TfNJAUAN PUSTAKA Fotosintesis pada Kondisi Cahsya Rendah Proses fotosintesi s memegang peranan kunci &lam siklus hidup tanaman. Menurut Noggle dan Fritz (1 979) i ntensitas radiasi matahari merupakan gelombang elektromagnetik yang rnengandung energi foton yang memiliki efek panas, fotosintesis dan morfogenetik terhadap pertumbuhan tanaman. Radasi gelombang panjang dapat menimbulkan efek panas yang berguna untuk evaptranspirasi, sedangkan radiasi dengan panjang gelombang 400 - 700 nrn berguna untuk fotosintesis. Pa& intensitas cahaya yang rendah, laju asimilasi karbon akan rendah. Fotosintesis &pat dibagi ke &lam 3 bagan yang terpisah: (i) reaksi terang, dimana energi radiasi diabsorbsi dan digunakan untuk menghasilkan senyawa berenergi tinggi ATP dan NADPH; (ii) reaksi gelap, meliputi reduksi biokimia COz menjadi gula menggunakan senyawa berenergi tinggi yang dihasilkan pada reaksi terang dan (iii) suplai COz dari udara ke tempat reduksi di kloroplas (Jones, 1992). Secara umum fotosintesis dipenganh oleh umw daun, genotipe tanaman, besarnya kebutuhan has11 asimilat oleh sink, dm pengaruh lingkungan seperti kandungan COz, kelembaban, suhu dan cahaya. Dalam kondisi tanpa stres, intensitas radiasi merupakan faktor lingkungan terpenting yang menyebabkan perbsdaanlaju fotosintesis (Sindair dan Torie, 1989). Efisiensi konversi energi dalam tanaman yang didefinisikan sebagai kandungan energ ddarn bobot kering tanaman dibagi dengan total energi surya yang tersedia adalah sangat rendah (Frageria, 199 1). Tanaman yang memiliki Hubungan antara kecepatan fotosintesis dan konduktans stomata rnemperlihatkan bahwa kscepatan fotosintesis pada 20" C leb~htinggi 20 hingga 25% pada tanaman yang ditumbuhkan pada radiasi yang rendah dibandingkan pada tanaman yang ditumbuhkan pada radiasi yang tinggi . Konduktans stomata yang diukur pada 25 dan 20°C lebih rendah pada tanaman yang ditumbuhkan pada radiasi cahaya yang rendah (Ohashi et al. 1 998). Tanaman yang ditumbuhkan pada kondisi radiasi rendah &pat memacu kapasitas regenerasi RuBP; sehingga menyebabkan relatif tinggnya fotosintetik pada level COz yang normal (Ohashi el al. 1998). Stimulasi kapasitas regenerasi RuBP oleh suhu dan radiasi rendah mungkin disebabkan oleh modifikasi atau perubahan keadaan enzim atau komponen yang berhubungan dengan regenerasi RuBP dan perubahan dalarn level rnetabolit fotosintetik. Meskipun terdapat tendensi bahwa fotosintesis neto (Pn) pada tanaman Cd cenderung meningkat pa& radiasi yang tin@ daripada tanaman C3; terdapat perbedaan yang ksar antar spesies tanaman cahaya penuh dengan naungan atau antara dam dari satu spesies yang tumbuh @a radiasi yang berbeda. Pada s p i e s tanaman naungan atau daun yang tumbuh pada kondisi ternaungi, Pn munglun mencapai kejenuhan pada PAR kurang dari 100 pnol m-2 s-' atau mendekati 5% dari cahaya penuh. Titik kompensasi cahaya juga bewariasi dari 0.5 - 2.0 pmol rn-'s-' pada s p i e s yang ternaungi seperti Al/ocasra macrorrhiza yang tumbuh pada hutan Queensland hmgga lebih dari 40 prnol rn-2 s- 1 pada tanaman cahaya penuh (Jones, 1992). Levitt ( 1980) mernbagi ketahanan terhadap stres cahaya rendah menjadi 2 bentuk yaitu penghindaran (avoidance)dm toleran. Penghindaran terhadap defisi t cahaya hanya dengan meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya (Gambar 1). Ada 2 cara yang tersedia yaitu: (i) meningkatkan