NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN DUKUNGAN ORANGTUA DENGAN KETRAMPILAN SOSIAL PADA TUNAGRAHITA Oleh : ASRI HANDAYANI HEPI WAHYUNINGSIH PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN ORANGTUA DENGAN KETRAMPILAN SOSIAL PADA TUNAGRAHITA Telah Disetujui Pada Tanggal Dosen Pembimbing Utama (Hepi Wahyuningsih, S.Psi.,Msi) HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN ORANGTUA DENGAN KETRAMPILAN SOSIAL PADA TUNAGRAHITA Asri Handayani Hepi Wahyuningsih INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial pada remaja tunagrahita. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu ada hubungan yang positif antara dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial pad remaja tunagrahita. Semakin tinggi dukugan orangtua maka semakin tinggi pula ketrampilan sosialnya dan sebaliknya semakin rendah dukungan orangtua maka semakin rendah pula ketrampilan sosial pada remaja tunagrahita. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja tunagrahita ringan, berusia 12-21 tahun yang diambil dari SLB Ma’arif Muntilan dan SLB Bina Kasih Srumbung. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 32 orang. Skala yang digunakan untuk mengukur dukungan orangtua mengacu pada aspek berdasarkan House (Smeet, 1994) dan skala ketrampilan sosial mengacu aspek ketrampilan sosial yang dikemukakan oleh Riggio (Burgon dkk, 1995). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS 11.05 untuk menguji apakah ada hubungan antara dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial pada tunagrahita. Analisis data dalam penelitian ini dengan non parametric dari spearman yang menunjukkan korelasi sebesar r = 0,151 dan p = 0,204 (p>0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial dengan demikian dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan bahwa ada hubungan yang positif antara dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial tidak diterima. Kata Kunci : Dukungan orangtua, Ketrampilan Sosial PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial sekaligus makhluk individual manusia tidak dapat lepas dari kehidupan orang lain. Setiap orang akan hidup dalam suatu lingkungan dan berinteraksi antar sesama dalam kehidupannya. Mulai dari lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat yang luas. Dalam kehidupan sehari-hari manusia mengadakan interaksi dengan lingkungan tempat individu tersebut berada sehingga menimbulkan ketergantungan satu sama lain. Tanpa adanya interaksi sosial antar sesama maka perkembangan jiwa seseorang akan terganggu karena perkembangan jiwa manusia sangat ditentukan oleh hubungannya dengan manusia lain. Hal yang paling penting dalam kehidupan ini salah satunya adalah menjalin hubungan dengan lingkungan, karena manusia berinteraksi dengan sesama dan saling membutuhkan satu sama lain. Oleh karena itu, diperlukan ketrampilan sosial sebagai dasar dalam membia hubungan tersebut. Begitu juga dengan anak tuna grahita, meskipun mereka mengalami kelainan namun mereka tetap diharapkan memiliki ketrampilan sosial agar mampu berhubungan dengan orang lain. Ketrampilan sosial menurut Combs & Slaby (Marel & Campel, 1998) adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial tertentu dengan cara yang spesifik dapat diterima secara sosial dan pada waktu yang sama menguntungkan bagi kedua belah pihak. Berdasarkan hasil dari observasi dan wawancara tidak semua anak tuna grahita memiliki ketampilan sosial yang baik. Banyak dari mereka yang masih suka menyendiri namun ada juga dari mereka yang sudah mampu untuk berhubungan dengan orang lain, seperti bermain dengan teman-temannya, dapat diajak berkomunikasi dan tidak takut dengan orang. Di sisi lain banyak juga anak yang masih takut untuk bermain dengan temannya, tidak mau menyapa, malu dan sulit diajak berkomunikasi serta lebih banyak diam.Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Reisman (dalam Putri dkk, 2005) bahwa individu yang memiliki ketrampilan sosial menunjukkan sikap ramah, berpikir positif tentang dirinya sendiri, tidak mudah terpancing oleh amarah, dan mampu berkomunikasi dengan orang lain sedangkan individu yang kurang memiliki ketrampilan sosial nampak dari sikap yang tidak ramah, memiliki gambaran diri negatif, mudah kehilangan kendali, dan menemukan kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Sementara itu menurut Riggio dan Zimmerman (Burgoon dkk, 1995) ketrampilan sosial merupakan kemampuan dalam membangun sebuah hubungan dengan menunjukan rasa ketulusan, empati, kontrol sosial, mampu membuka diri sesuai dengan norma-norma. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan yang dilandasi dengan ketrampilan sosial yang baik akan berjalan dengan lebih memuaskan dan sehat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketramplan sosial berdasarkan Petti, Kagan , Mize, Bates (Rubin, Bukowski & Parker, 1998) yaitu Kondisi anak dan interaksi anak dengan lingkungan. Kondisi yang dapat mempengaruhi ketrampilan sosial antara lain adalah temperamen anak dan regulasi emosi. Anak-anak yang memiliki temperamen sulit biasanya akan malu-malu dan sulit menghadapi lingkungan sosial yang baru, sedangkan anak yang ramah dan terbuka akan lebih responsif dalam menghadapi lingkungan sosialnya yang baru. Faktor yang kedua yaitu Interaksi anak dengan lingkungan. Interaksi anak dengan lingkungan secara umum meliputi pola interaksi anak dengan orangtua dan kualitas hubungan dalam klompok yang merupakan dua faktor internal maupun eksternal yang berpengaruh bagi perkembangan sosial anak. Sebagai figur yang paling dekat dengan anak orangtua tidak hanya berperan mengajarkan ketampilan sosial secara langsung. Tetapi juga berperan dalam pembentukan hubungan dengan lingkungan, terutama teman sebaya. Ketrampilan sosial merupakan proses yang sulit untuk dilakukan bagi anak tunagrahita. Keterbatasan mental dan faktor-faktor lain, membuat anak tuna- grahita mengalami hambatan dalam berhubungan dengan lingkungannya. Banyak gangguan yang dialami oleh anak tunagrahita seperti gangguan dalam komunikasi, gangguan sosial, gangguan emosi. masalah kependidikan, dan gangguan inteletual. Salah satunya adalah gangguan sosial, hal ini terlihat kurangnya kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Mereka cenderung pasif apabila diajak untuk berbicara dan merasa malu. Anak tersebut juga lebih bergantung dengan orang lain terutama dengan orangtuanya. Seperti yang terlihat di SLB Ma’arif, ketika sekolah ibu dari anak tersebut, juga ikut menemaninya disekolah. Sehingga dapat dikatakan bahwa anak tersebut memiliki ketrampilan sosial yang masih kurang. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Kagan & Moss dalam (Schloss, 1984) bahwa dalam aspek ketampilan sosial pada umumnya anak tunagahita tidak mempunyai kemampuan sosial, antara lain suka menghindari dari keramaian (withdrawal), ketergantungan hidup pada keluaarga, kurang mampu mengatasi marah, adanya rasa takut yang berlebihan, kelainan peran seksual, kurang mampu dalam hal yang berkaitan dengan intelektual, dan mempunyai pola perilaku seksual yang khusus. Begitu juga dengan tunagrahita mampu didik dimana dalam aspek sosial tunagrahita mampu didik kesulitan dalam hidup dimasyarakat, mereka tidak mampu menghayati norma-norma dalam masyarakat dan tidak dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan yang luas, mereka hanya mampu berada dalam lingkungan keluarga dan lingkungan teman-teman yang masih muda Dekker (1984). Sejalan dengan hal tersebut Mangunsong dkk (1998) menyatakan bahwa tunagrahita ringan atau mampu didik kadang-kadang menunjukkan rasa malu dan pendiam, namun hal ini dapat berubah bila mereka banyak diikutkan untuk berinteraksi dengan anak lainya. Individu yang mengalami tuna grahita berbeda dengan manusia yang normal, gaya bicara anak normal lebih simple, kreativ,berhasil mencapai tujuan pribadi dan sering di ulang-ulang ketika berbicara dengan anak tuna grahita. Dengan anak yang sedikit terbelakang pola komunikasi menunjukkan perbedaan yang masih kurang jelas dengan anak normal. Anak yang terbelakang hanya menerima sedikit perhatian dari teman yang normal dan komunikasi tidak disebut gagal (Wenar dan Kerig, 2000). Tunagrahita mempunyai hambatan dalam berhubungan dengan lingkunganya sehingga perlu adanya pendampingan dari orangtua maupun guru untuk membangun kemampun dalam berhubungan dengan orang lain. Seperti yang di ungkapkan oleh kepala sekolah SLBC Bina Kasih Srumbung, bahwa peran orang tua dalam hubungan yang baik dengan anak sangat penting untuk membantu anak dalam berkembang. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Vembrianto (Putri dkk, 2005) yaitu ada dua dasar proses sosialisasi yaitu sifat tergantung manusia pada manusia lain dan sifat adaptabilitas. Proses sosialisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hidup, dalam proses sosialisasi individu mendapatkan hambatan dan pengawasan dari indivdu lain tetapi individu juga mendapatkan bimbingan, dorongan, stimulisasi, dan motivasi dari individu lain atau masyarakat. Dari teori tersebut. adanya stimulus atau motivasi yang bersumber terutama dari orangtua sangat penting untuk berperan dalam meningkatkan ketrampilan sosial, dimana intensitas bertemu anak dengan orangtua lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Peran orangtua sangat penting dalam memberikan dukungan terhadap anak, karena orangtua merupakan orang yang terdekat secara emosi. Salah satu dukungan orangtua ini dapat berupa dukungan sosial. Dukungan sosial menurut Gottlieb (Smet, 1994) terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban seseorang atau didapat karena kehadiran individu yang bersangkutan yang bermanfaat mempengaruhi perilaku maupun emosi individu. Begitu juga dengan anak tuna grahita dimana figur orangtua dianggap sebagai seseorang yang akrab dan mampu mempengaruhi perilaku maupun emosinya. Menurut Sarafino (Smet, 1994 ) dukungan sosial merupakan suatu kesenangan yang dirasakan sebagai perhatian, penghargaan atau pertolongan yang diterima dari orang lain atau suatu kelompok. Lingkungan yang memberikan dukungan tersebut adalah keluarga, kekasih dan anggota masyarakat. Banyak efek dari dukungan sosial karena dukungan sosial dapat secara positif pula memulihkan kondisi fisik maupun psikologis seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung. Dukungan orangtua terhadap anak tunagrahita dalam meningkatkan ketrampilan sosial salah satunya dapat berupa dukungan emosional. House (Smet, 1994) membedakan empat jenis dukungan sosial. Pertama dukungan emosional, merupakan dukungan yang mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan, kedua yaitu dukungan penghargaan dimana terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk individu yang bersangkutan, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif individu tersebut dengan orang lain. Ketiga yaitu dukungan instrumental, mencakup bantuan lansung seperti bantuan berupa alat-alat bantu untuk keperluan sehari-hari. Ke-empat yaitu dukungan informatif, dukungan ini mencakup pemberian nasehat, petunjukpetunjuk, saran-saran dan umpan balik. Dari beberapa jenis dukungan tersebut, sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan kognitif maupun intelektual dan mental, sehingga anak tuna grahita dapat melakukan hubungan dengan orang lain secara baik meskipun pada dasarnya anak tersebut berbeda dengan anak yang normal. Orang tua selalu diharapkan untuk dapat memberikan kasih sayang dengan tulus pada anak-anaknya. Terlebih dengan anak yang memilki kelainan. Di sini perhatian dan dukungan bagi anak sangat diperlukan untuk membesarkan hati anak agar tidak berdampak pada masalah psikologis yang lebih berat karena belaian dan kasih sayang yang tulus, juga diinginkan oleh anak tuna grahita. Purnamaningsih (Widanarti dan Aisah, 2002) mengungkapkan bahwa hubungan yang hangat antara orangtua dengan anak, akan membantu anak dalam memecahkan masalahnya. Maka dari itu kehangatan dari orangtua sangat membantu anak tuna grahita untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, salah satu masalahnya adalah ketrampilan sosial. Hal ini akan sangat berpengaruh pada kehidupannya untuk menjadi lebih maju. Dari paparan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian apakah ada hubungan yang positif antara dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial pada anak tuna grahita. METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Dalam penelitian ini subjek