daftar isi - USU Repository

advertisement
PERBANDINGAN KADAR C-PEPTIDE PADA
DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG BARU DIDIAGNOSA
DENGAN NON DIABETES MELITUS
TESIS
OLEH :
DENRISON PURBA
DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2009
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
PERBANDINGAN KADAR C-PEPTIDE PADA
DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG BARU DIDIAGNOSA
DENGAN NON DIABETES MELITUS
TESIS
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Untuk Mencapai Keahlian
Dalam Bidang Patologi Klinik Pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
OLEH :
DENRISON PURBA
DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2009
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maka Kuasa yang atas
kasih karuniaNya, sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter
Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan
dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul : Perbandingan Kadar Cpeptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 yang Baru Didiagnosa dengan Non
Diabetes Melitus.
Selama saya mengikuti pendidikan ini, saya telah banyak mendapat
bimbingan, pengarahan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak sehingga
dapat
menyelesaikan
pendidikan
ini.
Untuk
itu
perkenankanlah
saya
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
Yth. Prof. dr. Burhanuddin Nasution,SpPK-KN,FISH yang merupakan
pembimbing saya yang telah banyak memberikan petunjuk, bimbingan, bantuan,
pengarahan, dan dorongan
selama pendidikan, dan dalam penelitian serta
penulisan tesis ini. Yth. dr. Dharma Lindarto, SpPD.KEMD, yang merupakan pembimbing
saya yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam penelitian dan
penulisan tesis ini. Semoga Tuhan membalas semua kebaikannya.
Yth. Prof. dr. Adi Koesoema Aman,SpPK-(KH),FISH Selaku Kepala
Departemen Patologi Klinik FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah
menerima dan memberikan kesempatan saya
mengikuti Program Pendidikan
Dokter Spesialis Patologi Klinik dan telah memberikan bimbingan dan pengarah
selama saya mengikuti pendidikan ini.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Yth. Prof. Dr. dr. Ratna Akbari Ganie SpPK-(KH), FISH sebagai Ketua
Program Studi Patologi Klinik, dan dr. Ricke Loesnihari, SpPK-K sebagai
Sekretaris Program Studi Patologi Klinik FK USU/RSUP. H. Adam Malik yang telah
banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi saya sehingga dapat
menyelesaikan pendidikan ini.
Yth, seluruh guru-guru saya, Prof. dr. Herman Hariman PhD, SpPKKH,FISH, dr.R. Ardjuna M. Burhan, DMM, SpPK-K, dr. Zulfikar Lubis,SpPK-K,
dr. Tapisari Tambunan,SpPK-K, dr. Ozar Sanuddin, SpPK-K, dr. Ulfa Mahidin,
SpPK, dr.Lina, SpPK, dr.Nelly Elfrida Samosir, SpPK, dr. Muzahar, DMM,
SpPK-K, Prof. dr. Iman Sukiman, SpPK-KH,FISH, Dr. Farida Siregar, SpPK.
yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, arahan, dan dukungan selama
saya mengikuti pendidikan di Departemen Patologi Klinik FK USU.
Rasa hormat juga saya sampaikan kepada guru-guru saya Alm. dr. Hendra
Lumanauw, SpPK-K, dr. Paulus Sembiring, SpPK-K, dan dr. Irfan Abdullah, SpPKK yang telah mendidik saya semasa hidup beliau.
Yth. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, yang merupakan pembimbing saya
dibidang Statistik, yang telah banyak memberikan petunjuk dan bantuan selama
penulisan tesis ini.
Yth. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, dan Kepala Departemen
Penyakit Dalam FK USU/ RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah
memberikan bantuan dan kemudahan serta keizinan dalam menggunakan fasilitas
dan
sarana
Rumah
Sakit
dalam menunjang
pendidikan terutama
dalam
pemeriksaan pasien.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Terima kasih saya sampaikan kepada seluruh teman-teman sejawat peserta
Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik FK USU, para analis dan
pegawai Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik dan RS. Pirngadi Medan, serta semua
pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan
dan kerjasama yang baik selama saya mengikuti pendidikan ini.
Rasa hormat dan terima kasih saya yang tak terhingga dan setulusnya saya
tujukan kepada almarhum ayahanda Jorgit Purba dan almarhumah ibunda
Karianna Sipayung yang telah membesarkan, mengasuh, mendidik, serta
memberikan dukungan secara moril maupun materi kepada saya semasa hidup
mereka
. Terima kasih saya sampaikan kepada mertua saya, K. Sipayung dan R. br.
Limbong yang tak henti-hentinya memberi dukungan dan doa kepada saya dalam
mengikuti pendidikan ini.
Akhirnya terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada istri tercinta
Firedy Radiah Sipayung, yang telah mendampingi saya dengan penuh
pengertian, perhatian, serta memberikan dorongan dan pengorbanan selama saya
mengikuti pendidikan sampai saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Saya berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Semoga Tuhan Senantiasa memberkati kita.semua.
Medan, Desember 2009
Penulis,
(dr. Denrison Purba)
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
i
Daftar Isi
i
Daftar Gambar ,Tabel, dan Lampiran
vi
Daftar Lampiran
vii
Daftar Singkatan
viii
BAB I. Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang
1
1.2.
Perumusan Masalah
4
1.3.
Hipotesa Penelitian
4
1.4.
Tujuan Penelitian
4
1.5.
Manfaat Penelitian
5
1.6.
Kerangka Konseptual
6
BAB II. Tinjauan Pustaka
2.1.
C-peptida
7
2.1.1.
Sejarah penggunaan C-peptida
7
2.1.2.
Biokimia dan Fisiologi dari C-peptida
7
2.1.3.
Indikasi Klinis Pemeriksaan C-peptida
9
2.1.4.
Nilai Referensi Interval C-peptida
10
2.1.5.
Pengukuran dan Metode Pemeriksaan C-peptida
10
2.1.5.1.
Pemeriksaan C-peptida dengan Metode ECLIA
10
2.2.
Diabetes Melitus
11
2.2.1.
Defenisi Diabetes Melitus
11
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
2.2.2.
Klasifikasi Diabetes Melitus
11
2.2.3.
Kriteria Diabetes Melitus
13
2.2.4.
Diabetes Melitus Tipe 2
14
2.2.4.1.
Epidemiologi
14
2.2.4.2.
Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme
Insulin
15
2.2.4.3.
Patogenesis DM tipe 2
17
2.2.4.4.
Kwantitasi dari Fungsi Sel Beta Pankreas
17
2.2.4.5.
Kadar C-peptida pada DM tipe 2
18
Bab III. Metode Penelitian
3.1.
Disain Penelitian
19
3.2.
Tempat dan Waktu Penelitian
19
3.3.
Populasi dan Subjek Penelitian
19
3.3.1.
Populasi Penelitian
19
3.3.2.
Subjek Penelitian
20
3.3.2.1.
Kriteria Inklusi
20
3.3.2.2.
Kriteria Eksklusi
20
3.4.
Perkiraan Besar Sampel
20
3.5.
Analisa Data
21
3.6.
Bahan dan Cara Kerja
22
3.6.1.
Bahan yang diperlukan
22
3.6.2.
Anamnese dan Pemeriksaan fisik
22
3.6.3.
Pengambilan dan Pengolahan Sampel
22
3.6.3.1.
Pengambilan Sampel Darah
22
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
3.6.3.2.
Pengolahan Sampel
23
3.6.4.
Pemeriksaan Laboratrorium
23
3.6.4.1.
Pemeriksaan Creatinin Darah
23
3.6.4.2.
Pemeriksaan C-peptida dengan metode ECLIA
23
3.6.4.3.
Pemantapan Kwalitas
25
3.7.
Batasan Operasional
27
3.8.
Etical Clearance
29
3.9.
Kerangka Kerja
29
Bab IV
Hasil Penelitian
30
4.1.
Gambaran Umum Peserta Penelitian
30
4.2.
Kadar C-peptida pada Kelompok DM tipe 2
yang baru didiagnosa dan Non DM
33
Bab V. Pembahasan
35
Bab VI.Kesimpulan dan Saran
38
Daftar Pustaka
39
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
DAFTAR GAMBAR, dan TABEL
GAMBAR
Gambar 1.1. Skema Kerangka Konseptual Penelitian
6
Gambar 2.1. Struktur C-peptide
8
Gambar 3.1. Prinsip Tes Pemeriksaan C-peptide dengan
metode ELISA
24
Gambar 3.2. Pengukuran C-peptide dengan metode ELISA
25
Gambar 5. Kerangka Kerja Penelitian
31
TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi DM menurut PERKENI
12
Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus
13
Tabel 3. 1.Pemantapan Kwalitas pada Pemeriksaan Kadar C-peptide
dengan menggunakan kontrol PC MA1 dan PC MA2 27
Tabel 4.1. Karakteristik Penderita DM Tipe 2 yang Baru Didiagnosa
dan Non DM
31
Tabel 4.2. Karakteristik IMT pada DM Tipe 2 yang Baru Didiagnosa
dan Non DM
33
Tabel 4.3. Nilai Rata-rata Kafdar C-peptide Puasa pada
DM tipe 2 yang Baru Didiagnosa dan Non DM
33
Tabel 4.4. Korelasi Kadar C-peptide dengan Umur dan IMT pada
DM Tipe 2 yang Baru Didiagnosa dan Non DM
34
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
: Lembar Penjelasan Pasien
48
LAMPIRAN 2
: Status Pasien
49
LAMPIRAN 3
:
Formulir Persetujuan setelah Penjelasan untuk
Mengikuti Penelitian
LAMPIRAN 4
:
51
Surat Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang
Kesehatan FK USU
LAMPIRAN 5
:
52
Surat izin penelitian dan penunjukan dr.Dharma
Lindarto, SpPD-KEMD.sebagai pembimbing
53
LAMPIRAN 6
:
Surat Persetujuan Komite Etik RSHAM
54
LAMPIRAN 7
:
Data Penelitian Pasien DM Tipe 2
55
55
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
DAFTAR SINGKATAN
c.f.a.s
: Calibrated for Automated System
DM
: Diabetes Melitus
DMTTI
Diabetes melitus Tidak Tergantung Insulin
ECLIA
: Electrochemiluminescentimmunoassay
ELISA
: Enzymelinkedimmunosorbentassay
EGFR
: Estimation Glomerular Filtration Rate
IMT
: Indeks Massa Tubuh
KGD
: Kadar Gula Darah
NIDDM
: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
PC MA
: Precicontrol Multi Analyte
RIA
: Radioimmunoassay
SCr
: Serum Creatinine
WHO
: World Health Organization
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
RINGKASAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang banyak dijumpai di seluruh
dunia. Prevalensi DM di seluruh dunia diperkirakan sekitar 4%. Untuk Indonesia,
World Health Organization (WHO) memperkirakan kenaikan jumlah pasien DM dari
8,4 juta orang pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta orang pada tahun 2030.
