1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penentuan posisi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Penentuan posisi/kedudukan di permukaan bumi dapat dilakukan dengan
metode terestris dan ekstra-terestris. Penentuan posisi dengan metode terestris
dilakukan dengan pengamatan dan pengukuran di permukaan bumi, sedangkan
penentuan posisi dengan metode ekstra-terestris dilakukan dengan pengamatan dan
pengukuran terhadap obyek/benda di angkasa, baik yang bersifat alamiah seperti
bintang, bulan, quarsar, maupun yang bersifat buatan manusia seperti satelit buatan
manusia. Salah satu metode penentuan posisi ekstra-terestris adalah survei GNSS.
GNSS kependekan dari Global Navigation Satellite System merupakan suatu
metode penentuan posisi/koordinat dengan menggunakan teknologi satelit navigasi
dengan ketelitian tertentu (Abidin, 2007). Sistem satelit navigasi yang berkembang
pertama kali adalah sistem GPS.
Pada saat ini, sistem GPS sudah banyak digunakan oleh orang di seluruh
dunia dalam beberapa bidang aplikasi. Di Indonesia pun, GPS sudah banyak
diaplikasikan, terutama yang terkait dengan aplikasi-aplikasi yang menuntut
informasi tentang posisi ataupun perubahan posisi. Dibandingkan dengan sistem dan
metode penentuan posisi lainnya, GPS mempunyai banyak kelebihan dan
menawarkan lebih banyak keuntungan, baik dari segi operasionalnya maupun kualitas
posisi yang diberikan. Dalam perkembangannya saat ini terdapat sistem satelit
1
2
navigasi lainnya yaitu GLONASS milik Rusia, GALILEO milik Uni Eropa, dan
COMPASS milik China (Abidin, 2007).
Dalam perkembanganya, teknologi GNSS ini dilanjutkan dengan adanya
pembuatan stasiun GNSS aktif yang dapat memberikan koreksi koordinat pada
pengukuran posisi menggunakan receiver GNSS sehingga diperoleh hasil yang
akurat. Stasiun aktif ini dikenal juga dengan nama CORS (Continuosly Operating
Refference Station). Stasiun ini bekerja dengan menangkap sinyal-sinyal dari
satelit GNSS secara terus menerus setiap hari. Pengguna dapat memanfaatkan
stasiun aktif ini dalam menentukan posisi (baik secara real-time maupun postprocessing).
Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
mempunyai dua stasiun GNSS aktif yaitu JOG2 (berkategori internasional) dan
GMU1 (berkategori nasional). Stasiun aktif GMU1 yang telah beroperasi sejak
tahun 2009 yang merupakan titik kontrol geodetik. Pada tahun 2009 posisi stasiun
GMU1 telah dilakukan pendefinisian pertama kali oleh Sunantyo dkk. Adapun data
yang digunakan dalam pendefinisian pada saat itu adalah data pengamatan GNSS
selama 10 hari yaitu pada bulan Juli dengan Day of Year (doy) 202, 203, 204, 205,
206, 208, 209, 210, 211, dan 212. Titik ikat yang digunakan berjumlah enam stasiun
IGS dan menggunakan ITRF 2005.
Pendefinisian ulang stasiun aktif GMU1 dilakukan oleh Muliawan pada
tahun 2011 menggunakan data pengamatan GNSS selama 29 hari yaitu pada bulan
Mei dengan doy 121 sampai dengan doy 149. Pada penelitian tersebut disusun
3
beberapa project yaitu GMU1a, GMU1b, GMU1c, dan GMU1d. Setiap project
memiliki konfigurasi yang berbeda satu sama lain yakni dalam hal distribusi titik
IGS yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan pada project GMU1a memiliki
ketelitian paling tinggi karena konfigurasi pada project ini menggunakan 10 buah
stasiun IGS yang terdistribusi secara merata di sekitar stasiun aktif GMU1 dan
menggunakan ITRF 2008.
