I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem adalah hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Salah satunya adalah ekosistem sawah. Ekosistem sawah kaya akan unsur-unsur penyusun mendukung terbentuknya suatu habitat. Dalam suatu ekosistem terdapat rantai makanan yang berfungsi sebagai pengendalian populasi yang ada pada ekosistem tersebut. Salah satu hewan yang menempati ekosistem sawah adalah Berangberang(Sumarno, 2010). Berang-berang dalam ekosistem sawah merupakan predator kelas atas yang berada pada puncak rantai makanan atau top predator yang oportunis. Hal ini memiliki arti bahwa hewan ini memakan berbagai jenis spesies yang lebih lemah dan tidak terfokus pada satu spesies saja. Sebagai top predator oportunis, Berang-berang memiliki peranan penting dalam keseimbangan jumlah kelimpahan satwa di ekosistem tersebut.Dari 4 jenis Berang-berang yang ada di Indonesia, yaitu Aonyx cinereus, Lutra lutra, Lutra sumatrana, Lutrogale perspicillatasalah satunya berada di Lubuk Alung, Padang Pariaman, Sumatera Barat yaitu Berang-berang Cakar Kecil (Aonyx cinereus). Salah satu identifikasi keberadaan spesies ini di daerah tersebut adalah fesesnya (spraint) yang ditemukan dibeberapa titik di daerah Lubuk Alung (Aadrean, 2009). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Berang-berang mengkonsumsi berbagai jenis hewan seperti ikan, kepiting, moluska, amphibia, serangga, burung, reptilia dan mamalia. Namun masing-masing jenis Berang-berang memiliki preferensi jenis makanan yang berbeda-beda (Rosas et al., 1999; Anoop dan Hussain, 2005; Kasper et al., 2008). Diet Berang-berang cakar kecil (Aonyx cinereus) pada lahan basah alami telah diteliti sebelumnya dengan komposisi diet yang didominasi oleh kepiting (Kruuk et al., 1994; Hon et al., 2010) namun menurut Aadrean (2011) Aonyx cinereus di Lubuk Alung memakan ikan sebagai makanan utama, Moluska dan serangga sebagai makanan kedua, dan Amphibi, Crustase sebagai makanan pelengkap. Ketersediaan kepiting yang minim menjadikan Berang-berang cakar kecil di kawasan tersebut beralih memakan ikan sebagai makanan utama. Analisis diet Berang-berang dapat dilakukan dengan mengurai feses Berangberang (spraint). Berang-berang umumnya menggunakan feses sebagai pendana daerah teritori serta sebagai sarana komunikasi antar jenis kelamin. Berang-berang diketahui memilih tempat yang khas sebagai tempat fesesnya dan selalu membuang feses di tempat tersebut. Pengeluaran feses biasanya terjadi sebelum, selama dan sesudah mencari makan, dan selama menelisik dan interaksi sosial lainnya (Shenoy et al., 2006). Feses Aonyx cinereus umumnya berbentuk menyebar, hal ini disebabkan kebiasaan hewan ini untuk menyebarkannya sendiri (Foster-Turley, 1992). Menurut Aadrean (2009) tipe lokasi yang dijadikan Berang-berang cakar kecil sebagai lokasi feses (toilet site) ialah dekat dengan pohon, di dekat pondok sawah dan di percabangan saluran irigasi. Dan menurut Shenoy et al (2006) hampir seluruh aktifitas sehari-hari hewan ini dilakukan pada sekitar lokasi feses. Analisa diet suatu hewan dapat digunakan sebagai data untuk menjelaskan relung dari hewan tersebut. Fungsi lain dari kajian analisa diet ialah mengetahui ketersediaan makanan hewan tersebut dan untuk mengevaluasi hubungan antara predator-mangsa. Hal ini dibutuhkan untuk memahami faktor-faktor yang membatasi populasi, memperkirakan kompetisi serta untuk merancang strategi dalam manajemen konservasi (Kruuk, 2006). Kajian mengenai analisa diet juga dapat digunakan untuk mengetahui kondisi lingkungan. Berang-berang merupakan indikator lingkungan perairan yang sehat, hal ini dibuktikan dengan Berang-berang termasuk jenis yang pertama kali akan hilang ketika lingkungannya terkontaminasi olehpolutan. Penggunaan pestisida di pertanian, pembuangan limbah industri, sampah