BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berdasarkan kategorinya, sastra berbeda dengan psikologi. Meskipun berbeda,
sastra dan psikologi memiliki kesamaan, yaitu keduanya berangkat dari manusia
dan kehidupan sebagai sumber kajian. Berbicara tentang manusia, psikologi jelas
terlibat erat karena psikologi mempelajari perilaku manusia yang tidak lepas dari
aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakunya (Siswantoro,
2005: 29). Oleh karena itu, psikologi dapat digunakan untuk menginterpretasikan
dan menilai karya sastra.
Salah satu bentuk karya sastra yang didalamnya terdapat berbagai peristiwa
dan perilaku yang dialami serta diperbuat oleh manusia (tokoh) adalah drama.
Secara etimologis, kata “drama” berasal dari kata Yunani draomai yang berarti
„berbuat‟, „berlaku‟, „bertindak‟, „bereaksi‟, dan sebagainya (Dewojati, 2012: 7).
Menurut KBBI, drama memiliki dua pengertian. Pertama, drama merupakan
komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan
watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan. Kedua, drama
merupakan cerita atau kisah yang melibatkan konflik atau emosi yang khusus
disusun untuk pertunjukan teater. Pengertian drama tidak hanya ada di KBBI saja,
dalam kamus Naver (2015) bahasa Korea juga terdapat pengertian dari drama.
Menurut kamus Naver, drama merupakan seni sandiwara yang dipertunjukkan
1
2
kepada penonton melalui gerakan dan perkataan tokoh atau berdasarkan pada
skenario suatu kejadian yang diperankan oleh aktor (http://krdic.naver.com). Dari
pengertian-pengertian
drama
tersebut,
dapat
disimpulkan
bahwa
drama
merupakan cerita sandiwara atau kisah yang dapat menggambarkan tentang
kehidupan yang melibatkan konflik atau emosi.
Di Indonesia, istilah drama bisa disebut juga dengan teater, yaitu cerita yang
diperagakan di atas panggung berdasarkan naskah. Berbeda dengan di Indonesia,
istilah drama di Korea digunakan untuk menyebut sandiwara bersambung yang
disiarkan oleh stasiun televisi, atau di Indonesia lebih populer dengan istilah
sinetron (sinema elektronik). Dalam drama atau sinetron terdapat tokoh-tokoh
yang biasanya memiliki karakter khas sehingga dapat menimbulkan konflik.
Konflik tersebut kemudian semakin lama semakin besar dan sampailah pada titik
klimaks (Dewojati, 2012: 27). Tema-tema yang disajikan biasanya berkisar
seputar kehidupan manusia, seperti kehidupan dan permasalahan remaja, cinta,
keluarga, pekerjaan, dan lain sebagainya. Tema-tema tersebut juga sering diangkat
dalam drama Korea.
Salah satu drama Korea yang bertema tentang cinta adalah drama Kill Me,
Heal Me. Akan tetapi, selain bertemakan cinta, berdasarkan judul drama tersebut
dapat dilihat bahwa drama Kill Me, Heal Me juga mengangkat tema psikologi.
Drama Kill Me, Heal Me menceritakan kehidupan cucu konglomerat bernama Cha
Do Hyun yang memiliki gangguan kejiwaan karena pengalaman traumatik di
masa lalu. Selain drama Kill Me, Heal Me, tema psikologi juga sering diangkat
dalam drama Korea, seperti It’s Okay, that’s Love (괜찮아, 사랑이야) dan Hyde,
3
Jekyll Me (하이드 지킬, 나). It’s Okay, that’s Love adalah drama yang
menceritakan kehidupan seorang novelis dan DJ bernama Jang Jae-Yeol yang
memiliki gangguan mental karena pengalaman traumatik yang dialami saat kanakkanak dan Hyde, Jekyll Me adalah drama yang menceritakan kehidupan seorang
konglomerat bernama Gu Seo Jin yang memiliki kelainan psikologis berupa
kepribadian ganda karena kejadian traumatis di masa kecilnya. Ketiga drama
tersebut menceritakan gangguan kejiwaan sebagai dampak dari pengalaman
traumatik.