total intersepsi cahaya rnelalui Meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya I I, Meningkatkan penangkapan cahaya per unit area fotosintetik Meningkat an area penangkapan cahay a I Meningkatkan proporsi fotosintetik area c Refleksi Transmisi avoidance avoidance Avoidance "waste" &sohsi I I Hilangnya pigmen non-kloroplas (ex. antosianin) Hilangnya kl~tikul&lilin dan rambut pada perrnukaan daun I Meningkatnya kandungan 1 Meningkatnya Kandungan pigmen per kloroplas 1 Meningkatnya kandungan per sel mesofil epidermis Garnbar 1. Adaptasi Tanaman Naungan yang Berperanan Penting Man Avoidance terhadap Defisit Cahaya (Levitt, 1980). peningkatan luas daun; (ii) meningkatkan persentase cahaya yang digunakan dalam fotosintesis rnelalui p e n m a n j umlah cahaya yang direfleksi d m ditransmisi jlevitt, 1980; Lawlor, 1987). Penghindaran defisit cahaya dilakukan dengan cara tidak mengembangkan kutikula, lilin dan bulu-bul u rarnbut pada - permukaan daun serta meniadakan pigmen antosianin (Levitt, 1980). Selanjutnya toieran terhadap defisit cahaya dilakukan dengan menunmkan titik kompnsasi cahaya dan menwunkan respirasi (Gambar 2). Toleran defisit cahaya Menurunkan kecepatan respirasi dibawah LCP Menumnkan LCP Menghindari kerusakan sistem fotosintetik Menghindari pnurunan aktivitas enzim Menurunkan kecepatan respirasi mendekati LCP Menghindari kerusakan pigmen Menurunkan substansi respirasi Menurunkan sistem respiratory (mitokondria & enzirn) Gambar 2. Adaptasi Tanaman Naungan yang Berperanan Penting terhadap Toleransi Defisit Cahaya (LCP= lighi compensation point) (Levitt, 1980) Asimilasi bersih COz no1 (zero) terjad pada titik kompensasi cahaya (LCP) yaitu cahaya pa& permukaan daun yang rnengnduksi kecepatan asimilasi COz aktual sama dengan kecepatan evolusi C 0 2 respirasi. Tanaman naungan ditandai oleh rendahnya titik kompensasi cahaya sehingga dapat mengakumulasi produk fotosintetik pada tingkat cahaya yang rendah dibanding tanaman cahaya penuh. Disamping itu tanaman naungan juga memperlihatkan kejenuhan cahaya pada level cahaya rendah. Titik kompensasi pada tanaman yang beradaptasi adalah sekitar 10 w/m2 dan pada tamman yang tidak kradaptasi adalah sekitar 18 w/m2. P e n m a n cahaya dari 90 ke 4.5 wlm2 menumnkan titik kompensasi cahaya dari 11.1 ke 1.9 d m 2 . Adaptasi ini membutuhkan waktu sekitar 8 hari (Levitt, 1980). Titik kompnsasi cahaya pada daun gandum dewasa juga meningkat selama slang hari ; berkorelasi dengan kecepatan respirasi. Hubungan ekstrapolasi ini pada awalnya mengisyaratkan bahwa respirasi merupakan komponen ubna dari titik kompensasi cahaya (Azcon-bieto & Osmond, 1983). Respirasi pada Tanaman Naungan Respirasl daun menyediakan ATP, senyawa pereduksi dan rangka karbon yang dibutuhkan untuk reaksi biosintetik . Lingkungan cahaya rnempengaruhi kecepatan respirasi tanaman dan spesies yang &pat toleran terhadap naungan memiliki kecepatan respirasi yang lebih rendah daripada tanaman cahaya penuh (Levit, 1980). Spesies tanaman ternaung memperlihatkan dam yang memiliki kecepatan respirasi dan fotosintesis yang lebih rendah dibandingkan tanaman cahaya penuh (Fitter dan Hay, 1989). Dikatakan bahwa kecepatan respirasi pnda spesies ternaung merupakan sesuatu yang knti kal agar terjadi keseimbangan M n yang positif pada lingkungan yang temaung, seperti pada hutan. Kecepatan respirasi pada j aringan