INTISARI Latar Belakang: Masa remaja merupakan peralihan dari anak-anak ke dewasa ditandai dengan kematangan seksual, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja adalah masa ketika mulai memiliki rasa tertarik dengan sesama yang diwujudkan melalui perilaku pacaran. Perilaku pacaran menjadi awal mula dari perilaku seksual pranikah seperti kissing, necking, petting, dan intercourse. SKRRI 2007 menunjukkan 39% wanita dan 36,9% laki-laki berusia 15-19 tahun di Indonesia mengaku mulai pacaran sejak umur 15-17 tahun. Kemudian 1% remaja perempuan dan 5% remaja laki-laki usia 15-24 tahun di Indonesia menyatakan pernah berhubungan seksual pranikah. Di SMA Negeri “X” Baubau menunjukkan adanya perilaku seksual negatif seperti berpegangan tangan, mencium pipi dan bibir, meraba bagian sensitif hingga berhubungan seksual dan hamil di luar nikah. Metode Penelitian: Penelitian kualitatif dengan subjek siswa, guru BK, dan orangtua siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan FGD. Analisis data menggunakan content analysis dengan tahapan: melakukan rekapitulasi hasil observasi dan wawancara, membuat transkrip, melakukan pengkodean dan kategorisasi, membuat interpretasi dan kesimpulan. Hasil: Penelitian ini menemukan bahwa faktor berpacaran remaja karena peran teman sebaya, adanya motivasi instrinsik, sarana media yang digunakan remaja, serta pengawasan orangtua dan guru. Kegiatan pacaran remaja sudah mulai mengarah pada perilaku seksual berisiko seperti berpegangan tangan, berciuman, berpelukan dan berhubungan intim. Teman sebaya bahkan mendorong dan mengajak remaja untuk berpacaran dengan menceritakan kesenangan pengalaman pacaran mereka. Motivasi instrinsik remaja untuk berpacaran terdiri dari Curiosity atau rasa ingin tahu yang diwujudkan dalam suatu hubungan pacaran, puberty atau perasaan ingin mendapatkan perhatian dari pacar, dignity atau rasa bangga memiliki pacar dan rasa tidak ingin dikucilkan oleh teman bermain (peer acceptance). Selain itu, media juga mempunyai peranan dalam perkenalan terhadap perilaku pacaran. Media menjadi alat penghubung utama dalam melakukan komunikasi dengan teman, pacar dan orangtua. Media juga menjadi role model bagi remaja untuk melihat dan meniru apa yang mereka lihat dari media. Faktor pola asuh orangtua dan guru juga mempengaruhi perilaku pacaran remaja. Kurangnya pengawasan dan larangan orangtua semakin mendorong remaja untuk berpacaran. Kesimpulan: Kebanyakan remaja di SMA Negeri “X” Baubau sudah berpacaran. Perilaku pacaran remaja sudah mulai mengarah pada perilaku seksual berisiko. Teman sebaya mendorong dan mengajak remaja untuk berpacaran. Adanya motivasi instrinsik dalam diri remaja seperti curiosity, dignity, puberty, peer acceptance juga mendorong remaja untuk berpacaran. Media dapat menjadi role model dalam berpacaran dan alat penghubung utama dalam melakukan komunikasi dengan teman, pacar dan orangtua remaja. Faktor pola asuh orangtua di rumah dan guru di sekolah juga mendukung remaja untuk berpacaran. Kata Kunci: perilaku pacaran, remaja, Baubau xi ABSTRACT Background: Adolescence is the transitional period from childhood to adulthood. This period is characterized by sexual, emotional, social, and physical maturity. Adolescence is the period, in which one begins to be attracted to someone; this is manifested in a romantic relationship. Romantic relationship is the beginning of some pre-marriage sexual behaviors, such as kissing, necking, petting, and even intercourse. SKRRI 2007 showed that 39% of female adolescents and 36.9% of male adolescents aged 15-19 years in Indonesia began to have a romantic relationship with someone since the age of 15 to 17 years. In addition, one percent of female adolescents and five percent of male adolescents aged 15-24% in Indonesia had pre-marriage sexual intercourse. The study conducted at SMA Negeri “X” Baubau revealed negative sexual behaviors, such as holding hands, cheek and lip kissing, palpation of the sensitive areas, and even having sexual intercourse and unwanted pregnancy. Method: A qualitative research was conducted with the students, counseling staffs, and parents as the subjects. Data collection was conducted by means of indepth interview and FGD. The data were analyzed using content analysis, with the following steps: summarizing the results of observation and interviews, transcribing, coding and categorizing, as well as making interpretation and drawing conclusions. Results: The research found that factors that contributed to romantic behavior in the students include the peer role, internal motivation, media accessed by the students, as well as lack of control from the parents and teachers. The habit of having a romantic relationship tended to be high risk, since it included negative things like holding hands, kissing, hugging, and even intercourse. The peers even tended to encourage the other to have the same relationship and to share their own experience with other friends. Internal motivation included curiosity to have a romantic relationship, puberty or the need to get the lover’s attention, dignity or feeling of proud to have a lover, and peer acceptance. In addition, media played a crucial role in introducing the habit of romantic relationship. Media become the main tools of communication with peers, lover, and parents. Media also become a role model for the adolescents to see and imitate what they found in the media. Parenting patterns and control by the parents and teachers also influenced the habit. Lack of control encouraged the adolescents to have a romantic relationship. Conclusion: Most of the students at SMA Negeri “X” Baubau had a romantic relationship. The habit tended to be negative and risky. The peers encouraged the adolescents to have the relationship. Internal motivation such as curiosity, dignity, puberty, peer acceptance also played an important role. Media became a role model and a tool for the adolescents to communicate with peers, lover, and parents. Parenting and lack of control from the teachers were also influential. Keywords: romantic relationship behavior, adolescents, Baubau xii