BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Persediaan 1. Peneliti Terdahulu Fransiska Simorangkir (2008) meneliti tentang “Analisis Penerapan Metode Laba Kotor Dalam Penilaian Persediaan Pada Laporan Keuangan Intern PT. RODA TEKNOTAMA CEMERLANG” Sri Lestari (2010) meneliti tentang “Analisis Penilaian Persediaan Bahan Baku Terhadap harga Pokok Produksi”. 2. Pengertian Persediaan Secara umum istilah persediaan dapat diartikan barang-barang yang dibeli, disimpan dengan maksud dipakai, diproduksi maupun dijual kembali. Istilah yang digunakan dapat dibedakan untuk usaha dagang yaitu perusahaan yang membeli barang dan menjual kembali tanpa mengadakan perubahan bentuk barang. Sedangkan untuk perusahaan industri yaitu perusahaan yang membeli persediaan berbentuk bahan dan mengubah bentuknya melalui proses untuk dapat dijual. Pada setiap tingkat perusahaan, baik perusahaan kecil, menengah maupun perusahaan besar, persediaan sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan harus dapat memperkirakan jumlah persediaan yang dimilikinya. Persediaan yang dimiliki oleh 5 6 perusahaan tidak boleh terlalu banyak dan juga tidak boleh terlalu sedikit karena akan mempengaruhi biaya yang akan dikeluarkan untuk persediaan tersebut. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini terdapat beberapa pengertian tentang persediaan antara lain. Pengertian menurut PSAK 14, persediaan adalah asset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, baik barang dagang dalam usaha dagang maupun barang jadi untuk manufaktur, barang dalam proses produksi (barang dalam proses manufaktur dan pekerjaan dalam proses untuk kontraktor) dan dalam bentuk bahan baku atau perlengkapan (bahan pembantu) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberiaan jasa. Menurut Prasetyo (2008 : 65), “Persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam satu periode usaha yang normal, termasuk barang yang dalam pengerjaan / proses produksi menunggu masa penggunaannya pada proses produksi”. Menurut Warren Reeve (2007 : 452), “Persediaan juga didefinisikan sebagai aktiva yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal dalam proses produksi atau yang dalam perjalanan dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa”. Menurut Stice dan Skousen (2009, 571), “Persediaan adalah istilah yang diberikan untuk aktiva yang akan dijual dalam kegiatan normal perusahaan atau aktiva yang dimasukkan secara langsung atau tidak langsung ke dalam barang yang 7 akan diproduksi dan kemudian dijual”. Menurut Wiwin (2008, 354) “Persediaan adalah aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dan proses produksi pembuatan barang”. Menurut Sri Lestari (2007, 557), “Persediaan merupakan suatu istilah yang menunjukkan segala sesuatu dari sumber daya yang ada dalam suatu proses yang bertujuan untuk mengantisipasi terhadap segala kemungkinan yang terjadi baik karena adanya permintaan maupun ada masalah lain”. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dilihat walaupun cara pengungkapan terhadap persediaan berbeda, namun istilahnya adalah sama. Jadi persediaan baik dalam operasi perusahaan dagang maupun perusahaan industry merupakan salah satu unsur yang paling aktif, secara terus menerus diperoleh untuk dijual. Masalah penentuan besarnya investasi dalam persediaan mempunyai efek langsung terhadap keuntungan perusahaan, akan memperbesar beban bunga, memperbesar biaya penyimpanan dan pemeliharaan gudang, memperbesar kemungkinan kerugian karena kerusakan, turunnya kualitas, keusangan, sehingga, semuanya ini akan memperkecil keuntungan material, perusahaan tidak dapat bekerja dengan luas produksi yang optimal karena tidak bekerja dengan kapasitas yang besar. 3. Klasifikasi Persediaan Persediaan merupakan suatu aktiva yang pengklasifikasiannya tergantung pada 8 perusahaannya, apakah perusahaan dagang atau perusahaan manufaktur. Jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan dagang maka persediaannya disebut persediaan barang dagangan (merchandise inventory) dan memiliki karakteristik tertentu, seperti : persediaan itu merupakan milik persediaan itu merupakan barang yang siap dijual kepada konsumen dalam suatu kondisi bisnis normal. Persediaan dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe perusahaan. Ada 3 tipe perusahaan, yaitu perusahaan jasa, perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur. Perusahaan jasa tidak memiliki persediaan barang, pada perusahaan dagang hanya memiliki satu persediaan, yaitu persediaan barang dagangan yang merupakan persediaan barang dagangan yang merupakan persediaan barang siap untuk dijual. Sedangkan untuk perusahaan manufaktur terdapat 3 jenis persediaan, yaitu bahan baku (raw material), barang setengah jadi (goods in process) dan barang jadi (finished goods). 