini meningkatkan umpan balik
dari beberapa sumber meliputi:

E-mail antara teman dan kenalan bisnis

Kelompok Usenet

Layanan daftar e-mail

Forum online

Portal diskusi bidang industri

Online dan liputan media traditional dari internet
2.1.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumen dalam Komunikasi
Electronic Word of Mouth
Komunikasi Electronic Word of Mouth biasanya diawali dengan berbagai
macam motif tertentu sehingga konsumen bersedia mengeluarkan pendapatnya
kepada orang lain. Menurut Henning-Thurau, et.al (2004:44) terdapat sebelas
yang mungkin dapat motivasi konsumen untuk terlibat dalam komunikasi eWOM
pada Web-based opinion platforms:
1.
Keprihatinan bagi konsumen lain,
2.
Keinginan untuk membantu perusahaan,
3.
Manfaat sosial yang diterima,
4.
Tenaga kekuasaan atas perusahaan,
5.
Setelah mencari nasihat,
6.
Peningkatan diri,
7.
Manfaat ekonomi,
8.
Kenyamanan dalam mencari ganti rugi,
9.
Berharap bahwa operator platform yang akan berfungsi sebagai moderator,
10. Ekspresi emosi positif, dan
11. Ventilasi dari perasaan negatif.
2.1.6. Indikator-Indikator Electronic Word of Mouth
Berdasarkan pada penelitian Jalilvand dan Samiei (2012), indikator
Electronic Word of Mouth adalah sebagai berikut:
1.
Membaca ulasan online produk konsumen lain
2.
Mengumpulkan informasi dari review produk konsumen melalui internet
3.
Berkonsultasi secara online
4.
Perasaan khawatir apabila seseorang tidak membaca ulasan online sebelum
pembelian
5.
Peningkatan rasa percaya diri setelah membaca ulasan online
Hubungan Electronic Word of Mouth dengan perilaku seseorang dapat
terlihat pada indikator diatas bahwa seseorang akan merasa lebih percaya diri
apabila membaca ulasan-ulasan online dan sebaliknya, sehingga hal ini dapat
menumbuhkan suatu keyakinan atau pembelajaran pada orang tersebut bahwa
informasi pada ulasan tadi adalah tepat dan Minat Beli semakin meningkat.
Sedangkan hubungan Electronic Word of Mouth dengan Citra Merek terlihat
bahwa ulasan-ulasan yang terjadi di media Electronic Word of Mouth pada
umumnya mengulas mengenai sebuah produk yang nantinya akan menciptakan
Citra Merek tersendiri selain citra yang diciptakan oleh perusahaan, sehingga
dalam media tersebut dapat tersusun sebuah kesimpulan atas baik atau buruk nya
citra pada suatu merek.
1.2. Citra Merek
2.2.1. Definisi Citra Merek
American marketing association (dalam Kotler dan Keller, 2009:258)
mendefinisikan merek sebagai “nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau
kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari
salah satu penjual atau kelompok penjual dan mengidentifikasikan mereka dari
para pesaing”. Sedangkan citra dalam Kotler dan Keller (2009:388) adalah ”cara
masyarakat mempersepsi (memikirkan) perusahaan atau produknya”. Jadi, apabila
kedua pengertian diatas digambungkan maka citra merek adalah persepsi pertama
yang muncul dibenak konsumen atas baik atau buruk nya identitas suatu barang
atau jasa yang telah memiliki identitas.
Dalam buku berjudul ”Mengelola Merek” yang disusun oleh Jackie
Ambadar, Miranty Abidin dan Yanty Isa (2007:4) terdapat dua fungsi penting
dalam sebuah merek yaitu:
1. Merek memberikan identifikasi terhadap suatu produk sehingga
konsumen mengenali merek dagang yang berbeda dengan produk lain.
2. Merek membantu untuk menarik calon pembeli.
Dari kedua fungsi penting pada sebuah merek, maka merek memiliki nilai
atau citra tersendiri, ketersediaan konsumen untuk membayar lebih juga
merupakan nilai bagi sebuah merek. Akan tetapi, dibutuhkan sebuah citra yang
baik sehingga konsumen akan membeli ulang tanpa peduli akan harga dan bahkan
merekomendasikan orang lain untuk ikut membeli sehingga “loyalitas” konsumen
pada produk lain akan “direbut” pada merek yang memiliki citra yang kuat.
Menurut Hanson (2000:129), pembangunan merek adalah suatu tugas
yang sangat penting dan kompleks yang dihadapi para pemasar, merek begitu
kuatnya karena merek merupakan salah satu metode untuk mengkomunikasikan
segala hal yang berkaitan dengan suatu produk.