Kondisi wilayah kepulauan Indonesia yang rentan terhadap aktifitas
tektonik akan berimbas pada titik-titik kontrol geodetik di Indonesia (Fahrurazzi
dan Sunantyo, 2011). Dengan demikian, posisi spasial titik kontrol geodetik
senantiasa berubah mengikuti pergerakan kerak bumi. Stasiun aktif GMU1 dapat
dikatakan mempunyai sifat dinamis. Tujuan pendefinisian ulang tersebut untuk
mengetahui ada tidaknya perubahan posisi. Oleh karena itu informasi yang
berhubungan dengan posisi stasiun aktif GMU1 perlu dilakukan pendefinisian ulang
secara kontinyu (Muliawan, 2011). Dalam penelitian ini dilakukan pendefinisian
kembali stasiun aktif GMU1 pada tahun 2012.
Pengolahan data GNSS dapat dilakukan dengan perangkat lunak komersial
maupun perangkat lunak ilmiah. Untuk keperluan penelitian yang bersifat ilmiah
(ilmiah dan geodesi) biasanya menggunakan perangkat lunak ilmiah seperti Bernese,
GAMIT, GIPSY. Sedangkan untuk keperluan praktis (survei dan pemetaan)
menggunakan perangkat lunak komersial seperti SKIPro, GPSurvei, TGO, dan lain
sebagainya. Perangkat lunak ilmiah (scientific software) merupakan perangkat lunak
yang dibuat oleh lembaga penelitian atau universitas. Scientific software mempunyai
4
kelebihan dalam model matematik yang lebih lengkap. Menurut Sunantyo (2000),
parameter-parameter yang berpengaruh kecil dimasukkan dalam perhitungan
sedangkan dalam software komersial hal itu diabaikan. Hal ini berarti bahwa
kelebihan scientific software dibandingkan software komersial adalah semua aspek
dalam pengolahan data GNSS seperti tipe receiver, nomor seri receiver, tipe antena,
nomor seri antena, tinggi antena, bobot pengukuran, kondisi atmosfir, kondisi pasang
surut, kondisi cuaca, dan lain sebagainya juga diperhitungkan. Karena setiap aspek
mempunyai bobot perhitungan sehingga hal ini sangat mempengaruhi ketelitian hasil
pengolahan data (Widjajanti, 2011).
Perangkat lunak untuk pendefinisian koordinat dengan kategori ilmiah serta
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian terutama di perguruan tinggi dan
lembaga riset adalah GAMIT (GPS Analysis of Massachusset Institute of Technology)
dan GLOBK (Global Kalman Filter VLBI and GPS analysis program). Penggunaan
perangkat lunak ilmiah ini menghasilkan koordinat yang teliti. Menurut Herring
(2006), proses pengolahan data GPS didukung dengan adanya titik-titik ikat global
sebagai parameter acuan dan diperhitungkan pengaruh parameter-parameter
pendukung lainnya, seperti atmosfir, orientasi bumi (EOP), pasang surut dan cuaca.
Dalam ilmu dan aplikasi geodesi, ketelitian merupakan suatu pokok
pembahasan yang sangat penting yaitu dalam penentuan posisi/kedudukan.
Penentuan posisi dengan menggunakan receiver GNSS ini merupakan cara yang
efektif karena dilakukan dengan cara cepat dan teliti. Pada sistem GNSS ini
5
memungkinkan user/pengguna memperoleh titik yang memadai karena sistem ini
dirancang untuk memberikan informasi tentang posisi dan ketepatan tiga dimensi.
Agar diperoleh posisi stasiun aktif GMU1 dengan ketelitian tinggi, maka
diperlukan strategi pengamatan dan strategi pengolahan data yang tepat. Strategi
pengamatan ini mencakup metode pengamatan, lamanya pengamatan, dan
pengikatan ke titik tetap yang digunakan. Dalam hal ini digunakan titik ikat
regional dan global yang diperlukan dalam pengolahan GPS sebagai titik referensi
untuk meningkatkan ketelitian koordinat (Widjajanti, 2010). Sedangkan pengolahan
data yang tepat mencakup pada perangkat lunak ilmiah yang digunakan yaitu untuk
proses perataan jaring (Yosafat, 2009).