Prevalensi DM yang paling banyak dijumpai adalah DM tipe 2 (Non Insulin
Dependen Diabetes Mellitus, NIDDM). Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia
berdasarkan berbagai penelitian epidemiologis berkisar antara 1,5 - 2,3 %. DM tipe
2 umumnya ditemukan pada usia dewasa, walaupun dapat terjadi pada anak-anak.
DM tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kelainan produksi insulin dan resistensi
terhadap insulin, atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang melibatkan
reseptor insulin di membran sel.
Dalam hubungannya dengan kadar insulin di dalam darah, penelitianpenelitian menunjukkan bahwa pada stadium awal DM tipe 2 masih dijumpai selsel beta pankreas yang mampu menghasilkan insulin, belum terjadi defisiensi
insulin yang absolut. Pada tahap ini mungkin terjadi hiperinsulinemia yang
merupakan kompensasi ataupun akibat dari resistensi insulin. Pada tahap ini tidak
diperlukan terapi dengan insulin. Pada stadium lanjut DM tipe 2, produksi insulin
dari sel-sel beta pankreas sangat berkurang sehingga pasien harus mendapat
terapi insulin.
Pada proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai produk yang
disekresikan bersamaan dengan insulin melalui proses pemecahan proteolitik dari
molekul prekursor proinsulin. Insulin dan C-peptide dibentuk dalam jumlah yang
sama dan dilepaskan ke dalam sirkulasi darah melalui vena porta. Sebagian dari
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
insulin diekstraksi di dalam hepar. Tapi hampir tidak ada
C-peptide yang
diekstraksi di hepar, sehingga masa paruh C-peptide lebih panjang dibandingkan
insulin. Kadar C-peptide 5–10 kali lebih tinggi di dalam sirkulasi perifer, dan
kadarnya berfluktuasi sedikit dibandingkan insulin.
Konsentrasi C-peptide dalam darah memberikan suatu penilaian yang
akurat terhadap fungsi cadangan sel beta pankreas manusia dan ini sudah menjadi
suatu petanda yang penting dari sekresi insulin pada pasien DM.
Penentuan kadar C-peptide puasa dan setelah stimulasi (dengan glukosa
atau glukagon) telah digunakan untuk penentuan aktivitas sekresi sel beta
pankreas, karena kadar C-peptide di sirkulasi tidak dipengaruhi insulin eksogen.
Beberapa penelitian telah menjumpai bahwa kadar C-peptide meningkat
pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa.
Penelitian ini dilakukan secara cross sectional study di Departemen/Instalasi
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam
Malik Medan bekerja sama dengan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan, yang
dimulai pada
bulan Mei 2009 sampai dengan Oktober 2009. Populasi yang
dimasukkan dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang berobat jalan di
poliklinik Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan dan kontrol
normal diambil dari orang yang tidak menderita DM. Berdasarkan kriteria inklusi
dan eksklusi dan perkiraan besar sampel, diperolehlah sampel penelitian 68 orang
yaitu 34 orang sebagai sampel pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan 34
orang sebagai kontrol sampel non DM.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Sebanyak 5 cc darah dari vena mediana cubiti tanpa antikoagulan diambil
untuk
pemeriksaan
kadar
C-peptide
serum puasa
dan
creatinin
serum.
Pemeriksaan kadar C-peptide dilakukan setelah terkumpul sejumlah sampel
dengan
alat
Cobas
elecsys
601
(Cobas
e
601),
dengan
metode
menggunakan
SPSS
electrochemiluminescentimmunoassay (ECLIA).
Pengolahan
data
dan
analisa
statistik
(Statistical Product and Service Solution) versi 15.0. Berdasarkan analisa statistik
didapatkan hasil bahwa dijumpai peningkatan kadar C-peptide yang bermakna
pada DM Tipe 2 yang baru didiagnosa dibandingkan dengan kontrol non DM (p <
0,05).
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) saat ini merupakan penyakit yang banyak dijumpai di
seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan
jumlah penderita DM yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Prevalensi
DM di seluruh dunia diperkirakan sekitar
4%. Prevalensinya akan terus
meningkat dan diperkirakan tahun 2025 akan mencapai 5,4%. Untuk Indonesia,
WHO memperkirakan kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. 1
Prevalensi DM yang paling banyak dijumpai adalah DM tipe 2
(Non Insulin
Dependen Diabetes Mellitus, NIDDM), yang seringkali tidak dapat dirasakan
gejalanya pada stadium awal, dan tidak terdiagnosa sampai bertahun-tahun,
sampai terjadi komplikasi dari penyakit ini.2 Hiperglikemi kronik yang terjadi pada
DM selalu diikuti oleh komplikasi penyempitan vaskuler di seluruh tubuh yang
mengakibatkan perubahan kronik berupa kemunduran sampai dengan kegagalan
fungsi berbagai organ tubuh, seperti penyakit kardiovaskuler, kebutaan, gagal
ginjal, dan lainnya. 2
Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia berdasarkan berbagai penelitian
epidemiologis berkisar antara 1,5 - 2,3 %. Laporan dari hasil penelitian di berbagai
daerah di Indonesia yang dilakukan pada era tahun 2000-an menunjukkan
peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993, dan
kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001.3
DM tipe 2 umumnya ditemukan pada usia dewasa, walaupun dapat terjadi
pada anak-anak. Jumlah penderita DM tipe 2 diperkirakan 90-95 % dari seluruh
kasus DM. DM tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kelainan produksi insulin dan
resistensi terhadap insulin, atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang
melibatkan reseptor insulin di membran sel. 2,4,5
Dalam hubungannya dengan kadar insulin di dalam darah, penelitianpenelitian menunjukkan bahwa pada stadium awal DM tipe 2 masih dijumpai selsel beta pankreas yang mampu menghasilkan insulin, belum terjadi defisiensi
insulin yang absolut. Pada tahap ini mungkin terjadi hiperinsulinemia yang
merupakan kompensasi ataupun akibat dari resistensi insulin. Pada tahap ini tidak
diperlukan terapi dengan insulin. 4,5
Pada stadium lanjut DM tipe 2, produksi insulin dari sel-sel beta pankreas
sangat berkurang (hipoinsulinemia) sehingga pasien harus mendapat terapi insulin.
Pada stadium lanjut ini kadar glukosa darah tidak dapat terkendali dengan
pemberian obat hipoglikemik oral (OHO).4,5
Pada proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai produk yang
disekresikan bersamaan dengan insulin melalui proses pemecahan proteolitik dari
molekul prekursor proinsulin. Insulin dan C-peptide dibentuk dalam jumlah yang
sama dan dilepaskan ke dalam sirkulasi darah melalui vena porta. Sebagian dari
insulin diekstraksi di dalam hepar. Tapi hampir tidak ada C-peptide yang diekstraksi
di hepar, sehingga masa paruh C-peptide lebih panjang dibandingkan insulin.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Kadar C-peptide
5–10 kali lebih tinggi di dalam sirkulasi perifer, dan kadarnya
berfluktuasi sedikit dibandingkan insulin.5,6,7
Konsentrasi C-peptide dalam darah memberikan suatu penilaian yang
akurat terhadap fungsi cadangan sel beta pankreas manusia dan ini sudah menjadi
suatu petanda yang penting dari sekresi insulin pada pasien DM.8,9
Penentuan kadar C-peptide puasa dan setelah stimulasi (dengan glukosa
atau glukagon) telah digunakan untuk penentuan aktivitas sekresi sel beta
pankreas, karena kadar C-peptide di sirkulasi tidak dipengaruhi insulin eksogen.
Beberapa penelitian menggunakan tes ini untuk menentukan apakah fungsi sel
beta pankreas menunjukkan persesuaian dengan klasifikasi klinis dari diabetes tipe
1 dan diabetes tipe 2 seperti dibuat oleh WHO.10 Beberapa penelitian
berkesimpulan bahwa ada kesesuaian antara kadar C-peptide
dan tipe
diabetes.11,12,13,14
Penelitian yang dilakukan oleh The Diabetes Control and Complication Trials
(DCCT) pada DM tipe 1 telah menunjukkan bahwa konsentrasi C-peptide yang
lebih tinggi berhubungan dengan perbaikan retinopati diabetik maupun nefropati
diabetik.15. Wahren dkk mendapatkan bahwa C-peptide aktif secara biologi.16,17
Di Etiopia, Abdulkadir dkk melaporkan bahwa kadar C-peptide puasa
maupun setelah stimulasi glukosa lebih tinggi pada pasien DM
tipe 2
dibandingkan dengan kontrol maupun DM tipe 1.18
Pada penelitian yang dilakukan Sari R dan kawan-kawan didapat
peningkatan kadar C-peptide puasa, yaitu pada DM tipe 2 dengan Dislipidemia
(2,96 ± 1,57 ng/ml), Hipertensi (3,36 ± 1,85 ng/ml), Coronary Artery Disease (3,72 ±
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
1,17 ng/ml), Peripheral Vascular Diseases (4,64 ± 0,85 ng/ml), autonomic
neuropathy (4,13 ± 2,08). 19
Pada penelitian DM tipe 2 oleh Kang JM dan kawan-kawan, kadar C-peptide
puasa yang lebih tinggi (>2,38 ng/ml), berhubungan dengan Sindroma Metabolik.20
Pada penelitian oleh Fernandez dkk, didapat kadar C-peptide puasa 3,85 ± 0,64
ng/ml, dan berkorelasi dengan Hipertensi.21
Penentuan kadar C-peptide puasa juga dapat digunakan untuk memprediksi
kebutuhan terapi insulin pada DM tipe 2.22
1.2.
