BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang umumnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk- bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. Menurut UU Nomor 2 Tahun 2002, Bab II Pasal 8 Ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa, Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh seorang Kapolri, yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Dalam hal ini juga diperjelas dalam Bab I, Pasal 1 Ayat ke 4 bahwa Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No.22/ 2002). 9 Polri adalah sebuah lembaga penegak hukum yang independen yang memiliki prinsip-prinsip sesuai undang-undang Nomor 22 Tahun 2010, Pasal 3 yakni: 1. Profesional, yaitu dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi satuan organisasi dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang dimiliki 2. Prosedural, yaitu dilaksanakan dengan mekanisme dan tata cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 3. Akuntabel, yaitu dapat dipertanggungjawabkan 4. Transparan, yaitu dilaksanakan secara terbuka sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 5. Nesesitas, yaitu dalam penentuan jabatan struktural disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Sebuah organisasi membutuhkan sumber daya manusia dan sumber daya manusia membutuhkan dorongan atau motivasi untuk setiap tujuan dan pekerjaan yang akan mereka lakukan. Salah satu permasalahan penting bagi pimpinan dalam suatu organisasi ialah bagaimana memberikan motivasi kepada karyawan atau bawahan untuk melakukan pekerjaan dengan baik, dalam hal ini pimpinan dihadapkan pada suatu persoalan bagaimana menciptakan situasi agar bawahan dapat memperoleh kepuasan kerja secara individu dengan baik dan bagaimana cara memotivasi agar mau bekerja berdasarkan keinginan dan motivasi untuk berprestasi tinggi. Kepuasan kerja yang merupakan kunci pendorong moral, kedisiplinan dan prestasi kerja merupakan alat pendukung terwujudnya 10 tujuansuatu organisasi atau lembaga. Kekuatan dari sebuah organisasi atau perusahaan terletak pada sumber daya manusia yang ada didalamnya. Apabila sumber daya manusia tersebut diperhatikan secara tepat dengan menghargai bakat dan keahlian mereka, mengembangkan kemampuan dan mendayagunakan secara tepat, maka suatu organisasi akan dapat bergerak secara dinamis dan berkembang dengan pesat. Peningkatan kinerja sumber daya manusia itu perlu memperhatikan gaji dan imbalan yang dikaitkan dengan prestasi dan tingkat produktivitasnya (Guztika, 2013). Sistem remunerasi menjadi hal yang menarik dalam suatu sistem berbasis kinerja. Dalam New Public Management (NPM) sistem remunerasi dapat menjadi suatu consequence, kondisi yang membuat pegawai termotivasi. Akan tetapi sistem remunerasi yang tidak berdasarkan kinerja yang berkeadilan, baik individu maupun organisasi dapat menimbulkan kecemburuan. Pola pengukuran kinerja menjadi syarat utama remunerasi yang berkeadilan. Penempatan dan promosi pegawai hendaknya berdasarkan standar kompetensi (Widyastuti, 2010). Kebijakan remunerasi dibuat berdasarkan peraturan dan undang – undang tentang reformasi birokrasi, yaitu UU No.17 Tahun 2007 mengenai rencana pembangunan nasional jangka panjang tahun 2005-2025 dan juga pada peraturan Menteri Negara PAN (Pendayagunaan Aparatur Negara), No.PER/15/M.PAN/7/2008 mengenai pedoman umum reformasi birokrasi. Berdasarkan pedoman dan peraturan tersebut, Kebijakan Remunerasi ditujukan kepada seluruh Pegawai Negeri Sipil di seluruh instansi pemerintah di Indonesia. Penerima kebijakan ini dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu kelompok pertama yang menjadi 11 prioritas utama, yaitu semua Pegawai Negeri Sipil di instansi pemerintahan di bidang hukum, badan pengelola dan pengawas keuangan negara, serta lembaga penertipan aparatur negara. Prioritas kedua kebijakan ini adalah seluruh pegawai negeri sipil pada