54 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini

advertisement
54
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan menjawab mengenai Hubungan Hukum antara
para pihak dalam investasi Reksa Dana Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun
Aset (KIK-EBA) kaitannya dengan pemenuhan prinsip Hukum Pasar Modal dan
perlindungan Investor pemegang EBA dalam hal terjadinya gagal bayar, dalam
hal ini yang diteliti adalah KIK-DBTN03.
A. Hubungan Hukum antara Para Pihak dalam Investasi Reksa Dana
Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) Kaitannya
dengan Pemenuhan Prinsip Hukum Pasar Modal
1. Konstruksi Hukum dan Hubungan Hukum antara Para Pihak KIK-EBA
Berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Nomor: KEP-493/BL/2008 tentang Perubahan Peraturan Nomor
IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (Asset
Backed Securities) (selanjutnya dalam penulisan disebut Peraturan Nomor
IX.K.1), peraturan ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Kontrak
Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) adalah:
Kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat
pemegang EBA di mana Manajer Investasi diberi wewenang untuk
mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi
wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif.
Berkesesuaian dengan Peraturan Nomor IX.K.1 Bapepam-LK, proses
sekuritisasi aset dirinci dalam konstruksi/struktur sebagai berikut:
85
gagal bayar (wanprestasi) ke pengadilan sesuai dengan ketentuan Pasal
111 UUPM.
Setiap Pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari
pelanggaran atas Undang-Undang ini dan atau peraturan
pelaksanaannya dapat menuntut ganti rugi, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama dengan Pihak lain yang memiliki tuntutan
yang serupa, terhadap Pihak atau Pihak-Pihak yang bertanggung
jawab atas pelanggaran tersebut.
Bentuk perlindungan hukum lainnya yang bersifat represif dalam
UUOJK Pasal 29:
1) memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga
Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang
dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud;
2) mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali harta kekayaan
milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian,
baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang menyebabkan
kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan
itikad tidak baik; dan/atau untuk memperoleh ganti kerugian dari
pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen dan/atau
Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Dari isi Pasal tersebut terlihat bahwa Perlindungan hukum represif
yang diberikan yaitu investor pemegang EBA diberikan kesempatan
untuk melakukan suatu gugatan atau menuntut ganti rugi kepada debitor
maupun yakni perusahaan publik melalui pengadilan jika terjadi risiko
gagal bayar yang nantinya akan ditentukan oleh putusan hakim.
Ketentuan pasal 111 UUPM tersebut hanya berlaku secara umum karena
dalam hal terjadi risiko gagal bayar EBA korporasi, gugatan dan tuntutan
ganti rugi melalui pengadilan diajukan oleh wali amanat.
Kepentingan investor diwakili oleh wali amanat sesuai ketentuan Pasal
51 ayat (2) UUPM, yang mengatakan bahwa “sejak ditandatangani perjanjian
perwaliamanatan antara emiten dan wali amanat, maka wali amanat telah
86
sepakat dan mengikatkan diri untuk mewakili pemegang efek bersifat utang.”
Wali amanat diberi kuasa berdasarkan Undang-Undang untuk mewakili
investor pemegang EBA dalam melakukan tindakan hukum yang berkaitan
dengan kepentingan investor pemegang EBA tersebut, termasuk melakukan
penuntutan hak-hak investor pemegang EBA, baik di dalam maupun di luar
pengadilan, tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari investor pemegang
EBA. Pasal 21.2 dikatakan bahwa Pemegang EBA tidak memiliki hak untuk
memulai suatu tuntutan, tindakan, atau gugatan dalam hubungan KIKDBTN03 terhadap para debitur, penyedia jasa atau pihak ketiga lainnya
kecuali Pemegang EBA telah memberi tahu sebelumnya kepada Bank
Kustodian secara tertulis mengenai wanprestasi yang dilakukan Bank
Kustodian .............. Bank Kustodian menjadi wali amanat untuk memulai
tindakan, tuntutan atau gugatan atas nama Pemengan EBA dengan
permintaan tertulis dari Pemegang EBA yang mana dalam proses
pemberitahuan permintaan tertulis kepada Bank Kustodian harus diwakili
tidak kurang dari 25% dari Jumlah Pokok terhutang atas EBA Kelas A untuk
memulai suatu tindakan, tuntutan, atau gugatan atas namanya dimana
kedudukan Bank Kustodian adalah sebagai Wali Amanat berdasarkan
ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat dalam KIK-DBTN03. Sehingga saat
gagal bayar terjadi untuk Pemegang EBA dengan nominal kurang dari 25%
tidaklah dapat melakukan tindakan, tuntutan, atau gugatan dikarenakan Pasal
21.2 KIK-DBTN03 tersebut, sehingga Pasal 51 ayat (2) UUPM tidak berlaku
untuk investor Pemegang EBA dengan nominal terhutang kurang dari 25%.
Bentuk perlindungan hukum dalam KIK-DBTN03 tidaklah dimuat
pengaturan khusus mengenai hal tersebut, peraturan-peraturan EBA seperti
yang telah dijelaskan diatas mengenai aturan perlindungan hukum untuk
investor pemegang EBA hanya membuat investor terlindungi ketika belum
terjadi gagal bayar (preventif) akan tetapi saat terjadi gagal bayar secara
eksplisit perlindungan hukum itu tidaklah jelas (represif) hanya dikatakan
kalau investor dapat menuntut. Namun, tidak diaturnya pihak yang akan
bertanggung jawab terhadap resiko gagal bayar dari pihak debitur membuat
87
pihak investor pemegang EBA bingung untuk menuntut, dikarenakan terjadi
tiga perjanjian atau kontrak sebelum terbitnya EBA, dan ini secara umum
maupun khusus tidaklah diatur dalam UUPM, UUOJK, ataupun dalam KIKDBTN03 itu sendiri. Prospektus KIK-DBTN03 mengatakan jika terjadi gagal
bayar oleh debitur, maka penyedia jasa melakukan pendaftaran balik nama
Hak Tanggungan ke atas nama Bank Kustodian dan melakukan eksekusi
terhadap agunan kredit (Properti dibiayai), jadi apabila terjadi gagal bayar dan
tidak jelasnya debitur maka agunan kredit debitur dapat dijual beserta sarana
peningkatan kredit akan tetapi jika agunan tersebut tidak mencukupi untuk
melunasi EBA maka hal ini sudah merupakan risiko investor. Penerbit hanya
bertanggung jawab sebesar aset keuangan Sarana Peningkatan Kredit. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum bagi investor pemegang EBA
masih lemah yang mana tidak memenuhi kepentingan investor.
55
Akta
Pembelian
Kredit
Debitur
Kreditur Awal
Perjanjian
Pemberian
Jaminan
Pemberitahuan
tentang adanya
Cessie
Manajer Investasi
Pemberi Jasa
Akta jual
Beli/Tukar
Menukar
Piutang
Akta Cessie
Akta
Penyedia
Jasa
Penagihan
Perjanjian
Jaminan
Ikut Berlaih
KIK EBA
Bank Kustodian
Dokumen
Keterbukaan EBA
Investor
(Gambar 4)
Struktur/Konstruksi Penerbitan EBA di Indonesia Berdasarkan Pereturan Bapepam-LK
Nomor XI.K.1
Keterangan Gambar:
a. Terdapat Fasilitas Kredit atau perjanjian hutang piutang antara Debitur
dengan Kreditur Awal.
b. Manajer Investasi dan Bank Kustodian membuat Kontrak Investasi
Kolektif EBA.
56
c. Manajer Investasi membeli/tukar menukar aset-aset keuangan dari
Kreditur Awal untuk dan atas nama Kontrak Investasi Kolektif.
d. Bank Kustodian menyimpan aset-aset keuangan dalam rekening KIKEBA.
e. Manajer Investasi untuk dan atas nama KIK-EBA menerbitkan instrumen
EBA untuk dijual kepada Investor.
f. Investor membayarkan harga pembelian instrumen EBA ke rekening Bank
Kustodian.
g. KIK-EBA mengeluarkan sertifikat EBA kepada Investor Pemegang EBA.
h. Bank Kustodian melakukan pembayaran kepada Kreditur Awal sebagai
pembayaran harga pembelian aset-aset keuangan.
i. Hak dan Kewajiban yang mengikuti aset-aset keuangan beralih ke KIKEBA.
j. Kreditur Awal sebagai Penyedia Jasa menagih Debitur atas angsuran
pembayaran tagihan-tagihan sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan.
k. Kreditur Awal sebagai penyedia Jasa membayarkan kepada Bank
Kustodian segala angsuran pembayaran tagihan-tagihan yang berhasil
ditagih.
l. Bank Kustodian menerima pembayaran dari Kreditur Awal sebagai
Penyedia Jasa atas Pembayaran tagihan-tagihan Debitur tersebut untuk
disimpan dalam rekening Bank Kustodian untuk dan atas nama KIK-EBA.
m. Kumpulan pembayaran tagihan-tagihan Debitur tersebut dikelola oleh
Manajer Investasi untuk kepentingan Investor Pemegang EBA.
n. Bank Kustodian membayarkan pokok dan bunga dari instrumen EBA
kepada Investor Pemegang EBA.