Perumusan Masalah
Apakah terjadi peningkatan kadar C-peptide pada pasien DM tipe 2 yang
baru didiagnosa dibandingkan kontrol non DM ?
1.3.
Hipotesa Penelitian
Kadar C-peptide meningkat pada pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa
dibandingkan kontrol non DM.
1.4.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kadar C-peptide pada pasien DM tipe 2 yang
baru
didiagnosa.
1.5.
Manfaat Penelitian
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Diharapkan pengukuran kadar C-peptide pada pasien DM tipe 2 yang baru
didiagnosa dapat dipakai oleh klinisi untuk rencana pengobatan DM tipe 2 yang
berbeda pada keadaaan hipoinsulinemia, normoinsulinemia, dan hiperinsulinemia.
1.6. Kerangka Konseptual
Belum ada penelitian tentang
kadar C-peptide pada DM tipe 2
yang
di Medan
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes
Melitusbaru
Tipe 2didiagnosa
Yang Baru Didiagnosa
Dengan Non Diabetes
Kadar C-peptide meningkat
pada DM tipe 2
Melitus, 2010.
Pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa
di poliklinik Penyakit Dalam
Kadar C-peptide serum puasa
Gambar 1.1. Skema Kerangka Konseptual Penelitian
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
2.1. C-peptide
2.1.1. Sejarah penggunaan C-peptide
C-peptide pertama kali digambarkan oleh Steiner pada tahun 1967 sebagai
suatu produk sampingan dari biosintesa insulin.23,24 Selama bertahun-tahun
dianggap bahwa C-peptide merupakan molekul biasa yang tidak mempunyai peran
fisiologis intrinsik. Pandangan ini dibuat oleh ketidakmampuan peneliti-peneliti
untuk menunjukkan aktivitas biologi yang nyata dari C-peptide dalam penelitiannya,
dan belum adanya penjelasan yang memuaskan dari peran C-peptide sebagai
suatu substan dari hasil pemecahan molekul proinsulin.24 Pandangan ini perlahanlahan berkurang selama dekade terakhir setelah banyaknya data dari penelitian
pada
C-peptide.24
2.1.2. Biokimia dan Fisiologi dari C-Peptide
C-peptide merupakan rantai tunggal 31 asam amino dengan berat molekul
3021 dalton (Da), menghubungkan polipeptida A dan B pada
molekul
proinsulin.25,26 Dalam proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai suatu
produk bersama-sama dengan insulin oleh pemecahan proteolitik dari molekul
prekusor proinsulin, disimpan di dalam granul sekretori dalam kompleks Golgi dari
sel beta pankreas. Sedangkan proinsulin dipecah dari preproinsulin.26,27
C-peptide mempunyai suatu fungsi yang penting dalam penggabungan 2
rantai struktur insulin (rantai A dan B) dan pembentukan dari 2 ikatan disulfida
dalam molekul proinsulin (Gambar 2). Insulin dan
C-peptide disekresi dalam
jumlah ekuimolar dan dilepaskan ke dalam sirkulasi melalui vena porta. Sebagian
dari insulin dimetabolisme di hepar, tapi hampir tidak ada C-peptide dimetabolisme
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
di hepar sehingga
C-peptide mempunyai waktu paruh yang lebih panjang (±
35 menit) dibandingakan insulin. Konsentrasi C-peptide di dalam sirkulasi perifer
5-10 kali lebih tinggi dibandingkan insulin, dan kadar ini berfluktuasi sedikit
dibandingkan dengan insulin.26,27,28,29
Gambar 2.1. Struktur C-peptide30
Hepar tidak mengekstraksi C-peptide, tapi C-peptide ini diekskresi dari
sirkulasi oleh ginjal dan dibuang melalui urine. Konsentrasi C-peptide di urine kirakira 20-50 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dalam serum. Oleh karena itu
konsentrasi C-peptide akan meningkat pada penderita gagal ginjal. 25,26,27,30
2.1.3. Indikasi Klinis Pemeriksaan C-peptide
Dahulu C-peptide dianggap tidak aktif secara biologi. Akan tetapi, pada
beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa C-peptide sebenarnya adalah
suatu peptida bioaktif.16,17
Pengukuran C-peptide, insulin, glukosa digunakan sebagai bantuan dalam
diagnosa banding hipoglikemia untuk memastikan suatu manajemen dan terapi
yang tepat pada pasien. Pemeriksaan C-peptide dapat digunakan untuk mengukur
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
sekresi insulin endogen. Karena prevalensi yang tinggi dari antibodi anti insulin
endogen, konsentrasi
C-peptide menggambarkan sekresi insulin endogen
pankreas lebih dapat dipercaya pada pasien DM yang diobati dengan insulin
dibandingkan
pengukuran
dengan pengukuran kadar insulin sendiri. Oleh karena itu,
C-peptide dapat digunakan sebagai bantuan dalam penilaian fungsi
sekresi sel beta pankreas. 26,27,29
Pemeriksaan
C-peptide
juga
digunakan
untuk
menilai
berhasilnya
transplantasi sel islet pankreas dan untuk monitoring setelah pankreatektomi.26,27
Peninggian kadar C-peptide dapat terjadi pada keadaan-keadaan
seperti hiperinsulinemia dan gagal ginjal.6,30 Penurunan kadar
C-peptide
dijumpai pada keadaan - keadaan seperti hipoinsulinemia, factitious hypoglycemia,
setelah radical pancreatectomy.6,26,30
2.1.4. Nilai Referensi Interval dari C-peptide
Masing-masing laboratorium sebaiknya mempunyai nilai referensi interval
untuk C-peptide. Konsentrasi C-peptide serum puasa pada orang normal berkisar
antara 0,78 - 1,89 ng/ml (0,25 – 0,6 nmol/L). Setelah stimulasi dengan glukosa atau
glukagon, nilai C-peptide berkisar antara 2,73 – 5,64 ng/ml (0,9 – 1,87 nmol/L),
atau 3 sampai 5 kali dari nilai sebelum stimulasi. Kadar C-peptide urin biasanya
berkisar antara 74 ± 26 μg/L (25 ± 8,8 μmol/L). C-peptide diekskresi terutama oleh
ginjal, dan konsentrasinya pada serum meningkat pada gagal ginjal.6,26,30
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
2.1.5. Pengukuran dan Metode pemeriksaan C-peptida
Pemeriksaan C-peptida dapat dilakukan dengan beberapa cara dan metode
pemeriksaan, diantaranya dilakukan dengan metode electrochemiluminescent
immunoassay (ECLIA), Enzyme linked immunoassay (ELISA), Radioimmunoassay
(RIA).31,32 Pada tulisan ini akan dijelaskan pemeriksaan C-peptide dengan metode
ECLIA.
2.1.5.1.
Pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA
Pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA berdasarkan prinsip
sandwich. Pada pemeriksaan C-peptide ini digunakan 2 antibodi monoclonal yang
spesifik langsung terhadap C-peptide manusia. 31
Pemeriksaan
C-peptide
berdasarkan
prinsip
sandwich.
Lamanya
pemeriksaan 18 menit pada suhu 370 C. Selama tahap pertama inkubasi
pemeriksaan C-peptide, antigen dari sampel (20 μl) membentuk kompleks
sandwich dengan biotynilated monoclonal C-peptide specific antibody (dari tikus)
dan suatu monoclonal antibody C-peptide specific antibody yang dilabel dengan
suatu kompleks ruthenium.31,33
Pada tahap kedua, streptavidin–coated microparticle ditambahkan dan
kompleks tersebut menjadi terikat pada fase solid melalui interaksi dari biotin dan
streptavidin.31,33
Muatan mikropartikel yang dilapisi streptavidin dengan kompleks imun
diambil ke permukaan elektroda secara magnetis. Komponen reagen yang tidak
terikat material sampel yang berlebih dibuang dari measuring cell dengan Procell
system buffer. Aplikasi dari suatu voltase yang menetap menginduksi reaksi
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
electrochemiluminescent dan emisi cahaya yang dihasilkan diukur secara langsung
dengan photomultiplier.31,33
2.2. DIABETES MELITUS
2.2.1. Defenisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai
dengan adanya hiperglikemi sebagai akibat berkurangnya produksi insulin, ataupun
gangguan aktivitas dari insulin ataupun keduanya.34,35,36 Keadaan ini akan
mengakibatkan perubahan-perubahan metabolisme terhadap karbohidrat, lemak
maupun protein.3,37,38,39
2.2.2. Klasifikasi Diabetes mellitus
Ada berbagai klasifikasi DM yang dipakai sekarang ini, seperti klasifikasi DM
menurut American Diabetes Association (ADA), World Health Organization
(WHO).10,39 Klasifikasi DM yang dipakai di Indonesia menurut Konsensus
PERKENI (Perkumpulan Endokrin Indonesia) 2006 sesuai dengan klasifikasi DM
menurut ADA 1997.3,40 Dalam hal ini DM dibagi menjadi 4 kelas (lihat Tabel 1)
Tabel 2.1. Klasifikasi DM menurut PERKENI 3
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
1.
Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus
ke defisiensi insulin absolut)
2.
Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang dominan
resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin)
3.
DM Tipe Lain
A. Defek genetik fungsi sel beta
B. Defek genetik kerja insulin
C. Penyakit Endokrin Pankreas
D. Endokrinopati
E. Karena obat/zat kimia
F. Infeksi
G. Sebab imunologi yang jarang
H. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
4.
