1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1
Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)
Rahardja dan Manurung (2008:233) menyatakan bahwa pendekatan
pengeluaran memandang Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai nilai total
pengeluaran dalam perekonomian selama periode tertentu. Menurut metode ini
pengeluaran agregat dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
1) Konsumsi Rumah Tangga (Household Consumption)
Pengeluaran sektor rumah tangga dipakai untuk konsumsi akhir, baik
barang dan jasa yang habis pakai dalam tempo setahun atau kurang maupun
barang yang dapat dipakai lebih dari setahun atau barang tahan lama.
2) Konsumsi Pemerintah (Government Consumption)
Perhitungan
konsumsi
pemerintah
adalah
pengeluaran-pengeluaran
pemerintah yang digunakan untuk membeli barang dan jasa akhir (government
expenditure).
Sedangkan pengeluaran-pengeluaran untuk
tunjangan sosial
tidak masuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah. Itulah sebabnya dalam
data statistic PDB,pengeluaran konsumsi pemerintah nilainya lebih kecil
daripada pengeluaran yang tertera dalam anggaran pemerintah.
3) Pengeluaran Investasi (Investment Expenditure)
Pembentukan
Modal Tetap
Domestik
Bruto
(PMTDB)
merupakan
pengeluaran sektor dunia usaha. Pengeluaran ini dilakukan untuk memelihara
dan memperbaiki kemampuan menciptakan atau meningkatkan nilai tambah.
1
Bagian-bagian dalam PMTDB adalah perubahan stok, baik barang jadi
maupun barang setegah jadi. Akurasi potensi produksi dapat diketahui melalui
perhitungan
investasi neto,
yaitu
investasi bruto
dikurangi penyusutan.
Penghitungan PMTDB ini menunjukkan bahwa pendekatan pengeluaran lebih
mempertimbangkan barang-barang modal yang baru. Barang modal tersebut
merupakan output baru, karena harus dimasukkan dalam perhitungan PDB.
4) Ekspor Neto (Net Export)
Ekspor bersih adalah selisish antara nilai ekspor dengan impor. Ekspor
neto yang positif menunjukkan bahwa ekspor lebih besar daripada impor,
begitu juga sebaliknya. Perhitungan ekspor neto dilakukan bila perekonomian
melakukan transaksi dengan perekonomian lain (dunia).
Nilai PDB berdasarkan metode pengeluaran adalah nilai total lima jenis
pengeluaran tersebut:
PDB = C + G + I + (X-M) .................................................................................... (1)
Keterangan:
C = Konsumsi rumah tangga
G = Konsumsi/pengeluaran pemerintah
I
= PMTDB (investasi)
X = Ekspor
M = Impor
2.1.2
Teori Pendapatan Nasional
2
Salah satu tolak ukur yang dapat digunakan untuk menilai kondisi
perekonomian
suatu negara adalah pendapatan nasional.
Menurut Sukirno
(2008:36) Pendapatan Nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh
faktor produksi yang digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa dalam
suatu tahun tertentu.
Perhitungan pendapatan nasional sangat diperlukan dalam teori maupun
kebijakan makro ekonomi dalam menghadapi berbagai masalah sentral yang
berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, siklus bisnis, hubungan antara kegiatan
ekonomi dan pengangguran, serta ukuran dan faktor-faktor penentu tingkat inflasi.
Perhitungan pendapatan nasional dapat menjadi pemahaman mengenai bagaimana
berbagai bagian dari suatu perekonomian saling berinteraksi satu sama lainnya,
dan menyediakan suatu kerangka konseptual untuk menjelaskan keterkaitan antara
berbagai perubah makro ekonomi yang penting seperti output, pendapatan, dan
pengeluaran. Dari data perhitungan pendapatan nasional dapat menjadi landasan
dalam melakukan
pengukuran
kinerja perekonomian,
pembuatan peramalan
ekonomi dan penyusunan berbagai kebijakan makroekonomi.
