(Brand) Merek - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis
2.1.1 Pengertian Merek (Brand)
Merek (brand) telah menjadi elemen krusial yang berkontribusi terhadap
kesuksesan sebuah organisasi pemasaran, baik organisasi bisnis maupun nirlaba,
pemanufaktur maupun penyedia jasa, dan organisasi lokal, regional, global.
Menurut UU Merek No.15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (tjiptono, 2011: 3).
Sedangkan American Marketing Association mendefinisiskan merek
adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari semuanya,
yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau
kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing
(Kotler dan Keller, 2009: 258).
Suatu brand pada gilirannya memberi tanda pada konsumen mengenai
sumber produk tersebut. Di samping itu, brand melindungi, baik konsumen
maupun produsen dari para kompetitor yang berusaha memberikan produk-produk
yang tampak identik. Brand sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara
konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli.
Brand terbaik memberikan jaminan mutu. Akan tetapi, brand lebih dari sekadar
simbol. Menurut Tjiptono (2011: 40) sebuah merek lebih dari sekedar produk.
12
Universitas Sumatera Utara
Produk adalah suatu yang di produksi di pabrik, sedangkan produk adalah suatu
yang dibeli oleh konsumen.
Brand adalah indikator value yang ditawarkan kepada pelanggan. Brand
merupakan aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan memperkuat
kepuasan dan kualitasnya. Brand menjadi alat ukur bagi kualitas value yang
ditawarkan (Kartajaya, 2006: 11). Brand merupakan wajah dari sebuah organisasi.
Brand mencerminkan bagaimana organisasi , apa yang akan dilakukan organisasi,
apa yang akan konsumen dapatkan dari organisasi tersebut, dan menunjukkan
bahwa kita lebih baik dari pesaing. Jika merek bisa memberikan pengalaman baik
pada konsumen, maka sebagian besar konsumen akan memilih untuk tetap
menggunakan merek tersebut.
Brand dapat memiliki enam level pengertian (Kotler, 2000: 460) yaitu
sebagai berikut:
1.
Atribut
Brand mengingatkan pada atribut tertentu. Audi memberi kesan sebagai
mobil yang mahal, dibuat dengan baik, dirancang dengan baik, tahan lama,
dan bergengsi tinggi.
2.
Manfaat
Brand Bagi konsumen kadang sebuah brand
tidak sekadar menyatakan
atribut, tetapi manfaat. Mereka membeli produk tidak membeli atribut, tetapi
membeli manfaat. Atribut yang dimiliki oleh suatu produk dapat
diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan atau emosional. Sebagai
contoh : atribut “tahan lama“ diterjemahkan menjadi manfaat fungsional
13
Universitas Sumatera Utara
“tidak perlu cepat beli lagi”, atribut “mahal“ diterjemahkan menjadi manfaat
emosional “bergengsi”, dan lain-lain.
3. Nilai
Brand juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Jadi, Audi berarti
kinerja tinggi, keamanan, gengsi, dan lain-lain.
4. Budaya
Brand juga mewakili budaya tertentu. Audi mewakili budaya Jerman,
terorganisasi, efisien, bermutu tinggi.
5. Kepribadian
Brand mencerminkan kepribadian tertentu. Audi mencerminkan pimpinan
yang masuk akal (orang), singa yang memerintah (binatang), atau istana yang
agung (objek).
6.
Pemakai
Brand menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk
tersebut.Audi menunjukkan pemakainya seorang diplomat atau eksekutif.
Merek sangat penting bagi perusahaan, konsumen tidak akan mengenali
sebuah produk tanpa merek. Merek akan memudahkan konsumen untuk membeli
produk pada waktu yang akan datang. Menurut Raphel, Raphel, dan Riye
(2005:42) menyebutkan pentingnya merek:
1) Merek merupakan pembeda dengan pesaing
2) Merek menciptakan kepercayaan, pilihan yang disederhanakan, dan
penghematan waktu dan usaha
3) Merek membangun ikatan antara produk dan pelanggan
14
Universitas Sumatera Utara
4) Merek merupakan identitas bisnis yang unik meliputi (tapi tidak terbatas
pada) kepribadian, kualitas, dan kesukaan.
Menurut Tjiptono (2011: 3) brand bermanfaat bagi produsen dan
konsumen. Bagi produsen, brand berperan sebagai:
1) Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan
produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan
pencatatan akuntansi
2) Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik
3) Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga pelanggan
bisa dengan mudah memilih dan membeli kembali pada lain waktu
4) Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari
para pesaing
5) Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum,
loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen
6) Sumber financial return, terutama dalam menyangkut pendapatan masa
datang.
Bagi konsumen, brand bisa memberikan beraneka macam nilai melalui
sebuah fungsi dan fanfaat potensial. Kotler dan Keller (2009: 259) menjelaskan
peran brand bagi konsumen adalah untuk mempermudah konsumen untuk
menuntut atau meminta tanggung jawab terhadap kinerja brand kepada pabrikan
atau distributor brand tersebut, konsumen bisa mengevaluasi produk yang sama,
konsumen bisa mempelajari brand mana yang paling menguntungkan, konsumen
bisa memilih brand yang bisa memberikan kemudahan bagi kehidupan konsumen.
15
Universitas Sumatera Utara
McEnally dan de Chernatony dalam Tjiptono (2011: 56) mengembangkan
konseptual evolusi proses branding yang terdiri dari enam tahap utama:
1. Unbranded Goods
Dalam tahap ini, barang diperlakukan sebagai komoditas dan sebagian besar
tidak diberi merek. Pada tahap ini permintaan lebih besar dibandingkan
penawaran.
2. Merek sebagai referensi/acuan
Dalam tahap ini, tekanan persaingan menstimulasi para produsen untuk
mendefinisikan produknya dari output pesaing.
3. Merek sebagai kepribadian
Dalam tahap ini, konsumen menghadapi begitu banyak merek yang semuanya
menyampaikan janji fungsional. Untuk menciptakan diferensiasi, pemasar
mulai mnyertakan nilai emosional pada merek dan mengkomunikasikan
melalui metafora merek.
4. Merek sebagai ikon (icinic brands)
Pada tahap ini, makna merek telah berkembang sedemikian rupa sehingga
merek telah menjadi simbol tertentu bagi konsumen. Konsumen sudah erasa
sangat dekat dengan merek, bahkan sudah menjadi bagian dari merek
tersebut.
5. Merek sebagai perusahaan
Dalam tahap ini, merek memiliki identitas kompleks dan banyak poin kontak
antara konsumen dan merek. Karena merek sama dengan perusahaan, semua
16
Universitas Sumatera Utara
stakeholder akan mempersepsikan merek (perusahaan) dengan cara yang
sama.
6. Merek sebagai kebijakan (policy)
Pada tahap ini, merek dan perusahaan diidentifikasi secara kuat dengan isuisu sosial, etis, dan politik tertentu. Konsumen berkomitmen pada merek dan
perusahaan yang memiliki pandangan yang sama.
2.1.2 Peraturan Branding
Menurut Tai dan Chew (2012: ix) ada sepuluh aturan branding yang harus
dipatuhi agar brand menjadi besar dan kuat.
1. Persepsi Adalah Kenyataan
Branding bukanlah pertarungan untuk menentukan siapa yang dapat membuat
produk yang lebih baik, tetapi pertarungan untuk menentukan siapa yang
dapat menciptakan persepsi yang lebih baik.
2. Keberuntungan Untuk yang Pertama
Menjadi yang pertama akan memberikan kesempatan untuk memantapkan
merek suatu produk di dalam benak pelanggan sebelum muncul pesaing.
3. Membuat Kategori Baru
Membuat kategori yang akan menjadikan suatu merek tersebut menjadi
merek yang pertama diingat oleh pelanggan, dengan promosi agresif.
4. Fokus
Merek yang terfokus cenderung menghasilkan lebih banyak uang dalam
jangka panjang dibandingkan merek tidak terfokuskan.
17
Universitas Sumatera Utara
5. Mendiferensiasi atau Menjual Murah
Tidak mungkin membangun suatu merek tanpa adanya diferensiasi. Apabila
pelanggan tidak dapat membedakan suatu produk dengan produk lainnya,
maka pelanggan akan membeli produk dengan harga yang lebih murah.
6. Menggunakan Hubungan Masyarakat Untuk Membangun Merek
Humas memiliki kredibilitas yang tidak dimiliki oleh iklan, tetapi dibutuhkan
iklan untuk memelihara suatu merek.
7. Menemukan Nama yang Hebat
Merek yang digunakan harus merek yang unik dan mudah diingat oleh
pelanggan.
8. Selalu Konsisten
Merek yang digunakan harus selalu konsisten agar pelanggan tidak bingung
dan mulai membelot kepada merek yang lain.
9. Mencari Musuh Bukan Teman
Untuk membangun merek yang kuat, diperlukan alasan keberadaannya dan
membuktikan kepantasannya untuk tetap ada. Ketika sebuah merek memiliki
lawan yang kuat, maka merk tersebut akan mendapatkan alasan untuk
diterima dunia.
10. Mengetahui Waktu yang Tepat Untuk Meluncurkan Merek Kedua
Ketika suatu merek tidak dapat mewakili segalanya, maka lebih baik
diperkenalkan merek kedua daripada memperluas merek pertama dan
mengaburkan maknanya.