Jalan cerita drama Kill Me, Heal Me menjadi berbeda dengan drama lainnya
karena tokoh Cha Do Hyun diceritakan memiliki tujuh kepribadian yang berbeda
dan gangguan kejiwaan dalam drama tidak hanya digambarkan pada tokoh utama
saja, melainkan juga pada tokoh pendukung. Selain itu, pengalaman traumatik
yang diangkat dalam drama Kill Me, Heal Me adalah tindak kekerasan terhadap
anak, baik fisik maupun psikis yang menyebabkan gangguan kejiwaan pada tokoh.
Hal tersebut membuat drama ini semakin menarik karena Korea merupakan salah
satu negara maju yang masih banyak terjadi kasus kekerasan terhadap anak.
Berdasarkan data statistik dari EBS News pada tanggal 30 Juli 2015, kasus
kekerasan terhadap anak yang terjadi di Korea dari tahun 2010 sampai tahun 2014
terus mengalami peningkatan. Bahkan pada tahun 2014 terdapat tujuh belas anak
yang meninggal akibat kekerasan (www.ebs.co.kr). Drama Kill Me, Heal Me yang
mengangkat gangguan kejiwaan sebagai dampak dari kekerasan anak diduga
membuat masyarakat sadar akan bahaya kekerasan terhadap anak. Hal tersebut
4
terlihat dari para penonton yang mengadakan donasi untuk anak korban kekerasan
setelah menonton drama ini (http:www.kapanlagi.com).
Pada dasarnya, karya sastra hadir karena ada pengarang yang menciptakannya.
Pengarang menggunakan daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, gagasan,
dan pikiran pengarang untuk menciptakan karya sastra dan secara tidak sadar
maupun secara sadar memasukan teori psikologi yang dianutnya ke dalam bentuk
intrinsik cerita. Oleh karena itu, untuk menganalisis psikologi dalam karya sastra
diperlukan teori psikologi untuk mengetahui teori yang dianut oleh pengarang dan
bidang interdisipliner antara ilmu sastra dan ilmu psikologi yang disebut dengan
psikologi sastra. Dalam psikologi sastra, terdapat berbagai macam teori yang
dapat digunakan untuk menganalisis kejiwaan dalam karya sastra. Akan tetapi,
salah satu teori yang menjadi dasar dalam psikologi sastra adalah teori
psikoanalisis sastra.
Teori psikoanalisis yang dikemukakan Freud digunakan untuk menganalisis
gejala psikologi yang ada pada bahasa yang diungkapkan pengarang dan juga
digunakan untuk menilai karya sastra sebagai proses kreatif. Dalam proses
kreatifnya, pengarang akan menangkap gejala kejiwaan yang kemudian diolah ke
dalam teks yang dilengkapi dengan kejiwaan. Dalam teks tersebut biasanya
terdapat gagasan yang berisi amanat pengarang yang tersembunyi dalam alam
bawah sadar pengarang. Gagasan tersebut terproyeksi dari fenomena psikologis
yang dialami diri pengarang dan atau fenomena psikologis dari pengalaman hidup
di sekitar pengarang. Fenomena-fenomena psikologis tersebut kemudian
dituliskan oleh pengarang ke dalam teks sastra secara imajiner. Karya sastra yang
5
dipandang sebagai fenomena psikologis akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan
melalui tokoh-tokohnya, jika teks berupa drama maupun prosa.
Dalam drama Kill Me, Heal Me tentunya juga terdapat ide, gagasan, dan
pikiran pengarang yang tersembunyi dalam imajinasi pengarangnya, yaitu Jin Soo
Wan. Jin Soo Wan mengangkat gangguan kejiwaan sebagai dampak dari
kekerasan anak ke dalam teks drama Kill Me, Heal Me sebagai gagasan yang
berisi mimpi-mimpinya yang tersembunyi dalam alam bawah sadar yang mungkin
terproyeksi dari fenomena psikologis yang dialami diri Jin Soo Wan dan atau dari
pengalaman hidup di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, teori psikoanalisis
dapat digunakan untuk menganalisis mimpi Jin Soo Wan yang terdapat dalam
gagasan drama Kill Me, Heal Me.
Jin Soo Wan merupakan salah satu penulis naskah drama terkenal di Korea
Selatan. Dia dilahirkan di Korea Selatan pada tanggal 20 Juli 1970. Lulusan
Duksung Women‟s University (덕성여자대학교) jurusan Bahasa dan Sastra Korea.