Menurut Rahardja dan Manurung (2008:223) salah satu faktor terjadinya
efisiensi secara makro adalah nilai output nasional yang dihasilkan sebuah
perekonomian dalam satu tahun tertentu. Besarnya output nasional dapat
menunjukan hal penting dalam sebuah perekonomian. Pertama, besarnya output
nasional merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang
ada dalam perekonomian (tenaga kerja, barang modal, uang, dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Secara umum,
3
makin besar pendapatan nasional maka semakin baik efisiensi alokasi sumber
daya ekonominya. Kedua, besarnya
output nasional merupakan gambaran awal
tentang produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu Negara. Alat ukur yang
disepakati tentang kemakmuran adalah output nasional per kapita. Nilai output per
kapita diperoleh dengan cara membagi besarnya output nasional dengan jumlah
penduduk pada tahun bersangkutan. Jika angka output perkapita makin besar,
maka tingkat kemakmuran dianggap makin tinggi. Alat ukur tentang produktivitas
rata-rata adalah output per tenaga kerja. Makin besar angkanya, maka tingkat
produktivitas tenaga kerja makin tinggi. Ketiga, besarnya output nasional
merupakan gambaran awal tentang masalah-masalah mendasar yang dihadapi
suatu perekonomian. Ini berarti perekonomian harus segera memodernisasikan
diri, dengan memperkuat industrinya, agar ada keseimbangan kontribusi antara
sektor pertanian yang dianggap sektor tradisional dan sektor industri yang
dianggap sektor modern.
2.1.3
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Terdapat beberapa teori mengenai pertumbuhan ekonomi, diantaranya:
1) Teori Simon Kuznet
Pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih bermakna apabila diiringi
dengan peningkatan pemerataan pendapatan. Hipotesis Simon Kuznet yang
menjelaskan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan
adalah hipotesis kurva U terbalik. Kuznet berpendapat bahwa hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan membentuk huruf U terbalik.
Semakin
tinggi koefisien
gini akan semakin rendah distribusi pendapatan
4
(Boediono, 2008:61). Menurut Kuznet pada tahap awal pendapatan per kapita
terhadap
kesenjangan
distribusi
pendapatan
cenderung
meningkat.
Tahap
berikutnya ditribusi pendapatan bertambah tinggi hingga pada tahap akhir
kesenjangan distribusi pendapatan akan menurun. Dasar dari hipotesis Kusnetz
adalah ketimpangan yang rendah yang terjadi dipedesaan dengan sektor yang
mendominasi adalah pertanian dibandingkan dengan perkotaan yang didominasi
oleh sektor jasa dan industri yang tingkat ketimpangan pendapatanya tinggi,
terjadi transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor jasa (Arsyad,
2010:292). Kurva U terbalik pada hipotesis Simon Kuznet dapat dilihat pada
Gambar 2.1 di bawah.
Gambar 2.1 Kurva “U” Terbalik dari Hipotesis Kuznet
Tingkat kesejangan dari 20% penduduk terkaya
dari pendapatan
Tingkat pendapatan per kapita
2) Teori Walt Whitman Rostow
Menurut Rostow proses pembangunan ekonomi dibedakan ke dalam lima
tahapan (Arsyad, 2004:47) yaitu:
a. Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang fungsi produksinya
terbatas yang ditandai oleh cara produksi yang relatif masih primitif yang
5
didasarkan pada teknologi pra-Newton dan cara hidup masyarakat yang
masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang rasional tetapi
kebiasaan tersebut telah turun temurun. Menurut Rostow dalam suatu
masyarakat tradisional, tingkat produktivitas per pekerja masih rendah.
Oleh karena itu sebagian besar sumber daya manusia digunakan untuk
sektor pertanian.
b. Tahap prasyarat tinggal landas didefinisikan sebagai suatu masa dimana
masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan atas
kekuatan sendiri. Pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi
akan terjadi secara otomatis.
c. Tahap tinggal landas, pada awal tahap ini terjadi perubahan yang drastis
dalam masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang
pesat dalam inovasi, atau berupa terbukanya pasar-pasar baru. Sebagai
akibat dari perubahan-perubahan tersebut secara teratur akan tercipta
inovasi-inovasi dan peningkatan investasi. Rostow mengambil kesimpulan
bahwa untuk mancapai tahap tinggal landas tidak satu sektor ekonomi
yang baku untuk semua negara yang bisa menciptakan pembangunan
ekonomi.
d. Tahap menuju kedewasaan diartikan sebagai masa dimana masyarakat
sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada hampir semua
kegiatan produksi. Pada tahap ini sektor-sektor pimpinan baru muncul
menggantikan
sektor-sektor
pimpinan
kemunduran.
