perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERUBAHAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN LANJUT USIA YANG
DIINDUKSI DENGAN ANESTESI UMUM
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
ARTHA WAHYU WARDANA
G 0008201
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas. Di seluruh dunia penduduk Lansia (usia > 60 )
tumbuh dengan sangat cepat bahkan tercepat dibanding kelompok usia
lainnya. Diperkirakan mulai tahun 2010 akan terjadi ledakan jumlah penduduk
lanjut usia. Badan kesehatan dunia WHO memperkirakan bahwa penduduk
lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka
11,34% atau tercatat 28,8 juta orang (BPS, 2007). Setengah dari jumlah
tersebut akan membutuhkan operasi sebelum mereka meninggal. Para manula
ini mempunyai kekhususan yang perlu diperhatikan dalam anestesi dan
pembedahan karena terdapat kemunduran sistem fisiologis dan farmakologi
sejalan dengan penambahan usia. Kemunduran ini mulai jelas terlihat setelah
usia 40 tahun. Dalam suatu penelitian di Amerika pada tahun 1977, diduga
setelah usia 70 tahun, mortalitas akibat tindakan bedah menjadi 3 kali lipat
jika dibandingkan dengan usia 18 - 40 tahun dan 2% dari mortalitas ini
disebabkan oleh anestesi (Raharjo, 1988).
Sejak umur 31 tahun terjadi penurunan laju metabolisme basal sebesar
1% setiap tahun. Kemampuan untuk memetabolisme glukosa menurun dengan
bertambahnya usia. Mekanisme terjadinya perubahan ini belum jelas, akan
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tetapi ada beberapa kemungkinan yaitu susunan makanan yang buruk,
inaktivitas fisik, berkurangnya masa otot, berkurangnya sekresi insulin dan
terjadinya antagonisme terhadap insulin (Raharjo, 1988). Setiap tindakan
operasi pada pasien lanjut usia khususnya akan menyebabkan terjadinya suatu
stres. Stres operasi dapat merupakan stres psikologi, stres anestesi, dan stres
pembedahan. Respon stres normal dicirikan oleh respon sympathetic
neurohormonal akibat stimulasi dari simpatoadrenergik dan jalur pituitari
mengakibatkan peningkatan level pada norepinefrine, epinefrine, glukagon,
dan kortisol (Smiths, 1996). Sudut pandang anestesi umum adalah pada
penekanan aksis hipotalamus pituitari adrenal, 95% aktivitas glukokortikoid
dihasilkan oleh sekresi kortisol. Kortisol, glukagon, dan epinepfrin
meningkatkan pemecahan glikogen menjadi glukosa. Respon ini dengan cepat
menurunkan cadangan glikogen sehingga terjadi mobilisasi karbohidrat dan
protein yang dapat menyebabkan terjadinya hiperglikemia.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya perubahan kadar
gula darah pasien lanjut usia yang diinduksi dengan anestesi umum.
Perubahan kadar gula darah yang terjadi oleh karena stres psikologi dan stres
anestesi dapat mengakibatkan kondisi yang kurang menguntungkan setelah
operasi, seperti memperlama waktu pemulihan ataupun efek-efek lain yang
tidak menguntungkan akibat perubahan tersebut sebagai bentuk respon dari
tubuh. Oleh karena itu, respon stres, khususnya stres anestesi dengan segala
akibatnya dapat diwaspadai secara dini karena dapat meningkatkan mortalitas
dan morbiditas pasien lanjut usia.
commit to user
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Rumusan Masalah
Apakah ada perubahan kadar gula darah pada pasien lanjut usia yang
diinduksi dengan anestesi umum ?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perubahan kadar gula darah pada pasien lanjut yang
diinduksi dengan anestesi umum.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Sebagai landasan teori untuk usaha preventif, khususnya yang
berkaitan dengan efek-efek yang tidak menguntungkan dari hiperglikemia
ataupun
hipoglikemia pada pasien lanjut usia yang diinduksi anestesi
umum.
2. Manfaat Aplikatif
1. Sebagai landasan teori dalam upaya menerangkan perubahan kadar gula
darah pasien lanjut usia yang diinduksi anestesi umum.