4. Fungsi Persediaan Fungsi persediaan dapat dibedakan menjadi ; 1. Batch Stock/Lot Size Inventory Yaitu persediaan yang timbul karena adanya pembelian atau pembuatan barang-barang dalam jumlah yang besar dari jumlah yang dibutuhkan saat itu. Persediaan barang ini berfungsi untuk mendapat keuntungan dari potongan harga pada pembelian, penghematan biaya angkutan, dan efesiensi dalam pelaksanaan 9 proses produksi. 2. Fluctuation Stock Yaitu persediaan yang berfungsi untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak beraturan dan tidak dapat diramalkan. 3. Anticipation Stock Yaitu persediaan yang berfungsi untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang dapat diramalkan berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan atau permintaan yang meningkat. B. Sistem Pencatatan Persediaan Persediaan barang dagang merupakan aktiva yang sangat penting karena pada umumnya merupakan elemen modal kerja terbesar yang selalu dalam keadaan berputar secara terus-menerus dan selalu mengalami perubahan dengan cepat, maka keberadaannya harus dilakukan pencatatan. Dalam melakukan pencatatan persediaan barang terdapat 2 (dua) metode yang dapat digunakan, yaitu: 1. Sistem Periodik Sistem periodik adalah system pencatatan persediaan yang tidak mengikuti mutasi persediaan barang dimana setiap pembelian barang dicatat dalam rekening pembelian, sehingga tidak dapat menunjukkan saldo persediaan sewaktu-waktu. Untuk dapat 10 mengetahui jumlah persediaan pada suatu saat harus diadakan perhitungan fisik atas persediaan barang. Perhitungan persediaan ini diperlakukan untuk dapat mengetahui berapa jumlah barang yang masih ada dan kemudian diperhitungkan harga pokoknya. Transaksi yang berkaitan pada saat pembelian, pembayaran biaya angkut pembelian, dan segala bentuk potongan pembelian serta pengembalian terhadap barang-barang yang telah dibeli akibat kerusakan dan lain-lain, dalam sistem pencatatan persediaan secara fisik dilakukan sebagai berikut : a. Pada saat pembelian barang Pembelian xxx Hutang usaha xxx b. Pada saat mencatat biaya angkut Biaya angkut pembelian xxx Hutang usaha/kas xxx c. Pada saat mencatat retur pembelian Hutang usaha xxx Retur pembelian xxx d. Pada saat pembayaran hutang usaha dengan potongan tunai Hutang usaha xxx Potongan pembelian xxx Kas xxx 11 e. Pada saat penjualan Piutang usaha xxx Penjualan xxx f. Pada saat akhir periode Harga pokok penjualan xxx Pembelian Persediaan barang dagang xxx xxx Harga pokok penjualan xxx 2. Sistem Perpetual Sistem perpetual adalah sistem pencatatan yang dilakukan setiap kali terjadi perubahan baik karena pembelian maupun penjualan barang yang dicatatat pada rekening persediaan. Harga pokok penjualan segera dicatat pada waktu terjadinya transaksi penjualan sehingga diakhir periode tidak diperlukan lagi jurnal penyesuaian untuk mencatat harga pokok penjualan. Dalam sistem perpetual setiap jenis persediaan dibuatkan rekening sendiri-sendiri yang merupakan buku pembantu persediaan, dimana rincian dalam buku pembantu itu bisa diawasi dari rekening kontrol persediaan barang dalam buku besar. Rekening yang digunakan untuk mencatat persediaan terdiri dari beberapa kolom yang dapat digunakan untuk mencatat pembelian, penjualan dan saldo persediaan yang masing-masing kolom tersebut diperinci lagi untuk kuantitas dan harga perolehannya. 12 Transaksi yang berkaitan dengan pembelian, biaya angkut, retur pembelian, pembayaran hutang usaha dengan potongan tunai dan penjualan, pencatatannya ada sistem perpetual adalah sebagai berikut : a. Pada saat pembelian Persediaan barang dagang xxx Hutang usaha xxx b. Pada saat mencatat biaya angkut Persediaan barang dagang xxx Hutang usaha/ kas xxx c. Pada saat mencatat retur pembelian Hutang usaha xxx Persediaan barang dagang xxx d. Pada saat pembayaran hutang usaha denga pemotongan tunai Hutang usaha xxx Persediaan barang dagang xxx Kas xxx e. Pada saat penjualan Piutang usaha Penjualan xxx xxx 13 f. Pada saat akhir periode Harga pokok penjualan Persediaan barang dagang xxx xxx C. Metode Penilaian Persediaan 1. Metode harga Pokok Dengan metode ini harga pokok persediaan akan dicantumkan dalam neraca dan tidak terdapat perbedaan antara harga pokok persediaan dengan nilai persediaan dalam neraca. Penggunaan metode harga pokok dalam melakukan penilaian persediaan dan menentukan besarnya harga pokok penjualan, terdiri dari metode FIFO, metode LIFO, dan metode rata-rata tertimbang dan identifikasi khusus. a. Metode pertama masuk pertama keluar (first-in first-out/FIFO) Dalam metode FIFO, harga beli dari barang yang pertama kali masuk dalam persediaan akan menjadi harga pokok yang pertama kali dibebankan pada harga pokok penjualan, sedangakn persediaan akhir akan dinilai dengan harga satuan per unit pembelian yang terakhir. Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 14 Paragraf 21 (2007:14.4) menjelaskan “Formula MPKP/FIFO mengasumsikan barang dalam persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian.” 14 Keuntungan dalam menggunakan metode ini, antara lain persediaan akhir mencerminkan nilai yang akurat karena dinilai dengan harga satuan yang terakhir masuk. Kelemahannya antara lain, kurang mencerminkan laba operasi berjalan karena penghasilan ditandingkan dengan biaya yang lalu (oldest cost). Ilustrasi dengan menggunakan perhitungan metode FIFO (periodik dan perpetual) Persediaan tanggal 1 januari 2011, yaitu 50 unit @ Rp. 20,00 Tanggal Pembelian 01 Jan 2011 Penjualan 150 @ Rp. 25,00 10 Jan 2011 50 @ Rp. 30,00 15 Jan 2011 150 @ Rp. 25,00 17 Jan 2011 50 @ Rp. 30,00 31 Jan 2011 150 Rp. 40,00 1) FIFO (periodik) Yang tersedia untuk dijual, sebagai berikut ; Jan 1 Persediaan awal 50 unit @ Rp. 20,00 = Rp. 3 Pembelian 15 Pembelian 17 Pembelian 1.000,00 150 unit @ Rp. 25,00 = Rp. 150 unit @ Rp. 25,00 = Rp. 50 unit @ Rp. 30,00 = Rp. 400 unit 3.750,00 3.750,00 1.500,00 Rp. 10.000,00 Persediaan akhir = barang yang tersedia untuk dijual – penjualan 15 = 400 unit – 200 unit = 200 unit Persediaan akhir : Pembelian tanggal 17/01/2011 ………… 50 unit @ Rp. 30,00 = Rp. 1.500,00 Pembelian tanggal 15/01/2011 ………… 150 unit @ Rp. 25,00 = Rp. 3.750,00 200 unit Rp. 5.250,00 COGS = Harga pokok yang tersedia untuk dijual – persediaan akhir = Rp. 10.000,00 – Rp. 5.250,00 = Rp. 4.750,00 Laba kotor = Penjulan – GOGS = ([email protected],00) + ([email protected],00) – Rp. 4.750,00 = Rp. 7.500,00 – Rp. 4.750,00 = Rp. 2.750,00 2. FIFO (perpetual) Tanggal Dibeli Dijual 1 Jan 2011 3 Jan 2011 ([email protected],00)=Rp.1.000,00 ([email protected],00)=Rp.1.000,00 ([email protected],00)=Rp. 3.750,00 10 Jan 2011 15 Jan 2011 Saldo ([email protected],00)=Rp.3.750,00 ([email protected],00)=Rp.1.000,00 ([email protected],00)=Rp. 3.750,00 17 Jan 2011 ([email protected],00)=Rp.3.750,00 ([email protected],00)=Rp.7.500,00 ([email protected],00)=Rp.7.500,00 ([email protected],00)=Rp. 1.500,00 ([email protected],00) =Rp.1.500,00 16 31 Jan 2011 ([email protected],00)=Rp.3.750,00 ([email protected],00)=Rp.3.750,00 ([email protected],00) =Rp.1.500,00 Persediaan Akhir = = 150 unit @ Rp. 25,00 50 unit @ Rp. 30,00 = Rp. 3.750,00 = Rp. 1.500,00 200 unit Rp. 5.250,00 COGS = Rp. 1.000,00 + Rp. 3.750,00 = Rp. 4.750,00 Laba kotor = Penjualan – COGS = Rp. 7.500,00 – Rp. 4.750,00 = Rp. 2.750,00 b. Metode terakhir masuk pertama keluar (last-in first-out/LIFO) Dalam metode LIFO harga pokok persediaan yang paling akhir yang akan lebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan. Dengan demikian harga pokok persediaan akhir terdiri dari harga beli atas barang-barang yang lama yang biasanya merupakan harga pokok persediaan awal. Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 14 paragraf 21 (2007:14,4) menjelaskan “Rumus MTKP/LIFO mengasumsikan barang yang dibeli atau diproduksi terakhir dijual atau digunakan terlebih dahulu, sehingga yang masuk dalam persediaan akhir adalah barang yang dibeli atau yang diproduksi terlebih 17 dahulu.” Keuntungan menggunakan metode ini adalah mampu mencerminkan laba operasi berjalan karena penghasilan yang diperoleh ditandingkan dengan biaya saat ini (current cost). Kelemahan dalam menggunakan metode ini adalah mencerminkan nilai persediaan akhir yang tidak up to date karena dinilai dengan harga satuan per unit pembelian yang mula-mula masuk, yang tidak memberikan arti saat ini apabila harga satuannya meningkat tajam. Ilustrasi dengan menggunakan perhitungan metode LIFO (periodik dan perpetual) berdasarkan data yang diatas. 1. LIFO (periodik) Persediaan akhir = 200 unit Jan 1 5 Persediaan awal50 unit @ Rp.20,00 = Rp. 1.000,00 Pembelian 150 unit @ Rp.25,00 200 unit = Rp. 3.750,00 Rp. 4.750,00 COGS = Harga pokok barang yang tersedia untuk dijual – persediaan akhir = Rp. 10.000,00 – Rp. 4.750,00 = Rp. 5.250,00 Laba kotor = Penjualan – COGS = = Rp. 7.500,00 – Rp. 5.250,00 Rp. 2.250,00 18 2) LIFO (perpetual) Tanggal Dibeli Dijual 01 Jan 2011 03 Jan 2011 ([email protected],00)=Rp.1.000,00 (50@20,00)=Rp.1.000,00 (150@25,00)=Rp.3.750,00 10 Jan 2011 15 Jan 2011 Saldo (150@25,00)=Rp.3.750,00 (50@25,00)=Rp.1.250,00 ([email protected],00)=Rp.1.000,00 (100@25,00)=Rp.2.500,00 (50@20,00)=Rp.1.000,00 (150@25,00)=Rp.3.750,00 (250@25,00)=Rp.6.250,00 ([email protected],00)=Rp.1.000,00 17 Jan 2011 (50@30,00)=Rp.1.500,00 (250@25,00)=Rp.6.250,00 (50@30,00)=Rp.1.500,00 31 Jan 2011 (50@30,00)=Rp.1.500,00 (50@20,00)=Rp.1.000,00 (100@25,00)=Rp.2500,00 (150@25,00)=Rp.3.750,00 Persediaan Akhir = Rp. 1.000,00 + Rp. 3.750,00 = Rp. 4. 750,00 COGS = Rp. 1.250,00 + Rp. 4.000,00 = Rp. 5.250,00 Laba kotor = Penjualan – COGS = Rp. 7.500,00 – Rp. 5.250,00 = Rp. 2.250,00 19 C . Metode rata-rata tertimbang (weighted average method) Metode ini didasarkan pada rata-rata tertimbang dari harga pokok persediaan pada periode tersebut. Harga pokok persediaan didapat dengan membagi harga pokok barang yang dapat dijual (harga pokok persediaan awal ditambah pembelian) dengan jumlah unit yang tersedia untuk dijual. Metode ini bersifat netral terhadap penentuan pendapatan maupun penilaian persediaan di neraca karena tidak menandingkan biaya sekarang dengan penghasilan dan tidak mencerminkan penilaian persediaan dengan harga saat ini. Biaya yang diperoleh untuk persediaan akhir dengan metode rata-rata ini dipengaruhi oleh semua harga yang dibayarkan selama tahun tersebut, artinya naik turunnya biaya akan mempengaruhi tingkat laba. Ilustrasi dengan menggunakan perhitungan metode rata-rata (periodik dan perpetual). 