2.2.2. Komponen-Komponen Citra Merek
Citra merek terdiri dari atribut objektif atau instrinsik seperti ukuran
kemasan dan bahan dasar yang digunakan, serta kepercayaan, perasaan dan
asosiasi yang ditimbulkan oleh merek produk tersebut. (Arnould, Price & Zinkan,
2005, 120-122).
Menurut Davis (2000, 53-72), citra merek memilki dua komponen, yaitu:
1. Brand Associations (Asosiasi Merek)
Asosiasi terhadap karakteristik produk atau jasa yang dilekatkan oleh
konsumen pada merek tersebut, termasuk persepsi konsumen mengenai janji
janji yang dibuat oleh merek tersebut, positif maupun negatif, dan harapan
mengenai usaha-usaha untuk mempertahankan kepuasan konsumen dari
merek tersebut. Suatu merek memiliki akar yang kuat, ketika merek tersebut
diasosiasikan dengan nilai-nilai yang mewakili atau yang diinginkan oleh
konsumen. Asosiasi merek membantu pemasar mengerti kelebihan dari
merek yang tersampaikan pada konsumen.
2. Brand Persona/ Personality (Persona/Kepribadian Merek)
Merupakan serangkaian karakteristik
manusia
yang oleh konsumen
diasosiasikan dengan merek tersebut, seperti, kepribadian, penampilan,
nilainilai, kesukaan, gender, ukuran, bentuk, etnis, inteligensi, kelas
sosioekonomi, dan pendidikan. Hal ini membuat merek seakan-akan hidup
dan mempermudah konsumen mendeskripsikannya, serta faktor penentu
apakah konsumen ingin diasosiasikan dengan merek tersebut atau tidak.
Persona merek membantu pemasar lebih mengerti kelebihan dan kekurangan
merek tersebut dan cara memposisikan merek secara tepat.
2.2.3. Indikator-Indikator Citra Merek
Menurut Muhammad dalam Sagita (2013), ada 3 indikator citra merek:
1. Corporate Image (citra pembuat), yaitu sekumpulan asosiasi yang
dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu barang
atau jasa. Citra pembuat meliputi: popularitas, kredibilitas, jaringan
perusahaan, serta pemakai itu sendiri atau penggunanya.
2. User Image (citra pemakai), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan
konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa.
3. Product
Image
(citra produk),
yaitu
sekumpulan asosiasi
yang
dipersepsikan konsumen terhadap suatu barang atau jasa. Meliputi: atribut
dari produk, manfaat bagi konsumen, serta jaminan.
Dalam buku “Pemasaran Internet” yang ditulis oleh Ward Hanson
(2000:130), mengatakan bahwa Procter & Gamble (perusahaan industri pemasar
SK-II) telah mendominasi setiap kategori produk dengan penamaan merek.
Dengan anggaran pemasaran terbesar di dunia, P&G adalah perusahaan terutama
dengan media iklan traditional. P&G berpindah dengan sistem periklanan online
secara lambat.
Menurut pendapat Assael (2004:82) sikap terhadap merek atau citra merek
(brand image) yaitu merupakan pernyataan mental yang menilai positif atau
negatif, bagus tidak bagus, suka tidak suka suatu produk, sehingga menghasilkan
minat dari konsumen untuk membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa yang
dihadirkan produsen.
Maka dari itu sangat penting bagi sebuah produk untuk memiliki citra
yang baik, dan akan sangat buruk apabila produk tersebut mengalami hal yang
sebaiknya atau citra yang buruk. Karena dengan “pernyataan mental yang
menilai” seperti yang dikemukakan pada pendapat Assael diatas dan kenyataan
bahwa sistem periklanan online berkembang pesat maka dengan dukungan
teknologi yang semakin canggih tersebut pernyataan menilai bisa kapan saja
dikemukakan oleh siapa pun dan dimana pun, hal tersebut dapat mempengaruhi
persepsi orang lain diluar sana sehingga dapat memperngaruhi minat beli
seseorang.
Keberhasilan suatu Merek untuk laku di pasaran akan mampu menarik
Minat Beli calon konsumen, Citra Merek terhadap Minat Pembelian dapat saling
berpengaruh satu sama lain karena Citra Merek yang sangat baik akan mudah
dikenal oleh konsumen, sehingga dengan begitu Minat akan tercipta dari dalam
diri konsumen.