6
lama
yang
akan
mengalami
e. Tahap konsumsi tinggi, pada tahap ini perhatian masyarakat telah lebih
menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan
kesejahtraan masyarakat bukan lagi kepada masalah produksi.
2.1.4
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu indikator dari kemadirian
otonomi daerah dalam menggali potensi untuk meningkatkan sumber-sumber
penerimaan. Semakin besar PAD maka semakin mandiri daerah dalam mengambil
keputusan
dan
kebijakan
pembangunan.
Besarnya
kontribusi
pengeluaran
pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah seharusnya merupakan
sebuah peluang yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendorong
perekonomian daerah (Perdana, 2013).
Pendapatan Asli Daerah adalah sumber penerimaan utama bagi suatu
daerah. PAD yang diperoleh suatu daerah berasal dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain PAD
yang sah. Olatunji et al. (2009) mengatakan bahwa pendapatan pemerintah daerah
terutama berasal dari pajak. PAD menjadi tulang punggung yang digunakan untuk
membiayai belanja modal.
2.1.5
Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun
2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
daerah). DBH yang berasal dari pemerintah terdiri dari dua jenis, yaitu DBH pajak
7
dan DBH bukan pajak (Sumber Daya Alam).Pernyataan ini juga didukung oleh
penelitian Gugus (2013) dan Santosa (2013).
DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan
merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana
pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari PAD selain
DAU dan DAK. Secara teoritis pemerintah daerah menetapkan belanja modal
yang semakin tinggi jika anggaran DBH semakin tinggi, begitupun sebaliknya,
semakin kecil belanja modal yang akan ditetapkan jika anggaran DBH semakin
kecil. DBH berpengaruh positif terhadap Belanja Modal.
2.1.6
Belanja Langsung
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan
belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program
dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Belanja Pegawai
Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang
maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan pegawai yang
dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas
pekerjaan yang telah dilaksanakan dimana pekerjaan tersebut yang berkaitan
dengan pembentukan modal.
2) Belanja Barang dan Jasa
8
Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untuk menampung pembelian
barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang
dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan
untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan.
3) Belanja Modal
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aktiva tetap
dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.Untuk
mengetahui apakah suatu belanja dapat dimasukkan sebagai belanja modal atau
tidak, maka perlu diketahui definisi aset tetap atau aset lainnya dan kriteria
kapitalisasi aset tetap.
2.1.7
Hubungan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Langsung
Penelitian tentang pengaruh pendapatan daerah
terhadap pengeluaran
daerah sudah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu, dimana pendapatan
asli daerah dinyatakan berpengaruh positif terhadap belanja modal (Maimunah,
2006; Tuasikal, 2008;
Syakier, 2012; Setyowati dan Suparwati, 2012; Sularno,
2013; Arwati dan Hadiati, 2013; Hariyadi dan Mahaendra Yasa, 2014; Mayasari
dkk., 2014; Sugiarthi dan Supadmi, 2014; Kartika dan Dwirandra, 2014).
Kemudian Indraningrum (2011) dan Syamni, dkk. (2014) menyatakan bahwa
PAD berpengaruh positif signifikan terhadap belanja langsung, hal ini berarti
pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan dengan perubahan dalam
penerimaan pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum
perubahan pengeluaran.
Edogbanya and Sule (2013), menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif dan signifikan antara peningkatan pendapatan dengan
9
usaha pembangunan pemerintah meliputi infratstruktur dan sarana sosial lainnya
melalui realisasi belanja.
2.1.8
Hubungan Dana Bagi Hasil Terhadap Belanja Langsung
DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan
merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana
pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari PAD selain
DAU dan DAK. Secara teoritis Pemerintah daerah akan mampu menetapkan
belanja modal yang semakin besar jika anggaran DBH semakin besar pula,
begitupun sebaliknya semakin kecil belanja modal yang akan ditetapkan jika
anggaran DBH semakin kecil. DBH berpengaruh positif terhadap Belanja Modal
(Gugus, 2013).