Menilik melalui Kostruksi yang telah dijelaskan diatas ternyata dapat dilihat
bahwa terdapat banyak pihak, terdapat banyak proses dalam penerbitan KIKEBA, terdapat banyak kontrak/perjanjian sebelum terbitnya KIK-EBA, yang sulit
untuk dipahami karena prosesnya yang dapat dikatakan terbilang rumit.
Untuk hubungan hukum dalam KIK-EBA itu sendiri dapat dijelaskan sebagai
berikut:
57
a.
Jika melihat Peraturan Bapepam-LK Nomor: IX.K.1, transaksi KIK-EBA
prosensnya pertama kali diawali dengan adanya kontrak-kontrak antara
Kreditur Awal/Fasilitas kredit atau perjanjian hutang, Kreditur Awal dalam
KIK-DBTN03 disini adalah Bank BTN. Debitur dalam hal ini memberikan
jaminanya kepada Kreditur Awal sebagai Jaminan bahwa Debitur akan
membayar hutangnya, jaminan tersebut kemudian dijadikan aset likut oleh
Kreditru Awal. Terdapat kontrak/perjanjian antara kedua belah pihak yakni
Kreditur Awal dan Debitur dimana pada dasarnya menimbulkan tagihan
keuangan bagi Kreditur Awal dan di lain pihak menimbulkan kewajiban
pembayaran bagi Debitur, tagihan keuangan tersebut merupakan aset
keuangan milik Kreditur Awal yang akan menjadi underlying assets untuk
penerbitan instrumen EBA. Disimpulkan, bahwa hubungan hukum yang
pertama terjadi adalah antara Kreditur Awal dan Debitur.
b.
Lalu, Kreditur Awal menawarkan aset-aset likuid dari Debitur ke Pasar
Modal yakni pada Reksa Dana (PT.Dana Reksa) Kontrak Investasi Kolektif
EBA. Yang menyebabkan, Manajer Investasi (dalam KIK-DBTN03 Manajer
Investasninya adalah PT.Danak Reksa) membeli/tukar menukar aset-aset
keuangan dari Kreditur Awal (Bank BTN) untuk dan atas nama KIK-EBA
dalam perjanjian kedua ini Manajer Investasi mengikatkan diri untuk
mengelola instrumen EBA yang telah beralih dari Kreditur Awal ke Reksa
Dana (PT.Dana Reksa) Kontrak Investasi Kolektif EBA dalam bentuk
portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian (dalam KIK-DBTN03 Bank
Kustodiannya adala Bank Mandiri) mewakili kepentingan investor.
Disimpulkan, bahwa hubungan hukum yang kedua terjadi antara Manajer
Investasi dan Bank Kustodian yang mengikatkan diri pada Reksa Dana
(PT.Dana Reksa) Kontrak Investasi Kolektif EBA.
c.
Selanjutnya, Manajer Investasi untuk dan atas nama KIK-EBA menerbitkan
instrumen EBA untuk dijual kepada Investor. Hal ini menyebabkan, Manajer
Investasi dan Bank Kustodian menjadi terikat untuk melaksanakan prestasi
mereka kepada pihak ketiga yakni Investor pembeli EBA. Dapat dilihat
58
bahwa hubungan hukum ketiga terjadi antara Manajer Investasi, Bank
Kustodian dan pihak Ketiga yakni Investor.
Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa dalam KIK-EBA terdapat 3 perjanjian,
dimana dalam setiap perjanjian para pihak yang mengikatkan diri juga berbeda
dan masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban serta tanggungjawab yang
berbeda pula, yang mana antara perjanjian satu dan lainnya para pihak tidak
bertanggungjawab untuk perjanjian selain pokoknya. Sebelum diterbitkannya
EBA kepada investor, hak milik atas tagihan tersebut dialihkan kepada KIK-EBA.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.K.1, peristiwa
perdata yang merupakan alas hak perolehan kepemilikan atas piutang bagi KIKEBA:
a. Perjanjian jual beli piutang/tagihan; atau
b. Perjanjian tukar menukar/tagihan.
Dengan terjadinya jual beli atau tukar-menukar tagihan-tagihan keuangan,
maka segala perjanjian-perjanjian jaminan ikut terjual atau tertukar bersama
dengan perjanjian pokoknya. Perjanjian-perjanjian jaminan tersebut akan ikut
beralih ke tangan pemilik perjanjian pokoknya. Hal ini, menyebabkan Kreditur
Awal pada prinsipnya tidak bertanggung jawab lagi apabila dikemudian hari
ternyata Debitur tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran hutangnya.
Sehingga dalam hal ini risikonya sudah beralih kepada pihak pembeli piutang
yang dalam hal ini adalah Reksa Dana (PT.Dana Reksa) Kontrak Investasi
Kolektif EBA (Munir Fuady, 2002:59). Yang mana diperkuat juga dengan
adanya, Pasal 1533 KUHPerdata yang mengatakan: “Penjualan suatu piutang
segala sesuatu yang melekat padanya, seperti penanggungan-penanggungan hak
istimewa dan hipotik-hipotik.” Kemudian Pasal 1546 KUHperdata mengatakan
bahwa untuk ketentuan jual beli piutang juga berlaku tukar menukar, yang mana
perjanjian-perjanjian jaminan yang melekat pada perjanjian pokok akan ikut
beralih ke tangan pemilik perjanjian pokok yang baru dalam hal ini Reksa Dana
(PT.Dana Reksa) Kontrak Investasi Kolektif EBA.
59
2. Kaitan Konstruksi Hukum dan Hubungan Hukum antara Para Pihak
KIK-EBA dengan Pemenuhan Prinsip Hukum Pasar Modal
a. Keterbukaan Informasi
Pasal 1 angka 25 UUPM menyebutkan bahwa,
”Prinsip keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan
Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada UndangUndang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu
yang tepat seluruh informasi material mengenai usahanya atau
Efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal
terhadap efek dimaksud dan atau harga efek tersebut”.
Pada dasarnya pelaksanaan keterbukaan di pasar modal dilakukan
melalui 3 (tiga) tahap, yaitu (M. Irsan Nasarudin, 2001:226) yaitu:
1) Keterbukaan pada saat melakukan penawaran umum (primary
market level), yang didahului dengan pengajuan Pernyataan
Pendaftaran Emisi ke Bapepam dengan menyertakan semua
dokumen penting yang dipersyaratkan dalam Peraturan Bapepam
Nomor IX.C.10 tentang Pedoman Bentuk dan Isi Pernyataan
Pendaftaran, antara lain : Prospektus, Laporan Keuangan yang telah
diaudit akuntan, Perjanjian Emisi, Legal Opinion, dan sebagainya.
UUPM mengatur mengenai keterbukaan pada saat melakukan
penawaran umum dalam Pasal 1 angka 7 mengenai informasi atau
fakta material, Pasal 80 ayat (1) mengenai tanggung jawab atas
informasi yang tidak benar, Pasal 86 ayat mengenai pelaporan dan
keterbukaan informasi yang dalam hal ini isi dari Pasal-pasal
tersebut terwakili oleh adanya Peraturan Nomor IX.C.10/Keputusan
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep-51/Pm/1997
tentang Pedoman Bentuk dan Isi Prospektus Dalam Rangka
Penawaran Umum Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities)
menentukan informasi yang harus dimuat dalam Prospektus Efek
Beragun Aset. Pasal 1 angka 26 UUPM mengatakan bahwa
60
Prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan
Penawaran Umum.
Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Danareksa
BTN03-KPR (selanjutnya disebut KIK-DBTN03) telah memenuhi
prinsip keterbukaan informasi hukum pasar modal tahap pertama
yakni keterbukaan saat penawaran umum. Hal ini dapat dilihat dalam
Prospektus KIK-DBTN03 dimana prospektus tersebut terdiri atas:
a) Pada bagian luar kulit Prospektus:
(1) lengkap, logo, nomor telepon, nomor faksimili dan alamat
kantor, Kreditur Awal, Arranger dan Pendukung Kredit,
Manajer Investasi, Bank Kustodian dan Penjamin Pelaksana
Emisi;
(2) tanggal efektif, tanggal penjatahan, tanggal distribusi Efek
Beragun Aset secara elektronik, nama Bursa Efek dan tanggal
pencatatan;
(3) penjelasan singkat mengenai jenis aset yang menjadi
portofolio dari Efek Beragun Aset;
(4) sifat, jumlah, harga, dan keterangan singkat tentang hak-hak
PemegangEfek Beragun Aset;
(5) penjelasan singkat mengenai pendukung kredit;
(6) tempat dan tanggal Prospektus diterbitkan;
(7) hasil pemeringkatan;
(8) pernyataan yang dicetak dalam huruf besar bahwa:
BAPEPAM
TIDAK
MEMBERIKAN
PERNYATAAN
MENYETUJUI ATAU TIDAK MENYETUJUI EFEK INI,
TIDAK JUGA MENYATAKAN KEBENARAN ATAU
KECUKUPAN
ISI
PROSPEKTUS
INI.