dewasa tanaman tingkat tinggi dapat dipengaruhi oleh: (i) kapasitas mesin respirasi (enzim dan transporter), (ii) konsentrasi substrat respirasi (misal karbohdrat) atau (iii) kecepatan dnnana ATP dan NAD(P)H dikansumsi. Dari segi ekologi nyata bahwa kecepatan respirasinya kecil ketergantungannya pada ketersediaan h a ya. Tanaman dapat mencapai keadaan ini dengan memiliki sistem respirasi yang hregulasi oleh kebutuhan akan ATP (Noguchi et al. 1996). Regulasi respirasi pa& daun dewasa berbeda antara S. oleraceae (spesies matahari) dan A. d o r a (spesies naungan). Dam S. oleraceae mempedihatkan tingginya kecepatan efluks COz dan pengambilan 0 2 dibandingkan A. odora (Noguchi & Terashima, 1997). Konsentrasi ADP pada dam A. odoro lebih rendah dibandingkan S. oleruceue. Nisbah ATP terhadap ADP p d a daun A. adoru lebih tinggi dibandingkan S. oleraceae. Bjorkrnan (1 98 1 ) mengisyaratkan bahwa dam cahaya penuh mungkin membutuhkan Iebih hanyak energi untuk rnemelihara tingginya kecepatan fotosintesis sehingga memiliki kecepatan respirasi yang tinggi. Pada daun dewasa, ATP yang dihasilkan oleh respirasi digunakan untuk translokasi metabolit, pernbuatan kembali struktur yang ada (protein dan membran) dan transpor intraseluler metabolit untuk meniadakan kebocoran melalui mernbran (Amthor, 1994). Ihantara proses konsumsi ATP, turn over protein kelihatannya sangat penting. Diduga bahwa 24 - 48% respirasi pemeliharaan digunakan untuk turn over protein pada akar Dactylis glomeratu. Kecepatan respirasi gelapjuga dipengarhi oleh radiasi; dlbawah kisaran 4 pg mV25.' pads tanaman ternaungi dibandingkan 50 - 150 pg rn-2 s- 1 pada daun cahaya penuh. Perbedaan ini memberikan kontribusi terhadap fotosintesis neto yang menguntungkan pa& cahaya rendah yang sering diperlihatkan oleh daun ternaungi (Jones, 1992). Respirasi di rnitokondria terhri atas daur Krebs, sistem pengangkutan elektron dan fosforilasi oksidatif. Terdapat berbagai kemungkinan titik pengendalian &lam ke tiga proses di atas. Salah satu enzim pengatur pa& tahap pemma daur krebs adalah kinase, yang menggunakan ATP utuk rnemfosforilasi gugus hidroksil dari berbagai gugus residu asam amino treonin pada bagtan tertentu dari enzirn piruvat dehdrogenase. Fosforilasi ini segera rnenon-aktifkan enzim sehingga daur krebs terhenti. Enzim pengatur ke dua adalah fosfatase, menghidrolisis fosfat agar l e p dari treonin dan rnengaktifkan kembli enzim tersebut sehingga daur krebs dapat mengoksidasi lag piruvat. Karena itu jika tingkat ATP di rnitokondna tingg clan jika kinase aktif maka daur krebs t e h n t i atau lambat sehingga melambath semua proses respirasi berikutnya di mitokondria (Salisbury dan Ross, 1995). Pembentukan Pigmen Prekursor dalam pernbentukan klorofil adalah senyawa organik yang merupakan senyawa intermediet hasil metabolisme. Pada tanaman tingkat tinggi, Succinyl-CoA dan Glycine diyakini sebagai prekursor (Lawlor, 1987). Penemuan baru-baru ini mengungkapkan bahwa prekursornya adalah glutamat yang mengalami dearni nasi menghasilkan a-ketoglutarat yang kemudian direduksi menjadi y,&dioxovalerate dan mengalami transaminasi menjadi &aminolaevulinic.Sintesis ini memerlukan ATP dan NADPH. - Glutamate + a-ketoglutarate glutamate -,glutarnic 1 -phosphate semialdehyde / succinate + glycine J aminolaevulinic acid 2 -2H.O prphobilinogen Protochlorophyll it wprophorphyrinogen Mg2+-adenosylmethionine H20 Mg-protoporphyirin Protochlorophyllide -4 monomethylester -6H geranyl geranyIpyrophospate Chlorophyll a .