12 Faisal SDH Vol.1 No.2 - Journal Healthy Science

advertisement
12 Faisal SDH Vol.1 No.2
PERBANDINGAN PREVALENSI HBsAg POSITIF PADA PENDERITA YANG
MEMERIKSAKAN DIRI DI RUMAH SAKIT ISLAM GONDANG LEGI MALANG
DENGAN METODE LISA
Oleh
Faisal
Dosen Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan Malang
INTISARI
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observational
analytic crossectional, yaitu suatu metode penelitian yang mengamati dan menganalisis data
dalam kurun waktu tertentu.
Data diambil dari populasi penderita yang memeriksakan diri ke Rumah Sakit Islam Gondang
Legi Malang Tahun 2009 – 2010 dengan metode ELISA.
Penelitian dengan melakukan observasi ke Rumah Sakit Islam Gondang Legi Malang yaitu
dengan cara mengambil data dari pemeriksaan HBsAg selama periode tahun 2009 – 2010.
Kemudian data diolah menggunakan analis data statistik dengan menggunakan “ Uji Chi Square
Dan Presentase ”.
Berdasarkan hasil perhitungan maka penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
yang bermakna pada jumlah pasien yang terinfeksi virus hepatitis B antara tahun 2009 dan tahun
2010. Terjadi peningkatan persentase jumlah pasien yang terinfeksi virus hepatitis B antara tahun
2009 dan 2010.
PENDAHULUAN
Hepatitis adalah suatu keadaan peradangan jaringan hati, yang disebabkan oleh infeksi
atau non infeksi. Salah satu gejala yang dapat terlihat pada pasien hepatitis adalah kulit dan
sklera mata menjadi berwarna kuning (ikterus ). Ikterus adalah suatu keadaan dimana plasma,
kulit dan selaput lendir menjadi kuning yang diakibatkan pewarnaan yang berlebihan oleh pigmen
empedu ( bilirubin ). Ikterus pertama dilaporkan oleh Hippokrates. Dalam perang dunia ke 2
telah dilaporkan berbagai epidemik ikterus, terutama terjadi di Timur Tengah dan Italia ( Noer
HMS, 1996).
Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama virus hepatitis A, B, C, D dan E. Virus
tersebut dapat menyebabkan keadaan hepatitis akut
dengan manifestasi klinis yang
bervariasi dari tanpa gejala sampai gejala yang paling berat, bahkan kematian. Hepatitis A dan E
tidak menyebabkan kronisitas, sebaliknya hepatitis B, C, D dapat menyebabkan keadaan
infeksi yang menetap yang akan menjadi hepatitis kronis, sirosis, dan kanker hati (Noer HMS,
1996).
Dari kelima virus hepatitis tersebut, virus hepatitis B ( HBV ) merupakan virus
hepatitis yang paling penting karena dapat mengakibatkan berbagai macam manifestasi
klinik pertama menyebabkan krosinitas, serta dapat menyerang semua umur, sehingga pada umurumur produktif menyebabkan disability. Seorang pengidap hepatitis kronik dapat menyebabkan
sirosis hati maupun karsinoma hati primer yang permanen bahkan dapat menimbulkan kematian.
Virus ini juga masuk melalui darah ataupun cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi seperti
halnya virus HIV. Hepatitis B hampir 100 kali lebih infeksius dibandingkan dengan virus HIV
( Johnson and Triger, 1992 ).
Proses penemuan virus hepatitis B diawali oleh Blumberg dkk pada tahun 1965 dengan
melakukan pcnelitiannya untuk mencari antibiotik yang timbul terhadap lipoprotein, mereka
mendapatkan pada 2 orang penderita hemofilia yang sering mendapat tranfusi darah suatu
antibodi yang dapat bereaksi dengan suatu antigen yang didapatkan dari seseorang aborigin dari
Australia. Pada waktu itu didapatkan bahwa antigen tersebut didapatkan pada 20 % penderita
hepatitis virus. Antigen ini dulu dinamakan Australia Antigen dan kemudian dinamakan HbsAg.
Pada tahun 1970, Dane dkk mendapatkan untuk pertama kalinya dibawah mikroskop elektron
partikel HbsAg dan partikel HBV utuh yang kini dinamakan partikel dane (Jawett dkk ).
Saat ini di dunia diperkirakan terdapat 350 juta pengidap hepatitis B. Sebanyak 78 %
terdapat di Asia Tenggara ( Sulaiman A dan Julitasari, 1998 ). Virus hepatitis B merupakan
penyebab utama hepatitis kronik dan karsinoma hepatoseluler ( KHS ) serta menyebabkan 1 juta
kematian pada tiap tahunnya (Oswari H, 2000 ).