18
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Brand Equity (Ekuitas Merek)
Menurut Kotler dan Keller (2009: 263) ekuitas merek adalah nilai tambah
yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam cara
konsumen berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar,
dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas merek merupakan aset tak
berwujud yang penting, yang memiliki nilai psikologis dan keuangan bagi
perusahaan.
Sedangkan menurut Aaker dalam Tjiptono (2011: 96), ekuitas merek
adalah seperangkat aset dan kewajiban (liabilities) merek yang terkait dengan
sebuah merek, nama dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang
diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan
perusahaan.
Aaker dalam Situmorang (2012: 197) mengklasifikasikan elemen-elemen
ekuitas merek dalam lima kategori, yaitu brand awareness, brand association,
perceived quality, brand Loyalty, dan other proprierty brand asset.
1. Brand awareness (kesadaran merek)
Brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk
membeli, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori
produk tertentu. Tingkatan Brand awareness yang berbeda dapat digambarkan
dalam satu piramida berikut ini.
19
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Piramida Brand Awareness
Peran Brand awareness dalam brand equity tergantung pada tingkatan
akan pencapaian kesadaran dibenak konsumen. Tingkatan Brand awareness yang
paling rendah adalah brand recognition (pengenalan merek) atau disebut juga
sebagai tingkatan peningkatan kembali dengan bantuan (aided recall). Tingkatan
berikutnya adalah tingkatan brand recall (pengingatan kembali merek) atau
tingkatan pengingatan kembali merek tanpa bantuan (unaided recall) karena
konsumen tidak perlu dibantu untuk mengingat merek.
Awareness juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Brand
awareness merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke
elemen lainya. Jadi jika awareness itu sangat rendah maka hampir bisa dipastikan
bahwa ekuitas mereknya juga rendah. Menurut Soehadi dalam Situmorang (2012:
20
Universitas Sumatera Utara
199) awareness dikatakan tinggi jika konsumen dapat mengingat merek, baik
sebelum proses pembelian, ketika dalam proses pembelian, maupun ketika
konsumen sedang mengkonsumsi produk pesaing.
Meningkatkan awareness adalah suatu mekanisme untuk memperluas
pasar merek. Suatu merek seharusnya memberikan suatu alasan untuk menarik
perhatikan dan seharusnya itu bisa dikenang. Banyak cara yang bisa dilakukan,
namun hal yang paling pokok adalah menjadi berbeda dan istimewa. Bila terlalu
banyak kelas produk mempunyai pendekatan komunikasi yang sama, maka akan
sulit untuk menjadi istimewa. Tentu saja perlu untuk menciptakan kaitan antara
merek dan kelas produk.
2. Brand association (asosiasi merek)
Brand association (asosiasi merek) adalah segala kesan yang muncul di
benak seseorang yang terkait dalam ingatannya mengenai suatu merek. Berbagai
asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian
yang disebut brand image. Pada umumnya asosiasi merek (terutama yang
membentuk brand image-nya) menjadi pijakan bagi konsumen dalam mengambil
keputusan pembelian dan loyalitasnya pada merek tersebut.
Aaker dalam Situmorang (2012: 200) menyebutkan ada lima fungsi
asosiasi:
a. Help process/retrieve information (membantu penyusunan informasi)
b. Differentiate (membedakan)
c. Reason to buy (alasan untuk membeli)
d. Create positive attitude/feelings (menciptakan sikap atau perasaan positif)
21
Universitas Sumatera Utara
e. Basis for extentions (landasan untuk perluasan).
Menurut Soehadi dalam Situmorang (2012: 199) asosiasi dikatakan tinggi
jika jika merek tertanam kuat dalam benak konsumen, disukai dan unik (keunikan
yang tidak dimiliki oleh para pesaing). Brand association mencerminkan asosiasi
yang dibuat oleh pelanggan terhadap sebuah merek tertentu. Asosiasi merek
dikendalikan oleh identitas merek. Asosiasi merek yang kuat dapat membantu
pelanggan memproses dan menerima informasi menjadi alasan pembeli serta
menciptakan sikap atau perasaan positif terhadap merek bersangkutan.
3. Perceived quality (kesan kualitas)
Perceived quality dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap
keseluruhan kualitas atau keungulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan
dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan.
Aaker dalam Situmorang (2012: 200) membagi perceived quality menjadi
6 dimensi:
a. Kinerja: melibatkan berbagai karakteristik operasional utama
b. Pelayanan: mencerminkan kemampuan memberikan layanan pada produk
tersebut
c. Ketahanan: mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut
d. Keandalan: konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari suatu
pembelian ke pembelian berikutnya
e. Karakteristik produk: bagian-bagian tambahan dari produk (feture), seperti
remote control sebuah video, tape deck, sistem WAP untuk telepon genggam
22
Universitas Sumatera Utara
f. Kesesuaian dengan spesifikasi: merupakan pandangan mengenai spesifikasi
yang telahditentukan dan teruji.
Secara umum percieved quality dapat menghasilkan nilai-nilai sebagai
berikut:
Alasan untuk membeli
Differensiasi atau posisi
Percieved quality
Harga premium
Perluasan saluran distribusi
Perluasan merek
4. Brand Loyalty (loyalitas merek)
Dengan pengelolaan dan pemamfaatan yang benar, brand loyalti dapat
menjadi aset strategi bagi perusahaan. Berikut adalah beberapa potensi yang
dapat diberikan brand Loyalty kepada perusahaan:
a. Reduced marketing cost (mengurang biaya pemasaran) artinya lebih murah
mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan
pelanggan baru. Jadi biaya pemasaran akam mengecil jika brand Loyalty
meningkat.
b. Trade leverage (meningkatkan perdagangan); loyalitas yang kuat terhadap
suatu merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat
keyakinan perantara pemasaran.
c. Atracting new costumers (menarik minat pelanggan baru). Dengan banyaknya
pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka pada merek tersebut akan
menimbulkan perasaan yakin bagi para calon pelanggan untuk mengkonsumsi
23
Universitas Sumatera Utara
merek tersebut, terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung
resiko tinggi.
d. Provide time to respond competitive threaths (memberi waktu untuk
menanggapi ancaman pesaing). Brand Loyalty akan memberikan waktu pada
sebuah perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Pelanggan yang loyal
akan memberikan waktu pada perusahaan tersebut memperbarui produknya
dengan cara menyesuaikan atau menetralisirnya.
5. Aset-aset merek yang lain seperti trade mark, Patern dan relationship
dengan komponen saluran distribusi (Brand Identity).
Ekuitas merek menciptakan nilai yang sama baiknya bagi perusahaan
maupun konsumen. seperti halnya manfaat yang telah diberikan ekuitas merek
akan menguatkan proses informasi, rasa percaya diri dan pencapaian kepuasan
dari pelanggan (Bagi Pelanggan). Sedangkan untuk perusahaan akan menguatkan
efisiensi dan efektivitas program, loyalitas merek, harga atau laba, perluasan
merek, peningkatan perdagangan, dan keunggulan kompetitif.
Sebagai aset perusahaan yang umurnya panjang, merek perlu dikelola
dengan seksama agar nilai merek tidak menurun. Perusahaan harus memberikan
perhatian khusus dalam pengelolaan merek, karena respon pelanggan akan sangat
dipengaruhi oleh bagaimana tindakan pemasar mengkomunikasikan merek.
Menurut kotler dan keller (2009: 277) ekuitas merek diperkuat oleh
tindakan pemasaran yang secara konsisten menyampaikan arti suatu merek dalam
hal:
24
Universitas Sumatera Utara
1. Produk apa yang direpresentasikan oleh merek, apa manfaat inti yang
diberikan, dan kebutuhan apa yang dipenuhi.
2. Bagaimana merek membuat produk menjadi unggul, dimana asosiasi merek
yang kuat, disukai dan unuk harus berada dalam pikiran konsumen.
Memperkuat ekuitas merek membutuhkan inovasi dan relevansi diseluruh
program pemasaran. Merek harus bergerak maju yaitu bergerak maju ke arah yang
benar, dengan penawaran baru yang menarik dan cara-cara untuk memasarkannya.
Suatu bagian penting dalam penguatan merek adalah menyediakan dukungan
pemasaran yang konsisten dalam jumlah dan jenisnya.
Menurut Raphel, Raphel dan Raye (2007:17) ada empat karakteristik
merek yang sukses:
1. Membangun citra: membuat bisnis sebagai bagian dari masyarakat
2. Segmentasi pasar: menekankan layanan atau barang dimana perusahaan
unggul.
3. Barang yang inovatif: bekerjasama dengan para pabrikan untuk pajang dalam
toko (in-store display), kondes, dan lain-lain.
4. Iklan yang kreatif: mengenalkan logo perusahaan atau merek untuk
pengenalan secara instan.
Menurut kotler dan keller (2009: 257) inti merek yang berhasil adalah produk
atau jasa yang hebat, didukung oleh perencanaan yang seksama, sejumlah besar
komitmen jangka panjang, dan pemasaran yang dirancang dan dijalankan secara
kreatif. Merek yang kuat menghasilkan loyalitaskonsumen yang tinggi.
25
Universitas Sumatera Utara
Sebuah brand harus bisa beradaptasi dengan perubahan agar bisa selalu
dicintai oleh pelanggan. Brand yang dulunya merupakan top of mind dalam
masyarakat bisa mengalami kemunduran jika tidak bisa beradaptasi dengan
perubahan, seperti perubahan selera konsumen. Jika sebuah brand sudah mulai
jatuh, maka perusahaan harus mempertanyakan pada sistem apa yang terjadi
ketidak seimbangan sehingga brand menurun.