+b Chlorophyl b -2H Gambar 3. Skema Pembenhlkan Klorofil (Lawlor, 1987) Pelepasan air dari 2 molekul asam aminolaevulinic menghasilkan porphobi linogen yang mengandung struktur cincin pyrrole. Reaksi seianjutnya adalah pelepasan NH3 dart COz yang kemudian mernbentuk protoporphyrinogen. Penambahan M ~ dan ~ +adenosylmethonine pada protoporphyrin menghasilkan Mg-protoporphyrin monometylester. Mg pada klorofil berfungsi sebagai penyetel absorbsi spektrum. Mg-protoporphyrin monometylester mengalami dehdrasi dan reduksi menghasilkan protwhlorophyll ide. Penambahan proton akan menghasilkan Chlorofillide a. Cahaya yang diabsorbsi oleh protochlorophyllide akan mereduksi menjab klorofil a. Klorofil b mempakan "benruk spestar' dari klorofil a yang &lam reaksinya membutuhkan O2 dan NADPH2 (Gambar 3). Dengan demikian pembentukan klorofil a sangat dipenganrhi oleh keberadaan cahaya (Lawlor, 1987). Klorofil menyusun sekitar 4% dari bobot kering kloroplas, tidak larut dalam air tetapi larut dalarn pelarut organik. Klorofil a berwarna hijau kebiruan, sedangkan klorofil b berwarna hijau kekuningan. Klorofil b bejumlah 113 dari klorofil a (Hall dan Rao, 1 999) Perbedaan utama antam tanaman yang tidak temaungi dengan tanaman ternaungi terktak pada kloroplasnya. Pada dam-daun muda, tanaman ternaungi merniliki turnpkan grana yang besar, sekitar 100 thylakoid per granum yang terletak tidak teratur &lam kloroplas. Terdapat proporsi lamella pembentuk grana yang lebih besar dan nisbah membran thylakoid terhadap stroma yang lebih tinggi sehingga menghasilkan kandungan klorofil per unit luas daun yang lebih tinggi dan nisbah kloroplas per unit luas daun yang lebih rendah pada tanaman temaungi (Hale dan Orcutt, 1987). Khumaida (2002) menyatakan bahwa kedelai toleran genotipe Pangrango dan B 613 yang ditumbuhkan pada naungan 50% memperlihatkan grana dan butir pati yang lebih berkemhg, dan lebih banyak thylakoid ddam masing-masing grana, jumlah stroma yang lebih sedikit dan ukuran kloroplas yang lebih kscil. Hal yang agak berbeda terjadi pada dam yang mengalami tahap senesen. Klorofil yang berhubungan dengan protein dalam thylakoid banyak mengalami perubahan. Hidema el ul(1992) mendapatkan bahwa LHCII protein dan pigmen klorofil relatif lebih stab11pada daun padi yang mengalami senesen pada kondisi ternaung. Pada senesen pigmen klorofil protein seluruhnya ditahan, semen- rubisco, fosfon'lasi dan keseluruhan kapasitas fiksasi COz mengalami penurunan. Sifat labil yang luar biasa dari penurunan klorofil daun juga bisa diamati pa& perubahan warm pi sang menjacb kuning pada kenaikan temperatur yang memperlihatkan hasil bahwa terdapat jejas kerusakan spesifik pada pigmen. Dari kenyataan ini dan hasil pengamatan yang lain menunjukkan bahwa sejumlah kecil aktivitas kontrol protein-klorofil dapat rusak akibat sensitivitasnya terhadap perubahan lingkungan, misalnya tingkat penyinaran. Dengan demikian bahwa biosintesis dan katabolisme dan protein thylakoid langsung atau ti& langsung diatur oleh kemampuan dan metabolisme dari pigmen. Meslupun kandungan klorofil menurun pada perlakuan yang tidak dinaungi, selama perlakuan naungan, penurunan klorofil hanya sedikit pada daundaun yang telah tua. Selain pengaruh temperatur yang memperlambat