1. Metode rata-rata (periodik) Barang tersedia untuk dijual : Jan 1 Persediaan awal 50 unit @ Rp. 20,00 = Rp. 1.000,00 3 Pembelian 150 unit @ Rp. 25,00 = Rp. 3.750,00 15 Pembelian 150 unit @ Rp. 25,00 = Rp. 3.750,00 17 Pembelian 50 unit @ Rp. 30,00 = Rp. 1.500,00 400 unit Rp. 10.000,00 Persediaan akhir = Barang yang tersedia untuk dijual – Penjualan = 400 unit – 200 unit 20 = 200 unit Harga rata-rata per unit = Rp. 10.000,00 = Rp. 25,00 400 unit Persediaan Akhir = 200 unit x Rp. 25,00 = Rp. 5.000,00 COGS = Harga pokok yang tersedia untuk dijual – Persediaan akhir = Rp. 10.000,00 – Rp. 5.000,00 = Rp. 5.000,00 Laba kotor = Penjualan – COGS = Rp. 7.500,00 – Rp. 5.000,00 = Rp. 2.500,00 D . Identifikasi Khusus (specific identification) Dalam metode ini, setiap barang dipisahkan berdasarkan harga pokoknya dan untuk itu masing-masing barang yang bersangkutan dibuatkan masing-masing kartu persediaan tersendiri. Dengan demikian, penjualan pendapatan hasil penjualan tiap jenis barang akan dapat ditandingkan dengan harga pokoknya sehingga laba bersih untuk masing-masing barang ditentukan dengan tepat. 21 2. Metode Taksiran Pada sistem perpetual perubahan harga pokok persediaan dari hari ke hari dicatat dalam rekening persediaan. Dengan demikian harga pokok penjualan selama satu periode dan harga pokok persediaan pada akhir periode mudah ditentukan. Adapun pada sistem fisik, perubahan harga pokok persediaan hanya dicatat apabila terdapat pembelian, tetapi perubahan sebagai akibat dari transaksi penjualan tidak dicatat. Harga pokok persediaan juga tidak dicatat setiap terjadi penjualan. Dengan demikian harga pokok persediaan pada akhir periode atau tanggal tertentu tidak dapat diketahui, kecuali setelah dilakukan perhitungan fisik persediaan. Perhitungan fisik yang dilakukan setiap akhir pekan adalah tidak mungkin dari sudut pandang biaya dan waktu untuk melaksanakannya. Oleh karena itu maka dibutuhkan suatu prosedur tertentu dengan biaya yang relative murah dan prosesnya cepat dalam melakukan penilaian persediaan pada akhir pekan, tanpa perlu melakukan perhitungan fisik. Proses yang dimaksud adalah dengan cara melakukan penafsiran, tetapi menghasilkan informasi yang handal dan nilai yang dihasilkan diharapkan tidak jauh berbeda dengan hasil perhitungan fisik. Kebutuhan untuk melakukan penaksiran persediaan umumnya timbul dalam perusahaan yang menggunakan sistem persediaan fisik, karena tidak tersedianya catatan persediaan yang terinci. Dalam menaksir persediaan ada dua metode yang dapat digunakan untuk melakukan penaksiran jumlah persediaan pada tanggal tertentu yaitu : 22 a. Metode Laba Kotor Penaksiran harga pokok persediaan dengan menggunakan metode laba kotor didasarkan pada hubungan laba kotor dan penjualan. Metode ini dipakai apabila persentase laba kotor terhadap penjualan adalah sama dari period eke periode. Penggunaan metode ini sederhana, tetapi cukup efektif dalam menaksir persediaan. Persediaan dalam metode laba kotor ditaksir dengan cara menerapkan persentase laba kotor terhadap penjualan. Menentukan jumlah persediaan dengan metode laba kotor biasanya dilakukan dalam keadaan sebagai berikut : 1. Untuk menaksir jumlah persediaan barang yang diperlukan dalam menyusun laporan jangka pendek, dimana perhitungan fisik tidak mungkin dijalankan. 2. Untuk menaksir persediaan barang yang rusak karena terbakar dan menentukan jumlah barang sebelum terjadinya kebakaran. Dalam keadaan seperti ini metode laba kotor dapat digunakan bila catatan-catatan yang diperlukan ada dan tidak musnah terbakar. 3. Untuk mengecek jumlah persediaan yang dihitung dengan cara-cara lain dan disebut dengan tes laba bruto. Persentase yang handal didasarkan pada persentase menurut pengalaman periode-periode sebelumnya yang disesuaikan dengan variasi-variasi yang masih dianggap berlaku sekarang. Misalnya penyesuaian diperlukan apabila terdapat perubahan harga atau kombinasi penjualan produk-produk yang berlaku pada periode sekarang. Penentuan persentase laba kotor didasarkan pada asumsi bahwa penentuan 23 laba kotor tidak berubah dari tahun yang satu ke tahun berikutnya. Seandainya persentase tersebut berubah, misalkan saja terjadi perubahan dalam kebijakan penjualan atau kondisi pasar, maka persentase tahun yang lalu harus disesuaikan untuk mencerminkan kondisi saat ini. Metode laba kotor kadang-kadang diterapkan hanya pada suatu departemen atau suatu produk tertentu. Penggunaan persentase tunggal dapat dilakukan bila produk yang dijual hanya satu jenis atau beberapa jenis saja, tetapi apabila produk yang dijual banyak jenisnya dan persentase laba kotornya berbeda-beda serta