Sebuah brand yang menjadi top of mind adalah sebuah brand yang mampu
memberikan kenyamanan pada pelanggan. Brand tidak hanya memberikan
memberikan apa yang diinginkan pelanggan, tetapi brand menyediakan apa yang
dibutuhkan elanggan. Jika brand bisa mengerti akan pelanggan, maka pelanggan
akan menjadi loyal.
2.1.4 Top brand indonesia
Top brand adalah merek yang selalu diingat konsumen ketika membeli
suatu jenis produk, yang mampu menguasai pasar pada pada bidang atau
kategorinya, yaitu brand yang mampu menarik konsumen untuk melakukan
pembelian ulang.
Top brand indonesia adalah merek yang dirumuskan oleh Frontier
Consulting Group berdasarkan mind share, market share, dan commitment share.
Mind share mengidikasikan kekuatan merek di dalam benak konsumen kategori
produk tersebut. market share menunjukkan kekuatan merek di dalam pasar
tertentu mengenai perilaku pembelian aktual dari konsumen. Commitment share
menjelaskan kekuatan merek dalam mendorong konsumen untuk membeli merek
terkait dimasa yang akan datang. Dalam penilaian top brand indonesia, digunakan
26
Universitas Sumatera Utara
dua kriteria, yaitu merek-merek yang meperoleh indeks minimum top brand dan
dan merek-merek yang berada dalam tiga besar pada masing-masing kategori
(suyanto, 2007: 1).
2.1.5 Perilaku Konsumen
Tujuan utama sebuah perusahaan adalah untuk mendapatkan profit. Untuk
mencapai tujuan tersebut perusahaan harus mengenali siapa yang akan
memberikan profit tersebut, yaitu konsumen. Perusahaan harus memberikan apa
yang diinginkan konsumen, perusahaan harus mengerti akan konsumen, dan
perusahaan harus mengetahui seluk beluk konsumen. Memenangkan hati
konsumen adalah sebuah jalan untuk menuju profit. Untuk memenangkan hati
konsumen, perusahaan harus memiliki sebuah keunggulan dari pesaing, karena
para pesaing juga membidik konsumen yang sama. Untuk itu, perusahaan perlu
mempelajari tentang perilaku komsumen yang dituju.
Menurut
Setiadi
(2013:
2)
untuk
memahami
konsumen
dan
mengembangkan strategi pemasaran yang tepat, perusahaan harus memahami
memahami apa yang konsumen pikirkan (kognisi) dan yang mereka rasakan
(pengaruh), apa yang konsumen lakukan (perilaku), dan apa serta dimana
(kejadian disekitar) yang memengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang
dipikirkan, dirasa, dan dilakukan konsumen.
AMA (American Marketing Association) dalam Supranto dan Limakrisna
(2007: 3) mendefinisikan perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara
kognisi, afeksi, perilaku, dan dan lingkungannya dimana manusia melakukan
kegiatan pertukaran dalam hidup mereka.
27
Universitas Sumatera Utara
Definisi tersebut mememuat tiga hal penting:
1. Perilaku konsumen bersifat dinamis, sehingga susah ditebak/diramalkan
2. Melibatkan
interaksi:
kognisi,
afeksi,
perilaku
dan
kejadian
disekitar/lingkungan konsumen
3. Melibatkan pertukaran, seperti menukarkan barang milik penjual dengan uang
milik pembeli.
Menurut Kotler dan Keller (2009: 199) perilaku konsumen adalah studi
tentang bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli,
menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.
Sedangkan menurut Setiadi (2013: 2) perilaku konsumen adalah tindakan
yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi dan menghabiskan
produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli
tindakan ini. Dan menurut Nitisusastro (2013: 22) perilaku konsumen adalah
dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya, konsumen merefleksikan dan
melaksanakan sejumlah sikap dan perilaku sebelum membuat keputusan
pembelian.
Dari pengertian diatas perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas
seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan,
serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat
keputusan pembelian. Dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen mengacu
pada tindakan-tindakan yang dilakukan individu yang berhubungan dengan proses
28
Universitas Sumatera Utara
pengambilan keputusan dalam usaha memperoleh serta menggunakan barang atau
jasa serta evaluasi konsumen setelah penggunaan produk dengan harapan dapat
memuaskan mereka.
2.1.6 Jenis-jenis Konsumen
Nitisusastro (2013: 22) mengelompokkan konsumen menjadi dua kategori,
yaitu kategori pertama adalah konsumen individu atau perseorangan atau
perorangan, kategori kedua adalah konsumen institusi atau organisasi atau
kelompok.
1. Konsumen individu atau perseorangan atau perorangan adalah konsumen
yang melakukan kegiatan pembelian dengan tujuan konsumsi individu.
Contohnya, seorang mahasiswa membeli buku di toko buku.
2. Konsumen institusi atau organisasi atau kelompok adalah konsumen yang
melakukan kegiatan pembelian dengan tujuan konsumsi atau keperluan
kelompok. Contohnya, seorang kepala sekolah yang membeli pakaian
seragam untuk para muridnya.
2.1.7 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Kegiatan dalam proses pembelian yang spesifik terdiri dari pengenalan
masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan
perilaku pasca-pembelian. Secara rinci tahap-tahap tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut (Setiadi, 2013: 14).
29
Universitas Sumatera Utara
1. Pengenalan Masalah
Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan
yaitu adanya perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang
diinginkannya. Kebutuhan ini dimulai dari kebutuhan normal hingga suatu
tingkat tertentu dan berubah menjadi dorongan. Kebutuhan dapat muncul
disebabkan oleh adanya rangsangan internal dan eksternal.
2. Pencarian Informasi
Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk
mencari informasi lebih banyak. Salah satu kunci bagi pemasar adalah
sumber-sumber informasi utama yang dipertimbangkan oleh konsumen dan
pengaruh relatif dari masing-masing sumber terhadap keputusan membeli.
Sumber informasi konsumen dapat berasal dari sumber pribadi (keluarga,
teman, tetangga), komersial (iklan, kemasan, pameran), umum (media massa,
organisasi konsumen), dan berasal dari sumber pengalaman (pernah
menangani, menguji, dan menggunakan produk). Secara umum, konsumen
menerima informasi terbanyak dari sumber komersial yaitu sumber yang
didominasi oleh para pemasar. Pada sisi lain, informasi yang paling efektif
adalah justru berasal dari sumber pribadi dimana sumber ini melaksanakan
fungsi legitimasi dan evaluasi. Perusahaan harus menyusun strategi agar
mereknya masuk ke perangkat pengenalan, perangkat pertimbangan, dan
perangkat pilihan dari calon pembeli. Lebih jauh lagi, perusahaan harus
mengidentifikasi merek lain yang ada di perangkat pilihan konsumen
30
Universitas Sumatera Utara
sehingga perusahaan dapat merencanakan daya tarik produknya akan
bersaing.
3. Evaluasi Alternatif
Kebanyakan model dari proses evaluasi konsumen sekarang bersifat kognitif,
yaitu mereka memandang konsumen sebagai pembentuk penilaian terhadap
produk terutama berdasarkan pada pertimbangan yang sadar dan rasional.
4. Keputusan Membeli
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi mempengaruhi tujuan membeli dan
keputusan membeli. Faktor yang pertama adalah sikap orang lain, sejauh
mana sikap orang lain akan mempengaruhi alternatif pilihan seorang akan
tergantung pada dua hal yaitu intensitas sikap negatif orang lain tersebut
terhadap alternatif pilihan konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti
keinginan orang lain. Semakin tinggi intensitas sikap negatif orang lain akan
semakin dekat hubungan orang tersebut dengan konsumen, maka semakin
besar kemungkinan konsumen akan menyesuaikan tujuan membelinya.
Tujuan pembelian lain juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor keadaan yang
tidak terduga. Konsumen membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor
pendapatan keluarga yang diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan.
5. Perilaku Sesudah Pembelian
Sesudah pembelian, konsumen akan mengalami beberapa tingkatan kepuasan
atau ketidakpuasan. Konsumen tersebut juga akan terlibat dalam tindakan
sesudah pembelian dan penggunaan produk yang akan menarik minat
31
Universitas Sumatera Utara
pemasar. Pekerja pemasar tidak akan berakhir pada saat suatu produk dibeli,
tetapi akan terus berlangsung hingga periode sesudah pembelian.
6. Kepuasan Sesudah Pembelian
Beberapa pembeli tidak akan menginginkan produk cacat, yang lainnya akan
bersifat netral dan beberapa bahkan mungkin melihat cacat itu sebagai
sesuatu yang meningkatkan nilai dari produk. Kepuasan pembeli merupakan
fungsi dari dekatnya antara harapan dari pembeli tentang produk dan
kemampuan dari produk tersebut.
7. Tindakan Sesudah Pembelian
Jika konsumen mereka puas, maka ia akan memperlihatkan kemungkinan
yang lebih tinggi untuk membeli produk itu lagi. Konsumen yang tidak puas
tersebut akan mengurangi ketidakpuasannya dengan meninggalkan atau
mengembalikan produk tersebut, atau mereka mungkin berusaha mengurangi
dengan mencari informasi yang mungkin mengkonfirmasikan produk tersebut
sebagai bernilai tinggi (atau menghindari informasi yang mengkonfirmasikan
produk tersebut sebagai bernilai rendah).