SETIAP
PERNYATAAN YANG BERTENTANGAN DENGAN
HAL-HAL TERSEBUT ADALAH PERBUATAN
MELANGGAR HUKUM; dan
61
MANAJER INVESTASI DAN PENJAMIN PELAKSANA
EMISI EFEK BERTANGGUNG JAWAB SEPENUHNYA
ATAS
KEBENARAN
SEMUA
INFORMASI
ATAU
FAKTA MATERIAL, SERTA KEJUJURAN PENDAPAT
YANG TERCANTUM DALAM PROSPEKTUS INI;
(9) Faktor risiko Efek Beragun Aset;
b) daftar isi;
c) keterangan singkat tentang hal-hal terpenting mengenai Efek
Beragun Aset disertai referensi dengan menyebutkan nomor
halaman Prospektus di mana terdapat penjelasan lebih lanjut
mengenai hal dimaksud;
d) informasi mengenai Efek Beragun Aset, antara lain :
(1) proyeksi arus kas dan proyeksi keuangan Kontrak Investasi
Kolektif Efek Beragun Aset;
(2) laporan keuangan awal Kontrak Investasi Kolektif Efek
Beragun Aset yang diaudit oleh Akuntan yang terdaftar di
Bapepam serta pendapat Akuntan tersebut;
(3) informasi tentang Kreditur Awal yang berkaitan dengan aset
keuangan dalam portofolio Kontrak Investasi Kolektif
disertai dengan data historis tentang pembayaran aset-aset
keuangan tersebut;
(4) perkiraan hasil portofolio Kontrak Investasi Kolektif, setiap
kelas unit Efek Beragun Aset, dan setiap unit Efek Beragun
Aset dalam berbagai kondisi perekonomian termasuk
kondisi yang ekstrim;
(5) informasi mengenai rata-rata tertimbang jatuh tempo aset
keuangan portofolio dan kemungkinan pembayaran sebelum
jatuh tempo atas aset keuangan dalam portofolio Kontrak
Investasi Kolektif Efek Beragun Aset;
(6) ketentuan mengenai investasi kembali arus kas Kontrak
Investasi Kolektif, jika ada;
62
(7) informasi bahwa Efek Beragun Aset sesuai untuk investasi
bagi jenis pemodal kelembagaan tertentu;
(8) prosedur pelaporan kepada pemegang Efek Beragun Aset;
(9) perlakuan/standar
akuntansi
yang
dipergunakan
dan
frekuensi pemeriksaan oleh Akuntan; dan
(10) uraian metode penjatahan Efek Beragun Aset, jika ada;
e) pengalaman Manajer Investasi berkaitan dengan Efek Beragun
Aset;
f) pengalaman Bank Kustodian berkaitan dengan Efek Beragun
Aset;
g) asuransi dan jaminan lainnya, jika ada;
h) perpajakan yang berkaitan dengan Efek Beragun Aset termasuk
perpajakan bagi pemodal baik dari dalam maupun luar negeri;
i) hasil pemeringkatan dari perusahaan pemeringkat yang telah
memperoleh izin dari Bapepam;
j) pendapat dari Konsultan Hukum yang terdaftar di Bapepam
antara lain meliputi keabsahan perjanjian yang berkaitan dengan
Efek Beragun Aset, hak dan kewajiban pemegang untuk setiap
kelas Efek Beragun Aset, kesesuaian setiap kelas Efek Beragun
Aset untuk pemodal tertentu, dan perkara yang berkaitan dengan
aset keuangan dalam portofolio Kontrak Investasi Kolektif;
k) nama, alamat, dan tanggung jawab Biro Administrasi Efek, jika
ada, Kreditur Awal, Penyedia Jasa, dan Lembaga Pemeringkat;
l) faktor risiko antara lain :
(1) risiko likuiditas dan risiko pasar Efek Beragun Aset;
(2) risiko nilai tukar mata uang dan risiko suku bunga;
(3) risiko kredit aset keuangan dalam portofolio Kontrak
Investasi Kolektif Efek Beragun Aset;
(4) risiko pembayaran atas aset keuangan dalam portofolio
Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset sebelum
jatuh tempo;
63
(5) risiko operasional dalam pelaksanaan kegiatan Manajer
Investasi, Bank Kustodian, dan Penyedia Jasa; dan
(6) risiko yang berkaitan dengan segi hukum;
m) Sarana Peningkatan Kredit (Credit Enhancement)/Arus Kas
(Cash Flow), jika ada;
n) hak-hak pemegang Efek Beragun Aset termasuk antara lain hakhak untuk memperoleh:
(1) laporan keuangan secara periodik;
(2) informasi mengenai pajak yang wajib dibayar oleh
pemegang Efek Beragun Aset; dan
(3) pembayaran kepada pemegang Efek Beragun Aset; dan
o) tata cara dan persyaratan pemesanan Efek Beragun Aset.
Pertanggungjawaban dalam Keterbukaan pada saat melakukan
penawaran umum, Manajer Investasi (PT.Dana Reksa) dan penjamin
pelaksana emisi efek bertanggung jawab sepenuhnya atas kebenaran
semua informasi atau fakta material, serta kejujuran pendapat yang
tercantum dalam prospektus.
2) Keterbukaan setelah emiten (perusahaan publik) mencatat dan
memperdagangkan efeknya di bursa (secondary market level).
Dalam hal ini emiten wajib menyampaikan laporan keuangan secara
berkala dan terus menerus (continuously disclosure) kepada
Bapepam dan bursa, termasuk laporan keuangan berkala yang diatur
dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: Kep36/Pm/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan
Berkala (selanjutnya disebut Peraturan Bapepam Nomor X.K.2).
Setelah emiten mencatat dan memperdagangkan efeknya di bursa,
bentuk
keterbukaan
yang
wajib
emiten
lakukan
adalah
menyampaikan laporan keuangan secara berkala dan terus menerus
(continuously disclosure) kepada Bapepam-LK dan bursa termasuk
laporan keuangan berkala yang diatur dalam Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal Nomor: Kep-36/Pm/2003 tentang Kewajiban
64
Penyampaian Laporan Keuangan Berkala (selanjutnya disebut
Peraturan Bapepam Nomor X.K.2).
KIK-DBTN03 dalam hal ini telah memenuhi keterbukaan
setelah emiten mencatat dan memperdagangkan efeknya di bursa
dengan adanya ketentuan dari Pasal 15.2 huruf m menyebutkan
bahwa "Manajer Investasi wajib menyampaikan kepada BapepamLK laporan tahunan KIK-DBTN03 yang telah diaudit dan Pasal 18.2
huruf t dimana dikatakan bahwa Bank Kustodian berkewajiban
memberi laporan-laporan (berkala dan bila diminta) kepada Manajer
Investasi, Pendukung Kredit, Lembaga Pemeringkat, Bapepam-LK,
termasuk laporan insidental kepada para Pemegang EBA serta dalam
Pasal 22 KIK-DBTN03 dikatakan bahwa laporan keungan tahunan
wajib disampaikan kepada Bapepam-LK oleh Manajer Investasi
setelah diaudit oleh akuntan. Diketahui dengan adanya Pasal-pasal
tersebut dalam KIK-DBTN03, KIK-DBTN03 telah memenuhi
keterbukaan informasi tahap kedua dengan mewajibkan emiten
untuk menyampaikan laporan keuangan secara berkala dan terus
menerus (continuously disclosure) kepada Bapepam-LK dan bursa
termasuk laporan keuangan berkala. Para pihak yang terlibat dalam
hubungan hukum ini adalah Manajer Investasi (PT.Dana Reksa),
Bank Kustodian (Bank Mandiri), Pendukung Kredit (PT.SMF),
Lembaga
Pemeringkat,
dan
Bapepam-LK
(OJK)
untuk
dipertanggungjawabkan kepada maisng-masing pihak terutama
investor
3) Keterbukaan karena terjadi peristiwa penting dan laporannya harus
disampaikan secara tepat waktu (timely disclosure) yakni peristiwa
yang dirinci dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
Nomor
Kep-86/Pm/1996
tentang
Keterbukaan
Informasi
(selanjutnya disebut Peraturan Bapepam nomor X.K.1).
Keterbukaan karena terjadi peristiwa penting dan laporannya
harus disampaikan secara tepat waktu (timely disclosure) yakni
65
peristiwa yang dirinci dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas
Pasar
Modal
Nomor
Kep-86/Pm/1996
tentang
Keterbukaan
Informasi (selanjutnya disebut Peraturan Bapepam nomor X.K.1),
yang dimaksud adalah Informasi atau Fakta Material yang
diperkirakan dapat mempengaruhi harga Efek atau keputusan
investasi pemodal, contohnya adalah keadaan kahar.
KIK-DBTN03 telah memenuhi prinsip keterbukaan informasi
mengenai keterbukaan karena terjadi peristiwa penting dan
laporannya
harus
disampaikan
secara
tepat
waktu
(timely
disclosure). Dapat kita lihat mengenai Keadaan Kahar yang diatur
KIK-DBTN03 pada Pasal 24.1 dimana dikatakan bahwa “keadaan
kahar adalah semua kejadian yang timbul setelah tanggal kontrak
yang tidak dapat diduga sebelumnya, tidak dapat dihindari dan di
luar kendali suatu Pihak, dan yang mencegah seluruh pelaksanaan
atau sebagian besar darinya oleh Pihak tersebut. Yang termasuk
keadaan kahar adalah perang, bencana alam, mogok, sabotase,
perselisihan tenaga kerja yang dianggap penting atau setiap
kejadiaan yang merupakan kehendak Tuhan (act of God).”
Kemudian, dalam Pasal 24.2 KIK-DBTN03 mewajibkan Pihak yang
terkena dampak atas kejadiaan tersebut untuk memberitahu Pihak
lainnya dan Lembaga Pemeringkat secara tertulis mengenai kejadian
tersebut dan juga wajib untuk mengumumkan kepada para
Pemegang EBA.