kombinasi penjualan produk-produk tersebut tidak stabil, maka untuk menggunakan metode laba kotor, perusahaan perlu menentukan empat elemen yang terdiri dari : a) Harga pokok persediaan b) Harga pokok pembelian netto selama satu periode c) Penjualan d) Persentase laba kotor Apabila dari keempat elemen tersebut terpenuhi maka perhitungan dengan metode laba kotor dapat dilakukan. Metode laba kotor tidak dapat digunakan dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan akhir tahun, tetapi metode ini hanya dapat dilakukan untuk interim perusahaan. Sedangkan untuk tujuan penyusunan laporan keuangan akhir tahun, perusahaan tetap harus berdasarkan pada hasil perhitungan fisik persediaan. Kelebihan dari metode laba kotor adalah : 24 1. Dapat digunakan sebagai laporan interim oleh para auditor dimana hanya dibutuhkan estimasi/perkiraan untuk persediaan perusahaan. 2. Dapat digunakan manakala persediaan atau catatan persediaan hilang. Kekurangan dari metode laba kotor adalah : 1. Hanya berupa perkiraan, akhirnya perhitungan secara fisik harus dilakukan setiap tahun untuk memastikan bahwa persediaan tersebut benar-benar ada ditangan. 2. Metode ini menggunakan persentase masa lalu dalam menentukan laba kotor. 3. Harus berhati-hati dalam menentukan laba kotor kelompok. b. Metode Harga Eceran Metode eceran seringkali digunakan dalam perdagangan eceran untuk menilai persediaan sejumlah besar barang yang berubah dengan cepat dan memiliki margin yang tidak jauh berbeda. Biaya persediaan ditentukan dengan mengurangi harga jual persediaan dengan persentase margin bruto yang sesuai. Persentase tersebut digunakan dengan memperhatikan persediaan yang telah ditentukan nilainya dibawah harga jual normal. Metode harga eceran biasanya digunakan dalam took-cabang yang menjual barang secara eceran, pada umumnya barang dagang yang dimilikinya banyak jenisnya dan bermacam-macam, termasuk juga took serba ada. Dalam perusahaan –perusahaan seperti ini yang digunakan adalah metode fisik, karena bila pencatatan persediaan dilakukan dengan metode perpetual atau buku maka akan menimbulkan 25 banyak pekerjaan. Dalam metode harga eceran persentase harga pokok yang digunakan merupakan persenatse harga pokok yang bersangkutan. Untuk menentukan jumlah persentase akhir, langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan menghitung persentase harga pokok yaitu dengan melakukan perbandingan terhadap harga barang-barang yang tersedia untuk dijual sesuai dengan harga pokok dengan harga jual. Persediaan akhir dengan harga pokok dihitung dengan mengalihkan persentase harga pokok dengan persediaan akhir menurut harga jual. Agar metode harga eceran dapat digunakan maka catatan-catatan harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan data sebagai berikut : a. Persediaan awal dinilai dengan harga pokok dan harga jual. b. Pembelian yang dilakukan dengan harga pokok dan harga jual. c. Perubahan-perubahan terhadap harga jual pertama seperti kenaikan harga, pembatalan kenaikan harga, penurunan harga pembatalan, penurunan harga dan potongan-potongan khusus. d. Data penyesuaian lain seperti transfer antar bagian dalam cabang, pengambilan dan barang-barang rusak. e. Jumlah penjualan. Apabila harga eceran mula-mula selalu disesuaikan dengan naik turunnya permintaan konsumen, maka dalam metode harga jual eceran digunakan istilah-istilah sebagai berikut : 26 1. Harga jual eceran mula-mula adalah harga jual eceran yang pertama kali ditetapkan yaitu dengan harga pokok ditambah dengan kenaikan harga (markup) mula-mula. 2. Markup tambahan adalah kenaikan harga diatas harga jual eceran mula-mula. 3. Pembatalan markup adalah penurunan markup tambahan yang tidak mengurangi harga jual dibawah harga eceran mula-mula. 4. Markdown adalah penurunan harga yang mengurangi harga jual dibawah harga jual eceran mula-mula. 5. Pembatalan markdown adalah penurunan dalam markdown yang tidak menaikkan harga jual eceran mula-mula. 6. Kenaikan maupun penurunan harga selain dipengaruhi oleh hal-hal yang tersebut diatas juga dipengaruhi oleh potongan untuk pegawai, barang-barang rusak dalam kondisi normal akan diperlakukan sama dengan penurunan harga, kerusakan barang yang tidak normal akan mengurangi jumlah tersedia untuk dijual dalam kolom harga poko dan harga eceran. Perlakuan seperti ini diperlakukan agar persediaan yang tersedia untuk dijual tidak dinyatakan terlalu tinggi. Kelebihan dari metode harga eceran adalah : 1) Saldo persediaan dapat diperkirakan tanpa perhitungan fisik. 2) Dapat dijadikan sebagai alat kontrol karena penyimpangan terhadap perhitungan fisik pada akhir tahun harus dijelaskan. 3) Mempercepat perhitungan persediaan fisik pada akhir tahun. 27 Kekurangan dari metode eceran adalah : 1) Lebih dapat diterima jika masing-masing unit persediaannya 2) Sangat sulit dalam menentukan harga pokok penjualan. 