Jin Soo Wan sudah menulis beberapa karya naskah drama, di antaranya: 눈꽃
(Snow Flower, 2000), 학교 4 (School 4, 2001), 형수님은 열아홉 (Man 19 Year Old
Sister in Law, 2004), 경성스캔들 (Scandal in Old Seoul, 2007), 해를 품은 달 (The
Moon Embracing The Sun, 2012), dan 킬미,힐미 (Kill Me, Heal Me, 2015).
Kesuksesan drama Kill Me, Heal Me, mengantarkannya menjadi penulis buku
dengan judul Kill Me, Heal Me, yang diterbitkan pada awal tahun 2016 lalu.
Karya Jin Soo Wan tidak hanya menarik perhatian penonton di Korea saja,
tetapi juga penonton luar negeri. Pada tahun 2013, karya Jin Soo Wan yang
6
berjudul The Moon Embracing The Sun mendapatkan penghargaan di WorldfestHouston International Film & Video Festival, yang merupakan acara
pengahargaan film dan video festival independen tertua di dunia. Karya Jin Soo
Wan kembali mendapatkan penghargaan sebagai drama terbaik di WorldfestHouston International Film & Video Festival pada tahun 2016 dengan karyanya
yang berjudul Kill Me, Heal Me (www.asiakoe.com).
Melalui drama Kill Me, Heal Me, Jin Soo Wan juga sempat mendapatkan
pujian dari psikolog asal Kuba yang tinggal di Florida. Psikolog tersebut
mengirimkan surat untuk Jin Soo Wan dan menuliskan pujian untuk Jin Soo Wan
karena drama Kill Me, Heal Me menggambarkan penyakit gangguan identitas
disosiatif dengan “kekakuan dalam batas-batas fiksi” dan “rekreasi yang sangat
baik dari unsur psikopatologis dan memberikan sudut pandang yang mendalam
indah dari terapi tanpa mengabaikan sisi drama”. Psikolog tersebut juga
mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Jin Soo Wan karena sudah
menggunakan pendekatan dari kekerasan terhadap anak dan membuat protagonis
memaafkan tindakan kekerasan tersebut (http://beritake.com).
Berdasarkan uraian di atas, alasan pemilihan drama Kill Me, Heal Me sebagai
objek penelitian yaitu, drama Kill Me, Heal Me merupakan drama yang
menampilkan gangguan kejiwaan sebagai dampak dari tindak kekerasan terhadap
anak yang merupakan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat secara
universal, sehingga drama ini menjadi menarik untuk diteliti. Gangguan kejiwaan
sebagai dampak dari kekerasan anak yang dijadikan gagasan dalam drama ini
7
menjadikan teori psikoanalisis sebagai kajian yang tepat untuk meneliti obsesi dan
amanat pengarang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah
yang akan dibahas sebagai berikut.
a. Gangguan kejiwaan apa saja yang merupakan dampak dari tindak
kekerasan terhadap anak dalam drama Kill Me, Heal Me (킬미, 힐미)?
b. Amanat apakah yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam drama Kill
Me, Heal Me (킬미, 힐미) dan hubungannya dengan kekerasan terhadap
anak?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, berikut merupakan rumusan tujuantujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini.
a. Mengetahui gangguan kejiwaan yang merupakan dampak dari tindak
kekerasan tehadap anak dalam drama Kill Me, Heal Me (킬미, 힐미).
b. Mengetahui amanat pengarang dalam drama Kill Me, Heal Me (킬미, 힐미)
dan hubungannya dengan kekerasan terhadap anak.
8
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoretis dan praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk menguatkan teori
psikoanalisis yang bersangkutan dengan objek penelitian. Penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan informasi tentang gangguan kejiwaan sebagai
dampak kekerasan terhadap anak sekaligus sebagai referensi untuk penelitian
yang menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu para pembaca dalam
memahami drama Korea serta tokoh cerita drama secara mendalam melalui
tinjauan psikoanalisis.