instansi pemerintahan yang bekerja di bidang ekonomi, sistem produksi, serta instansi pemerintahan yang mengelola sumber penghasilan negara dan instansi yang memberikan pelayanan terhadap masyarakat secara langsung, seperti Pemda. Prioritas ketiga adalah semua instansi kementrian dan lembaga pemerintahan lainnya yang tidak termasuk ke dalam prioritas pertama dan kedua (pakarkinerja.com). Perkembangan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pusat dan provinsi dari tahun 2009 sampai 2012 mengalami peningkatan cukup signifikan.Tahun lalu, hanya ada dua instansi pusat yang mendapat nilai A, tahun ini bertambah menjadi tiga.Sedangkan pemerintah provinsi, tahun lalu baru dua yang mendapat nilai B, kini menjadi 6 provinsi.Penilaian atas laporan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja tahun 2012 ini dilakukan terhadap 81 kementerian/lembaga, serta 33 provinsi. Selain 3 K/L yang memperoleh nilai A, sebanyak 26 K/L meraih nilai B, 48 k/L memperoleh nilai CC, dan 4 K/L mendapat nilai C. Adapun untuk pemerintah provinsi, tercatat ada 6 provinsi yang meraih nilai B, 17 mendapat nilai CC, 9 mendapat nilai C, dan masih ada satu provinsi yang nilainya D. Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) merupakan penerapan manajemen kinerja pada sektor publik yang sejalan dan konsisten dengan penerapan reformasi birokrasi, yang berorientasi pada pencapaian outcomes dan 12 upaya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2012). Tabel 1 Kategori nilai CC (Cukup baik/memadai, perlu banyak perbaikan yang tidak mendasar) INSTANSI Kemenko Kesra Kemenko Polhukam Sekretariat Kabinet Kementerian Agama Kementerian BUMN Kementerian Kominfo Kementerian Koperasi dan UMKM Kementerian Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri Kemenetrian PDT Kementerian PORA Kementerian Pertahanan Badan Narkotika Nasional INSTANSI Kementerian Perumahan Rakyat Kementerian PP dan PA Kemenetrian Sosial Kementerian Nakertrans Kejaksaan Agung Kepolisian Negara RI Mabes TNI Lembaga Ketahanan Nasional Badan Intelejen Negara Badan Kepegawaian Negara BKKBN BMKG BAKOSURTANAL/Badan Informasi Geospasial BNPB LKPP BNP2TKI Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban BP Lumpur Sidoardo Lembaga Sandi Negara Badan POM Perpustakaan Nasional Bapeten PPATK BPPT Setjen DPD RI Badan Pengusahaan Batam Setjen MPR RI Badan Pertanahan Nasional Setjen DPR RI Badan Pusat Statistik Setjen Mahkamah Agung BASARNAS Setjen KPU Badan Standarisasi Nasional Setjen Komisi Yudisial Sumber: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (2012) Dalam Peraturan Kapolri dan UU tentang Polri dijelaskan bahwa pegawai negeri pada Polri adalah anggota Polri dan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri, maka dengan ini jelas bahwa anggota Polri berhak mendapatkan remunerasi atau tunjangan kinerja sebagai kompensasi terbaru dan berbeda dari kompensasi yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2010 tentang hakhak anggota kepolisian dan tunjangan atau kompensasi-kompensasi seperti tunjangan keluarga (tunjangan isteri/suami dan anak), tunjangan jabatan, 13 tunjangan lauk pauk, dan tunjangan beras, pelayanan kesehatan, bantuan hukum dan perlindungan keamanan, cuti, Kapor Polri, tanda kehormatan, perumahan dinas/asrama/mess, transportasi atau angkutan dinas, dan lain-lain yang mampu mendorong prestasi dan peningkatan kinerja yang berbasis pada sistem manajemen kinerja pada Lembaga Polri yang dapat diketahui pada table 1 menduduki kategori nilai CC (Cukup baik). Kepolisian daerah Sumatera Utara sesuai yang dilampir dalam situs resmi ombudsman juga menilai secara khusus kinerja daripada Polda Sumut juga belum maksimal, ombudsman menyatakan : “Penilaian tidak maksimalnya kinerja Polda Sumut ini diungkap dalam kunjungan Ombudsman RI ke Mapolda Sumut, Rabu (17/12). Kunjungan dipimpin Asisten Senior Ombudsman RI Dominicus