Klik Disini - Mahkamah Konstitusi RI

advertisement
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010
Tentang
“Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh”
I.
PEMOHON
M.Komarudin dan Muhammad Hafidz, sebagai perwakilan dari Federasi Ikatan Serikat Buruh
Indonesia, yang berkedudukan di Jl. Kapuk Kamal Raya No. 73 (Komplek Miami) Kalideres Jakarta
Barat.
KUASA HUKUM
Dr. Andi Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Merliana, S.H., adalah advokat dan konsultan hukum
yang tergabung dalam kantor hukum “Muhammad Asrun and Partners (MAP) Law Firm”, yang
berkedudukan dan beralamat di Gedung PGRI, Jl. Tanah Abang III No.24 Jakarta Pusat.
II. POKOK PERMOHONAN
Pemohon mengajukan permohonan untuk pengujian Pasal 1 butir 22, Pasal 88 ayat (3) huruf a, Pasal
90 ayat (2), Pasal 160 ayat (3) dan ayat (6), Pasal 162 ayat (1) dan Pasal 171 UU RI No.13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur
kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Pasal 1 butir 22, Pasal 88 ayat (3) huruf a, Pasal 90
ayat (2), Pasal 160 ayat (3) dan ayat (6), Pasal 162 ayat (1) dan Pasal 171 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah :
1.
Pasal 24 Ayat (2) UUD Tahun 1945 “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”
2.
Pasal 24C ayat (1) UUD Tahun 1945 “ Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
menguji undang-undang dasar, memutus sengketa kewenanganlembaga Negara
yang kewenanganya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran
partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”
3.
Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi “menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
IV. KEDUDUKAN PEMOHON ( LEGAL STANDING)
Bahwa menurut ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
( UU MK), agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon dalam permohonan
pengujian undang-undang terhadap UUD Tahun 1945, maka orang atau pihak dimaksud haruslah ;
−
Menjelaskan kedudukanya dalam permohonanya, yaitu apakah yang sebagai
perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan
hukum, atau lembaga negara;
−
Kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya, dalam kedudukan
sebagaimana dimaksud pada huruf (a), sebagai akibat diberlakukanya undangundang yang dimohonkan pengujian
Atas dasar ketentuan tersebut maka Pemohon perlu terlebih dahulu menjelaskan kedudukanya, hak
konstitusi yang ada pada Pemohon, beserta kerugian spesifik yang akan dideritanya secara sebagai
berikut :
−
Pemohon adalah organisasi perburuhan (Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia) yang
menganggap hak-hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang RI
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI
A. NORMA MATERIIL
Norma yang diajukan dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu :
1.
Pasal 1 Butir 22.
Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau
serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan
kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
2.
Pasal 88 ayat (3) huruf a.
Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (2) meliputi upah minimum.
3.
Pasal 90 ayat (2).
Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.
4.
Pasal 160 ayat (3)
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang
setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
5.
Pasal 160 ayat (6)
Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5) dilakukan
tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
6.
Pasal 162 (1)
Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemuan sendiri, memperoleh uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
7.
Pasal 171
Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3) dan Pasal 162, dan pekerja/buruh yang
bersangkutan tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja tersebut, maka
pekerja/buruh dapat mengjukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan
hubungan kerjanya.
B. NORMA UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
Sebanyak 3 (tiga) norma, yaitu :
1.
Pasal 24 ayat (2)
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
2.
Pasal 28D ayat (1)
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum
3.
Pasal 28D ayat (2)
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja.
VI. Alasan-alasan Pemohon Dengan diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, karena :
1.
Bahwa dengan pembagian jenis-jenis perselisihan hubungan industrial pada Pasal 1
butir 22 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut mengakibatkan
tidak terjaminnya perlindungan bagi pekerja/buruh untuk mendapatkan dan
memperjuangkan hak-hak normatifnya. Dan bertentangan dengan ketentuan Pasal
28D ayat (1) UUD tahun 1945;
2.
Bahwa dengan adanya ketentuan Pasal 88 ayat (3) UU No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengakibatkan pekerja/buruh kehilangan hak atas imbalan yang
layak karena tidak adanya ketentuan yang jelas mengenai besaran upah minimum
yang dimaksud oleh Pasal 88 ayat (3) UU Ketenagakerjaan. Dan bertentangan
dengan ketentuan Pasal 28D ayat (2) UUD tahun 1945;
3.
Bahwa dengan berlakunya Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan telah memberikan
celah kepada pengusaha untuk tidak patuh terhadap hukum sehingga menyebabkan
tidak adanya jaminan kepastian hukum bagi pekerja/buruh dalam mendapatkan upah
sesuai dengan upah minimum yang diatur dalam Pasal 88 ayat (3) UU
Ketenagakerjaan. Dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD tahun
1945;
4.
Bahwa dengan diberlakukannya ketentuan Pasal 160 ayat (3) dan ayat (6) telah
memberikan kewenangan kepada pengusaha untuk dapat memutuskan hubungan
kerja terhadap pekerja/buruh yang disangkakan melakukan tindak pidana, sehingga
ketentuan Pasal 160 ayat (3) dan ayat (6) tidak menjamin perlindungan serta
kepastian hukum terhadap pekerja/buruh yang baru disangkakan melakukan tindak
pidana karena ketentuan tersebut menghilangkan asas praduga tak bersalah
(presumption of innocence). Dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD
tahun 1945;
5.
Bahwa ketentuan Pasal 162 ayat (1) UU Ketenagakerjaan telah menghapuskan
penghargaan dan bakti seorang pekerja/buruh attas pengabdiannya kepada
perusahaan selama bekerja, karena ketentuan tersebut beserta turunannya telah
memberikan pengertian mengenai tidak adanya hak apapun terhadap masa kerja
pekerja/buruh yang mengundurkan diri secara baik-baik atas kemauannya sendiri
kecuali uang pisah. Dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (2) UUD
tahun 1945;
6.
Bahwa Pasal 171 UU Ketenagakerjaan tidak memberikan perlindungan dihadapan
hukum karena Pasal tersebut telah membatasi pekerja/buruh yang diputus hubungan
kerja akibat adanya dugaan tindak pidana. Dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat
(1) UUD tahun 1945.
VII. PETITUM
1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pasal 1 butir 22 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sepanjang anak
kalimat, “karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan
pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam
satu perusahaan”, Pasal 90 ayat (2), Pasal 160 ayat (3) dan ayat (6), dan Pasal 162 ayat (1) UU RI
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945;
3. Menyatakan Pasal 1 butir 22 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sepanjang anak
kalimat, “karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan
pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam
satu perusahaan”, Pasal 90 ayat (2), Pasal 160 ayat (3) dan ayat (6), dan Pasal 162 ayat (1) UU
No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat;
4. Menyatakan Pasal 88 ayat (3) huruf a UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan haruslah
dimaknai “upah minimum sama dengan besaran Kebutuhan Hidup Layak (KHL)”, dan Pasal 171
UU No.13 Tahun 2003 Tahun 2003, sepanjang anak kalimat “dalam waktu paling lama 1 (satu)
tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya” haruslah dinyatakan bertentangan
dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD RI Tahun 1945, atau setidak-tidaknya dimaknai
“setelah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap dan mengikat (inkracht van gewijsde)”;
5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana
mestinya.
Atau; apabila Majelis Hakim Berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.
Download