8. Penggunaan dan pembuangan setelah pembelian
Pemasar juga harus mengontrol bagaimana pembeli menggunakan dan
membuang suatu produk. Jika konsumen menemukan pemakaian penggunaan
baru, harusnya itu menarik minat pemasar karena penggunaan baru tersebut
dapat diiklankan. Bila konsumen menyimpan produk di lemari mereka,
berarti konsumen kurang puas. Apabila konsumen membuangnya, terutama
jika merusak lingkungan seperti kasus kaleng bekas. Maka pemasar harus
32
Universitas Sumatera Utara
mempelajari pemakaian dan pembuangan produk untuk mendapatkan isyaratisyarat dari masalah-masalah dan peluang-peluang yang mungkin ada.
2.1.8 Teknik pendekatan untuk mempengaruhi keputusan konsumen
Menurut Setiadi (2013: 19) ada 4 teknik pendekatan untuk mempengaruhi
keputusan konsumen
1) Teknik pendekatan stimulus respons
Teknik ini merupakan teknik penyampaian ide-ide atau pengetahuan tentang
suatu produk dan merek kepada konsumen agar konsumen tertarik atau
termotivasi untuk mengambil keputusan pembelian produk.
2) Teknik pendekatan humanistik
Teknik ini merupakan teknik pendekatan yang manusiawi. Dalam teknik ini
kepustusan pembelian diserahkan sepenuhnya kepada konsumen, toko atau
pramuniaga hanya bersifat sebagai penyedia.
3) Teknik pendekatan kombinasi antara teknik stimulus respons dan humanistik
Pemilik toko atau pramuniaga dalam menghadapi konsumen lebih bersifat
mengondisikan perilaku yang memungkinkan konsumen termotivasi untuk
membeli, namun keputusan pemelian diserahkan sepenuhnya kepada
pelanggan.
4) Teknik pendekatan dengan komunikasi yang persuasif
Teknik ini merupakan teknik pendekatan dengan menggunakan komunikasi
persuasif melalui rumus AIDDAS.
a. Attention (perhatian)
b. Interest (minat)
33
Universitas Sumatera Utara
c. Desire (hasrat)
d. Decision (keputusan)
e. Action (tindakan)
f. Satisfaction (kepuasan)
Sebelum menggunakan rumus AIDDAS, pemilik toko dan pramuniaga
dapat pula menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Berilah perhatian kepada konsumen dengan pendekatan komunikasi yang
efektif dan menarik.
b. Pelajarilah terlebih dahulu kebutuhan, keinginan, perasaan, sifat, dan ciri khas
kepribadian konsumen.
c. Dengarkan pendapat konsumen, dan kemudian berilah keyakinan mengenai
manfaat produk yang telah menjadi perhatiannya.
d. Manfaatkan
prinsip
rumus
AIDDAS
dengan
ekspresi
muka
yang
meyakinkan.
Begitu banyak faktor yang mempengaruhi pelanggan, dengan keterbukaan
konsumen saat ini sangat rentan akan terjadinya perubahan perilaku konsumen.
Menurut Yuswohady (2012: 20) kecepatan pemasar dalam mengendus dan
merespon perubahan konsumen akan menentukan sukses atau gagalnya produk di
pasar. Olehkarena itu perusahaan memang harus pintar-pintar merubah ancaman
menjadi peluang, mengelola peluang menjadi profit, dan memaksimal kan
kekuatan untuk hasil yang optimal. Fisk (2006) membagi customer dalam 10
dimensi:
34
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Bagan Dimensi Customer
1. Cutomer vision
Seorang marketer genius harus mempunyai visi tentang pelanggannya.
Sebuah visi pastilah harus mempunyai tujuan, dan bersamaan dengan itu
marketer juga membangun dan menyesuaikan merek. Visi perusahaan dan
merek harus mengalir sejalan dengan kondisi pelanggan.
2. Customer strategy
Marketer genius harus masuk ke dalam tahap stategi, marketer akan
menyususn dan memahami bagaimana segmentasi pelanggannya, dan
bagaimana mengelola tiap-tiap segmen tersebut untuk mendapatkan profit
3. Cutomer insight
Seorang marketer genius harus mempunyai pengetahuan dan insting yang
tajam mengenai pelanggannya. Marketer harus memperkaya insight yang
lebih dalam soal pelanggan.
4. Customer propositions
Marketer genius memahami bagaimana perusahaan bisa mengajukan
penawaran kepada pelanggan dengan cara yang tepat dan waktu yang tepat.
5. Customer solutions
Marketer genius harus bisa memberikan solusi pada pelanggannya.
35
Universitas Sumatera Utara
6. Customer connections
Marketer genius harus bisa menciptakan dan memanfaatkan koneksi yang ada
supaya tercipta kolaborasi dengan pelanggan untuk menemukan solusi yang
inovatif.
7. Customer experiences
Marketer dituntut mampu menciptakan pengalaman yang baik sekaligus unik
bagi pelanggan. Pengalaman harus berkesan agar pelanggan bisa melangkah
ke tahap selanjutnya seperti pelanggan akan membicarakan produk kepada
orang lain, melakukan repeat buying, dan yang paling bagus jika pelanggan
menjadi loyal.
8. Customer service
Marketer harus menguasai bagaimana menyampaikan pelayanan yang benar
kepada pelanggan, serta bagaimana pelayanan tersebut bisa di-customised
sesuai kebutuhan dan keinginan setiap pelanggan.
9. Customer relationships
Bagaimna marketer genius menciptakan, menjaga, dan mengelola hubungan
(relationship) dengan pelanggannya.
10. Customer performance
Marketer genius bersama perusahaannya harus bisa mewujudkan performa
yang baik dengan terus meningkatkan hal-hal yang bisa memberikan value
pada pelanggan. Marketer genius bekerja merubah kepuasan menjadi loyalitas
dan merubahnya menjadi revenue dan profit.
36
Universitas Sumatera Utara
Konsumen berbeda dengan pelanggan, Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan
diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Menurut Griffin (2003: 31) pelanggan adalah seseorang yang
menjadi terbiasa untuk membeli dari suatu perusahaan. Kebiasaan itu terbentuk
melalui pembelian dan interaksi yang sering selama periode waktu tertentu.
2.1.9 Loyalitas Pelanggan
Secara bahasa loyal berarti setia, sehingga loyalitas diartikan sebagai
kesetiaan yang timbul tanpa adanya paksaan, tetapi timbul dari kesadaran sendiri.
Loyalitas terhadap produk/jasa perusahaan (merek) didefenisikan sebagai sikap
menyenangi (favorable) terhadap sesuatu merek, yang direpresentasikan dalam
pembelian yang konsisten terhadap merek itu sepanpanjang waktu.
Menurut Tjiptono (2007: 387) Loyalitas adalah komitmen yang dipegang
teguh untuk membeli ulang atau berlangganan sebuah produk, ataupun jasa yang
sangat disukai, dipercaya, dan memiliki citra baik dengan konsisten di masa yang
akan datang meskipun pengaruh situasi dan upaya pemasaran berpeluang untuk
membuat perilaku berganti merek lain.
Setiadi (2013: 129) mengelompokkan lyalitas ke dalam dua kelompok,
yaitu loyalitas merek (brand Loyalty) dan loyalotas toko (store Loyalty). Loyalitas
merek adalah sikap menyenangi terhadap suatu merek yang direpresentsikan
dalam pembelian yang konsisten terhadap merek itu sepanjang waktu. Loyalitas
toko adalah adalah sikap pelanggan yang senang bertransaksi di suatu toko karena
pelayanan yang sangat memuaskan.
37
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pelanggan
adalah bagian terpenting dari perkembangan suatu perusahaan. Tanpa adanya
pelanggan, perkembangan dari perusahaan tersebut menjadi susah dan tidak dapat
menjalankan kegiatan perusahaan karena pelanggan adalah seseorang yang secara
terus menerus datang kesuatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginan atau
kebutuhannya dengan memiliki produk dari perusahaan tersebut.
Loyalitas konsumen juga dapat disimpulkan sebagai kesetiaan konsumen
yang dipresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap produk atau jasa
sepanjang waktu dan ada sikap yang baik untuk merekomendasikan orang lain
untuk membeli produk. Indikasi loyalitas yang sesunggunhnya diperlukan suatu
pengukuran terhadap sikap yang dikombinasikan dengan pengukuran terhadap
perilaku.
2.1.10 Tahap – Tahap Loyalitas Pelanggan
Menurut Griffin (2003: 35) menyatakan bahwa untuk menjadi pelanggan
yang loyal, pelanggan harus melewati berbagai tahap dalam jangka waktu
tertentu. Setiap tahap memiliki kebutuhan khusus yang perlu diperhatikan agar
dapat bertumbuh ke tahap berikutnya.
Tahap – tahap tersebut antara lain:
1. Suspect
Orang orang yang berkemungkinan untuk menggunakan produk yang
ditawarkan. Perusahaan percaya bahwa mereka akan memberi namun belum
cukup yakin sehingga orang-orang ini ditetapkan sebagai suspect (tersangka).
38
Universitas Sumatera Utara
2. Prospek
Orang yang membutuhkan produk yang ditawarkan dan memiliki daya beli.
Biasanya, di tahap ini pelanggan mendengarkan rekomendasi dari orang lain.
3. Prospek diskualifikasi
Prospek yang telah dipelajari oleh organisasi dan ditemukan bahwa
pelanggan tersebut tidak membutuhkan atau tidak memiliki daya beli.