2.3. Minat Pembelian
2.3.1. Definisi Minat Pembelian
Minat beli adalah sesuatu yang diperoleh dari proses belajar dan proses
pemikiran yang membentuk suatu persepsi. Minat beli ini menciptakan suatu
motivasi yang terus terekam dalam benaknya dan menjadi suatu keinginan yang
sangat kuat yang pada akhirnya ketika seorang konsumen harus memenuhi
kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada didalam benaknya itu
Mowen dalam Oliver (2006). Minat konsumen merupakan perilaku konsumen
yang menunjukkan sejauh mana komitmennya untuk melakukan tindakan
pembelian atau kegiatan penggunaan suatu jasa.
Menurut Mowen dalam Oliver (2006) efek hierarki minat beli digunakan
untuk menggambarkan urutan proses munculnya keyakinan (beliefs). Sikap
(attitudes) dan perilaku pengetahuan kognitif yang dimiliki konsumen dengan
mengaitkan atribut, manfaat, dan obyek (dengan mengevaluasi informasi),
sementara itu sikap mengacu pada perasaan atau respon efektifnya. Minat beli
diperoleh dari suatu proses belajar dan proses pemikiran yang yang membentuk
suatu persepsi.
2.3.1.1.
Motif, Pembelajaran, Keyakinan, Sikap dan Persepsi
Dapat disimpulkan dalam pernyataan-pernyataan diatas, bahwa
minat beli dapat dibentuk dengan: Motivasi, pembelajaran, keyakinan,
sikap dan persepsi. Menurut Kotler dan Armstrong (2003:215), kelima
elemen diatas (motivasi, pembelajaran, keyakinan, sikap dan persepsi)
merupakan faktor-faktor psikologis yang dapat mempengaruhi pilihan
pembelian konsumen.
1.
Motif: Kebutuhan yang mendorong seseorang secara kuat mencari
kepuasan atas kebutuhan.
2.
Persepsi: Proses menyeleksi, mengatur dan menginterprestasikan
informasi guna membentuk gambarang yang berarti tentang dunia.
3.
Pembelajaran: Perubahan perilaku seseorang karena pengalaman.
4.
Keyakinan: Pemikiran deskriptif yang dipertahankan seseorang
mengenai sesuatu.
5.
Sikap: Evaluasi, perasaan, dan kecenderungan yang konsisten atas
suka atau tidak sukanya seseorang terhadap objek atau ide.
2.3.1.2.
Perilaku Pengetahuan Kognitif
Dalam definisi minat beli yang telah dikutip diatas, selain
motivasi,
pembelajaran,
keyakinan,
sikap
dan persepsi,
perilaku
pengetahuan kognitif juga dapat meningkatkan minat beli konsumen.
Kognisi dalam Wikipedia adalah kepercayaan seseorang tentang
sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau
sesuatu. Proses kognitif menggabungkan antara informasi yang diterima
melalui indera tubuh manusia dengan informasi yang telah disimpan di
ingatan jangka panjang. Kedua informasi tersebut diolah di ingatan kerja
yang berfungsi sebagai tempat pemrosesan informasi. Kapabilitas
pengolahan ini dibatasi oleh kapasitas ingatan kerja dan faktor waktu.
Proses selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan yang telah dipilih.
Tindakan dilakukan mencakup proses kognitif dan proses fisik dengan
anggota tubuh manusia (jari, tangan, kaki, dan suara). Tindakan dapat juga
berupa tindakan pasif, yaitu melanjutkan pekerjaan yang telah dilakukan
sebelumnya.
Maka dari itu, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara
pembelian yang benar-benar akan dilakukan dengan minat beli. Minat beli
adalah kecenderungan untuk membeli pada masa yang akan datang, namun
pengukuran terhadap pembelian tersebut umumnya dilakukan guna
memaksimumkan prediksi terhadap pembelian aktual itu sendiri.
Dapat
disimpulkan
bahwa
minat
beli
adalah
tahap
kecenderungan perilaku membeli dari konsumen untuk suatu produk
barang atau jasa yang dilakukan pada jangka waktu tertentu dan secara
aktif menyukai atau mempunyai sikap positif terhadap barang atau jasa
tersebut, didasarkan pada pengalaman pembelian yang telah dilakukan
pada masa lampau.
2.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pembelian
Beberapa faktor yang membentuk minat beli konsumen menurut Kotler
(dalam Arista dan Astuti: 39) :
1. Sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang
disukai seseorang akan bergantung pada dua hal yaitu, intensitas sifat negatif
orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen
untuk menuruti keinginan orang lain.