1.5 Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, penulis merujuk pada penelitian-penelitian yang terlebih
dahulu menggunakan teori psikoanalisis dan menganalisis gagasan pengarang
dalam lingkungan Fakultas Ilmu Budaya UGM. Di antaranya adalah penelitian
yang berjudul “Kecenderungan Mythomania pada Tokoh Gyeon Woo sebagai
Representasi Mimpi dan Gagasan Pengarang pada Film “엽기적인그녀 (My Sassy
Girl)”: Kajian Psikoanalisis Sastra” karya Aria Prawira Dhana. Penelitian ini
membahas kecenderungan mythomania yang dialami tokoh Gyeon Woo. Dengan
9
menggunakan teori psikoanalisis, penelitian ini menganalisis ide dan gagasan dari
mythomania yang muncul dalam film merupakan hasil dari proses kreatif
pengarang yang mempresentasikan alam bawah sadar dan mimpi pengarang.
Penulis juga menjadikan penelitian “Film Hello Ghost sebagai Mimpi dan
Representasi Gagasan Pengarang” oleh Oktavianie Wulan Sari tahun 2015
sebagai tinjauan pustaka. Penelitian ini menganalisis kejiwaan tokoh utama Sangman dan mimpi-mimpi yang dialami oleh pengarang dan juga masyarakat serta
fenomena bunuh diri di lingkungan masyarakat Korea Selatan. Psikoanalisis
dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap dan mendeskripsikan aspek id,
ego, dan superego dalam kepribadian tokoh utama.
Dari kedua penelitian analisis psikologis yang dipaparkan di atas, penelitian
yang membahas gangguan kejiwaan tokoh dan gagasan pengarang dengan
menggunakan teori psikoanalisis sastra memang sudah pernah dilakukan. Akan
tetapi, objek data penelitian dan hasil yang diharapkan dari penelitian ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya hanya membahas gangguan
kejiwaan yang dialami tokoh utama saja, sedangkan penelitian ini akan membahas
gangguan kejiwaan yang dialami tokoh utama dan tokoh pendukung dalam drama.
Dengan meneliti keseluruhan gangguan kejiwaan yang terdapat dalam drama,
diharapkan hasil penelitian ini akan lebih maksimal dalam memberikan
pengetahuan tentang gangguan kejiwaan dan amanat pengarang sesungguhnya
dalam drama.
10
1.6 Landasan Teori
1.6.1 Gangguan Kejiwaan
Karya sastra dipandang sebagai gejala psikologis yang menampilkan
aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokohnya jika teks berupa prosa atau drama.
Oleh karena itu, karya sastra dapat dianalisis dengan menggunakan teori
psikologi. Teori psikologi yang digunakan dalam membantu menganalisis drama
Kill Me, Heal Me adalah teori gangguan kejiwaan. Teori ini membantu penulis
untuk menentukan gejala-gejala dan faktor penyebab gangguan kejiwaan yang
ditampilkan dalam drama Kill Me, Heal Me. Oleh karena itu, penulis akan
menggunakan teori gangguan kejiwaan yang berhubungan dengan gangguan
kejiwaan yang dimunculkan dalam drama.
1.6.1.1 Gangguan Identitas Disosiatif
Gangguan identitas disosiatif adalah gangguan kejiwaan yang berasal
dari akibat simpangan trauma parah pada masa kanak-kanak (umur 3-11 tahun)
dan remaja (umur 12-18 tahun). Penderita gangguan identitas disosatif
biasanya mengalami pengalaman traumatis yang cukup ekstrem dan terjadi
berulang kali sehingga mengakibatkan terbentuknya dua atau lebih
kepribadian yang berbeda. Masing-masing kepribadian tersebut memiliki
ingatan, kepercayaan, perilaku, pola pikir, serta cara melihat lingkungan dan
diri mereka sendiri dengan cara yang berbeda-beda.