Jika dilihat KIK-DBTN03 telah memenuhi prinsip keterbukaan
informasi dengan terpenuhinya tiga tahapan keterbukaan informasi
dalam Pasal-pasal KIK-DBTN03.
b. Profesionalisme dan Tanggung Jawab Para Pelaku Pasar Modal
Pasal 1 angka 21 UUPM, dijelaskan tentang Perusahaan Efek.
Pada Pasal ini menjelaskan bahwa perusahaan efek haruslah
memperhatikan prinsip/asas Profesionalisme dan tanggung jawab,
66
dimana dalam pasal ini dikatakan bahwa perusahaan efek merupakan
pihak yang bertanggung jawab melakukan kegiatan usaha sebagai
penjamin Emisi efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau Manajer
Investasi harus memberiakan jasa secara profesional.
Prinsip Profesionalisme juga berhubungan dengan tanggung
jawab para pelaku pasar modal. Oleh karenanya, Pasal 80 UUPM
mengatur mengenai pertanggungjwaban dari pihak/para pelaku pasar
modal, mereka terdiri atas:
1) Setiap pihak yang menandatangani Pernyataan Pendaftaran.
2) Direktur dan Komisaris Emiten.
3) Penjamin Pelaksanaan Emisi Efek.
4) Profesi penunjang pasar modal.
Adanya
Pasal
3
KIK-DBTN03
tentang
Perjanjian
Untuk
Kepentingan Para Pemegang EBA yakni Pasal 3.1 mengatakan bahwa
Manajer Investasi dan Bank Kustodian mengikatkan diri kepada para
Pemengang EBA untuk memenuhi semua kewajiban-kewajiban
Manajer Investasi dan Bank Kustodian. Sehingga terpenuhinya prinsip
profesionalisme dan tanggung jawab dalam Pasar Modal yang terdapat
dalam Pasal 21 angka 1 UUPM dan Pasal 80 UUPM dimana dalam
KIK-DBTN03 Manajer Investasi dan Bank Kustodian selaku pihak
yang menandatangani pernyataan pendaftaran haruslah berlaku
profesional dan bertanggung jawab kepada para Pemegang EBA
dengan
mengikatkan
diri
dan
memenuhi
semua
kewajiban-
kewajibannya masing-masing.
Secara lebih signifikan, Peraturan Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor Kep
178/Bl/2008 tentang Perubahan Peraturan Nomor V.G.5 tentang
Fungsi Manajer Investasi Berkaitan Dengan Efek Beragun Aset (Asset
Backed Securities) juga mengatur mengenai prinsip profesionalisme
dan tanggung jawab dari manajer investasi, hal itu terdiri atas:
67
1) Melakukan tugas dan bertanggung jawab atas pengelolaan
portofolio
kontrak
investasi
kolektif
efek
beragun
aset
sebagaimana ditentukan dalam kontrak investasi kolektif;
2) Bertindak dengan cermat dan sikap profesional dalam meneliti
kreditur awal, aset keuangan yang akan diperoleh, aspek hukum
dan perpajakan, dan hal lain dalam proses strukturisasi efek
beragun aset;
3) Bertanggung jawab atas keterbukaan dan kebenaran atas fakta
material tentang efek beragun aset, sebagaimana dinyatakan
dalam dokumen keterbukaan efek beragun aset dan dalam
pernyataan pendaftaran apabila efek beragun aset tersebut
ditawarkan melalui penawaran umum.
Peraturan Nomor: VI.A.2 dimana dikatakan bahwa Bank
Kustodian haruslah bersikap profesional dengan memenuhi instruksi
manajer investasi yang sesuai dengan ketentuan dalam kontrak
investasi kolektif. Kemudian bank kustodian dilarang untuk
memenuhi instruksi manajer investasi apabila instruksi tersebut
bertentangan dengan kontrak investasi kolektif atau bertentangan
dengan tanggung jawabnya untuk melindungi aset keuangan
portofolio kontrak investasi kolektif, dan bank kustodian wajib
melaporkan instruksi tersebut secara tertulis kepada Bapepam-LK
(sekarang OJK) dan selanjutnya bank kustodian dapat melaksanakan
instruksi tersebut jika ada persetujuan terlebih dahulu dari BapepamLK (sekarang OJK).
Pemenuhan Prinsip Profesionalisme dan tanggung jawab
Peraturan Nomor V.G.5 tentang Fungsi Manajer Investasi dan
Peraturan Nomor: VI.A.2 Berkaitan Dengan Efek Beragun Aset dapat
dilihat dengan adanya Pasal 15 KIK-DBTN03 yakni mengenai Tugas
dan Tanggung Jawab Manajer Investasi dimana diuraikanlah tugas
dan tanggung jawab tersebut kedalam Pasal 15.1-Pasal 15.6 KIKDBTN03. Kemudian, dalam Pasal 18 KIK-DBTN03, pada Pasal ini
68
diuraikan mengenai Tugas dan Tanggung Jawab Bank Kustodian
yakni dari Pasal 18.1 hingga Pasal 18.9. Adanya Pasal-pasal tersebut
menunjukkan bahwa KIK-DBTN03 memenuhi prinsip dalam hukum
Pasar Modal Profesionalisme dan tanggung jawab sebab dengan
adanya Pasal tersebut dalam KIK-DBTN03 diharapkan Manajer
Investasi
dan
Bank
Kustodian
dapat
Profesional
dan
bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas masing-masing.
Prinsip/asas pasar modal Profesionalisme dan tanggung jawab
para pelaku Pasar Modal juga diatur dalam Peraturan Nomor: IX.K.1
yang mengatur profesionalisme dan tanggung jawab dari penyedia
jasa (servicer) dalam KIK EBA bentuk profesionalisme dan tanggung
jawab itu adalah penyedia jasa (servicer) diberi tanggung jawab untuk
memproses dan mengawasi pembayaran yang dilakukan debitur;
melakukan tindakan awal berupa peringatan atau hal-hal lain karena
debitur terlambat atau gagal memenuhi kewajibannya, melakukan
negosiasi, menyelesaikan tuntutan terhadap debitur dan jasa lain yang
ditetapkan dalam kontrak. Kemudian, untuk profesi penunjang seperti
konsultan hukum juga diatur mengenai Prinsip/asas Profesionalisme
dan tanggung jawab para pelaku Pasar Modal dimana dalam
penerbitan EBA, konsultan hukum haruslah bersikap profesional
dengan bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan dari segi
hukum dan memberikan pendapat hukum mengenai keabsahan
perjanjian yang berkaitan dengan efek beragun aset, hak dan
kewajiban pemegang untuk setiap kelas efek beragun aset, kesesuaian
setiap kelas efek beragun aset untuk pemodal tertentu, dan perkara
yang berkaitan dengan aset keuangan dalam portofolio kontrak
investasi kolektif. Akuntan publik sebagai profesi penunjang dalam
kegaiatan pasar modal juga dituntut untuk memenuhi Prinsip/asas
Profesionalisme dan tanggung jawab para pelaku Pasar Modal, dalam
hal ini akuntan publik bertanggung jawab untuk memeriksa aset
keuangan yang akan dialihkan oleh kreditur awal kepada penerbit dan
69
juga memeriksa laporan keuangan awal dan laporan keuangan tahunan
kontrak investasi kolektif. Akuntan publik dalam menjalankan
tanggung jawabnya harus tunduk pada prinsip akuntansi yang berlaku
umum serta pada peraturan Bapepam-LK (sekarang namanya OJK).
Akan tetapi, untuk penyedia jasa dan profesi penunjang tidak diatur
dalam KIK-DBTN03 sebab dibentuk perjanjian terpisah untuk
keduanya.
Dari beberapa uraian regulasi hukum diatas terkait para
pihak/pelaku pasar modal. Dapat dicermati bahwa KIK-DBTN03 telah
menerapkan Prinsip/asas pasar modal yakni Profesionalisme dan
tanggung jawab para pelaku Pasar Modal sebagaimana diatur dalam
UUPM dan regulasi lainnya terkait EBA walau pun untuk penyedia
jasa dan profesi penunjang tidak diatur dalam KIK DBTN-03 sebab
dibentuk perjanjian terpisah untuk keduanya.
c. Pasar yang Tertib dan Modern
Indikator dari prinsip pasar modal tertib dan modern adalah
sebagai berikut (Mohammad Samsul, 2006:7):
1) Mekanisme perdagangan sudah tanpa warkat (scripless trading);
UUPM dalam Pasal 55 ayat (1) dimana dinyatakan bahwa
“Penyelesaian
Transaksi
Bursa dapat
dilaksanakan
dengan
peyelesaian pembukuan, penyelesaian fisik, atau cara lain yang
diterapkan dengan Peraturan Pemerintah”.
Transaksi perdagangan Efek tanpa warkat merupakan Sistem
perdagangan Efek di bursa Efek yang dilaksanakan secara
elektronik dengan penyelesaian melalui sistem pemindah bukuan
(book-entry settlement system) atau perpindahan Efek maupun dana
hanya melalui mekanisme debit-kredit atas suatu rekening sekuritas
(securities account). Adapun tanda bukti kepemilikan Efek tidak
lagi akan berbentuk fisik sertifikat Efek, tetapi diwujudkan dalam
rekening Efek pada Kustodian Sentral.