2. Sebagai landasan penelitian selanjutnya.
commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Metabolisme Glukosa
Bahan bakar disimpan dalam 3 bentuk yaitu glikogen (suatu polimer
glukosa), trigliserida (masing-masing mengandung 3 asam lemak yang
diesterifikasikan ke molekul gliserol), dan protein. Fungsi tunggal glikogen
dan trigliserida pada metabolisme manusia adalah sebagai cadangan bahan
bakar. Sebaliknya, protein yang paling utama dibentuk mempunyai fungsi
sebagai katalisator, karier reseptor, dan komponen struktural tubuh (Mayes
dan Bender, 2003; Mistraletti et al., 2005).
Secara garis besar, metabolisme karbohidrat terdiri dari :
a. Produksi
1) Berasal dari pemecahan karbohidrat yang ada dalam makanan.
2) Pemecahan cadangan glikogen dan molekul-molekul endogen lain
seperti protein dan lemak. Kemudian melalui proses metabolisme
glukosa seperti yang terjadi pada hepar dalam keadaan kelaparan,
aktivitas dan lain sebagainya. Glukosa 6 fospat dikonversi oleh
glukosa 6 fospatase hepar untuk dapat dilepas ke dalam sirkulasi.
Sementara pada otot, glukosa 6 fospat dikatabolisme langsung lewat
jalur glikolisis.
commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Mengubah senyawa-senyawa nonkarbohidrat menjadi glukosa atau
glikogen yang disebut proses glukoneogenesis.
b. Uptake
1) Diambil dari saluran cerna misalnya dengan sistem transport aktif dari
ion sodium.
2) Dari sirkulasi ke dalam sel oleh aksi insulin.
c. Utilisasi untuk produksi energi melalui konversi glukosa 6 fospat dan
pemecahan (glikolisis).
d. Konversi melalui glukosa 6 Fospat dan glukosa 1 Fospat menjadi
glikogen
e. “Heksosa / Pentosa Mono Fospat Shunt” yaitu dengan menghasilkan
energi dari glukosa 6 Fospat melalui reduksi nikotinamida adenin
dinukleotida fospat (NADP).
f. Konversi menjadi lemak dan protein.
Hasil akhir pencernaan karbohidrat adalah glukosa fruktosa dan
galaktosa yang selanjutnya akan dikonversi hepar menjadi glukosa. Sel
akan mengadakan utulisasi glukosa melalui glikolisis (anaerobik) atau
siklus “Citric Acid” (aerobikal). Glukosa disimpan dalam bentuk glikogen.
Insulin akan meningkatkan sintesis glikogen. Sementara Epinefrin dan
glukagon akan menaikkanglikogenolisis. (Berry, 2002; Leksana, 2004).
2. Anestesi Umum
Anetesi umum didefinisikan sebagai hilangya rasa sakit di seluruh
tubuh yang disertai hilangnya kesadaran reversibel akibat pemberian obat
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
anestesi. Anestesi umum didefinisikan lebih jauh sebagai keadaan di mana
sistem fisiologis tertentu berada di bawah kendali obat-obatan anestesi
(Morgan, 1996).
Indikasi anestesi umum :
1. Infan dari anak-anak
2. Operasi yang luas
3. Pasien dengan kelainan mental
4. Bila pasien menolak anestesi lokal
5. Operasi yang lama
6. Operasi di mana dengan anestesi lokal tidak praktis dan
tidak
menguntungkan
7. Pasien dalam terapi antikoagulan
Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi, intravena,
intramuskuler, atau peroral. Pada anestesi umum, terdapat trias anestesi
yaitu hipnotik, analgetik, relaksasi (Stoelting, 1999).
3. Fisiologi Adrenal
Ada banyak senyawa dihasilkan oleh korteks adrenal ( lebih kurang
40 macam ) akan tetapi hanya beberapa yang dijumpai dalam darah antara
lain
kortisol,
kortikosteron,
aldosteron,
dehidroepiandrosteron,
androstenedion dan banyak lagi. Sekresi dari korteks adrenal dipengaruhi
oleh ACTH. Kerja fisiologis utama dari hormon adrenal khususnya
glukokortikoid diantaranya adalah :
commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Berpangaruh terhadap metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, yaitu
memacu glikogenolisis, ketogenesis, glukoneogenesis, dan katabolisme
protein.
b. Memiliki kerja anti insulin, glukokortikoid menaikkan glukosa, asam
lemak dan asam amino dalam sirkulasi. Dalam jaringan perifer seperti
otot, adipose dan jaringan limfoid, steroid adalah katabolik cenderung
menghemat glukosa, pengambilan glukosa dan glikolisis ditekan.