Istilah gangguan identitas disosiatif merupakan sebuah istilah baru
karena sebelumnya gangguan ini dikenal dengan gangguan kepribadian
11
majemuk ataupun banyak yang menyebutnya kepribadian ganda. Penderita
gangguan identitas disosiatif memiliki beberapa gejala, yaitu:
a. Gejala depersonalisasi dan derealisasi
Pada gejala ini penderita biasanya akan mengalami perasaan tidak nyata,
merasa terpisah dari diri sendiri baik secara fisik maupun mental dan merasa
seperti mengamati dirinya sendiri seolah-olah sedang menonton diri mereka
dalam sebuah film.
b. Gejala distorsi waktu, amnesia, dan penyimpangan waktu
Pada gejala ini penderita biasanya mengalami kehilangan waktu dan
amnesia. Mereka kadang-kadang menemukan sesuatu yang tidak diketahuinya
ataupun tersadar di suatu tempat yang tidak dikenal, sementara mereka tidak
sadar kapan pergi ke tempat itu.
c. Sakit kepala
Penderita akan mengalami sakit kepala dan juga akan mendengar banyak
suara-suara di kepalanya, seperti gejala skizofrenia.
d. Keinginan bunuh diri
Penderita juga biasanya memiliki keinginan untuk bunuh diri karena
beberapa kepribadian mendorong mereka untuk melakukannya.
e. Fluktuasi tingkat kemampuan dan gambaran diri
12
Berubah-ubahnya kondisi dan kemampuan penderita terjadi saat satu
kepribadian bertukar dengan kepribadian lainnya. Perubahan yang terjadi tidak
hanya pada kemampuan diri penderita, tapi juga pada gambaran dirinya.
Gambaran diri penderita akan berbeda-beda tergantung dari kepribadian mana
yang muncul.
f. Perilaku menyakiti diri sendiri
g. Kecemasan dan depresi
Pada gejala ini penderita biasanya akan mengalami perasaan cemas dan
depresi karena tidak mampu mengingat kejadian-kejadian yang dilakukannya
saat menjadi kepribadian yang lain.
1.6.1.2 Gangguan Stres Paskatrauma
Gangguan Stres Paskatrauma (Post-traumatic stress disorder disingkat
PTSD) adalah suatu kondisi kesehatan mental yang dipicu oleh peristiwa
mengerikan, seperti terlibat pertempuran, perkosaan, anak yang disia-siakan
dan mengalami kekerasan fisik, penganiayaan seksual, serangan fisik, dan
diancam dengan senjata. Akan tetapi, banyak traumatis lain yang juga dapat
menyebabkan
gangguan
stres
paskatraumatis,
diantaranya
mengalami
kebakaran, bencana alam, penjambretan, perampokan, penganiayaan, konflik
sipil, kecelakaan mobil, kecelakaan pesawat, penyiksaan, penculikan,
mendapat diagnosis penyakit yang mengancam kehidupan, serangan teroris dan
ekstrem lainnya atau peristiwa yang mengancam jiwa. Gejala gangguan stres
paskatrauma umumnya dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:
13
a. Gejala kenangan mengganggu (intrusive memories)
Gejala dalam kelompok kenangan mengganggu (intrusive memories)
antara lain, kilas balik (flash back) atau hidupnya kembali peristiwa traumatis
selama beberapa menit atau bahkan berhari-hari dan mengalami mimpi buruk
tentang peristiwa traumatik.
b. Gejala menghindari dan mati rasa
Gejala menghindari (avoidance) dan mati rasa (numbing) antara lain,
mencoba untuk menghindari dari berpikir atau berbicara tentang peristiwa
traumatik, merasa mati rasa emosional, menghindari aktivitas yang dulu
pernah disukai, keputusasaan tentang masa depan, gangguan memori,
kesulitan berkonsentrasi, dan kesulitan mempertahankan hubungan dekat.
c. Gejala kecemasan atau peningkatan gairah atau emosi (hyperarousal).
Gejala peningkatan kecemasan dan gairah emosional, antara lain mudah
marah, rasa bersalah, perilaku merusak diri sendiri, sulit tidur, mudah terkejut
atau ketakutan, dan mendengar atau melihat hal yang tidak ada.
1.6.1.3 Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar adalah gangguan mental yang menyerang kondisi
psikis seseorang yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat
ekstrem berupa mania dan depresi. Oleh karena itu, istilah medis sebelumya
disebut dengan maniac depressive. Suasana hati penderitanya dapat berganti
secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar) yang berlawanan, yaitu kebahagiaan
14
(mania) dan kesedihan (depresi) yang berlebihan tanpa pola atau waktu yang
pasti.