Di Asia Tenggara dengan tingkat endemitas tinggi, umumnya infeksi virus hepatitis B
didapat pada saat atau pada masa dini kehidupan. Pada keadaan demikian, umumnya infeksi
virus hepatitis B tidak memberikan gejala sehingga sulit untuk diketahui. Hal ini menyebabkan
tingginya penyakit hati kronis dan keganasan pada orang dewasa ( Atkinson W, dkk 1999 ).
Angka prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi mengingat Indonesia
dengan geografis yang sangat luas, dengan perilaku dan budaya yang beraneka ragam. Indonesia
termasuk daerah Asia Tenggara dengan prevalensi hepatitis tingkat sedang sampai tinggi
( Sulaiman HA dan Julitasari, 1998 ). Angka kejadian di Indonesia mencapai 4% - 30% pada
orang normal, sedangkan pada penyakit hati menahun dapat ditemukan angka kejadian 20% 40%. Apabila seseorang terinfeksi virus ini maka gejalanya dapat sangat ringan dan berat sekali.
Pada orang dewasa dengan infeksi akut biasanya jelas dan akan sembuh sempurna pada sebagian
besar ( 90%) pasien ( Dexa M, 2006 ).
Mengingat virus hepatitis B adalah masalah kesehatan yang besar maka diperlukan
upaya untuk melakukan pencegahan terhadap virus hepatitis B salah satu pencegahan yaitu
vaksin terhadap HBV. Hal ini dapat dilakukan jika tes screening Hbs Ag hasilnya positif. Metode
tes screening HbsAg yang paling banyak digunakan adalah ELISA karena ELISA dianggap
memiliki tingkat sensitivity dan spesifikasi yang tinggi ( Handojo, 2004).
Hepatitis B
Hepatitis B merupakan radang hati yang disebabkan oleh karena infeksi Virus Hepatitis B
( VHB ). Apabila seseorang terinfeksi dengan virus ini maka gejalanya dapat sangat ringan
sampai berat sekali. Ketahanan hidup virus ini sangat tinggi, virus Hepatitis B sangat berbahaya
karena sisa dari serangan virus ini meninggalkan penyakit yang kronis dan menahun seperti
penyakit pengerasan hati dan kanker hati. Dapat juga menimbulkan kelainan di luar organ hati
( Extra-hepatal ) seperti poliartritis nodosa, membrano - proliferative gromerulo nephritis,
essential mixed cryoglobulinemia, scrum sicknes syndrome ( Dexa M, 2006 ).
Pada orang dewasa dengan infeksi akut biasanya jelas dan akan sembuh sempurna pada
sebagian besar ( 90% ) pasien. Akan tetapi pada anak-anak terutama balita, sebagian besar dari
mereka penyakitnya akan berlanjut menjadi menahun ( Dexa M, 2006 ).
Hingga saat ini belum ada obat yang memuaskan untuk infeksi hepatitis B, karena itu,
pencegahan merupakan cara terbaik, yakni dengan pola hidup sehat, mencegah perilaku seksual
berisiko tinggi, dan imunisasi. Hepatitis B dapat dicegah dengan imunisasi Hepatitis B pada anak.
Vaksin ini, biasanya diberikan sebanyak tiga kali pada bayi sebelum berusia 1 tahun. Atau
menurut Lesmana, vaksin Hepatitis yang paling baik untuk bayi, adalah 24 jam setelah bayi
tersebut dilahirkan. Vaksinasi pada usia dewasa tindakan paling tepat, karena di Indonesia
mempunyai prevalensi yang tinggi. Dengan vaksinasi ini anda dan keluarga akan terlindung dari
tertularnya virus hepatitis B. Dalam proses awal, seseorang yang akan melakukan vaksinasi
hepatitis B harus menjalani pemeriksaan saring di laboratorium. yaitu untuk mengetahui sejauh
mana keberadaan virus di dalam tubuh dan tindak lanjut yang diperlukan ( Dexa M. 2006 ).
Penatalaksanaan
Tidak ada terapi khusus untuk infeksi virus Hepatitis B. Jika tidak perlu sebaiknya
penderita tidak dirawat di rumah sakit untuk menghindari resiko penyebaran nosokomial. Pasien
yang dipertimbangkan untuk opname adalah penderita yang berusia lebih dari 40 tahun dengan
penyakit dasar yang lain atau bila penyakitnya berat ( kadar bilirubin > 15 mg/dl atau terdapat
prothrombin time yang memanjang ). Tujuan utama untuk opname adalah untuk memastikan
penderita mendapatkan terapi suportif yang adekuat serta monitoring penderita ( Adimore,
1994 ).