3) Metode Penilaian Persediaan Selain Harga Pokok 1. Pada tiap-tiap jenis barang cukup berarti. Pada tiap metode penilaian persediaan selain harga pokok, lebih dikenal dengan istilah “ Lower Cost or Market (LCM)”. Dalam metode ini persediaan dicantumkan dengan nilai yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar. Agar dapat mencapai tujuan ini maka dalam menghitung persentase harga pokok tidak diperhitungkan penurunan harga dan potongan pegawai. Jumlah-jumlah yang mengurangi harga jual atau mengurangi persediaan seperti penurunan harga, potongan untuk pegawai, barang-barang rusak dan lain-lain akan diperlakukan menambah jumlah penjualan. Dasar harga pokok atau harga pasar yang lebih rendah dapat diterapkan dalam metode FIFO maupun rata-rata. Hasil perhitungan dengan cara ini adalah lebih rendah diantara harga pokok (dihitung dengan FIFO) dan harga pasar. Pada dasarnya yang dimaksud dengan harga pasar adalah untuk mengganti barang yang bersangkutan pada tanggal persediaan. Agar lebih praktis, harga yang harus dibayar oleh perusahaan pada tanggal neraca apabila dibeli sejumlah tertentu dari sumber yang biasa didapat. Pada saat diketahui bahwa saat kerugian tersebut 28 akan terjadi dan bukannya pada saat benar-benar terjadi. Metode harga terendah antara harga pokok dan harga pasar dapat diterapkan dengan 3 (tiga) cara : 1. Tiap kelompok besar barang 2. Pada niali persediaan secara keseluruhan Penilaian yang didasarkan pada tiap-tiap kelompok besar barang pada hakekatnya tidak berbeda dengan penilaian berdasarkan pada semua jenis barang secara keseluruhan. Perbedaan terletak pada total nilai persediaan yang diperbandingkan. Kalau didasarkan atas persediaan secara keseluruhan, total nilai yang diperbandingkan adalah niali semua jenis barang yang ada. D. Masalah Pemilikan Persediaan Barang Untuk menentukan apakah barang itu sudah dapat dicatat sebagai persediaan, dasar yang digunakan adalah hak kepemilikan. Barang-barang akan dicatat sebagai persediaan pihak yang memiliki barang-barang tersebut, sehingga perubahan catatan persediaan akan didasarkan pada perpindahan hak kepemilikan, menurut Zaki Baridwan (2005 ; 153). penyimpangan-penyimpangan Dalam yang prakteknya diakibatkan dari akan ditemui sulitnya adanya menentukan perpindahan hak atas barang tersebut yang antara lain timbul dari : a. Barang-barang dalam perjalanan (goods in transit) Adalah barang-barang yang pada tanggal neraca masih dalam perjalanan. 29 Untuk mengetahui kepemilikan barang tersebut, harus diketahui syarat pengiriman barang-barang tersebut. Ada 2 (dua) syarat pengiriman yaitu : 1. Fob Shipping Point Kepemilikan atas barang yang dikirim berpindah pada pembeli ketika barang-barang tersebut diserahakn pada pihak pengangkut. 2. Fob Destination Bahwa kepemilikan hak atas barang baru berpindah pada pembeli jika barang-barang yang dikirim sudah diterima oleh pembeli. a. Barang-barang yang dipisahkan (segregated goods) Barang-barang yang dipisahkan terjadi akibat suatu kontrak penjualan barang dalam jumlah besar sehingga pengirimannya tidak dapat dilakukan sekaligus. Barang-barang yang dipisahkan untuk memenuhi kontrak-kontrak atau pesanan-pesanan walaupun belum dikirim, haknya sudah berpindah pada pembeli. b. Barang-barang konsinyasi (consignment goods) Barang-barang yang dititipkan untuk dijual, haknya masih tetap pada yang menitipkan sampai barang-barang tersebut dijual. Sebelum barang-barang tersebut dijual masih tetap menjadi persediaan pihak yang menitipkan (consignor), pihak yang menerima titipam (consignee) tidak mempunyai hak atas barang-barang tersebut sehingga tidak boleh diakui sebagai persediaan. 30 c. Penjualan angsuran (installment sales) Dalam penjualan angsuran, hak atas barang tetap pada penjualan sampai seluruh harga jualnya dilunasi. Pemjual akan melaporkan barang-barang tersebut dalam persediaannya sejumlah yang sudah dibayarkan. E. Penentuan Nilai dan Jumlah Persediaan 1. Penentuan Nilai Persediaan Penentuan nilai persediaan sangat berpengaruh terhadap kegiatan perusahaan. Apabial penilaian yang diberikan terhadap perusahaan tidak benar, maka akan berakibat tidak benar pula terhadap laporan laba rugi dan laporan neraca perusahaan. Kesulitan dalam menentukan harga pokok persediaan adalah apabila selama satu periode barang yang sama diperoleh dengan beberapa harga yang berbeda. Maka dari pada itu, perlu ditentukan harga mana yang akan dipergunakan untuk menentukan harga pokok persediaan yang ada. Mengingat pentingnya nilai persediaan, Ikatan Akuntansi Indonesia melalui SAK No. 14 telah menentukan cara persediaan sebagi berikut “persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih (net realizable value), mana yang lebih rendah. 