70
KIK-DBTN03 dalam Pasal 6 Efek Beragun Aset yakni dalam
Pasal 6.12 diketahui bahwa Penerbitan Sertifikat Jumbo EBA Kelas
A adalah tanpa warkat melalui mekanisme transaksi over the
counter (OTC). Kemudian, Pasal 7 Ketentuan-Ketentuan dan
Syarat-Sayarat EBA telah mengatur menegenai transaksi tanpa
warkat tersebut yakni dalam Pasal 7.2 huruf i dan Pasal 7.3 huruf g
dimana metode pembayaran dalam KIK-DBTN03 Kelas A dan
Kelas B dilakukan dengan cara elektronik yakni transfer ke
rekening efek Kustodian Sentral Pemegang EBA pada tiap
pembayaran. Diketahui bahwa, prinsip tertib dan modern dalam
Hukum Pasar Modal telah diatur di KIK-DBTN-03 yakni
mekanisme perdagangan yang tanpa warkat.
2) Terdapat Pasar Kesatu, Pasar Kedua, Pasar ketiga dan Pasar
Keempat;
Menurut Mohammad Samsul (2006:46) terdapat empat kategori
pembagian pasar modal, yaitu :
a) Pasar perdana/pertama adalah tempat atau sarana bagi
perusahaan yang untuk pertama kali menawarkan saham atau
obligasi ke masyarakat umum.
b) Pasar Kedua adalah tempat atau sarana transaksi jual-beli efek
antar investor dan harga dibentuk oleh investor melalui
perantara efek.
c) Pasar Ketiga adalah saran transaksi jual-beli efek antara market
maker serta investor dan harga dibentuk oleh market maker.
Market maker adalah anggota bursa yang saling bersaing satu
sama lain untuk menentukan harga saham.
d) Pasar Keempat adalah sarana transaksi jual-beli antara investor
jual dan investor beli tanpa melalui perantara efek. Transaksi
ini dilakukan secara tatap muka dan dilaksansakan oleh para
investor besar karena dapat menghemat biaya transaksi
daripada dilakukan di pasar sekunder.
71
Untuk pengaturan mengenai pasar kesatu, kedua, ketiga, dan
keempat tidaklah dimuat dalam KIK-DBTN03 sebab transaksi
dilakukan dilapangan secara langsung terhadap investor tanpa
aturan tertulis/aturannya dibuat sesuai yang diperjanjikan
dilapangan.
3) Jumlah jenis saham dan obligasi yang diperdagangkan sangat
banyak dan kapitalisasi pasar sangat besar;
Hal ini tidaklah dimuat dalam KIK-DBTN03, sebab untuk
jumlah dan jenis saham yang diperdagangkan diperjanjikan dalam
aturan lain.
4) Terdapat lembaga central custodian dan central clearing;
Central custodian atau lebih dikenal dengan Kustodian Sentral
Efek Indonesia (KSEI) adalah lembaga penyimpanan dan
penyelesaian di pasar modal Indonesia yang menyediakan jasa
kustodian
sentral
dan
penyelesaian
transaksi
efek
(http://kamusbisnis.com/?s=kustodian+sentral). Central clearing
atau dikenal dengan Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI)
dibentuk karena bertujuan untuk menyediakan jasa kliring dan
penjaminan penyelesaian transaksi bursa agar tertib, teratur, wajar
dan efisien. Untuk KIK-DBTN03 sendiri dalam tiap Pasalnya
menyertakan KSEI untuk menerbitkan, melaporkan, memelihara
memperbaharui nama-nama para Pemegang EBA kepada Bank
Kustodian.
5) Efek yang disimpan di central custodian sudah atas nama investor
bukan atas nama perusahaan broker (street name);
KIK-DBTN03 dalam Pasal 6.8 telah mengatur mengenai hal
tersebut, yakni dikatakan bahwa tiap Pemegang EBA Kelas A
wajib membuka rekening atas namanya sehingga prinsip hukum
pasar modal tertib dan modern telah terpenuhi.
72
6) Tidak ada diskriminasi aturan dalam kepemilikan saham.
Dengan adanya prinsip tertib dan pasar modern dalam pasar
modal maka, tidak ada pembedaan perlakuan terhadap sesama
pemilik saham, dari yang memiliki saham tertinggi sampai yang
terendah sekalipun dalam kegiatan di pasar modal. KIK-DBTN03
telah menerapkan hal tersebut dalam Pasal 23 mengenai Rapat
Pemegang EBA dimana dalam Pasal 23.1 semua Pemegang EBA
Kelas A maupun Kelas B dapat memutuskan hal-hal yang
berkenaan dengan modifikasi syarat-syarat pembayaran EBA,
Tanggal Pembayaran, Tanggal Jatuh Tempo Final, penggantian
Penyedia Jasa dan Penggantian Bank Kustodian dengan ketentuan
Pemegang EBA Kelas A dan B telah membayar lunas. Dari hal
tersebut dapat dilihat bahwa tidak ada pembedaan pemeberlakuan
untuk Pemegang EBA tertinggi dan yang terendah.
d. Efisiensi
Setelah memahami mengenai prinsip efisiensi dari pasar modal
di Indonesia. Penulis kemudian akan membahas penerapan prinsip ini
dalam KIK EBA. Prinsip Efisiensi dalam KIK EBA telah diterapkan,
hal ini dapat kita lihat dari prinsip keterbukaan informasi yang telah
diterapkan dalam EBA dimana KSEI menyediakan fasilitas Investor
Area. Fasilitas Investor Area, akan memungkinkan nasabah sebagai
end client memonitor data posisi kepemilikan Efek dan mutasinya
secara real time, sehingga perlindungan dan transparansi atas
portofolio nasabah terjamin. Bagi Anggota Bursa (AB), fasilitas
memberikan manfaat, yaitu meningkatkan efisiensi dan akurasi
pelaporan dan memiliki tujuan untuk meningkatkan perlindungan dan
transparansi atas portofolio nasabah, sekaligus mengantisipasi
penyalahgunaan atau penyelewengan Efek atau dana nasabah oleh
pihak-pihak tertentu (Fokuss, 2009). Ini merupakan penerapan dari
prinsip
Efisiensi
dalam
Pasar
Modal
di
KIK
EBA
yang
73
menguntungkan
investor,
dimana
melindungi
investor
dalam
mendapatkan informasi yang sama di antara sesama pelaku transaksi
efek.
Prinsip Efisiensi dapat kita lihat penerapannya dalam EBA
yakni, pada bank atau lembaga keuangan sebagai kreditur awal
(originator) prinsip efisiensi yang diterapkan melalui penggunaan
modal yang efisien dalam EBA dimana berakibat pada struktur neraca
perusahaan yang semakin besar daya ungkitnya (leverage) akibat
prinsip efisiensi dari EBA yang menyebabkan relatif tingginya daya
ungkit (leverage) yang menguntungkan bank atau lembaga keuangan
sebagai kreditur awal (originator) dan ini merupakan salah satu
keunggulan dari EBA.
EBA melakukan perdagangan yang efisien dimana para pihak
yang berkepentingan dengan perdagangan efek dapat melakukan
perdagangan dengan mudah, cepat dan dengan biaya yang relatif
murah, semua pihak merupakan pembentuk harga (price taker)
termasuk di dalamnya adalah penyelesaian transaksi yang cepat dan
murah ini merupakan bentuk akurasi dari ekspektasi harga perwujudan
prinsip efisiensi pasar modal yang diterapkan dalam EBA. (R. Erwin
Hendarwin, 2015: 13).
Selanjutnya, seperti yang telah dibahas dalam prinsip pasar modal
tertib dan modern diketahui bahwa Pemegang Rekening KSEI di KIK
EBA dapat mentransaksikan instrumen ini melalui pemindahbukuan
(scripless trading). Untuk KIK-DBTN03 sendiri prinsip efisiensi
pasar modal telah juga diterapkan hal tersebut dapat dilihat pada Pasal
6.8 yakni, dikatakan bahwa tiap Pemegang EBA Kelas A wajib
membuka rekening atas namanya, dengan demikian, penerbitan,
pentransferan, maupun pembayaran EBA dapat dilakukan secara
elektronik sehingga dapat menciptakan efisiensi bagi penerbit EBA
dan pelaku pasar, ini merupakan pemenuhan dari prinsip hukum pasar
modal tertib dan modern (menggunakan alat elektronik/transfer) dan
74
melakukan
penyimpanan
maupun
pembayaran
dengan
cara
elektronik/transfer membuat penyimpanan maupun pembayaran EBA
menjadi lebih sederhana dan menghemat waktu, ini adalah prnisip
efisiensi dari KIK EBA. Terpenuhinya prinsip pasar modal tertib dan
modern secara otomatis juga menyebakan terpenuhinya prinsip pasar
modal efisien sebab prinsip pasar modal tertib dan modern berjalan
beriringan dengan prinsip pasar modal yang efisien. Mencermati apa
yang telah penulis bahas diatas dapat disimpulkan bahwa KIKDBTN03 telah menerapkan prinsip efisiensi tersebut.
e. Kewajaran
KIK-DBTN03 Pasal 6 tentang Efek Beragun Aset pada Pasal
6.1 dikatakan bahwa Manajer Investasi dan Bank Kustodian
bekerjasama dengan Penjamin Efek akan mengundang masyarakat
untuk berinvestasi dalam EBA Kelas A dari KIK-DBTN03 dengan
menawarkan partisipasi kepemilikan bersama atas Kumpulan Tagihan
yang dibeli Kreditur Awal (Originator), dari isi Pasal tersebut
diketahui bahwa tidak adanya suatu intervensi baik oleh pemerintah,
pihak-pihak
penyelenggara
dan
perushaan
yang
menciptakan
kepentingan pribadi yang dapat merugikan kepentingan investor sebab
investor yakni masyarakat juga dilibatkan dengan diundnagnya
sebagai peserta investasi sehingga prinsip pasar modal yakni
kewajaran terpenuhi, dimana tidak terdapatnya suatu dominasi pihak
tertentu.