p e n m a n klorofil, ternyata bahwa pada kondisi ternaung, kehilangan klorofil tanaman ditahan oleh Cyclohexamide (Okada et a/, 1992). Klorofil merupakan suatu komponen integral kompleks protein pemanen cahaya, klorofil a h (LHC) dan klorofil a-binding protein pada kompleks pusat reaksi PS I dan PS II yang ada di membran thylakoid. Jadi pengurangan klorofil menunjukkan pemecahan (breakdown) kompieks protein atau degradasi membran thylakoid (Okada el a!, 1992). Pemecahan klorofil &lam daundaun padl dapat ditekan secara komplit dengan adanya 1 pMcyclohexarnide. Degradasi dari protein membran thylakoid juga sangat kuat dihambat oleh cyclohexamide pada konsentrasi tersebut. Kehilangan klorofil sedikit dirangsang S a r a lemah oleh adanya chlorampenicol. Kekuatan melawan terhadap de-i klorofil pada tanarnan terlindung dilakukan dengan meningkatkan konsentrasi klorofil. Nisbah klorofil a h menurun baik pada daun tua maupun pada dam muda. Menurut Anderson dm Osmond (1987), daun yang tidak temaungi mempunyai rasio klorofil ah yang lebih tingg (3.5) dibandingkan dengan permukaan yang temaungi dengan nisbah klorofil ah (2.5). P e n m a n nisbah pada kondisi ternaungi disebabkan oleh perubahan dalam isi LHCII. Pada tahap perkernbangan dam penuh, klorofil berikatan dengan LHCII mempunyai 57% dari total klorofil daun. Tanaman temaungi biasanya memiliki lebih banyak klorofil b dan LHCII, dengan rendahnya level pusat reaksi PS 11 dan inti klorofil (Hidema et al. 1992). Menurut Stys ( I 995) bahwa membran thylakoid mengandung 2 fotosistem (PS) perangkat fotosintesis. PS I berada dalam stroma lamella dm PS II dalam tumpukan grana. Anderson dan Osmond (1987) mengatakan sebagran besar kornpleks PS I1 berada pada membran thylakoid yang berhunpuk sedangkan komplek PS I dan semua enzim ATP sintase terdapat pada mernbran yang tidak bertumpuk. Karotenoid disintesis dari acetyl-CoA melalui asam mevalonat, kemudan geranyl pyrophosphate, farnesyl pyrophosphate clan geranyl-geranyl pyrophosphate membentuk phytoene. Proses tersebut rneningkatkan panjang rantai rnenghasilkan stnrktur ikatan ganda yang disebut unit isoprene (Lawlor, 1987). Menurut Taiz dan Zeiger (1995), karotmoid atau turunannya rnerupakan senyawa hidrokarbon yang terdiri dari beberapa unit isoprene seperti yang terlihat berikut ini: Karotenoid adalah golongan zat yang mempunyai bentuk senyawa hidrokarbon ((240) dengan shuktur dasar tetra terpenoid (Goodwin dan Mercer, 1991). Karotenoid merupakan pigmen yang berwama kuning, jingga, merah jingga serta larut dalam rninyaknipida. Karotenoid terdapat dalam kloroplas (0.5%) bersamasama dengan kiorofil (9.3%), terutama pada bagran atas perrnukaan dam, debt dengan dinding palisade. Salah satu fmgsi karotenoid & &un yaitu berperan dalam fotosintesis (Taiz dm Zeiger, 199 1). Sifat karotenoid yang tidak stabil, mudah teroksidasi dan mudah membentuk isomer cis-trans, perlu Qperhatikan bila melakukm isolasi. Larutan karotenoid hams disimpan &lam gelap, pada suhu rendah, dibawah gas nitrogen (Hall dan Rao, 1999). Meningkatnya stres cahaya tingg juga berhubungan dengan peningkatan nisbah klorofil ah dan meningkatnya ukuran pool siklus xanthophyll. Respon seluruh karotenoid yang lain terhadap stres cahaya sedikit nyata dibandingkan pool siklus xanthophyll. Sementara nisbah P-karoten dan lutein terhadap klorofil meningkat dengan meningkatnya