2. Penentuan Jumlah Persediaan Didalam penentuan jumlah persediaan akhir dan harga pokok dari barang yang terpakai atau terjual, maka pertama-tama perlu diidentifikasikan barang-barang 31 mana saja yang sudah dipakai atau sudah dijual. Masalah ini tidak terlepas dari metode pencatatan yang digunakan yaitu system periodik atau system perpetual. Dalam system perpetual, pembelian dan penjualan barang dicatat langsung dalam perkiraan. Persediaan pada saat hal itu terjadi. Tidak ada perkiraan pembelian yang digunakan karena pembeli didebet langsung ke persediaan. Perkiraan harga pokok penjualan digunakan untuk mengakumulasikan pengeluaran dari persediaan. Saldo didalam perkiraan persediaan pada akhir tahun harus mencerminkan jumlah persediaan akhir. Apabila catatan persediaan diselenggarakan menurut sistem persediaan periodik, perkiraan persediaan akan tetap sama dan perkiraan pembelian didebet. Harga poko penjualan ditentukan pada akhir periode dengan menggunakan kalkulasi berikut : Persediaaan awal + Pembelian – Persediaan akhir Persediaan akhir dipastikan dengan perhitungan secara fisik. Ayat penutup mendebet persediaan akhir dan mengkredit persediaan awal. Apabila sistem periodik digunakan maka persediaan akhirnya dilakukan dengan sistem perhitungan persediaan fisik sekali setahun. Akan tetapi, kebanyakan perusahaan lebih memerlukan informasi saat ini mengenai tingkat persediaannya guna melindungi terhadap kehabisan stock atau pembelian yang berlebihan dan untuk membantu dalam penyiapan data keuangan bulanan atau triwulanan. Khusus untuk sistem periodik tidak dirancang untuk mengikuti alur suatu barang, maka perhitungan fisik mutlak 32 harus dilakukan. Sedangkan beberapa tingkat optimum persediaan yang harus dijaga perusahaan dapat diketahui dengan sistem perencanaan kebutuhan persediaan dan penentuan jumlah pesanan ekonomis. Apakah perusahaan menyelenggarakan sistem persediaan perpetual dalam kuantitas dan nilai uang atau sama sekali tidak mempunyai catatan persediaan perpetual, perhitungan fisik persediaan dapat diadakan setahun sekali. Tanpa memperhatikan catatan jenis catatan persediaan atau seberapa terorganisasi dengan baik prosedur pencatatan pembelian dan permintaan, bahaya kehilangan dan kesalahan tetap ada. Pemborosan, kerusakan, pencurian, pemasukan yang tidak benar, lalai untuk mencatat permintaan, dan semua kemungkinan-kemungkinan serupa yang dapat mengakibatkan catatan persediaan berbeda dengan persediaan yang ada ditangan. Ini memerlukan pemeriksaan periodik atas catatan persediaan dengan perhitungan ini dibandingkan dengan catatan persediaan terinci. Persediaan fisik harus diadakan dekat dengan akhir tahun fiskal perusahaan sehingga kuantitas persediaan saat itu tersedia untuk penyusunan laporan akuntansi tahunan. Akan tetapi, karena itu tidak selalu memungkinkan, persediaan fisik yang dilakukan didalam jangka dua atau tiga bulan sebelum akhir tahun cukup memadai, jika catatan persediaan yang mendetail diselenggarakan dengan tepat kelayakan tepat. 33 F. Penentuan Harga Pokok Persediaan dan Harga Pokok Penjualan 1. Penentuan Harga Pokok Persediaan Dasar utama yang digunakan dalam akuntansi persediaan adalah harga pokok yang dirumuskan sebagai harga yang dibayar atau yang dipertimbangkan untuk memperoleh suatu aktiva. Dalam hubungannya dengan persediaan, harga pokok adalah jumlah semua pengeluarapengeluaran langsung atau tidak langsung yang berhubungan dengan perolehan, penyimpanan, dan penempatan persediaan tersebut agar dapat dijual. Perumusan harga pokok tersebut sulit dijalankan dalam praktek sehingga biasanya terjadi penyimpangan-penyimpangan dimana harga poko terdiri dari faktur ditambah biaya angkut dengan biaya-biaya lain yang diperlukan sebagai biaya waktu yang dibebankan pada periode yang bersangkutan. Nilai persediaan barang dagangan, ditentukan oleh gabungan dua faktor yaitu kuantitas dan harga pokok. Kuantitas persediaan dapat lebih cepat diperoleh melalui perhitungan secara fisik. Harga pokok persediaan merupakan harga untuk memperoleh persediaan tersebut. Kesulitan dalam menetapkan harga pokok persediaan adalah apabila selama suatu periode, barang yang sama diperoleh dengan beberapa harga yang berbeda. Apabila demikian halnya, maka perlu ditentukan harga mana yang akan digunakan untuk menetapkan harga pokok persediaan yang ada. 34 2. Penentuan Harga Pokok Penjualan Harga pokok penjualan adalah sesuai dengan prinsip perbandingan (matching principle), laba bersih suatu perusahaan dagang dihitung dengan cara mengurangkan biaya untuk memperoleh pendapatan dari hasil penjualan pada periode yang bersangkutan. Harga pokok barang yang telah laku dijual biasa disebut harga poko penjualan. Dalam perusahaan dagang, yang dimaksud dengan harga pokok penjualan adalah : Saldo Awal Persediaan + Pembelian – Jumlah persediaan akhir Untuk perusahaan industry harga pokok barang yang diproduksi pada saldo awal barang jadi, kemudian dikurangi dengan saldo akhir persediaan barang jadi harga pokok yang diproduksi meliputi semua biaya produksi tidak langsung, dengan memperhitungkan saldo awal dan saldo akhir barang dalam proses pengolahan. Dengan sistem pencatatan persediaan perpetual, harga poko persediaan dihitung setiap kali terjadi penjualan sedangkan dalam sistem pencatatan persediaan periodik, setelah diadakan sistem