Dalu bersama Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar, didampingi Asisten Senior Ombudsman RI Siska Widyawati, Asisten Muda Ombudsman RI Tumpal Simanjuntak dan Siti Uswatun Hasanah, serta Asisten Ombudsman Sumut Deddy Irsan.” (http://www.ombudsman.go.id) Dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2010, Perkap Nomor 6 Tahun 2011, dan atau Nomor 21 Tahun 2014, Perkap Nomor 16 Tahun 2011 dan Perkap Nomor 15 Tahun 2014 yang mengatur tentang tunjangan-tunjangan kinerja di lingkungan Polri, sudah seharusnya mampu menjadi pendongkrak kinerja yang membawa nama baik lembaga Polri. Dari latar belakang tersebut maka penulis ingin meneliti besar pengaruh implementasi remunerasi terhadap usaha lembaga Polri dalam peningkatan kinerja anggota Polri dengan mengangkat judul “Pengaruh Remunerasi Terhadap Kinerja Anggota Polri (Studi Pada Spripim Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Sumatera Utara)”. 14 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah“Seberapa besar pengaruh remunerasi terhadap kinerja anggota Polri pada Spripim Polda Sumut?” 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh remunerasi terhadap kinerja anggota Polri pada Spripim Polda Sumut. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Secara ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti dalam melatih karya ilmiah dan menambah penegetahuan ilmiah pada studi administrasi negara khususnya yang berkaitan dengan remunerasi dan kinerja. 2. Secara praktis, hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan ukuran yang terukur terhadap kesejahteraan anggota organisasi dan motivasi untuk pembenahan instansi tersebut. 3. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah dan literatur maupun kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU 1.5 Kerangka Teori Kerangka teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang didefenisikan sebagai masalah yang penting. Dalam rangka menyusun penelitian ini dan untuk mempermudah penulis 15 di dalam menyelesaikan penyelesaian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang di sorot, pedoman tersebut disebut kerangka teori. Menurut Sugiyono (2005 : 55) menyebutkan landasan teori perlu ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba. Dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah: 1.5.1. Remunerasi 1.5.1.1 Pengertian Remunerasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia remunerasi diartikan sebagai pemberian hadiah, penghargaan atas jasa, imbalan, atau kompensasi. Menurut pendapat beberapa para ahli, Wibowo (2007, 133) menyatakan kompensasi merupakan kontra prestasi terhadap penggunaan tenaga atau balas jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja. Veithzal Rivai (2008, 357), kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Jenis-jenis kompensasi dalam Subekhi dan Jauhar (2012: 189) dijabarkan menurut komponen program kompensasi sebagai berikut : 1. Gaji pokok adalah kompensasi dasar yang diterima seorang karyawan, biasanya berupa upah dan gaji. 2. Upah adalah imbalaan kerja yang dihitung secara langsung berdasarkan pada jumlah waktu kerja. 3. Gaji adalah imbalan kerja tetap untuk setiap periode tanpa menghiraukan jumlah jam kerja. 16 4. Penghasilan tidak tetap adalah jenis kompensasi yang dihubungkan dengan kinerja individual, tim atau organisasional. 