Selanjutnya, kita dapat menilik penerapan prinsip kewajaran di
EBA yakni dalam penerbitan EBA, dimana profesi penunjang di EBA
(akuntan publik) bertanggung jawab untuk memeriksa aset keuangan
yang akan dialihkan oleh kreditur awal (originator) kepada penerbit
(issuer) dan juga memeriksa laporan keuangan awal dan laporan
keuangan tahunan KIK EBA. Hal tersebut, berdasarkan Peraturan
Nomor IX.K.1 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/4/PBI/2005
tentang Prinsip Kehati-hatian, pemenuhan kondisi jual beli atau tukar
75
menukar putus/lepas wajib didukung dengan pendapat akuntan yang
terdaftar di Bapepam-LK sekarang OJK). Sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan, akuntan tidak diwajibkan untuk melakukan
pemeriksaan terhadap seluruh transaksi yang ada, namun dia
diperkenankan untuk melakukan pemeriksaan atas dasar sampling.
Oleh karenanya, akuntan dalam memberikan pendapatnya akan
menyatakan kewajaran atas laporan keuangan, bukan kebenaran atas
laporan keuangan. Sepanjang akuntan telah melakukan pemeriksaan
sesuai dengan standar auditing yang berlaku, maka akuntan yang
bersangkutan tidak dapat dibebankan tanggung jawab atas kesalahan
tersebut. Akuntan publik dalam menjalankan tanggung jawabnya,
akuntan publik harus tunduk pada prinsip akuntansi yang berlaku
umum serta pada peraturan Bapepam-LK (sekarang OJK). Adanya
aturan terebut bertujuan untuk menghindari manipulasi pasar, dengan
adanya suatu pemerikasaan laporan keuangan yang dilakukan oleh
akuntan publik agar adanya nilai wajar perusahaan, nilai pasar wajar,
kewajaran terhadap suatu hal-hal yang material seperti rugi laba,
posisi keuangan, equity apakah telah disajikan sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia sehingga terciptanya
prinsip kewajaran supaya harga menjadi tidak didominasi oleh salah
satu pihak. KIK-DBTN03 dibuat karena adanya kespekatan dari para
pihak yakni Bank Kustodian, Manajer Investasi, Kreditur Awal,
Pendukung Kredit yang telah melakukan pemeriksaan sebelum adanya
kesepakatan dari para pihak dari akuntan publik yang mereka
percayai, sehingga prinsip pasar modal yakni kewajaran telah
diterapkan KIK-DBTN03.
f. Perlindungan Investor
Prinsip perlindungan investor di Pasar Modal merupakan suatu prinsip
yang dapat berjalan dan dilaksanakan apabila semua prinsip dalam pasar
modal berjalan beriringan yang mana akan menghasilkan suatu
76
perlindungan
terhadap
investor.
Misalnya,
jika
pasar
modal
teratur/berprinsip tertib, berprinsip untuk bertanggungjawab, beprinsip
wajar, dan adanya prinsip efisiensi, serta keterbukaan informasi maka
pemodal dapat terlindungi dari praktik yang merugikan di pasar modal dan
terciptalah prinsip perlindungan investor.
Untuk melindungi hak-hak dan kepentingan pemegang efek beragun
aset, Bapepam-LK (sekarang bernama OJK) mewajibkan adanya
transparansi mengenai risiko dalam penerbitan Efek Beragun Aset dengan
demikian Pemegang Efek Beragun Aset dapat berhati-hati dalam
menanamkan modalnya. Transparansi/keterbukaan merupakan bentuk dari
penerapan prinsip perlindungan investor. KIK-DBTN03 menerapkan hal
tersebut pada Pasal 21 tentang Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Serta
Resiko Para Pemegang EBA dalam Pasal tersebut para investor dapat
mengetahui dan memahami hak-hak dan kewajiban-kewajiban serta
resiko-resiko yang dapat terjadi sebagaimana sebelum adanya KIKDBTN03 telah diuraikan secara jelas dalam prospektusnya sehingga
masyarakt/investor diharapkan dapat melakukan pilihan yang sesuai
dengan tujuan investasi dengan mempertimbangkan keuntungan dan
kerugian yang didapat sekaligus risiko yang dikandung KIK-DBTN03.
Peraturan Nomor IX.K.1, dijelaskan bahwa Kontrak Investasi Kolektif
Efek Beragun Aset adalah kontrak antara Manajer Investasi dan Bank
Kustodian yang mengikat Pemegang Efek Beragun Aset dimana Manajer
Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif
dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan
kolektif. KIK-DBTN03 menerpakan apa yang terdapat dari peraturan
tersebut yaitu pada Pasal 3 Perjanjian mengenai Untuk Kepentingan Para
Pemegang EBA yakni dalam Pasal 3.1 juga dijelaskan seperti Peraturan
Nomor IX.K.1 dimana dikatakan bahwa Manajer Investasi dan Bank
Kustodian masing-masing mengikatkan diri pada ketentuan dan syaratsyarat kontrak ini dan juga mengikatkan diri terhadap para Pemegang EBA
dimana Manajer Investasi dan Bank Kustodian berkewajiban memenuhi
77
kewajiban-kewajibannya seperti yang telah disepakati. Adanya Pasal
tersebut dapat menjamin perlindungan investor, dimana Manajer Investasi
dan Bank Kustodian telah mengikatkan diri terhadap para Pemegang
EBA/investor sehingga keduanya berkewajiban untuk melindungi dan
tidak merugikan Pemegang EBA/investor dalam kontrak yang telah dibuat
ini merupakan bukti bahwa KIK-DBTN03 telah menerapkan prinsip
perlindungan investor.
Prinsip perlindungan investor dalam EBA juga dapat dilihat dari
True sale atau jual putus yang merupakan kunci sukses sekuritisasi aset.
Tujuan disyaratkannya jual putus tersebut yang paling utama adalah untuk
perlindungan investor pasar modal. Investor menjadi secured lender
karena piutang yang dijual tersebut telah beralih kepemilikannya.
Persyaratan pengalihan aset secara true sale dijelaskan dalam ketentuan di
Indonesia mengenai persyaratan true sale sebagaimana diatur dalam Pasal
5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005 tentang Prinsip Kehatihatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum, yaitu:
1) Seluruh manfaat yang diperoleh dan atau akan diperoleh dari aset
keuangan telah dialihkan kepada Penerbit;
2) Risiko kredit dari aset keuangan yang dialihkan secara signifikan telah
beralih kepada Penerbit; dan
3) Kreditur Awal tidak memiliki pengendalian baik langsung maupun
tidak langsung atas aset keuangan yang dialihkan.
Berdasarkan persyaratan tersebut diatas, bahwasanya pengalihan aset
secara jual putus adalah adanya perbuatan hukum berupa jual beli aset
secara jual putus dimana risiko kredit yang penting berhubungan dengan
asset yang disekuritisasi telah dialihkan ke pihak ketiga dan Kreditur Awal
(originator) tidak mengatur aset tersebut.
KIK-DBTN03 melibatkan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero)
(SMF), seperti diketahui bahwa SMF adalah lembaga keuangan yang
didirikan oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun
2008 jo Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pembiayaan
78
Sekunder Perumahan. SMF dalam KIK-DBTN03 merupakan pendukung
kredit dimana telah menandatangani Perjanjian Induk Sekuritisasi Tagihan
KPR BTN V (“Perjanjian Induk”) tanggal 25 September 2012 dan telah
melakukan proses seleksi, pemilihan dan penunjukan para pihak
penunjang transaksi. SMF telah mengatur mengenai Kumpulan Tagihan
yang memenuhi syarat dan struktur transaksi “jual putus” Dengan
mengadopsi konsep struktur Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset
(“KIK-EBA”), sesuai ketentuan Bapepam-LK, SMF menunjuk PT
Danareksa Investment Management sebagai Manajer Investasi dan PT
Bank Mandiri (Persero) Tbk sebagai Bank Kustodian, artinya KIKDBTN03 telah menerapkan prinsip perlindungan hukum melalui
pengaturan jual putus tersebut. Seperti yang telah penulis bahas diatas
dapat dipahami bahwa KIK-DBTN03 telah menerapkan prinsip dari pasar
modal yakni prinsip perlindungan investor, namun untuk risiko gagal
bayar tidaklah diatur secara jelas dalam peraturan KIK-DBTN03, sehingga
sebenarnya prinsip perlindungan investor dalam hal tertentu seperti risiko
gagal bayar masih belum jelas pengaturannya.
Jika, melihat KIK-DBTN03 dapat dikatakan bahwa KIK-DBTN
belumlah memenuhi prinsip-prinsip dalam Hukum Pasar Modal karena
untuk perlindungan investor dalam hal terjadinya risiko gagal bayar masih
belum diatur secara jelas apalagi di dalam KIK-DBTN03, hanya memuat
hak-hak dan kewajiban investor tanpa memperinci mengenai risiko gagal
bayar.
