5533 - UPT Perpustakaan Universitas Ngudi Waluyo

advertisement
PROFILPENGGUNAAN OBATANTI DIABETIK ORALPADAPENDERITA
DIABETES MELITUSTIPE 2 DI POLI PENYAKIT DALAM
RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG
PERIODE JANUARI-MARET2016
ARTIKEL
Untuk memenuhI sebagian persyaratan mencapai gelar Sarjana Farmasi
Oleh :
DIAN WIDYA SARI
NIM : 051313a004
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2017
1
HALAMAN PERSETUJUAN
Artikeldenganjudul“Profil Penggunaan Obat Anti Diabetik Oral Pada Penderita
Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Poli Penyakit Dalam RSUD Ungaran Kabupaten Semarang
Periode Januari-Maret 2016” yang disusunoleh :
Nama
: DIAN WIDYA SARI
Nim
: 051313a004
Program Studi
: FARMASI
Telahdisetujuiolehpembimbingskripsi Program StudiFarmasi
Ungaran,14 Februari2017
Pembimbing Utama
Dian Oktianti, S. Far, Apt.M.Sc
NIDN. 0625108102
2
PROFIL PENGGUNAAN OBAT ANTI DIABETIK ORAL PADA PENDERITA
DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD UNGARAN
KABUPATEN SEMARANG PERIODE JANUARI-MARET 2016
Dian Widya Sari*, Dian Oktianti, S. Far, Apt, M.Sc**, Richa Yuswantina, S. Farm, Apt, M.Si
**
*) Mahasiswa Universitas Ngudi Waluyo
**) Dosen Pembimbing Skripsi Universitas Ngudi Waluyo
ABSTRAK
Penggunaan obat hipoglikemik oral menurut pedoman Perkeni (2006) yang sering
digunakan yaitu glibenklamid dengan dosis harian sebesar 2,5-15 mg. Akan terapi obat yang
diberikan ternyata terkadang menimbulkan masalah akibat ketidaksesuaian dalam pencapaian
tujuan terapi. Tujuan penelitian ini adalah untuk Profil pengunaan obat oral pada penderita
diabetes melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD Ungaran Kabupaten Semarang Periode
Januari-Maret 2016.
Desain penelitian ini observasional dengan pendekatan deskriptif. Populasi penelitian ini
pasien diabetes mellitus tipe 2 di Poli penyakit dalam RSUD Ungaran Kabupaten Semarang
yaitu sebanyak 803 pasien dengan sampel 35 orang dan teknik sampling retrospektif. Analisis
data yang digunakan distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan rentang usia penderita diabetes mellitus di poli penyakit
dalam RSUD Ungaran Kabupaten Semarang tahun 2016 adalah usia 26-40 tahun sebanyak 9
pasien (25,7%), 40-50 tahun sebanyak 17 pasien (48,6%), 51-60 tahun sebanyak 9 pasien
(25,7%). Pasien diabetes melitus di poli penyakit dalam RSUD Ungaran Kabupaten Semarang
tahun 2016 berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan sebanyak 17 pasien (48,6%), laki-laki
sebanyak 18 pasien (51,4%). Antidiabetik yang digunakan pada penderita diabetes mellitus
di poli penyakit dalam RSUD Ungaran Kabupaten Semarang tahun 2016 adalah golongan
biguanid sebanyak 26 kasus (74,3%), golongan sulfonilurea sebanyak 9 kasus (25,7%).
Kata Kunci
: Profil Pengunaan Obat Oral , Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
3
PROFILE OF ORAL DRUG USE IN PATIENTS WITH TYPE 2 DIABETES
MELLITUS IN POLI DISEASE IN UNGARAN SEMARANG DISTRICT HOSPITAL
JANUARY TO MARCH 2016
Dian Widya Sari*, Dian Oktianti, S. Farm, Apt, M.Sc**, Richa Yuswantina, S. Farm, Apt,
M.Si **
ABSTRACT
The use of oral hypoglycemic drugs according to guidelines Perkeni (2006) which is often
used is glibenclamide with a daily dose of 2.5-15 mg. Will be given drug therapy turned out to
sometimes cause problems due to a mismatch in the achievement of the goals of therapy. The
purpose of this study was to evaluate the rationalization of the use of oral medications in patients
with type 2 diabetes mellitus in poly illness in hospitals Ungaran Semarang regency period from
January to March, 2016.