Pemerintah
daerah
selanjutnya
melakukan
pengelolaan
atas
dana
perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pembiayaan sebagai bentuk
penerimaan daerah untuk digunakan dalam membiayai kegiatan-kegiatan daerah
dalam
rangka
pelaksanaan
desentralisasi
melalui
mekanisme
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
2.1.9
Hubungan
Pendapatan
Asli
Daerah
Terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi
Pendapatan asli daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah,
pendapatan lain-lain, yang sepenuhnya digunakan untuk pembangunan daerah
10
melalui realisasi belanja modal tahunan. Peningkatan pendapatan asli daerah
diasumsikan sebagai sumber modal bagi daerah untuk dibelanjakan. Dimana
keseluruhan dari sumber pendapatan asli daerah ini akan memberikan timbal balik
langsung pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga didukung oleh penelitian
Pujiati (2008),
pertumbuhan
dimana
ekonomi.
PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Pernyataan
ini
juga
senada
dengan
penelitian
Hendriwiyanto (2015); Riska, dkk.(2014), Hariyadi dan Mahaendra Yasa (2014),
Gunantara dan Dwirandra (2014).
2.1.10 Hubungan Dana Bagi Hasil Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dana bagi hasil adalah salah satu bagian dari dana perimbangan selain
dana alokasi umum dan dana alokasi khusus, yang di transfer dari pemerintah
pusat ke daerah dengan tujuan memaksimalkan pembangunan daerah sesuai
dengan tujuan otonomi daerah (Nehen, 2012:411).
ekspektasi
tingkat
pembangunan
daerah
Semakin tinggi DBH maka
semakin
tinggi,
sehingga
DBH
berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Pendapat ini juga didukung oleh
penelitan Pujiati (2008), Santosa (2013), Riska, dkk.(2014), dan Hendriwiyanto
(2015).
2.1.11 Hubungan Belanja Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Syarat
fundamental
untuk
pembangunan
ekonomi
adalah
tingkat
pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk.
Bertambahnya infrastruktur dan perbaikannya oleh pemerintah daerahdiharapkan
11
akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah, sehingga tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi setara dengan pengorbanan berupa belanja langsung yang
besar,
begitu pula sebaliknya. Dapat disimpulkan bahwa belanja langsung
berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Adi (2006) menyatakan bahwa bagian
dari belanja
langsung,
yaitu
belanja
modal berpengaruh
positif terhadap
pertumbuhan ekonomi, degan kata lain jika pengeluaran pembangunan meningkat,
maka pertumbuhan ekonomi meningkat dan begitu sebaliknya. Hal ini sejalan
dengan
teori
pendekatan
pengeluaran
(expenditure
approach)
yang
mengemukakan bahwa konsumsi pemerintah (anggaran belanja) merupakan salah
satu elemen penting yang menunjang laju pertumbuhan ekonomi yang terefleksi
melalui trend PDB di kancah nasional.
Rrefleksi trend PDRB mendeskripsikan bahwa pertumbuhan ekonomi
dipacu oleh tinggi rendahnya barang dan jasa yang dihasilkan, di mana untuk
memaksimalkan produktivitas barang dan jasa diperlukan anggaran belanja
langsung yang besar. Bose and Osborn (2007), menyatakan bahwa belanja modal
pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,
dimana pertumbuhan ekonomi dalam penelitian tersebut diproksikan melalui
GDP. Hasil penelitian yang sama juga diperoleh Chude and Chude (2013) yang
membuktikan
bahwa
belanja
modal
bepengaruh
positif
signifikan
pada
pertumbuhan ekonomi. Hal ini membuktikan bahwa tingginya realisasi belanja
langsung merupakan indikator penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi.
2.1.12 Hubungan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertubuhan Ekonomi
Melalui Belanja Langsung
12
PAD menjadi tulang punggung yang digunakan untuk membiayai belanja
daerah (Kartika dan Dwirandra, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Liliana et
al. (2011) memperoleh hasil bahwa pertumbuhan pendapatan pemerintah sangat
kuat berkorelasi dengan pengeluaran pemerintah. Penelitian oleh Darwanto dan
Yustikasari (2007) serta Tuasikal (2008) memperoleh hasil bahwa PAD dan
belanja modal memiliki hubungan yang positif. Semakin tinggi PAD suatu daerah,
maka belanja modal yang dilakukan pemerintah daerah juga semakin meningkat.