Diabetes Melitus Gestasional
2.2.3. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya. Jika dijumpai keluhan yang khas dan pemeriksaan
kadar glukosa darah (KGD) sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosa DM. Hasil pemeriksaan KGD puasa≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil
pemeriksaan KGD yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk
menegakkan
diagnosis
DM.
diperlukan
pemastian
lebih
lanjut
dengan
mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik KGD puasa
≥ 126 mg/dl, KGD
sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau hasil tes toleransi glukosa oral
(TTGO) yang abnormal.3,41,42,43,44
Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus3
1 Gejala klasik DM + KGD sewaktu ≥200 mg/dl atau
2 Gejala klasik DM + KGD puasa ≥ 126 mg/dl atau
3 KGD 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl
2.2.4. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes Melitus Tipe 2, Diabetes melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI)
atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) umumnya ditemukan pada
usia dewasa (resiko tinggi pada usia di atas 40 tahun), walaupun dapat terjadi pada
anak-anak.2,3,4,5
Jumlah penderita DM tipe 2 diperkirakan 90-95 % dari total
penderita DM. Penyebab utama DM tipe 2 adalah adanya defisiensi insulin dan
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
atau resistensi insulin. Resistensi insulin ditemukan pada lebih 90 % kasus dan
merupakan penyebab terbanyak pada DM tipe 2.2,4,5,
2.2.4.1.. Epidemiologi
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insiden dan prevalensi DM. Perkiraan jumlah penderita DM
pada tahun 2000 adalah kira-kira 175.4 juta orang, dan diperkirakan pada tahun
2010 akan menjadi 279.3 juta orang. Diperkirakan 90-95 % adalah DM tipe 2.
Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat, dan setiap
tahunnya didiagnosa 600.000 kasus baru.43,44,45 Dari Diabetes Atlas yang dibuat
International Diabetes Federation), prevalensi DM di Indonesia diperkirakan 4.6 %
dari jumlah penduduk 125 juta orang yang di atas 20 tahun.46
Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat. Tujuh
puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskular.
Serangan jantung, gagal ginjal, stroke dan gangren adalah komplikasi yang paling
utama. 38,43,44,45
Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia berdasarkan berbagai penelitian
epidemiologis berkisar antara 1,5 - 2,3 %. Laporan dari hasil penelitian di berbagai
daerah di Indonesia yang dilakukan pada era tahun 2000-an menunjukkan
peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta
dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993, dan
kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001.3,41,42
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
2.2.4.2. Mekanisme sekresi insulin dan aspek metabolisme
Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan
normal tubuh oleh sel beta pankreas dalam 2 fase. Sekresi insulin akan muncul
setelah adanya rangsangan seperti glukosa dari makanan dan minuman. Insulin
yang dihasilkan berfungsi menjaga regulasi darah agar selalu dalam batas-batas
fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban makanan. 7,47
Sekresi fase 1 (Absolute Insulin secretion response= AIR) adalah sekresi
insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta pankreas,
muncul cepat dan berakhir cepat. Sekresi fase 1 biasanya mempunyai puncak
yang relatif tinggi, karena hal ini dibutuhkan untuk mengantisipasi kadar glukosa
darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan.7,47
Selanjutnya setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2
(sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara
perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Segera berakhirnya fase 1,
tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya dilakukan oleh sekresi fase 2. apabila
sekresi fase 1 tidak adekwat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk
peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut
dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar agar kadar glukosa darah (pasca
prandial) tetap dalam batas normal.7,47
Apabila ada gangguan pada mekanisme kerja insulin, ini akan menimbulkan
hambatan dalam utilisasi glukosa serta peningkatan kadar glukosa darah. Secara
klinis gangguan tersebut dikenal dengan sebagai diabetes melitus. Pada DM tipe 1
gangguan yang terjadi mutlak hanya disebabkan defisiensi insulin. Pada DM tipe 2,
gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh 2 faktor ; tidak adekwatnya
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
sekresi insulin secara kwantitatif (defisiensi insulin), dan kurang sensitifnya jaringan
tubuh tehadap insulin (resistensi insulin). 7,47
Pejalanan penyakit DM tipe 2 pada awalnya ditentukan oleh kinerja fase 1
sekresi insulin yang kemudian memberikan dampak negatip terhadap kinerja fase
2,
dan
berakibat
langsung
terhadap
peningkatan
kadar
glukosa
darah
(hiperglikemia). Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan
sekresi insulin (defisiensi insulin) tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya
respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). 2,4,47
2.2.4.3. Patogenesis DM Tipe 2
Patogenesis DM tipe 2 adalah kompleks dan melibatkan interaksi dari faktor
genetik dan lingkungan.2,3,4,5 Beberapa faktor lingkungan menunjukkan peran yang
kritis dalam perkembangan penyakit, khususnya asupan kalori yang berlebihan
yang menyebabkan obesitas. Penderita DM tipe 2 secara konsisten menunjukkan 3
abormalitas utama, yaitu :
1. Resisitensi insulin pada jaringan perifer khususnya pada otot dan lemak,
dan juga hepar.
2. Defektif sekresi insulin, khususnya dalam respon terhadap stimulus glukosa
3. Peningkatan produksi glukosa oleh hepar.5
2.2.4.4. Kwantitasi dari Fungsi Sel Beta Pankreas
Pengukuran
konsentrasi
insulin
perifer
dengan
radioimmunoassay
merupakan metode yang sangat luas digunakan untuk mengukur fungsi sel
beta pankreas secara in vivo. Tapi hal ini terbatas karena 50-60% dari produksi
insulin oleh pankreas diekstraksi oleh hepar tanpa pernah mencapai sirkulasi
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
sistemik. Radioimmunoassay standard juga tidak dapat membedakan antara
insulin endogen dan insulin eksogen, sehingga tidak efektif untuk menilai fungsi
cadangan sel beta pankreas pada pasien yang mendapat insulin.5,29
Karena C-peptide disekresikan dalam jumlah yang ekuimolar dengan insulin
dan tidak diekstraksi oleh hepar, beberapa peneliti telah menggunakan kadar Cpeptide sebagai marker/petanda dari fungsi sel beta pankreas.5,8,29
2.2.4.5. Kadar C-peptide pada DM tipe 2
Pemeriksaan kadar C-peptide dalam darah memberikan suatu penilaian
terhadap fungsi sel beta pankreas.
48
Pada pasien DM tipe 2 mungkin didapat
kadar C-peptide yang normal, menurun, ataupun meningkat.19,49,50,51,52
Di Etiopia, Abdulkadir dkk melaporkan bahwa kadar C-peptide puasa
maupun setelah stimulasi glukosa lebih tinggi pada pasien DM tipe 2
dibandingkan dengan kontrol maupun DM tipe 1.18
Pada penelitian yang dilakukan Sari R dan kawan-kawan didapat
peningkatan kadar C-peptide puasa, yaitu pada DM tipe 2 dengan dislipidemia
(2,96 ± 1,57 ng/ml), hipertensi (3,36 ± 1,85 ng/ml), Coronary artery disease
(3,72 ± 1,17 ng/ml), peripheral vascular diseases (4,64 ± 0,85 ng/ml), autonomic
neuropathy (4,13 ± 2,08 ng/ml). 19
Pada penelitian DM tipe 2 oleh Kang JM dkk, kadar C-peptide puasa yang
lebih tinggi (>2,38 ng/ml), berhubungan dengan sindroma metabolik.20 Pada
penelitian oleh Fernandez dkk, didapat kadar
C-peptide puasa 3,85 ±
0,64 ng/ml, dan berkorelasi dengan hipertensi.21
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Disain Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara cross sectional study. Pengambilan sampel
dilakukan dengan cara consecutive sampling,
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen/Instalasi Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan bekerja
sama dengan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian dimulai pada bulan Mei
2009 sampai dengan Oktober 2009.
3.3. Populasi dan Subjek Penelitian
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe 2
yang berobat jalan di poliklinik Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik
Medan dan kontrol normal diambil dari orang yang tidak menderita DM.
Pasien DM tipe 2 ditentukan menurut Kriteria ADA 2006
- Gejala Klinis diabetes melitus
Gejala DM dapat berupa poliuri, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien DM bila didapat
1. KGD Puasa
: > 126 mg/dl
2. KGD 2 jam PP
: > 200 mg/dl
3.3.2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah semua penderita DM tipe 2 yang baru didagnosa
berdasarkan pemeriksaan di Departemen Penyakit Dalam FK USU/ RS H. Adam
Malik Medan. Subjek penelitian tersebut harus memenuhi kriteria berikut ini :
3.3.2.1. Kriteria Inklusi
•
Penderita DM tipe 2 sesuai kriteria ADA 2002
•
Umur > 40 tahun
•
Bersedia mengikuti penelitian
3.3.2.2. Kriteria Eksklusi
1. Penderita DM tipe 1
2. Umur < 40 tahu
3. Gagal ginjal
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Sampel dipilih secara consecutive sampling dengan perkiraan besar sampel
minimum dari subjek yang diiteliti dipakai rumus uji hipotesa dua kelompok
berpasangan :
2
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
n=
(Zα + Zß) x Sd
d
n=
(1,96 + 1,036) x 1,17
2
0,6
n = 34
Keterangan :
n = jumlah sampel
Zα = Nilai baku normal dari table Z, yang besarnya tergantung pada α
yang
ditentukan. Untuk α = 0,05 → Z α = 1,96
Zß = Nilai baku normal dari table Z, yang besarnya tergantung pada ß
yang
ditentukan. Untuk ß = 0,05 → Zß = 1,036
Sd = Simpangan baku dari selisih rata-rata = 1,17
d = selisih rerata kedua kelompok yang bermakna = 0,6
3..5. Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan statistik. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 15,0. Untuk melihat
gambaran
karakteristik
penderita
disajikan
dalam
bentuk
tabulasi
dan
dideskripsikan. Untuk melihat hubungan antara kadar C-peptide puasa, Indeks
Massa Tubuh (IMT), Tekanan Darah, umur, jenis kelamin, penderita DM tipe 2 dan
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
kontrol non DM digunakan uji independent T test. Untuk melihat hubungan antara
kadar C-peptide dan umur, maupun IMT digunakan uji statistik korelasi Pearson.