The study design was observational descriptive approach. This study population of patients
with type 2 diabetes mellitus in Poly disease in Ungaran Semarang District Hospital as many as
803 patients with samples 34 and retrospective sampling techniques. Data analysis used
frequency distribution.
The results showed the age range of patients with diabetes mellitus in poly disease in
Ungaran Semarang District Hospital in 2016 is 26-40 years of age were 9 patients (25.7%), 4050 years as many as 17 patients (48.6%), 51- 60 years as many as nine patients (25.7%). Patients
with diabetes mellitus in poly disease in Ungaran Semarang District Hospital in 2016 by gender
is female by 17 patients (48.6%), males were 18 patients (51.4%). Antidiabetic drug used in
patients with diabetes mellitus in poly disease in Ungaran Semarang District Hospital in 2016 is
the biguanide class of as many as 26 cases (74.3%), sulfonylurea class of as much as 9 cases
(25.7%)
Keywords : Rationality Use of Oral Medicine, Patients with Type 2 Diabetes Mellitus
Bibliography: 35 (2006-2015)
4
A. LATAR BELAKANG
Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme
kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai
dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi
fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi
produksi insulin oleh sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Anonim, 2005).
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan
kadar glukosa darah (gula darah) melebihi nilai normal (Misnadiarly, 2006). DM dapat
menyebabkan komplikasi pada berbagai sistem tubuh salah satunya yaitu ulkus diabetikum
yang merupakan komplikasi kronik (Sudoyo, et.,al, 2009). Ulkus diabetikum merupakan
suatu komplikasi dari DM akibat neuropati atau iskemia perifer, atau keduanya
sehingga terjadinya ulkus bahkan gangren (Grace dan Borley, 2006).
Jumlah penderita DM di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini
berkaitan dengan jumlah populasi yang meningkat, life expectancy bertambah, urbanisasi
yang merubah pola hidup tradisional ke pola hidup modern, prevalensi obesitas meningkat
dan kegiatan fisik kurang. Diabetes melitus perlu diamati karena sifat penyakit yang kronik
progresif, jumlah penderita semakin meningkat dan banyak dampak negatif yang ditimbulkan
diantaranya penurunan kualitas hidup terutama akibat penyulit menahun yang
ditimbulkannya (Hasdianah, 2012).
Data dari Global Status Report on Noncommunicable Diseases (NCD) World
Health Organization (WHO) DM menempati peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian.
International Diabetes Federation (IDF) memperhitungkan angka kejadian DM di dunia
pada tahun 2012 adalah 371 juta jiwa, tahun 2013 meningkat menjadi 382 juta jiwa dan
diperkirakan pada tahun 2035 DM akan meningkat menjadi 592 juta jiwa (Triyanisya,
2013). Di Indonesia angka kejadian DM termasuk urutan terbesar ke-7 dunia yaitu
sebesar 7,6 juta jiwa sedangkan angka kejadian penderita ulkus diabetikum sebesar
15% dari penderita DM. Bahkan angka kematian dan amputasi masih tinggi yaitu
sebesar 32,5% dan 23,5% (Prastica, 2013). Kasus penderita DM terbanyak di Provinsi Jawa
Tengah adalah Kabupaten Semarang yaitu 6.419 kasus untuk NIDDM dan 31 Kasus untuk
IDDM (Depkes Prov Jateng, 2013).
Penatalaksanaan diabetes melitus mempunyai tujuan akhir menurunkan morbiditas dan
mortalitas diabetes melitus, yang ditujukan untuk mencapai target yaitu menjaga agar
kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal dan mencegah atau meminimalkan
kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes melitus (Anonim, 2005). Penatalaksaan
DM dengan terapi obat dapat menimbulkan masalah-masalah terkait obat. Masalah
yang dialami oleh penderita, merupakan keadaan terjadinya ketidaksesuaian dalam
pencapaian tujuan terapi sebagai akibat pemberian obat. Salah satu masalah terkait obat
adalah pemilihan obat yang tidak tepat (Anonim, 2005).
