1 PENDEKATAN SPICES DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)** dr. Ahmad Aulia Jusuf, PhD Bagian Histologi FKUI 2009 PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan proses pengembangan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir mahasiswa serta dapat meningkatkan dan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan dan pengembangan yang baik terhadap materi perkuliahan (1). Berbagai metoda pembelajaran telah dikembangkan sejak dahulu kala yang dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu metoda pembelajaran yang berbasis Teacher Centered atau dikenal sebagai traditional approaches dan metoda pembelajaran yang berbasis Student Centered atau dikenal sebagai innovative approaches (SPICES approaches). Pemilihan pendekatan dalam proses pembelajaran ini merupakan langkah pertama dalam penyusunan kurikulum. Kurikulum adalah suatu dokumen yang berisi tujuan pendidikan, keluaran yang dikehendaki, isi/materi yang harus dikuasai oleh peserta didik yang berupa pengetahuan, ketrampilan dan perilaku, metoda pembelajaran, cara evaluasi, sumber daya manusia yang terlibat, sarana dan prasarana, pengaturan waktu dan jadwal pembelajaran (2). Berbagai metoda pembelajaran yang telah dikembangkan sejak dahulu kala misalnya kuliah satu arah, kuliah interaktif, praktikum, latihan ketrampilan, Question Based Learning, Problem based Learning, Problem solving Learning dan sebagainya. Pada kesempatan ini akan dibahas secara singkat tentang 2 kelompok pendekatan pembelajaran tersebut yaitu pendekatan Inovatif (SPICES)/ Student Center Learning dan pendekatan Traditional (Teacher Centered Learning) serta salah satu metoda pembelajaran yaitu Problem Based Learning (PBL). ** Disajikan pada acara Pelatihan Pendidikan di Program Pendidikan Ilmu Komputer STMIK Bidakara, Jakarta 21 Februari 2009 2 PENDEKATAN SPICES VS PENDEKATAN TRADISIONAL Pendekatan dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu kelompok pendekatan Inovatif (Student Centered Learning) yang juga dikenal sebagai pendekatan SPICES dan pendekatan Tradisional (Teacher Centered Learning) (1,3,4). Perbedaan antara kedua kelompok pendekatan ini tertera dalam tabel dibawah ini SPICES approaches/Student Centered Learning Traditional approaches/Teacher Centered (Innovative approaches) Learning S tudent-centered Teacher-centered P roblem- based Information gathering I ntegrated Discipline-based C ommunity-based (C onsummer-based) Hospital-based E lective Standard program S ystematic Apprenticeship-based Student centered berarti mahasiswa secara aktif mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang dipelajari, aktif dalam pengelolaan pengetahuan, belajar menentukan apa yang ingin mereka ketahui, mampu mencari pengetahuan sendiri (mandiri) dan belajar berkesinambungan, memanfaatkan banyak media bukan hanya dari kuliah, penekanan pada pencapaian kompetensi bukan pada tuntasnya materi. Pada student centered meskipun dosen mempersiapkan tujuan pembelajaran yang harus dicapai, sumber pembelajaran yang digunakan, serta materi evaluasi yang akan dilakukan tetapi hal-hal ini tidak diberikan secara langsung dalam bentuk materi tetapi dipakai sebagai penuntun, dan mahasiswa harus mencari dan menggali ilmu sendiri dengan menggunakan media dan sumber pembelajaran yang telah disiapkan. Dosen tidak hanya berfungsi sebagai pemberi kuliah saja tetapi juga sebagai fasilitator dan pembimbing praktikum dan pendamping dalam mendapatkan ketrampilan. Pada Teacher Centered pengetahuan ditransfer dari dosen ke mahaiswa dan mahasiswa hanya menerima secara pasif, dosen merupakan satu-satunya sumber informasi sehingga dapat bersikap “ Dosen can do no wrong”, lebih menekankan pada penguasaan materi saja dan kuliah merupakan bagian yang terbesar. Problem based learning berarti mahasiswa diberikan trigger atau ilustrasi kasus yang akan digunakan untuk mencari, menggali dan mengumpulkan informasi dan ilmu pengetahuan tanpa harus memecahkan masalah yang ditampilkan. Dengan cara ini mahasiswa dirangsang 3 untuk mengembangkan nalar dan daya analisanya serta berpikir kritis serta mampu menggunakan ilmu yang telah dimilikinya serta menggali ilmu atau informasi yang masih dibutuhkannya. Integrasi berarti mahasiswa harus mampu menghubungkan dan mengintegrasikan ilmu yang diperoleh sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Mahasiswa tidak boleh berpikir secara terkotak kotak dalam masing-masing disiplin ilmu. Community based berarti pendidikan harus berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Pada institusi pendidikan komputer hal ini dapat disesuaikan sebagai consummer based, yaitu berorientasi pada kepentingan