B. Perlindungan Hukum Investor Reksa Dana Kontrak Investasi
Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) dalam Hal
Terjadinya Gagal Bayar
1.
Gagal Bayar (default) dalam KIK-DBTN03
Ketika kita melakukan suatu kegiatan akan ada manfaat dan risiko dari
kegiatan tersebut. Begitu juga dengan Efek Beragun Aset (EBA), dalam
79
prosesnya EBA memiliki manfaat dan resiko untuk para pelaku pasar modal
yang memilih EBA sebagai instrumen dalam berivenvestasi di pasar modal.
Manfaat dan risikonya yakni (Subowo Musa, 1997:13):
a. Manfaat sekuritisasi aset terhadap perekonomian:
1) Sekuritisasi aset umumnya mempunya risiko yang lebih rendah
dibandingkan dengan instrument keuangan lainnya seperti saham atau
obligasi;
2) Originator yang mempunyai sumber pendanaan yang memadai akan
meningkat pula skala usahanya dan tentu akan berdampak pada
peningkatan kemampuan mereka dalam mencetak laba. Hal ini tentu
membawa potensi peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah.
b. Risiko Efek Beragun Aset
1) Risiko aset (piutang dan pembayarannya)
a) kualitas piutang yang dijual kepada issuer (semakin tinggi NPL
(Non Performing Loan) dari bank, maka semakin rendah kualitas
piutang); dan
b) kualitas originator dalam memberikan pinjaman Untuk menilai
kelayakan piutang, proses sekuritisasi melibatkan pemeringkat.
2) Risiko Servicer
Pada umumnya servicer adalah juga originator dari piutang yang
dialihkan tersebut. Servicer merupakan satu-satunya pihak yang
merupakan penghubung antara debitur dalam piutang asal, termasuk
jaminan yang mungkin melekat padanya. servicer atau originator
yang nakal dapat saja melakukan tindakan memilah-milah piutang
sehingga yang dijual pada issuer merupakan piutang dengan kualitas
yang lebih rendah. Piutang dengan kualitas lebih bagus masih tetap
dipertahankan servicer atau originator;
3) Perselisihan antar pihak yang bertransaksi;
4) Resiko suku bunga, dimana efek beragun aset akan mengalami
fluktuasi harga akibat pengaruh dari perubahan suku bunga, harga
efek beragun aset akan turun bila terjadi peningkatan suku bunga.
80
5) Pelunasan lebih awal (early call) akan memengaruhi yield yang
diterima bila terjadi pelunasan lebih awal;
6) Gagal bayar, pemegang efek beragun aset akan mengalami kerugian
apabila debitur dari aset jaminan mengalami kebangkrutan atau tidak
mampu membayar tepat pada waktunya atas bunga dan pinjaman
pokok.
Gagal bayar (default) merupakan risiko investasi yang sangat
mengkhawatirkan
bagi
investor.
Ketidakmampuan
untuk
memenuhi
kewajiban pembayaran baik yang berkaitan dengan bunga yang diperjanjikan
maupun jumlah pokok pinjaman tentunya akan menimbulkan kerugian bagi
investor karena hilangnya sejumlah uang telah diinvestasikan dalam EBA
yang bersangkutan, investor pemegang EBA akan mengalami kerugian
apabila debitur dari aset jaminan mengalami kebangkrutan atau tidak mampu
membayar tepat pada waktunya atas bunga dan pinjaman pokok. Untuk
melindungi hak-hak dan kepentingan investor pemegang EBA, Bapepam-LK
(sekarang bernama OJK) mewajibkan adanya transparansi mengenai risiko
dalam penerbitan EBA dengan demikian investor Pemegang EBA dapat
berhati-hati dalam menanamkan modalnya.
Berdasarkan Pasal 7 KIK-DBTN03 tentang Ketentuan-Ketentuan dan
Syarat-Syarat EBA yakni Pasal 7.2 huruf k, gagal bayar (default) terjadi
apabila:
(1) Terjadi kegagalan pembayaran bunga atas Efek Beragun Aset Kelas A
pada tiap Tanggal Pembayaran;
(2) Terjadi kegagalan untuk membayar sepenuhnya jumlah Pokok Efek
Beragun Aset Kelas A pada Tanggal Pembayaran terakhir dan kegagalan
tersebut tidak diperbaiki dalam waktu 15 (lima belas) Hari Kerja.
Kemudian, dalam Pasal 7.2 huruf l dikatakan bahwa konsekuensi Gagal
Bayar (default) adalah Bank Kustodian wajib mengadakan Rapat Pemegang
EBA yang pengaturan mengenai Rapat tersebut terdapat di dalam Pasal 23
KIK-DBTN03 dimana
dalam rapat
tersebut
akan dinyatakan atau
disampaikan bahwa telah terjadi Gagal Bayar (default) sehingga EBA kelas A
81
jatuh tempo dan wajib dibayar Jumlah Pokok Terhutang berikut bunga-bunga
terhutang, dan Pembayaran tersebut wajib dilakukan sesuai dengan Pasal
13.3, yang isinya adalah mengenai Urutan Prioritas Pembayaran yang berlaku
pada Rekening Koleksi Bunga dan Rekening Koleksi Pokok, termasuk
Rekening Cadangan dan Rekening Dana Transisi Penyedia Jasa (yang
berlaku pada Tanggal Jatuh Tempo Final), akan dimodifikasi sebagaimana
tertera di bawah dalam hal terjadinya suatu Kejadian Gagal Bayar EBA pada
Tanggal Pembayaran :
a) pajak KIK-DBTN03 (akumulasi dari pajak yang wajib dibayar oleh KIKDBTN03 dikurangi dengan jumlah tersisa dalam Rekening Pajak) yang
ditransfer ke dalam Rekening Pajak;
b) Biaya-biaya Senior, yang dibayarkan secara pari pasu dan prorata di
antara para pihak;
c) Imbalan Jasa Penyedia Jasa;
d) bunga EBA Kelas A yang jatuh tempo dan belum dibayar;
e) Jumlah Pokok Terhutang EBA Kelas A sampai terbayar penuh;
f) membayar Pendukung Kredit untuk jumlah sampai dengan Jumlah
Maksimum Ambang Batas Rekening Cadangan ;
g) jumlah tersisa dibayarkan pada Pemegang EBA Kelas B.
Pemegang EBA Kelas B, dalam hal terjadinya gagal bayar EBA, EBA
Kelas B tidak dibayar sampai seluruh pembayaran atas EBA Kelas A telah
dibayar
penuh.
Gagal
bayar,
juga
dapat
disebabkan
oleh
faktor
ketidakterbukaan atas informasi atau fakta material.
Kemudian, dalam Pasal 21.1 KIK-DBTN03 tentang hak-hak pemegang
EBA dikatakan dikatakan bahwa hak-hak pemegang EBA yaitu memperoleh
bukti kepemilikan EBA, menerima pembayaran triwulan, menerima laporan
triwulan tentang investasi. Pasal 21.2 dikatakan bahwa Pemegang EBA tidak
memiliki hak untuk memulai suatu tuntutan, tindakan, atau gugatan dalam
hubungan KIK-DBTN03 terhadap para debitur, penyedia jasa atau pihak
ketiga lainnya kecuali Pemegang EBA telah memberi tahu sebelumnya
kepada Bank Kustodian secara tertulis mengenai wanprestasi yang dilakukan
82
Bank Kustodian .............. Bank Kustodian menjadi wali amanat untuk
memulai tindakan, tuntutan atau gugatan atas nama Pemengan EBA dengan
permintaan tertulis dari Pemegang EBA. Disimpulkan dari kedua Pasal ini
bahwa untuk hal terjadinya gagal bayar tidaklah diatur dalam Pasal 21 KIKDBTN03 tentang Hak-hak dan kewajiban pemegang EBA dimana dikatakan
bahwa hak-hak pemegang EBA yaitu memperoleh bukti kepemilikan EBA,
menerima pembayaran triwulan, menerima laporan triwulan tentang investasi
dan Pemegang EBA tidak memiliki hak untuk memulai suatu tuntutan,
tindakan, atau gugatan dalam hubungan KIK-DBTN03 terhadap para debitur,
penyedia jasa atau pihak ketiga lainnya kecuali Pemegang EBA telah
memberi tahu sebelumnya kepada Bank Kustodian secara tertulis (proses
pemberitahuan permintaan tertulis kepada Bank Kustodian harus diwakili
tidak kurang dari 25% dari Jumlah Pokok terhutang atas EBA Kelas A) untuk
memulai suatu tindakan, tuntutan, atau gugatan atas namanya dimana
kedudukan Bank Kustodian adalah sebagai Wali Amanat berdasarkan
ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat dalam KIK-DBTN03. Sehingga saat