3.6. Bahan dan Cara Kerja
3.6.1. Bahan yang diperlukan
Bahan yang diperlukan dalam penenlitian ini adalah darah tanpa anti
koagulan.
3.6.2. Anamnese dan Pemeriksaan Fisik
Anamnese
dilakukan
dengan
wawancara
berpedoman
pada
daftar
pertanyaan pada status dan keterangan yang ada pada status. Pemeriksaan fisik
dilakukan pada posisi penderita berbaring. Seluruh data dan hasil pemeriksaan
dicatat dalam satus khusus penelitian.
3.6.3. Pengambilan dan Pengolahan Sampel
3.6.3.1. Pengambilan sampel darah.
Sampel darah diambil dari vena mediana cubiti. Sebelumnya pasien
dipuasakan 10-12 jam. Tempat punksi vena terlebih dahulu dilakukan tindakan
aseptik dengan alkohol 70 % dan dibiarkan kering, kemudian dilakukan punksi.
Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan spuit disposable 5 cc, darah
diambil 5 cc tanpa antikoagulan untuk pemeriksaan kadar C-peptide puasa, dan
kadar creatinin darah.
3.6.3.2. Pengolahan Sampel
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Darah tanpa antikoagulan dibiarkan dalam suhu ruangan selama 30 menit,
kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, serum
dipisahkan secara hati-hati ke dalam 2 tabung plastik (aliquot). Tabung plastik
pertama untuk pemeriksaan creatinin dengan alat Cobas Integra 400 plus. Tabung
kedua (± 1 ml) segera disimpan dalam freezer, dengan suhu –200 C sampai waktu
pemeriksaan kadar C-peptide.
3.6.4. Pemeriksaan Laboratorium
3.6.4.1. Pemeriksaan creatinin darah
Pemeriksaan creatinin darah dilakukan dengan alat Automatic analyzer
Cobas Integra 400 plus dan pemeriksaan creatinin dengan metode Jaffe. Prinsip
reaksi adalah :
pH Alkali
Creatinin + picrid acid  complex creatinin picrid acid (merah-oranye)
Kalkulasi konsentrasi analit secara otomatis dengan mengalikan faktor
konversi : µmol/L X 0,0113 = mg/dL
3.6.4.2. Pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA
Pemeriksaan dilakukan secara serentak setelah terkumpul sejumlah sampel.
Pemeriksaan dilakukan dengan alat automatic analyzer Cobas Elecsys 601 (Cobas
e 601), menggunakan metode Electrochemiluminescence sandwich immunoassay
(ECLIA). Sampel yang beku dari freezer dicairkan pada suhu ruangan. Reagensia,
kalibrator, dan kontrol juga disamakan suhunya dengan suhu ruangan (20-250C).
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Reagensia diletakkan pada disk reagensia, sedangkan kalibrator dan sampel pada
disk sampel.
Pemeriksaan
C-peptide
berdasarkan
prinsip
sandwich.
Lamanya
pemeriksaan 18 menit pada suhu 370 C. Selama tahap pertama inkubasi
pemeriksaan C-peptide, antigen dari sampel (20 μl) membentuk kompleks
sandwich dengan biotynilated monoclonal C-peptide specific antibody (dari tikus)
dan suatu monoclonal antibody C-peptide specific antibody yang dilabel dengan
suatu kompleks ruthenium. 31,33
Pada tahap kedua, streptavidin–coated microparticle ditambahkan dan
kompleks tersebut menjadi terikat pada fase solid melalui interaksi dari biotin dan
streptavidin (Gambar 3.1)31,33,53
Gambar
3.1. Prinsip tes pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA
Muatan mikropartikel yang dilapisi streptavidin dengan kompleks imun
diambil ke permukaan elektroda secara magnetis. Komponen reagen yang tidak
terikat material sampel yang berlebih dibuang dari measuring cell dengan Procell
system buffer. Aplikasi dari suatu voltase yang menetap menginduksi reaksi
electrochemiluminescent dan emisi cahaya yang dihasilkan diukur secara langsung
dengan photomultiplier. Dimana jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding lurus
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
dengan kadar analit dalam sampel. Pada akhir reaksi electrochemiluminscet,
mikropartikel dibuang dengan larutan measring cell cleaning (Cleancell). Measuring
cell kemudian siap untuk melakukan pengukuran berikutnya. (Gambar 3.2).31,33
Gambar 3.2. Pengukuran C-peptide dengan metode ECLIA
3.6.4.3. Pemantapan Kualitas
Pemantapan
kualitas
dilakukan
untuk
menjamin
ketepatan
hasil
pemeriksaan dalam batas yang dapat dipercaya (valid). Pemantapan kualitas
dilakukan setiap kali pada saat awal pemeriksaan untuk menjamin ketepatan hasil
pemeriksaan yang dikerjakan yang nilainya sesuai dengan batas nilai yang
dikeluarkan oleh pabrik pembuatnya (ada nilai target).
Sebelum dilakukan pemeriksaan harus dilakukan kalibrasi terhadap alat
yang digunakan. Kalibrasi alat autometic analyzer Rohce/Cobas Integra 400 plus
untuk pemeriksaan kreatinin menggunakan C.f.a.s (calibrator for autometic system
). Kontrol kualitas menggunakan kontrol normal Precinom U dan kontrol abnormal
Precipath U. Kontrol kualitas dilakukan setiap hari pada setiap awal pemeriksaan.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Kalibrasi pemeriksaan C-peptide pada alat cobas e 601 analyzers
menggunakan CPEPTID Cal1 dan CPEPTID Cal2 yang berisi C-peptide. Selama
penelitian kalibrasi hanya dilakukan satu kali pada waktu pemeriksaan awal
dilakukan.53
Untuk
pemantapan kualitas pemeriksaan C-peptide dilakukan dengan
menggunakan control sera assay Precicontrol Multianalyte. Pemantapan kwalitas
dilakukan dengan cara mengerjakan sampel penelitian bersama-sama dengan
assayed control sera dengan nilai target untuk PC MA1 1,46-2,38 ng/ml , dan untuk
PC MA2 7,58-12,4 ng/ml. Bila
hasil pemeriksaan control sera assayed masuk
dalam nilai target, maka sampel penelitian dianggap terkontrol.
Setelah itu
dilakukan pemeriksaan C-peptide pada sampel penderita dan sampel kontrol. 53
Stabilitas sampel serum 60 hari pada suhu -200 C. Stabilitas reagen (Cpeptide reagent kit) sampai masa kadaluarsa bila tidak dibuka. Bila sudah dibuka,
stabilitas reagen 16 minggu pada suhu 2-80 C, dan pada alat Cobas 6000
stabilitasnya 12 minggu.53
Tabel 3.1. Pemantapan kwalitas menggunakan kontrol PC MA1 dan PC MA2
pada pemeriksaan Kadar C-peptide
No
Tanggal
PC MA1
PC MA2
Hasil
Nilai Target
Hasil
Nilai Target
1
18-8-2009 2,21
1,46-2,38
11,57
7,58-12,4
2
3-9-2009
2,17
1,46-2,38
11,20
7,58-12,4
3
15-9-2009 2,19
1,46-2,38
11,46
7,58-12,4
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Selama penelitian kontrol kualitas dilakukan sebanyak 3 kali bersamaan
dengan sampel yang diperiksa. Dalam 3 kali pemeriksaan sampel, nilai kontrol PCMA1 dan PC-MA2 tidak melewati nilai target yang diharapkan.(Tabel 3.1.
3.7. Batasan Operasional
a. Diabetes Melitus
Disebut Diabetes Melitus apabila didapati gejala klinis, dan pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan Kadar Gula Puasa (KGD) > 126 mg/dl, dan /
atau KGD 2 jam PP > 200 mg/dl.2,3,4
b. Gagal ginjal
Gagal ginjal ditentukan berdasarkan riwayat penyakit seperti penderita
hemodialisa reguler, pemeriksaan fisik dengan adanya hipertensi, edema, dan
pucat, dan atau penetapan Estimation Glomerular Filtration Rate (EGFR) yang
direkomendasikan The National Kidney Foundation, dengan kalkulasi Cocroft-Gault
berdasarkan pemeriksaan kreatinin serum.54,55
EGFR (ml/menit) = (140-umur) X BB (kg)
72 X Scr (mg/dl)
Keterangan :
- bila perempuan, hasil dikalikan 0,85
- Scr adalah Creatinin serum
c. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Indeks massa tubuh digunakan untuk membuat penggolongan apakah
seseorang tersebut obesitas, overweight ataukah normal.56 Untuk orang Asia,
disebut Obesitas bila IMT > 25 kg/m2, overweight bila IMT 23-24,9 kg/m,2 dan
normal bila IMT 18,5-22,9 kg/m2, berat badan kurang (underweight) bila IMT < 18,5
kg/m2.56
d. Hipertensi
yang dimaksud dengan hipertensi adalah penderita dengan riwayat
hipertensi atau pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya hiertensi. Kriteria
hipertensi sesuai yang ditetapkan JNCC VII-2003 (The seventh Report of The Joint
National Commitee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure), yaitu bila terdapat tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau tekanan
diastolik > 90 mmHg.
57
3.8. Ethical Clearance dan Informed Concern
Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Inform consent diminta
secara tertulis dari subjek penelitian atau diwakili oleh keluarganya yang bersedia
ikut dalam penelitian setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan
dari penelitian ini.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
3.9. Kerangka Kerja
•
•
•
Kriteria Inklusi
Penderita DM tipe 2
Usia di atas 40 tahun
Bersedia ikut dalam penelitian
Penderita DM tipe 2
Yang baru didiagnosa
•
•
•
•
Kadar C-peptida puasa
Kriteria Eksklusi
Penderita DM tipe 1
Usia di bawah 40 tahun
Gagal ginjal, EGFRBAB
≤ 40 ml/menit
IV
Tidak bersedia ikut dalam penelitian
Gambar 3.3. Kerangka Kerja Penelitian
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan untuk mengetahui kadar C-peptide pada penderita DM
tipe 2 yang baru didiagnosa.Telah dilakukan suatu penelitian secara cross
sectional pada periode Mei 2009 sampai September 2009 dengan memeriksa
kadar C-peptide pada 34 orang penderita DM tipe 2 yang baru didiagnosa di
poliklinik Penyakit Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik
Medan dan 34 orang sebagai kelompok kontrol non DM yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi.
