PENGENDALIAN MUTU (QUALITY CONTROL) Garis Besar Topik : 1. Sejarah Konsep Mutu 2. Mutu Menurut Para Ahli 3. Pengertian Pengendalian Mutu 4. Tujuan dan Manfaat Pengendalian Mutu 5. Prinsip-Prinsip Pengendalian Mutu 6. Komponen Biaya Mutu 7. Menyusun dan Menerapkan Kegiatan Pengendalian mutu Sasaran Belaiar : Setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa diharapkan dapat: a. Memahami dan menjelaskan sejarah konsep mutu, pengertian pengendalian mutu, manfaat pengendalian mutu, dimensi pokok mutu, tujuan pengendalian mutu, prinsip-prinsip pengendalian mutu, dan komponen biaya mutu. b. Menyusun dan mengimplementasikan kegiatan pengendalian mutu dalam suatu perusahaan/institusi gizi. 1. Sejarah Konsep Mutu Sebelum membahas sejarah konsep mutu, perlu diketahui arti mutu itu sendiri. Menurut Winston Dictionary (1956), mutu diartikan sebagai tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati. Menurut Donabedian (1980), mutu merupakan sifat yang dimiliki oleh suatu program, sedangkan ISO 8402 (1986) mendefinisikan mutu sebagai totalitas dari wujud dan ciri suatu barang maupun jasa yang di dalamnya terkandung rasa aman dan pemenuhan kebutuhan pengguna. Crosby (1984) menambahkan bahwa mutu merupakan kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Sampai dengan hari ini, pandangan produsen terhadap mutu produk maupun jasa telah mengalami evolusi melalui empat zaman. Sejarah konsep mutu dimulai pada tahun 1800-an pada saat terjadi revolusi industri di sebagian besar negara Eropa, yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Jaman Inspeksi (Inspection Era). Pada masa ini mutu produk hanya terbatas pada atribut yang melekat pada produk, hanya berkisar pada masalah produk rusak, cacat, maupun menyimpang. Dalam hal ini hanya departemen inspeksi saja yang bertanggung jawab dalam pendeteksian dan penyisihan produk yang tidak memenuhi syarat mutu. Tidak ada perhatian sama sekali pada proses dan sistem yang digunakan untuk menghasilkan produk. Menginjak tahun 1930-an, mulai timbul pergeseran pandangan terhadap mutu yaitu mutu produk diartikan sebagai serangkaian karakteristik yang melekat pada produk yang dapat diukur secara kuantitatif menggunakan pengukuran statistik. Dengan demikian maka masa ini dikenal dengan sebutan Jaman Pengendalian Mutu Secara Statistik (Statistical Quality Control Era). Pada masa ini departemen yang bertanggung jawab dalam hal mutu produk tidak hanya Departemen Inspeksi saja, namun sudah melibatkan Departemen Produksi. Kedua departemen tersebut telah diperlengkapi dengan alat-alat dan metode statistik dalam mendeteksi penyimpangan yang terjadi dalam atribut produk yang dihasilkan dari proses produksi. Pada tahun 1950-an, pandangan terhadap mutu kembali mengalami perluasan dari konsep yang sempit yang hanya terbatas.pada tahap produksi, ke tahap desain yang merupakan tahap sebelum produksi. Dalam hal ini telah terdapat koordinasi dengan Departemen Jasa yang menangani perencanaan dan pengendalian produksi serta pergudangan yang tetap menempatkan pengendalian mutu secara statistik sebagai faktor penting dalam penanganan mutu produk. Jika analisis statistik menghasilkan angka dalam batas-batas kontrol (daerah upper and lower control limits), berarti penyimpangan atribut yang terjadi bersifat kebetulan dan tidak perlu dilakukan tindakan koreksi terhadap sistem dan proses produksi. Sebaliknya apabila angka yang dihasilkan berada di luar batas-batas kontrol, maka penyimpangan harus diberitahukan pada Departemen Produksi sebagai dasar tindakan koreksi terhadap proses dan sistem yang digunakan untuk mengolah produk. Pada masa ini telah terlihat adanya keterlibatan