Pada penelitian ini, pendefinisian stasiun aktif GMU1 menggunakan data
lebih dari beberapa hari pengamatan dan pengolahannya melibatkan kerangka
referensi. Kerangka referensi di permukaan bumi dalam menentukan posisi beserta
kecepatan dari stasiun aktif adalah sangat penting. Hal ini dikarenakan stasiun aktif
yang akan didefinisikan tersebut tidak dapat berdiri sendiri tanpa ada pengikatan
dengan titik–titik yang lebih stabil yaitu suatu kerangka referensi yang disajikan
dalam sebuah International Terrestrial Reference Frame (ITRF). Dengan adanya
pengikatan ini koordinat stasiun aktif tersebut dapat terkoreksi secara geometrik dan
relatif terhadap koordinat fixed stasiun GNSS aktif lainnya.
ITRF 2008 merupakan realisasi baru Sistem Referensi Internasional
mengikuti prosedur yang sudah digunakan untuk pembentukan ITRF 2005.
Penggunaan ITRF 2008 sebagai data time series input posisi stasiun dan parameter
6
orientasi bumi (EOP) yang disediakan oleh pusat analisis IERS menggunakan
pengamatan teknik space geodesi yaitu GNSS, VLBI, SLR, LLR, dan DORIS.
Berdasarkan solusi pengolahan dengan empat metoda tersebut, ITRF 2008
diharapkan menjadi solusi lebih baik dibandingkan dengan ITRF 2005.
Pada penelitian ini dikaji skenario dalam hal penggunaan titik ikat untuk
pendefinisian stasiun aktif GMU1 tahun 2012. Kajian ini memberikan kontribusi
dalam penggunaan titik ikat pada pengolahan data pengamatan GNSS untuk
pendefinisian stasiun aktif serta penentuan kecepatannya. Dalam analisisnya dikaji
pula bagaimana pengaruh terhadap ketelitian koordinat stasiun aktif, apabila
diikatkan dengan stasiun regional dan global.
I.1.1 Perumusan Masalah
Stasiun GMU1 pernah didefinisikan sebelumnya pada tahun 2009 dan 2011,
namun perlu dilakukan pendefinisian kembali pada tahun 2012 karena berhubungan
dengan sifat dinamis dari stasiun GMU1 tersebut. Pendefinisian tersebut perlu
skenario dalam hal penggunaan titik ikat regional dan global dalam pengolahannya
agar dihasilkan koordinat yang teliti. Pertanyaan penelitiannya adalah sebagai
berikut:
1. Berapa nilai koordinat dan ketelitian posisi stasiun aktif GMU1 tahun 2012?
2. Adakah perbedaan yang signifikan dari hitungan dengan menggunakan titik
ikat regional dan global?
3. Berapa kecepatan posisi stasiun GMU1 tersebut?
7
4. Skenario apa saja yang dilakukan untuk pendefinisian stasiun aktif agar
diperoleh koordinat yang teliti?
I.1.2. Batasan Masalah
Pendefinisian stasiun GMU1 tahun 2012 dilakukan dengan menggunakan variasi
titik ikat. Adapun batasan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data pengamatan GNSS selama 7 hari yaitu 14 Juli 2012 sampai 20 Juli 2012
(doy 196, doy 197, doy 198, doy 199, doy 200, doy 201, doy 202) dengan
menggunakan sampling rate 30 detik.
2. Titik ikat GPS regional yang digunakan berjumlah 11 buah yaitu : titik di
Candi Borobudur, Jawa Tengah, Indonesia yang berjumlah empat titik
(BORA, BORB, BORC, dan BORD), stasiun GPS Pulau Jawa yaitu : BAKO
(Cibinong) dan CJPR (Jepara), stasiun GPS Pulau Bali yaitu : CDNP
(Denpasar) dan CSRJ (Singaraja), stasiun GPS Pulau Sumatera yaitu : SAMP
(Medan), stasiun GPS Pulau Kalimantan yaitu : CBAL (Balikpapan), dan
stasiun GPS Pulau Sulawesi yaitu : CBIT (Bitung, Sulut).
3. Titik-titik ikat IGS yang digunakan untuk pengikatan global adalah DGAR
(Diego Garcia Island), GUAM (Guam, Pasific), IISC (Bangalore, India),
KARR (Karratha, Australia), KUNM (Kunming, China), PIMO (Philipino),
dan TOW2 (Townsville, Australia). Hal ini mengacu pada penelitian Yosafat
(2009), bahwa model pengikatan terhadap tujuh buah stasiun IGS merupakan
pengikatan yang optimal.