4. Pelanggan pertama kali
Orang-orang yang telah membeli produk yang ditawarkan satu kali, dan
kemungkinan merupakan pelanggan dari pesaing
5. Pelanggan berulang
Orang-orang yang telah membeli produk lebih dari dua kali.
6. Klien
Pelanggan yang membeli apa saja yang ditawarkan oleh perusahaan tertetu.
Hubungan pelanggan dan perusahaan sangat kuat. Pelanggan kebal terhadap
usaha pesaing untuk menarik mereka
7. Penganjur
Klien yang membeli apa saja yang ditawarkan oleh perusahaan tertentu secara
teratur dan mendorong (merekomendasikan) orang lain untuk membeli
produk dari perusahaan tersebut.
39
Universitas Sumatera Utara
Loyality Tools
Suspects
First time
Prospects
Disqualifie
d prospects
Repeat
Client
In Active Client Or Customer
Gambar 2.3
Tahapan loyalitas yang diungkapkan Griffin
dengan istilah Generator System
Loyalitas pelanggan memiliki peran penting dalam sebuah perusahaan,
mempertahankan
mereka
berarti
meningkatkan
kinerja
keuangan
dan
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini menjadi alasan utama
bagi sebuah perusahaan untuk menarik dan mempertahankan mereka. Dua hal
yang menjadi pertimbangan utama perusahaan dalam mempertahankan loyalitas
pelanggan adalah, pertama karena semakin mahalnya biaya perolehan pelanggan
baru dalam iklim kompetisi yang sedemikian ketat, kedua adalah adanya
40
Universitas Sumatera Utara
kenyataan bahwa tingkat profitabiliti perusahaan berbanding lurus dengan
pertumbuhan hubungan antara perusahaan dan pelanggan secara permanen.
2.1.11 Jenis-Jenis Loyalitas
Menurut (Griffin; 2003: 22-23), menyatakan bahwa jenis loyalitas dapat
dibagi menjadi :
Tabel. 2.1
Empat Jenis Loyalitas Pelanggan Pembelian Ulang
1.
Tinggi
Rendah
Tinggi
Loyalitas Premium
Loyalitas Tersembunyi
Rendah
Loyalitas Lemah
Tanpa Loyalitas
Tanpa Loyalitas (No Loyalty)
Berdasarkan alasan tertentu, pelanggan mungkin tidak mengembangkan
loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. Perusahaan harus menghindari
membidik para pembeli jenis ini karena mereka tidak akan pernah menjadi
pelanggan yang loyal, mereka hanya memberikan sedikit kontribusi terhadap
keuangan perusahaan.
2.
Loyalitas yang Lemah (Spurious Loyalty)
Pelanggan yang memiliki loyalitas yang lemah terhadap perusahaan maka
mereka akan membeli karena kebiasaan. Ketertarikan yang rendah
dikombinasikan dengan pembelian berulang yang tinggi akan menghasilkan
loyalitas yang lemah. Pembeli jenis ini merasakan tingkat kepuasan tertentu
dengan perusahaan atau minimal tiada kepuasan yang nyata. Loyalitas jenis
41
Universitas Sumatera Utara
ini paling umum terjadi pada produk yang sering dibeli atau toko yang sering
dikunjungi.
3. Loyalitas Tersembunyi (Latent Loyalty)
Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabungkan dengan tingkat pembelian
berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi. Bila pelanggan
memiliki loyalitas yang tersembunyi maka yang menentukan pembelian
berulang adalah pengaruh situasi dan bukan sikap. Dengan memahami faktor
situasi yang berkontribusi pada loyalitas tersembunyi, maka perusahaan dapat
menggunakan strategi untuk mengatasinya.
4.
Loyalitas Premium (Premium Loyalty)
Loyalitas premium adalah loyalitas yang paling dapat ditingkatkan. Loyalitas
jenis ini terjadi bila ada tingkat ketertarikan yang tinggi dan tingkat
pembelian berulang yang juga tinggi. Ini merupakan loyalitas yang lebih
disukai untuk semua pelanggan di setiap perusahaan. Pada tingkat preferensi
yang paling tinggi tersebut membuat orang bangga karena menemukan dan
mengggunakan produk tertentu dan senang berbagi pengetahuan mereka
dengan rekan dan keluarga.
Banyak perusahaan yang mengandalkan kepuasan konsumen sebagai
landasan keberhasilan perusahaan, tapi perusahaan juga harus tau bahwa pesaing
juga menjanjikan kepuasan pada konsumen. Maka tidak heran pelanggan yang
merasa puas dengan perusahaan akan pindah ke perusahaan pesaing karena
pesaing memberikan kepuasan yang lebih. Kepuasan pelanggan berbeda dengan
42
Universitas Sumatera Utara
loyalitas pelanggan, pelanggan yang puas belum tentu loyal, tetapi pelanggan
yang loyal sudah pasti puas terhadap kinerja perusahaan.
Menurut Griffin (2003: 31), ciriciri pelanggan yang loyal, diantaranya :
1. Melakukan pembelian berulang secara teratur
2. Membeli produk yang lain dari perusahaan tersebut
3. Merekomendasikan kepada orang lain
4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan pesaing
Dengan adanya tahap-tahap loyalitas pelanggan serta ciri-ciri yang telah
dijelaskan, maka pelanggan yang loyal pun dapat dilihat dari segi perilaku mereka
sendiri sebagai pelanggan.
2.1.12 Karakteristik Loyalitas Pelanggan
Terdapat beberapa karakteristik umum yang dapat diidentifikasikan
apakah seseorang konsumen mendekati loyalitas atau tidak, Assael (1997) yang
dikutip oleh Setiadi (2013: 130) mengemukakan empat hal yang menunjukan
kecenderungan konsumen yang loyal:
1. Konsumen yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri terhadap
pilihannya.
2. Konsumen yang loyal lebih memungkinkan merasakan tingkat resiko yang
lebih tinggi dalam pembeliannya.
3. Konsumen yang loyal terhadap merek juga lebih mungkin loyal terhadap
toko.
Kelompok konsumen yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap merek.
43
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kotler (dalam Situmorang; 2012: 214), loyalitas konsumen
berdasarkan pola pembeliannya dapat dibagi menjadi empat golongan:
1. Golongan Fanatik: adalah konsumen yang selalu membeli satu merek
sepanjang waktu, sehingga pola pembeliannya adalah X,X,X,X,X, yaitu setia
pada merek X tanpa syarat
2. Golongan Agak Setia: adalah konsumen yang setia pada dua atau tiga merek.
Dimana kesetiaan yang terpecah antara dua pola (X dan Y) dapat dituliskan
dalam pola membeli X, X, Y, Y, X, Y
3. GOLONGAN Berpindah Kesetiaan: adalah golongan konsumen yang
bergeser dari suatu merek ke merek lain, maka bila konsumen pada awalnya
setia pada merek X tetapi kemudian pada saat berikutnya berpindah ke merek
Y. Pola pembeliannya dapat dituliskan X, X, X, Y, Y
4. Golongan Selalu Berpindah-pindah: adalah kelompok konsumen yang sama
sekali tidak setia pada merek apapun, maka pola pembeliannya dapat
dituliskan X, Y, Z, S, Z.
2.1.13 Faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas konsumen
Dalam membangun dan meningkatkan loyalitas pelanggan, perusahaan
harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Robinette
(2001:13) faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas pelanggan adalah perhatian
(caring), kepercayaan (trust), perlindungan (length of patronage), dan kepuasan
akumulatif (overall satisfaction).
Faktor pertama, yaitu perhatian (caring), perusahaan harus dapat melihat
dan mengatasi segala kebutuhan, harapan, maupun permasalahan yang dihadapi
44
Universitas Sumatera Utara
oleh pelanggan. Dengan perhatian itu, pelanggan akan menjadi puas terhadap
perusahaan dan melakukan transaksi ulang dengan perusahaan, dan pada akhirnya
mereka akan menjadi pelanggan perusahaan yang loyal. Semakin perusahaan
menunjukkan perhatiannya, maka akan semakin besar loyalitas pelanggan itu
muncul.
Faktor kedua, yaitu kepercayaan (trust), kepercayaan timbul dari suatu
proses yang lama sampai kedua belah pihak sating mempercayai. Apabila
kepercayaan sudah terjalin di antara pelanggan dan perusahaan, maka usaha untuk
membinanya akan lebih mudah, hubungan perusahaan dan pelanggan tercermin
dari tingkat kepercayaan (trust) para pelanggan. Apabila tingkat kepercayaan
pelanggan tinggi, maka hubungan perusahaan dengan pelanggan akan menjadi
kuat. Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan dalam membina hubungan
dengan pelanggan, yaitu segala jenis produk yang dihasilkan perusahaan harus
memiliki kualitas atau kesempurnaan seperti yang seharusnya atau sebagaimana
dijanjikan, sehingga pelanggan tidak merasa tertipu, yang mana hal ini dapat
mengakibatkan pelanggan berpindah ke produk pesaing.
Faktor ketiga, yaitu perlindungan (length of patronage), perusahaan harus
dapat memberikan perlindungan kepada pelanggannya, baik berupa kualitas
produk, pelayanan, komplain ataupun layanan purnajual. Dengan demikian,
pelanggan
tidak
berhubungan
khawatir
dengan
perusahaan
perusahaan,
dalam
karena
melakukan
pelangga
transaksi
merasa
dan
perusahaan
memberikan perlindungan yang mereka butuhkan.
