6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Puyuh ( Coturnix coturnix

advertisement
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica L)
Puyuh
memiliki
keunggulan
tingkat
adaptasi
yang
tinggi.
Pemeliharaan puyuh lebih mudah, hemat tenaga kerja dan dapat diternakkan
di lahan sempit. Pemeliharaan puyuh berjumlah 1000 ekor dapat dilakukan
pada lahan dengan luas 15-20 m2. Fase pertumbuhan dibagi menjadi dua fase
yaitu starter (0-3 minggu), grower (4-6 minggu) sedangkan fase produksi
telur yaitu layer (6 minggu-afkir) (Marsudi dan Saparinto, 2012).
Menurut Wuryadi (2011) puyuh sangat potensial dikembangkan
untuk diambil telur atau dagingnya. Di antara semua jenis unggas
petelur, ternyata puyuh termasuk unggas penghasil telur terbesar kedua
setelah ayam ras petelur. Selain itu puyuh sudah mulai bertelur pada usia
45 hari dan akan terus bertelur selama sekitar 18 bulan. Selain telur,
daging puyuh juga memiliki rasa yang lezat, gurih dan bertekstur
lembut.
Dagingnya
memiliki kandungan zat gizi yang cukup tinggi,
sehingga bisa dijadikan sumber bahan makanan alternatif.
Jenis burung puyuh yang biasa diternakkan adalah berasal dari jenis
Coturnix-coturnix japonica. Produksi telur burung puyuh ini mencapai 250–
300 butir per tahun dengan berat rata-rata 10 gram per butir. Di samping
produksi telurnya, burung puyuh juga dimanfaatkan daging dan kotorannya.
Keunggulan lain dari burung puyuh adalah cara pemeliharaannya mudah,
mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap penyakit dan dapat diternakkan
bersama dengan hewan lain (Hartono, 2004).
Anak burung puyuh yang baru menetas dari telur disebut Day Old
Quail (DOQ). DOQ ini besarnya seukuran jari dengan berat 8-10 gram dan
berbulu jarum halus. DOQ yang sehat berbulu kuning mengembang, gerakan
lincah, besarnya seragam dan aktif mencari makan atau minum. Dalam dunia
peternakan, periode pembesaran DOQ disebut dengan masa Starter Grower
atau Stargro hingga anak burung puyuh berumur 5 minggu (Sugiharto, 2005).
6
7
B. Ransum Puyuh
Konsumsi pakan dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas pakan yang
diberikan dan faktor lain seperti energi ransum, palatabilitas ransum, umur,
kesehatan, jenis dan aktivitas ternak serta tingkat produksi. Puyuh
membutuhkan unsur nutrisi protein, energi, vitamin, mineral, dan air. Burung
puyuh mempunyai dua fase pemeliharaan, yaitu fase pertumbuhan dan fase
produksi (bertelur). Fase pertumbuhan burung puyuh terbagi lagi menjadi dua
bagian, yaitu fase starter (umur 0-3 minggu) dan fase grower (umur 3-5
minggu). Perbedaan fase ini beresiko pada pemberian pakan berdasarkan
perbedaan kebutuhannya. Anak burung puyuh berumur 0-3 minggu
membutuhkan protein 25% dan energi metabolis 2.900 kkal/kg. Pada umur
3-5 minggu kadar proteinnya dikurangi menjadi 20% protein dan 2.600
kkal/kg energi metabolis. Untuk burung puyuh dewasa berumur lebih dari
5 minggu sama dengan untuk umur 3-5 minggu. Sementara kebutuhan protein
untuk pembibitan (sedang bertelur atau dewasa kelamin) sebesar 18-20%
(Listiyowati dan Roospitasari, 2000).
Tabel. 1 Kebutuhan nutrien burung puyuh
No
Nutrien
1
Energi Metabolis (Kcal/Kg)
2
Protein Kasar (%)
3
Lemak Kasar (%)
4
Serat kasar (%)
5
Abu (%)
6
Ca (Kalsium) (%)
7
P (Fosfor total) (%)
8
Lisin (%)
9
Metionin (%)
10
Metionin + Sistin (%)
Starter
Min 2800
Min 19,0
Maks 7,0
Maks 6,5
Maks 8,0
0,90-1,20
0,60-1,00
Min 1,10
Min 0,40
Min 0,60
Grower
Min 2700
Min 17,0
Maks 7,0
Maks 7,0
Maks 14,0
2,5-3,50
0,60-1,00
Min 0,90
Min 0,40
Min 0,50
Sumber : SNI (2006).