8
4. Pengolahan data stasiun GMU1 ini diikatkan terhadap jaring global
International Terestrial Reference Frame (ITRF) 2008.
5. Perangkat lunak yang digunakan dalam pengolahan data GPS dalam
penelitian ini adalah GAMIT/GLOBK.
Batasan masalah mengenai skenario pendefinisian stasiun aktif GMU1 dimana
kajiannya adalah untuk melihat pengaruh penggunaan titik ikat regional dan global.
I.1.3. Keaslian Penelitian
Penelitian ini mendefinisikan suatu posisi stasiun GMU1 tahun 2012 dengan
menggunakan data GPS yang kemudian diolah menggunakan perangkat lunak
GAMIT/GLOBK. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yakni
tentang penggunaan titik ikat untuk mendefinisikan stasiun GMU1. Titik ikat GPS
yang digunakan sebagai titik regional yaitu titik-titik di Candi Borobudur (BORA,
BORB, BORC, BORD), BAKO, CJPR, CDNP, CSRJ, SAMP, CBAL, dan CBIT.
Titik-titik ikat global yang digunakan berjumlah tujuh titik yaitu : DGAR, GUAM,
IISC, KARR, KUNM, PIMO, dan TOW2.
Data GPS yang digunakan dengan lama waktu pengamatan 7 x 24 jam. Pada
penelitian ini akan ditentukan skenario untuk pendefinisian stasiun aktif seperti
misalnya GMU1. Perbedaannya disajikan selengkapnya pada Tabel I.1 berikut ini.
9
Tabel 1.1. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya
Penulis
No.
Obyek
Sunantyo (2009)
Muliawan (2011)
Penulis (2013)
1
Lokasi
penelitian
Jurusan Teknik
Geodesi, Fakultas
Teknik, Universitas
Gadjah Mada
2
Hal yang
diteliti
Pendefinisian
koordinat base
station tahun 2009
Jurusan Teknik
Geodesi, Fakultas
Teknik, Universitas
Gadjah Mada
Perbandingan
pendefinisian
koordinat base
station tahun 2009
dan 2011
Jurusan Teknik
Geodesi, Fakultas
Teknik, Universitas
Gadjah Mada
Pengaruh
penggunaan titik ikat
regional dan global
untuk penentuan
posisi base station
3
Titik ikat
Global
Global
Regional dan global
4
Titik IGS
yang
digunakan
6 stasiun IGS
(BAKO, COCO,
PIMO, NTUS,
DARW, KARR)
10 stasiun IGS
(BAKO, COCO,
PIMO, NTUS,
GUAM, BAN2,
DGAR, PERT,
TIDB, DARW)
7 stasiun IGS
(DGAR, IISC,
GUAM, KARR,
KUNM PIMO,
TOW2)
5
Lama
pengamatan
10 x 24 jam
29 x 24 jam
7 x 24 jam
6
ITRF
2005
2008
2008
7
Perangkat
lunak
GAMIT 10.35 dan
GLOBK
GAMIT 10.4 dan
GLOBK
GAMIT 10.4 dan
GLOBK
8
Jenis satelit
GPS + GLONASS
GPS + GLONASS
GPS + GLONASS
I.2. Tujuan dan Manfaat
I.2.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendefinisikan nilai koordinat dan ketelitian posisi dari stasiun aktif GMU1
tahun 2012 yang diikatkan pada titik ikat regional dan global.
10
2. Menghitung signifikansi perbedaan koordinat yang dihasilkan dengan titik
ikat regional dan global.
3. Menentukan kecepatan posisi stasiun GMU1 tahun 2012.
4. Menentukan skenario untuk pendefinisian stasiun aktif GMU1.
I.2.2. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yaitu untuk mengetahui
nilai koordinat, ketelitian posisi, dan kecepatan dari stasiun GMU1 tahun 2012 yang
dihitung dengan menggunakan titik ikat regional dan global. Informasi tersebut
selanjutnya dapat digunakan untuk pengikatan koordinat pada saat pengukuran.
Selain itu, melalui penelitian ini dapat diketahui juga skenario untuk pendefinisian
stasiun aktif, termasuk dalam pemilihan titik-titik ikat regional dan global yang sesuai
agar memperoleh hasil yang optimum sesuai tingkat ketelitian posisi yang
didefinisikan.
Download