45
Universitas Sumatera Utara
Dan faktor keempat, yaitu kepuasan akumulatif (overall satisfaction),
kepuasan akumulatif adalah keseluruhan penilaian berdasarkan total pembelian
dan konsumsi atas barang dan jasa pada suatu periode tertentu. Kepuasan
akumulatif ditentukan oleh berbagai komponen seperti kepuasan terhadap sikap
agen (service provider) dan kepuasan terhadap perusahaan itu sendiri. Oleh karena
itu, perusahaan harus dapat memberikan rasa puas kepada pelanggan dalam
melakukan segala transaksi dengan perusahaan, sehingga dalam hal ini
perusahaan harus memperhatikan dan meningkatkan fungsi dan kegunaan dari
segala fasilitas dan sumber daya yang dimiliki agar pelanggan dapat
memanfaatkannya kapan saja dan dimana saja.
Menurut Griffin (2003: 20-24) Faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas
konsumen adalah sebagai berikut :
1. Keterikatan (attachment)
Keterikatan yang dirasakan pelanggan terhadap produk atau jasa dibentuk oleh
dua dimensi: tingkat referensi (seberapa besar keyakinan pelanggan terhadap
produk atau jasa tertentu) dan tingkat diferensiasi produk yang dipersepsikan
(seberapa signifikan pelanggan membedakan produk atau jasa tertentu dari
alternative-alternatif lain). Keterikatan (attachment) adalah paling tinggi bila
pelanggan mempunyai preferensi yang kuat akan produk atau jasa
tertentu dan dapat secara jelas membedakannya dari produk – produk pesaing.
2. Pembelian Berulang
Empat jenis loyalitas yang berbeda muncul bila keterkaitan rendah dan tinggi
diklasifikasi-silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi.
46
Universitas Sumatera Utara
a. Tanpa Loyalitas
Untuk berbagai alasan, beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas
terhadap produk atau jasa tertentu. Tantangannya adalah menghindari membidik
sebanyak mungkin orang orang seperti itu dan lebih memilih pelanggan yang
loyalitasnya dapat dikembangkan.
b. Loyalitas yang lemah
Keterkaitan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi
menghasilkan loyalitas yang lemah (inertia Loyalty). Pelanggan ini membeli
karena kebiasaan. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk atau jasa
yang sering dibeli.
c. Loyalitas Tersembunyi
Tingkat preferensi yang relative tinggi digabung dengan tingkat pembelian
berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent Loyalty). Bila
pelanggan memiliki loyalitas tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh
sikap yang menentukan pembelian berulang.
d. Loyalitas Premium
Jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi bila ada tingkat keterkaitan
yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang juga tinggi. Ini merupakan jenis
loyalitas yang paling disukai untuk semua pelanggan disetiap perusahaan.
47
Universitas Sumatera Utara
2.1.14 Loyalitas dan Siklus Pembelian
Gambar 2. 4 Siklus Pembelian
Setiap pelanggan yang membeli produk perusahaan tersebut akan melalui
siklus pembelian. Pembelian produk pertama kali akan bergerak dibeberapa
langkah (Griffin, 2003: 18-20), antara lain:
1. Langkah Pertama
Kesadaran: Langkah yang pertama menuju loyalitas yang dimiliki pelanggan yaitu
dengan kesadaran akan produk yang ditawarkan. Dari langkah ini, terbentuk
sebuah citra yang dibutuhkan untuk memposisikan kedalam pikiran calon
pelanggan bahwa produk tersebut lebih unggul dari pesaing.
2. Langkah Kedua
Pembelian awal: Pembelian produk pertama kali merupakan langkah yang sangat
penting dalam memelihara loyalitas. Pembelian pertama berarti pembelian yang
percobaan. Perusahaan harus dapat menanamkan kesan positif atau negatif kepada
pelanggan yang membeli produk tersebut.
48
Universitas Sumatera Utara
3. Langkah Ketiga
Evaluasi pasca-pembelian: Setelah pembelian produk pertama yang dilakukan
oleh pelanggan, secara sadar atau tidak sadar, pelanggan akan mengevaluasi
transaksi pada saat membeli produk tersebut. Usahakan tidak terlalu membuat
pelanggan kecewa, atau tidak terlalu mengecewakan pelanggan, sehingga
pelanggan tidak beralih ke pesaing.
4. Langkah Keempat
Keputusan untuk membeli kembali: Proses membeli kembali merupakan sikap
yang paling penting bagi loyalitas bahkan lebih penting dari sebuah kepuasan.
Dalam kasus peneliti, Volumers menjadi tertarik untuk datang lagi ketika ada
event selanjutnya. Motivasi untuk membeli produk itu kembali lebih kepada
bagaimana menanamkan sikap yang positif agar pelanggan tidak mencari
alternative yang lebih potensial
5. Langkah Kelima
Pembelian kembali: Langkah akhir dalam siklus pembelian produk yaitu
pembelian kembali yang sebenarnya. Maksudnya, pelanggan tersebut membeli
produk berkali-kali, sampai lima kali bahkan lebih. Pelanggan tersebut akan
termasuk loyal apabila terus membeli produk tersebut dan tetap diperusahaan
yang sama. Pelanggan yang loyal juga tetap menggunakan produk tersebut walau
ada pesaing yang mungkin menawarkan alternatif lebih kepada si pelanggan.
49
Universitas Sumatera Utara
2.1.15 Perkembangan Pemikiran Loyalitas
Kartajaya (2007: 24) membagi perkembangan pemikiran loyalitas menjadi
lima era, yaitu era kepuasan pelanggan, era retensi pelanggan, era migrasi
pelanggan, era antusiasme pelanggan, dan era spiritualitas pelanggan.
1. Era pertama : Kepuasan Pelanggan
Yaitu jika perusahaan bisa memberikan servis yang melebihi ekspektasi
pelanggan, maka pelanggan pasti akan puas. Dan pelanggan yang puas pasti
akan mempunyai tingkat loyalitas yang tinggi terhadap produk dibandingkan
pelanggan yang tidak puas.
2. Era kedua : Retensi Pelanggan
Dalam era ini perusahaan lebih berfokus pada upaya mempertahankan jumlah
pelanggan yang telah ada dengan meminimalkan jumlah pelanggan yang
hilang. Loyalitas bukan lah masalah kepuasan, melainkan lebih pada
kemampuan untuk mempertahankan pelanggan yang ada dan pembelian yang
berulang bukanlah ukuran yang sahih untuk menilai kepuasan seseorang.
3. Era ketiga : Migrasi Pelanggan
Mempertahankan pelanggan yang sudah ada jauh lebih menguntungkan
daripada membiarkannya hilang, kemudian mencari pelanggan baru sebagai
gantinya. Sangat penting bagi perusahaan untuk mengetahui indikasi
kepindahan seorang pelanggan sehingga perusahaan bisa menyiapkan
perlakuan khusus untuk mencegah migrasi.
50
Universitas Sumatera Utara
4. Era keempat : Antusiasme Pelanggan
Perpindahan pelanggan memang harus terjadi karena satu hal, meskipun
pelanggan mengaku puas dan loyal terhadap produk. Inti loyalitas pelanggan
bersifat emosional dan bukan fungsional, yakni seberapa dalam pelanggan
merasakan koneksi dengan produk. Sepanjang koneksi itu masih ada di hati,
meskipun produk itu sudah tidak dipakai, maka sepanjang itu juga dia
termasuk pelanggan yang loyal.
5. Era kelima : Spiritualitas Pelanggan
Pada era ini dijelaskan loyalitas tidak hanya berada dalam pikiran –
mengingat dan menggunakan produk, dalam hati, mereferensikan dan
merekomendasikan pemakaian pada orang lain – tetapi juga telah menjadi
bagian dari diri pelanggan seutuhnya (spirit).
2.1.16 Mempertahankan Pelanggan
Mempertahankan pelanggan yang sudah ada lebih baik daripada
mebiarkan pelanggan hilang dan mencari pelanggan baru sebagai gantinya. Jika
perusahaan membiarkan pelanggan tersebut hilang, maka terdapat dua kerugian
bagi perusahaan, yaitu kerugian secara moral dan finansial.
Kerugian secara moral adalah konsumen yang hilang tersebut akan
memberitakan sisi negativ dari perusahaan sehingga akan menghambat pelanggan
baru untuk datang. Kerugian finansial adalah kehilangan pelanggan akan
mengurangi penjualan dan mencari pelanggan baru membutuhkan biaya yang
tidak sedikit.
51
Universitas Sumatera Utara
Griffin (2003: 183) menjelaskan empat cara agar pelanggan tidak
meninggalkan perusahaan.
1. Permudahlah pelanggan untuk memberi umpan balik pada perusahaan
Berikan kemudahan kepada pelanggan untuk berkomunikasi dengan
perusahaan tentang apa keluhan pelanggan, keinginan pelanggan, apa yang
harus diperbaiki, dan bagai mana yang lebih baik.
2. Bila pelanggan membutuhkan bantuan, berikan dengan segera
Pelanggan sangat senang jika dimanjakan, jika mereka merasa dihargai
maka mereka akan loyal.
3. Kurangi kejengkelan atas reparasi, pembayaran kembali, dan pemberian
jaminan
Pelanggan adalah manusia pada umumnya, pelanggan juga punya hati
pikiran dan persaan. Jika pelanggan kecewa karena barang yang rusak setela
diperbaiki tapi masih sering rusak, jika perusahaan menjanjika jaminan tapi
tidak sesuai dengan janji, maka pelanggan akan kecewa dan menyimpan
pengalaman buruk dengan perusahaan.
