PERBANDINGAN KADAR C-PEPTIDE PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG BARU DIDIAGNOSA DENGAN NON DIABETES MELITUS TESIS OLEH : DENRISON PURBA DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2009 Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. PERBANDINGAN KADAR C-PEPTIDE PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG BARU DIDIAGNOSA DENGAN NON DIABETES MELITUS TESIS Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Untuk Mencapai Keahlian Dalam Bidang Patologi Klinik Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara OLEH : DENRISON PURBA DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2009 Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maka Kuasa yang atas kasih karuniaNya, sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul : Perbandingan Kadar Cpeptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 yang Baru Didiagnosa dengan Non Diabetes Melitus. Selama saya mengikuti pendidikan ini, saya telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini. Untuk itu perkenankanlah saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada : Yth. Prof. dr. Burhanuddin Nasution,SpPK-KN,FISH yang merupakan pembimbing saya yang telah banyak memberikan petunjuk, bimbingan, bantuan, pengarahan, dan dorongan selama pendidikan, dan dalam penelitian serta penulisan tesis ini. Yth. dr. Dharma Lindarto, SpPD.KEMD, yang merupakan pembimbing saya yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam penelitian dan penulisan tesis ini. Semoga Tuhan membalas semua kebaikannya. Yth. Prof. dr. Adi Koesoema Aman,SpPK-(KH),FISH Selaku Kepala Departemen Patologi Klinik FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah menerima dan memberikan kesempatan saya mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan telah memberikan bimbingan dan pengarah selama saya mengikuti pendidikan ini. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Yth. Prof. Dr. dr. Ratna Akbari Ganie SpPK-(KH), FISH sebagai Ketua Program Studi Patologi Klinik, dan dr. Ricke Loesnihari, SpPK-K sebagai Sekretaris Program Studi Patologi Klinik FK USU/RSUP. H. Adam Malik yang telah banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi saya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini. Yth, seluruh guru-guru saya, Prof. dr. Herman Hariman PhD, SpPKKH,FISH, dr.R. Ardjuna M. Burhan, DMM, SpPK-K, dr. Zulfikar Lubis,SpPK-K, dr. Tapisari Tambunan,SpPK-K, dr. Ozar Sanuddin, SpPK-K, dr. Ulfa Mahidin, SpPK, dr.Lina, SpPK, dr.Nelly Elfrida Samosir, SpPK, dr. Muzahar, DMM, SpPK-K, Prof. dr. Iman Sukiman, SpPK-KH,FISH, Dr. Farida Siregar, SpPK. yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, arahan, dan dukungan selama saya mengikuti pendidikan di Departemen Patologi Klinik FK USU. Rasa hormat juga saya sampaikan kepada guru-guru saya Alm. dr. Hendra Lumanauw, SpPK-K, dr. Paulus Sembiring, SpPK-K, dan dr. Irfan Abdullah, SpPKK yang telah mendidik saya semasa hidup beliau. Yth. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, yang merupakan pembimbing saya dibidang Statistik, yang telah banyak memberikan petunjuk dan bantuan selama penulisan tesis ini. Yth. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, dan Kepala Departemen Penyakit Dalam FK USU/ RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dan kemudahan serta keizinan dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit dalam menunjang pendidikan terutama dalam pemeriksaan pasien. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Terima kasih saya sampaikan kepada seluruh teman-teman sejawat peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik FK USU, para analis dan pegawai Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik dan RS. Pirngadi Medan, serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama saya mengikuti pendidikan ini. Rasa hormat dan terima kasih saya yang tak terhingga dan setulusnya saya tujukan kepada almarhum ayahanda Jorgit Purba dan almarhumah ibunda Karianna Sipayung yang telah membesarkan, mengasuh, mendidik, serta memberikan dukungan secara moril maupun materi kepada saya semasa hidup mereka . Terima kasih saya sampaikan kepada mertua saya, K. Sipayung dan R. br. Limbong yang tak henti-hentinya memberi dukungan dan doa kepada saya dalam mengikuti pendidikan ini. Akhirnya terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada istri tercinta Firedy Radiah Sipayung, yang telah mendampingi saya dengan penuh pengertian, perhatian, serta memberikan dorongan dan pengorbanan selama saya mengikuti pendidikan sampai saya dapat menyelesaikan pendidikan ini. Saya berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga Tuhan Senantiasa memberkati kita.semua. Medan, Desember 2009 Penulis, (dr. Denrison Purba) Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. DAFTAR ISI Kata Pengantar i Daftar Isi i Daftar Gambar ,Tabel, dan Lampiran vi Daftar Lampiran vii Daftar Singkatan viii BAB I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 4 1.3. Hipotesa Penelitian 4 1.4. Tujuan Penelitian 4 1.5. Manfaat Penelitian 5 1.6. Kerangka Konseptual 6 BAB II. Tinjauan Pustaka 2.1. C-peptida 7 2.1.1. Sejarah penggunaan C-peptida 7 2.1.2. Biokimia dan Fisiologi dari C-peptida 7 2.1.3. Indikasi Klinis Pemeriksaan C-peptida 9 2.1.4. Nilai Referensi Interval C-peptida 10 2.1.5. Pengukuran dan Metode Pemeriksaan C-peptida 10 2.1.5.1. Pemeriksaan C-peptida dengan Metode ECLIA 10 2.2. Diabetes Melitus 11 2.2.1. Defenisi Diabetes Melitus 11 Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 2.2.2. Klasifikasi Diabetes Melitus 11 2.2.3. Kriteria Diabetes Melitus 13 2.2.4. Diabetes Melitus Tipe 2 14 2.2.4.1. Epidemiologi 14 2.2.4.2. Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme Insulin 15 2.2.4.3. Patogenesis DM tipe 2 17 2.2.4.4. Kwantitasi dari Fungsi Sel Beta Pankreas 17 2.2.4.5. Kadar C-peptida pada DM tipe 2 18 Bab III. Metode Penelitian 3.1. Disain Penelitian 19 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 19 3.3. Populasi dan Subjek Penelitian 19 3.3.1. Populasi Penelitian 19 3.3.2. Subjek Penelitian 20 3.3.2.1. Kriteria Inklusi 20 3.3.2.2. Kriteria Eksklusi 20 3.4. Perkiraan Besar Sampel 20 3.5. Analisa Data 21 3.6. Bahan dan Cara Kerja 22 3.6.1. Bahan yang diperlukan 22 3.6.2. Anamnese dan Pemeriksaan fisik 22 3.6.3. Pengambilan dan Pengolahan Sampel 22 3.6.3.1. Pengambilan Sampel Darah 22 Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 3.6.3.2. Pengolahan Sampel 23 3.6.4. Pemeriksaan Laboratrorium 23 3.6.4.1. Pemeriksaan Creatinin Darah 23 3.6.4.2. Pemeriksaan C-peptida dengan metode ECLIA 23 3.6.4.3. Pemantapan Kwalitas 25 3.7. Batasan Operasional 27 3.8. Etical Clearance 29 3.9. Kerangka Kerja 29 Bab IV Hasil Penelitian 30 4.1. Gambaran Umum Peserta Penelitian 30 4.2. Kadar C-peptida pada Kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM 33 Bab V. Pembahasan 35 Bab VI.Kesimpulan dan Saran 38 Daftar Pustaka 39 Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. DAFTAR GAMBAR, dan TABEL GAMBAR Gambar 1.1. Skema Kerangka Konseptual Penelitian 6 Gambar 2.1. Struktur C-peptide 8 Gambar 3.1. Prinsip Tes Pemeriksaan C-peptide dengan metode ELISA 24 Gambar 3.2. Pengukuran C-peptide dengan metode ELISA 25 Gambar 5. Kerangka Kerja Penelitian 31 TABEL Tabel 2.1. Klasifikasi DM menurut PERKENI 12 Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus 13 Tabel 3. 1.Pemantapan Kwalitas pada Pemeriksaan Kadar C-peptide dengan menggunakan kontrol PC MA1 dan PC MA2 27 Tabel 4.1. Karakteristik Penderita DM Tipe 2 yang Baru Didiagnosa dan Non DM 31 Tabel 4.2. Karakteristik IMT pada DM Tipe 2 yang Baru Didiagnosa dan Non DM 33 Tabel 4.3. Nilai Rata-rata Kafdar C-peptide Puasa pada DM tipe 2 yang Baru Didiagnosa dan Non DM 33 Tabel 4.4. Korelasi Kadar C-peptide dengan Umur dan IMT pada DM Tipe 2 yang Baru Didiagnosa dan Non DM 34 Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 : Lembar Penjelasan Pasien 48 LAMPIRAN 2 : Status Pasien 49 LAMPIRAN 3 : Formulir Persetujuan setelah Penjelasan untuk Mengikuti Penelitian LAMPIRAN 4 : 51 Surat Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK USU LAMPIRAN 5 : 52 Surat izin penelitian dan penunjukan dr.Dharma Lindarto, SpPD-KEMD.sebagai pembimbing 53 LAMPIRAN 6 : Surat Persetujuan Komite Etik RSHAM 54 LAMPIRAN 7 : Data Penelitian Pasien DM Tipe 2 55 55 Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. DAFTAR SINGKATAN c.f.a.s : Calibrated for Automated System DM : Diabetes Melitus DMTTI Diabetes melitus Tidak Tergantung Insulin ECLIA : Electrochemiluminescentimmunoassay ELISA : Enzymelinkedimmunosorbentassay EGFR : Estimation Glomerular Filtration Rate IMT : Indeks Massa Tubuh KGD : Kadar Gula Darah NIDDM : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus PC MA : Precicontrol Multi Analyte RIA : Radioimmunoassay SCr : Serum Creatinine WHO : World Health Organization Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. RINGKASAN Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang banyak dijumpai di seluruh dunia. Prevalensi DM di seluruh dunia diperkirakan sekitar 4%. Untuk Indonesia, World Health Organization (WHO) memperkirakan kenaikan jumlah pasien DM dari 8,4 juta orang pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta orang pada tahun 2030. Prevalensi DM yang paling banyak dijumpai adalah DM tipe 2 (Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus, NIDDM). Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia berdasarkan berbagai penelitian epidemiologis berkisar antara 1,5 - 2,3 %. DM tipe 2 umumnya ditemukan pada usia dewasa, walaupun dapat terjadi pada anak-anak. DM tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kelainan produksi insulin dan resistensi terhadap insulin, atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang melibatkan reseptor insulin di membran sel. Dalam hubungannya dengan kadar insulin di dalam darah, penelitianpenelitian menunjukkan bahwa pada stadium awal DM tipe 2 masih dijumpai selsel beta pankreas yang mampu menghasilkan insulin, belum terjadi defisiensi insulin yang absolut. Pada tahap ini mungkin terjadi hiperinsulinemia yang merupakan kompensasi ataupun akibat dari resistensi insulin. Pada tahap ini tidak diperlukan terapi dengan insulin. Pada stadium lanjut DM tipe 2, produksi insulin dari sel-sel beta pankreas sangat berkurang sehingga pasien harus mendapat terapi insulin. Pada proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai produk yang disekresikan bersamaan dengan insulin melalui proses pemecahan proteolitik dari molekul prekursor proinsulin. Insulin dan C-peptide dibentuk dalam jumlah yang sama dan dilepaskan ke dalam sirkulasi darah melalui vena porta. Sebagian dari Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. insulin diekstraksi di dalam hepar. Tapi hampir tidak ada C-peptide yang diekstraksi di hepar, sehingga masa paruh C-peptide lebih panjang dibandingkan insulin. Kadar C-peptide 5–10 kali lebih tinggi di dalam sirkulasi perifer, dan kadarnya berfluktuasi sedikit dibandingkan insulin. Konsentrasi C-peptide dalam darah memberikan suatu penilaian yang akurat terhadap fungsi cadangan sel beta pankreas manusia dan ini sudah menjadi suatu petanda yang penting dari sekresi insulin pada pasien DM. Penentuan kadar C-peptide puasa dan setelah stimulasi (dengan glukosa atau glukagon) telah digunakan untuk penentuan aktivitas sekresi sel beta pankreas, karena kadar C-peptide di sirkulasi tidak dipengaruhi insulin eksogen. Beberapa penelitian telah menjumpai bahwa kadar C-peptide meningkat pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa. Penelitian ini dilakukan secara cross sectional study di Departemen/Instalasi Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan bekerja sama dengan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan, yang dimulai pada bulan Mei 2009 sampai dengan Oktober 2009. Populasi yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang berobat jalan di poliklinik Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan dan kontrol normal diambil dari orang yang tidak menderita DM. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dan perkiraan besar sampel, diperolehlah sampel penelitian 68 orang yaitu 34 orang sebagai sampel pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan 34 orang sebagai kontrol sampel non DM. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Sebanyak 5 cc darah dari vena mediana cubiti tanpa antikoagulan diambil untuk pemeriksaan kadar C-peptide serum puasa dan creatinin serum. Pemeriksaan kadar C-peptide dilakukan setelah terkumpul sejumlah sampel dengan alat Cobas elecsys 601 (Cobas e 601), dengan metode menggunakan SPSS electrochemiluminescentimmunoassay (ECLIA). Pengolahan data dan analisa statistik (Statistical Product and Service Solution) versi 15.0. Berdasarkan analisa statistik didapatkan hasil bahwa dijumpai peningkatan kadar C-peptide yang bermakna pada DM Tipe 2 yang baru didiagnosa dibandingkan dengan kontrol non DM (p < 0,05). Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) saat ini merupakan penyakit yang banyak dijumpai di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penderita DM yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Prevalensi DM di seluruh dunia diperkirakan sekitar 4%. Prevalensinya akan terus meningkat dan diperkirakan tahun 2025 akan mencapai 5,4%. Untuk Indonesia, WHO memperkirakan kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. 1 Prevalensi DM yang paling banyak dijumpai adalah DM tipe 2 (Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus, NIDDM), yang seringkali tidak dapat dirasakan gejalanya pada stadium awal, dan tidak terdiagnosa sampai bertahun-tahun, sampai terjadi komplikasi dari penyakit ini.2 Hiperglikemi kronik yang terjadi pada DM selalu diikuti oleh komplikasi penyempitan vaskuler di seluruh tubuh yang mengakibatkan perubahan kronik berupa kemunduran sampai dengan kegagalan fungsi berbagai organ tubuh, seperti penyakit kardiovaskuler, kebutaan, gagal ginjal, dan lainnya. 2 Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia berdasarkan berbagai penelitian epidemiologis berkisar antara 1,5 - 2,3 %. Laporan dari hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada era tahun 2000-an menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993, dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001.3 DM tipe 2 umumnya ditemukan pada usia dewasa, walaupun dapat terjadi pada anak-anak. Jumlah penderita DM tipe 2 diperkirakan 90-95 % dari seluruh kasus DM. DM tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kelainan produksi insulin dan resistensi terhadap insulin, atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang melibatkan reseptor insulin di membran sel. 2,4,5 Dalam hubungannya dengan kadar insulin di dalam darah, penelitianpenelitian menunjukkan bahwa pada stadium awal DM tipe 2 masih dijumpai selsel beta pankreas yang mampu menghasilkan insulin, belum terjadi defisiensi insulin yang absolut. Pada tahap ini mungkin terjadi hiperinsulinemia yang merupakan kompensasi ataupun akibat dari resistensi insulin. Pada tahap ini tidak diperlukan terapi dengan insulin. 4,5 Pada stadium lanjut DM tipe 2, produksi insulin dari sel-sel beta pankreas sangat berkurang (hipoinsulinemia) sehingga pasien harus mendapat terapi insulin. Pada stadium lanjut ini kadar glukosa darah tidak dapat terkendali dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO).4,5 Pada proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai produk yang disekresikan bersamaan dengan insulin melalui proses pemecahan proteolitik dari molekul prekursor proinsulin. Insulin dan C-peptide dibentuk dalam jumlah yang sama dan dilepaskan ke dalam sirkulasi darah melalui vena porta. Sebagian dari insulin diekstraksi di dalam hepar. Tapi hampir tidak ada C-peptide yang diekstraksi di hepar, sehingga masa paruh C-peptide lebih panjang dibandingkan insulin. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Kadar C-peptide 5–10 kali lebih tinggi di dalam sirkulasi perifer, dan kadarnya berfluktuasi sedikit dibandingkan insulin.5,6,7 Konsentrasi C-peptide dalam darah memberikan suatu penilaian yang akurat terhadap fungsi cadangan sel beta pankreas manusia dan ini sudah menjadi suatu petanda yang penting dari sekresi insulin pada pasien DM.8,9 Penentuan kadar C-peptide puasa dan setelah stimulasi (dengan glukosa atau glukagon) telah digunakan untuk penentuan aktivitas sekresi sel beta pankreas, karena kadar C-peptide di sirkulasi tidak dipengaruhi insulin eksogen. Beberapa penelitian menggunakan tes ini untuk menentukan apakah fungsi sel beta pankreas menunjukkan persesuaian dengan klasifikasi klinis dari diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2 seperti dibuat oleh WHO.10 Beberapa penelitian berkesimpulan bahwa ada kesesuaian antara kadar C-peptide dan tipe diabetes.11,12,13,14 Penelitian yang dilakukan oleh The Diabetes Control and Complication Trials (DCCT) pada DM tipe 1 telah menunjukkan bahwa konsentrasi C-peptide yang lebih tinggi berhubungan dengan perbaikan retinopati diabetik maupun nefropati diabetik.15. Wahren dkk mendapatkan bahwa C-peptide aktif secara biologi.16,17 Di Etiopia, Abdulkadir dkk melaporkan bahwa kadar C-peptide puasa maupun setelah stimulasi glukosa lebih tinggi pada pasien DM tipe 2 dibandingkan dengan kontrol maupun DM tipe 1.18 Pada penelitian yang dilakukan Sari R dan kawan-kawan didapat peningkatan kadar C-peptide puasa, yaitu pada DM tipe 2 dengan Dislipidemia (2,96 ± 1,57 ng/ml), Hipertensi (3,36 ± 1,85 ng/ml), Coronary Artery Disease (3,72 ± Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 1,17 ng/ml), Peripheral Vascular Diseases (4,64 ± 0,85 ng/ml), autonomic neuropathy (4,13 ± 2,08). 