manajemen puncak, pemasok, bagian desain dan pengembangan produk sehingga telah terjalin adanya kerja sama tim antarfungsi. Masa ini lebih dikenal dengan sebutan Jaman Jaminan Mutu (Quality Assurance Era). Pada tahun 1980-an. untuk pertama kalinya dalam sejarah penanganan mutu, keterlibatan manajemen puncak sangat besar dan sangat menentukan untuk menjadikan faktor mutu dalam menempatkan perusahaan pada posisi yang kompetitif. Pada masa ini mutu produk menjadi tanggung jawab setiap orang di dalam organisasi perusahaan sejak dari manajemen puncak sampai dengan karyawan, sejak dari fungsi produksi dan inspeksi sampai dengan fungsi-fungsi lain dalam organisasi perusahaan, bahkan meluas sampai dengan organisasi pemasok dan juga mitra bisnis. Masa ini dikenal dengan sebutan Jaman Manajemen Mutu Strategis (Strategic Quality Management) yang memandang konsep mutu produk tidak lagi terbatas pada kepentingan intern perusahaan, namun telah mulai memasukkan faktor kebutuhan dan kepuasan konsumen (customer). Lebih jelasnya, titik berat penanganan mutu dari keempat zaman ditampilkan pada Gambar2. Gambar 2. Titik berat Penanganan mutu 2. Mutu Menurut Para Ahli W. Edward Deming, seorang konsultan manajemen dan pakar mutu, menyatakan bahwa penggunaan statistik untuk menganalisis variabilitas dan proses-proses produksi adalah sangat penting. Sebuah, produksi yang dikelola dengan baik adalah organisasi yang pengendalian statistiknya mengurangi variabilitas dan menghasilkan mutu produk yang seragam serta keluaran jumlah produk yang mudah diramalkan. Deming memperkenalkan konsep 14 pengendalian mutu produk yang dikenal dengan istilah Deming's 14 points dan juga konsep PDCA (Plan, Do, Check, Act) sebagai langkah-langkah sistematis dalam pengendalian mutu. Joseph M Juran menyatakan bahwa pengendalian mutu perlu memperhatikan tahap-tahap perencanaan, pengendalian, dan perbaikan, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan trilogi Juran. Ahli lainnya yaitu Philip Crosby menitikberatkan pada pentingnya melibatkan semua orang pada proses produksi agar setiap orang berusaha mewujudkan kesesuaian produk/jasa terhadap persyaratan yang telah ditentukan. Sementara itu Armand V. Feigenbaum berpendapat bahwa perlu adanya komitmen total upaya manajemen dan pegawai untuk meningkatkan mutu produk/jasa yang dihasilkan. 3. Arti Penqendalian Mutu Pengendalian mutu merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, dan objektif dalam memantau dan menilai barang, jasa, maupun pelayanan yang dihasilkan perusahaan atau institusi dibandingkan dengan standar yang ditetapkan serta menyelesaikan masalah yang ditemukan dengan tujuan untuk memperbaiki mutu. 4. Tujuan dan Manfaat Pengendalian Mutu Tujuan pengendalian mutu meliputi dua tahap, yaitu tujuan antara dan tujuan akhir. Tujuan antara pengendalian mutu adalah agar dapat diketahui mutu barang, jasa, maupun pelayanan yang dihasilkan. Tujuan akhirnya yaitu untuk dapat meningkatkan mutu barang, jasa, maupun pelayanan yang dihasilkan. Mengapa pengendalian mutu penting dilakukan? Karena dapat meningkatkan indeks kepuasan mutu (quality satisfaction index), produktivitas dan efisiensi, laba/keuntungan, pangsa pasar, moral dan semangat karyawan, serta kepuasan pelanggan. Terdapat lima dimensi pokok mutu, yaitu sebagai berikut : a. Bukti langsung (tangible), terdiri dari fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. Contohnya dalam hal pelayanan gizi di poliklinik suatu rumah sakit, maka pasien melihat mutu pelayanan dari fasilitas ruangan yang memadai, food model, perlengkapan pengukur status gizi, dan sebagainya. b. Keandalan (reliability), merupakan kemampuan perusahaan/institusi dalam memberi pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. Contohnya dalam hal pelayanan gizi yaitu janji ditepati sesuai jadwal, anjuran diet terbukti akurat, dan sebagainya. c. Daya tanggap (responsiveness), yaitu dapat diakses, tidak lama menunggu, serta bersedia mendengar keluh kesah konsumen. d. standar yang ditetapkan serta menyelesaikan masalah yang ditemukan dengan tujuan untuk memperbaiki mutu. e. Empati, merupakan kemudahan berhubungan, berkomunikasi, perhatian pribadi, serta memahami kebutuhan konsumen. 