4. Belajarlah cara menghibur pelanggan yang marah
Pelanggan yang kecewa terhadap produk akan marah karena pelanggan telah
mengeluarkan biaya untuk itu. Maka perusahaan harus cepat menanggapi,
perusahaan harus menunjukkan sikap bahwa perusahaan mengerti apa yang
pelanggan rasakan, ajak pelanggan untuk membicarakan solusinya, dan dan
berikan solusi atas keluhan itu.
52
Universitas Sumatera Utara
Mempertahankan pelanggan memang bukan perkara mudah. Begitu
banyak brand yang dulunya menjadi top of mind dalam masyarakat, tapi kini
sudah mulai memudar karena tidak bisa beradaptasi dengan zaman. Kartajaya
(2007: 48) menjelaskan tentang model locking Loyalty, yaitu tentang bagaimana
mengunci loyalitas pelanggan agar tidak pindah ke pesaing, tetap puas, dan loyal
pada produk.
1. Elemen pertama dari model ini adalah suspect, prospect, first time buyer,
repeat cutomer, loyal client, dan spiritual advovacy.
2. Elemen kedua adalah pergerakan tingkat relationship pelanggan dari sejak
pengenalan (awareness), tertarik (attention), kemudian membeli (transaction).
Dengan semakin meningkatnya kepercayaan pelanggan terhadap produk,
terciptalah hubungan yang lebih dari hanya sekedar transaksi, yakni
relationship, partnership, lalu yang paling tinggi ownership.
3. Elemen ketiga yang paling penting adalah disiplin eksekusi yang harus
dilakukan perusahaan pada setiap tahapan agar loyalitas yang terbentuk
maksimal (sampai pada tingkat yang tertinggi, spiritual advocacy).
Untuk menjaring prospect yang paling potensial dari kumpulan sispect,
perusahaan harus melakukan segmentation, targeting, dan positioning dengan
tepat. Setelah prospect membeli produk dan menjadi first time buyer, tentunya
perusahaan ingin mempertahankan pelanggan selama mungkin. langkah pertama
untuk mempertahankan pelanggan yang telah ada menjadi repeat cutomer adalah
dengan membangun brand, service, dan process.
53
Universitas Sumatera Utara
Untuk meningkatkan kadar loyalitas pelanggan menjadi lebih tinggi, loyal
client, perusahaan harus meningkatkan manfaat yang diberikan kepada pelanggan.
Ada tiga bentuk konsistensi manfaat yang bisa diberikan perusahaan kepada
pelanggan. Operational Excellent, product Leadership, dan cutomer intimacy.
Untuk meningkatkan kadar loyalitas pelanggan ke
yang lebih tinggi yaitu
ownership, sekali lagi perusahaan harus menambah manfaat produk.
Dengan
mengawal
pembentukan
loyaltas
konsumen
sejak
awal,
diharapkan loyalitas konsumen bisa sampai ke tahap spiritual. Artinya produk
sudah menjadi bagian dari diri pelanggan yang tidak dapat dipisahkan.
2.1.17 Pengukuran Indeks Loyalitas Konsumen
Loyalitas dapat diukur berdasarkan (Ahmad Mardalis, 2005: 34) :
1) Urutan pilihan (choice sequence)
Metode urutan pilihan atau disebut juga pola pembelian ulang ini banyak dipakai
dalam penelitian dengan menggunakan panel-panel agenda harian pelanggan
lainnya, dan lebih terkini lagi, data scanner supermarket.
2) Proporsi pembelian (proportion of purchase)
Berbeda dengan runtutan pilihan, cara ini menguji proporsi pembelian total dalam
sebuah kelompok produk tertentu. Data yang dianalisis berasal dari panel
pelanggan.
3) Preferensi (preference)
Cara ini mengukur loyalitas dengan menggunakan komitmen psikologis atau
pernyataan preferensi.Dalam hal ini, loyalitas dianggap sebagai “sikap yang
54
Universitas Sumatera Utara
positif” terhadap suatu produk tertentu, sering digambarkan dalam istilah niat
untuk membeli.
4) Komitmen (commitment)
Komitmen lebih terfokus pada komponen emosional atau perasaan. Komitmen
terjadi dari keterkaitan pembelian yang merupakan akibat dari keterlibatan ego
dengan kategori merek . Keterlibatan ego tersebut terjadi ketika sebuah produk
sangat berkaitan dengan nilai-nilai penting, keperluan, dan konsep diri pelanggan.
Ada tiga metode analisis pelanggan yaitu RFS (Recency, Frecuency,
Spending), LTV (Life Time Value), dan NPS (Net Promoter Score).
1. RFS (Recency, Frecuency, Spending)
Kartajaya (2007: 60) menjelaskan keyakinan yang mendasari perlunya
RFS untuk tiap-tiap pelanggan adalah karena semakin terkini pelanggan membeli
produk, semakin sering pelanggan membeli produk, dan semakin banyak
pelanggan membeli produk, maka mereka cendrung lebih responsif terhadap
kampanye pemasaran dan lebih mudah dibangkitkan pembeliannya kembali
dengan program loyalitas pelanggan.
Langkah pertama dari pengelompokan RFS adalah mengurutkan
pelanggan menurut keterkiniannya, frekuensi , dan jumlah pembeliannya.
Kemudian kita bisa membandingkan pelanggan mana yang baru membeli, berapa
kali membeli dan berapa jumlah yang dibelinya.
55
Universitas Sumatera Utara
2. LTV (Life Time Value)
Kartajaya
(2007:
74)
menjelaskan
analisis
pelanggan
dengan
menggunakan RFS mempunyai kelemahan, yakni tidak memperhitungkan biaya
servis. RFS hanya memberikan informasi tentang potensi pendapatan yang akan
diraih perusahaan jika bisa mendorong pelanggan untuk berbelanja lebih banyak
dan lebih sering.
Dalam konsep LTV pelanggan digolongkan berdasarkan daya tarik
finansialnya (profit margin) dan kemungkinan menjalin hubungan dengan
perusahaan (relationship).
Semakin besar profit margin yang disumbangkan pelanggan terhadap
perusahaan dan semakin dekat hubungan yang telah terjalin antara pelanggan
dengan perusahaan, maka semakin tinggi pula nilai pelanggan bagi perusahaan.
Pelanngan digolongkan dalam empat tipe, yakni pelanggan bintang (Stars
cutomers), pelanggan tanda tanya (question mark cutomers), pelanggan pencetak
laba (profit making customers), dan pelanggan pencabut laba (profit taking
customers).
Konsep LTV menutupi kelemahan LFS. Tapi LTV juga mempunyai
kelemahan, yakni tidak efektif jika diaplikasikan pada perusahaan yang memiliki
jumlah pelanggan ribuan. Olehkarena itu, analisis pelanggan dengan LTV hanya
cocok digunakan pada perusahaan yang bergerak di industri B2B.
56
Universitas Sumatera Utara
3. Net Promoter Score
Metode analisis pelanggan seperti RSS dan LTV juga memerupakan
metode yang bagus, namun form kuesioner yang diberikan kadang mengganggu.
Berisi begitu banyak pertanyaan yang diulang-ulang. Pelanggan pun jadi tidak
nyaman. Feedback yang mereka berikan akhirnya jadi bias, tidak benar-benar
merepresentasikan kepuasan mereka terhadap layanan perusahaan.
Maka Fred Reichheld mengembangkan sebuah metode efektif untuk
mengukur dan mengontrol tingkat kepuasan pelanggan. Namanya adalah NPS
(Net Promoter Score). Formatnya masih dalam bentuk kuesioner. Namun lebih
rapi, terstruktur, dan dapat dihitung.
Di dalam NPS, tipe-tipe pelanggan dapat dibedakan menjadi:
a. Promoter: pelanggan yang antusias terhadap produk suatu perusahaan dan akan
terus membeli. Mereka dengan senang hati akan mereferensikan produk suatu
perusahaan kepada sahabat-sahabatnya.
b. Passive: pelanggan yang puas dengan produk suatu perusahaan namun tidak
antusias dan bisa jadi sewaktu-waktu akan pindah ke produk lain jika menemukan
deal yang lebih menarik.
c. Detractor: pelanggan yang memiliki pengalaman kurang baik terhadap produk
suatu perusahaan dan bila ada kesempatan akan menyebarkan berita negatif
tentang produk tersebut (negative word of mouth).
Untuk mengetahui pelanggan apakah berada pada tipe Promoter, Passive atau
Detractor, metode Net Promoter Score hanya menggunakan satu pertanyaan,
57
Universitas Sumatera Utara
yaitu: “Seberapa besar kemungkinan Anda merekomendasikan produk kami
kepada teman atau kolega Anda?”
