`pikat` guru masa depan

advertisement
GURU ‘PIKAT’ GURU MASA DEPAN
Perubahan yang terjadi di berbagai bidang kehidupan akan melahirkan tantangan di
masa yang akan dating, tidak terkecuali pendidikan. Hal ini memacu diadakannya revitalisasi
pendidikan. Hal ini diharapkan dapat menjawab segala masalah dan tantangan di masa yang
akan datang, serta membawa perubahan ke arah yang lebih baik pada segala bidang kehidupan
masyarakat. Perubahan itu dapat diwujudkan dengan menjalankan dua landasan, yaitu
pertama, pendidikan harus diletakkan dalam empat pilar: belajar mengetahui (learning to
how), belajar melakukan (learning to do), belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live
together), dan belajar menjadi (learning to be); kedua belajar seumur hidup (life long
education).
Sebagai komponen dalam pendidikan, guru memiliki peran penting dan tanggung
jawab yang besar dalam menghadapi tantangan masa depan, menyiapkan generasi berikutnya
yang akan melanjutkan keberlangsungan bangsa. Hanya guru ‘PIKAT’ yang dapat menjawab
semua tantangan itu. Bagaimanakah sosok guru ‘PIKAT’? Andakah yang akan menjadi guru
‘PIKAT’, guru masa depan tersebut?
PROFESIONAL
Guru adalah tenaga kerja yang mempunyai tugas dan tanggung jawab kemanusiaan
yang besar dan berkaitan dengan proses pendidikan bangsa ini. Guru diharapkan mampu
membawa bangsa melepaskan diri dari belenggu kebodohan. Pada prosesnya dituntut
profesionalitas yang tinggi.
Menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 ayat 10, disebutkan
“Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.
Sedangkan menurut PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 28, Ayat 3, menyatakan “Kompetensi
pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi: (a)
kompetensi pedagogik, (b) kompetensi
kepribadian, (c) kompetensi profesional, dan
(d) kompetensi sosial.
Sebagai guru perlu kiranya mengingat
peran dalam pembelajaran. Peran ini dapat
diartikan
sebagi
tuntutan
atas
keprofesionalannya. Pullias dan Young (1988),
Manan (1990), dan Yelon dan Weinstein
(1997) mengidentifikasi sedikitnya 19 peran
guru. Peran tersebut antara lain guru sebagai
pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih,
penasihat, pembaharu, model dan teladan,
pribadi, peneliti, pendorong kreativitas,
pembangkit
pandangan,
pekerja
rutin,
pemindah kemah, pembawa cerita, aktor,
emansipator, evaluator, pengawet, dan kulminator. Dalam sebuah seminar, seorang guru
menyebutkan bahwa peran guru sebagai ‘EMASLIM’ yang merupakan singkatan dari
educator, manager, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator. Pertanyaan
berikutnya, dapatkah Anda memainkan peran-peran tersebut?
INOVATIF
Sebagai inovator, guru hendaknya memberikan sesuatu yang baru, yang unik, berbeda,
menarik, dengan tetap mengedepankan ketercapaian tujuan pembelajaran. Tentu saja hal ini
bukan hal yang ‘enteng’ mengingat sesungguhnya tidak ada hal yang benar-benar baru. Semua
merupakan pengulangan dan pengembangan dari yang sudah ada. Inovasi ini bisa menyentuh
dalam aspek proses atau kegiatan pembelajaran. Penggunaan media dan sarana, prasarana
pembelajaran. Mengelola pengalaman-pengalaman dari luar diri dan mengemasnya dalam
pembelajaran. Diharapkan dengan kegiatan, penggunaan media yang heterogen dapat
menambah nilai dan pelayanan pembelajaran kepada siswa.
Berawal dari asumsi belajar sebagai proses individual, proses sosial, kegiatan
menyenangkan, dan belajar sebagai kegiatan tidak pernah berhenti, guru bisa memperbarui
dengan paradigma belajar menjadi proses belajar-mengajar (yang belajar bukan hanya siswa),
penilaian sebagai kegiatan perbaikan terus menerus, guru bukan satu-satunya sumber belajar
mengingat perkembangan IPTEK yang kian cepat, serta belajar sebagai upaya mempersiapkan
diri secara mandiri, bekerja sama, juga berpikir kritis dalam memecahkan masalah atau
mempersiapkan diri menghadapi persaingan internasional (globalisasi).
KREATIF
Guru kreatif didukung kemampuan memberikan gagasan-gagasan baru, menciptakan,
mengimajinasikan, melalukan inovasi dan bentuk pembaruan lainnya. Beberapa karakteristik
seseorang yang kreatif yaitu, terbuka pada hal yang baru, fleksibel dalam berpikir dan
merespon, berani berpendapat dan tak mudah terpengaruh orang lain, menghargai fantasi,
tertarik pada kegiatan kreatif, toleran, rasa ingin tahu yang besar, berani mengambil risiko,
percaya diri dan mandiri, bertanggung jawab dan komitmen terhadap tugas, tekun dan tidak
cepat bosan, peka terhadap lingkungan, berorientasi masa kini dan masa depan, memiliki citra
diri dan emosional yang baik, tertarik pada hal yang abstrak, holistik, dan teka-teki, memiliki
gagasan yang orisinal, memiliki minat yang luas, kritis, serta kesadaran etik-moral dan estetik
yang tinggi.