Episode pertama pada gangguan bipolar adalah mania. Pada episode ini
terdapat beberapa gejala yang muncul, diantaranya adalah gembira berlebihan,
mudah tersinggung sehingga mudah marah, merasa dirinya sangat penting,
merasa kaya atau memiliki kemampuan lebih dibanding orang lain, penuh ide
dan semangat baru, cepat berpindah dari satu ide ke ide lainnya, mendengar
suara yang orang lain tak dapat mendengarnya, nafsu seksual meningkat,
menyusun rencana yang tidak masuk akal, sangat aktif dan bergerak sangat
cepat, berbicara sangat cepat sehingga sukar dimengerti apa yang dibicarakan,
menghambur-hamburkan uang, membuat keputusan aneh dan tiba-tiba namun
cenderung membahayakan, merasa sangat mengenal orang lain, mudah
melempar kritik terhadap orang lain, sukar menahan diri dalam perilaku seharihari, sulit tidur, dan merasa sangat bersemangat seakan-akan satu hari tidak
cukup 24 jam.
Episode kedua dalam gangguan bipolar adalah gejala depresi bipolar.
Gejala-gejala yang muncul dalam episode ini diantaranya, suasana hati yang
murung dan perasaan sedih yang berkepanjangan, sering menangis atau ingin
menangis tanpa alasan yang jelas, kehilangan minat untuk melakukan sesuatu,
tidak mampu merasakan kegembiraan, mudah letih, tak bergairah, tak
bertenaga, sulit konsentrasi, merasa tak berguna dan putus asa, merasa bersalah
dan berdosa, rendah diri dan kurang percaya diri, beranggapan masa depan
15
suram dan pesimistis, berpikir untuk bunuh diri, hilang nafsu makan atau
makan berlebihan, penurunan berat badan atau penambahan berat badan, sulit
tidur, bangun tidur lebih awal, atau tidur berlebihan, mual sehingga sulit
berbicara karena menahan rasa mual, mulut kering, susah buang air besar dan
terkadang diare, kehilangan gairah seksual, dan menghindari komunikasi
dengan orang lain.
Seperti halnya gangguan kejiwaan lainnya, gangguan bipolar juga
memiliki beberapa faktor penyebab. Faktor penyebab tersebut diantaranya,
faktor genetika, faktor fisiologis (sistem neurokimia dan gangguan suasana
hati). Selain itu, faktor eksternal seperti faktor lingkungan dan psikologis juga
diyakini terlibat dalam pengembangan gangguan bipolar. Penderita penyakit ini
cenderung mengalami faktor pemicu munculnya penyakit yang melibatkan
hubungan antarperseorangan atau peristiwa-peristiwa pencapaian tujuan
(penghargaan) dalam hidup.
1.6.2 Teori Psikoanalisis Sigmund Freud
Siswanto (2004: 31-32) menyatakan bahwa secara kategori, sastra berbeda
dengan psikologi, sebab sastra berhubungan dengan dunia fiksi, drama, puisi,
dan esai yang diklasifikasikan dalam seni (art), sedangkan psikologi merujuk
kepada studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental. Meski berbeda
keduanya memiliki titik temu atau kesamaan, yakni keduanya berangkat dari
manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian. Bicara tentang manusia,
psikologi jelas terlihat erat, karena psikologi mempelajari perilaku. Perilaku
16
manusia tidak lepas dari aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai
perilakunya. Psikologi sastra mempelajari fenomena, kejiwaan tertentu yang
dialami oleh tokoh utama dalam karya sastra ketika merespon atau berinteraksi
terhadap diri dan lingkunganya. Dengan demikian gejala kejiwaan dapat
terungkap lewat perilaku tokoh dalam sebuah karya sastra.
Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang berkaitan
dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam
sastra. Aspek-aspek kemanusian inilah yang merupakan objek utama psikologi
sastra sebab semata-mata dalam diri manusia itulah aspek kejiwaan
dicangkokkan dan diinvestasikan. Penelitian psikologi sastra dilakukan melalui
dua cara yaitu (1) melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian diadakan
analisis terhadap karya sastra, (2) dengan terlebih dahulu menentukan sebuah
karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi
yang dianggap relevan untuk melakukan analisis (Ratna, 2009: 344). Teori
psikologi sastra yang paling sering digunakan dalam menganalisis karya sastra
adalah teori psikoanalisis Sigmund Freud.