konsumen.. Elektif berarti untuk mahasiswa disiapkan modul-modul pilihan yang dapat diambil sesuai dengan kemauan dan bertujuan untuk mengembangkan minat dan bakat. Pada Institusi pendidikan komputer hal ini sangat penting untuk memberikan kesempatan kepada mahasiawa untuk mengembangkan minat dan bakatnya diluar mata ajaran yang telah terstruktur. Systematic berarti dalam pelaksanan pembelajarannya mahasiswa harus belajar dan menguasai ilmu secara sistimatis tidak melompat-lompat agar didapatkan pemahaman secara baik. Kemp (5) menyatakan bahwa pembelajaran mahsiswa merupakan kunci keberhsilan suatu pendidikan. Dari berbagai rujukan diketahui bahwa pembelajaran dalam konteks pendidikan memiliki beberapa ciri yaitu 1. bersifat pribadi (6) 2. merupakan pengalaman sepanjang hayat (7) 3. Bertahap (8) 4. hasil bergantung pada pendekatan yang digunakan (9) 5. Bertujuan untuk mencapai perubahan perilaku yang terdiria atas cara berpikir, cara berperasaan dan cara bertindak (6) 6. Adanya tahapan proses pembelajaran yang terdiri atas tahapan perolehan pengetahuan, tahap latihan penerapan perolehan pengethauan tersebut sesuai sasaran pembelajaran dan tahap umpan balik (10) Untuk mencapai perubahan perilaku ada 2 hal yang utama yaitu cara berpikir dan perolehan pengetahuan. Teori constructivism menyatakan bahwa pengetahuan merupakan satu produk konstruksi yang terjadi dalam otak manusia yang diperoleh melalui pembelajaran. Hal ini berlwanana dengan positism yang mengetakan bahwa pengetahuan dianggap statis sebagai satu kesatuan yang bersifat tetap (fixed entity) yang berada diluar yang mengetahui (11). Bila ditinjau dari perolehannnya maka pengetahuan positivism adalah produk penelitian ilmiah, sedangkan pada constructivism pengetahuan merupakan hasil pembelajaran yang dilandasi proses 4 berpikir. Hubungan anytara proses berpikir dengan pengetahuan dinayatakan oleh Ewans (12) sebagai berikut : Knowledge is made up of the facts of the subject and the students’ ability to use those facts to think and solve problems. Paul (13) menyatakan bahwa : knowledge exists only in minds that have comprehended and justifiued it through thought. Knowledge is something we must think our way to, not something we can simply be given. Knowledge is produced by thought, evaluated, refined, maintained and transformed by thought. Knowledge can be acquired only through thought. The educational phylosophy underlying educational goals, standards, and objectives should be based on an accurate and full conception of the dependence of knowledge on thought. Jelaslah bahwa pembelajaran yang seharusnya adalah pembelajaran yang dapat memicu atau merangsnag kegiatan berpikirnya mahasiswa untuk dapat terlaksananya tahap pertama proses pembelajran, yaitu perolehan pengetahuannya mahaiswa sendiri. Pada saat ini mahaiswa memperoleh pengetahuannya melalui kuliah yang diberikan staf akademik yang merupakan metode tradisional secara turun temurun. Melalui kuliah tersebut staf pengajar memberikan pengetahuannya berorientasi pada hasil pembelajaran staf akademik. Jadi sebenarnya yang mengalami pembelajaran saat ini hanyalag staf akademik, sedangkan mahasiswa hanya meniru dan menghapal pengetahuan tersebut. PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DEFINISI Problem Based Learning (PBL) merupakan metoda pembelajaran berdasarkan pada prinsip penggunaan kasus (masalah) sebagai titik pangkal untuk mendapatkan dan mengintegrasikan ilmu pengetahuan yang baru (HS. Barrows, 1982). Pengertian lain dikemukan oleh Albanese dan Mitchel (1993) PBL adalah metoda instruksional yang ditandai oleh penggunaan masalah pasien sebagai konteks untuk mahasiswa mempelajari kemampuan memecahkan masalah dan mendapatkan pengetahuan tentang ilmu-ilmu dasar kedokteran dan klinik. SEJARAH Sejarah PBL sebenarnya telah dimulai pada tahun 1920 ketika itu Celestine Freinet, seorang guru SD yang baru kembali dari Perang Dunia I kembali kekampung halamannya di 5 sebuah pedesaan di Barsur-loup di bagian tenggara Perancis. Ia menderita cedera yang serius dan menyebabkannya tak bisa bernafas panjang. Ia sangat ingin mengajar kembali di SD tetapi ia tida sanggup untuk bersuara keras dan lama. Sebagai gantinya ia menggunakan metoda lain menggantikan metoda tradisional yang biasanya dianut ketika itu. Ia meminta murid-muridnya untuk belajar mandiri dan ia hanya memfasilitasi saja. Inilah awal pertama cikal bakal PBL diperkenalkan. Sejarah PBL modern dimuali pada awal tahun 1970 di Mc Master University Faculty of Health Science di Kanada. Sejak itu PBL dipakai secara luas di banyak negara. MENGAPA PBL ? Ada beberapa alasan mengapa PBL digunakan dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi yaitu 1. Seorang lulusan tidak dapat menaggulangi masalah yang dihadapinya hanya dengan menggunakan satu disiplin ilmu. Ia harus mampu menggunakan dan memadukan ilmuilmu pengetahuan yang telah dipunyai atau mencari ilmu pengetahuan yang dibutuhkannya dalam rangka menanggulangi masalahnya. Melalui PBL yang diawali dengan pemberian masalah pemicu kepada mahasiswadapat menerapkan suatu model pembelajaran secara spiral (spiral learning model) dengan memilih konsep dan prinsip yang terdapat dalam sejumlah cabang ilmu, sesuai kebutuhan masalah. Dengan diberi sejumlah masalah pemicu, diharapkan sebagian besar/seluruh materi cabang ilmu dicakup. 