5. Tunjangan adalah sebuah penghargaan tidak langsung yang diberikan untuk seseorang karyawan atau sekelompok karyawan sebagai bagian dari keanggotaan organisasi. Namun, kompensasi dapat pula diberikan dalam bentuk insentif yang merupakan kontra prestasi diluar upah atau gaji dan mempunyai hubungan dengan prestasi, sehingga digunakan pula sebagai pay for performance atau pembayaran atas prestasi. Mochammad Surya (2004:8) menyebutkan bahwa “Remunerasi mempunyai pengertian berupa “sesuatu” yang diterima pegawai sebagai imbalan dari kontribusi yang telah diberikannya kepada organisasi tempat bekerja. Kusnaedi mendefinisikan remunerasi sebagai imbalan atau balas jasa yang diberikan perusahaan kepada tenaga kerja sebagai akibat dari prestasi yang telah diberikannya dalam rangka mencapai tujuan perusahaan dan untuk mensejahterakan karyawan tersebut (http://www.scribd.com). Paul Mackay (1997) mengatakan ada dua jenis balas jasa yang diberikan kepada pegawai yaitu Remuneration and Reward. Remuneration is the monetary value of the compensation an employee receives in return for the performance of their contacted duties and responsibilities. And Reward on the other hand covern both remuneration and other tangible and in tangible gains of value to the employee. Pendapat ini menekankan bahwa remunerasi merupakan balas jasa yang diberikan kepada pegawai atas kinerja dari tugas dan tanggung jawabnya diwujudkan dalam 17 bentuk uang (gaji, bonus, komisi dan sebagainya) yang berguna untuk meningkatkan prestasi kerja, sedangkan reward pengertiannya lebih luas yaitu balas jasa yang diberikan kepada pegawai atas kinerjanya yang bisa berwujud uang dan bukan uang berguna sebagai penghargaann seperti promosi, tugas belajar, tamasya, dan sebagainya. Sistem dan kebijaksanaan kompensasi menurut Hasibuan (2003, 123) dalam pembayaran kompensasi yang umum diterapkan adalah sistem: 1. Sistem waktu, yaitu besarnya kompensasi ditetapkan berdasarkan standar seperti jam, minggu atau bulan. System waktu ditetapkan jika prestasi kerja sulit diukur per unitnya dan bagi karyawan tetap kompensasinya dibayar atas sistem waktu secara periodic setiap bulannya. Besar kompensasi sistem waktu hanya didasarkan kepada lamanya bekerja bukan dikaitkan kepada prestasi kerjanya. 2. Sistem hasil, yaitu besar kompensasi ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pekerja, besar kompensasi yang dibayarkan selalu berdasarkan kepada banyaknya hasil yang dikerjakan, bukan kepada lamanya waktu mengerjakannya. 3. Sistem borongan, yaitu suatu cara pengumpulan yang penetapan besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya. 18 Remunerasi sewaktu-waktu tidak akan diberikan kepada PNS pada Polri apabila : 1. Nyata-nyata tidak mempunyai tugas/jabatan/pekerjaan tertentu pada Polri, yaitu Pegawai Negeri Pada Polri yang tidak diangkat oleh pejabat yang berwenang dalam suatu jabatan, baik struktural maupun fungsional atau tidak ditugaskan dan bekerja secara penuh di lingkungan Polri 2. Diberhentikan untuk sementara atau dinonaktifkan oleh pejabat berwenang 3. Diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat, yaitu pengakhiran masa dinas pada Polri oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan perundangundangan atau karena sebab-sebab tertentu 4. Diperbantukan atau dipekerjakan pada badan/instansi lain di luar lingkungan Polri; yaitu penugasan pada badan/instansi di luar Polri atas dasar kepentingan dan permohonan badan atau instansi yang bersangkutan 5. Diberikan cuti di luar tanggungan negara atau dalam bebas tugas untuk menjalani masa persiapan pensiun, yaitu pegawai negeri pada Polri yang tidak bekerja atas dasar permohonan dan kemauannya sendiri serta berakibat tidak diterima hak-haknya secara penuh 6. Tidak mencapai target kinerja yang ditetapkan oleh pimpinan, yaitu tidak tercapainya tugas pokok dan fungsinya. Remunerasi atau tunjangan kinerja dalam lembaga kepolisian republik Indonesia tersebut diberikan setiap bulan dan diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 2010 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 serta Nomor 21 Tahun 2014 tentang tata cara pemberian tunjangan kinerja atau remunerasi. 