c. Terhadap pembuluh darah meningkatkan respon terhadap katekolamin.
d. Meningkatkan aliran darah ginjal dan memacu eksresi air.
e. Pada dosis farmakologis menurunkan intensitas reaksi peradangan, di
mana pada konsentrasi tinggi glukokortikoid menurunkan reaksi
pertahanan seluler khususnya memperlambat migrasi leukosit ke dalam
daerah trauma, dan lain-lain
Sintesis steroid adrenal bermula dari asetat atau kolesterol dan
bergerak
melalui
beragam
langkah
enzimik
ke
pembentukan
glukokortikoid. Jalan reaksi menyangkut sintesis permulaan kolesterol yang
setelah terjadi pembelahan dan oksidasi serangkaian rantai samping, diubah
menjadi A5-pregnenolon. Korteks adrenal mengandung relatif banyak
kolesterol, sebagian besar sebagai ester kolesteril yang berasal dari sintesis
de novo dan sumber-sumber ekstra adrenal. Perubahan esterkolesteril
menjadi kolesterol merupakan langkah yang perlu dalam sintesis steroid
dan diatur oleh ACTH, dalam hal ini ACTH melakukannya dengan
meningkatkan cAMP, yang mengaktifkan protein kinase, selanjutnya
commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengaktifkan protein-protein melalui fosforilasi untuk mengkatalisis
hidrolisis kolesteril ester. Kinase ini awalnya juga meningkatkan 20hidroksilasi kolesterol. Hasil akhir reaksi ini adalah C-27 steroid 20α, 22βdihidroksikolesterol dan 17α, 20α-dihidroksikolesterol. Senyawa ini diubah
langsung menjadi pregnenolon atau 17α-pregnenolon dengan kehilangan
bagian isokaproat aldehida yang terdapat pada rantai samping (Granner,
2003; Suherman, 1995; Zhang et al., 2000)
Sekresi ACTH diatur secara umpan balik oleh steroid yang beredar,
pada manusia kortisol adalah regulator yang paling penting. Kortisol bebas
di dalam darah memiliki umpan balik negatif terhadap pelepasan hormon
pelepas kortikotropin (corticotropin releasing hormone atau CRH) dari
hipotalamus dan hipofisis. CRH turun melalui vena sistem portal hipofisis
ke hipofisis anterior dan memicu sekresi ACTH. Respon CRH terhadap
umpan balik negatif mengikuti irama diurnal, sehingga pada pagi hari
ACTH dan kortisol dalam jumlah yang lebih besar dan lebih kecil pada
malam hari, namun dalam keadan stress baik fisik maupun nonfisik seperti
nyeri, ketakutan, operasi, infeksi, latihan fisik, trauma, hipoglikemia atau
tumor otak dan obat-obatan seperti kortikosteroid, hipnotik, irama sirkadian
ini dapat berubah (Granner, 2003; Suherman, 1995; Cotton et al., 2009).
Hormon adrenal memainkan peranan sentral dalam homeostasis glukosa,
mekanisme pertahanan, respon terhadap stress, psikis dan trauma juga
anabolisme protein. Tidak adanya fungsi kelenjar adrenal merupakan
keadaan berbahaya pada manusia. Ini menjadi dasar bahwa pasien yang
commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
akan menjalani operasi, akibat respon stress yang meningkat baik psikis
maupun karena stress operasi kadar glukosa dalam darahnya mengalami
peningkatan.
4. Pengaruh Anestesi terhadap Metabolisme Glukosa
Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan kadar
gula darah selama operasi, antara lain tindakan operasi, teknik anestesi,
obat-obatan, cairan yang dipergunakan perioperatif dan penyakit dasar yang
diderita pasien yang menjalani operasi akan dapat menyebabkan terjadinya
kenaikan kadar gula darah secara langsung ataupun tidak langsung. Allison
dkk dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa stres emosional, N2O,
halotan, hipoksia, dan pembedahan menyebabkan kenaikan gula darah,
asam lemak bebas, dan menurunkan insulin plasma. Faridnan pada tahun
2003 meneliti respon stres anestesi general + epidural dengan anestesi
general yang menyimpulkan bahwa kombinasi anestesi general + epidural
lebih sedikit menimbulkan kenaikan kadar kortisol darah.