Anggorodi (1995) menyatakan bahwa penyusunan ransum harus
disesuaikan dengan umur dan kebutuhan ternak tersebut. Hal ini bertujuan
untuk mengefisiensikan penggunaan ransum pada ternak. Ternak puyuh pada
dasarnya membutuhkan sejumlah nutrisi yang lengkap untuk kelangsungan
hidup, pertumbuhan, dan berproduksi. Menurut North dan Bell (1990), pakan
8
pada unggas diperlukan untuk empat alasan, yaitu untuk body maintenance,
pertumbuhan, pertumbuhan bulu, dan produksi telur. Nutrisi yang lengkap
terdiri dari berbagai macam material kimiawi yang dapat digolongkan ke
dalam enam kelas, yaitu karbohidrat dan lemak sebagai sumber energi,
protein sebagai sumber asam amino, vitamin-vitamin, mineral, dan air
(Rasyaf, 1991).
C. Minyak Ikan
Minyak merupakan salah satu sumber energi, yang di samping
keberadaannya cukup melimpah juga cukup mengandung asam lemak
esensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Minyak ikan tuna (Katsuwonas
palamis) atau yang lebih dikenal dengan nama ikan cakalang merupakan
minyak dari limbah yang dihasilkan dari pra pemasakan ikan tuna yang
merupakan produk sampingan
dari industri pengalengan ikan tuna.
Pemanfaatan minyak ikan tuna belum optimal dan berpotensi sebgai sumber
asam lemak omega-3 dengan energy metabolik yang tinggi (Estiasih, 1996
dan Lianawati, 1998). Sudibya et al. (2007) menyatakan bahan minyak ikan
tuna mengandung ME 8260 Kcal/Kg dan lemak kasar 5,8% sedangkan
minyak ikan lemuru mengandung ME 8280 Kcal/Kg dan lemak kasar 6,0%.
Elizabeth (1997), menyatakan dalam industri pengalengan ikan tuna
dihasilkan beberapa produk sampingan yang sampai saat ini belum
dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu jenis produk samping yang
dihasilkan adalah pre cook oil atau drainage oil yang berbentuk limbah cair
yang dihasilkan pada tahap pra-pemasakan (precooking). Limbah cair yang
dihasilkan sekitar 0,1% dari total bahan baku.
Minyak ikan Lemuru merupakan limbah atau hasil samping dari
proses pengalengan maupun penepungan ikan Lemuru. Proses pengalengan
ikan Lemuru memperoleh rendeman berupa minyak sebesar 5% dan dari
proses penepungan sebesar 10%. Pengalengan satu ton ikan Lemuru akan
diperoleh 50kg limbah berupa minyak ikan dan selanjutnya dari satu ton
bahan mentah sisa-sisa penepungan akan diperoleh kurang lebih 100kg hasil
9
samping berupa minyak ikan Lemuru (Setiabudi, 1990 dan Murdinah, 2008).
Rusmana (2008) menyatakan bahwa minyak ikan Lemuru kaya akan
asam lemak tak jenuh ganda berupa eicosa pentaenoic acid (EPA) dan
docosa pentaenoic acid (DHA) dan memiliki rantai karbon lebih dari 20.
Menurut Murdinah (2008), manfaat minyak ikan Lemuru untuk kesehatan
dapat mencegah beberapa penyakit antara lain jantung koroner, kelebihan
kolesterol darah, penyakit kanker, mengobati kerontokan rambut dan untuk
kekebalan tubuh. Pemanfaatan minyak ikan Lemuru sebagai bahan
suplementasi nutrisi pada produk pangan dapat meningkatkan nilai tambah
produk dan pendapatan, serta dilihat dari segi sosial ekonomi dapat
membuka lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja.