19 1.5.1.2 Tujuan Remunerasi Tujuan remunerasi adalah semangat reformasi birokrasi yang mewarnai pendayagunaan aparatur negara untuk mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan guna menghadapi tantangan globalisasi (Alawiya, Yuliantiningsih, Sudrajat, dan Sari, 2013). Dalam Tahar (2012: 17) tujuan remunerasi adalah sebagai berikut : 1. Memberikan penghargaan atas kinerja yang telah dicapai oleh pegawai 2. Meningkatkan motivasi dan komitmen pegawai 3. Mendapatkan dan Mempertahankan pegawai terbaik. Dalam Baihaqi, tujuan pemberian kompensasi menurut Hasibuan (2002) dalam adalah sebagai berikut: Sebagai ikatan kerja sama, yaitu disatu pihak pegawai mempunyai kewajiban untuk mengerjakan dengan baik semua tugas yang dibebankan instansi kepadanya, dan dipihak lain instansi mempunyai kewajiban membayar kompensasi yang sesuai dengan tugas yang dibebankan. Memberikan kepuasan kerja, diharapkan pegawai dapat memenuhi kebutuhan fisiologis, social, serta yang pada akhirnya bias meningkatkan kinerja karyawan Rekrutmen yang efektif, apabila kebijaksanaan kompensasi yang akan diterapkan dipandang cukup besar, tentunya pengadaan pegawai yang qualified akan lebih mudah 20 Alat untuk memotivasi, untuk dapat memenuhi kebutuhan, individu membutuhkan uang yang diperolehnya sebagai imbalan dari tempat ia bekerja dan hal ini akan mempengaruhi semangat dalam bekerja Stabilitas karyawan, ketiadaan personil tanpa keterangan dapat ditekan bahkan tidak ada apabila imbalan yang diberikan dirasa sesuai sehingga pegawai merasa nyaman dalam bekerja Disiplin, merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kinerja Pemerintah, kebijakan yang ditetapkan harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan mengenai tarif yang telah ditetapkan oleh pemerintah. 1.5.2 Kinerja 1.5.2.1 Pengertian Kinerja Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok. Kinerja dapat diketahui jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan, kriteria keberhasilan ini berupa atau tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Dalam Sirait (2007: 98) terdapat tiga dasar bagi kriteria kinerja yaitu, sasaran keras (hardgoals) adalah sasaran-sasaran yang objektif, dapat dihitung, dan diukur secara langsung, seperti pengembalian atas investasi (Return on investment – ROI), sasaran lunak (soft goals), yaitu cenderung berdasarkan hubungan atau sikap, seperti gaya kepemimpinan atau keterampilan antar pribadi, dan terakhir adalah sasaran konstektual (Constextual 21 goals), yaitu cenderung mempertimbangkan faktor-faktor yang diakibatkan oleh situasi di mana kinerja terjadi. Pengertian kinerja itu sendiri adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian, pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning (Mahsun, 2006: 25). Handoko (2002) mengistilahkan kinerja (performance) dengan prestasi kerja yaitu proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Dalam (Tahar, 2012), berikut adalah beberapa pengertian kinerja oleh pakar yang dikutip oleh Bambang Guritno dan Waridin (2005) yaitu: 1. Menurut Winardi (1992) kinerja merupakan konsep yang bersifat universal yang merupakan efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan bagian karyawannya berdasar standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia, maka kinerja sesungguhnya merupakan perilaku manusia dalam memainkan peran yang mereka lakukan dalam organisasi untuk memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. 2. Menurut Gomes (2000) kinerja merupakan catatan terhadap hasil produksi dari sebuah pekerjaan tertentu atau aktivitas dalam periode tertentu. Kinerja karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja karyawan selama periode tertentu. Pemikiran tersebut dibandingkan dengan target/sasaran yang telah disepakati bersama, tentunya dalam penilaian tetap mempertimbangkan 22 berbagai keadaan dan perkembangan yang mempengaruhi kinerja tersebut (Tahar, 2012). Organisasi jika ingin tetap hidup dan berkembang harus senantiasa melakukan peningkatan dan perbaikan kinerja, demikian pula pada organisasi Polri. Para personel yang mengawakili Polri, baik bawahan, middle