4.1. Gambaran Umum Peserta Penelitian
Pada penelitian ini, kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa terdiri dari 22
orang pria (61,8%) dan 12 orang wanita (38,2%), dan pada kelompok non DM
terdiri dari 23 orang pria (67,6%) dan 11 orang wanita (32,4%). Tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna pada jenis kelamin diantara kedua kelompok (p>0,05).
Karakteristik penderita pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan
Non DM dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Tabel 4.1. Karakteristik penderita DM Tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non
DM
Variabel
DM Tipe 2
Non DM
p
N=34
N=34
Mean ±SD
Mean ±SD
Umur (tahun)
53,26±8.33
50,,91±0,12
0,29
IMT
24,85±1,73
24,03±0,91
0,019*
TD
127,24±26,62
124,71±5,01
0,59
Sistolik(mmHg)
80,59±10,13
77,65±4,30
0,126
TD
0,83±0,16
0,83±0,10
0,92
85,21±19,39
88.08±14,18
0,492
Diastolik(mmHg)
Creatinin
serum(mg/dl)
Keterangan *= signifikan
Dari tabel 4.1. dapat dilihat umur rata-rata penderita DM tipe 2 yang baru
didiagnosa adalah 53,26 ± 8,33 tahun, pada kelompok non DM dengan umur ratarata adalah 50,91 ± 9,90 tahun. Setelah dilakukan uji statistik independent T test,
didapat p value 0,29, hal ini berarti tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada
umur diantara kedua kelompok (p>0,05).
IMT rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah
24,85±1,73, dan pada kelompok Non DM didapat IMT rata-rata 24,03±0,91.
Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,019, hal ini
berarti dijumpai perbedaan yang bermakna pada IMT diantara kedua kelompok
(p>0,05)..
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Tekanan darah sistolik rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru
didiagnosa adalah 127,24±26,62 dan pada kelompok Non DM adalah 124,71±5,01.
Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat
p value 0,59, hal ini
berarti tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada tekanan darah sistolik
diantara kedua kelompok (p>0,05).
Tekanan darah diastolik rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru
didiagnosa adalah 80,59±10,13, dan pada kelompok Non DM adalah 77,65±4,30.
Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,126 hal ini
berarti tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada tekanan darah diastolik
diantara kedua kelompok (p>0,05).
Kadar creatinin serum rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru
didiagnosa adalah 0,83±0,16, dan pada kelompok Non DM adalah 0,83±0,10.
Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,92 hal ini berarti
tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada kadar creatinin erum diantara
kedua kelompok (p>0,05).
EFGR rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah
85,21±19,39 dan pada kelompok Non DM adalah 88,06±14,18. Setelah dilakukan
uji statistik independent T test, didapat p value 0,492 hal ini berarti tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna pada EGFR diantara kedua kelompok (p>0,05).
Gambaran IMT yang dibedakan atas obesitas (IMT > 25), over weight (IMT
23-24,9) dan normal (IMT 18,5-22,9) pada kedua kelompok dapat dilihat pada tabel
4.2, berikut ini :
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Tabel 4.2. Karakteristik IMT pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM
IMT
DM Tipe 2
N
%
Non DM
N
%
18,5-
2
5,8
2
5,8
22,9
31
91,4
32
94,2
23,0-
1
2,8
0
O%
24,9
>25,0
Dari tabel 4.2. dapat dilihat bahwa pada kelompok DM tipe 2, dijumpai 1
orang (2,8%) yang digolongkan dengan obesitas, 31 orang (91,8%) dengan
overweight, dan 2 orang (5,8%) normal. Dan pada kelompok Non DM didapat 32
orang (94,2%) dengan overweight, 2 orang (5,8%) dengan IMT normal, dan tidak
dijumpai obesitas.
4.2. Kadar C-peptide pada Kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non
DM
Kadar C-peptide pada kedua kelompok penelitian dapat dilihat pada tabel
4.3berikut ini :
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Tabel 4.3. Nilai rata-rata kadar C-peptide puasa pada DM tipe 2 yang baru
didiagnosa dan Non DM
Variabel
DM Tipe 2 yang
Non DM
p
baru didiagnosa
Mean ±SD
Kadar C-peptide
2,94±0,54
Mean ±SD
0,0001*
1,69±0,32
Keterangan : * = signifikan
Dari tabel 4.3. dapat dilihat bahwa kadar C-peptide serum puasa rata-rata
pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 2,94±0,54 ng/ml dan pada
kelompok Non DM adalah 1,69±0,32 ng/ml. Setelah dilakukan uji statistik
independent T test, didapat p value 0,0001 hal ini berarti dijumpai perbedaan yang
bermakna pada kadar C-peptide puasa diantara kedua kelompok (p<0,05).
Hubungan antara kadar C-peptide dengan umur dan IMT pada kedua
kelompok diuji dengan korelasi Pearson (tabel 4.4).
Tabel 4.4. Korelasi Kadar C-peptide dengan Umur dan IMT pada DM Tipe 2
yang baru didiagnosa dan Non DM
Variabel
DM tipe 2
r
Non DM
P
r
p
Umur
- 0,305
0,080
- 0,256
0,144
IMT
0,217
0,219
- 0,159
0,370
Dari tabel 4.4. dapat dilihat bahwa pada kelompok DM tipe 2 yang baru
didiagnosa dan Non DM, umur dan IMT tidak berkorelasi dengan kadar C-peptide.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai suatu produk
bersama-sama dengan insulin oleh pemecahan proteolitik dari molekul prekusor
proinsulin. Pemeriksaan C-peptide dapat digunakan untuk mengukur sekresi insulin
endogen.
C-peptide merupakan rantai tunggal 31 asam amino dengan berat molekul
3021 dalton (3921 Da), menghubungkan polipeptida A dan B pada molekul
proinsulin.25,26 Dalam proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai suatu
produk bersama-sama dengan insulin oleh pemecahan proteolitik dari molekul
prekusor proinsulin, dan disimpan di dalam granul sekretori dalam kompleks Golgi
dari sel beta pankreas.
Konsentrasi C-peptide menggambarkan produksi dari
insulin endogen oleh pánkreas. Proinsulin dipecah menjadi hormon aktif, insulin,
dan suatu peptida tidak aktif, C-peptide. Konsentrasi C-peptide menggambarkan
konsentrasi insulin endogen yang dihasilkan pankreas dan tidak dipengaruhi
interferensi antibodi insulin.
Pada penelitian ini penderita DM tipe 2 yang baru didiagnosa lebih banyak
dijumpai pria, yaitu sebanyak 22 orang (61,8%) dibandingkan wanita 12 orang
(38,2%) dari 34 sampel penelitian. Hal ini tidak sama dengan penelitian Hillier dkk
di Oregon, USA tahun 2001 yang mendapatkan perempuan sebanyak 141 orang
(51%) dari 277 penderita DM tipe 2 yang baru didiagnosa.49 Pada penelitian
Garcia-Garcia E dkk, tahun 2002 di Mexico, mendapatkan 11 0rang laki-laki (37,9
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
%) dan 18 orang perempuan (62,1 %) dari 29 orang penderita DM tipe 2 yang baru
didiagnosa50
Pada penelitian ini didapatkan umur rata-rata penderita DM tipe 2 yang baru
didiagnosa adalah 53,26 ± 8,33 tahun. Hal ini ada kesamaan dengan penelitian
Siraj dkk di Ethiopia tahun 2002 yang mendapat umur rata-rata penderita DM tipe 2
yang baru didiagnosa adalah 51,5 ± 1,0 tahun58, dan oleh Chan dkk di China tahun
2000 dengan umur rata-ata 54,3 ± 13,8 tahun.51
Pada penelitian ini didapat IMT rata-rata pada DM tipe 2 yang baru
didiagnosa adalah 24,85 ± 1,73. Hal ini hampir sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Chan dkk51 di China tahun 2000 yang mendapatkan IMT rata-rata
adalah 24,4 ± 3,9 dan Siraj dkk58 di Ethiopia tahun 2002 yang mendapatkan IMT
rata-rata adalah 24,6 ± 0,5 kg/m2.
Pada penelitian ini didapat
TD sistolik rata-rata pada DM tipe 2 adalah
127,24 ± 26,62 mmHg. Hal ini hampir sama pada penelitian Siraj dkk di Ethiopia
tahun 2002 yang mendapatkan tekanan darah sistolik rata-rata pada DM tipe 2
adalah 133,7 ± 2,1 mmHg.58
Pada penelitian ini didapat TD diastolik rata-rata pada DM tipe 2 adalah
80,59 ± 10,13 mmHg. Hal ini hampir sama pada penelitian Siraj dkk di Ethiopia
tahun 2002 yang mendapatkan tekanan darah diastolik rata-rata pada DM tipe 2
adalah 81,4 ± 1,1 mmHg.58
Pada penelitian ini didapat LFG rata-rata pada DM tipe 2 adalah 85,21 ±
19,39. Pemeriksaan kadar creatinin dan penghitungan GFR dengan Cocroft-Gault
calculation dilakukan untuk menyingkirkan gagal ginjal pada kedua kelompok yang
diamati. Pada keadaan gagal ginjal, kadar serum C-peptide akan meninggi. Pada
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
penelitian ini tidak ada subjek penelitian yang menderita gagal ginjal, karena hal ini
merupakan kriteria eksklusi.
