Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas (Kajian Sosial

advertisement
Bab 8
Peran Karakteristik Sosio-Demografi di Daerah
Terhadap Praktik Inisiasi Menyusu Dini dan
Praktik ASI Eksklusif
Gambaran Lokasi Penelitian
Kabupaten Kendal terletak pada 109°40' - 110°18' Bujur Timur
dan 6°32' - 7°24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten
Kendal meliputi : sebeleh utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah
timur berbatasan dengan kota Semarang, selatan berbatasan dengan
Kabupaten Semarang dan Kabupaten Temanggung, serta sebelah Barat
berbatasan dengan Kabupaten Batang (BPS Kabupaten Kendal 2011).
Kabupaten Kendal mempunyai luas wilayah sebesar 1.002,23
Km yang terbagi menjadi 20 Kecamatan dengan 265 Desa serta 20
Kelurahan. Secara umum, wilayah Kabupaten Kendal terbagi menjadi 2
(dua) daerah dataran, yaitu daerah dataran rendah (pantai) dan daerah
dataran tinggi (pegunungan). Wilayah Kabupaten Kendal bagian utara
merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0 - 10
meter dpl, yang meliputi Kecamatan Weleri, Rowosari, Kangkung,
Cepiring, Gemuh, Ringinarum, Pegandon, Ngampel, Patebon, Kendal,
Brangsong dan Kaliwungu (BPS Kabupaten Kendal 2011).
2
Wilayah Kabupaten Kendal bagian selatan merupakan daerah
dataran tinggi yang terdiri atas tanah pegunungan dengan ketinggian
antara 10 - 2.579 meter dpl, meliputi Kecamatan Plantungan,
Pageruyung, Sukorejo, Patean, Boja, Limbangan, Singorojo, dan
Kaliwungu Selatan. Jumlah penduduk Kabupaten Kendal Tahun 2010
sebanyak 899.211 jiwa, yang terdiri dari 443.974 (49,34%) penduduk
laki-laki dan sebanyak 455.237 (50,66%) penduduk perempuan (BPS
Kabupaten Kendal 2011).
105
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas
(Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah)
Karakteristik Sosio-Demografi Masyarakat dan Perannya
terhadap Praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan Praktik
ASI Eksklusif
Pemberian ASI eksklusif bukan hanya isu nasional namun juga
merupakan isu global. Pernyataan bahwa dengan pemberian susu
formula kepada bayi dapat menjamin bayi tumbuh sehat dan kuat,
ternyata menurut laporan mutakhir UNICEF (Fact About Breast
Feeding) merupakan kekeliruan yang fatal, karena meskipun insiden
diare rendah pada bayi yang diberi susu formula, namun pada masa
pertumbuhan berikutnya bayi yang tidak di beri ASI ternyata memiliki
peluang yang jauh lebih besar untuk menderita hipertensi, jantung,
kanker, obesitas, diabetes, dan lain-lain (Depkes, 2006).
UNICEF menyatakan, sebanyak 30.000 kematian bayi di
Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahunnya
bisa di cegah melalui pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif
selama enam bulan sejak kelahiran tanpa harus memberikan makanan
atau minuman tambahan pada bayi. Meskipun manfaat memberikan
ASI eksklusif dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak
telah diketahui secara luas, namun kesadaran para ibu untuk
memberikan ASI eksklusif di Indonesia baru sekitar 14%, itu pun
diberikan hanya sampai bayi berusia empat bulan (Depkes, 2006).
Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat. Ironisnya, pengetahuan
lama yang mendasar seperti menyusui terlupakan. Pada masa sekarang
ini ibu-ibu yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke atas
terutama di perkotaan, yang mana tingkat pendidikannya cukup justru
tidak memberikan ASI dengan tepat (Roesli, 2005).
Sebaliknya ibu-ibu di daerah pedesaan, pada umumnya ibu
menyusui bayi mereka, karena pengaruh kebiasaan yang kurang baik
seperti pemberian pralaktal yaitu pemberian makanan atau minuman
untuk menggantikan ASI apabila ASI belum keluar pada hari-hari
pertama setelah kelahiran, seperti pemberian air tajin, air kelapa, madu
106
Peran Karakteristik Sosio-Demografi di Daerah
Terhadap Praktik Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif
yang dapat membahayakan kesehatan bayi akan menyebabkan praktik
pemberian ASI secara eksklusif tidak berhasil.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa meskipun
kecamatan Kaliwungu dan kecamatan Limbangan terletak dalam satu
wilayah kabupaten yang sama yaitu kabupaten Kendal propinsi Jawa
Tengah, namun secara geografis dua wilayah ini memiliki perbedaan.
Kecamatan Kaliwungu merupakan wilayah pantai (dataran rendah)
sedangkan kecamatan Limbangan merupakan wilayah dataran tinggi
(pegunungan).
Perbedaan geografis ini ternyata menunjukkan perbedaan
karakteristik sosio-demografi masyarakatnya. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa perbedaan yang paling menonjol dari
kedua wilayah ini adalah terkait dengan status pekerjaan responden
(ibu yang memiliki bayi). Di daerah pantai diketahui 48% dari ibu
memiliki status bekerja, sedangkan yang dari daerah pegunungan
hanya 35% yang menyatakan memiliki status bekerja.