manager, maupun top manajer harus senantiasa melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja. Dengan melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja, maka daya saing organisasi akan tetap terjaga dan pencapaian tujuan organisasi dapat terwujud dan tercapai. Kondisi lingkungan dan tuntutan masyarakat yang selalu berubah menuntut organisasi Polri untuk tetap terus meningkatkan kinerjanya. Menurut Robin Stuart – Kottze dalam Wibowo (2012: 293) menyebutkan enam langkah dalam melakukan peningkatan kinerja berkelanjutan atau continous performance improvement, yaitu (Setyowadi, 2013): 1. Identifikasi perilaku sekarang 2. Mengakui perilaku dan memperkuat pemilikan 3. Identifikasi setiap blocking-behaviour 4. Mengakui adangan blocking-behaviour dan memperkuat pemilikan 5. Mengidentifikasi apa yang dilakukan secara berbeda untuk memperbaiki kinerja 6. Menyelaraskan perubahan perilaku dengan sasaran organisasional 7. Menciptakan perbaikan kinerja berkelanjutan. 23 1.5.2.2 Penilaian Kinerja Penilaian kinerja (performance appraisal) memainkan peranan yang sangatpenting dalam peningkatan motivasi di tempat kerja. Karyawan menginginkan dan memerlukan umpan balik berkenan dengan prestasi mereka dan penilai menyediakan kesempatan untuk memberikan waktu kepada mereka. Jika kinerja tidak sesuai dengan standar, maka penilai memberikan kesempatan untuk meninjau kemajuan karyawan dan untuk menyusun rencana peningkatan kinerja selanjutnya. Penilaian kinerja merupakan upaya membandingkan prestasi aktual karyawan dengan prestasi kerja dengan yang diharapkan darinya (Dessler, 2000). Menurut Dessler (2000) ada lima faktor dalam penilaian kinerja yang populer, yaitu (Tahar, 2012): 1. Prestasi pekerjaan, meliputi: akurasi, ketelitian, keterampilan, dan penerimaan keluaran. 2. Kuantitas pekerjaan, meliputi: volume keluaran dan kontribusi. 3. Kepemimpinan yang diperlukan, meliputi: membutuhkan saran, arahan atau perbaikan. 4. Kedisiplinan, meliputi: kehadiran, sanksi, warkat, regulasi, dapat dipercaya/diandalkan dan ketepatan waktu. 5. Komunikasi, meliputi: hubungan antar karyawan maupun dengan pimpinan, media komunikasi. 24 Menurut Rivai dan Basri (2005: 51), kegunaan atau manfaat hasil penilaian kinerja adalah (Ayun, 2011): 1. Performance Improvement Performance Improvement berbicara mengenai umpan balik atas kinerja yang bermanfaat bagi karyawan, manajer, supervisor, dan spesialis SDM dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja pada waktu yang akan datang. 2. Compensation Adjustment Penilaian kinerja membantu dalam pengambilan keputusan siapa yang seharusnya menerima kenaikan pembayaran dalam bentuk upah, bonus ataupun bentuk lainnya yang didasarkan pada suatu sistem tertentu. 3. Placement Decision Kegiatan promosi, atau demosi jabatan dapat didasarkan pada kinerja masa lalu dan bersifat antisipatif, seperti dalam bentuk penghargaan terhadap karyawan yang memiliki hasil kinerja baik pada tugas-tugas sebelumnya. 4. Training and Development Needs Kinerja yang buruk mengindikasikan sebuah kebutuhan untuk melakukan pelatihan kembali sehingga setiap karyawan hendaknya selalu memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri agar sesuai dengan tuntutan jabatan saat ini. 25 5. Career Planing Development Umpan balik kinerja sangat membantu dalam proses pengambilan keputusan utamanya tentang karir spesifik dari karyawan, sebagai tahapan untuk pengembangan diri karyawan tersebut. 6. Staffing Process Deficiencies Baik buruknya kinerja berimplikasi dalam hal kekuatan dan kelemahan dalam prosedur penempatan di departemen SDM. 7. Informational Inaccuracies Kinerja yang buruk dapat mengindikasikan adanya kesalahan dalam informasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM, atau hal lain dari sistem manajemen SDM. Hal demikian akan mengarah pada ketidaktepatan dalam keputusan mempekerjakan karyawan, pelatihan dan keputusan konseling. 