Beberapa
tindakan
anestesi
seperti
intubasi
dan
ekstubasi
endotrakheal meningkatkan respon stress dan hemodinamik yang akan
meningkatkan glukosa darah. Hal ini terjadi karena pada induksi anestesi
umum terjadi stress yang berupa stress psikologis preoperatif dan stress
anestesi yang akan melepaskan hormon - hormon yang dikenal sebagai
neuroendokrin hormon, yaitu: ADH, aldosteron, angiotensin II, kortisol,
epinephrin dan norepinephrin. Perubahan-perubahan hormonal ini bekerja
commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sama untuk meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah (Stoelting,
1999).
Efek kortisol diperantarai oleh adanya interaksinya dengan sebuah
reseptor spesifik yang terletak di dalam sel target. Oleh karena itu, apabila
ada sesuatu yang menimbulkan peningkatan kadar kortisol plasma maka
kortisol yang salah satu fungsinya memicu metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein dalam hal ini glukogenolisis, glukoneogenesis,
katekolamin akan meningkat pula. Kortisol plasma biasanya meningkat dua
hingga sepuluh kali setelah induksi anestesi selama pembedahan dan
pascaoperasi (Stoelting, 1999). Sama seperti stres lainnya, episode
pelepasan kortisol tetap sama, tetapi amplitudo pelepasannya yang
meningkat. Konsentrasi kortisol plasma akan kembali normal dalam 24 jam
pasca operasi. Namun dapat pula menetap selama 72 jam tergantung dari
derajat keparahan trauma pembedahan. Selain trauma pembedahan,
pemilihan obat dan teknik anestesi juga berpengaruh terhadap respon
hipotalamus-pituitari adrenal (Stoelting, 1999)
5. Penurunan Fisiologis Pasien Lanjut Usia yang Berhubungan dengan
Fungsi Metabolik dan Endokrin
Sejak umur 31 tahun terjadi penurunan laju metabolisme basal
sebesar 1% setiap tahun. Kemampuan untuk memetabolisme glukosa
menurun dengan bertambahnya usia. Gula darah terlalu tinggi disebut
hiperglikemia dan bila terlalu rendah disebut hipoglikemia (Almatsier,
2006). Hal ini salah satunya disebabkan karena terjadi resistensi insulin
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehingga respon regulasi glukosa menurun. Kemampuan pengikatan protein
serum juga menurun. Akibatnya dosis anestesi yang biasa akan
menimbulkan efek berlebihan pada manula. Mekanisme terjadinya
perubahan ini belum jelas, akan tetapi ada beberapa kemungkinan yaitu
susunan makanan yang buruk, inaktivitas fisik, berkurangnya masa otot,
berkurangnya sekresi insulin dan terjadinya antagonisme terhadap insulin
(Kunto, 1988). Respon neuroendokrin terhadap stres tidak berubah atau
sedikit menurun pada lanjut usia yang sehat.
Secara umum dapat dikatakan terdapat kecenderungan menurunnya
kapasitas fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ
sejalan dengan proses menua (Harimurti et al., 2007).
Seperti pada pasien pediatri, manajemen anestesi yang optimal
tergantung pada pemahaman kita pada perubahan dari fisiologi, anatomi,
dan respon terhadap agen anestesi yang menyertai penuaan. Keadaan
fisiologi abnormal pada pasien lanjut usia sangat bervariasi, sehingga hal
ini membutuhkan evaluasi preoperasi yang teliti.
6. Respon Hormonal terhadap Stres
Kelenjar adrenal memiliki peran penting terhadap respon fisiologis
terhadap stres. Berbagai bentuk rangsang baik secara fisik, kimiawi,
psikologis, trauma, maupun psikososial dapat mengurangi kemampuan
tubuh untuk mempertahankan homeostasis dan memicu respon stres.
Apabila tubuh bertemu dengan stressor, tubuh akan mengaktifkan respon
saraf dan hormon untuk mengatasi keadaan darurat. Sebagai Hasilnya
commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adalah keadaan kesiagaan yang tinggi dan mobilisasi berbagai sumber daya
biokimiawi (Sherwood, 2001).
