BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensitas Radiasi Matahari Intensitas radiasi matahari merupakan jumlah energi radiasi matahari yang diterima oleh suatu permukaan per satuan luas dan per satuan waktu. [3] Total energi radiasi matahari dapat dihitung dengan persamaan berikut:[4] tss tsr Q rad = I dt [W/m2]……………………………………………….(2.1) dimana: tsr dan tss adalah waktu terbit dan terbenam matahari; I adalah intensitas radiasi matahari (W/m2); dt adalah lama waktu penyinaran. Intensitas radiasi matahari yang diterima bidang datar (horizontal) dan bidang miring (tilt) berbeda, ditunjukkan pada gambar berikut: G bn G bT 𝜽 G b G bn 𝜃𝑧 (a) 𝜷 (b) Gambar 2.1Bidang horizontal (a), dan bidang yang dimiringkan (b)[5] Perbandingannya dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: Rb = G b ,T Gb G .cos θ = G bn.cos θ ………………..………..………………………………..(2.2) bn z dimana : Rb adalah rasio intensitas radiasi pada bidang miring dengan bidang horizontal; Gb,T adalah intensitas radiasi pada bidang miring (W/m 2); Gbn adalah 7 Universitas Sumatera Utara intensitas radiasi matahari dengan sudut masuk normal pada bidang horizontal (W/m2); 𝜃 adalah sudut datang radiasi (o); 𝜃𝑧 adalah sudut zenith (o). Nilai 𝑐𝑜𝑠𝜃 dapat ditentukan dengan persamaan: cosθ = cos ∅ − β . cos δ. cos ω + sin ∅ − β . cos δ……………………(2.3) Untuk permukaan yang dimiringkan, cos θ = cos θT (tilt). Beberapa parameter pada persamaan di atas dijelaskan sebagai berikut: a. Posisi lintang (𝜙) Yaitu posisi suatu tempat dari bidang khatulistiwa, utara bernilai positif; -90o ≤ 𝜙 ≥ 90o. b. Deklinasi (δ) Yaitu sudut posisi matahari pada siang hari sehubungan dengan bidang khatulistiwa. Utara bernilai positif; -23,45 ≤ δ ≥ 23,45. Nilai δ dapat ditentukan dengan persamaan berikut: δ = 23,45 sin(360 284+n 365 )……………………………..……………...…....(2.4) dimana n adalah hari ke berapa dalam tahun tersebut. c. Kemiringan (β) Yaitu sudut antara bidang permukaan tertentu dengan bidang horizontal; 0o ≤ β ≥ 90o (β > 90o berarti permukaan bidang menghadap ke bawah). d. Sudut Jam Matahari (ω) Yaitu pergeseran sudut dari matahari kea rah timur/barat dari garis bujur local akibat rotasi bumi pada porosnya sebesar 15o per jam; pagi negatif, sore positif. Nilai ω dapat ditentukan dengan persamaan berikut: 𝛚 = (𝐭𝐬 − 𝟏𝟐)𝐱 𝟑𝟔𝟎 𝟐𝟒 …………………………………………..……………...(2.5) 8 Universitas Sumatera Utara 2.2 Teori Umum Adsorpsi Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cair ataupun gas) terikat pada suatu padatan (zat penyerap, adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat terserap, adsorbat) pada permukaannya. Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan. [6] Untuk mengetahui karateristik yang terjadi dalam proses adsorpsi dapat diilustrasikan dengan gambar 2.2 dimana padatan berpori (pores) yang menghisap (adsorp) dan melepaskan (desorp) suatu fluida disebut adsorben. Molekul fluida yang dihisap tetapi tidak terakumulasi atau melekat pada adsorben disebut adsorptive, sedangkan yang terakumulasi disebut adsorbat.[7] Desorp/melepaskan adsorptive adsorbat Adsorp/menghisap e adsorben pores Gambar 2.2 Proses adsorpsi oleh karbon aktif[7] 2.2.1 Jenis-Jenis Proses Adsorpsi Berdasarkan interaksi molecular antara permukaan adsorben dengan adsorbat, adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 9 Universitas Sumatera Utara a. Adsorpsi Fisika (physical adsorption) Pada adsorpsi jenis ini, adsorpsi terjadi tanpa adanya reaksi antara molekul-molekul adsorbat dengan permukaan adsorbat. Molekul-molekul adsorbat terikat secara lemah karena adanya gaya van der waals. Adsorpsi ini relatif berlangsung cepat dan bersifat reversible (reversible). Karena dapat berlangsung di bawah temperatur kritis adsorbat yang relatif rendah, maka panas adsorpsi yang dilepaskan juga rendah. Adsorbat yang terikat secara lemah pada permukaan adsorben, dapat bergerak dari suatu bagian permukaan ke bagian permukaan lain. Peristiwa adsorpsi fisika menyebabkan molekulmolekul gas yang teradsorpsi mengalami kondensasi. Besarnya panas yang dilepaskan dalam proses adsorpsi fisika adalah kalor kondensasinya.[7] Proses adsorpsi terjadi tanpa memerlukan energi aktifasi, sehingga proses tersebut membentuk lapisan jamak (multilayers) pada permukaan adsorben. Ikatan yang terbentuk dalam adsorpsi fisika dapat diputuskan dengan mudah, yaitu melalui degassing atau pemanasan pada temperatur sekitar 1500C-2000C selama 2-3 jam. b. Adsorpsi Kimia (Chemical Adsorpstion) Adsorpsi ini terjadi karena adanya reaksi kimia antara molekul-molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Adsorpsi jenis inilah yang biasa disebut “absorption” dan bersifat tidak reversible hanya membentuk satu lapisan tunggal (monolayer). Umumnya terjadi pada temperatur diatas temperatur kritis adsorbat. Sehingga kalor adsorpsi yang dibebaskan tinggi. Adsorben yang mengadsorpsi secara kimia pada umumnya sulit untuk diregenerasi. 