D. L-Karnitin
L-karnitin merupakan produk turunan dari salah satu asam amoni,
yaitu lisin. Nama karnitin berasal dari bahasa latin “carnitine” yang berarti
daging. Istilah ini muncul karena penemu karnitin pertama kali tahun 1905
merupakan hasil isolasi lisin dari daging sapi. Karnitin adalah senyawa yang
mengandung nitrogen dengan berat molekul yang rendah yang melayani
bolak-balik gugus asil lemak melintasi membrane mitokondria. Karnitin
disintesis dari lisin yang diikat oleh protein (Montgomery et al,. 1993 dan
Cyberhealth, 2006).
L-karnitin memiliki dua fungsi utama yaitu pertama sebagai kofaktor
untuk mengangkut asam lemak ikatan panjang menyebrangi bagian dalam
membran mitokondria. Semua jaringan tubuh, kecuali otak, menggunakan
asam lemak ikatan panjang untuk menghasilkan bioenergi. Pada jaringan otot
dan jantung, kontribusi bioenergi berasal dari reaksi -oksidasi terhadap asam
lemak ikatan panjang. Asam lemak ikatan panjang membutuhkan L-karnitin
untuk mengangkutnya menyebrangi bagian dalam membrane mitokondria.
Mitokondria sel disinilah terjadi respirasi sel, yang dikenal sebagai
pembentukan bioenergi Adenosin Triphospat (ATP). Fungsi kedua L-karnitin
adalah memindahkan asam lemak ikatan sedang (medium) dan pendek dari
10
dalam mitokondria untuk menjaga jumlah koenzim A dalam sel tetap stabil
(Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2005).
L-karnitin berperan penting dalam proses metabolisme asam lemak
(energy) dan sebagai pembawa untuk pengankut asam lemak rantai panjang
dari sitosol melintasi membrane mitokondria bagian dalam dan disarankan
untuk penggunaanya pada ternak berkisar 10-50 ppm (Arslan, 2006 dan
European Food Safety Authority, 2012).
E. Konsumsi dan Kecernaan Nutrien
Konsumsi pakan atau jumlah pakan yang dihabiskan oleh seekor
ternak dapat dipakaisebagai petujuk untuk menentukan penampilan seekor
ternak.
Tinggi
rendahnya
kandungan
energi
pakan
akan
dapat
mempengaruhi banyak sedikitnya konsumsi pakan, di samping itu
konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: macam
pakan, palatabilitas pakan, faktor toksik, dan pakan yang voluminous
(bulky), atau pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi akan
menurunkan jumlah konsumsi pakan (Kamal, 1997).
Kecernaan dapat diartikan banyaknya atau jumlah proporsional zatzat makanan yang ditahan atau diserap oleh tubuh. Zat makanan yang
terdapat dalam feses dianggap zat makanan yang tidak tercerna dan tidak
diperlukan kembali. Kecernaan dapat dipengaruhi oleh tingkat pemberian
pakan, spesies hewan, kandungan lignin bahan pakan, defisiensi zat
makanan, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan pakan, dan
gangguan saluran pencernaan. Daya cerna dipengaruhi juga oleh suhu, laju
perjalanan makanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan makanan,
komposisi ransum, dan pengaruh terhadap perbandingan dari zat makanan
lainnya, jenis kelamin, umur dan strain, meskipun tidak konsisten (Tillman
et al., 1998).
11
1. Konsumsi Bahan Kering
Konsumsi bahan kering memiliki korelasi positif terhadap
konsumsi bahan organik, ehingga dimungkinkan jika konsumsi bahan
kering menurun maka konsumsi bahan organic juga ikut menurun
(Kamal,1997). Heswantari (2014) menyatakan dalam penelitiannya bahwa
suplementasi minyak ikan tuna 4% dan minyak ikan lemuru 4% serta Lkarnitin 10 ppm dalam ransum jagung kuning fermentasi mampu
memperbaiki KBK burung puyuh. Wijanarko (2015) dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa pemberian minyak ikan tuna pada ayam broiler
sampai level 4% dalam pakan mampu memberikan pengaruh sangat nyata
terhadap KBK, yang artinya mampu menurunkan konsumsi bahan kering
pada ayam broiler.