Selain itu, Ogujiuba dan Abraham (2012) yang melakukan penelitian di Nigeria
juga memperoleh hasil bahwa pendapatan dan pengeluaran sangat berkorelasi.
Belanja langsung dalam penelitian ini sebagai variabel intervening yang
menguji pengaruh langsung dan tak langsung pada PAD terhadap pertumbuhan
ekonomi. Semakin tinggi PAD maka ekspektasi produksi barang dan jasa daerah
akan meningkat, yang secara langsung mencerminkan pertumbuhan ekonomi
meningkat (Pujiati, 2008; Riska dkk.,2014; Gunantara dan Dwirandra, 2014;
Hariyadi dan Mahaendra Yasa, 2014; Hendriwiyanto, 2015). Hal ini tercermin
dari tingginya realisasi belanja langsung guna mengalokasikan penerimaan daerah
untuk memaksimalkan tingkat produksi barang dan jasa suatu daerah (PDRB).
2.1.13 Hubungan Dana Bagi Hasil Pada Pertumbuhan Ekonomi Melalui
Belanja Langsung
Dana bagi hasil adalah salah satu komponen dari dana perimbangan yang
ditransfer dari pusat ke daerah. Tujuan dari dana bagi hasil adalah untuk
memenuhi anggaran belanja langsung, khususnya belanja modal daerah yang
bukan berasal dari PAD selain DAU dan DAK. Dana bagi hasil memiliki
13
kontribusi langsung pada belanja modal, hal ini didukung oleh Gugus (2013) yang
menyatakan bahwa DBH berpengaruh positif terhadap belanja modal.
Hubungan antara DBH dengan pertumbuhan ekonomi diasumsikan dengan
semakin tinggi
DBH maka ekspektasi tingkat pembangunan daerah semakin
tinggi (Pujiati, 2008; Santosa, 2013; Riska., dkk, 2014; Hendriwiyanto, 2015).
Selanjutnya realisasi belanja langsung diasumsikan berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi (Bose dan Osborn, 2007; Chude dan Chude, 2013). Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat produktivitas barang dan jasa melalui pertumbuhan
ekonomi membutuhkan realisasi belanja langsung yang besar, kemudian belanja
langsung yang besar didanai dari alokasi penerimaan daerah yang salah satuya
adalah DBH.
2.2
Hipotesis Penelitian
Pendapatan asli daerah dan dana bagi hasil adalah komponen yang paling
potensial untuk memenuhi realisasi anggaran belanja langsung daerah, dimana
hubungan keduanya dapat dilihat melalui refleksi trend pertumbuhan ekonomi
tiap tahunnya yang diukur melalui PDRB.
Berdasarkan pokok permasalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian dan
kajian-kajian teori yang relevan, maka diajukan hipotesis penelitian ini sebagai
berikut:
1) Pendapatan
asli daerah
berpengaruh
langsung positif terhadap
belanja
langsung di Kabupaten/Kota Provinsi Bali 2007-2013
2) Dana bagi hasil berpengaruh langsung positif terhadap belanja langsung di
Kabupaten/Kota Provinsi Bali 2007-2013
14
3) Pendapatan asli daerah berpengaruh langsung positif terhadap pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali 2007-2013
4) Dana bagi hasil berpengaruh langsung positif terhadap pertumbuhan ekonomi
di Kabupaten/Kota Provinsi Bali 2007-2013
5) Belanja
langsung
berpengaruh
langsung
positif
terhadap
pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali 2007-2013
6) Pendapatan
asli
daerah
berpengaruh
positif
tidak
langsung
terhadap
pertumbuhan ekonomi melalui belanja langsung di Kabupaten/Kota Provinsi
Bali 2007-2013
7) Dana bagi hasil berpengaruh positif tidak langsung terhadap pertumbuhan
ekonomi melalui belanja langsung di Kabupaten/Kota Provinsi Bali 20072013
15
Download