yang menjadi sasaran yaitu tunagrahita mampu didik dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan, berpendidikan di SLB Ma’arif Muntilan dan SLB Bina Kasih Srumbung Muntilan yang berusia 12-21 tahun. B. Metode Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan skala ketampilan sosial dan skala dukungan orangtua yang terdiri dari skala dukungan ibu dan skala dukungan ayah. 1. Skala ketrampilan sosial Skala ketampilan sosial dalam penelitian ini berdasarkan dari Riggio dalam (Burgoon dkk,1995) yang terdiri dari aspek kontrol emosional dan sosial, ekpresivitas sosial dan emosional, sensivitas sosial dan emosional. Dari aspek tersebut kemudian dijabarkan menjadi 30 pernyataan yang terdiri dari pernyataan favourable. Skala ini disusun dengan menggunakan metode dua pilihan. Subjek penelitian hanya diperkenankan memilih salah satu jawaban dari dua pilihan yang tersedia. Subjek diberi pilihan jawaban Ya dan Tidak sesuai dengan keadaan dirinya. Masing-masing jawaban akan memiliki nilai yang berbeda, apabila subjek menjawab tidak maka akan mendapat nilai 0, sedangkan apabila subjek menjawab ya maka akan mendapat nilai 2. Skala Dukungan Orangtua Skala dukungan orangtua terdiri dari skala dukungan ibu dan skala dukungan ayah. Skala dalam penelitian ini berdasarkan aspek dukungan orangtua menurut House (Smet, 1994) yang terdiri dari aspek-aspek dukungan emosi, dukungan penghargaan, dukungan informatif dan dukungan instrumental. Berdasarkan aspek tersebut dijabarkan menjadi 20 item favourable untuk skala ibu dan skala ayah. Skala ini disusun dengan menggunakan metode dua pilihan. Subjek penelitian hanya diperkenankan memilih salah satu jawaban dari dua pilihan yang tersedia. Subjek diberi pilihan jawaban ya dan tidak sesuai dengan keadaan dirinya. Masing-masing jawaban memiliki nilai yang berbeda, apabila subjek menjawab ya maka akan mendapat nilai 1 apabila jawaban tidak maka akan mendapat 0 . C. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini analisis data dengan menggunakan analisis product moment dari Karl Pearson. Adapun tujuannya untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel tegantung. Analisis ini dilakukan dengan bantuan program SPSS 11.05 for windows HASIL PENELITIAN 1. Uji Asumsi Sebelum melakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan linearitas agar tidak menyimpang dari kebenaran. a. Uji Normalitas Hasil uji normalitas antara skala dukungan orangtua dengan skala ketrampilan sosial menunjukan bahwa skala tersebut berdistribusi normal dengan K-S-Z sebesar 0,232 (p > 0,05) dengan skala kerampilan sosial menunjukan nilai K-S-Z sebesar 0,202 (p > 0,05). Berdasarkan hasil uji normalitas tersebut menunjukkan adanya distribusi normal. b. Uji Linearitas Hasil uji linearitas antara dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial menunjukan adanya korelasi yang tidak linear. Hal ini ditunjukkan dengan nilai F = 0,230 dan p = 0,637 (p > 0,05). Karena tidak memiliki korelasi linear maka tidak dapat dianalisis dengan korelasi produc moment 2. Uji Hipotesis Untuk mengetahui adanya hubungan antara dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial dilakukan dengan menggunakan uji korelasi non parametric dari sperman dengan menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS 11.05. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya koefisien dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial r = 0,151 dan nilai signifikannya sebesar p = 0,204 (p > 0,05). Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan dengan analisis dari Spearman, karena tidak ada korelasi yang linear sehingga tidak dapat menggunakan korelasi produc moment dari Pearson. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan bantuan komputer SPSS 11.05. 3. Analisis Tambahan Analisis tambahan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial ditinjau dari dukungan ayah dan ibu. Analisis tanbahan dilakukan dengan menggunakan analisis produc moment dari pearson dan non parametric dari spearman. Hasil analisis tambahan dapat dinyatakan sebagai berikut : a. Ada hubungan yang signifikan anatara dukungan ibu dengan ketrampiln sosial. Hal ini ditunjukkan dengan nilai r = 0,365 dan p = 0,020 (p < 0,05). b. Tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan ayah dengan ketrampilan sosial. Hal ini ditunjukkan dengan nilai r = 0,134 dan p = 0,232 (p > 0,05). D. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data dengan non parametric dari sperman dapat diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial pada tunagrahita, dengan nilai r = 0,151 dan p = 0,202 (p > 0,05). Hal ini berarti hipotesis yang diajukan bahwa ada hubungan yang positif antara dukungan oangtua dengan ketrampilan sosial tidak diterima. Tidak adanya korelasi yang signifikan antara dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial pada remaja tunagrahita dapat ditinjau dari tipe dukungan orangtua yang digunakan dalam penelitian ini. Menurut Norris & Kaniasty (Wandansari, 2006) menyatakan bahwa dukungan sosial yang secara aktual diberikan pada individu tidak selalu menunjukkan korelasi yang jelas dengan kesejahteraan individu. Artinya, dukungan yang diberikan oleh individu tersebut belum tentu dipersepsi oleh individu sebagai sebuah bantuan yang bermanfaat, atau belum tentu sesuai dengan kebutuhanya. Jadi, ada kemungkinan bahwa dukungan yang diberikan oleh orangtua tidak sejalan dengan kebutuhan subjek. Hal ini sejalan yang diungkapkan oleh Taylor (1995) bahwa sebuah dukungan dapat menjadi penyangga yang efektif bagi tekanan yang dialami individu hanya bila ada kesesuaian anatara kebutuhan individu dan tipe dukungan yang diterima. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial. Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wandansari (2006) yaitu “Peran Dukungan Orangtua dan Guru Terhadap Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Intelektual”. Dalam penelitian ini penyesuaian sosial merupakan bagian dari ketrampilan sosial. Penyesuaaian sosial merupakan keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain, (Hurlock, 2000). Anak yang kurang dapat menyesuaikan diri dianggaap kurang mempunyai ketrampilan sosial yang adekuat dalam interaksinya, Munandar (Utami, 2005). Penyesuaian sosial merupakan cara yang dilakukan individu yang dapat tercermin dari kemampuannya dalam berhubungan dengan orang lain dan sebaliknya ketrampilan sosial juga dapat digunakan untuk melakukan penyesuaian sosial. Berdasarkan dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan orangtua dengan penyesuaian sosial anak berbakat intelektual.. Dalam penelitian ini dukungan orangtua kurang berperan, sehingga dimungkinkan adanya dukungan yang tidak sesuai dengan kebutuhan subjek. Dari hasil penelitian hubungan dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian tidak sejalan dengan kerangka teori yang disusun oleh peneliti, yaitu bahwa dukungan orangtua berperan sebagai faktor yang dapat meningkatkan ketrampilan sosial pada remaja tunagrahita. Hart (Taylor, 1997) menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi ketrampilan sosial selain orangtua yaitu saudara kandung, karakteristik bawaan, gender dan dukungan. Dari hasil tersebut maka sangat dimungkinkan bahwa banyak faktor lain baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi ketrampilan sosial seperti faktor budaya yang didalamnya terdapat keluarga, kelompok-kelompok tertentu yang ikut berperan, hubungan dengan teman sejawat, perilaku sosial yang diinginkan oleh masyarakat dan situasi atau keadaan (Cartledge dan Milburn, 1995). Berdasarkan dari hasil kategorisasi ketrampilan sosial secara hipotetik dapat dilihat bahwa subjek memiliki ketrampilan sosial dalam kategori sangat tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa subjek mampu berkomunikasi dengan orang lain dalam perilaku yang memenuhi syarat-syarat tertentu tanpa mengganggu hak-hak orang lain dan diharapkan mampu saling berbagi dengan orang lain dalam sebuah komunikasi yang bebas dan terbuka, Philips (Hargie dkk, 1994). Sejalan dengan hal tersebut Riggio dan Zimmerman (Burgoon dkk, 1995) menyatakan bahwa ketrampilan sosial merupakan kemampuan dalam membangun sebuah hubungan dengan menunjukan rasa ketulusan, empati, kontrol sosial, mampu membuka diri sesuai dengan norma-norma. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan yang dilandasi dengan ketrampilan sosial yang baik akan berjalan dengan lebih memuaskan dan sehat. Pengambilan data dalam penelitian ini berdasarkan pada persepsi anak terhadap orangtua, sehingga ada kemungkinan lain untuk melakukan analisis tambahan. Berdasarkan hasil analisis tambahan dihasilkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan ayah dengan ketrampilan sosial dan ada hubungan yang positif antara dukungan ibu dengan ketrampilan sosial. (Dagun, 1990) menyatakan bahwa ibu merupakan guru pertama dan utama bagi putra-putrinya yang diharapkan memiliki keindahan, kelembutan, dan kerendahan hati. Dagun juga menambahkan bahwa ayah dan ibu mempunyai rasa sendiri dalam mempengaruhi anaknya. Ayah cenderung menggunakan pendekatan fisik dan ibu cenderung menggunakan pendekatan yang lebih halus dan tenang. Dari hasil analisis tambahan diketahui bahwa ada hubungan yang positif antara dukungan ibu dengan ketrampilan sosial dan tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan ayah dengan ketrampilan sosial. Berdasarkan penelitian Stewart (Dagun, 1990) menyatakan bahwa ayah yang bermain dengan anaknya cenderung lebih tertuju pada pembentukan fisik daripada intelektual dan didaktif, namun sebaliknya ibu lebih mengarah pada intelektual dan bersifat didaktif. Dari hasil penelitian tersebut ibu dan ayah mempunyai perbedaan dalam pengasuhan yang dapat mempengaruhi intelektual anak, sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku pada anaknya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak hubungan yang positif antara dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial. Telah kita ketahui bahwa metode yang digunakan dalam pengambilan data yaitu dengan menggunakan skala yang terdiri dari skala dukungan orangtua (skala ayah, skala ibu) dan skala ketrampilan sosial. Metode ini cukup efektif untuk melakukan pengambilan data pada tunagrahita, namun salah satu kelemahanya adalah adanya kemungkinan jawaban yang diberikan oleh subjek tidak sesuai dengan keadaan diri subjek. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab empat menunjukkan bahwa ada tidak ada hubungan yang positif antara dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial pada remaja tunagrahita. Dengan demikian hipotesis yang telah disebutkan dalam bab dua bahwa ada hubungan yang positif antara dukungan orangtua dengan ketrampilan sosial tidak diterima. B. Saran Berdasarkan penelitian ini ada beberapa saran yang dikemukakan peneliti, terutama untuk orangtua khususnya ibu dan peneliti selanjutnya. Adapun saran tersebut antara lain: 1. Bagi Orangtua Berdasarkan hasil analisis tambahan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ibu mempunyai korelasi yang signifikan dengan ketrampilan sosial, sehingga disarankan kepada ibu untuk lebih dapat memperhatikan kebutuhan remaja tunagrahita dan memberikan dukungan yang bermanfaat serta sesuai dengan kebutuhan remaja tunagrahita, agar remaja tunagrahita dapat mempersepsi bahwa dukungan atau bantuan yang diberikan sesuai dengan kebutuhanya. 2. Bagi peneliti selanjutnya a. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya lebih memperhatikan dalam pembuatan alat ukur atau skala yang sesuai dengan kondisi subjek sehingga dapat mengantisipasi adanya social desirability pada diri subjek ketika mengisi skala. b. Bagi peneliti selanjutnya dalam pengambilan data disarankan untuk menggunakan model pertanyaan secara terbuka disertai wawancara dengan guru dan orangtua agar memperoleh kebenaran dari jawaban subjek dengan lebih baik. c. Bagi peneliti selanjutnya untuk dapat lebih mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi ketrampilan sosial agar dapat memberikan kontribusi yang lebih baik. NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN DUKUNGAN ORANGTUA DENGAN KETRAMPILAN SOSIAL PADA TUNAGRAHITA Oleh : ASRI HANDAYANI 04320386 PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN ORANGTUA DENGAN KETRAMPILAN SOSIAL PADA TUNAGRAHITA Telah Disetujui Pada Tanggal ....................................................... Dosen Pembimbing Utama (Hepi Wahyuningsih, Spsi.,Msi)