Pada penelitian ini didapat kadar C-peptide rata-rata pada DM tipe 2 yang
baru didiagnosa adalah 2,94 ± 0,54 ng/ml, dan lebih tinggi dari kadar C-peptide
kontrol non DM, dan dijumpai perbedaan bermakna dengan p<0,05. Hal ini hampir
sama seperti yang didapat pada penelitian Garcia-Webb dkk, kadar C-peptide ratarata 2,05 ± 0,54 ng/ml pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa, dan lebih tinggi dari
kontrol non DM, dan terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05).59
Pada penelitian Garcia-Garcia E dkk, didapatkan kadar C-peptide rata-rata
pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 0,78 ± 0,50 ng/ml. Dan ini lebih tinggi
dari kontrol non DM.50
Pada penelitian ini umur dan IMT tidak berkorelasi dengan kadar C-peptide
pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan kelompok Non DM.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
1. Pada pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa dijumpai peningkatan kadar Cpeptide yang bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol non DM.
2. Pada pasien DM tipe 2 dijumpai perbedaan yang bermakna pada IMT
antara DM tipe 2 dan kontrol non DM.
3. Tidak dijumpai korelasi antara kadar C-peptide dan umur maupun IMT pada
kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM.
6.2. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kadar C-peptide pada pasien
DM tipe 2 yang baru didiagnosa untuk rencana pengobatan pasien dengan
jumlah sampel yang lebih banyak.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Wild S, Roglic G, Green A, et al. Global Prevalence of Diabetes,
Estimates for the year 2000 and Projection for 2030. Diabetes Care 2004
; 27 : 1047-1053.
2. Laakso M. Epidemiology of Type 2 Diabetes. In : Goldstein BJ. Type 2
Diabetes Mellitus, Principles and Practice, 2nd ed. Informa Healthcare,
USA 2008 : 1-13.
3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. PB PERKENI,
Jakarta 2006 : 1-47.
4. Leahy JL. Pathogenesis of Type 2 Diabetes Mellitus. In : Feinglos MN,
Bethel MA. Type 2 Diabetes Mellitus, An Evidence-Based Approach to
Practical Management. Humana Press, USA 2008 : 17-34.
5. Buse JB, Polonsky KS, Burant CF. Type 2 Diabetes Mellitus. In : Larsen
PR, Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS. Williams Textbook of
Endocrinology, 10th ed. WB Saunders, Philadelphia, 2003 : 1427-1464.
6. Pagana KD, Pagana TJ. C-Peptide. In : Mosby’s Manual of Diagnostic
and Laboratory Tests, 3rd ed. Mosby Elsevier, Missouri, USA 2006 : 197198.
7. Cavaghan MK, Polonsky KS. Insulin Secretion in Vivo. In : Joslin EP,
Kahn CR, Weir GC. Joslin’s Diabetes Mellitus 14th ed. Lippincott Williams
& Wilkins, USA 2006 : 110-115.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
8. Polonsky KS, Licinio-Palxao J, Given BD, Pugh W. Use of Biosynthetic
Human C-peptide in The Measurement of Insulin Secretion Rates in
Normal Volunteers and Type 1 Diabetes Patients. Journal Clinical
Investigation 1986 ; 77 : 98-105.
9. Kjems LL, Volund A, Madsbad S. Quantification of Beta Cell Function
During IVGTT in Type 2 and Non Diabetic Subjects : Assesment of
Insulin Secretion by Mathematical Methods. Diabetologia 2001 ; 44 :
1339-1348.
10. Reinauer H, Home PP, Kanagasabapathy AS, Heuck C. Laboratory
Diagnosis
and
Monitoring
of
Diabetes
Mellitus.
World
Health
Organization, 2002 : 1-26.
11. Gjessing HJ, Matzen LE, Faber OK, Froland A. Fasting plasma Cpeptide, glucagons stimulated plasma c-peptide, and urinary c-peptide in
relation to clinical type of diabetes. Diabetologia 1989 ; 32 : 305-311.
12. Service FJ, Rizza RA, Zimmerman BR. The Classification of diabetes by
clinical and C-peptide criteria : a prospective population based study.
Diabetes Care 1997 ; 20 : 198-201.
13. Welborn TA, Garcia-Webb P, Bonser AM. Basal C-peptide in the
discrimination of type 1 from type 2 diabetes. Diabetes Care 1981 ; 4 :
616-619.
14. Vahlkamp T, Lutjens A, Nauta EH. The glucagons stimulated
C-
peptide test : an aid in classification of patients with diabetes mellitus.
Neth Journal of Medicine 1990 ; 36 : 169-199.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
15. Steffes MW, Sibley S, Jackson M, Thomas W. Beta cell function and the
development of diabetes-related complication in the Diabetes Control
Complication Trial. Diabetes Care 2003 ; 26 : 832-836.
16. Wahren J, Jornvall H. C-Peptide Makes a Comeback. Diabetes
Metaolism Research Rev 2003 Sept-Oct ; 19(5) : 375-385.
17. Wahren J, Ekberg K, Joravall H. C-peptide is Bioactive. Diabetelogia
2007; 50 : 503-509.
18. Abdulkadir J, Mengesha B, Welde-Gebriel Z, Keen H. The clinical and
hormonal (c-peptide and glucagon) profile and liability to ketoacidosis
during nutritional rehabilitation in Ethiopian patients with malnutritionrelated diabetes mellitus. Diabetologia 1990 ; 33 : 222-227.
19. Sari R, Balci MK. Relationship Between C-peptide and Chronic
Complication in Type 2 Diabetes Mellitus. Journal of The National
Medical Association 2005 Vol.97 :1113-1118.
20. Kang JM, Lee WY, Kim JY, Yun, Kim SW. Relationship Between
Metaboloic Control and Chronic Complications in type 2 Diabetes.
Journal of Korean Diabetes Association 2002;26(6) : 495-504.
21. Fernandez E, Bernal E, Sanchez O, Sanchez-Largo E, Coca-Robinot D.
C-Peptide as a New Hypertensive Factor in Patients with Type 2
Diabetes Mellitus. American Journal of Hypertensive 2005;18 : 179A.
22. Landin-Olsson M, Nilsson KO, Lenmark Adkvist G. Islet cell antibodies
and fasting c-peptide predict insulin requirement at diagnosis of Diabetes
Mellitus. Diabetologia 1990 ; 33 : 561-568.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
23. Steiner DF. Evidence for a precursor in the biosynthesis of insulin.
Trans. N.Y.Academic Science ; 30 : 60-68.
24. Brandenburg D. History and Diagnostic Significance of C-Peptide.
Hindawi
Publishing
Corporation
Experimental
Diabetes
Research
2008 : 1-7.
25. Clarck PM. Assay for Insulin, Proinsulin(s), and C-Peptide. Annual
Clinical Biochemistry 1999;36 : 541-564.
26. Sacks DB. Carbohydrates. In : Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE (eds).
Tietz Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics, 4th ed.
Elsevier Inc. India 2006 : 837-864.
27. Rhodes CJ, Shoelson S, Halban PA. Insulin Biosynthesis, Processing,
and Chemistry. In : Joslin’s Diabetes Mellitus 14th ed. Lippincott Williams
& Wilkins, USA 2006 : 66-72..
28. Funk JL. Disorders of The Endocrine Pancreas. In : McPhee SJ, Ganong
WF. Pathophysiology of Disease. McGraw-Hill, USA 2006 : 514-515.
29. Masharani U, Karam JH, German MS. Pancreatic Hormon and Diabetes
Mellitus. In : Greenspan FS, Gardner DG. Basic & Clinical Endocrinology,
7th ed. The McGraw-Hill Companies, New York, USA 2004 : 658-665.
30. Fisbach F. A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests. Lippincott
William & Wilkins,USA 2000 : 362-363.
31. Roche Diagnostic GmbH. Product Information : Elecsys®
C-
peptide. Refference Guide. Roche Diagnostics GmbH, Mannheim,
Germany, 2004 : 1-36.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
32. Wiedmeyer H, Polonsky KS, Myers GL, Little RR, Greenbaum CJ, et al.
International Comparison of C-Peptide Measurements. Clinical Chemistry
53(4) 2007 : 784-787.
33. Roche Diagnostic GmbH. Cobas 6000 Analyzer Series, Diagnostics.
Roche Diagnostics GmbH, Mannheim, Germany, 2005 : A9-A13.
34. Belfiore F, Ianello S. Etiological Classification, Pathophysiology and
Diagnosis. In : Belfiore F, Mogensen CE. New Concepts in Diabetes and
Its Treatment. Basel, Karger 2000 : 3-19.
35. Goldfine AB. Diagnosis and Management of Diabetes. In : Hall JE,
Nieman LK. Handbook of Diagnostic Endocrinology. Humana Press
Inc.New Jersey 2003 : 157-173.
36. Constanti A, Bartke A, Khardosi R. Basic Endocrinology. Harword
Academic Publisher Australia 2005 : 73-88.
37. Bennet PH, Knowler WC. Definition, Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus and Glucose Homeostasis. In: Joslin’s Diabetes
Mellitus 14th ed. Lippincott Williams & Wilkins, USA 2006 : 332-341.
38. International Diabetes Federation. IDF Clinical Guidelines Task Force.
Global Guideline for type 2 diabetes. Brussels, 2005.
39. American Diabetes Association. ADA Position Statement : Standard of
Medical Care in Diabetes. Diabetes Care 2005 ; 29 (suppl 1) : S4-S42
40. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Jakarta 2006 :1857-1859.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
41. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam : Sudoyo AW,
Setiyohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan
Ilmu
Penyakit Dalam, edisi ke 4. FKUI Jakarta 2006 :1852-1856.
42. Suyono S. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes.
Dalam : Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Terpadu. Balai Penerbitan FKUI Jakarta 2004 : 1-4.
43. World Health Organization. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus
and Intermediate Hyperglycemia : Report of WHO/IDF Consultation.
World Health Organization, Geneva, Switzerland 2006 : 1-35.
44. American Diabetes Association. Standard of Medical Care in Diabetes
2008. Diabetes Care Vol.31, 2008, Supplement
45. Laakso M. Epidemiology of Type 2 Diabetes. In : Goldstein BJ. Type 2
Diabetes Mellitus, Principles and Practice, 2nd ed. Informa Healthcare,
USA 2008 : 1-13.