Respon saraf utama terhadap rangsangan stress adalah pengaktifan
menyeluruh sistem saraf simpatis. Hal ini menyebabkan peningkatan curah
jantung dan ventilasi serta pengalihan darah dari daerah-daerah
vasokonstriksi yang aktifitasnya ditekan. Secara simultan, sistem simpatis
merangsang kekuatan hormonal dalam bentuk pengeluaran besar-besaran
epinephrin dari medulla adrenal. Epinephrin memperkuat respon simpatis
dan mencapai tempat-tempat yang tidak dicapai oleh sistem simpatis untuk
melaksanakan fungsi tambahan, misalnya memobilisasi karbohidrat dan
lemak (Sherwood, 2001). Selain epinephrin, sejumlah hormon lain terlibat
dalam respon stress seperti, CRH-ACTH-kortisol, glukagon, insulin,
rennin-angiotensin-aldosteron,
dan
vasopressin.
Respon
hormon
predominan adalah pengaktifan sistem CRH-ACTH-kortisol. Kortisol
menguraikan simpanan lemak dan protein sementara memperbesar
simpanan karbohidrat serta meningkatkan ketersediaan glukosa darah
(Sherwood, 2001).
Respon-respon hormonal lain di luar kortisol juga berperan dalam
seluruh respon metabolik terhadap stress. Sistem saraf simpatis dan
epinephrine yang dikeluarkan atas perintahnya menghambat insulin dan
merangsang glukagon. Perubahan-perubahan hormonal ini bekerja sama
untuk meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah. Epinephrin dan
glukagon
yang kadarnya dalam darah meningkat selama stress,
commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
meningkatkan glikogenolisis dan (bersama kortisol) glukoneogenesis di
hati. Namun, insulin yang sekresinya tertekan selama stress melawan
penguraian simpanan glikogen hati. Semua efek tersebut berperan
meningkakan kadar glukosa darah. Respon-respon hormonal yang
berkaitan dengan stress juga mendorong pengeluaran asam-asam lemak
dari simpanan lemak, karena epinephrin, glukagon, dan kortisol
meningkatkan lipolisis, sedangkan insulin menghambatnya (Sherwood,
2001).
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Operasi dengan
anestesi umum
· Status gizi
· Status fisik
Lansia
Respon stres fisik dan psikis
· Besar
operasi
· Lama
operasi
SSP
·
Hipotalamus
Sistem saraf otonom
Hipofisis
Aktivasi sistem simpatis
Medula adrenal
ACTH
Insulin
Korteks adrenal
Katekolamin endogen
Kortisol
Glukagon
Peningkatan kadar gula darah
Keterangan :
= Variabel perancu
= Variabel penelitian
C. Hipotesis
Ada perubahan kadar gula darah pada pasien lanjut usia yang diinduksi
dengan anestesi umum
commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian eksperimental uji klinik merupakan penelitian pada manusia
untuk mengetahui efek suatu tindakan medis. Lingkup tindakan medis dapat
berupa aspek diagnostik, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Dengan uji
klinik peneliti dapat meneliti seberapa jauh tindakan medis lebih efektif, lebih
akurat,
atau
konvensional
lebih
ekonomis
atau
standar
dibandingkan
(Arief,
dengan
2008).Penelitian
tindakan
ini
medis
merupakan
eksperimental uji klinik sederhana dengan bentuk one group pretest-postest.
Dalam rancangan ini, pengukuran atau observasi dilakukan sebelum dan
setelah perlakuan.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
C. Subjek Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah pasien lanjut usia yang menjalani
operasi elektif di RSD.dr.Moewardi. Agar diperoleh subjek yang homogen,
dilakukan pembatasan berupa kriteria inklusi dan eksklusi.
commit to user
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Kriteria inklusi
:
a) Menjalani operasi elektif dengan anestesi umum
b) Status fisik ASA I-II
c) Usia >60 tahun (lanjut usia)
d) Pasien non diabetes melitus
e) Lama operasi tidak lebih dari 3 jam
2. Kriteria eksklusi
:
a) Mengalami hipoglikemia atau hiperglikemia saat akan
dilakukan
penelitian
b) Mendapat transfusi sebelum dan selama operasi berlangsung
c) Pasien yang menolak diikutkan pada penelitian ini
d) Pasien diabetes mellitus
D. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling pada penelitian ini adalah dengan cara random
sampling. Pasien lanjut usia adalah populasi pada penelitian ini. Agar subjek
penelitian bersifat homogen, diberikan pembatasan berupa kriteria inklusi dan
eksklusi.