2. Integrasi antara berbagai konsep/prinsip/informasi cabang ilmu dapat terjadi 3. Kemampuan mahasiswa untuk secara terus menerus melakukan “up-dating” / pengembangan pengetahuannya tercapai 4. Perilaku sebagai seorang “ life long learner” dapat tercapai 5. Langkah-langkah PBL yang dilaksanakan melalui diskusi kelompok dapat menghasilkan sejumlah ketrampilan sebagai berikut a. ketrampilan penelusuran kepustakaan b. ketrampilan membaca c. ketrampilan/kebiasaan membuat catatan d. kemampuan kerjasama dalam kelompok e. ketrampilan berkomunikasi f. keterbukaan g. berpikir analitik h. kemandirian dan keaktifan belajar 6 i. wawasan dan keterpaduan ilmu pengetahuan 6. Dapat mengimbangi kecepatan informasi atau ilmu pengetahuan yang sangat cepat. LANGKAH-LANGKAH PBL Setelah mahasiswa menerima skenarion/masalah pemicu, masing-masing mahasiswa perlu membaca dengan cermat seluruh masalah pemicu. Setelah selesai, selanjutnya dalam kelompok (yang sudah disusun oleh pengelola) melakukan langkah implementasi PBL yang terdiri atas 12 langkah (Brenda) 1. Clarification and definition of the problem 2. Analysis of the problem 3. Development of Hypothesis (ses) / plausible explanations 4. Identification and characterization of the knowledge needed 5. Identification of what is already known 6. Identification of appropriate learning resources 7. Collection of new information/knowledge 8. Synthesis of old and new information, and understanding of it by application to the problem 9. Repetition of all or some of the previous steps as necessary 10. Identification of what was not learned 11. Summary of what was learned and if possibe 12. Testing the understanding of the knowledge by its application to another problem. RUJUKAN 1. Tim Kerja Direktorat Pembinaan Akademik dan kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (2005) Tanya jawab seputar unit pengembangan materi dan proses pembelajaran di perguruan tinggi. 2. Grant J. (2006). What is curriculum? Definition and Standards, Principles of curiculum design, Association for The Study of Medical Education, 3-9 3. Grant J. (2006). Steps in Curriculum Design, Principles of curiculum design, Association for The Study of Medical Education, 17-27 4. Soepardi, E (2008), New Paradigm in Medical Education, Seminar On the 12 Roles of Medical Teacher. 7 5. Kemp. J.E., (1977)., Instructional Design, A plan for unit and course Development, California: Fearon-Pitman Publishers. 6. Guiber J.J., (1977), Educational Handbook for Health Personnel, Gneva, Switzerland. 7. Rose C, and Nicholl M.J. (1997). Accelerated Learning for the 21st Century, Ther six step plan to unclock Your Master- mind. 8. Departement Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (19831984), Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V, Buku IIA Dasar Ilmu Pendidikan. 9. Ballard B and Clanchy J. (1984) Study abroad, A manual for Asian Students Logman Malaysia. 10. Utomo T, dan Ruijter KK., (1989), Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan, Jakarta PT Gramedia. 11. Fraser K (1996) Student Centered Teaching, The Development and Use of conceptual frameworks, HERDSA 12. Ewan C.E., (1984). Teaching Skills Development manual 13. Paul R (1990), Critical thinking handbook: 4th - 6th grades: Foundation for Critical Thinking. Sanoma State University. 14. Albanese MA, Mitchell S (1993) : Problem based learning : A Review of literature on its outcome and implementation issues. Acad med 68: 52-81 15. Barrows, H.S., and Tamblyn, RM (1980), Problem Based Learning. An approach to medical education, New York: Springer Publishing Company 16. David T, Patel L, Burdett K, Rangachari P (2003) : The origin and history of Problem Based Learning , Problem Based Learning In Medicine, 1-3 17. Muay TS, Chhem R, (2003) , Problem-Based Learning: An Introduction, SGH Proceding: 12: 1: 45-49 18. Brenda , LA (1986), Changes in Education for national Health manpower for the twentyfirst century, Mc Master University and from the world health oragization publication, Manila