5. Prinsip-Prinsip Penqendalian Mutu: Menurut Deming, pengendalian mutu secara sistematis mengikuti langkah-langkah perencanaan (plan), pelaksanaan (do), pemeriksaan (check), serta penindakan atas dasar hasil evaluasi dan perbaikan terus menerus (act). Langkah-langkah ini lebih dikenal dengan sebutan PDCA Cycle (Gambar 3). Gambar 3. PDCA Cycle (Deming) Secara rinci, langkah-langkah pengendalian mutu dengan PDCA Cycle memperhatikan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. PLAN : Identifikasi masalah dan merencanakan perbaikan secara berkesinambungan. − Apakah rencana mencakup penyempurnaan dan siapa yang akan melaksanakan? − Apakah rencana memuat kapan, di mana, dan bagaimana melaksanakannya? − Bagaimana perubahan harus dilaksanakan? − Apakah rencana memuat siapa, apa, kapan, di mana, dan bagaimana pengumpulan data yang diperlukan? 2. DO : Melakukan perbaikan, pengumpulan data, dan analisis. − Apakah perbaikan yang dilaksanakan sudah sesuai dengan rencana? − Siapa yang memantau rencana? − Apa alat-alat grafis untuk menampilkan data telah digunakan secara maksimal? 3. CHECK : Memeriksa dan mempelajari hasil yang dicapai. − Apakah proses perbaikan sesuai dengan yang diharapkan? − Apakah proses perbaikan ditinjau dari sudut pandang pelanggan? − Apakah proses perbaikan ditinjau dari sudut pandang pekerja? − Aspek apa dalam tim yang terlaksana baik? − Bagaimana memperbaiki kolaborasi yang ada? − Adakah penghematan yang bisa diidentifikasi? 4. ACT : Bertindak atas dasar hasil evaluasi dan melanjutkan perbaikan proses. − Komponen apa saja yang perlu dibakukan dari proses yang telah diperbaiki? − Bagaimana mengubah flowchart yang ada? − Kebijakan dan prosedur apa saja yang perlu direvisi? − Siapa saja yang perlu dilatih? − Siapa saja yang perlu disadarkan pada arti perubahan? − Ulangi langkah-langkah PDCA selama tetap layak secara ekonomis. Prinsip-prinsip pengendalian mutu berdasarkan 14 poin menurut Deming (Deming's 14 points) adalah sebagai berikut : 1. Ciptakan keajegan tujuan untuk perbaikan produk dan jasa; 2. Adopsi falsafah baru yang menolak segala macam cacat/kerusakan; 3. Hentikan ketergantungan pada inspeksi dalam membentuk mutu produk tapi bergantunglah pd pengendalian statistik; 4. Hentikan praktik menghargai kontrak pemasok berdasarkan tawaran rendah; 5. Perbaiki secara konstan dan terus menerus sistem produksi dan jasa; 6. Lembagakan on the job training; 7. Berikan semua karyawan alat-alat tepat agar dapat merampungkan tugas mereka dengan baik; 8. Kembangkan komunikasi dan produktivitas; 9. Dorong semuadepartemen untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah; 10. Hilangkan slogan, desakan, dan target yang tidak mengarah pada metode perbaikan spesifik; 11. Gunakan metode statistik untuk memperbaiki mutu dan produktivitas; 12. Hilangkan segala penghalang yang dapat menurunkan kebanggaan karyawan pada keahliannya; 13. Berikan pelatihan ulang secara berkesinambungan agar dapat mnyesuaikan diri dengan perubahan produk maupun metode; 14. Tentukan secara jelas komitmen permanen manajemen puncak terhadap mutu. Namun tidak selamanya