10 Universitas Sumatera Utara Perbedaan antara adsorpsi fisika dan kimia ditunjukkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Perbedaan antara adsorpsi fisika dan kimia[8] Karateristik Adsorpsi Fisika Adsorpsi Kimia Gaya tarik secara fisika sehingga Gaya tarik atau ikatan kimia adsorpsi fisika sering disebut adsorpsi sehingga adsorpsi kimia sering Van der Waals disebut adsorpsi teraktifasi Tebal lapisan Banyak lapisan (multilayer) Satu lapis (single layer) Energi aktifasi Kurang dari 1 kkal/gr-mol 10-60 kkal/gr-mol Terjadi pada temperatur di bawah titik Dapat terjadi pada temperatur didih adsorbat tinggi Kemampuan Lebih bergantung pada adsorbat Bergantung pada adsorben dan adsorpsi daripada adsorben adsorbat Gaya yang bekerja Temperatur Jumlah zat teradsorpsi Driving force Sebanding dengan banyaknya Sebanding dengan kenaikan tekanan inti aktif adsorben yang dapat bereaksi dengan adsorbat Tidak ada transfer electron, meskipun Ada transfer electron, terbentuk mungkin terjadi polarisasi pada pada ikatan antara adsorbat dan adsorbat permukaan padatan 5-10 kkal/gr-mol gas 10-100 al/gr-mol gas Kalor adsorpsi 2.2.2 Adsorben Adsorben adalah zat padat yang digunakan untuk mengadsorp atom-atom atau ion-ion (disebut juga solute) yang terkandung dalam gas atau cairan.[8] Adsorben yang memiliki kemampuan menyerap air disebut hydrophilic yaitu silica gel, zeolit, dan alumina aktif. Sedangkan adsorben yang memiliki kemampuan menyerap oli atau gas disebut hydrophobic yaitu karbon aktif dan adsorben yang polimer.[7] Kriteria-kriteria adsorben yang baik, antara lain: [9] a. memiliki selektivitas tinggi untuk proses pemisahan b. memiliki kapasitas tinggi untuk meminimalisasi jumlah adsorben yang 11 Universitas Sumatera Utara diperlukan c. memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang mendukung proses perpindahan massa secara cepat d. memiliki stabilitas kimia dan termal, serta sifat kelarutan yang rendah terhadap fluida yang kontak dengan adsorben e. memiliki ketahanan fisik dan mekanik f. tidak memiliki kecenderungan untuk mendorong terjadinya reaksi-reaksi kimia yang tidak dikehendaki g. memiliki kemampuan untuk diregenerasi h. memiliki harga relatif murah 2.2.2.1 Karbon Aktif Sebagai Adsorben Karbon aktif merupakan zat padat amorf yang mempunyai luas permukaan internal dan volume pori yang sangat besar. [10] Produk komersial karbon aktif memiliki luas permukaan spesifik antara 500- 2000 m2/g, tetapi seiring perkembangan teknologi telah dikembangkan pula karbon aktif dengan luas permukaan spesifik antara 3500-5000 m2/g.[8] Pada dasarnya karbon aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbon, baik berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang. Bahan yang sering dibuat menjadi karbon aktif antara lain jenis kayu, sekam padi, tulang hewan, batu bara, tempurung kelapa, kulit biji kopi dan lain-lain. Daya serap dari karbon aktif umumnya bergantung pada senyawa karbon berkisar 85% sampai 95% karbon bebas. Semua jenis adsorbat dapat digunakan sebagai pasangan karbon aktif kecuali air.[7] 12 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3 Karbon Aktif[11] Adsorben karbon aktif yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari cangkang kelapa. Adapun sifat dari adsorben karbon aktif yang digunakan adalah sebagai berikut ini. Tabel 2.2 Sifat Adsorben Karbon Aktif[12][13] No Sifat Adsorben Karbon Aktif Nilai Sifat Karbon Aktif 1 Massa Jenis 22 – 34 lb/ft3 2 Panas Spesifik 0.27 – 0.36 btu/lboF 3 Pore Volume 0,56 – 1,20 cm3/g 4 Diameter Rata-rata Pori 15-25 Å 5 Temperatur Regenerasi 100 - 140 oC 6 Temperatur Maksimum Diizinkan 150oC 7 Ukuran Karbon Aktif 3 mm 2.2.2.2 Pembuatan Karbon Aktif Prinsip pembuatan karbon aktif adalah proses karbonisasi yaitu proses pembentukan bahan menjadi arang (karbon) kemudian diaktifasi.[8] a. Proses karbonisasi Proses karbonisasi umumnya dilakukan pada temperatur 600 oC – 700oC. Pada proses karbonisasi akan terjadi penguapan air (H2O) yang 13 Universitas Sumatera Utara disusul dengan pelepasan gas karbondioksida (CO2) dan selanjutnya terjadi peristiwa eksotermis yang merupakan tahap permulaan proses karbonisasi. Karbonisasi dianggap sempurna jika asap sudah tidak terbentuk lagi. Kualitas hasil karbonisasi ditentukan oleh banyaknya kandungan karbon, semakin tinggi kandungan karbon maka semakin baik kualitasnya. b. Aktifasi karbon Proses pengaktifan karbon dilakukan dengan tujuan untuk memperbesar luas permukaan karbon dengan cara membuka pori-pori yang tertutup sehingga memperbesar kapasitas adsorpsi terhadap zat warna. Poripori dalam karbon umumnya mengandung tar, hidrokarbon, dan zat-zat organik lainnya seperti fixed carbon, abu, air, persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur. Langkah-langkah untuk mengaktifkan karbon dapat dilakukan dengan berikut ini: a. Arang dimasukkan ke dalam tangki aktivasi (pirolisis) dan ditutup rapat. b. Pastikan sambungan pipa pendingin, dan termocouple untuk pengamatan temperatur berfungsi sebagaimana mestinya. c. Alirkan air pendingin ke dalam pipa pendingin, kemudian kompor tungku pirolisis mulai dinyalakan. Kompor bisa menggunakan bahan bakar minyak tanah atau solar. Pengaturan