Pemilihan obat glibenklamid dan metformin yang tidak tepat dapat disebabkan oleh
obat yang digunakan tidak efektif, alergi dengan obat yang diberikan, obat kontraindikasi,
resisten dengan obat yang digunakan dan penderita menerima kombinasi produk obat
yang tidak perlu atau polifarmasi Adanya evaluasi ketepatan pemilihan obat dalam
penelitian ini, dapat menjadi pertimbangan bagi tenaga kesehatan untuk berhati-hati
5
dalam memberikan obat kepada pasien sehingga tercapai keberhasilan penyembuhan yang
optimal (Anonim, 2005).
Antidiabetik oral yang dapat digunakan untuk DM dan telah dipasarkan di Indonesia
yakni golongan sulfonylurea, meglitinid, biguanid, penghambat α glikosidase dan
tiazolidinedio. Kelima obat ini dapat diberikan pada penderita DM tipe 2 yang tidak dapat
dikontrol hanya dengan diet dan latihan fisik saja. Penggunaan obat hipoglikemik oral
menurut pedoman Perkeni (2006) diantaranya untuk golongan sulfonylurea yang sering
digunakan yaitu glibenklamid dengan dosis harian sebesar 2,5-15 mg sedangkan untuk
glimepirid dengan dosis harian sebesar 0,5-6 mg. Golongan penghambat glukosidase α
yaitu acarbose dosis harian yang dapat digunakan 100-300 mg. Sulfonylurea dan
penghambat glukosidase α dapat mengurangi klirens insulin di hepar, akan tetapi
penggunaan jangka panjang atau dosis yang tinggi dapat menyebabkan hipoglikemia.
Berdasarkan dari penelitian sebelumnya tentang gambaran penggunaan obat pada
penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Poli penyakit dalam RSUD Ungaran Kabupaten
Semarang pada tahun 2009 dapat disimpulkan pola penggunaan obat paling banyak
menggunakan golongan Sulfonilurea sebanyak 56,5%, golongan biguanid yaitu metformin
sebanyak 13%, golongan insulin sebanyak 7,5% dan golongan penghambat glukosidase α
yaitu akarbose sebanyak 3%. Hasil evaluasi ketepatan pemilihan obat antidiabetika adalah
100% tepat indikasi, 90,5% tepat obat, 85% tepat dosis dan 89,7% tepat pasien
(Faningrum, 2009).
Berdasarkan hal tersebut diatas maka dilakukan penelitian tentang penggunaan obat
pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD Ungaran Kabupaten
Semarang untuk mengetahui pengobatan yang diberikan dan mengevaluasi ketepatan
pemilihan obat dibandingkan dengan standar yang digunakan. Penelitian dilakukan di
RSUD Ungaran Kabupaten Semarang karena merupakan rumah sakit terakreditasi. Rumah
sakit ini termasuk tipe B pendidikan dan rumah sakit rujukan tertinggi di Semarang. Selain
itu, jumlah pasien diabetes melitus di rumah sakit tersebut cukup tinggi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah gambaran penggunaan obat antidiabetes pada penderita diabetes
melitus di poli penyakit dalam RSUD Ungaran Kabupaten Semarang periode JanuariMaret 2016?
2. Apakah penggunaan obat antidiabetes yang diberikan pada pasien diabetes melitus di
Poli penyakit dalam RSUD Ungaran Kabupaten Semarang sudah tepat berdasarkan
standar Perkeni?
C. POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING
Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus tipe 2 di Poli
penyakit dalam RSUD Ungaran Kabupaten Semarang yaitu sebanyak 103 pasien (data bulan
Januari-Maret 2016). Sampel yang diteliti dalam penelitian ini adalah pasien DM di RSUD
Ungaran Kabupaten Semarang sebanyak 35 orang. Metode pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah secara total sampling, yaitu sebuah studi yang didasarkan pada catatan
medis, mencari mundur sampai waktu peristiwanya terjadi di masa lalu.