rumah tangga dan deterjen dari pemukiman dapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi di sungai-sungai dan lingkungan perairan. Hal tersebut merupakan ancaman serius terhadap kehidupan Berang-berang (Foster-Turley dan Santiapillai, 1990). Manfaat lain dalam mengkaji ekologi makan Berang-berang ialah mengetahui keuntungan dan kerugian kehadiran Berang-berang di berbagai lingkungan karena perbedaan lokasi bisa menguntungkan dan merugikan. Pemukiman warga yang banyak bercocok tanam padi akan banyak diuntungkan karena salah satu jenis spesies yang dikonsumsi Berang-berang di daerah tersebut adalah keong mas (Pomacea canaliculata) yang dikenal sebagai salah satu hama padi (ISSG, 2004), dan merupakan salah satu hewan invasif, sehingga Berang-berang cakar kecil pada daerah ini merupakan agen pengendali hama invasif. Sedangkan pemukiman warga yang banyak berternak ikan akan banyak dirugikan karena salah satu makanan utamaBerang-berangcakar kecil di daerah tersebut adalah ikan (Aadrean, 2011). Kajian tentang hubungan antara diet Berang-berang dan lokasi penemuan spraint (Feses Berang-berang) sudah pernah dikaji sebelumnya oleh Lanszki et al. (2016) yang menjelaskan bahwa pola diet Berang-berang Eurasia (Lutra lutra) di wilayah Pannonian di Hungaria menunjukkan bahwa komposisi diet bervariasi menurut jenis habitat dan tergantung konteks tipe habitat, namun hal tersebut tidak terlalu mempengaruhi pengonsumsian pakan utama dari Berang-berang (Ikan dan amfibi). Selain itu Remonti et al. (2010) menganalisa tentang perbedaan ketersediaan ikan dengan diet Lutra lutra berdasarkan perbedaan lokasi sungai. Pada sungai dengan ikan yang banyak, Berangberang Eurasia memangsa ikan yang banyak, sedangkan pada saat-saat dimana ketersediaan ikan menurun, Berang-berang Eurasia akan mengalihkan predasinya terhadap amphibi. Remonti et al., (2009) menjelaskan bahwa faktor geografis seperti garis lintang, ketinggian, serta iklim menentukan kebiasaan makan dari suatu spesies. Ketinggian yang tinggi menentukan ketersediaan ikan yang sedikit sehingga memungkinkan Berangberang mengeksploitasi mangsa alternatif seperti amphibi. Clavero et al. (2003) mengkaji tentang perbandingan diversitas diet Berang-berang Eurasia (Lutra lutra) berdasarkan perbedaan lintang dalam karakter iklim di lokasi temperat dengan lokasi di daerah mediterrania. Andeska (2017) juga menjelaskan bahwa komposisi diet Berangberang juga berpengaruh oleh musim tanam padi. Kajian mengenai lokasi penemuan feses Berang-berang cakar kecil (Aonyx cinereus) di lokasi persawahan sudah pernah diteliti oleh Aadrean (2009) di pesawahan Lubuk Alung dan Aadrean (2011) telah mengkaji tentang ekologi makan Berang-berang cakar kecil (Aonyx cinereus) di area persawahan Lubuk Alung yang menjelaskan bahwa Berang-berang cakar kecil memilih lokasi yang spesifik dengan fitur tertentu untuk mengeluarkan feses, namun dalam hal ini kajian tentang pengaruh pada perbedaan fitur lingkunganterhadap komposisi makananBerang-berang cakar kecil (Aonyx cinereus) belum pernah dilakukan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan permasalahan sebagai berikut : Apakah fitur lingkungan mempengaruhi komposisi makananBerang-berang cakar kecil (Aonix cinereus) ? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini ialah: Menganalisa perbedaan komposisi makanan Berang-berang cakar kecil di lokasi yang memiliki fitur lingkungan berbeda. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai hubungan makanan yang menjadi mangsa Berang-berangcakar kecil terhadap perbedaan fitur di lokasi penemuan feses sehingga menjadi data lebih lanjut mengenai tingkah laku Berang-berang cakar kecil (Aonyx cinereus) terhadap distribusi dan ketersediaan makanannya. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi data pendukung penelitian selanjutnya.