api bisa diatur menggunakan kompresor. d. Melakukan pengamatan terhadap kerja dari tungku aktivasi dengan mengamati kenaikan temperatur. Temperatur selama proses sekitar 600°C, apabila temperatur telah mencapai 600°C dan terlihat pada ujung 14 Universitas Sumatera Utara pendingin tidak adanya tar (cairan berwarna coklat) yang keluar, ditandai dengan adanya gelembung air, maka pembakaran dipertahankan selama 3 jam. Setelah waktu tersebut proses telah selesai. Kemudian api dimatikan, dan tungku aktivasi dibiarkan sampai dingin, setelah itu bisa dibuka dan dikeluarkan untuk dilakukan penggilingan sesuai mesh yang diinginkan. Arang aktif atau karbon aktif siap digunakan. Untuk memenuhi kebutuhan bagi aplikasi-aplikasi spesifik, karbon aktif dibuat dan diklasifikasikan dalam bentuk granular, bubuk (powder) dan bentuk tertentu ((extrude). Karbon aktif granular diproduksi secara langsung dengan menggunakan bahan baku granular, misalnya serbuk gergaji. Karbon aktif yang berupa bubuk diperoleh dengan cara menggiling karbon aktif granular. Produk dengan bentuk tertentu (extrude) biasanya diproduksi dalam bentuk pellet silinder dengan cara extrusion bahan baku dengan binder yang sesuai sebelum bahan baku mengalami proses aktifasi. [8] 2.2.2.3 Aplikasi Penggunaan Karbon Aktif Aplikasi penggunaan karbon aktif dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:[10] a. Aplikasi karbon aktif untuk fasa cair Karbon aktif yang digunakan untuk aplikasi fasa cair berbeda dengan karbon aktif untuk fasa gas. Perbedaannya terutama terletak pada distribusi ukuran pori dimana karbon aktif untuk fasa cair memiliki volume pori yang lebih besar pada bagian macropore yang menyebabkan cairan dapat berdifusi lebih cepat ke bagian mesopore dan micropore. Karbon aktif yang 15 Universitas Sumatera Utara digunakan untuk fasa cair dapat berupa bubuk, granular, maupun dalam bentuk tertentu. Aplikasi penggunaan karbon aktif pada fasa cair antara lain sebagai berikut : - penjernihan air (menghilangkan kontaminan) - pengolahan limbah cair industri (menghilangkan zat-zat berbahaya dan bahan organik lainnya dalam limbah cair) - dekolorisasi bahan pemanis, misalnya pemurnian gula - industri makanan dan minyak (proses pemurnian), dan industri minuman (menghilangkan bau tertentu pada minuman) b. Aplikasi karbon aktif untuk fasa gas Karbon aktif yang digunakan untuk aplikasi fasa gas umumnya berupa granular atau dengan bentuk tertentu (extrude). Karbon aktif untuk fasa gas terutama digunakan dalam proses-proses pemisahan. Proses pemisahan tersebut didasarkan pada perbedaan daya adsorpsi karbon aktif terhadap gas dan uap. 2.2.3 Adsorbat Adsorbat adalah substansi dalam bentuk cair atau gas yang terkonsentrasi pada permukaan adsorben.[7] Adsorbat yang biasa digunakan pada sistem pendingin adalah air (polar substances) dan kelompok non-polar substances seperti metanol, etanol, amonia dan kelompok hidrokarbon. 2.2.3.1 Metanol Sebagai Adsorbat Metanol juga dikenal sebagai metil alcohol, wood alcohol atau spiritus 16 Universitas Sumatera Utara adalah senyawa kimia dengan rumus CH3OH. Metanol merupakan bentuk alcohol paling sederhana.[14] Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri. [6] Gambar 2.4 Metanol[15] Tabel 2.3 Sifat Metanol[16] No Sifat Metanol Nilai Sifat Metanol 1 Massa Jenis (cair) 0.79 Kg/liter 2 Ttitik Lebur -97.7 oC 3 Titik Didih 64,5 oC 4 Klasifikasi EU Flamamable (F), Toxic (T) 5 Panas Jenis (Cp) 2530 J/kg K 6 Panas Laten Penguapan (Le) 1168 kg 2.3 Kalor Kalor merupakan energi yang berpindah yang mengakibatkan perubahan temperatur.[17] Pada abad ke-19 berkembang teori bahwa kalor merupakan fluida ringan yang dapat mengalir dari temperatur tinggi ke temperatur rendah. Jika 17 Universitas Sumatera Utara suatu benda mengandung banyak kalor, maka temperatur benda tersebut tinggi (panas). Sebaliknya jika benda tersebut mengandung sedikit kalor, maka dikatakan bertempertur rendah (dingin). Kuantitas energi kalor (Q) dihitung dalam satuan Joule (J). Laju aliran energi kalor dihitung dalam satuan Joule/detik (J/s) atau Watt (W). Laju aliran energi ini sering disebut sebagai daya, yaitu laju dalam melakukan usaha. 2.3.1 Kalor Sensibel Kalor sensibel adalah kalor yang diterima atau dilepaskan oleh suatu substansi sehingga menyebabkan perubahan temperatur (naik atau turun) tanpa menyebabkan perubahan fasa dari substansi tersebut.[17] Q s = m. Cp . ΔT [J]...………………………………………………...(2.6) dimana: Qs adalah kalor sensibel (J); m adalah massa zat (kg); Cp adalah panas jenis (J/kg.K); 𝛥T adalah selisih temperatur (K) 2.3.2 Kalor Laten Suatu substansi biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi perpindahan kalor antara substansi tersebut dengan lingkungannya. Pada satu situasi tertentu, aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila substansi mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair, cair menjadi uap dan perubahan struktur kristal (zat padat).[17] Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa ini disebut kalor transformasi. Q L = Le . m [J]…………………………………………………….