19 Pada penelitian DM tipe 2 oleh Kang JM dan kawan-kawan, kadar C-peptide puasa yang lebih tinggi (>2,38 ng/ml), berhubungan dengan Sindroma Metabolik.20 Pada penelitian oleh Fernandez dkk, didapat kadar C-peptide puasa 3,85 ± 0,64 ng/ml, dan berkorelasi dengan Hipertensi.21 Penentuan kadar C-peptide puasa juga dapat digunakan untuk memprediksi kebutuhan terapi insulin pada DM tipe 2.22 1.2. Perumusan Masalah Apakah terjadi peningkatan kadar C-peptide pada pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa dibandingkan kontrol non DM ? 1.3. Hipotesa Penelitian Kadar C-peptide meningkat pada pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa dibandingkan kontrol non DM. 1.4. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui kadar C-peptide pada pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa. 1.5. Manfaat Penelitian Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Diharapkan pengukuran kadar C-peptide pada pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa dapat dipakai oleh klinisi untuk rencana pengobatan DM tipe 2 yang berbeda pada keadaaan hipoinsulinemia, normoinsulinemia, dan hiperinsulinemia. 1.6. Kerangka Konseptual Belum ada penelitian tentang kadar C-peptide pada DM tipe 2 yang di Medan Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitusbaru Tipe 2didiagnosa Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Kadar C-peptide meningkat pada DM tipe 2 Melitus, 2010. Pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa di poliklinik Penyakit Dalam Kadar C-peptide serum puasa Gambar 1.1. Skema Kerangka Konseptual Penelitian BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 2.1. C-peptide 2.1.1. Sejarah penggunaan C-peptide C-peptide pertama kali digambarkan oleh Steiner pada tahun 1967 sebagai suatu produk sampingan dari biosintesa insulin.23,24 Selama bertahun-tahun dianggap bahwa C-peptide merupakan molekul biasa yang tidak mempunyai peran fisiologis intrinsik. Pandangan ini dibuat oleh ketidakmampuan peneliti-peneliti untuk menunjukkan aktivitas biologi yang nyata dari C-peptide dalam penelitiannya, dan belum adanya penjelasan yang memuaskan dari peran C-peptide sebagai suatu substan dari hasil pemecahan molekul proinsulin.24 Pandangan ini perlahanlahan berkurang selama dekade terakhir setelah banyaknya data dari penelitian pada C-peptide.24 2.1.2. Biokimia dan Fisiologi dari C-Peptide C-peptide merupakan rantai tunggal 31 asam amino dengan berat molekul 3021 dalton (Da), menghubungkan polipeptida A dan B pada molekul proinsulin.25,26 Dalam proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai suatu produk bersama-sama dengan insulin oleh pemecahan proteolitik dari molekul prekusor proinsulin, disimpan di dalam granul sekretori dalam kompleks Golgi dari sel beta pankreas. Sedangkan proinsulin dipecah dari preproinsulin.26,27 C-peptide mempunyai suatu fungsi yang penting dalam penggabungan 2 rantai struktur insulin (rantai A dan B) dan pembentukan dari 2 ikatan disulfida dalam molekul proinsulin (Gambar 2). Insulin dan C-peptide disekresi dalam jumlah ekuimolar dan dilepaskan ke dalam sirkulasi melalui vena porta. Sebagian dari insulin dimetabolisme di hepar, tapi hampir tidak ada C-peptide dimetabolisme Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. di hepar sehingga C-peptide mempunyai waktu paruh yang lebih panjang (± 35 menit) dibandingakan insulin. Konsentrasi C-peptide di dalam sirkulasi perifer 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan insulin, dan kadar ini berfluktuasi sedikit dibandingkan dengan insulin.26,27,28,29 Gambar 2.1. Struktur C-peptide30 Hepar tidak mengekstraksi C-peptide, tapi C-peptide ini diekskresi dari sirkulasi oleh ginjal dan dibuang melalui urine. Konsentrasi C-peptide di urine kirakira 20-50 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dalam serum. Oleh karena itu konsentrasi C-peptide akan meningkat pada penderita gagal ginjal. 25,26,27,30 2.1.3. Indikasi Klinis Pemeriksaan C-peptide Dahulu C-peptide dianggap tidak aktif secara biologi. Akan tetapi, pada beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa C-peptide sebenarnya adalah suatu peptida bioaktif.16,17 Pengukuran C-peptide, insulin, glukosa digunakan sebagai bantuan dalam diagnosa banding hipoglikemia untuk memastikan suatu manajemen dan terapi yang tepat pada pasien. Pemeriksaan C-peptide dapat digunakan untuk mengukur Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. sekresi insulin endogen. Karena prevalensi yang tinggi dari antibodi anti insulin endogen, konsentrasi C-peptide menggambarkan sekresi insulin endogen pankreas lebih dapat dipercaya pada pasien DM yang diobati dengan insulin dibandingkan pengukuran dengan pengukuran kadar insulin sendiri. Oleh karena itu, C-peptide dapat digunakan sebagai bantuan dalam penilaian fungsi sekresi sel beta pankreas. 26,27,29 Pemeriksaan C-peptide juga digunakan untuk menilai berhasilnya transplantasi sel islet pankreas dan untuk monitoring setelah pankreatektomi.26,27 Peninggian kadar C-peptide dapat terjadi pada keadaan-keadaan seperti hiperinsulinemia dan gagal ginjal.6,30 Penurunan kadar C-peptide dijumpai pada keadaan - keadaan seperti hipoinsulinemia, factitious hypoglycemia, setelah radical pancreatectomy.6,26,30 2.1.4. Nilai Referensi Interval dari C-peptide Masing-masing laboratorium sebaiknya mempunyai nilai referensi interval untuk C-peptide. Konsentrasi C-peptide serum puasa pada orang normal berkisar antara 0,78 - 1,89 ng/ml (0,25 – 0,6 nmol/L). Setelah stimulasi dengan glukosa atau glukagon, nilai C-peptide berkisar antara 2,73 – 5,64 ng/ml (0,9 – 1,87 nmol/L), atau 3 sampai 5 kali dari nilai sebelum stimulasi. Kadar C-peptide urin biasanya berkisar antara 74 ± 26 μg/L (25 ± 8,8 μmol/L). C-peptide diekskresi terutama oleh ginjal, dan konsentrasinya pada serum meningkat pada gagal ginjal.6,26,30 Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 2.1.5. Pengukuran dan Metode pemeriksaan C-peptida Pemeriksaan C-peptida dapat dilakukan dengan beberapa cara dan metode pemeriksaan, diantaranya dilakukan dengan metode electrochemiluminescent immunoassay (ECLIA), Enzyme linked immunoassay (ELISA), Radioimmunoassay (RIA).31,32 Pada tulisan ini akan dijelaskan pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA. 2.1.5.1. Pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA Pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA berdasarkan prinsip sandwich. Pada pemeriksaan C-peptide ini digunakan 2 antibodi monoclonal yang spesifik langsung terhadap C-peptide manusia. 31 Pemeriksaan C-peptide berdasarkan prinsip sandwich. Lamanya pemeriksaan 18 menit pada suhu 370 C. Selama tahap pertama inkubasi pemeriksaan C-peptide, antigen dari sampel (20 μl) membentuk kompleks sandwich dengan biotynilated monoclonal C-peptide specific antibody (dari tikus) dan suatu monoclonal antibody C-peptide specific antibody yang dilabel dengan suatu kompleks ruthenium.31,33 Pada tahap kedua, streptavidin–coated microparticle ditambahkan dan kompleks tersebut menjadi terikat pada fase solid melalui interaksi dari biotin dan streptavidin.31,33 Muatan mikropartikel yang dilapisi streptavidin dengan kompleks imun diambil ke permukaan elektroda secara magnetis. Komponen reagen yang tidak terikat material sampel yang berlebih dibuang dari measuring cell dengan Procell system buffer. Aplikasi dari suatu voltase yang menetap menginduksi reaksi Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. electrochemiluminescent dan emisi cahaya yang dihasilkan diukur secara langsung dengan photomultiplier.31,33 2.2. DIABETES MELITUS 2.2.1. Defenisi Diabetes Melitus Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai dengan adanya hiperglikemi sebagai akibat berkurangnya produksi insulin, ataupun gangguan aktivitas dari insulin ataupun keduanya.34,35,36 Keadaan ini akan mengakibatkan perubahan-perubahan metabolisme terhadap karbohidrat, lemak maupun protein.3,37,38,39 2.2.2. Klasifikasi Diabetes mellitus Ada berbagai klasifikasi DM yang dipakai sekarang ini, seperti klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (ADA), World Health Organization (WHO).10,39 Klasifikasi DM yang dipakai di Indonesia menurut Konsensus PERKENI (Perkumpulan Endokrin Indonesia) 2006 sesuai dengan klasifikasi DM menurut ADA 1997.3,40 Dalam hal ini DM dibagi menjadi 4 kelas (lihat Tabel 1) Tabel 2.1. Klasifikasi DM menurut PERKENI 3 Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 1. Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) 2. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin) 3. DM Tipe Lain A. Defek genetik fungsi sel beta B. Defek genetik kerja insulin C. Penyakit Endokrin Pankreas D. Endokrinopati E. Karena obat/zat kimia F. Infeksi G. Sebab imunologi yang jarang H. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM 4. Diabetes Melitus Gestasional 2.2.3. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Jika dijumpai keluhan yang khas dan pemeriksaan kadar glukosa darah (KGD) sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM. Hasil pemeriksaan KGD puasa≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan KGD yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik KGD puasa ≥ 126 mg/dl, KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.3,41,42,43,44 Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus3 1 Gejala klasik DM + KGD sewaktu ≥200 mg/dl atau 2 Gejala klasik DM + KGD puasa ≥ 126 mg/dl atau 3 KGD 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl 2.2.4. Diabetes Melitus Tipe 2 Diabetes Melitus Tipe 2, Diabetes melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) umumnya ditemukan pada usia dewasa (resiko tinggi pada usia di atas 40 tahun), walaupun dapat terjadi pada anak-anak.2,3,4,5 Jumlah penderita DM tipe 2 diperkirakan 90-95 % dari total penderita DM. Penyebab utama DM tipe 2 adalah adanya defisiensi insulin dan Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. atau resistensi insulin. Resistensi insulin ditemukan pada lebih 90 % kasus dan merupakan penyebab terbanyak pada DM tipe 2.2,4,5, 2.2.4.1.. Epidemiologi Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi DM. Perkiraan jumlah penderita DM pada tahun 2000 adalah kira-kira 175.4 juta orang, dan diperkirakan pada tahun 2010 akan menjadi 279.3 juta orang. Diperkirakan 90-95 % adalah DM tipe 2. Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat, dan setiap tahunnya didiagnosa 600.000 kasus baru.43,44,45 Dari Diabetes Atlas yang dibuat International Diabetes Federation), prevalensi DM di Indonesia diperkirakan 4.6 % dari jumlah penduduk 125 juta orang yang di atas 20 tahun.46 Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat. Tujuh puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskular. Serangan jantung, gagal ginjal, stroke dan gangren adalah komplikasi yang paling utama. 38,43,44,45 Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia berdasarkan berbagai penelitian epidemiologis berkisar antara 1,5 - 2,3 %. Laporan dari hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada era tahun 2000-an menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993, dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001.3,41,42 Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 2.2.4.2. Mekanisme sekresi insulin dan aspek metabolisme Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan normal tubuh oleh sel beta pankreas dalam 2 fase. Sekresi insulin akan muncul setelah adanya rangsangan seperti glukosa dari makanan dan minuman. Insulin yang dihasilkan berfungsi menjaga regulasi darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban makanan. 7,47 Sekresi fase 1 (Absolute Insulin secretion response= AIR) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta pankreas, muncul cepat dan berakhir cepat. Sekresi fase 1 biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena hal ini dibutuhkan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan.7,47 Selanjutnya setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Segera berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya dilakukan oleh sekresi fase 2. apabila sekresi fase 1 tidak adekwat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar agar kadar glukosa darah (pasca prandial) tetap dalam batas normal.7,47 Apabila ada gangguan pada mekanisme kerja insulin, ini akan menimbulkan hambatan dalam utilisasi glukosa serta peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis gangguan tersebut dikenal dengan sebagai diabetes melitus. Pada DM tipe 1 gangguan yang terjadi mutlak hanya disebabkan defisiensi insulin. Pada DM tipe 2, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh 2 faktor ; tidak adekwatnya Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. sekresi insulin secara kwantitatif (defisiensi insulin), dan kurang sensitifnya jaringan tubuh tehadap insulin (resistensi insulin). 7,47 Pejalanan penyakit DM tipe 2 pada awalnya ditentukan oleh kinerja fase 1 sekresi insulin yang kemudian memberikan dampak negatip terhadap kinerja fase 2, dan berakibat langsung terhadap peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin) tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). 2,4,47 2.2.4.3. Patogenesis DM Tipe 2 Patogenesis DM tipe 2 adalah kompleks dan melibatkan interaksi dari faktor genetik dan lingkungan.2,3,4,5 Beberapa faktor lingkungan menunjukkan peran yang kritis dalam perkembangan penyakit, khususnya asupan kalori yang berlebihan yang menyebabkan obesitas. Penderita DM tipe 2 secara konsisten menunjukkan 3 abormalitas utama, yaitu : 1. Resisitensi insulin pada jaringan perifer khususnya pada otot dan lemak, dan juga hepar. 2. Defektif sekresi insulin, khususnya dalam respon terhadap stimulus glukosa 3. Peningkatan produksi glukosa oleh hepar.5 2.2.4.4. Kwantitasi dari Fungsi Sel Beta Pankreas Pengukuran konsentrasi insulin perifer dengan radioimmunoassay merupakan metode yang sangat luas digunakan untuk mengukur fungsi sel beta pankreas secara in vivo. Tapi hal ini terbatas karena 50-60% dari produksi insulin oleh pankreas diekstraksi oleh hepar tanpa pernah mencapai sirkulasi Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. sistemik. Radioimmunoassay standard juga tidak dapat membedakan antara insulin endogen dan insulin eksogen, sehingga tidak efektif untuk menilai fungsi cadangan sel beta pankreas pada pasien yang mendapat insulin.5,29 Karena C-peptide disekresikan dalam jumlah yang ekuimolar dengan insulin dan tidak diekstraksi oleh hepar, beberapa peneliti telah menggunakan kadar Cpeptide sebagai marker/petanda dari fungsi sel beta pankreas.5,8,29 2.2.4.5. Kadar C-peptide pada DM tipe 2 Pemeriksaan kadar C-peptide dalam darah memberikan suatu penilaian terhadap fungsi sel beta pankreas. 48 Pada pasien DM tipe 2 mungkin didapat kadar C-peptide yang normal, menurun, ataupun meningkat.19,49,50,51,52 Di Etiopia, Abdulkadir dkk melaporkan bahwa kadar C-peptide puasa maupun setelah stimulasi glukosa lebih tinggi pada pasien DM tipe 2 dibandingkan dengan kontrol maupun DM tipe 1.18 Pada penelitian yang dilakukan Sari R dan kawan-kawan didapat peningkatan kadar C-peptide puasa, yaitu pada DM tipe 2 dengan dislipidemia (2,96 ± 1,57 ng/ml), hipertensi (3,36 ± 1,85 ng/ml), Coronary artery disease (3,72 ± 1,17 ng/ml), peripheral vascular diseases (4,64 ± 0,85 ng/ml), autonomic neuropathy (4,13 ± 2,08 ng/ml). 19 Pada penelitian DM tipe 2 oleh Kang JM dkk, kadar C-peptide puasa yang lebih tinggi (>2,38 ng/ml), berhubungan dengan sindroma metabolik.20 Pada penelitian oleh Fernandez dkk, didapat kadar C-peptide puasa 3,85 ± 0,64 ng/ml, dan berkorelasi dengan hipertensi.21 Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Disain Penelitian Penelitian ini dilakukan secara cross sectional study. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling, 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen/Instalasi Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan bekerja sama dengan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian dimulai pada bulan Mei 2009 sampai dengan Oktober 2009. 3.3. Populasi dan Subjek Penelitian 3.3.1. Populasi Penelitian Populasi yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang berobat jalan di poliklinik Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan dan kontrol normal diambil dari orang yang tidak menderita DM. Pasien DM tipe 2 ditentukan menurut Kriteria ADA 2006 - Gejala Klinis diabetes melitus Gejala DM dapat berupa poliuri, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. - Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium pada pasien DM bila didapat 1. KGD Puasa : > 126 mg/dl 2. KGD 2 jam PP : > 200 mg/dl 3.3.2. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah semua penderita DM tipe 2 yang baru didagnosa berdasarkan pemeriksaan di Departemen Penyakit Dalam FK USU/ RS H. Adam Malik Medan. Subjek penelitian tersebut harus memenuhi kriteria berikut ini : 3.3.2.1. Kriteria Inklusi • Penderita DM tipe 2 sesuai kriteria ADA 2002 • Umur > 40 tahun • Bersedia mengikuti penelitian 3.3.2.2. Kriteria Eksklusi 1. Penderita DM tipe 1 2. Umur < 40 tahu 3. Gagal ginjal 3.4. Perkiraan Besar Sampel Sampel dipilih secara consecutive sampling dengan perkiraan besar sampel minimum dari subjek yang diiteliti dipakai rumus uji hipotesa dua kelompok berpasangan : 2 Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. n= (Zα + Zß) x Sd d n= (1,96 + 1,036) x 1,17 2 0,6 n = 34 Keterangan : n = jumlah sampel Zα = Nilai baku normal dari table Z, yang besarnya tergantung pada α yang ditentukan. Untuk α = 0,05 → Z α = 1,96 Zß = Nilai baku normal dari table Z, yang besarnya tergantung pada ß yang ditentukan. Untuk ß = 0,05 → Zß = 1,036 Sd = Simpangan baku dari selisih rata-rata = 1,17 d = selisih rerata kedua kelompok yang bermakna = 0,6 3..5. Analisa Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan statistik. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 15,0. Untuk melihat gambaran karakteristik penderita disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan. Untuk melihat hubungan antara kadar C-peptide puasa, Indeks Massa Tubuh (IMT), Tekanan Darah, umur, jenis kelamin, penderita DM tipe 2 dan Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. kontrol non DM digunakan uji independent T test. Untuk melihat hubungan antara kadar C-peptide dan umur, maupun IMT digunakan uji statistik korelasi Pearson. 3.6. Bahan dan Cara Kerja 3.6.1. Bahan yang diperlukan Bahan yang diperlukan dalam penenlitian ini adalah darah tanpa anti koagulan. 3.6.2. Anamnese dan Pemeriksaan Fisik Anamnese dilakukan dengan wawancara berpedoman pada daftar pertanyaan pada status dan keterangan yang ada pada status. Pemeriksaan fisik dilakukan pada posisi penderita berbaring. Seluruh data dan hasil pemeriksaan dicatat dalam satus khusus penelitian. 3.6.3. Pengambilan dan Pengolahan Sampel 3.6.3.1. Pengambilan sampel darah. Sampel darah diambil dari vena mediana cubiti. Sebelumnya pasien dipuasakan 10-12 jam. Tempat punksi vena terlebih dahulu dilakukan tindakan aseptik dengan alkohol 70 % dan dibiarkan kering, kemudian dilakukan punksi. Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan spuit disposable 5 cc, darah diambil 5 cc tanpa antikoagulan untuk pemeriksaan kadar C-peptide puasa, dan kadar creatinin darah. 3.6.3.2. Pengolahan Sampel Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Darah tanpa antikoagulan dibiarkan dalam suhu ruangan selama 30 menit, kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, serum dipisahkan secara hati-hati ke dalam 2 tabung plastik (aliquot). Tabung plastik pertama untuk pemeriksaan creatinin dengan alat Cobas Integra 400 plus. Tabung kedua (± 1 ml) segera disimpan dalam freezer, dengan suhu –200 C sampai waktu pemeriksaan kadar C-peptide. 3.6.4. Pemeriksaan Laboratorium 3.6.4.1. Pemeriksaan creatinin darah Pemeriksaan creatinin darah dilakukan dengan alat Automatic analyzer Cobas Integra 400 plus dan pemeriksaan creatinin dengan metode Jaffe. Prinsip reaksi adalah : pH Alkali Creatinin + picrid acid complex creatinin picrid acid (merah-oranye) Kalkulasi konsentrasi analit secara otomatis dengan mengalikan faktor konversi : µmol/L X 0,0113 = mg/dL 3.6.4.2. Pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA Pemeriksaan dilakukan secara serentak setelah terkumpul sejumlah sampel. Pemeriksaan dilakukan dengan alat automatic analyzer Cobas Elecsys 601 (Cobas e 601), menggunakan metode Electrochemiluminescence sandwich immunoassay (ECLIA). Sampel yang beku dari freezer dicairkan pada suhu ruangan. Reagensia, kalibrator, dan kontrol juga disamakan suhunya dengan suhu ruangan (20-250C). Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Reagensia diletakkan pada disk reagensia, sedangkan kalibrator dan sampel pada disk sampel. Pemeriksaan C-peptide berdasarkan prinsip sandwich. Lamanya pemeriksaan 18 menit pada suhu 370 C. Selama tahap pertama inkubasi pemeriksaan C-peptide, antigen dari sampel (20 μl) membentuk kompleks sandwich dengan biotynilated monoclonal C-peptide specific antibody (dari tikus) dan suatu monoclonal antibody C-peptide specific antibody yang dilabel dengan suatu kompleks ruthenium. 31,33 Pada tahap kedua, streptavidin–coated microparticle ditambahkan dan kompleks tersebut menjadi terikat pada fase solid melalui interaksi dari biotin dan streptavidin (Gambar 3.1)31,33,53 Gambar 3.1. Prinsip tes pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA Muatan mikropartikel yang dilapisi streptavidin dengan kompleks imun diambil ke permukaan elektroda secara magnetis. Komponen reagen yang tidak terikat material sampel yang berlebih dibuang dari measuring cell dengan Procell system buffer. Aplikasi dari suatu voltase yang menetap menginduksi reaksi electrochemiluminescent dan emisi cahaya yang dihasilkan diukur secara langsung dengan photomultiplier. Dimana jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding lurus Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. dengan kadar analit dalam sampel. Pada akhir reaksi electrochemiluminscet, mikropartikel dibuang dengan larutan measring cell cleaning (Cleancell). Measuring cell kemudian siap untuk melakukan pengukuran berikutnya. (Gambar 3.2).31,33 Gambar 3.2. Pengukuran C-peptide dengan metode ECLIA 3.6.4.3. Pemantapan Kualitas Pemantapan kualitas dilakukan untuk menjamin ketepatan hasil pemeriksaan dalam batas yang dapat dipercaya (valid). Pemantapan kualitas dilakukan setiap kali pada saat awal pemeriksaan untuk menjamin ketepatan hasil pemeriksaan yang dikerjakan yang nilainya sesuai dengan batas nilai yang dikeluarkan oleh pabrik pembuatnya (ada nilai target). Sebelum dilakukan pemeriksaan harus dilakukan kalibrasi terhadap alat yang digunakan. Kalibrasi alat autometic analyzer Rohce/Cobas Integra 400 plus untuk pemeriksaan kreatinin menggunakan C.f.a.s (calibrator for autometic system ). Kontrol kualitas menggunakan kontrol normal Precinom U dan kontrol abnormal Precipath U. Kontrol kualitas dilakukan setiap hari pada setiap awal pemeriksaan. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Kalibrasi pemeriksaan C-peptide pada alat cobas e 601 analyzers menggunakan CPEPTID Cal1 dan CPEPTID Cal2 yang berisi C-peptide. Selama penelitian kalibrasi hanya dilakukan satu kali pada waktu pemeriksaan awal dilakukan.53 Untuk pemantapan kualitas pemeriksaan C-peptide dilakukan dengan menggunakan control sera assay Precicontrol Multianalyte. Pemantapan kwalitas dilakukan dengan cara mengerjakan sampel penelitian bersama-sama dengan assayed control sera dengan nilai target untuk PC MA1 1,46-2,38 ng/ml , dan untuk PC MA2 7,58-12,4 ng/ml. Bila hasil pemeriksaan control sera assayed masuk dalam nilai target, maka sampel penelitian dianggap terkontrol. Setelah itu dilakukan pemeriksaan C-peptide pada sampel penderita dan sampel kontrol. 53 Stabilitas sampel serum 60 hari pada suhu -200 C. Stabilitas reagen (Cpeptide reagent kit) sampai masa kadaluarsa bila tidak dibuka. Bila sudah dibuka, stabilitas reagen 16 minggu pada suhu 2-80 C, dan pada alat Cobas 6000 stabilitasnya 12 minggu.53 Tabel 3.1. Pemantapan kwalitas menggunakan kontrol PC MA1 dan PC MA2 pada pemeriksaan Kadar C-peptide No Tanggal PC MA1 PC MA2 Hasil Nilai Target Hasil Nilai Target 1 18-8-2009 2,21 1,46-2,38 11,57 7,58-12,4 2 3-9-2009 2,17 1,46-2,38 11,20 7,58-12,4 3 15-9-2009 2,19 1,46-2,38 11,46 7,58-12,4 Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Selama penelitian kontrol kualitas dilakukan sebanyak 3 kali bersamaan dengan sampel yang diperiksa. Dalam 3 kali pemeriksaan sampel, nilai kontrol PCMA1 dan PC-MA2 tidak melewati nilai target yang diharapkan.(Tabel 3.1. 3.7. Batasan Operasional a. Diabetes Melitus Disebut Diabetes Melitus apabila didapati gejala klinis, dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Kadar Gula Puasa (KGD) > 126 mg/dl, dan / atau KGD 2 jam PP > 200 mg/dl.2,3,4 b. Gagal ginjal Gagal ginjal ditentukan berdasarkan riwayat penyakit seperti penderita hemodialisa reguler, pemeriksaan fisik dengan adanya hipertensi, edema, dan pucat, dan atau penetapan Estimation Glomerular Filtration Rate (EGFR) yang direkomendasikan The National Kidney Foundation, dengan kalkulasi Cocroft-Gault berdasarkan pemeriksaan kreatinin serum.54,55 EGFR (ml/menit) = (140-umur) X BB (kg) 72 X Scr (mg/dl) Keterangan : - bila perempuan, hasil dikalikan 0,85 - Scr adalah Creatinin serum c. Indeks Massa Tubuh (IMT) Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Indeks massa tubuh digunakan untuk membuat penggolongan apakah seseorang tersebut obesitas, overweight ataukah normal.56 Untuk orang Asia, disebut Obesitas bila IMT > 25 kg/m2, overweight bila IMT 23-24,9 kg/m,2 dan normal bila IMT 18,5-22,9 kg/m2, berat badan kurang (underweight) bila IMT < 18,5 kg/m2.56 d. Hipertensi yang dimaksud dengan hipertensi adalah penderita dengan riwayat hipertensi atau pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya hiertensi. Kriteria hipertensi sesuai yang ditetapkan JNCC VII-2003 (The seventh Report of The Joint National Commitee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure), yaitu bila terdapat tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau tekanan diastolik > 90 mmHg. 57 3.8. Ethical Clearance dan Informed Concern Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Inform consent diminta secara tertulis dari subjek penelitian atau diwakili oleh keluarganya yang bersedia ikut dalam penelitian setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan dari penelitian ini. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 3.9. Kerangka Kerja • • • Kriteria Inklusi Penderita DM tipe 2 Usia di atas 40 tahun Bersedia ikut dalam penelitian Penderita DM tipe 2 Yang baru didiagnosa • • • • Kadar C-peptida puasa Kriteria Eksklusi Penderita DM tipe 1 Usia di bawah 40 tahun Gagal ginjal, EGFRBAB ≤ 40 ml/menit IV Tidak bersedia ikut dalam penelitian Gambar 3.3. Kerangka Kerja Penelitian Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan untuk mengetahui kadar C-peptide pada penderita DM tipe 2 yang baru didiagnosa.Telah dilakukan suatu penelitian secara cross sectional pada periode Mei 2009 sampai September 2009 dengan memeriksa kadar C-peptide pada 34 orang penderita DM tipe 2 yang baru didiagnosa di poliklinik Penyakit Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan dan 34 orang sebagai kelompok kontrol non DM yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 4.1. Gambaran Umum Peserta Penelitian Pada penelitian ini, kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa terdiri dari 22 orang pria (61,8%) dan 12 orang wanita (38,2%), dan pada kelompok non DM terdiri dari 23 orang pria (67,6%) dan 11 orang wanita (32,4%). Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada jenis kelamin diantara kedua kelompok (p>0,05). Karakteristik penderita pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM dapat dilihat pada Tabel 4.1. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Tabel 4.1. Karakteristik penderita DM Tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM Variabel DM Tipe 2 Non DM p N=34 N=34 Mean ±SD Mean ±SD Umur (tahun) 53,26±8.33 50,,91±0,12 0,29 IMT 24,85±1,73 24,03±0,91 0,019* TD 127,24±26,62 124,71±5,01 0,59 Sistolik(mmHg) 80,59±10,13 77,65±4,30 0,126 TD 0,83±0,16 0,83±0,10 0,92 85,21±19,39 88.08±14,18 0,492 Diastolik(mmHg) Creatinin serum(mg/dl) Keterangan *= signifikan Dari tabel 4.1. dapat dilihat umur rata-rata penderita DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 53,26 ± 8,33 tahun, pada kelompok non DM dengan umur ratarata adalah 50,91 ± 9,90 tahun. Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,29, hal ini berarti tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada umur diantara kedua kelompok (p>0,05). IMT rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 24,85±1,73, dan pada kelompok Non DM didapat IMT rata-rata 24,03±0,91. Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,019, hal ini berarti dijumpai perbedaan yang bermakna pada IMT diantara kedua kelompok (p>0,05).. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Tekanan darah sistolik rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 127,24±26,62 dan pada kelompok Non DM adalah 124,71±5,01. Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,59, hal ini berarti tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada tekanan darah sistolik diantara kedua kelompok (p>0,05). Tekanan darah diastolik rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 80,59±10,13, dan pada kelompok Non DM adalah 77,65±4,30. Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,126 hal ini berarti tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada tekanan darah diastolik diantara kedua kelompok (p>0,05). Kadar creatinin serum rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 0,83±0,16, dan pada kelompok Non DM adalah 0,83±0,10. Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,92 hal ini berarti tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada kadar creatinin erum diantara kedua kelompok (p>0,05). EFGR rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 85,21±19,39 dan pada kelompok Non DM adalah 88,06±14,18. Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,492 hal ini berarti tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada EGFR diantara kedua kelompok (p>0,05). Gambaran IMT yang dibedakan atas obesitas (IMT > 25), over weight (IMT 23-24,9) dan normal (IMT 18,5-22,9) pada kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 4.2, berikut ini : Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Tabel 4.2. Karakteristik IMT pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM IMT DM Tipe 2 N % Non DM N % 18,5- 2 5,8 2 5,8 22,9 31 91,4 32 94,2 23,0- 1 2,8 0 O% 24,9 >25,0 Dari tabel 4.2. dapat dilihat bahwa pada kelompok DM tipe 2, dijumpai 1 orang (2,8%) yang digolongkan dengan obesitas, 31 orang (91,8%) dengan overweight, dan 2 orang (5,8%) normal. Dan pada kelompok Non DM didapat 32 orang (94,2%) dengan overweight, 2 orang (5,8%) dengan IMT normal, dan tidak dijumpai obesitas. 4.2. Kadar C-peptide pada Kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM Kadar C-peptide pada kedua kelompok penelitian dapat dilihat pada tabel 4.3berikut ini : Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Tabel 4.3. Nilai rata-rata kadar C-peptide puasa pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM Variabel DM Tipe 2 yang Non DM p baru didiagnosa Mean ±SD Kadar C-peptide 2,94±0,54 Mean ±SD 0,0001* 1,69±0,32 Keterangan : * = signifikan Dari tabel 4.3. dapat dilihat bahwa kadar C-peptide serum puasa rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 2,94±0,54 ng/ml dan pada kelompok Non DM adalah 1,69±0,32 ng/ml. Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,0001 hal ini berarti dijumpai perbedaan yang bermakna pada kadar C-peptide puasa diantara kedua kelompok (p<0,05). Hubungan antara kadar C-peptide dengan umur dan IMT pada kedua kelompok diuji dengan korelasi Pearson (tabel 4.4). Tabel 4.4. Korelasi Kadar C-peptide dengan Umur dan IMT pada DM Tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM Variabel DM tipe 2 r Non DM P r p Umur - 0,305 0,080 - 0,256 0,144 IMT 0,217 0,219 - 0,159 0,370 Dari tabel 4.4. dapat dilihat bahwa pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM, umur dan IMT tidak berkorelasi dengan kadar C-peptide. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. BAB V PEMBAHASAN Dalam proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai suatu produk bersama-sama dengan insulin oleh pemecahan proteolitik dari molekul prekusor proinsulin. Pemeriksaan C-peptide dapat digunakan untuk mengukur sekresi insulin endogen. C-peptide merupakan rantai tunggal 31 asam amino dengan berat molekul 3021 dalton (3921 Da), menghubungkan polipeptida A dan B pada molekul proinsulin.25,26 Dalam proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai suatu produk bersama-sama dengan insulin oleh pemecahan proteolitik dari molekul prekusor proinsulin, dan disimpan di dalam granul sekretori dalam kompleks Golgi dari sel beta pankreas. Konsentrasi C-peptide menggambarkan produksi dari insulin endogen oleh pánkreas. Proinsulin dipecah menjadi hormon aktif, insulin, dan suatu peptida tidak aktif, C-peptide. Konsentrasi C-peptide menggambarkan konsentrasi insulin endogen yang dihasilkan pankreas dan tidak dipengaruhi interferensi antibodi insulin. Pada penelitian ini penderita DM tipe 2 yang baru didiagnosa lebih banyak dijumpai pria, yaitu sebanyak 22 orang (61,8%) dibandingkan wanita 12 orang (38,2%) dari 34 sampel penelitian. Hal ini tidak sama dengan penelitian Hillier dkk di Oregon, USA tahun 2001 yang mendapatkan perempuan sebanyak 141 orang (51%) dari 277 penderita DM tipe 2 yang baru didiagnosa.49 Pada penelitian Garcia-Garcia E dkk, tahun 2002 di Mexico, mendapatkan 11 0rang laki-laki (37,9 Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. %) dan 18 orang perempuan (62,1 %) dari 29 orang penderita DM tipe 2 yang baru didiagnosa50 Pada penelitian ini didapatkan umur rata-rata penderita DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 53,26 ± 8,33 tahun. Hal ini ada kesamaan dengan penelitian Siraj dkk di Ethiopia tahun 2002 yang mendapat umur rata-rata penderita DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 51,5 ± 1,0 tahun58, dan oleh Chan dkk di China tahun 2000 dengan umur rata-ata 54,3 ± 13,8 tahun.51 Pada penelitian ini didapat IMT rata-rata pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 24,85 ± 1,73. Hal ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Chan dkk51 di China tahun 2000 yang mendapatkan IMT rata-rata adalah 24,4 ± 3,9 dan Siraj dkk58 di Ethiopia tahun 2002 yang mendapatkan IMT rata-rata adalah 24,6 ± 0,5 kg/m2. Pada penelitian ini didapat TD sistolik rata-rata pada DM tipe 2 adalah 127,24 ± 26,62 mmHg. Hal ini hampir sama pada penelitian Siraj dkk di Ethiopia tahun 2002 yang mendapatkan tekanan darah sistolik rata-rata pada DM tipe 2 adalah 133,7 ± 2,1 mmHg.58 Pada penelitian ini didapat TD diastolik rata-rata pada DM tipe 2 adalah 80,59 ± 10,13 mmHg. Hal ini hampir sama pada penelitian Siraj dkk di Ethiopia tahun 2002 yang mendapatkan tekanan darah diastolik rata-rata pada DM tipe 2 adalah 81,4 ± 1,1 mmHg.58 Pada penelitian ini didapat LFG rata-rata pada DM tipe 2 adalah 85,21 ± 19,39. Pemeriksaan kadar creatinin dan penghitungan GFR dengan Cocroft-Gault calculation dilakukan untuk menyingkirkan gagal ginjal pada kedua kelompok yang diamati. Pada keadaan gagal ginjal, kadar serum C-peptide akan meninggi. Pada Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. penelitian ini tidak ada subjek penelitian yang menderita gagal ginjal, karena hal ini merupakan kriteria eksklusi. Pada penelitian ini didapat kadar C-peptide rata-rata pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 2,94 ± 0,54 ng/ml, dan lebih tinggi dari kadar C-peptide kontrol non DM, dan dijumpai perbedaan bermakna dengan p<0,05. Hal ini hampir sama seperti yang didapat pada penelitian Garcia-Webb dkk, kadar C-peptide ratarata 2,05 ± 0,54 ng/ml pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa, dan lebih tinggi dari kontrol non DM, dan terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05).59 Pada penelitian Garcia-Garcia E dkk, didapatkan kadar C-peptide rata-rata pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 0,78 ± 0,50 ng/ml. Dan ini lebih tinggi dari kontrol non DM.50 Pada penelitian ini umur dan IMT tidak berkorelasi dengan kadar C-peptide pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan kelompok Non DM. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN 1. Pada pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa dijumpai peningkatan kadar Cpeptide yang bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol non DM. 2. Pada pasien DM tipe 2 dijumpai perbedaan yang bermakna pada IMT antara DM tipe 2 dan kontrol non DM. 3. Tidak dijumpai korelasi antara kadar C-peptide dan umur maupun IMT pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM. 6.2. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kadar C-peptide pada pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa untuk rencana pengobatan pasien dengan jumlah sampel yang lebih banyak. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. DAFTAR KEPUSTAKAAN 1. Wild S, Roglic G, Green A, et al. Global Prevalence of Diabetes, Estimates for the year 2000 and Projection for 2030. Diabetes Care 2004 ; 27 : 1047-1053. 2. Laakso M. Epidemiology of Type 2 Diabetes. In : Goldstein BJ. Type 2 Diabetes Mellitus, Principles and Practice, 2nd ed. Informa Healthcare, USA 2008 : 1-13. 3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. PB PERKENI, Jakarta 2006 : 1-47. 4. Leahy JL. Pathogenesis of Type 2 Diabetes Mellitus. In : Feinglos MN, Bethel MA. Type 2 Diabetes Mellitus, An Evidence-Based Approach to Practical Management. Humana Press, USA 2008 : 17-34. 5. Buse JB, Polonsky KS, Burant CF. Type 2 Diabetes Mellitus. In : Larsen PR, Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS. Williams Textbook of Endocrinology, 10th ed. WB Saunders, Philadelphia, 2003 : 1427-1464. 6. Pagana KD, Pagana TJ. C-Peptide. In : Mosby’s Manual of Diagnostic and Laboratory Tests, 3rd ed. Mosby Elsevier, Missouri, USA 2006 : 197198. 7. Cavaghan MK, Polonsky KS. Insulin Secretion in Vivo. In : Joslin EP, Kahn CR, Weir GC. Joslin’s Diabetes Mellitus 14th ed. Lippincott Williams & Wilkins, USA 2006 : 110-115. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 8. Polonsky KS, Licinio-Palxao J, Given BD, Pugh W. Use of Biosynthetic Human C-peptide in The Measurement of Insulin Secretion Rates in Normal Volunteers and Type 1 Diabetes Patients. Journal Clinical Investigation 1986 ; 77 : 98-105. 9. Kjems LL, Volund A, Madsbad S. Quantification of Beta Cell Function During IVGTT in Type 2 and Non Diabetic Subjects : Assesment of Insulin Secretion by Mathematical Methods. Diabetologia 2001 ; 44 : 1339-1348. 10. Reinauer H, Home PP, Kanagasabapathy AS, Heuck C. Laboratory Diagnosis and Monitoring of Diabetes Mellitus. World Health Organization, 2002 : 1-26. 11. Gjessing HJ, Matzen LE, Faber OK, Froland A. Fasting plasma Cpeptide, glucagons stimulated plasma c-peptide, and urinary c-peptide in relation to clinical type of diabetes. Diabetologia 1989 ; 32 : 305-311. 12. Service FJ, Rizza RA, Zimmerman BR. The Classification of diabetes by clinical and C-peptide criteria : a prospective population based study. Diabetes Care 1997 ; 20 : 198-201. 13. Welborn TA, Garcia-Webb P, Bonser AM. Basal C-peptide in the discrimination of type 1 from type 2 diabetes. Diabetes Care 1981 ; 4 : 616-619. 14. Vahlkamp T, Lutjens A, Nauta EH. The glucagons stimulated C- peptide test : an aid in classification of patients with diabetes mellitus. Neth Journal of Medicine 1990 ; 36 : 169-199. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 15. Steffes MW, Sibley S, Jackson M, Thomas W. Beta cell function and the development of diabetes-related complication in the Diabetes Control Complication Trial. Diabetes Care 2003 ; 26 : 832-836. 16. Wahren J, Jornvall H. C-Peptide Makes a Comeback. Diabetes Metaolism Research Rev 2003 Sept-Oct ; 19(5) : 375-385. 17. Wahren J, Ekberg K, Joravall H. C-peptide is Bioactive. Diabetelogia 2007; 50 : 503-509. 18. Abdulkadir J, Mengesha B, Welde-Gebriel Z, Keen H. The clinical and hormonal (c-peptide and glucagon) profile and liability to ketoacidosis during nutritional rehabilitation in Ethiopian patients with malnutritionrelated diabetes mellitus. Diabetologia 1990 ; 33 : 222-227. 19. Sari R, Balci MK. Relationship Between C-peptide and Chronic Complication in Type 2 Diabetes Mellitus. Journal of The National Medical Association 2005 Vol.97 :1113-1118. 20. Kang JM, Lee WY, Kim JY, Yun, Kim SW. Relationship Between Metaboloic Control and Chronic Complications in type 2 Diabetes. Journal of Korean Diabetes Association 2002;26(6) : 495-504. 21. Fernandez E, Bernal E, Sanchez O, Sanchez-Largo E, Coca-Robinot D. C-Peptide as a New Hypertensive Factor in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. American Journal of Hypertensive 2005;18 : 179A. 22. Landin-Olsson M, Nilsson KO, Lenmark Adkvist G. Islet cell antibodies and fasting c-peptide predict insulin requirement at diagnosis of Diabetes Mellitus. Diabetologia 1990 ; 33 : 561-568. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 23. Steiner DF. Evidence for a precursor in the biosynthesis of insulin. Trans. N.Y.Academic Science ; 30 : 60-68. 24. Brandenburg D. History and Diagnostic Significance of C-Peptide. Hindawi Publishing Corporation Experimental Diabetes Research 2008 : 1-7. 25. Clarck PM. Assay for Insulin, Proinsulin(s), and C-Peptide. Annual Clinical Biochemistry 1999;36 : 541-564. 26. Sacks DB. Carbohydrates. In : Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE (eds). Tietz Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics, 4th ed. Elsevier Inc. India 2006 : 837-864. 27. Rhodes CJ, Shoelson S, Halban PA. Insulin Biosynthesis, Processing, and Chemistry. In : Joslin’s Diabetes Mellitus 14th ed. Lippincott Williams & Wilkins, USA 2006 : 66-72.. 28. Funk JL. Disorders of The Endocrine Pancreas. In : McPhee SJ, Ganong WF. Pathophysiology of Disease. McGraw-Hill, USA 2006 : 514-515. 29. Masharani U, Karam JH, German MS. Pancreatic Hormon and Diabetes Mellitus. In : Greenspan FS, Gardner DG. Basic & Clinical Endocrinology, 7th ed. The McGraw-Hill Companies, New York, USA 2004 : 658-665. 30. Fisbach F. A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests. Lippincott William & Wilkins,USA 2000 : 362-363. 31. Roche Diagnostic GmbH. Product Information : Elecsys® C- peptide. Refference Guide. Roche Diagnostics GmbH, Mannheim, Germany, 2004 : 1-36. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 32. Wiedmeyer H, Polonsky KS, Myers GL, Little RR, Greenbaum CJ, et al. International Comparison of C-Peptide Measurements. Clinical Chemistry 53(4) 2007 : 784-787. 33. Roche Diagnostic GmbH. Cobas 6000 Analyzer Series, Diagnostics. Roche Diagnostics GmbH, Mannheim, Germany, 2005 : A9-A13. 34. Belfiore F, Ianello S. Etiological Classification, Pathophysiology and Diagnosis. In : Belfiore F, Mogensen CE. New Concepts in Diabetes and Its Treatment. Basel, Karger 2000 : 3-19. 35. Goldfine AB. Diagnosis and Management of Diabetes. In : Hall JE, Nieman LK. Handbook of Diagnostic Endocrinology. Humana Press Inc.New Jersey 2003 : 157-173. 36. Constanti A, Bartke A, Khardosi R. Basic Endocrinology. Harword Academic Publisher Australia 2005 : 73-88. 37. Bennet PH, Knowler WC. Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and Glucose Homeostasis. In: Joslin’s Diabetes Mellitus 14th ed. Lippincott Williams & Wilkins, USA 2006 : 332-341. 38. International Diabetes Federation. IDF Clinical Guidelines Task Force. Global Guideline for type 2 diabetes. Brussels, 2005. 39. American Diabetes Association. ADA Position Statement : Standard of Medical Care in Diabetes. Diabetes Care 2005 ; 29 (suppl 1) : S4-S42 40. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jakarta 2006 :1857-1859. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 41. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke 4. FKUI Jakarta 2006 :1852-1856. 42. Suyono S. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes. Dalam : Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai Penerbitan FKUI Jakarta 2004 : 1-4. 43. World Health Organization. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Intermediate Hyperglycemia : Report of WHO/IDF Consultation. World Health Organization, Geneva, Switzerland 2006 : 1-35. 44. American Diabetes Association. Standard of Medical Care in Diabetes 2008. Diabetes Care Vol.31, 2008, Supplement 45. Laakso M. Epidemiology of Type 2 Diabetes. In : Goldstein BJ. Type 2 Diabetes Mellitus, Principles and Practice, 2nd ed. Informa Healthcare, USA 2008 : 1-13. 46. Scobie IN. Atlas of Diabetes Mellitus 3rd ed. Informa Healthcare, UK 2007 : 1-7. 