D. KARAKTERISTIK PASIEN
1. Umur
Tabel 1 Distribusi Pasien DM di Poli Penyakit Dalam RSUD Ungaran Kab.
Semarang, 2016 Berdasarkan Umur
6
Umur
(f)
9
17
9
35
26-40 tahun
40-50 tahun
51-60 tahun
Jumlah
(%)
25,7
48,6
25,7
100,0
Berdasarkan tabel 1 kasus diabetes mellitus RSUD Ungaran Kabupaten Semarang
paling banyak terjadi pada umur 40-50 tahun, yaitu sebanyak 17 orang (48,6%).
2. Jenis Kelamin
Tabel 2 Distribusi Pasien DM di Poli Penyakit dalam RSUD Ungaran Kab.
Semarang, 2016 Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin
(f)
(%)
Perempuan
17
48,6
Laki-laki
18
51,4
Jumlah
35
100,0
Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki yaitu
sebanyak 18 orang (51,4%).
3. Penyakit Penyerta
Tabel 3 Distribusi Pasien Diabetes Melitus di Poli Penyakit Dalam RSUD Ungaran
Kabupaten Semarang Tahun 2016 Berdasarkan Penyakit Penyerta
Penyakit penyerta
(f)
(%)
Penyerta
26
74,3
Tanpa
9
25,7
Jumlah
35
100,0
Berdasarkan tabel 3 Dari 26 kasus diabetes melitus sebagian besar responden
memiliki penyakit penyerta yaitu sebanyak 26 orang (74,3%). Berdasarkan tabel 4.3 Dari
26 kasus diabetes melitus dengan penyakit penyerta ditemukan 6 jenis penyakit penyerta
sebagaimana tersaji pada Tabel 4.4.
Tabel 4 Distribusi Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan Diagnosis dan Penyakit
Penyerta
Diagnosis dan Penyakit Penyerta
(f)
(%)
Tidak ada
9
25,7
Ulkus
11
31,4
Hipertensi
12
34,3
Gout
1
2,9
Udem tungkai
1
2,9
Jumlah
26
100,0
Berdasarkan tabel 4.4 dari 26 kasus diabetes melitus sebagian besar responden
memiliki penyakit penyerta dengan hipertensi yaitu sebanyak 12 orang (34,3%).
E. GAMBARAN PENGOBATAN DIABETES MELITUS
1. Penggunaan Antidiabetik
Tabel 5 Distribusi Penggunaan Antidiabetik Pada Pasien Diabetes Mellitus
7
Golongan obat
Sulfonylurea
Biguanid
Jenis obat
(f)
(%)
glibenklamid
9
25,7
metformin
26
74,3
35
100,0
Jumlah
Berdasarkan tabel 5 penggunaan antidiabetik pada pasien diabetes mellitus di
RSUD Ungaran sebagian besar adalah metformin yaitu sebanyak 26 orang (74,3%).
2. Penggunaan Obat Penyerta
Golongan obat penyerta yang digunakan oleh pasien diabetes melitus di poli
penyakit dalam RSUD Ungaran Kabupaten Semarang selama tahun 2016 meliputi
antihipertensi, antibiotik, obat untuk mengatasi gout, dan antihistamin. Distribusi
penggunaan obat penyerta pasien diabetes melitus rawat di poli penyakit dalam RSUD
Ungaran Kabupaten Semarang Tahun 2016 tersaji pada tabel 4.6.
Tabel 6 Distribusi Penggunaan Obat Penyerta Pada Pasien Diabetes Mellitus
Penyakit penyerta
Hipertensi
Golongan
(f)
ACE inhibitor
9
25,7
2,9
2,9
2,9
14,3
2,9
2,9
8,6
5,7
Gout
Ganggren
Benzilpenisilin
1
1
1
5
1
1
3
2
1
Udem tungkai
Penilisin
1
2,9
2,9
26
100,0
Ulkus
(anti biotic)
Jumlah
Diuretic
Nitrat
Obat hipertensi kerja sentral
Penisilin
Klindamisin
Sefalosporin
Kuinolon
(%)
Tabel 6 menunjukkan distribusi penggunaan obat penyerta pada pasien diabetes
mellitus di RSUD Ungaran sebagian besar golongan ACE inhibitor yaitu sebanyak 9
orang (25,7%).