(2.7) dimana: QL adalah kalor laten (J); Le adalah kapasitas kalor laten (J/kg); m adalah massa zat (kg). 18 Universitas Sumatera Utara 2.4 Tinjauan Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer) adalah proses berpindahnya energi panas diantara material/benda karena adanya perbedaan temperatur.[18] Panas akan mengalir dari tempat yang temperaturnya lebih tinggi ke tempat yang temperaturnya lebih rendah. Mekanisme perpindahan panas dibagi menjadi tiga cara yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. 2.4.1 Konduksi Konduksi adalah proses perpindahan panas jika panas mengalir dari tempat yang temperaturnya lebih tinggi ke tempat yang temperaturnya lebih rendah dengan media penghantar panas yang tetap baik itu pada benda padat, cair ataupun gas.[19] 2.4.1.1 Perpindahan Panas Konduksi Pada Bidang Datar (Slab) q Profil temperatur ∆𝐓 q ∆𝐱 Gambar 2.5 Konduksi pada bidang datar (slab)[20] Laju perpindahan panas konduksinya dapat ditentukan dengaan hukum Fourier berikut:[19] q cond = kA T 1 −T 2 Δx ΔT ΔT = −kA Δx = − Δx kA [W]……………………….(2.8) 19 Universitas Sumatera Utara dimana: qcond adalah laju perpindahan panas konduksi (W); k adalah konduktivitas termal material (W/m oC); A adalah luas permukaan tegak lurus terhadap arah laju panas (m2); 𝛥𝑇 adalah beda temperatur (oC); 𝛥𝑥 adalah tebal material (m). 2.4.1.2 Konduksi Pada Satu Seri Bahan Pada kondisi ini aliran panas dilewatkan pada bidang datar yang disusun berlapis-lapis dengan bahan yang berbeda-beda. Contoh pada konstruksi furnace, boiler. A B C T1 T2 q q T3 kA kB kC Δ𝑥𝐴 Δ𝑥𝐵 Δ𝑥𝐶 T4 Gambar 2.6 Konduksi pada bahan tersusun seri[20] Persamaan aliran panas pada seluruh bidang datar adalah:[19] q cond = ΔT menyeluruh ΣR th =R ΔT A +R B +R c = T 1 −T 4 ΔxA ΔxB ΔxC + + k A .A k B .A k c .A [W]…........................(2.9) Pada keadaan steady state, panas yang masuk pada sisi muka sebelah kiri harus sama dengan panas yang meninggalkan sisi muka sebelah kanan, q input = q output , sehingga q = qA = qB = qC. ΔT q = ΣR = th ΔT A RA = ΔT B RB = ΔT C RC [W]…………………………..……...(2.10) 20 Universitas Sumatera Utara 2.4.1.3 Konduksi Pada Bahan yang Tersusun Seri dan Paralel Dinding yang terdiri atas beberapa macam bahan yang dihubungkan seri dan parallel dialiri panas. Perpindahan panas konduksi diasumsikan berlangsung hanya pada satu arah (arah x). T0 T1 T2 T3 T4 4a 2a q q 1 3 4b 2b 4c Δ𝑥1 Δ𝑥2 Δ𝑥3 Δ𝑥4 Gambar 2.7 Konduksi pada bahan tersusun seri dan paralel[20] Persamaan aliran panas konduksi untuk susunan seri dan parallel adalah: q= T 0 −T 4 Δx1 Δx2 Δx Δx4 + + 3+ k 1 A 1 k 2a A 2a +k 2b A 2b k 3 A 3 k 4a A 4a +k 2b A 2b +k 2c A 2c [W]……..…...(2.11) 2.4.1.4 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh Adalah merupakan aliran panas menyeluruh sebagai hasil gabungan proses konduksi dan konveksi, disimbolkan dengan U (W/m2oC).[18] Pada gambar 2.7, laju perpindahan panasnya dapat dirumuskan sebagai berikut: q = UAΔTmenyeluruh [W]……………………………...…………..(2.12) 21 Universitas Sumatera Utara dimana koefisien perpindahan panas menyeluruh dapat dinyatakan dengan: U= 1 [oC/W]…......……………………………………….(2.13) 1 Δx 1 + + h1 k h2 Sehingga laju perpindahan panas keseluruhan untuk susunan seri menjadi: q= 1 h 1A T A −T B +Σ Δx kA 1 h 2A + [W]……………..……………………………...(2.14) 2.4.2 Konveksi Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas antara permukaan padat yang berbatasan dengan fluida mengalir. Fluida di sini bisa dalam fasa cair atau fasa gas. Syarat utama mekanisme perpindahan panas konveksi adalah adanya aliran fluida.[4] Aliran Udara Qc Aliran Udara Gambar 2.8 Perpindahan Panas Konveksi dari Permukaan Pelat[4] Secara matematik perpindahan panas konveksi pada permukaan pelat rata dapat dirumuskan dengan persamaan berikut ini:[18] q conv = hAs (Ts − T∞ ) [W]………...…………..………………….(2.15) dimana: qconv adalah laju aliran panas konveksi (W); h adalah koefisien konveksi (W/m2oC); As adalah luas permukaan bidang (m2); Ts adalah temperatur permukaan pelat (oC); 𝑇∞ adalah temperatur lingkungan (oC). 22 Universitas Sumatera Utara 2.4.2.1 Konveksi Paksa (Forced Convection) Proses konveksi jenis ini terjadi jika terdapat alira fluida yang bekerja di atas permukaan, misalnya oleh kipas angin. a. Aliran di atas pelat rata Gambar 2.9 Berbagai daerah aliran lapisan batas di atas pelat rata [19] Pengelompokan aliran yang mengalir di atas pelat diketahui dari bilangan Reynold:[19] Re = U ∞ .x υ = ρ.U ∞ .x μ ………………………………………………..(2.16) 𝜇 dimana: 𝑈∞ adalah kecepatan aliran bebas; x jarak dari tepi depan; 𝜐 = 𝜌 adalah viskositas kinematik. Untuk aliran laminar Re<5x105. Untuk aliran transisi 5 𝑥 105 ≤ 𝑅𝑒 ≤ 4 𝑥 106 .Untuk aliran turbulen Re > 4 𝑥 106 . b. Aliran dalam tabung Untuk aliran laminar Re = U m .D υ = ρ.U m .D μ < 2300. Untuk aliran transisi 2300 ≤ Re ≤ 10000. Untuk aliran turbulen R e > 10000. Gambar 2.10 Aliran dalam tabung[1] 23 Universitas Sumatera Utara 2.4.2.2 Konveksi Alami (Natural Convection) Konveksi jenis ini terjadi karena proses pemanasan yang menyebabkan fluida berubah densitasnya (kerapatannya) dan bergerak naik. Gerakan fluida dalam konveksi bebas terjadi karena gaya buoyancy (apung) yang dialaminya apabila kerapatan fluida di dekat permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai akibat proses pemanasan.