47. Manaf A. Insulin : Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jakarta 2006 :1890-1891. 48. Brickell J, Freeman V, Arneson W. Diabetes and Other Carbohydrate Disorders. In : Clinical Chemistry a Laboratory Perspective. F.A. Davis Company, Philadelphia, USA 2007 : 147-178. 49. Hillier TA, Pedula KL. Characteristic of an Adult Population with Newly Diagnosed Type 2 Diabetes Diabetes Care, vol.24, 2001 : 1522-1526. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 50. Garcia-Garcia E, Aguilar-Salinas CA, et al. Early Onset Type 2 Diabetes in Mexico. IMAJ, vol.4, 2002 : 444-447. 51. Chan WB, Chan JCN, Chow CC, et al. Glycaemic control in type 2 diabetes. Q J Med. Vol. 93, 2000 : 183-190. 52. Biesenbach G, Boldaj G, Pieringer H, Raml A. Insulin requirement after one year of insulin theraphy in type 2 diabetic patients dependent on fasting C-peptide. The Journal of Medicine 2008;66 : 259-260. 53. Roche Diagnostic GmbH. C-peptide , Elecsys and Cobas e analyzers. Roche Diagnostics GmbH, Mannheim, Germany, 2007 : 1-5. 54. Sukandar E. Pemeriksaan Penunjang Diagnosa Bidang Nefrologi. Dalam : Nefrologi Klinik. PII Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD Bandung 2006 : 11-16. 55. Effendi I, Markum HMS. Pemeriksaan Penunjang pada Penyakit Ginjal. Dalam : Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke 4. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jakarta 2006 :505-512. 56. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan Fisis Umum, Indeks Massa Tubuh. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke 4. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jakarta 2006 : 22-23. 57. Chobanian AV, Bakris GI, Black HR, et al. The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension 2003 : 1206-1222. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 58. Siraj ES, Reddy SSK, Scherbaum WA, et al. Basal and Postglucagon Cpeptide Levels in Ethiopians with Diabetes. Diabetes Care, Vol.25, 2002 : 453-457. 59. Garcia-Webb. Factors affecting fasting serum C-peptide levels in Micronesians : comparison with a Caucasoid population. Diabetologia Vol.27, 1984 : 23-26. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Lampiran 1 LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat Pagi/ Siang, Bapak/Ibu Pada hari ini, saya dr.Denrison Purba, saat ini sedang menjalani pendidikan PPDS Patologi Klinik FK USU,ingin menjelaskan kepada Bapak/Ibu tentang penelitian yang akan saya lakukan yang berjudul : “ Perbandingan Kadar Cpeptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus”. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti kadar C- peptide pada pasien DM (sakit gula). Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel darah sebanyak 5 cc, lokasi pengambilan di pembuluh darah lengan kiri yang dilakukan oleh seorang yang di bidangnya, sehingga resiko yang mungkin timbul saat pengambilan darah akan sangat kecil. Manfaat penelitian ini adalah dengan mengetahui kadar C-peptide, dapat menduga fungsi pankreas sebagai penghasil insulin tubuh dan dapat membantu klinisi dalam penatalaksanaan pengobatan pasien DM. Penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi Bapak/Ibu sekalian. Namun bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini, Bapak/Ibu dapat menghubungi saya. Kerahasiaan data pasien akan tetap dijaga oleh peneliti. Keikutsertaan Bapak/Ibu dalam penelitian ini adalah sukarela. Bila keterangan yang saya berikan masih belum jelas atau ada hal-hal yang belum jelas, Bapak/Ibu dapat langsung bertanya kepada saya. Atas bantuan dan kerjasama saya ucapkan terimakasih. Nama Alamat Telepon : dr. Denrison Purba : Jl. T. Amir Hamzah No.24 Medan : 081361043614 Medan, 01 Mei 2009 dr.Denrison Purba Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Lampiran 2. STATUS PASIEN PENELITIAN Nama : Umur : Jenis kelamin : Status perkawinan : Suku/Bangsa : Pekerjaan : Alamat sekarang : MR : Berat Badan : Tinggi Badan : • Anamnesa - Keluhan Utama - Penyakit terdahulu - Pemakaian obat-obatan • Status Present - RR - Nadi - TD • Pemeriksan Fisik - Kepala - Mulut Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. - Leher - Thoraks - Abdomen - Ektremitas atas - Ekstremitas bawah Hasil Pemeriksaan Laboratorium : 1. Creatinin darah 2. Kadar C-peptida Puasa serum : : Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. Lampiran 3 FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK FK.USU/ RSUP H.Adam Malik MEDAN SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Umur : Jenis kelamin : Pekerjaan : Alamat : Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko penelitian yang berjudul ”Kadar C-peptida Pada Diabetes Melitus Tipe 2” dan memahami bahwa subyek dalam penelitian ini sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dalam keikutsertaannya maka saya setuju ikut penelitian ini dan bersedia berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang telah disepakati. Medan, 2009 Mengetahui Yang menyatakan Penanggung jawab penelitian Peserta uji klinik ( dr. Denrison Purba) ( Nama jelas……) Saksi ( Nama jelas ………..) Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. DAFTAR RIWAYAT HIDUP IDENTITAS Nama : dr. DENRISON PURBA Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 08 Agustus 1968 Suku / bangsa : Batak Simalungun/ Indonesia Agama : Kristen Protestan Pekerjaan : Dokter, PNS Alamat : Jln. T. Amir Hamzah 24 Medan Keluarga Istri : Firedy Radiah Sipayung Pendidikan 1. SD Negeri 060839 Medan : Tahun 1982 2. SMP Negeri 14 Medan : Tahun 1985 3. SMA Negeri 3 Medan : Tahun 1988 4. Fakultas Kedokteran USU Medan : Tahun 1998 5. Mengikuti Program Pendidikan Dolter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran USU Medan mulai 1 Juli 2004 s/d Desember 2009. Riwayat Pekerjaan Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 1. Kepala Puskesmas Air Manjunto, Kecamatan Lubuk Pinang, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu Tahun 1999-2001. 2. Kepala Puskesmas Pagar Jati, Kecamatan Pagar Jati, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu Tahun 2002-2004. PERKUMPULAN PROFESI 1. Anggota IDI Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu. 2. Anggota Muda PDS PATKLIN Cabang Medan. 2. Anggota Konsil Kedokteran Indonesia. PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH SEBAGAI PEMBICARA : 1. PIT Nasional dan Konker V Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia dan Konas X Himpunan Kimia Klinik Indonesia di Semarang, Jawa Tengah tanggal 16-19 November 2006. SEBAGAI PESERTA : 1. The 8th International Congress of the Ascpalm, the 1st of shore scientific meeting of the path AMM, and the 5th National Congress of the Indonesia Association of the Clinical Pathologist (PDS-PATKLIN), di Medan, Sumatera Utara 29 Nopember – 2 Desember 2004. 2. Seminar Sehari Thrombosis dan Hemostasis, Medan 26 Februari 2005. 3. Simposium PDS Pat.Klin Recent Advances HIV in Diagnostic, di Medan 24 September 2005. Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 4. PIT Nasional dan Konker V Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia dan Konas X Himpunan Kimia Klinik Indonesia di Semarang, Jawa Tengah tanggal 16-19 November 2006. 5. Seminar sehari Penyakit Thalassemia, FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan, 20 Mei 2008. PELATIHAN/WOKSHOP 1. Workshop Pemeriksaan Sum-sum Tulang, pada PIT Nasional dan Konker V Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia dan Konas X Himpunan Kimia Klinik Indonesia di Semarang, Jawa Tengah tanggal 16 19 November 2006. Laporan Kasus 1. Empiema Toraks 2. Acute Myeloid Leukemia 3. Gagal Ginjal Kronik Akibat Diabetik Nefropati 4. Hemolytic Disease Of The Newborn SARI PUSTAKA 1. Infeksi Bakteri Pada Saluran Nafas 2. Dengue Hemorrhagic Fever 3. Spectrophotometer dan Filter Photometer 4. Pola Kuman Pada Urin pasien Gagal Ginjal Kronik 5. Gagal Ginjal Kronik Akibat Diabetik Nefropati 6. Ion Selective Electroda Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 7. Derajat Kemurnian 8. Pemantapan kualitas di bidang Kimia Klinik 9. Statistik Laboratorium 10. Manajemen Laboratorium 11. Analisa Gas Darah 12. Serum Protein Electrophoresis 13. Analisa Gas Darah 14. Flame Photometer 15. Infeksi Saluran Nafas 16. Empiema Thoraks 17. Dengue Hemorrhagic Fever 18. Apoptosis MENGIKUTI SEMINAR PIT 1. Pola Kuman Pada Urin Pasien Gagal Ginjal Kronik JOURNAL READING 1. Tuberculous Meningitis Associated With Urinary Tract TB 2. Laboratory Aspects of Asymptomatic Bacteriuria in Pregnancy 3. New Strategic for Prophylactic Transfusion in Patients with Hematologic Diseases 4. The 2003 Outbreak of Dengue in Delhi, India Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010. 5. Post Prandial Plasma Glucose Level Less Than The Fasting Level in Otherwise Healthy Individuals During Routine Screening 6. Relationship Between C-peptide and Chronic Complication in Type 2 Diabetes Mellitus Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.