stres cahaya tinggi, nisbah neoxanthin terhadap klorofi1 tetap konstan. Hanya karotenoid lactucaxanthin dan a-karoten, relatif menurun terhadap klorofil dengan meningkatnya stres cahaya tinggi (DemingsAdams & Adams, 1996). Level P-karoten kadang-kadang ditemukan lebih tinggi pa& daun yang kena cahaya dibandingkan daun ternaungi, sementara pa& kasus yang lain nilainya bisa sama atau lebih rendah (Deming-Adarns et al. 1995). Hasil penelitian Johnston dan Onwueme (1998) pada tanarnan taro, tania, dan yam memperli hatkan bahwa tanaman yang diperlakukan pada kondisi ternaungr memperlihatkan kandungan total karotenoid per rng bobot basah cenderung mengalami peningkatan. Analisis Pertum buhan Tanaman Tanaman padi, selama masa tertentu dalam hidupnya akan rnembentuk biomasa yang digunakan untuk memkntuk bagian organnya. Dengan demilum perubahan akumulasi biomasa sesuai umur tanaman akan terjadi dan merupakan indikator yang paling baik digunakan untuk menganalisis pertumbuhan tanaman. Produksi biomasa tersebut mengakibatkan pertambahan bobot, &pat diikuti dengan pertambahan ukuran lain yang dapat dinyatakan secara kuantitatif. Oleh karena itu pengukuran biomasa total tanaman akan merupakan parameter yang paling baik digunakan sebagai indikator pertumbuhan tanaman. Seianjutnya, bahan kering tanarnan dipandang sebagai manifestasi dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam pertumbuhan tanman Karena itu, variabei ini dapat d i p a k a n sebagai ukuran global peftumbuhan tanaman dengan segala peristiwa yang dialaminya (Sitompul dan Guritno, 1995). Spesies tanaman yang tumbuh di bawah kondrsi sub optimal akan mernperlihatkan variasi yang luas &lam laju perturnbuhan relatif (RGR) yaitu kecepatan peningkatan bahan kering per unit bahan kering yang ada (Chapin, 1980; Grime dan Hunt, 1975; Poorter, 1989 b). Hasil analisis pertumbuhan pada 24 spesies herbaceous memperlihatkan perbedaan dalam RGR temtarna disebabkan oleh variasi dalarn Iuas daun spesifik (SLA) dan nisbab bobot daun (LWR). Hasil survey pa& 63 publikasi yang rnembandingkan percobaan pertumbuhan pa& spesies herbaceous menyimpulkan bahwa SLA merupakan faktor yang sangat dominan menerangkan variasi dalarn RGR (Lambers dm Poorter, 1992). Laju asimilasi bersih WAR, laju peningkatan bobot tanaman per unit luas daun) clan laju fotosintesis per unit has daun tidak bervariasi secara sistematik dengan RGR (Pwrter ef al. 1990).Perbedaan dalam laju respirasi pucuk &n akar; yang diekspresikan per unit bobot pucuk dan akar dsebabkan oleh perbedaan dalarn kompsisi kimia (Poorter dan Bergkotte, 1992). Tanaman dengan kecepatan pertumbuhan relatif (RGR) yang lebih tin& mempunyai kesempatan untuk mernperoleh bagian yang lebih besar terhadap sumber-sumber yang terbatas dibandingkan dengan tanaman yang pertumbuhannya lambat (Simane et QI. 1993). Dilain pihak, tanaman yang mempunyai RGR rendah kebututran terhadap swnber juga rendah clan konsekuensinya d i ki t sekali menghabiskam sumber-sumber yang terbatas yang kemudian &pat menyimpan untuk pertumbuhan selanjutnya (Pooter & Larnbers, 1989). Sampai saat ini masih diperranyakan, faktor mana yang menentukan kecepatan pertumbuhan pada kondisi kurang cahaya. Oleh karena itu, analisis kecepatan perturnbuhan relatif (RGR) dan komponen-komponennya seperti kecepatan asimilasi bersih (NAR),nisbah luas daun (LAR), nisbah bobot daun (LWR) dan