perhitungan secara fisik terhadap persediaan barang dagangan yang ada. Dengan demikian, dalam sistem perpetual harga poko pemjualan dapat diketahui setiap waktu dan untuk itu diperlukan perhitungan secara fisik terlebih dahulu. Walaupun demikian untuk menghasilkan sistem yang baik selalu dianjurkan agar perhitungan fisik secara berkala tadi tetap dilakukan paling tidak sekali dalam setahun. Hasil dari perhitungan fisik ini kemudian dibandingkan dengan kuantitas barang yang ada menurut kartu persediaan. Setiap perbedaan yang ada perlu 35 dicari sebabnya. Jika terjadi perbedaan, kartu persediaan harus disesuaikan dengan hasil perhitungan secara fisik. Dalam menetapkan harga pokok persediaan, secara teknis tidak ada perbedaan apakah perusahaan menggunakan sistem periodik ataupun sistem perpetual. Perbedaannya terletak pada kapan penetapan dilakukan. Kalau dalam sistem periodik, penetapan harga pokok dilakukan secara berkala. Sementara dalam sistem perpetual, penetapan harga pokok dilakukan setiap kali terjadi pemakaian. G. Pengaruh Penerapan Metode Penilaian Persediaan Terhadap Laba Laba adalah pengambilan (return) yang melebihi investasi. Sebuah perusahaan menghasilkan laba hanya jika finansial dari aktiva bersih perusahaan pada akhir periode lebih besar daripada jumlah finansial aktiva bersih pada awal periode bersangkutan sesudah mengeluarkan pengaruh transaksi dengan pemilik. Hal ini sesuai dengan pengertian laba atau rugi bersih untuk periode berjalan menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK No. 25 paragraf 7,8 dan 9) yaitu : 1. Semua unsur pendapatan dan beban yang diakui dalam satu periode harus tercakup dalam penetapan laba atua rugi untuk periode tersebut, kecuali jika standar akuntansi keuangan yang berlaku menyaratkan atau memperbolehkan sebaliknya. 2. Biasanya semua unsure pendapatan dan beban yang diakui dalam suatu periode 36 tercakup dalam penetapan laba atau rugi bersih untuk periode tersebut, termasuk juga pos luar biasa dan dampakperubahan estimasi akuntansi tetapi dalam keadaan tertentu mungkin diperlukan untuk mengeluarkan unsur-unsur tertentu dari laba atau rugi bersih untuk periode berjalan. Pernyataan ini menyangkut dua kondisi tertentu : koreksi atas kesalahan yang mendasar dan dampak perubahan kebijakan akuntansi. 3. Laba atau rugi bersih untuk periode berjalan terdiri atas unsur-unsur berikut, yang masing-masing harus diungkapkan pada laporan laba rugi : a. Laba atau rugi dari aktivitas normal b. Pos luar biasa Menurut Zaki Baridwan menyatakan bahwa pengertian laba adalah sebagai berikut : Laba adalah modal (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi sampingan atau transaksi yang jarang terjadi dari badan usaha dan dari semua transaksi atau kejadian lain yang mempengaruhi badan usaha selama satu periode, kecuali yang timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi oleh pemilik. Dengan adanya berbagai macam metode penilaian persediaan yang dapat digunakan akan menimbulkan adanya perbedaan dalam menilai persediaan dalam suatu perusahaan. Perbedaan dalam penilaian persediaan akan berpengaruh terhadap perhitungan laba rugi perusahaan dalam periode tertentu. Penentuan metode FIFO dalam menilai persediaan yang sedang mengalami kenaikan harga, akan membawa dampak kurang turunnya biaya produksi, karena 37 biaya yang digunakan adalah biaya terlama yang belum mengalami kenaikan. Hal yang sebaliknya terjadi apabila FIFO diterapkan pada saat harga-harga mengalami penurunan, karena dalma menghitung biaya pokok atau biaya produksi, harga persediaan yang dipakai adalah harga lama yang masih tinggi, sehingga biaya produksi tinggi dan mengakibatkan laba kotor perusahaan akan mengalami penurunan. Pengaruh yang akan dipeoleh dengan menggunakan metode LIFO sebagai metode penilaian persediaan adalah bahwa situasi harga-harga barang yang sedang mengalami kenaikan, perusahaan akan mengaitkan harga pokok periode berjalan yang tinggi, karena harga persediaan yang dipakai adalah harga terakhir yang sedang mengalami kenaikkan, dengan menaikkan harga jualnya. Jika situasi sebaliknya terjadi, dimana terjadi penurunan harga persediaan, maka secara otomatis biaya produksinya pun rendah, disesuaikan dengan harga persediaan menurun. Dalam situasi seperti ini, perusahaan dapat tetap mempertahankan harga jual produknya, dengan harapan akan memperoleh laba kotor yang lebih besar, tetapi perusahaan dapat pula mengambil pilihan lain, yaitu dengan menurunkan harga jual produknya, yang besarnya mengikuti persentase penurunan harga bahan baku atau biaya produksi. Apabila yang digunakan oleh perusahaan adalah metode biaya rata-rata tertimbang, maka besarnya kenaikan atau penurunan laba kotor akan cenderung sama dengan kenaikan ataupun penurunan harga persediaan. Hal ini terjadi karena harga 38 persediaan yang dipakai dalam perhitungan biaya produksi, dihitung berdasarkan harga rat-rata dan persediaan yang dibeli, baik pada amsa lalu maupun yang baru dibeli.