gagal bayar terjadi untuk Pemegang EBA dengan nominal kurang dari 25%
tidaklah dapat melakukan tindakan, tuntutan, atau gugatan dikarenakan Pasal
21.2 KIK-DBTN03 tersebut.
2. Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Investor dalam Hal Terjadinya
Gagal Bayar (default)
Bentuk Perlindungan Hukum dalam hal terjadinya gagal bayar ada dua,
yakni perlidungan hukum secara preventif dan represif:
a. Perlindungan hukum preventif
Bentuk perlindungan hukum preventif adalah melalui peraturan
perundang-undangan yakni pada Pasal 85, Pasal 86 ayat (1), Pasal 87
ayat (1), dan Pasal 89 ayat (1) UUPM yang mengatur mengenai
keterbukaan informasi baik oleh Penerbit (issuer) yaitu perusahaan
publik atau wali amanat yaitu Bank Kustodian. Kemudian dalam
83
lampiran Keputusan: 412/Bl/2010 (Peraturan Nomor VI.C.4) tentang
Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang
angka 4 huruf e mengenai jaminan dan angka 4 huruf f mengenai hak
keutamaan (senioritas) dari efek bersifat utang, Peraturan tersebut berisi
pedoman yang dapat digunakan untuk mencegah gagal bayar dalam EBA
perusahaan oleh Penerbit (issuer) dalam Pasal-pasal tersebut termuat
mengenai prinsip keterbukaan informasi. Lalu, Pasal 1 angka 25 UUPM,
yaitu pedoman umum yang mensyaratkan emiten/penerbit, perusahaan
publik, dan pihak lain yang tunduk pada UUPM untuk menginformasikan
kepada masyarakat dalam waktu yang tepat, seluruh informasi material
mengenai usaha atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap
keputusan investor terhadap efek dimaksud dan atau harga dari efek
tersebut. Kemudian, menurut Peraturan Nomor X.K.1. IV-1. Keputusan
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal. Nomor KEP-86/PM/1996 tentang
Keterbukaan Informasi. Keterbukaan terhadap informasi dan fakta
material merupakan faktor yang menjadi pertimbangan investor untuk
membeli efek atau tidak membeli efek yang ditawarkan. Telah banyak
regulasi yang mengatur mengenai keterbukaan informasi dan fakta
material di pasar modal maupun dalam kegiatan EBA seperti yang di
bahas pada sub bab sebelumnya. Keputusan Ketua Badan Pengawas
Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor KEP-51/Pm/1997
(Peraturan Nomor IX.C.10) tentang Pedoman Bentuk dan Isi Prospektus
Dalam Rangka Penawaran Umum Efek Beragun Aset (Asset Backed
Securities); menentukan informasi yang harus dimuat dalam Prospektus
Efek Beragun Aset.
Perlindungan hukum preventif lainnya yang diberikan oleh
Pemerintah adalah bentuk perlindungan melalui Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan (UUOJK), Pasal 28 UUOJK memberikan
perlindungan hukum bersifat pencegahan kerugian konsumen dan
masyarakat yang dilakukan oleh OJK adalah:
84
1) memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas
karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya;
2) meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya
apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan
3) tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
b. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa
sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan
apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran
(Muchsin 2003:20). Perlindungan hukum represif tersebut dalam EBA
terlihat ketika penerbit yakni perusahaan publik yang mengalami gagal
bayar dapat dikenakan sanksi administratif, sanksi pidana, dan sanksi
perdata.
Sanksi administratif diatur dalam Pasal 102 ayat (1) UUPM bentuk
perlindungan hukum represif yang diberikan oleh pemerintah melalui
Pasal 102 ayat (1) UUPM
“Bapepam mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran
undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya yang
dilakukan oleh setiap pihak yang memperoleh izin, persetujuan,
atau pendaftaran dari bapepam.”
Sesuai ketentuan Pasal 102 ayat (2) UUPM, sanksi administratif dapat
berupa peringatan tertulis, denda atas pembayaran sejumlah uang,
pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin
usaha, pembatalan persetujuan, dan pembatalan pendaftaran.
Selanjutnya juga terdapat sanksi pidana, Sanksi pidana diatur dalam
Pasal 103 UUPM, yaitu diberikan kepada pihak yang melakukan
kegiatan pasar modal tanpa izin, persetujuan, dan pendaftaran dapat
diancam dengan kurungan 1 (satu) tahun dan denda maksimal Rp.
1.000.000.000.000,00.
Upaya hukum lain yang dapat ditempuh investor di luar perjanjian
perwaliamanatan adalah dengan mengajukan gugatan ganti kerugian atas
85
gagal bayar (wanprestasi) ke pengadilan sesuai dengan ketentuan Pasal
111 UUPM.
Setiap Pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari
pelanggaran atas Undang-Undang ini dan atau peraturan
pelaksanaannya dapat menuntut ganti rugi, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama dengan Pihak lain yang memiliki tuntutan
yang serupa, terhadap Pihak atau Pihak-Pihak yang bertanggung
jawab atas pelanggaran tersebut.
Bentuk perlindungan hukum lainnya yang bersifat represif dalam
UUOJK Pasal 29:
1) memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga
Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang
dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud;
2) mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali harta kekayaan
milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian,
baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang menyebabkan
kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan
itikad tidak baik; dan/atau untuk memperoleh ganti kerugian dari
pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen dan/atau
Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Dari isi Pasal tersebut terlihat bahwa Perlindungan hukum represif
yang diberikan yaitu investor pemegang EBA diberikan kesempatan
untuk melakukan suatu gugatan atau menuntut ganti rugi kepada debitor
maupun yakni perusahaan publik melalui pengadilan jika terjadi risiko
gagal bayar yang nantinya akan ditentukan oleh putusan hakim.
Ketentuan pasal 111 UUPM tersebut hanya berlaku secara umum karena
dalam hal terjadi risiko gagal bayar EBA korporasi, gugatan dan tuntutan
ganti rugi melalui pengadilan diajukan oleh wali amanat.
Kepentingan investor diwakili oleh wali amanat sesuai ketentuan Pasal
51 ayat (2) UUPM, yang mengatakan bahwa “sejak ditandatangani perjanjian
perwaliamanatan antara emiten dan wali amanat, maka wali amanat telah
86
sepakat dan mengikatkan diri untuk mewakili pemegang efek bersifat utang.”
Wali amanat diberi kuasa berdasarkan Undang-Undang untuk mewakili
investor pemegang EBA dalam melakukan tindakan hukum yang berkaitan
dengan kepentingan investor pemegang EBA tersebut, termasuk melakukan
penuntutan hak-hak investor pemegang EBA, baik di dalam maupun di luar
pengadilan, tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari investor pemegang
EBA. Pasal 21.2 dikatakan bahwa Pemegang EBA tidak memiliki hak untuk
memulai suatu tuntutan, tindakan, atau gugatan dalam hubungan KIKDBTN03 terhadap para debitur, penyedia jasa atau pihak ketiga lainnya
kecuali Pemegang EBA telah memberi tahu sebelumnya kepada Bank
Kustodian secara tertulis mengenai wanprestasi yang dilakukan Bank
Kustodian .............. Bank Kustodian menjadi wali amanat untuk memulai
tindakan, tuntutan atau gugatan atas nama Pemengan EBA dengan
permintaan tertulis dari Pemegang EBA yang mana dalam proses
pemberitahuan permintaan tertulis kepada Bank Kustodian harus diwakili
tidak kurang dari 25% dari Jumlah Pokok terhutang atas EBA Kelas A untuk
memulai suatu tindakan, tuntutan, atau gugatan atas namanya dimana
kedudukan Bank Kustodian adalah sebagai Wali Amanat berdasarkan
ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat dalam KIK-DBTN03. Sehingga saat
gagal bayar terjadi untuk Pemegang EBA dengan nominal kurang dari 25%
tidaklah dapat melakukan tindakan, tuntutan, atau gugatan dikarenakan Pasal
21.2 KIK-DBTN03 tersebut, sehingga Pasal 51 ayat (2) UUPM tidak berlaku
untuk investor Pemegang EBA dengan nominal terhutang kurang dari 25%.
Bentuk perlindungan hukum dalam KIK-DBTN03 tidaklah dimuat
pengaturan khusus mengenai hal tersebut, peraturan-peraturan EBA seperti
yang telah dijelaskan diatas mengenai aturan perlindungan hukum untuk
investor pemegang EBA hanya membuat investor terlindungi ketika belum
terjadi gagal bayar (preventif) akan tetapi saat terjadi gagal bayar secara
eksplisit perlindungan hukum itu tidaklah jelas (represif) hanya dikatakan
kalau investor dapat menuntut. Namun, tidak diaturnya pihak yang akan
bertanggung jawab terhadap resiko gagal bayar dari pihak debitur membuat
87
pihak investor pemegang EBA bingung untuk menuntut, dikarenakan terjadi
tiga perjanjian atau kontrak sebelum terbitnya EBA, dan ini secara umum
maupun khusus tidaklah diatur dalam UUPM, UUOJK, ataupun dalam KIKDBTN03 itu sendiri. Prospektus KIK-DBTN03 mengatakan jika terjadi gagal
bayar oleh debitur, maka penyedia jasa melakukan pendaftaran balik nama
Hak Tanggungan ke atas nama Bank Kustodian dan melakukan eksekusi
terhadap agunan kredit (Properti dibiayai), jadi apabila terjadi gagal bayar dan
tidak jelasnya debitur maka agunan kredit debitur dapat dijual beserta sarana
peningkatan kredit akan tetapi jika agunan tersebut tidak mencukupi untuk
melunasi EBA maka hal ini sudah merupakan risiko investor. Penerbit hanya
bertanggung jawab sebesar aset keuangan Sarana Peningkatan Kredit. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum bagi investor pemegang EBA
masih lemah yang mana tidak memenuhi kepentingan investor.
Download