2. Konsumsi Bahan Organik
Komposisi
bahan
organik
yaitu
terdiri
atas
karbohidrat,
protein, lemak dan vitamin. Karbohidrat merupakan bagian dari bahan
organik yang utama serta mempunyai komposisi yang tertinggi (5070%) dari jumlah bahan kering (Tillman et al., 1998). Heswantari
(2014) menyatakan dalam penelitiannya bahwa suplementasi minyak ikan
tuna 4% dan minyak ikan lemuru 4% serta L-karnitin 10 ppm dalam
ransum jagung kuning fermentasi mampu memperbaiki KBO burung
puyuh. Wijanarko (2015) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
pemberian minyak ikan tuna pada ayam broiler sampai level 4% dalam
pakan mampu memberikan pengaruh sangat nyata terhadap KBO, yang
artinya mampu menurunkan konsumsi bahan organik pada ayam broiler.
3. Kecernaan Bahan Kering
Bahan kering adalah bahan yang tersisa setelah bahan pakan
dipanaskan sampai 105 oC selama 24 jam sehingga kadar air menguap.
Setelah pemanasan tersebut sampel pakan disebut sampel bahan kering
dan pengurangannya dengan sampel pakan tersebut disebut prosentase air
atau kandungan air (Tillman et al., 1991). Kecernaan bahan kering diukur
12
untuk mengetahui jumlah nutien yang diserap tubuh yang dilakukan
melalui analisis dari jumlah bahan kering baik dalam ransum maupun
ekskreta. Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya nilai KcBK
diantaranya adalah kandungan energi metabolis pakan dan kandungan
serat kasar (Anggorodi,1995).
4. Kecernaan Bahan Organik
Kecernaan bahan organik pakan merupakan persentase dari
protein, lemak, vitamin dan karbohidrat yang dicerna selama proses
pencernaan. Komponen bahan organik dalam sel tumbuhan sebagian besar
adalah karbohidrat yaitu sebesar 50-70% dari jumlah bahan kering
(Tillman et al, 1998).
Menurut hasil penelitian Astawa et al. (2010) hasil penelitian
menunjukkan bahwa suplementasi minyak ikan sebagai sumber vitamin
dan mineral pada level 100 ml dalam ransum pada babi landrace dapat
meningkatkan koefisien cerna bahan kering, bahan organik, dan
protein kasar, sedangkan kecernaan serat kasar mengalami penurunan.
Untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan ransum pada babi landrace
fase starter dapat dilakukan dengan pemberian suplementasi minyak ikan
sebagai sumber vitamin-mineral sebesar 100 ml.
5. Kecernaan Lemak Kasar
Kecenaan lemak merupakan indikasi pengangkut vitamin A
dan E karena larut dalam lemak, ketersediaan vitamin A dan E
membantu proses metabolisme nutrien lainnya, seperti karbohidrat,
protein dan lemak sehingga dapat dicerna dan diserap oleh tubuh
ayam. Semakin tinggi kecernaan lemak maka lemak yang masuk
dalam tubuh juga semakin tinggi sebagai carier atau pembawa
vitamin A dan E yang nyata meningkatkan ketahanan tubuh dilihat dari
rasio limfosit (Sihaloho et al.,2013).
Persentase absorpsi dari lemak atau asam-asam lemak dipengaruhi
oleh faktor – faktor berikut : 1) panjang rantai dari asam-asam lemak,
13
2) banyaknya ikatan rangkap dalam asam lemak, 3) ada atau tidak adanya
ikatan ester atau apakah lemak itu dalam bentuk trigliserida atau sebagai
asam lemak yang bebas, 4) rangkaian yang khas dari asam-asam lemak
yang jenuh dan tak jenuh pada bagian gliserol dari molekul trigliserida,
5) umur unggas, 6) perbandingan antara asam-asam lemak yang tak jenuh
dan yang jenuh dalam campuran asam-asam lemak yang bebas,
7) miklofora usus, 8) komposisi ransum mengenai kandungan asam-asam
lemaknya, dan 9) banyaknya dan tipe trigliserida dalam campuran lemak
ransum (Wahju, 1992).
Lemak merupakan sumber karbohidrat, yang berarti pula sebagai
sumber energi. Fungsi lemak adalah membantu penyerapan vitamin (A, D,
E, dan K), menambah palatabilitas (rasa), menyediakan asam-asam lemak
esensial, mempengaruhi penyerapan vitamin A dan karoten dalam saluran
pencernaan, berpengaruh penting dalam penyerapan Ca (kalsium), serta
menambah efiensi penggunaan energi (Listiyowati dan Roospitasari,
2009).
Download