Sigmund Freud dilahirkan di Freiberg, Moravia, pada tanggal 6 Mei 1856
dan meninggal di London pada 23 September 1939. Sigmund Freud belajar
kedokteran di Wina dan menjadi dokter umum di rumah sakit Wina dalam
bidang anatomi otak dan mengadakan penelitian terhadap obat bius. Pada tahun
1886 Sigmund Freud membuka praktik dokter saraf dan juga menulis berbagai
bidang neurologi dan otak anak-anak.
17
Penemuan psikoanalisis telah memperkenalkan Sigmund Freud menjadi
seorang yang berpengaruh pada zamannya. Istilah psikoanalisis sendiri muncul
pada tahun 1896. Psikoanalisis sendiri merupakan suatu cara pandang yang serba
baru terhadap manusia pada zamannya. Dalam pandangan psikoanalisis,
ketidaksadaran memainkan peran yang penting dan menjadi satu manfaat praktis
dalam mengobati pasien-pasien yang mengalami gangguan jiwa.
Freud menghubungkan psikoanalisis dengan sastra melalui wujud
kesusastraan yang berupa “bahasa”. Selain itu, gagasan Sigmund Freud terhadap
sastra juga terdapat dari berbagai tulisannya. Dalam buku yang berjudul
Repression (1915), Sigmund Freud mengatakan bahwa pikiran yang tidak sadar
mampu mengungkapkan dirinya dalam bentuk yang lain atau dalam satu
tindakan-tindakan, kata-kata, fantasi-fantasi mental dalam mana arti dari
keadaan tersebut dapat diketahui melalui pengetahuan kesadaran ataupun
penyaringan dari kejiwaan. Dalam Studies in Hysteria (1893-1895), Sigmund
Freud mengatakan bahwa pikiran-pikiran tidak sadar bersumber dari faktorfaktor seksual yang dilakukan melalui energi yang tidak statis yang mendorong
pada bentuk kesadaran. Sebaliknya, kekuatan dari bentuk penekanan atau
repression itu memiliki ciri-ciri khusus yang disembunyikan. Hal-hal yang
tersembunyi itu akan muncul melalui gejala-gejala fisik atau simptom-simptom
fisik, mimpi-mimpi, guyonan, atau kelakar, salah ucap, salah dalam menulis,
salah lafal, gagap bicara, keseleo lidah atau latah dalam bicara. Kesemua itu
merupakan gerakan-gerakan yang tersembunyi yang secara tidak sadar
mengungkapkan kehidupan sehari-sehari seseorang. Bahasa dalam hal ini sangat
18
jelas berhubungan dengan tak sadar atau ketidaksadaran. Menurut Milner (1992:
xiii, via Susanto, 2012: 58) Sigmund Freud menjadikan mimpi, fantasi, dan mite
sebagai bahan dasar dari ketidaksadaran. Oleh karena itu, Freud menghubungkan
karya sastra dengan mimpi.
Sastra dan mimpi dianggap memberikan kepuasan secara tidak langsung.
Mimpi seperti tulisan merupakan sistem tanda yang menunjuk pada sesuatu yang
berbeda yaitu melalui tanda-tanda itu sendiri. Perbedaan antara karya sastra dan
mimpi adalah karya sastra terdiri atas bahasa yang bersifat linier sedangkan
mimpi terdiri atas tanda-tanda figuratif yang tumpang tindih dan campur aduk.
Mimpi dalam sastra adalah angan-angan halus (Endraswara dalam Minderoop,
2011: 16).
Mimpi mempunyai dua sisi, yaitu isi manifes dan isi laten. Isi manifes
adalah gambar-gambar yang kita ingat ketika kita terjaga, dan muncul ke dalam
pikiran kita ketika kita mencoba mengingatnya. Isi laten yang oleh Freud disebut
“pikiran-pikiran mimpi” ialah sesuatu yang tersembunyi (pikiran tersembunyi)
bagaikan sebuah teks asli yang keadaanya primitif dan harus disusun kembali
melalui gambar yang sudah diputarbalikkan sebagaimana disajikan oleh mimpi
manifest (Milner, 1992: 27).