Jika dilihat dari praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD), 68%
responden yang berasal dari daerah pantai dan 30% responden dari
daerah pegunungan tidak melakukan praktik IMD. Sedangkan dari
praktik ASI eksklusif, 63% responden dari daerah pantai dan 44%
responden dari daerah pegunungan tidak melakukan praktik ASI
eksklusif.
Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan praktik ASI
eksklusif yang dilakukan oleh ibu yang memiliki bayi. Perbedaan
tersebut paling menonjol dikarenakan oleh karakteristik ibu yang
terkait dengan status pekerjaan ibu.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa, meski status
pekerjaan ibu tidak berhubungan dengan praktik inisasi menyusu dini,
namun status pekerjaan ibu ini memiliki hubungan yang signifikan
terhadap praktik ASI eksklusif. Praktik Inisiasi Menyusu Dini lebih
banyak dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap ibu terhadap Inisiasi
Menyusu Dini (IMD).
107
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas
(Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah)
Status ibu yang bekerja ternyata dapat mempengaruhi produksi
ASI. Sebagian besar kondisi fisik ibu yang bekerja tidak dapat mempertahankan produksi ASI-nya. Meskipun ibu telah diajarkan bagaimana
mempertahankan produksi ASI, yaitu dengan memompa pada saat
bekerja dan lebih sering menyusui pada malam hari ternyata ibu yang
bekerja lebih memilih memberikan susu botol kepada bayinya.
Alasan yang sering dipakai adalah untuk membiasakan bayi
menyusu dari botol bila nanti ditinggal bekerja oleh ibunya. Menurut
pernyataan responden, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi
karakteristik ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya
yaitu antara lain ibu merasa ASI-nya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan bayinya. Selain itu, ibu memberikan makanan atau
minuman tambahan karena ibu menginginkan bayinya tumbuh gemuk
dan tidak rewel akibat kekuranga makanan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Roesli
(2005), alasan yang paling sering di kemukakan oleh ibu-ibu tidak
memberikan ASI eksklusif selama enam bulan yaitu karena merasa
ASI-nya tidak cukup untuk kebutuhan bayinya, walaupun sebenarnya
hanya sedikit sekali (2-5%) yang secara biologis memang kurang
produksi ASI-nya.
Hal yang mendukung ibu banyak yang bekerja khususnya yang
berasal dari daerah pantai adalah karena di daerah pantai tersebut
letaknya dekat dengan perkotaan serta banyak industri sehingga
banyak yang memanfaatkan lahan pekerjaan di sana. Sebaliknya yang
di daerah pegunungan, letaknya cukup jauh dari perkotaan dan
industripun masih sangat sedikit sehingga banyak ibu yang berstatus
hanya mengurus rumah tangga (tidak bekerja). Jika mereka harus
kerjapun hanya sebatas bekerja di persawahan yang waktu bekerjanya
relatif lebih pendek.
Karakteristik ibu ini sangat berhubungan dengan tumbuh
kembang anak. Dalam tumbuh kembang anak tidak sedikit peranan ibu
dalam ekologi anak, yaitu peran ibu sebagai “para genetik faktor” yaitu
pengaruh biologisnya terhadap pertumbuhan janin dan pengaruh
108
Peran Karakteristik Sosio-Demografi di Daerah
Terhadap Praktik Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif
psikobiologisnya terhadap pertumbuhan post natal dan perkembangan
kepribadian. Dengan memberikan ASI sedini mungkin segera setelah
bayi lahir, merupakan stimulasi dini terhadap tumbuh kembang anak
(Soetjiningsih, 1995).
Selain dari karakteristik ibunya, tidak berhasilnya praktik ASI
eksklusif adalah dikarenakan oleh karakteristik keluarga dekat
misalnya ibu atau orangtua dari ibu yang melahirkan. Di daerah pantai,
karena banyak dari ibu yang berstatus bekerja maka dalam kesetiap
hariannya bayi dititipkan kepada neneknya. Tidak sedikit nenek
tersebut yang mungkin tanpa sepengetahuan dari ibu bayi, telah
memberikan makanan atau minuman kepada cucunya yang masih bayi
dengan alasan biar bayi tersebut tenang, tidak rewel dan tidak
kelaparan karena ditinggal ibunya bekerja.
Menurut pengakuan responden, makanan atau minuman yang
sering diberikan kepada bayi antara lain pisang, nasi yang diulet
dengan pisang, biskuit, sejenis bubur bayi, madu, serta susu formula.
Perilaku tersebut ternyata sudah menjadi kebiasaan di lingkungan
sekitar mereka dan hal tersebut diyakini tidak membawa dampak
negatif bagi kesehatan dan pertumbuhan bayi.
Kondisi ini sedikit berbeda dengan responden yang berasal dari
daerah pegunungan yang sebagian besar dari mereka berstatus tidak
bekerja sehingga perhatian terhadap bayinya akan lebih besar jika
dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Ibu yang tidak bekerja akan
semaksimal mungkin memberikan ASI saja kepada bayinya sampai bayi
tersebut berumur 6 bulan karena ibu yang tidak bekerja memiliki
waktu yang jauh lebih banyak untuk berinteraksi dan memberikan
perhatian kepada bayinya termasuk dalam memberikan ASI kepada
bayinya.
109
Download