[19] Bilangan Grashof merupakan perbandingan antara gaya buoyancy terhadap gaya viskositas fluida. 𝐺𝑟𝐿 = 𝑔𝛽 (𝑇𝑠 −𝑇∞ )𝐿3𝑐 𝜈2 …………………………………………..………..(2.17) dimana: g adalah percepatan gravitasi (m/s2); 𝛽 adalah koefisien ekspansi 1 volume, 1/K (𝛽 = 𝑇 untuk gas ideal); Ts adalah temperatur permukaan (oC); 𝑇∞ adalah temperatur fluida yang bergerak di sekitar permukaan ( oC); Lc adalah karateristik panjang dari bentuk geometri (m); 𝜈 adalah viskositas kinematik (m2/s). Tabel 2.4 Korelasi empiris bilangan Nusselt rata-rata yang terjadi pada permukaan proses konveksi bebas[19] 24 Universitas Sumatera Utara (sambungan Tabel 2.4) 2.4.3 Radiasi Perpindahan panas radiasi adalah panas yang dipindahkan dengan cara memancarkan gelombang elektromagnetik. Radiasi tidak memerlukan medium perpindahan panas. Misalnya sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi. [4] Untuk menghitung laju perpindahan panas radiasi antara permukaan plat dengan lingkungannya seperti pada gambar 2.8 digunakan persamaan berikut: q r = εςA(T24 − T34 ) [W] ……………………………...…………....(2.18) dimana 𝜀 adalah emisivitas permukaan plat (0 ≤ ε ≥1), 𝜎 adalah konstanta Stefan-Boltzmann = 5,67 x10-8 W/m2K4, T2 dan T3 adalah temperatur pelat dan temperatur lingkungan (K). Segala sesuatu yang terkena pancaran matahari, konstan menerima energi radiasi. Secara tidak langsung ini berarti setiap benda yang terkena cahaya 25 Universitas Sumatera Utara matahari, akan menerima radiasi dari segala arah sepanjang masih terpancar oleh cahaya matahari. Jumlah energi radiasi yang diterima suatu permukaan dalam interval waktu tertentu disebut dengan irradiation / incident radiation. Ketika radiasi sampai ke permukaan, sebagian dari energi itu akan diserap, sebagian lagi di transmisikan, dan sisanya di refleksikan [19]. Energi radiasi yang di serap di sebut dengan absorbtivitas (α ), yang di transmisikan di sebut dengan transimitas (τ) dan energi radiasi yang di pantulkan di sebut reflektivitas ( 𝜌). absorbvitas = α = transimitas = τ = Radiasi Absorbsi Incident Radiation Radiasi transimitas reflectivitas = ρ = Incident Radiation Radiasi reflectivitas Incident Radiation 0 ≤α ≤ 1 0 ≤τ ≤ 1 0≤ρ ≤ 1 Gambar 2.11 Pola absorpsi[19] 2.5 Prinsip Dasar Sistem Pendingin Adsorpsi Siklus pendingin adsorpsi berlangsung dengan penyerapan refrigeran/adsorbat dalam fasa uap ke dalam adsorben pada tekanan rendah, kemudian refrigeran yang terserap pada adsorben didesorpsi dengan memberikan panas pada adsorben.[7] 26 Universitas Sumatera Utara Bentuk sederhana siklus pendingin adsorpsi ditunjukkan pada gambar 2.12. Tekanan naik Desorpsi (b) Kondensasi/panas Tekanan rendah dilepas ke panas Tekanan tinggi lingkungan (a) (c) Adsorben dingin Adsorben panas Refrigeran cair Tekanan rendah (d) Adsorpsi Evaporasi/panas diserap ke lingkungan Gambar 2.12 Prinsip dasar adsorpsi-desorpsi[21] Pada awalnya sistem dikondisikan pada tekanan dan temperatur rendah. Dua buah botol labu (vessel) yang berhubungan, dimana pada labu pertama terdapat adsorben (karbon aktif) yang mengandung adsorbat berkonsentrasi tinggi sedangkan pada labu kedua terdapat adsorbat dalam fasa uap (gambar 2.12a). Labu pertama dipanaskan, sehingga tekanan dan temperatur sistem meningkat dan menyebabkan kandungan adsorbat yang ada di dalam adsorben berkurang atau menguap. Proses berkurangnya kandungan adsorbat pada adsorben pada kasus ini disebut proses desorpsi (gambar 2.12b). Adsorbat yang menguap kemudian terkondensasi dan mengalir ke botol labu yang kedua, disini panas dilepaskan ke lingkungan dimana tekanan sistem masih tinggi (gambar 2.12c). Pemanasan pada botol labu pertama dihentikan, lalu pada 27 Universitas Sumatera Utara botol labu pertama terjadi perpindahan panas ke lingkungan sehingga tekanan dan temperatur sistem menjadi rendah. Tekanan dan temperatur sistem yang rendah menyebabkan adsorbat cair pada botol labu yang kedua menguap dan terserap ke botol labu pertama yang berisi adsorben. Proses terserapnya adsorbat ke adsorben pada kasus ini disebut adsorpsi. Proses adsorpsi menghasilkan efek pendinginan yang terjadi pada botol labu yang kedua, dimana pada tekanan rendah panas dari lingkungan diserap untuk menguapkan adsorbat (gambar 2.12d) sampai sistem kembali ke kondisi awal dimana pada botol labu yang pertama berisi adsorben dengan kandungan adsorbat berkonsentrasi tinggi dan pada botol labu kedua terdapat adsorbat dalam fasa gas. 2.6 Siklus Ideal Sistem Pendingin Adsorpsi Adsorpsi dan desorpsi merupakan suatu proses yang dapat berlangsung secara reversibel.