F. PEMBAHASAN
1. Karakteristik Pasien
a. Umur
Kasus diabetes mellitus RSUD Ungaran Kabupaten Semarang paling banyak terjadi
pada umur 40-50 tahun. Data ini sesuai dengan pernyataan dari American Diabetes
8
Association (ADA) bahwa usia di atas 45 tahun merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya diabetes melitus (ADA, 2004). Pada orang yang berusia lebih dari 45 tahun
dengan pengaturan diet glukosa yang rendah akan mengalami penyusutan sel-sel beta
pankreas. Sel beta pankreas yang tersisa pada umumnya masih aktif, tetapi sekresi
insulinnya semakin berkurang (Tjay dan Rahardja, 2008). Faktor risiko diabetes mellitus
selain umur adalah ras, obesitas, infeksi berulang, hipertensi, dislipidemia, riwayat
keluarga serta pola hidup yang tidak sehat.
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang besar
antara pasien laki-laki dan perempuan pada kejadian diabetes mellitus. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko, sesuai dengan hasil
penelitian Clark dan Lee (Clark, 2006) dan pernyataan American Diabetes Association
(ADA, 2006).
c. Diagnosis
Hasil penelitian menunjukkan dari 26 kasus diabetes melitus dengan penyakit
penyerta ditemukan lima jenis penyakit penyerta. Pada penderita diabetes melitus banyak
ditemukan penyakit penyerta hipertensi. Hal ini dikarenakan hipertensi lebih banyak 1,5
sampai 3 kali lipat ditemukan pada penderita diabetes melitus dibanding dengan yang
tanpa diabetes melitus. Setiap tekanan 5 mmHg tekanan darah sistolik atau diastolik akan
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular sebesar 20-30% pada penderita diabetes
melitus (Yudha, 2006)
Penyakit penyerta diabetes melitus terbanyak kedua adalah ulkus. Ulkus biasanya
melibatkan banyak mikroorganisme seperti bakteri staphylococcus, streptococcus, bakteri
batang gram negatif dan kuman anaerob. Adanya infeksi pada diabetisi sangat
berpengaruh terhadap kontrol glukosa darah. Infeksi dapat memperburuk kontrol glukosa
darah, dan kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan kemudahan atau memperburuk
infeksi (Perkeni, 2006).
2. Gambaran Pengobatan Diabetes Melitus
1. Penggunaan Antidiabetik
Golongan obat yang digunakan oleh penderita diabetes melitus yang menjalani di
poli penyakit dalam
RSUD Ungaran Kabupaten Semarang meliputi golongan
sulfonylurea dan golongan biguanid. Golongan sulfonilurea mempunyai mekanisme kerja
yang sangat kompleks yaitu merangsang fungsi sel beta dan meningkatkan sekresi insulin
serta memperbaiki kerja perifer dari insulin sehingga dengan demikian golongan
sulfonilurea berguna dalam penatalaksanaan pasien diabetes melitus dimana pankreasnya
masih
mampu memproduksi
insulin. Penggunaan golongan sulfonilurea dapat
menyebabkan hipoglikemi, sehingga pengobatan dengan golongan ini dianjurkan dimulai
dengan dosis rendah.
Terapi kombinasi golongan sulfonilurea dan golongan biguanid sangat dianjurkan
bila sasaran pengendalian kadar glukosa darah puasa dan sesudah makan belum
tercapai dengan terapi sulfonilurea saja. Dosis dimulai dengan dosis rendah kemudian
dinaikkan secara bertahap
sesuai dengan respon. Penggunaan kombinasi beberapa
antidiabetik lebih dianjurkan daripada meningkatkan dosis satu macam antidiabetik
yang dapat meningkatkan risiko toksisitas dan efek samping. Dua atau lebih
antidiabetik dengan mekanis meaksi yang berbeda bila digunakan secara bersama dapat
9
memberikan manfaat yang lebih baik dalam mengontrol kadar glukosa darah (Perkeni,
2006).