Teori psikoanalisis mengenai mimpi yang dikemukakan oleh Sigmund
Freud membantu penulis dalam menganalisis amanat dan obsesi yang ingin
ditampilkan pengarang dalam drama Kill Me, Heal Me. Hal tersebut dikarenakan
amanat dan obsesi dalam sebuah karya sastra merupakan bentuk dari
19
ketidaksadaran yang ada dalam diri pengarang dalam proses pembuatan karya
sastra.
1.7 Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bersifat
alamiah dan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang, perilaku, atau data-data lainnya yang dapat diamati oleh peneliti
(Moleong, 1989 via Sangidu, 2004:7). Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode deskriptif.
1.7.1 Metode Pengumpulan Data
Penulis melakukan studi pustaka dengan mengumpulkan data yang
berkaitan dengan gangguan kejiwaan, teori psikoanalisis, dan kekerasan
terhadap anak sebanyak-banyaknya dari perpustakaan. Sumber-sumber
kepustakaan diperoleh dari buku, jurnal, dan beberapa hasil penelitian
sebelumnya.
Penulis juga mengumpulkan data mengenai drama Kill Me, Heal Me
secara online. Penulis mencari naskah drama sebagai penunjang agar proses
analisis menjadi lebih mudah. Selain itu, penulis juga mengumpulkan beberapa
referensi yang berkaitan dengan gangguan kejiwaan.
20
1.7.2 Metode Analisis Data
Untuk menemukan gangguan kejiwaan pada tokoh-tokoh dalam drama, hal
pertama yang akan dilakukan adalah mengamati dan menentukan bagian
dalam drama Korea Kill Me, Heal Me yang berhubungan dengan gangguan
kejiwaan sesuai dengan data-data yang sudah dikumpulkan sebelumnya.
Setelah itu, penulis menganalisis drama dengan menggunakan teori gangguan
kejiwaan dan teori Psikoanalisis Sigmund Freud. Teori psikoanalisis Sigmund
Freud membantu penulis menganalisis amanat pengarang yang terdapat dalam
drama. Hal terakhir yang akan dilakukan adalah menghubungkan drama
dengan kekerasan terhadap anak.
Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahap
pertama penulis menonton drama Korea Kill Me, Heal Me. Kemudian penulis
menentukan bagian drama yang menunjukkan adanya gangguan kejiwaan
sesuai dengan data-data yang telah dikumpulkan mengenai gangguan kejiwaan
dan menerjemahkan bagian tersebut ke dalam bahasa Indonesia dengan
bantuan Kamus Bahasa Korea-Indonesia dan kamus online. Setelah itu,
penulis mendeskripsikan gangguan kejiwaan berdasarkan gejala dan faktor
penyebabnya. Kemudian penulis menganalisis amanat dalam drama dengan
menggunakan teori Psikoanalisis Sigmund Freud dan menghubungkan drama
dengan kekerasan terhadap anak. Hal terakhir yang dilakukan adalah penulis
membuat kesimpulan dari hasil penelitian.
21
Menonton Drama
Menentukan adegan dan dialog yang sesuai dengan data yang dikumpulkan
mengenai gangguan kejiwaan
Menerjemahkan dialog ke dalam bahasa Indonesia
Mendeskripsikan gangguan kejiwaan berdasarkan gejala dan faktor penyebab
Menganalisis amanat pengarang dengan menggunakan teori Psikoanalisis
Sigmund Freud
Membuat kesimpulan analisis serta saran yang berkaitan dengan analisis
yang telah dilakukan.
Bagan 1. Skema Analisis Data
1.8 Sistematika Penyajian
Penelitian ini tersusun atas Bab I yang berisikan pendahuluan dengan rincian
sub-bab berupa latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika
penyajian.
22
Bab II merupakan isi dari penelitian yang mendeskripsikan gangguan
kejiwaan sebagai dampak kekerasan terhadap anak dalam drama. Dalam bab ini
akan terbagi ke dalam beberapa sub-bab yang berisi tentang gejala dan faktor
penyebab gangguan kejiwaan yang dialami oleh para tokoh.
Bab III berisi amanat pengarang dalam drama Korea Kill Me, Heal Me dan
hubungannya dengan kekerasan terhadap anak. Pada bab ini, analisis mengenai
pesan pengarang dalam drama dilakukan dengan menggunakan teori psikoanalisis
Sigmund Freud.
Bab IV berisi kesimpulan analisis yang telah dilakukan.
Download