[6] Adsorpsi merupakan proses exothermic dimana adsorben dan adsorbat melepaskan panas sehingga penurunan pergerakan molekul adsorbat yang mengakibatkan adsorbat menempel pada permukaan adsorben dan membentuk suatu lapisan tipis. Ketika panas diberikan kepada sistem tersebut maka pergerakan molekul adsorbat akan meningkat sehingga jumlah panas tertentu akan menghasilkan energi kinetik molekul adsorbat yang cukup untuk merusak gaya van der Walls antara adsorben dan adsorbat. Proses pelepasan adsorbat dari adsorben disebut sebagai proses desorpsi, dimana proses ini membutuhkan energi panas sehingga disebut proses endothermic. Jumah adsorbat yang terkandung di dalam adsorben dapat digambarkan oleh garis isoters pada diagram tekanan vs temperatur (Ln P 28 Universitas Sumatera Utara vs -1/T) seperti pada gambar 2.13 di bawah ini: LnP Saturation Curve ISOTERS -1/T Gambar 2.13 Diagram tekanan vs temperatur pada garis isoters. [7] Siklus mesin pendingin adsorpsi tidak membutuhkan energi mekanis, melainkan membutuhkan energi panas. Pada saat mesin pendingin beroperasi, beberapa proses yang terjadi pada adsorber yang melibatkan proses endothermic dan exothermic. Proses endothermic berlangsung selama proses pemanasan (peningkatan tekanan) dan proses pemanasan-desorpsi-kondensasi, sedangkan proses exothermic berlangsung selama proses pendinginan (penurunan tekanan) dan proses pendinginan-adsorpsi-evaporasi. Keempat proses tersebut membentuk suatu siklus yang digambarkan oleh diagram Clapeyron ideal seperti pada gambar 2.14. 29 Universitas Sumatera Utara LnP Desorpsi Kondensasi Pkon C D B Adsorpsi Peva E Evaporasi A F p Tevap Tkond TA TB TF TD Gambar 2.14 Diagram Clapeyron Ideal[1][22] Keempat proses tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Proses pemanasan (pemberian tekanan) Selama proses ini, tidak ada aliran metanol yang masuk maupun keluar dari adsorber. Adsorber menerima panas sehingga temperature adsorber meningkat dan diikuti oleh peningkatan tekanan dari tekanan evaporasi menjadi tekanan kondensasi. Proses ini sama seperti proses kompresi pada Condenser Qin Adsorber sistem pendingin mekanik. Proses ini diilustrasikan pada gambar 2.15. Katup Evaporator Gambar 2.15 Proses pemanasan[7] 30 Universitas Sumatera Utara 2. Proses pemanasan-desorpsi-kondensasi Selama periode ini, adsorber terus dialiri panas sehingga adsorber terus mengalami peningkatan dan temperature yang menyebabkan timbulnya uap desorpsi. Sementara itu, katup aliran ke kondensor dan evaporator dibuka sehingga adsorbat dalam bentuk gas mengalir ke kondensor untuk mengalami proses kondensasi. Kalor laten pengembunan adsorbat diserap oleh media pendingin pada kondensor. Siklus ini sama dengan siklus kondensasi pada sistem pendingin mekanik. Proses ini diilustrasikan pada Condenser Qin Adsorber gambar 2.16. Katup Evaporator Gambar 2.16 Proses pemanasan-desorpsi-kondensasi[7] 3. Proses pendinginan (penurunan tekanan) Selama periode ini, tidak ada aliran metanol yang masuk maupun keluar dari adsorber. Adsorber melepaskan panas dengan cara didinginkan sehingga temperature di adsorber turun dan diikuti penurunan tekanan kondensasi ke tekanan evaporasi. Proses ini sama seperti proses ekspansi pada sistem pendingin mekanik. Proses ini diilustrasikan seperti pada gambar 2.17. 31 Universitas Sumatera Utara Condenser Adsorber Qout Katup Evaporator Gambar 2.17 Proses pendinginan[7] 4. Proses pendinginan-adsorpsi-evaporasi Selama periode ini, adsorber terus melepaskan panas sehingga adsorber terus mengalami penurunan temperature dan tekanan yang menyebabkan timbulnya uap adsorpsi. Sementara itu, katup aliran dari evaporator ke adsorber dibuka sehingga adsorbat dalam bentuk uap mengalir dari evaporator ke adsorber. Adsorbat dalam bentuk uap dihasilkan dari proses penyerapan kalor oleh adsorbat dari lingkungan sebesar kalor laten penguapan adsorbat tersebut. Proses ini berlangsung pada temperature Condenser Qout Adsorber saturasi yang rendah pula. Proses ini diilustrasikan pada gambar 2,18. Katup Evaporator Gambar 2.18 Proses pendinginan-adsorpsi-evaporasi[7] 32 Universitas Sumatera Utara 2.7 Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi 2.7.1 Komponen Utama Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi 2.7.1.1 Kolektor Surya Kolektor surya adalah salah satu alat penukar kalor (heat exchanger) yang khusus untuk mengubah bentuk (transforms) energi radiasi matahari menjadi energi panas.[5] Ketika cahaya matahari menimpa absorber pada kolektor, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian besar akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas tersebut kemudian dimanfaatkan guna berbagai aplikasi. [21] Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen-komponen utama, yaitu :[5] 1. Cover, berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju lingkungan 2. Absorber adalah bagian kolektor yang berfungsi untuk menyerap energi radiasi matahari. 3. Kanal, berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja . 4. Isolator, berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari absorber menuju lingkungan 5. Frame, berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor Terdapat tiga jenis kolektor surya yang diklasifikasikan ke dalam Solar Thermal Collector System dan juga memiliki korelasi dengan pengklasifikasian kolektor surya berdasarkan dimensi dan geometri dari receiver yang dimilikinya, yaitu:[5] 33 Universitas Sumatera Utara a. Kolektor Surya Pelat Datar (Flat-Plate Collector) b. Concentrating Solar Collectors/ Compound Parabolic Collector (CPC) c. Evacuated Tube Collectors Pada penelitan ini, kolektor yang digunakan adalah kolektor surya pelat datar (flat-plate collector). Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari absorber-nya yang berupa pelat datar yang terbuat dari material dengan konduktivitas termal tinggi, dan dilapisi dengan cat berwarna hitam. Kolektor pelat datar memanfaatkan radiasi matahari langsung dan terpencar (beam dan diffuse), tidak membutuhkan pelacak matahari, dan hanya membutuhkan sedikit perawatan. Aplikasi umum kolektor tipe ini antara lain digunakan untuk pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses panas industri. Komponen penunjang yang terdapat pada kolektor pelat datar antara lain; transparent cover, absorber, insulasi, dan kerangka Gambar 2.19 Kolektor surya pelat datar sederhana[23] 34 Universitas Sumatera Utara 2.7.1.2 Kondensor Kondensor adalah salah satu jenis alat penukar kalor (heat exchanger) yang berfungsi untuk mengkondensasikan fluida kerja dengan cara membuang kalor ke lingkungan dengan bantuan fluida pendingin sehingga uap refrigeran akan mengembun dan berubah fasa dari uap ke cair.[24] Sebelum masuk ke kondensor refrigeran berupa uap yang bertemperatur dan bertekanan tinggi, sedangkan setelah keluar ari kondensor refrigeran berupa cair jenuh dan bertemperatur lebih rendah tetapi dengan tekanan sama (tinggi) seperti sebelum masuk ke kondensor. Berdasarkan jenis media pendingin yang digunakan, kondensor dibagi menjadi tiga jenis yaitu: a. Kondensor berpendingin air (water cooled condenser) Kodensor berpendingin air dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: - Kondensor yang air pendinginnya dibuang langsung - Kondensor yang air pendinginnya disirkulasikan kembali b. Kondensor berpendingin udara (air cooled condenser) Ada dua metode mengalirkan udara pada jenis ini, yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa dengan bantuan kipas. Konveksi secara alamiah mempunyai laju aliran udara yang melewati kondensor sangat rendah, karena hanya mengandalkan kecepatan angin yang terjadi saat itu. Kondensor yang menggunakan bantuan kipas angin dalam mensirkulasikan media pendinginnya dikenal sebagai kondensor berpendingin udara konveksi paksa. 35 Universitas Sumatera Utara c. Kondensor evaporatif (evaporative condenser) Kondensor evaporative pada dasarnya adalah kombinasi kondensor yang menggunakan air dan udara sebagai media pendinginnya. 2.7.1.3 Evaporator Pada prinsipnya, evaporator hampir sama dengan kondensor, yaitu samasama alat penukar kalor yang fungsinya mengubah fasa refrigeran. Bedanya, jika pada kondensor refrigeran berubah fasa dari uap menjadi cair, maka pada evaporator refrigeran berubah fasa dari cair menjadi uap. [25] Perbedaan berikutnya, sebagai komponen pada siklus refrigerasi, pada evaporator lah sebenarnya tujuan itu tercapai. Artinya jika pada kondensor fungsinya hanya membuang panas ke lingkungan, maka pada evaporator panas harus diserap untuk menyesuaikan dengan beban pendingin di ruangan. Berdasarkan cara evaporator mengambil beban pendingin dari ruangan, sistem pendingin dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu direct cooling sistem dan indirect cooling sistem. 2.7.2 Total Energi Radiasi Matahari yang Diterima Kolektor Total energi panas radiasi yang diterima oleh suatu permukaan kolektor, Qit, dapat ditentukan dengan persamaan berikut:[26] Q it = Gi Ac [J]……………………………...……..………………..(2.19) dimana Gi adalah fluks energi radiasi matahari (J/m2) dan Ac adalah luas permukaan area kolektor (absorber) yang terpapar sinar matahari (m2). 36 Universitas Sumatera Utara 2.7.3 Energi Panas Radiasi yang Digunakan Kolektor Energi panas radiasi yang digunakan kolektor, Qic, merupakan energi yang digunakan kolektor atau yang diserap adsorben (karbon aktif) untuk menaikkan temperaturnya dan selanjutnya digunakan untuk melepaskan/mendesorpsi adsorbat (metanol).[26] Energi panas aktual yang digunakan kolektor, Qic, dapat dihitung dengan persamaan berikut: Q ic = mac Cpac + mr Cpr ΔTg + mr hsg [J]……………..………..(2.20) dimana: mac adalah massa karbon aktif (kg); Cpac adalah panas jenis karbon aktif (J/kgoC); mr adalah massa metanol (kg); Cpr adalah panas jenis metanol (J/kgoC); 𝛥Tg adalah temperatur pemanasan kolektor maksimal; mrhsg adalah energi panas laten metanol (J). 