46. Scobie IN. Atlas of Diabetes Mellitus 3rd ed. Informa Healthcare, UK
2007 : 1-7.
47. Manaf A. Insulin : Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Dalam :
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
FKUI Jakarta 2006 :1890-1891.
48. Brickell J, Freeman V, Arneson W. Diabetes and Other Carbohydrate
Disorders. In : Clinical Chemistry a Laboratory Perspective. F.A. Davis
Company, Philadelphia, USA 2007 : 147-178.
49. Hillier TA, Pedula KL. Characteristic of an Adult Population with Newly
Diagnosed Type 2 Diabetes Diabetes Care, vol.24, 2001 : 1522-1526.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
50. Garcia-Garcia E, Aguilar-Salinas CA, et al. Early Onset Type 2 Diabetes
in Mexico. IMAJ, vol.4, 2002 : 444-447.
51. Chan WB, Chan JCN, Chow CC, et al. Glycaemic control in type 2
diabetes. Q J Med. Vol. 93, 2000 : 183-190.
52. Biesenbach G, Boldaj G, Pieringer H, Raml A. Insulin requirement after
one year of insulin theraphy in type 2 diabetic patients dependent on
fasting C-peptide. The Journal of Medicine 2008;66 : 259-260.
53. Roche Diagnostic GmbH. C-peptide , Elecsys and Cobas e analyzers.
Roche Diagnostics GmbH, Mannheim, Germany, 2007 : 1-5.
54. Sukandar E. Pemeriksaan Penunjang Diagnosa Bidang Nefrologi. Dalam
: Nefrologi Klinik. PII Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD Bandung
2006 : 11-16.
55. Effendi I, Markum HMS. Pemeriksaan Penunjang pada Penyakit Ginjal.
Dalam : Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, edisi ke 4. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jakarta
2006 :505-512.
56. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan Fisis Umum, Indeks Massa Tubuh.
Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi
ke 4. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jakarta 2006 : 22-23.
57. Chobanian AV, Bakris GI, Black HR, et al. The Seventh Report of The
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure. Hypertension 2003 : 1206-1222.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
58. Siraj ES, Reddy SSK, Scherbaum WA, et al. Basal and Postglucagon Cpeptide Levels in Ethiopians with Diabetes. Diabetes Care, Vol.25, 2002 :
453-457.
59. Garcia-Webb. Factors affecting fasting serum C-peptide levels in
Micronesians : comparison with a Caucasoid population. Diabetologia
Vol.27, 1984 : 23-26.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Lampiran 1
LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Selamat Pagi/ Siang, Bapak/Ibu
Pada hari ini, saya dr.Denrison Purba, saat ini sedang menjalani pendidikan
PPDS Patologi Klinik FK USU,ingin menjelaskan kepada Bapak/Ibu tentang
penelitian yang akan saya lakukan yang berjudul : “ Perbandingan Kadar Cpeptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non
Diabetes Melitus”. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti kadar C- peptide pada
pasien DM (sakit gula).
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel darah sebanyak 5 cc,
lokasi pengambilan di pembuluh darah lengan kiri yang dilakukan oleh seorang
yang di bidangnya, sehingga resiko yang mungkin timbul saat pengambilan darah
akan sangat kecil.
Manfaat penelitian ini adalah dengan mengetahui kadar C-peptide, dapat
menduga fungsi pankreas sebagai penghasil insulin tubuh dan dapat membantu
klinisi dalam penatalaksanaan pengobatan pasien DM.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi
Bapak/Ibu sekalian. Namun bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama
penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan pada
penelitian ini, Bapak/Ibu dapat menghubungi saya. Kerahasiaan data pasien akan
tetap dijaga oleh peneliti.
Keikutsertaan Bapak/Ibu dalam penelitian ini adalah sukarela. Bila
keterangan yang saya berikan masih belum jelas atau ada hal-hal yang belum
jelas, Bapak/Ibu dapat langsung bertanya kepada saya.
Atas bantuan dan kerjasama saya ucapkan terimakasih.
Nama
Alamat
Telepon
: dr. Denrison Purba
: Jl. T. Amir Hamzah No.24 Medan
: 081361043614
Medan, 01 Mei 2009
dr.Denrison Purba
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Lampiran 2.
STATUS PASIEN PENELITIAN
Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin
:
Status perkawinan
:
Suku/Bangsa
:
Pekerjaan
:
Alamat sekarang
:
MR
:
Berat Badan
:
Tinggi Badan
:
•
Anamnesa
- Keluhan Utama
- Penyakit terdahulu
- Pemakaian obat-obatan
•
Status Present
- RR
- Nadi
- TD
•
Pemeriksan Fisik
- Kepala
- Mulut
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
- Leher
- Thoraks
- Abdomen
- Ektremitas atas
- Ekstremitas bawah
Hasil Pemeriksaan Laboratorium :
1. Creatinin darah
2. Kadar C-peptida Puasa serum
:
:
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Lampiran 3
FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK FK.USU/
RSUP H.Adam Malik MEDAN
SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin
:
Pekerjaan
:
Alamat
:
Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko
penelitian yang berjudul ”Kadar C-peptida Pada Diabetes Melitus Tipe 2”
dan memahami bahwa subyek dalam penelitian ini sewaktu-waktu dapat
mengundurkan diri dalam keikutsertaannya maka saya setuju ikut penelitian ini
dan bersedia berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang telah
disepakati.
Medan, 2009
Mengetahui
Yang menyatakan
Penanggung jawab penelitian
Peserta uji klinik
( dr. Denrison Purba)
( Nama jelas……)
Saksi
( Nama jelas ………..)
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS
Nama
: dr. DENRISON PURBA
Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 08 Agustus 1968
Suku / bangsa
: Batak Simalungun/ Indonesia
Agama
: Kristen Protestan
Pekerjaan
: Dokter, PNS
Alamat
: Jln. T. Amir Hamzah 24 Medan
Keluarga
Istri
: Firedy Radiah Sipayung
Pendidikan
1. SD Negeri 060839 Medan
: Tahun 1982
2. SMP Negeri 14 Medan
: Tahun 1985
3. SMA Negeri 3 Medan
: Tahun 1988
4. Fakultas Kedokteran USU Medan
: Tahun 1998
5. Mengikuti Program Pendidikan Dolter Spesialis Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran USU Medan mulai 1 Juli 2004 s/d Desember 2009.
Riwayat Pekerjaan
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
1. Kepala Puskesmas Air Manjunto, Kecamatan Lubuk Pinang,
Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu Tahun 1999-2001.
2. Kepala Puskesmas Pagar Jati, Kecamatan Pagar Jati, Kabupaten
Bengkulu Utara, Bengkulu Tahun 2002-2004.
PERKUMPULAN PROFESI
1. Anggota IDI Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu.
2. Anggota Muda PDS PATKLIN Cabang Medan.
2. Anggota Konsil Kedokteran Indonesia.
PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH
SEBAGAI PEMBICARA :
1. PIT Nasional dan Konker V Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik
Indonesia dan Konas X Himpunan Kimia Klinik Indonesia di Semarang, Jawa
Tengah tanggal 16-19 November 2006.
SEBAGAI PESERTA :
1. The 8th International Congress of the Ascpalm, the 1st of shore scientific
meeting of the path AMM, and the 5th National Congress of the
Indonesia Association of the Clinical Pathologist (PDS-PATKLIN), di
Medan, Sumatera Utara 29 Nopember – 2 Desember 2004.
2. Seminar Sehari Thrombosis dan Hemostasis, Medan 26 Februari 2005.
3. Simposium PDS Pat.Klin Recent Advances HIV in Diagnostic, di Medan
24 September 2005.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
4. PIT Nasional dan Konker V Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi
Klinik Indonesia dan Konas X Himpunan Kimia Klinik Indonesia di
Semarang, Jawa Tengah tanggal 16-19 November 2006.
5. Seminar sehari Penyakit Thalassemia, FK USU/RSUP H.Adam Malik
Medan, 20 Mei 2008.
PELATIHAN/WOKSHOP
1. Workshop Pemeriksaan Sum-sum Tulang, pada PIT Nasional dan Konker
V Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia dan Konas X
Himpunan Kimia Klinik Indonesia di Semarang, Jawa Tengah tanggal 16 19 November 2006.
Laporan Kasus
1. Empiema Toraks
2. Acute Myeloid Leukemia
3. Gagal Ginjal Kronik Akibat Diabetik Nefropati
4. Hemolytic Disease Of The Newborn
SARI PUSTAKA
1. Infeksi Bakteri Pada Saluran Nafas
2. Dengue Hemorrhagic Fever
3. Spectrophotometer dan Filter Photometer
4. Pola Kuman Pada Urin pasien Gagal Ginjal Kronik
5. Gagal Ginjal Kronik Akibat Diabetik Nefropati
6. Ion Selective Electroda
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
7. Derajat Kemurnian
8. Pemantapan kualitas di bidang Kimia Klinik
9. Statistik Laboratorium
10. Manajemen Laboratorium
11. Analisa Gas Darah
12. Serum Protein Electrophoresis
13. Analisa Gas Darah
14. Flame Photometer
15. Infeksi Saluran Nafas
16. Empiema Thoraks
17. Dengue Hemorrhagic Fever
18. Apoptosis
MENGIKUTI SEMINAR PIT
1. Pola Kuman Pada Urin Pasien Gagal Ginjal Kronik
JOURNAL READING
1. Tuberculous Meningitis Associated With Urinary Tract TB
2. Laboratory Aspects of Asymptomatic Bacteriuria in Pregnancy
3. New Strategic for Prophylactic Transfusion in Patients with Hematologic
Diseases
4. The 2003 Outbreak of Dengue in Delhi, India
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
5. Post Prandial Plasma Glucose Level Less Than The Fasting Level in
Otherwise Healthy Individuals During Routine Screening
6. Relationship Between C-peptide and Chronic Complication in Type 2
Diabetes Mellitus
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Melitus, 2010.
Download