Seorang guru yang kreatif akan menciptakan dan menumbuhkan kreativitasnya pada
diri siswa. Sehingga pada setiap pembelajaran siswa tetap dapat melakukan “SNM”1 (Senyum,
Nikmati, dan Mengerti). Siswa akan selalu merasa gembira dan menikmati proses dan
mencapai semua tujuan pembelajaran.
ANTUSIAS
Pembahasan antusias pada tulisan ini adalah semangat yang ditunjukkan dalam
keseriusan guru mengelola segenap komponen pembelajaran. Juga semangatnya saat
pembelajaran. Antusias juga bisa ditunjukkan pada pemberian perhatian kepada siswa, baik
dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Seseorang yang bersemangat akan
selalu mengeluarkan energi positif bagi sekelilingnya. Diharapkan guru yang bersemangat
dapat pula menyemangati siswa dalam mencapai cita-cita. Antusias guru juga bisa ditunjukkan
saat merespon segala bentuk sikap, ide atau gagasan, maupun karya siswa.
1
Senyum, Nikmati, dan Mengerti (singkatan dari penulis)
TELADAN
Kita belajar lebih banyak dari apa yang kita lihat dan lakukan, bila dibandingkan
dengan belajar dari apa yang kita dengar. Kata-kata memang dapat menggerakkan orang,
namun teladan itulah yang menarik hati. Jelas dalam hal ini jika siswa sudah tertarik maka
dengan sendirinya ia akan melakukan hal, mempelajari sesuatu, dan menguasai kompetensi
yang sudah ditentukan. Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan di Indonesia terkenal dengan
semboyannya bagi guru Ing Ngarso Sungtuladha (di sepan memberi teladan), Ing Madya
Mangun Karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa),dan Tut Wuri Handayani
(di belakang memberi dorongan). Keteladanan menjadi salah satu hal klasik bagi berhasilnya
sebuah tujuan pendidikan karakter. Guru dalam bahasa Jawa pun berarti digugu (didengar) lan
ditiru (ditiru).
Mengutip sambutan Soekarno di hadapan guru Taman Siswa, “ Guru yang sifatnya
hijau akan “beranak” hijau, guru yang hakikatnya hitam akan “beranak hitam”. Saya tidak
mau masuk ke dalam golongannya orang-orang yang mengatakan, bahwa guru bisa ‘main
komedi’ kepada anak-anak: di muka anak-anak dengan muka angker hanya mengasih
pengajaran, pengajaran yang termuat dalam lessontes saja, tetapi di belakang anak-anak itu
berjiwa lain, berjiwa fasis atau anarkis, atau nasionalis atau komunis, bertindak seperti orang
yang tidak berani membunuh nyamuk, atau bertindak seperti bandit…. Tidak, guru tidak bisa
‘main komedi’ guru tidak bisa mendurhakai ia punya jiwa sendiri. Guru hanya bisa
mengajarkan apa dia itu sebenarnya. Men kan niet onderwijzen wat men will, men kan niet
onderwijzen wat meen weet, men kan allen onderwijzen wat men is (manusia tidak bisa
mengajarkan sesuatu sekehendak hatinya, manusia tidak bisa mengajarkan apa yang tidak
dimilikinya, manusia hanya bisa mengajarkan apa yang ada pada dirinya).
Kutipan di atas menjelaskan bahwa sesungguhnya guru adalah pelajaran bagi siswa.
Setiap pengetahuan, pengalaman, bahkan tingkah laku guru akan diamati dan dipelajari oleh
siswa. dengan kata lain, karakter guru akan sangat memengaruhi karakter siswa. Jangan
salahkan siswa jika melakukan tindak kekerasan terhadap teman misalnya. Karena ternyata
guru yang mengajari mereka pun tidak dengan cara-cara yang mendidik. Jangan salahkan
siswa sering terlambat dating ke sekolah jika demikian dengan gurunya. Bagaimana mungkin
seorang guru melarang siswanya merokok, jika diri sendiri merokok dan dapat diperhatikan
langsung siswa. Maka dapat disimpulkan bahwa, guru yang berhasil mendidik, tentulah lebih
dulu berhasil mendidik dirinya sendiri. Guru tersebut tidak hanya memberikan contoh,
melainkan ia menjadi contoh.
Membangun peradaban yang unggul melalui pendidikan memerlukan komitmen yang
kuat dari semua pihak, tidak hanya pemerintah, melainkan masyarakat, guru, juga peserta
didik itu sendiri. Kiranya jika setiap insan dalam bangsa ini menyadari dirinya sebagai
pembelajar dan pengajar, tentulah dengan penuh kesadaran akan mendidik diri masingmasing. Karena diri sadar betul akan menjadi contoh bagi diri lain. Hal ini diperlukan guna
menjawab tantangan di masa dating dan guna menyelesaikan masalah yang terjadi kini.
Guru hendaknya meningkatkan kualitas diri dan keprofesionalannya. Mencoba
berinovasi dalam pembelajaran. Menggunakan metode, teknik, juga media yang beragam.
Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Mempersiapkan generasi penerus
bangsa yang cerdas komprehensif dan kompetitif. Guru ‘PIKAT’ diharapkan dapat
mewujudkan peradaban yang unggul di masa yang akan datang.
Akhirnya, teringat sebuah ungkapan sebagai penutup, “Bad teacher tells, good teacher
shows, great teacher inspires”. Guru yang tidak baik bercerita. Guru bagus memberi contoh.
Guru hebat memberi inspirasi. Kitakah guru ‘PIKAT’ itu?
Download