keempat belas poin tersebut dapat berjalan secara efektif, disebabkan karena adanya faktor-faktor penghambat. Manajemen perlu memperhatikan dan mengantisipasi faktor-faktor ini, yaitu : − Kurangnya keajegan tujuan; − Penekanan pada laba jangka pendek; − Sistem pemeriksaan personal berdasarkan sasaran tanpa menyediakan metode atau standar; − Mobilitas manajemen dan pergantian personil dalam posisi k pemimpinan secara terus menerus; − Hanya menggunakan data dan informasi yang tampak (visible) dalam pengambilan keputusan; − Tertalu berlebihan produk, proses, maupun tempat kerja yang tidak aman bagi keselamatan kerja karyawan; − Biaya hutang perusahaan berlebihan. 6. Biaya Mutu Biaya mutu merupakan biaya yang terjadi karena kemungkinan adanya mutu produk maupun jasa yang rendah. Terdapat berbagai macam model biaya mutu, antara lain P - A - F Model (Prevention - Appraisal - Failure), Process Cost Model, serta Life Cycle Model. Namun yang akan dibahas di sini hanya salah satu saja yaitu P-A-F Model. P-A-F Model terdiri dari tiga komponen, yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian/pengkajian, dan biaya kegagalan. Biaya kegagalan terdiri dari dua aspek, yaitu biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal. Secara rinci setiap komponen biaya adalah sebagai berikut : a. Biaya Pencegahan (Prevention costs) Biaya pencegahan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mencegah terjadinya cacat produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan yang dimaksudkan untuk menurunkan kuantitas produk yang tidak memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditetapkan sehingga dapat menurunkan biaya kegagalan. Biaya pencegahan meliputi perencanaan mutu, program pelatihan mutu, pelaporan mutu, penilaian pemasok, serta pemeriksaan mutu. b. Biaya Pengkajian (Appraisal costs) Biaya pengkajian merupakan biaya yang menentukan apakah produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Biaya ini meliputi: biaya pengujian bahan baku, biaya inspeksi pengemasan, biaya aktivitas pengawasan, serta product acceptance dan process acceptance. Product acceptance adalah pengambilan sample dari satu batch produk jadi untuk menentukan apakah produk dalam batch tersebut memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Process acceptance adalah pengambilan sample dari proses produksi yang sedang berjalan untuk melihat apakah proses produksi berjalan dalam kendali dan tidak menghasilkan produk yang cacat atau rusak. c. Biaya Kegagalan (Failure costs) Biaya kegagalan terdiri dari biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal, yaitu: − Internal failure costs, merupakan biaya yang dikeluarkan karena terjadi ketidaksesuaian produk. dengan spesifikasi mutu yang dideteksi sebelum ada di tangan konsumen. Biaya ini meliputi biaya sisa bahan (scrap), biaya pengerjaan ulang, biaya pengetesan ulang, serta biaya perubahan desain. − External failure costs, merupakan biaya yang dikeluarkan karena terjadi ketidaksesuaian produk dengan spesifikasi mutu yang dideteksi setelah produk berada di tangan konsumen. Biaya ini meliputi biaya kerugian penjualan, biaya penanganan keluhan konsumen, serta biaya jaminan. 