PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Sumber bahan pangan asal hewan yang sering dikonsumsi manusia adalah daging, telur, dan susu. Protein asal hewan tersebut meningkatkan kemampuan berpikir, sehingga meningkatkan kecerdasan masyarakat. Susu merupakan salah satu sumber protein asal hewan yang mempunyai kandungan nutrisi lengkap. Secara umum masyarakat Indonesia mengonsumsi susu dalam bentuk susu segar maupun hasil olahan susu seperti keju, dan yogurt. Secara fisiologis, susu merupakan bahan cair yang disekresikan melalui ambing seekor induk. Produksi susu mencapai puncaknya terjadi pada bulan kedua setelah melahirkan. Produksi susu akan turun setelah bulan ketiga laktasi sampai menjelang fase kering kandang pada bulan kedelapan setelah melahirkan. Produksi susu sapi laktasi dapat dihubungkan dengan kondisi tubuh selama periode laktasi dan kering kandang (Prihadi, 1997). Reproduksi sangat menentukan keuntungan yang akan diperoleh usaha peternakan sapi perah. Banyak faktor mempengaruhi kinerja reproduksi individu sapi yang sering kali sulit diidentifikasi. Bahkan dalam kondisi optimum sekalipun, proses reproduksi dapat berlangsung tidak sempurna disebabkan kontribusi berbagai faktor, sehingga berpengaruh selama proses kebuntingan sampai anak terlahir dengan selamat. Memahami keterkaitan berbagai faktor yang mempengaruhi fertilitas ternak, menjadi hal esensial dalam upaya mengoptimalkan tampilan reproduksi setiap sapi betina dan usaha peternakan. 1 Upaya memelihara kondisi tubuh ideal sesuai dengan status fisiologis laktasi dapat menggunakan BCS (Body Condition Score), yang merupakan suatu metode untuk memberi skor kondisi tubuh ternak baik secara visual maupun dengan perabaan, BCS mudah untuk dipelajari, tidak memerlukan peralatan khusus, cukup akurat, murah dan sederhana BCS penting dipelajari dan diterapkan pada manajemen pemeliharaan sapi perah di peternakan rakyat karena cukup efektif dan efesien. Penilaian BCS ternak yang ideal tergantung pada tujuan pemeliharaan. Ternak yang dipelihara untuk ternak pedaging/ penggemukan maka BCS tubuh semakin besar maka akan semakin baik. Ternak dengan tujuan pembibitan tidak memerlukan kondisi tubuh yang terlalu gemuk. Ternak yang cocok untuk bibit yang ideal adalah mempunyai nilai kondisi tubuh ternak nilai 3 atau ternak tidak terlalu gemuk dan tidak terlalu kurus (Kellog, 2008). Pemeliharaan kondisi tubuh secara ideal sesuai dengan status fisiologis laktasi sekaligus untuk mempersiapkan fase laktasi berikutnya. Oleh karena itu, perhitungan BCS sangat diperlukan untuk mengetahui berapa besar jumlah nutrisi yang diberikan agar kondisi sapi dalam keadaan optimal saat partus berikutnya. Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Bibit, Pakan Ternak dan Diagnostik Kehewanan (UPTD BPBPTDK), merupakan salah satu unit kerja dari Dinas Pertanian Provinsi DIY yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Pertanian di bidang pengembangan bibit, pakan ternak dan diagnostik kehewanan. Unit tugas tersebut mempunyai fungsi sebagai penyusunan program Balai, pengembangan semen, pengembangan pakan ternak, penyelenggaraan 2 ketatausahaan, pengembangan ternak bibit, pelaksanaan diagnosa dan surveilans, pengendalian mutu produk asal hewan, pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan program balai, pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai tugas dan fungsinya. Bagian yang ada di Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Penelitian Bibit Pakan Ternak dan Diagnostik Kehewanan adalah : Kepala Balai, Subbagian Tata Usaha yang mempunyai tugas melaksanakan kearsipan, keuangan, kepegawaian, pengelolaan barang, kerumahtanggaan, kehumasan, kepustakaan, serta penyusunan program dan laporan kinerja, seksi pengembangan semen, ternak bibit dan pakan ternak yang mempunyai tugas melaksanakan pengembangan semen, ternak bibit dan pakan ternak, seksi diagnostik kehewanan yang mempunyai tugas melaksanakan diagnosa dan surveilans serta pengendalian mutu produk asal hewan, kelompok jabatan fungsional. Permasalahan Kurangnya pemahaman peternak dalam hal pentingnya penilaian sapi perah dalam hal ini BCS membuat mekanisme pelaksanaan penilaian menjadi tidak terurus dan kegagalan kebuntingan semakin nampak akibat manajemen yang kurang tepat. Di unit tersebut belum tersedia data tentang hubungan BCS dengan tingkat kebuntingan sapi perah. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan nilai kondisi tubuh ternak/BCS dengan status kebuntingan sapi perah Friesian Holstein (FH) di (UPTD BPBPTDK). 3 Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada masyarakat untuk melakukan manajemen pemeliharaan dengan optimal sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat peternak sapi perah. Manfaat lain adalah tersediannya informasi tentang hal pengaruh BCS terhadap tingkat kebuntingan. 4