2. Faktor situasi yang tidak terantisipasi, faktor ini nantinya akan dapat
mengubah pendirian konsumen dalam melakukan pembelian. Hal tersebut
tergantung dari pemikiran konsumen sendiri, apakah dia percaya diri dalam
memutuskan akan membeli suatu barang atau tidak.
2.3.3. Indikator-Indikator Minat Pembelian
Menurut Ferdinand (2002, 129), minat beli dapat di identifikasi melalui
indikator-indikator sebagai berikut:
1. Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli produk.
2. Minat refrensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan
produk kepada orang lain.
3. Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang
yang memiliki prefrensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya
dapat digangti jika terjadi sesuatu dengan produk prefrensinya.
4. Minta eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu
mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi
untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut.
2.4. Penelitian Terdahulu
1. Marza Riyandika Nugraha (2013) melakukan penelitian dengan judul
“Analisa Pengaruh Electronic Word-of-Mouth, Argument Quality, Message
Source Credibility terhadap Brand Image dan Dampaknya pada Purchase
Intention” menemukan hasil penelitian dimana setiap variabel eksogen
memiliki pengaruh positif yang signifikan pada variabel endogennya. Dan
eWOM adalah faktor yang paling efektif dalam mempengaruhi Brand Image
dan Purchase Intention.
2. Viranti Mustika Sari (2012) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Electronic Word of Mouth (eWOM) di Media Sosial Twitter terhadap Minat
Beli Konsumen” menyatakan bahwa electronic word of mouth di media sosial
twitter memiliki pengaruh yang positif terhadap minat beli konsumen pada
restoran Holycowsteak. Hal ini menunjukan bahwa semakin banyak
electronic word of mouth di sosial media twitter yang diterima, maka akan
semakin besar pula pengaruhnya terhadap minat beli konsumen.
3. Christian Tanudjaja (2013) melakukan penelitian dengan judul “Interrelasi
eWOM, Trust, Perceived Risk dan Technology Acceptance Model pada Online
Shopping” menemukan hasil penelitian bahwa eWOM mempunyai peranan
yang berpengaruh terhadap minat beli konsumen. Dimana eWOM yang
didapat dari orang lain berguna, jelas dan objektif dari media sosial, blog dan
testimonial mengenai situs klikgaleri.com. Namun, penelitian ini terdapat
hipotesis yang yang tidak signifikan, diantaranya perceived usefulness dan
perceived ease of use tidak signifikan mempengaruhi purchase intention.
eWOM, perceived usefulness dan perceived ease of use juga secara tidak
signifikan mempengaruhi purchase intention melalui mediasi trust.
4. Ikanita Novirina Sulistyari (2012) melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Pengaruh Citra Merek, Kualitas Produk, dan Harga terhadap Minat
Beli Produk Oriflame” dengan hasil penelitian yang mengatakan bahwa
ketiga variable tersebut mempengaruhi secara positif terhadap minat beli.
5. E. Desi Arista dan Sri Rahayu Tri Astuti (2011) melakukan penelitian dengan
judul “Analisis Pengaruh Iklan, Kepercayaan Merek, dan Citra Merek
terhadap Minat Beli Konsumen” menyatakan bahwa kedua variable iklan dan
kepercayaan merek berpengaruh positif terhadap minat beli, namun variabel
citra merek (X3) memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,531 tidak memenuhi
syarat < 0,05 dan tidak memiliki pengaruh signifikan untuk menjadi syarat
terhadap variabel minat beli produk Telkom Speedy.
2.5. Pengembangan Model Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan diatas, yang menyangkut
Electronic Word of Mouth, Citra Merek dan Minat Pembelian, serta mengacu
pada penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Reza Jalilvand dan Neda Samiei
pada tahun 2012 dengan judul yang sama yaitu The Effect of Electronic Word of
Mouth on Brand Image and Purchase Intention. Maka dapat disusun suatu
kerangka pemikiran teoritis yang dapat digambarkan sebagai berikut:
2.6. Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu dugaan sementara terhadap permasalahan yang
diteliti dan kebenarannya perlu diuji secara empiris. Berdasarkan rumusan
masalah, tinjauan pustaka dan tinjauan penelitian, maka dapat ditarik hipotesis
sementara dalam penelitian ini, yaitu:
: Electronic Word of Mouth berpengaruh secara positif terhadap Citra
Merek pada produk SK-II
: Electronic Word of Mouth berpengaruh secara positif Minat Pembelian
pada produk SK-II
: Citra Merek berpengaruh secara positif terhadap Minat Pembelian pada
produk SK-II
Download