8. Job Design Error Kinerja yang buruk mungkin sebagai suatu gejala dari rancangan pekerjaan yang salah atau kurang tepat. Melalui penilaian kinerja dapat didiagnosis kesalahan-kesalahan tersebut. 9. Feedback to Human Resourches Kinerja yang baik dan buruk di seluruh perusahaan mengindikasikan bagaimana baiknya fungsi departmen SDM yang diterapkan. 1.5.2.3 Sistem Penilaian Kinerja Secara sederhana, suatu system dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen atau variable yang teroganisir, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain, dan terpadu (Kholijah, 2013). 26 Menurut Rusadi Kantaprawira dalam Hardiyansyah (2012: 7) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sistem secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu kesatuan (unity) yang terdiri dari bagian-bagian (parts, components, elements, secondary systems, subsystem) yang secara fungsional terkait satu sama lain dalamikatan superordinatnya yang menunjukkan suatu gerakan dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu (goal attainment) (Setyowadi :2013). Adapun sistem penilaian kinerja harus memiliki suatu kesatuan faktor kinerja dan indikator penilaian kinerja yang adil dan tepat dalam memberikan reward and punishment. Sistem penilaian kinerja dalam usaha meningkatkan kinerja yang diatur oleh Lembaga Polri tersebut adalah Sistem Manajemen Kinerja dan Analisis Beban Kerja yang memiliki indikator ukuran dalam pemberian remunerasi. 1.5.2.4 Hubungan Remunerasi Terhadap Kinerja Pengaruh remunerasi terhadap kerja adalah sebagai berikut (Widyastuti, 2010): 1. Jika persepsi remunerasi pegawai positif terhadap motivasi kerja, maka motivasi kerja akan semakin besar pengaruhnya terhadap kinerja pegawai 2. Jika persepsi remunerasi pegawai positif terhadap disiplin kerja, maka disiplin kerja akan semakin besar pengaruhnya terhadap kinerja pegawai 3. Jika persepsi remunerasi pegawai positif, maka motivasi kerja dan disiplin kerja secara bersama-sama akan semakin besar pengaruhnya terhadap kinerja pegawai. 27 Kajian tentang Sistem Remunerasi PNS Penyempurnaan Kebijakan Sistem Remunerasi PNS: Menuju Good Governance yang disusun oleh Direktorat Aparatur Bappenas (2004:15-16) juga menunjukkan keterkaitan antara persepsi remunerasi pegawai, motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai sebagai berikut : 1. Keterkaitan remunerasi dengan kualitas, yang terdiri dari : a. Remunerasi dapat memotivasi pegawai untuk mencapai kualitas kinerja yang sebaik-baiknya b. Remunerasi dapat menjadi motivator bagi para pegawai untuk melakukan perbaikan terus menerus c. Remunerasi dapat menjadi acuan untuk meningkatkan kemampuan individu. 2. Kepuasan pelanggan dan stakeholders, karena: pertama, Sistem remunerasi memberikan informasi kepada para pimpinan-pimpinan unit kerja yang diperlukan untuk mengarahkan bawahan dalam mencapai sasaran yang diinginkan. Kedua, Remunerasi dapat mendorong terjadinya kerja sama yang lebih baik (Widyastuti, 2010). 1.6 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara suatu penelitian yang mana kebenarannya perlu untuk diuji dan dibuktikan melalui penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis 28 terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik (Sugioyo, 2005: 70). Berdasarkan pengertian tersebut, penulis mengetengahkan suatu hipotesis yang dilandaskan pada teori yang relevan, yaitu dengan adanya remunerasi maka diharapkan peningkatan kinerja anggota Polri dapat meningkat. Adapun hipotesisnya adalah: 1. Hipotesa Alternatif (HA), yaitu ada terdapat pengaruh antara remunerasi terhadap kinerja anggota Polri. 2. Hipotesa Nol (H0), yaitu tidak terdapat pengaruh antara remunerasi terhadap kinerja anggota Polri. 