Kemudian
ditentukan
besarnya
sampel
menggunakan rumus Lemeshow :
Zα
᜘
n
= Jumlah sampel
Zβ Sd
d
commit to user
16
penelitian
dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sd
= Perkiraan simpang baku 20 mg/dl
D
= Selisih rerata kedua kelompok = 14,614 mg/d
= tingkat 0,05 maka Z =1,960
䕠
= tingkat kesalahan 䕠 = 10% maka Z䕠 = 1,282 (power
90%)
Dari perhitungan di atas didapatkan jumlah sampel n = 19,685 orang.
Dalam penelitian ini akan digunakan sampel sebesar 20 orang.
E. Identifikasi Variabel
1. Varibel Bebas
: anastesi umum
2. Variabel Terikat : kadar gula darah
3. Variabel Luar
:
a. Terkendali :
1) Jenis Obat anestesi
2) Besar dan lama operasi
b. Tidak terkendali :
1) Status gizi
F. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Bebas
a. Anestesi umum
commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Anetesi umum didefinisikan sebagai hilangya rasa sakit di seluruh tubuh
yang disertai hilangnya kesadaran reversibel akibat pemberian obat
anestesi.
b. Skala pengukuran: nominal
2. Variabel Terikat
a. Kadar gula darah
Kadar gula darah yang dimaksud adalah kadar gula darah yang diambil
dari darah arteriol sebanyak dua kali yaitu sebelum induksi anestesi dan
sesudah induksi anestesi tetapi sebelum periode pembedahan dimulai.
Alat yang digunakan adalah Blood Glucose Test Meter GlucoDr. Nilai
normal gula darah puasa adalah < 120 mg/dl.
b. Skala pengukuran: rasio
3. Variabel Luar
a. Terkendali
1) Jenis obat
a. Jenis obat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah obat-obatan
yang dipakai untuk induksi anestesi umum. Obat induksi anestesi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah obat-obat anestesi
inhalasi.
b. Skala pengukuran: nominal
2) Besar dan lama operasi
a. Besar dan lama operasi yang dimaksud di sini adalah derajat
operasi yang dilakukan. Karena derajat operasi mempengaruhi
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dosis obat-obatan yang diperlukan sehingga berpengaruh juga
terhadap respon hormonal.
b. Skala pengukuran: rasio
b. Tidak terkendali
1) Status gizi
a. Status gizi pada penelitian ini adalah status gizi responden. Status
gizi ini dapat diukur dengan menimbang berat badan, mengukur
lingkar lengan atas, dan lingkar perut, serta menghitung indeks
massa tubuh. Penelitian ini tidak dapat mengendalikan keadaan
gizi responden, apakah termasuk gizi jelek, baik, atau berlebih
(obesitas). Hal ini dikarenakan tidak dilakukan pengukuran
dengan alasan keterbatasan waktu.
b. Skala pengukuran: ordinal
G. Instrumen Penelitian
1. Monitor Siemens sc 7000
2. Mesin anestesi
3. Obat anestesi inhalasi,O2
4. Fentanyl, atracurium
5. Blood Glucose Test Meter GlucoDr
commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
H. Jalannya Penelitian
Pasien lanjut Usia
Subjek penelitian
Diukur kadar gula darah
Pretes
· Sevoflurane 2-3
volume % dalam 02
50% dengan aliran gas
5L/menit
· Atracurium besylate
0,5/gr/kg BB IV
· Fentanil 1-2
mikrogram/kgBB IV
Induksi anestesi umum
Diukur kadar gula darah
postes
I. Teknik Analisis Data Statistik
Data yang diambil adalah data primer dari pengumpulan data yang
telah dilakukan. Hasil analisis akan disajikan dalam bentuk tabel. Dilakukan
pembuatan grafik kadar glukosa darah sebelum dan setelah induksi dari
kelompok penelitian. Dilakukan uji normalitas distribusi kadar glukosa darah
dengan menggunakan Shapiro-Wilk test. Apabila distribusinya normal
(p>0,005) dilanjutkan dengan uji parametrik yaitu dengan uji t berpasangan.
commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian tentang perubahan kadar gula darah pasien
lanjut usia yang diinduksi anestesi umum pada 20 orang pasien yang menjalani
operasi ringan atau sedang dengan status fisik ASA I dan II setelah memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
Tabel 1. Uji Normalitas Gula Darah Prainduksi dan Pascainduksi Sebelum
Pembedahan dengan Shapiro-Wilk test
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
Gula Darah PostInduksi
.145
20
.200*
.958
20
.500
Gula Darah PreInduksi
.181
20
.086
.944
20
.286
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Pada tabel 1 menunjukan bahwa data kadar gula darah prainduksi dan
pascainduksi sebelum pembedahan bernilai p>0,005 yang berarti memiliki
distribusi normal. Setelah dilakukan transformasi data dan data yang diperoleh
terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji statistik dengan uji t
berpasangan. Uji t berpasangan digunakan karena kedua kelompok berhubungan
satu sama lain.
commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2. Nilai Rerata Gula Darah Sewaktu Pra induksi dan Pasca Induksi
Sebelum Pembedahan dengan Uji T Berpasangan
Variabel penelitian
Gula darah pra induksi
Gula darah pasca induksi
Nilai Rerata GDS
94,20 ± 4,162 mg/dla
99,95 ± 4,371 mg/dlb
P Value
0,00
Keterangan : Huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan perbedaan signifikan
dengan uji t berpasangan
Dari tabel di atas didapatkan rerata nilai gula darah pra induksi adalah
94,20 ± 4,162 mg/dl sedangkan gula darah pasca induksi sebelum pembedahan
dimulai adalah 99,95 ± 4,371 mg/dl. Dari uji t berpasangan diperoleh nilai
significancy 0,000 (p<005), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat
perubahan kadar gula darah yang bermakna antara sesaat sebelum induksi dan
sesudah dilakukan induksi sebelum pembedahan dimulai.
Grafik 1. Gula darah prainduksi
Dari grafik 1 terlihat frekuensi sampel terhadap nilai gula darah
prainduksi. Rerata gula darah prainduksi 94,20 ± 4,162 mg/dl. Frekuensi tertinggi
dengan kadar glukosa 94 mg/dl dan 95 mg/dl masing-masing berjumlah 4 sampel.
Sedangkan Frekuensi terendah dengan kadar glukosa 87 mg/dl, 89 mg/dl, 90
commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mg/dl,92 mg/dl, 97 mg/dl, 98 mg/dl, 99 mg/dl 100 mg/dl, dan 101 mg/dl masingmasing berjumlah 1 sampel.
Grafik 2. Gula darah pascainduksi sebelum pembedahan
Dari grafik 2 terlihat frekuensi sampel terhadap nilai gula darah
pascainduksi sebelum pembedahan. Rerata gula darah pascainduksi 99,95 ± 4,371
mg/dl. Frekuensi tertinggi dengan kadar glukosa 100 mg/dl berjumlah 4 sampel.
Sedangkan Frekuensi terendah dengan kadar glukosa 92 mg/dl, 93 mg/dl, 94
mg/dl, 96 mg/dl, 97 mg/dl, 99 mg/dl, 103 mg/dl, 106 mg/dl, dan 107 mg/dl
masing-masing berjumlah 1 sampel.
commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan kadar
gula darah sebelum induksi dan sesaat sebelum pembedahan dimulai pada pasien.
Untuk mengetahui perubahan tersebut digunakan uji t berpasangan. Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan adanya perubahan kadar gula yang
bermakna (p<0,005) pada pasien lanjut usia yang diinduksi anestesi umum. Hal
ini terlihat dari data.
Perubahan kadar gula darah antara sebelum induksi dan setelah induksi
sesaat sebelum pembedahan dimulai ini terjadi karena adanya stress yang berupa
stress psikologis preoperatif dan stress anestesi yang akan melepaskan hormonehormon yang dikenal sebagai neuroendokrin hormon, yaitu: ADH, aldosteron,
angiotensin II, kortisol, epinephrin dan norepinephrin. Beberapa tindakan anestesi
seperti intubasi dan ekstubasi endotrakheal meningkatkan respon stress dan
hemodinamik yang akan meningkatkan glukosa darah. Perubahan-perubahan
hormonal ini bekerja sama untuk meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak
darah.