luas daun spesifik (SLA) dapat rnembantu untuk menjelaskan variasi dalam perturnbuhan clan perkembangan. Tanaman Therrnop.srs montana yang diturnbuhkan pada ruang dengan cahaya tinggi memiliki daun 34% lebih tebal dibandingkan dalam ruang dengan cahaya rendah. Pada cahaya tinggi, daun mengalami penambahan 1 - 2 lapisan palisade parenkirn dibawah permukaan adaxial dan 1 lapisan sel palisade pendek dibawah epidermis abaxial. Sel palisade dari T. montana yang tumbuh pa& cahaya rendah panjangnya berkurang dan berbentuk kolom. Daun T. montma yang tumbuh pada cahaya tin& luasnya lebih kecil daripada daun pada cahaya rendah; semen- daun S. steilatu tidak mempunyai pehedaan pada kedua kondisi itu (Myers et al. 1 997). Studi sebelumnya memperlihatkan bahwa kultivar padi mempunyai perbedaan yang besar dalam kemampuan memkntuk anakan (Wu et al. 1998). Kemampuan membentuk anakan ini mentpakan ciri penting pa& karena kemampuan ini mtinya mempunyai p e n g a d pa& pembentukan malai (Mller er a!. 1991) yang mempunyai korelasi yang tinggi terhadap hail biji (Wu et al. 1998). Tanaman padi yang toleran terhadap naungan daunnya cenderung memanjang serta meningkatkan t i n u tanaman, jwnlah dan luas dam (Cabuslay et al. 1995). Adanya pefkdaan tanggap terhadap radiasi surya yang tiba dipemukaan tanaman sangat dipengaruhi oleh genetik dari tanaman padi gogo tersebut. Pada kondisi lingkungan y ang rnenguntungkan, tingginya iuas daun, kecepatan asirnilasi COz dan rendahnya alokasi biomasa untuk respirasi jaringan akan sangat menguntungkan untuk pertumbuhan (Bogaard el ui. 1996). Varietas Teqing menghasilkan jumlah anakan lebih besar dibandingkan Gul fmont dan Rosemont; diakibatkan oleh tingginya kecepatan produksi nodus dan besamya jumlah nodus yang dapat menghasilkan anakan. Meskipun Teqing mempunyai kemarnpuan rnembentuk anakan yang lebih besar serta mempunyai j umlah anakan yang lebih besar, varietas ini memil iki kecepatan mortalitas anakan yang lebih besar dibandingkan Gulfmont dan Rosemont. Tingginya hasil pada Teqing kelihatannya lebih merupkan hasil dari besarnya kemampuan membentuk anakan dan besarnya kepadatan malai. Kdtivar dan kelompok anakan secara signifikan rnempengaruhi kepadatan gabah. Meskipun Teqing memildci j umlah rnalai dan kepadatan gabah yang tinggi namun rnemiliki persentase gabah berisi yang rendah (72%); diikuti Rosemont(79%) dm Gulfmant (86%) (Wu et 01. 1998). Cabuslay et al. ( 1995) melakukan pengujian toleransi naungan terhadap 14 galur p d i . Persemaian diturnbuhkan &lam nunah kaca phytotron selama 2 minggu clan dinaungi, selanjutnya dibiarkan tumbuh pada kondisi 100 % ftanpa naungan), 50% dan 20% cahaya matahari sampai panen. Pemberian naungan 50% mengurangi bobot kering total tanaman rata-rata per galur sekitar 34.13%, sedangkan pada cahaya matahari 20%berkurang sekitar 68.92%. Murty dan Dey (1 992 a) dalarn percobaan toleransi cahaya rendah pada kultivar hibrida menunjukkan bahwa intensitas cahaya rendah dapat menunmkan hasil bahan kering tanaman pad yakni rata-rata 47% dan hasil persatuan luas 57%. Pengurangan ini berkisar antara 25 - 76% pada M a n kering total dan 38 - 70% pada hasil per satuan luas. Selanjutnya dalarn penelitian lain (Murty dan Dey, 1992 b) menunjukkan bahwa pda kultivar hibrida, laju fotosintesis dan indeks luas daun (LAI) umumnya lebih tinggi daripada hibrid 54752 terutama pada Vajran.