1.7 Definisi Konsep Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Berdasarkan uraian tersebut maka yang menjadi konsep dalam penlitian ini adalah: 1. Remunerasi Remunerasi merupakan tunjangan kinerja yang diberikan sebagai kompensasi atas jabatan dan prestasi kerja yang telah diraih oleh anggota Polri dalam melaksanakan tugas dalam rangka melaksanakan reformasi birokrasi. 2. Kinerja Menurut Maryoto (2000: 91) dalam Narmodo dan Wajdi (2008) kinerja karyawan adalah hasil kerja selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misal standar, target atau sasaran atau kriteria yang telah disepakati bersama. 29 1.8 Definisi Operasional Definisi operasional adalah unsur-unsur yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran tersebut dapat diketahui indikator-indikator apa saja untuk mendukung analisa dari variabel tersebut (Singarimbun, 1997: 46). Adapun yang menjadi indikator dalam penelitian adalah: 1. Variabel independen (X) adalah Remunerasi dengan indikator pengukuran sebagai berikut : Jabatan (job grading) meliputi, pengumpulan data dan informasi, analisis jabatan, evaluasi jabatan dan pembobotan, kelas jabatan, penentuan harga jabatan. Peran atasan dan rekan kerja Ketepatan waktu pembayaran remunerasi Prestasi kerja dalam Sutrisno (2009: 152) yang terdiri dari : Hasil kerja, yaitu : tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan dan sejauh maa pengawasan dilakukan. Pengetahuan pekerjaan, yaitu : tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja Kecekatan mental , yaitu : tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima instruksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang ada 30 Sikap, yaitu semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas pekerjaan Displin waktu dan absensi, yaitu : tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran 2. Variabel dependen (Y) adalah Kinerja yang dapat diukur melalui a. Sistem Manajemen Kinerja, yaitu : Faktor Kinerja Generik : Faktor kinerja kepemimpinan, meliputi kemampuan untuk mempengaruhi, memotivasi dan mengarahkan. Faktor kinerja jaringan social, meliputi kemampuan membangun, memelihara dan melaksanakan kerja sama, serta hubungan baik dengan pegawai dan masyarakat. Faktor kinerja komunikasi, meliputi kemampuan menerima ide, merumuskan, menjelaskan ide atau pendapat, baik secara verbal maupun non verbal dengan jelas sesama pegawai dan masyarakat Faktor kinerja pengendalian emosi, meliputi kemampuan mengendalikan emosi dalam situasi yang penuh tekanan, sehingga tidak mempengaruhi kinerja. Faktor kinerja integritas meliputi kemampuan bersikap jujur dan konsisten, apa yang dikatakan sesuai dengan apa yang dilakukan dan beigtu pula sebaliknya. 31 Faktor kinerja pengelolaan administrasi meliputi kemampuan merencakan, mengatur, melaksanakan, mengevaluasi, dan memperbaiki proses administrasi. b. Analisis Beban Kerja Norma waktu yaitu waktu yang wajar dan nyata-nyata dipergunakan dengan kondisi normal baik pada setiap jabatan maupun unit kerja Beban kerja, yaitu sejumlah target pekerjaan atau target hasil pekerjaan atau target hasil pekerjaan yang harus dicapai dalam satu satuan waktu tertentu dan terdiri atas dua jenis yakni pekerjaan rutin (Apel, Tupoksi) dan pekerjaan insidentil. Waktu kerja efektif, yaitu waktu kerja yang sesuai dengan jam kerja efektif dalam melaksanakan pekerjaan, program atau kegiatan. 32 1.9 Sistematika Penulisan BAB 1 : PENDAHULUAN Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, definisi operasional, dan sistematika penulisan. BAB II : METODE PENELITIAN Bab ini memuat penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karateristik berupa sejarah singkat visi dan misi serta struktur organisasi. BAB IV : PENYAJIAN DATA Bab ini memuat hasil penelitian yang didapat dari lapangan dan atau dokumentasi yang akan dianalisis. BAB V : ANALISIS DATA Bab ini membahas atau interprestasi dari data yang disajikan pada bab sebelumnya. BAB VI : PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian. 33