Respon pelanggan kemudian diukur dengan skala 0-10. Promoter berada
pada skala 9-10 . Passive: 7-8. Sedangkan Detractor: 0-6. Kemudian pertanyaan
tersebut boleh diikuti dengan pertanyaan yang bertujuan untuk penyelidikan,
seperti: “Apa alasan Anda memberikan score tersebut?” atau “Perbaikan apa yang
perlu kami lakukan agar dapat mendekati nilai 10?” Survey ini dapat dilakukan
secara berkala atau based on transaction. Setelah angkanya berhasil dikumpulkan,
maka NPS dapat dihitung dengan rumus:
% Promoter – % Detractor = NPS
Persentase Promoter dikurangi dengan persentase Detractor adalah nilai
NPS. Dalam hal ini Passive tidak dimasukkan dalam hitungan. Karena pelanggan
Passive adalah pelanggan yang masih berpotensi menjadi Promoter atau
Detractor. Dari nilai NPS di atas dapat diketahui berapa prosentase kepuasan
pelanggan. Jika nilai NPS mencapai 100%, artinya semua pelanggan adalah
Promoter. Apple (Hardware Komputer) punya 72%, Google (mesin pencarian)
53%, Amazon (situs belanja online) 70%. *berdasarkan survey Satmetrix 2011
(http://mediabisnisonline.com/menghitung-tingkat-kepuasan-pelanggan-melaluinps/)
Dalam penelitian Net Promoter Score (NPS) Top Brand Indonesia,
majalah SWA membagia NPS menjadi empat kategori yaitu NPS Star, NPS
Leader, NPS Excellent, Dan NPS Good. NPS Star merupakan merek dengan nilai
58
Universitas Sumatera Utara
NPS terbaik dari semua kategori, NPS Leader merupakan merek dengan nilai
NPS tertinggi di masing masing kategori, NPS Excellent merupakan merek
dengan NPS minimal positif 10% di masing-masing kategori, dan NPS Good
merupakan merek dengan nilai NPS dibawah 10% dan masih positif di masingmasing kategori.
Banyak perusahaan yang telah mengembangkan metode yang berbedabeda untuk pengukuran sikap dan perilaku pelanggan. Tapi masih memiliki
banyak kekurangan, semua hanya mencoba mengumpulkan data untuk
meningkatkan produk dan proses.
Reichheild telah menyempurnakan metode pengukuran sikap dan perilaku
pelanggan, yaitu metode Net Promoter Score. Net Promoter Score (NPS)
merupakan metode yang sangat bermanfaat dan praktis. Ada beberapa keunggulan
NPS :
1. Sederhana: Metode Net Promoter Score hanya membutuhkan dua atau tiga
pertanyaan supaya tidak menyulitkan pelanggan atau responden untuk
menjawab. NPS memiliki pertanyaan kunci yaitu “kemungkinan untuk
merekomendasikan” yang diberi skala nol sampai sepuluh. NPS tidak
memiliki indeks kompleks atau koefisien korelasi, NPS bisa dilakukan setiap
bulan maupun setiap minggu.
2. Kemudahan Penggunaan: Suatu perusahaan bisa bisa melakukan survei NPS
melalui telepon, e-mail, maupun web. Data tersebut bisa diolah dengan cepat,
sehingga setiap kalangan yang membutuhkan bisa melihat data tersebut
dengan cepat dan mengevaluasinya.
59
Universitas Sumatera Utara
3. Cepat Tindak Lanjut: NPS dapat diolah dengan cepat, sehingga manajer akan
bisa lebih cepat mengidentifikasi pelanggan dan cepat menanggapi masalah
yang terjadi. Manajer garis depan dan para petinggi perusahaan bisa
menggunakan data NPS untuk membuat keputusan tentang perubahan proses,
produk baru, dan inovasi lainnya.
4. Kemampuan Beradaptasi: Sebagai metode open source, NPS tidak
membutuhkan biaya yang tinggi dan statistik yang rumit. NPS dapat dengan
mudah diaplikasikan pada berbagai jenis bisnis. Apple menggunakan NPS
pada toko-toko ritel, American Express menggunakan NPS dalam pelilaian
servis, dan Logitech menggunakan NPS untuk menilai apa yang diinginkan
pelanggan pada setiap produk Logitech.
Gambar 2.5 Net Promoter Score
(Kartajaya; 2007: 136-137) dalam terminologi Reichheld istilah Net
Promoter Score.Net Promoter Score adalah jumlah netto pelanggan yang mau
membeli dan merekomendasikan produk (Promoter) dikurangi pelanggan yang
kurang mau membeli dan merekomendasikan produk (Detractor). Sedangkan
60
Universitas Sumatera Utara
ditengah dua golongan pelanggan itu, ada golongan pelanggan pasif yang
“setengah-setengah” membeli dan merekomendasikan produk, disebut Passive.
Net Promoter Score = Promoter - Detractor
Berdasarkan penelitian Reichheld, perusahaan yang mempunyai kinerja
terbaik umumnya adalah perusahaan yang mempunyai
Net Promoter Score
positif. Artinya, jumlah pelanggan yang mau membeli dan memberikan
rekomendasi lebih banyak daripada jumlah pelanggan yang tidak mau membeli
dan “menjelek-jelekan” perusahaan.
Konsep ini baik sekali dijadikan platform untuk mengukur tingkat
efektivitas program loyalitas pelanggan yang dijalankan perusahaan. Program
loyalitas harus mampu mendorong rekomendasi, bukan hanya meningkatkan
frekuensi dan volume pembelian.
Metode Net Promoter Score sebelumnya pernah digunakan oleh
perusahaan SAP AG. Perusahaan SAP AG (FWB: SAP NYSE: SAP) adalah
perusahaan asal Jerman yang bergerak dalam bidang. Perusahaan ini adalah
perusahaan perangkat lunak terbesar di Eropa. SAP didirikan pada tahun 1972
dengan nama Systemanalise und Programmentwicklung oleh 5 mantan karyawan
IBM di Mannheim, Jerman. Kantor pusatnya di Walldorf, Jerman.
Disini metode Net Promoter Score digunakan untuk melihat seberapa
besar persentase Promoter dan pengaruh Promoter terhadap perusahaan. Berikut
ini adalah dua temuan signifikan yang ia peroleh:
61
Universitas Sumatera Utara
1. Kesuksesan berbagai bisnis SAP nyatanya memang dihasilkan oleh NPS.
Sesuai dengan riset Reichheld, NPS yang lebih tinggi menghasilkan pertumbuhan
pendapatan yang lebih tinggi pula.
2. Program referensi tidak memanfaatkan para Promoter. Bahkan, dari mereka
yang terlibat hanya sedikit yang benar-benar antusias mengikuti program
referensi.
Temuan ini mengindikasikan bahwa jika ia melibatkan para Promoter ke
dalam program referensi, maka akan menghasilkan dampak yang substansial ke
dalam kinerja perusahaan. 2.5 tahun setelah program tersebut benar-benar
dijalankan, berikut ini adalah:
1. Jumlah pelanggan berdasarkan referensi berkembang dari 1,700 menjadi 6,000
selama 2.5 tahun, didukung oleh peningkatan investasi perusahaan pada program
referensi pelanggan.
2. Sebelumnya, hanya kurang dari 20% Promoter yang bergabung dalam program
referensi. Namun, kini lebih dari 90% Promoter ikut program tersebut.
3. SAP memanfaatkan berbagai metode untuk meningkatkan referensi, termasuk
referral pribadi, wawancara dengan media, studi kasus, success stories hingga
event-event.
4. Dulu, pentingnya referensi dalam menutup kesepakatan adalah netral. Namun,
kini referensi menjadi salah satu keunggulan kompetitif tertinggi SAP. Referensi
ternyata kini juga bermanfaat dalam menutup kesepakatan serta menjadikan
perusahaan unggul dalam persaingan.
62
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dan kerangka berpikir merupakan gambaran tentang
hubungan antara variabel yang diteliti, yang tersusun dari teori yang telah
dideskripsikan (Sugiyono,2008:49). Sedangkan menurut kuncoro (2003 : 44)
kerangka konseptual adalah pondasi utama di mana sepenuhnya proyek penelitian
ditunjukkan, dalam hal ini merupakan jaringan antar variabel yang secara logis
diterangkan, dikembangkan, dan dielaborasi dari perumusan masalah yang telah
diidentifikassi melalui proses wawancara, observasi dan survei literatur.
Top brand adalah merek yang selalu diingat konsumen ketika membeli
suatu jenis produk, yang mampu menguasai pasar pada pada bidang atau
kategorinya, yaitu brand yang mampu menarik konsumen untuk melakukan
pembelian ulang.
Top brand indonesia adalah merek yang dirumuskan oleh Frontier
Consulting Group berdasarkan mind share, market share, dan commitment share.
Mind share mengidikasikan kekuatan merek di dalam benak konsumen kategori
produk tersebut. market share menunjukkan kekuatan merek di dalam pasar
tertentu mengenai perilaku pembelian aktual dari konsumen. Commitment share
menjelaskan kekuatan merek dalam mendorong konsumen untuk membeli merek
terkait dimasa yang akan datang. Dalam penilaian top brand indonesia, digunakan
dua kriteria, yaitu merek-merek yang meperoleh indeks minimum top brand dan
dan merek-merek yang berada dalam tiga besar pada masing-masing kategori
(suyanto, 2007: 1).
63
Universitas Sumatera Utara
Brand
Indonesia
Top Brand
Indonesia
Net Promoter
Score
Gambar 2.6
Kerangka Konseptual
2.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu penjelasan sementara tentang perilaku,
fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis
merupakan pernyataan peneliti tentang hubungan antara variabel-variabel dalam
penelitian, serta merupakan pernyataan yang paling spesifik (Kuncoro, 2003: 48).
Sedangkan menurut Ginting & Situmorang (2008:99), hipotesis merupakan
kesimpulan yang diproleh dari penyusunan kerangka pikiran, berupa proposisi
deduksi. Merumuskan hipotesis berarti membentuk proposisi yang sesuai dengan
kemungkinan - kemungkinannya serta tingkat - tingkat kebenaranya.
Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah “produk-produk Top Brand Indonesia Memiliki Nilai Net Promoter
Score yang Tinggi Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara”.
64
Universitas Sumatera Utara
Download