Penggunaan antidiabetik pada penderita diabetes mellitus merupakan hal penting
ketika pengaturan pola hidup tidak memberikan hasil yang memuaskan. Menurut
ADA, antidiabetik golongan sulfonilurea dan biguanid merupakan pilihan yang tepat
untuk pasien diabetes mellitus dengan tingkat keparahan ringan dan menengah.
Golongan biguanid terbukti mengurangi kejadian diabetes mellitus tipe 2 sebesar
37,5%, sedangkan golongan sulfonilurea sebanyak 12,5%. Penggunaan insulin sebagai
antidiabetik berbeda antar individu, sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada tiap
pasien. Pasien diabetes mellitus pada
awalnya memerlukan insulin kerja sedang,
kemudian ditambahkan
insulin kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah
makan (Anonim, 2000).
2. Penggunaan Obat Penyerta
Golongan obat penyerta yang digunakan oleh pasien diabetes melitus di poli
penyakit dalam RSUD Ungaran Kabupaten Semarang selama tahun 2016 meliputi
antihipertensi, antibiotik, obat untuk mengatasi gout, dan antihistamin. Distribusi
penggunaan obat penyerta pasien diabetes melitus rawat di poli penyakit dalam RSUD
Ungaran Kabupaten Semarang Tahun 2016.
Angiotensin Converting Enzym (ACE) inhibitor me rupakan drug of choice
untuk diabetes melitus dengan hipertensi. Golongan obat ini memiliki mekanisme
kerja menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, sehingga terjadi
vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya sekresi
natrium
dan
air. Golongan ACE inhibitor tidak menimbulkan efek samping
metabolik pada penggunaan jangka panjang yaitu tidak mengubah metabolisme
karbohidrat maupun kadar lipid dan asam urat dalam plasma. Selain itu golongan ACE
inhibitor dapat mengurangi resistensi insulin, sehingga golongan ini sangat
menguntungkan bagi penderita diabetes melitus tipe 2 dengan hipertensi (Ganiswarna,
2005). Pemberian ACE Inhibitor, penyekat reseptor angiotensin II, dan antagonis
kalsium golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki mikro albuminuria. ACE
ihibitor juga dapat memperbaiki kinerja kardiovaskuler (Perkeni, 2006).
Untuk pengobatan gout digunakan allopurinol. Allopurinol bekerja menghambat
xantin oksidase yaitu enzimyang dapat mengubah hipoxantin men jadi xantin,
selanjutnya mengubah xantin menjadi asam urat. Dalam tubuh allopurinol mengalami
metabolism menjadi oksipurinol (aloxantin) yang juga berkerja sebagai penghambat
enzim xantin oksidase. Akibatnya kadar asam urat dalam plasma dan air seni
menurun dan ekskresi xantin oleh ginjal ditingkatkan (Ambarwati, 2004).
Penderita diabetes melitus dengan ulkus menggunakan obat hipoglikemik oral
dari golongan sulfonilurea dan biguanid, dan kombinasi keduanya. Pengobatan ulkus
dilakukan dengan menggunakan antibiotik seperti ampicillin, clindamicyn, sefotaxim,
dan ciprofloxacin. Ulkus diabetes berkaitan dengan morbiditas, morta litas dan
cacat tubuh pada penderita diabetes. Ulkus pada kaki pasien diabetes melitus
merupakan manifestasi beberapa faktor risiko, yaitu makroangiopati dan mikroangiopati,
neuropati, kerentanan terhadap infeksi dan beberapa faktor mekanik. Berbagai faktor
yang berperan dalam angiopati diantaranya hiperglikemia, hiperinsulinemia, dan
dislipidemia. Pada pengelolaan yang tidak adekuat, terjadi peningkatan angka kejadian
amputasi akibat gangren tungkai. Amputasi menyebabkan pasien kehilangan pekerjaan
10
dan pendapatan yang mengakibatkan mereka tergantung pada orang lain, depresi serta
berkurangnya kualitas hidup (Yudha, 2005).