2.7.4 Kapasitas Kalor Pendinginan Kapasitas kalor pendinginan, Quc, merupakan jumlah kalor yang diserap dari air untuk menurunkan temperaturnya selama proses adsorpsi berlangsung. [26] Jumlah air, mw, yang akan didinginkan di dalam wadah air bersentuhan dengan evaporator dan akan mengalami perubahan temperatur ∆Tw, jika air mencapai temperatur pembekuan, maka sejumlah es, mi, akan dihasilkan. Jika semua air membeku, es akan mengalami perubahan temperatur , ∆Ti (dalam kasus ini, mw = mi). Kapasitas kalor pendinginan, Quc (useful cooling),, dapat dievalusi dengan persamaan berikut: [13] 𝐐𝐮𝐜 = 𝐦𝐰 𝐂𝐩𝐰 𝚫𝐓𝐰 + 𝐦𝐢 𝐡𝐬𝐟 + 𝐦𝐢 𝐂𝐩𝐢 𝚫𝐓𝐢 [J]………………………(2.21) 37 Universitas Sumatera Utara dimana mw adalah massa air (kg); Cpw adalah panas jenis air (J/kgoC); 𝜟Tw adalah penurunan temperatur air (oC); mi adalah massa es yang terbentuk (kg), hsf adalah panas laten es (kJ/kg); Cpi adalah panas jenis es (J/kgoC); 𝜟Ti adalah penurunan temperatur es (oC). 2.7.5 Efisiensi Termal Kolektor Surya Efisiensi termal kolektor surya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:[26] η= Q ic Q it ……………………....……………………….………….(2.22) dimana Qic adalah energi panas yang digunakan kolektor (J); Qit adalah energi panas total yang diterima kolektor (J). 2.7.6 Performansi Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi Tenaga Surya Performansi suatu mesin pendingin siklus adsorpsi ditunjukkan oleh koefisien performansi (COP). Koefisien performansi (COP) dapat dievaluasi melalui persamaan berikut:[26] Koefisien performansi siklus aktual, COPuc: COPuc = Quc Qic ………………...………………..………………..……(2.23) Koefisien performansi sistem keseluruhan: COPuo = Q uc Q it …………………………………………………...…..(2.24) Tabel 2.5 COP hasil penelitian sebelumnya Peneliti Tipe Kolektor Pasangan Adsorben-Adsorbat COPuo(COPs) 38 Universitas Sumatera Utara M.Pons, Guilleminot J.J [1] Tulus B.Sitorus, dkk [3] E.E Anyanwu. C.I.Ezeckwe [26] P.H.Grenier, dkk Pelat Datar (6 m2) Karbon aktif – metanol 0.12 Pelat Datar (0.25 m2) Karbon aktif – metanol 0.028 - 0.064 Pelat Datar (1.2 m2) Karbon aktif – metanol 0.007 – 0.015 [27] Pelat Datar (20 m2) Karbon aktif – metanol 0.10 Sakoda A, M.Suzuki [28] Pelat Datar (0.4 m2) Karbon aktif – metanol 0.113 – 0.193 M. Li, dkk [29] Pelat Datar (0.75 & 1.5 m2) Pelat Datar (12 m2) Karbon aktif – metanol 0.12 & 0.14 Karbon aktif – metanol 0.23 A. Mahesh [30] 2.8 Analisis Korelasi dan Persamaan Regresi Analisis korelasi dilakukan untuk menunjukkan besarnya keeratan hubungan antara dua variabel acak yang masing-masing memiliki skala pengukuran minimal interval dan berdistribusi bivariat. Bila analisis korelasi hanya mencakup dua variabel X dan Y maka disebut analisis korelasi linier sederhana (simple linear correlation), namun bila mencakup lebih dari dua variabel maka dinamakan analisis korelasi linier berganda (multiple linier correlation). Persamaan statistika untuk korelasi dirumuskan sebagai berikut:[3][31] rxy = n ni=1 X i Y i − ni=1 X i ni=1 Y i n X2− n i=1 i n X 2 i=1 i n ni=1 Y 2i − n Y 2 i=1 i …………………………….……(2.25) Koefisien korelasi yang dirumuskan seperti itu disebut koefisien korelasi Pearson atau koefisien korelasi product moment. Besar r adalah − 1 ≤ rxy ≤ + 1. Tanda + menunjukkan pasangan X dan Y dengan arah yang sama, sedangkan tanda − menunjukkan pasangan X dan Y dengan arah yang berlawanan. rxy yang besarnya semakin mendekati 1 menunjukkan hubungan X dan Y cenderung sangat erat. Jika mendekati 0 hubungan X dan Y cenderung kurang kuat. r xy = 0 menunjukkan tidak terdapat hubungan antara X dan Y. Apabila ternyata analisis 39 Universitas Sumatera Utara korelasi menunjukkan hubungan yang cukup kuat maka analisis dilanjutkan ke sistem analisis regresi. Secara umum regresi linier terdiri dari dua jenis yaitu regresi linier sederhana yaitu dengan satu buah variabel bebas dan satu buah variabel terikat dan regresi linier berganda dengan beberapa variabel bebas dan satu buah variabel tidak bebas. Dalam analisis regresi akan dikembangkan sebuah persamaan regresi yaitu persamaan matematika yang mencari nilai variabel terkait dari nilai variabel bebas yang diketahui. Karena pada penelitian ini terdapat tiga variabel bebas yaitu intensitas radiasi matahari, kelembapan udara, dan temperatur lingkungan maka yang digunakan adalah persamaan regresi berganda. Persamaan regresi berganda memiliki bentuk persamaan: Y = a + b1 X1 + b2 X 2 + b3 X3 . Nilai koefisien a, b1,b2 dan b3 dapat diperoleh dengan menggunakan aturan-aturan matriks. Dalam analisis regresi, koefisien korelasi yang dihitung tidak untuk diartikan sebagai ukuran keeratan hubungan variabel bebas (X) dan variabel tidak bebas (Y), sebab dalam analisis regresi asumsi normal bivariat tidak terpenuhi. Untuk itu, dalam analisis regresi agar koefisien korelasi yang diperoleh dapat diartikan maka dihitung indeks determinasinya, yaitu hasil kuadrat dari koefisien korelasi: R2 = (rxy )2 …………………………………………………………….(2.26) Indeks determinasi yang diperoleh tersebut digunakan untuk menjelaskan persentase variasi dalam variabel tidak bebas (Y) yang disebabkan oleh bervariasinya variabel bebas (X). Hal ini untuk menunjukkan bahwa variasi dalam variabel tak bebas (Y) tidak semata-mata disebabkan oleh bervariasinya variabel bebas (X), bisa saja variasi dalam variabel tak bebas tersebut juga 40 Universitas Sumatera Utara disebabkan oleh bervariasinya variabel bebas lainnya yang mempengaruhi variabel tak bebas tetapi tidak dimasukkan dalam model persamaan regresinya. 41 Universitas Sumatera Utara