Respon saraf utama terhadap rangsangan stress adalah pengaktifan
menyeluruh sistem saraf simpatis. Hal ini menyebabkan peningkatan curah
jantung dan ventilasi serta pengalihan darah dari daerah-daerah vasokonstriksi
yang aktifitasnya ditekan. Secara simultan, sistem simpatis mamanggil kekuatan
hormonal dalam bentuk pengeluaran besar-besaran epinephrin dari medulla
commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adrenal. Epinephrin memperkuat respon simpatis dan mencapai tempat-tempat
yang tidak dicapai oleh sistem simpatis untuk melaksanakan fungsi tambahan,
misalnya memobilisasi karbohidrat dan lemak (Sherwood, 2001). Selain
epinephrin, sejumlah hormon lain terlibat dalam respon stress seperti, CRHACTH-kortisol,
glukagon,
insulin,
rennin-angiotensin-aldosteron,
dan
vasopressin. Respon hormon predominan adalah pengaktifan sistem CRH-ACTHkortisol. Kortisol menguraikan simpanan lemak dan protein sementara
memperbesar simpanan karbohidrat serta meningkatkan ketersediaan glukosa
darah (Sherwood, 2001). Pengaruh hormon kortisol sebagai respon dari stressor
diperantarai oleh adanya interaksinya dengan sebuah reseptor spesifik yang
terletak didalam sel target. Oleh karena itu, apabila ada sesuatu yang
menimbulkan peningkatan kadar kortisol plasma maka kortisol yang salah satu
fungsinya memicu metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dalam hal ini
glukogenolisis, glukoneogenesis, katekolamin akan meningkat pula. Kortisol
plasma biasanya
meningkat
dua hingga sepuluh
kali
setelah
induksi
anestesi,selama pembedahan dan pascaoperasi.
Respon-respon hormonal lain di luar kortisol juga berperan dalam seluruh
respon metabolik terhadap stress. Sistem saraf simpatis dan epinephrine yang
dikeluarkan atas perintahnya menghambat insulin dan merangsang glukagon.
Epinephrin dan glukagon, yang kadarnya dalam darah meningkat selama stress,
meningkatkan glikogenolisis dan (bersama kortisol) glukoneogenesis di hati.
Namun, insulin yang sekresinya tertekan selama stress melawan penguraian
commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
simpanan glikogen hati. Semua efek tersebut berperan meningkakan kadar
glukosa darah.
Obat-obatan yang dipakai sebagai agen anestetikum,obat-obat anestesi
inhalasi khususnya, juga turut mempunyai peran dalam hal ini walaupun tidak
secara langsung mempengaruhi mekanisme stress seperti yang telah dijelaskan di
atas. Isofluran akan mengurangi pengalihan norepinefrin dari sirkulasi paru ke
dalam sel jaringan paru. Pengalihan ini sendiri tidak terjadi pada epinefrin.
Isofluran akan menimbulkan inhibisi pelepasan insulin, sehingga cenderung
terjadi
pula kenaikan kadar gula darah. Dengan Isofluran, cenderung terjadi
penurunan aksi insulin dan glukagon sehingga utilisasi glukosa akan menurun.
Opiat yang digumakan sebagai premedikasi menstimulasi pusat otonomik
supraspinal dan menimbulkan aksi simpato adrenal. Hal ini akan menyebabkan
glikogenolisis hati meningkat sehingga terjadi kenaikan kadar gula darah. Dengan
demikian anestesi umum tidak dapat
mengeleminasi respon stress secara
sempurna.
Selain adanya respon stress seperti yang dijelaskan di atas, kemampuan
memetabolisme gula darah pasien lanjut usia mengalami penurunan, salah satunya
adalah terjadi resistensi insulin. Sehingga obat anestesi dengan dosis biasa akan
dapat menimbulkan respon hormonal yang berlebihan pada manusia lanjut usia.
Secara umum dapat dikatakan terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas
fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan
proses menua.
commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian dan olah data yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa pada pasien lanjut usia yang diinduksi dengan anestesi
umum terjadi perubahan kadar gula darah.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, berikut ini saran yang
dapat diberikan oleh peneliti:
1. Perlu penelitian tentang perbedaan teknik anestesi dalam merubah kadar
gula darah
2. Perlu penelitian lebih lanjut tentang perubahan kadar gula darah pada
pasien DM dan non DM yang diinduksi anestesi umum
3. Perlu penelitian lebih lanjut tentang perubahan kadar gula darah pada
pasien dengan status fisik ASA III dan IV yang diinduksi anestesi
umum
4. Perlu penelitian lebih lanjut tentang perubahan kadar gula darah pada
pasien sebelum, selama dan setelah operasi.
commit to user
27
Download