Kulit pada daerah ekstrimitas bawah merupakan tempat yang sering mengalami
infeksi. Ulkus kaki biasanya melibatkan banyak mikroorganisme seperti staphylococcus,
streptococcus, batang gram negatif dan ku man anaerob (Perkeni, 2006). Infeksi yang
disebabkan oleh staphylococcus hampir semuanya disebabkan oleh kuman penghasil
penisilinase dan karena itu harus diobati dengan penicilin yang tahan penicilinase.
Di antara semua penisilin, penisilin G mempunyai aktivitas terbaik terhadap kuman gram
positif yang sensitif. Kelompok ampisilin, walaupun spektrum antimikrobanya lebar,
aktivitasnya terhadap mikroba gram positif tidak sekuat penisilin G, tetapi efektif
terhadap beberapa mikroba gram negatif dan tahan asam, sehingga dapat diberikan
peroral (Ganiswarna, 2006).
G. PENUTUP
1. Kesimpulan
1. Rentang usia penderita diabetes mellitus di poli penyakit dalam RSUD Ungaran
Kabupaten Semarang tahun 2016 adalah usia 26-40 tahun sebanyak 9 pasien (25,7%), 4050 tahun sebanyak 17 pasien (48,6%), 51-60 tahun sebanyak 9 pasien (25,7%).
2. Pasien diabetes melitus di poli penyakit dalam RSUD Ungaran Kabupaten Semarang
tahun 2016 berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan sebanyak 17 pasien (48,6%),
laki-laki sebanyak 18 pasien (51,4%).
3. Antidiabetik yang digunakan pada penderita diabetes mellitus di poli penyakit
dalam RSUD Ungaran Kabupaten Semarang tahun 2016
adalah golongan biguanid
sebanyak 26 kasus (74,3%), golongan sulfonilurea sebanyak 9 kasus (25,7%).
2. Saran
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian, yaitu:
1. Bagi Rumah Sakit
a. Khususnya untuk tenaga profesi kesehatan, diperlukan kewaspadaan yang tinggi
dan monitoring terhadap potensi terjadinya interaksi antara antidiabetik dengan obat
lain yang diberikan secara bersamaan.
b. Diperlukan upaya peningkatan kepatuhan bagi tenaga profesi kesehatan di rumah
sakit dalam hal kelengkapan pencatatan dalam rekam medik.
2. Bagi penelitian selanjutnya
Dapat dilaku kan penelitian di rumah sakit lain untuk mendapat
gambaran
kerasionalan pengobatan pada kasus yang sama.
3. Kelemahan Penelitian
Penelitian ini tidak lepas dari adanya keterbatasan, diantaranya peneliti dalam penelitian ini
tidak menganalisa penggunaan obat anti diabetic oral pada penderita diabetes tipe 2 yang
mempunyai penyakit komplementer.
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association, 2015, Standars of Medical Care in Diabetes. 2006, Diabetes
Care, 38 (suppl. 1).
11
Anonim, 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus, Depkes. RI, Jakarta
Depkes Prov Jateng, 2013. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Semarang
Ganiswarna, S. G. 2005. Farmakologi dan Terapi . Edisi 4. Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Grace & Borley, 2006. Nyeri Abdomen Akut. Dalam: Safitri, Amalia, ed. At a Glance Ilmu
Bedah. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga,
Hasdianah, 2012. Mengenal Diabetes Melitus pada Orang Dewasa dan. Anak-Anak dengan
Solusi Herbal. Yogyakarta: Nuha Medika
Perkeni, 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di. Indonesia
2006.
Tjay dan Raharja. 2008. Obat-obat Penting. Edisi 6. Jakarta : Gramedia.
Yudha, 2006. Kejadian Ulkus Diabetes pada penderita DM tipe 2 dengan dan Tanpa
Dislipidemiadi RSUP Dr. Kariadi Semarang. Tesis. Semarang: Universitas
Diponegoro.
12
1
Download