7. Merancang dan Melaksanakan Pengendalian Mutu In Class Discussion: Studi Kasus Aplikasi Pengendalian Mutu Instalasi gizi suatu rumah sakit ingin memperbaiki mutu pelayanannya kepada pasien dalam pelayanan konsultasi gizi di klinik gizi. Setelah diidentifikasi, masalah yang terjadi adalah : − Pasien yang memanfaatkan jasa konsultasi gizi jumlahnya masih sedikit − Peralatan antropometri kurang memadai − Konsultasi kurang mencapai sasaran Bagaimana langkah-langkah pengendalian mutu yang harus dilakukan? STUDI KASUS Tujuan : Mahasiswa dapat mengidentifikasi isu-isu Manajemen Strategis dan sebagai trigger untuk memotivasi mahasiswa dalam mempelajari topik-topik Manajemen Strategis. I. Analisis Perubahan Lingkungan Anda adalah kepala Instalasi Gizi Rumah Sakit milik pemerintah di Kabupaten "A". Suatu hari Anda dipanggil oleh Direktur Rumah Sakit yang kemudian memperlihatkan salah satu judul berita di koran lokal yaitu "Pasien Tidak Puas Dirawat di RS "A". Ternyata diberitakan bahwa banyak pasien yang dirawat inap di RS "A" mengeluhkan buruknya pelayanan makanan yang disediakan oleh rumah sakit, yaitu makanannya sering terlambat datang dan ahli gizinya kurang ramah dalam menghadapi pasien. Anda merasa malu dan kecolongan, mengapa masalah ini tiba-tiba terekspos di masyarakat luar tanpa diketahui terlebih dulu secara intern? Apa sebenarnya masalah yang terjadi? Apa sebaiknya yang harus Anda lakukan? II. Visi dan Misi Anda adalah salah satu karyawan di bagian Sub Sie Gizi pada Dinas Kesehatan di suatu kabupaten. Anda sudah bekerja di sana selama dua tahun, namun Anda merasa tugas-tugas Anda tidak jelas. Ternyata Anda tidak sendirian, rekan-rekan Anda pun merasakan hal yang sama. Seringkali terjadi atasan mendelegasikan tugas menumpuk pada satu orang saja, sedangkan karyawan yang lain tidak diberi tugas apa pun yang menjadi tanggung jawabnya. Beberapa rekan malah memanfaatkan waktu pada jam kerja untuk bermain catur di dekat kantin atau sekedar pergi berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan. Anda tahu ada sesuatu yang salah, dapatkah Anda mengidentifikasi masalah apa yang terjadi pada Dinas Kesehatan itu? Bagaimana kira-kira solusinya? III. Indikator Kinerja dan Pemrograman Anda adalah salah satu karyawan di Instalasi Gizi Rumah Sakit swasta "Mitra Menuju Sehat" . Setelah beberapa bulan bekerja, Anda mulai merasakan adanya ketidakadilan. Anda yang banyak melayani konsultasi gizi pasien diberi gaji jauh lebih sedikit dibandingkan dengan rekan Anda yang sering terlambat dan sering tidak ada di tempat dengan berbagai alasan. Dari perbincangan dengan sesama rekan kerja, ternyata banyak pula yang merasakan ketidakadilan itu. Mereka menjadi resah karena ingin protes namun takut dipecat, juga ingin pindah kerja namun lapangan kerja sempit. Coba Anda identifikasi masalah apa yang terjadi pada Rumah Sakit "Mitra Menuju Sehat" itu? Apa yang sebaiknya Anda dan rekan-rekan lakukan? IV. Manajemen Anggaran Dinas Kesehatan tempat Anda bekerja akan mengadakan TOT (Training of Trainers) Revitalisasi Posyandu pada semua petugas gizi setiap puskesmas yang ada di kabupaten "X". Anda ditugaskan untuk membuat proposal kegiatan TOT tersebut dua bulan sebelum acara diselenggarakan. Ketika Anda mengajukan proposal itu pada atasan, ternyata dana yang ada tidak mencukupi, padahal dana kegiatan ini sudah dianggarkan jauh hari sebelumnya. Apa sebenarnya masalah yang terdapat di Dinas Kesehatan itii? Apa yang sebaiknya dilakukan agar kegiatan tetap dapat terlaksana dengan baik? V. Sistem Informasi Manajemen Suatu hari Anda dipanggil oleh Kepala Instalasi Gizi. Atasan Anda itu mengatakan bahwa baru saja ada pengaduan dari salah satu keluarga pasien rawat inap. Pasien tersebut mengidap penyakit Diabetes Melitus, namun kemarin siang gula darahnya meningkat mendadak. Ternyata pagi harinya ia mengkonsumsi makanan yang diberikan dari rumah sakit berupa makanan tinggi kalori tinggi protein. Setelah Anda telusuri, ternyata terjadi kekeliruan pemberian diit dengan pasien di kamar sebelahnya yang mengidap penyakit kanker. Masalah apa sebenarnya yang terjadi? Apa yang sebaiknya Anda lakukan?