Pasangan seksual penderita dengan infeksi Hepatitis B akut disarankan untuk diperiksa
HBsAg, anti HBs dan anti HBc. Sebaiknya hubungan seksual dihindari jika penderita
menunjukkan HBsAg yang positif kecuali jika pasangannya telah mendapatkan profilaksis yang
tepat. Penggunaan kondom mungkin mengurangi resiko transmisi seksual pada infeksi Hepatitis
B serta dapat memberikan proteksi sebagai tambahan terhadap pemberian HB Ig dan imunisasi
namun efikasinya belum diteliti ( Adimore, 1994 ).
Diagnosa Laboratorium Untuk Hepatitis B Dengan Metode ELISA
EIA / ELISA ( Handojo, 2004 )
Penelitian laboratorium secara intensif mengenai VHB telah menemukan hal untuk
diamati diklinik dan laboratorium. Keterangan diatas ( petanda serologi ) telah memuat variabel variabel yang sering diperiksa. Tes - tes yang sangat sensitif pun telah banyak dikembangkan
secara luas untuk meneggakan diagnosa hepatitis B dalam kasus - kasus ringan, sub klinis atau
yang menetap. Salah satu tes pemeriksaan yang tergolong dalam generasi ketiga menurut WHO
adalah ELISA. ELISA dianggap pemeriksaan yang memiliki spesifitas dan sensitifitas yang
tinggi yang mampu menunjang diagnosa klinis hepatitis B.
Prinsip dari pemeriksaan ELISA ( Enzym Linked Imuno Sorbent Assay ) adalah reaksi
antigen-antibodi ( Ag - Ab ) dimana setelah penambahan konjugat yaitu antigen atau antibodi
yang dilabel enzim dan substrat akan terjadi perubahan warna. Perubahan warna ini yang akan
diukur intensitasnya dengan alat pembaca yang disebut spektrofotometer atau ELISA reader
dengan menggunakan panjang gelombang tertentu.
ELISA ( EIA ) dibagi menjadi dua macam yaitu homogenous EIA dan heterogenous
EIA. Homogenous EIA berguna untuk pemeriksaan bahan obat-obatan, hormon dan lain-lain.
Sedangkan heterogenous EIA berguna untuk pemeriksaan bahan yang memiliki berat molekul
besar misalnya antigen dan antibodi. Pemeriksaan parameter petanda serologis hepatitis B
termasuk dalam kelompok kedua yaitu heterogenous EIA.
Ada tiga tahapan penting dalam uji ELISA yaitu :
1. Pelapisan ( coating ) dengan antigen atau antibodi pada plate ( Phase padat ). Pelapisan dengan
dengan antigen untuk penentuan antibodi untuk penentuan antigen.
2. Penambahan bahan yang ditentukan ( diperiksa ), misalnya serum, plasma, saliva dan cairan
tubuh yang lain.
3. Penambahan detektor yang berfungsi untuk mendeteksi ikatan Ag – Ab yang terjadi. Ada dua
detektor yang digunakan yaitu :
a.
Penambahan
konjugat
yaitu
antigen
atau
antibodi
yang
berlabel enzim, misalnya Horse Radish Peroxidase
( HRPO). Alkaline
Phosphatase,Urease,Glukose-Oxidase(GOP) dan lain-lain.
b.
Penambahan
substrat
yang
berfungsi
memberi
perubahan
warna pada reaksi. Misalnya TMB (Tetra Methyl Benzidine, O- Toluidine, OPD, ABTS
dan lain-lain.
ELISA sendiri terdiri dari beberapa macam metode diantaranya ELISA kompetitif,
ELISA double sandwich antigen atau antibodi dan indirect ELISA yang ketiganya memiliki
prinsip dasar reaksi yang sama yaitu reaksi Ag - Ab.
Dalam penulisan ini akan dijelaskan mengenai pemeriksaan terhadap anti-HBs dengan
menggunakan teknik ELISA metode double sandwich Ag sebagai deteksi terhadap orang-orang
yang pernah menderita hepatitis B atau pernah kontak dengan virus hepatitis B dan scrining test
pravaksinasi VHB.
Hepalisa Anti – HBs
Tujuan
:
Untuk mengetahui sekaligus menentukan titer dari antibodi pada serum tes terhadap
Hepatitis B Surface Antigen ( HBsAg ).
Specimen
: Serum atau plasma.
Prinsip
:
Double Sandwich Ag Assay
Lubang plate ( phase padat) ( HbsAg ) + spesimen
( anti - HBs ) + HbsAg – HRPO
 HbsAg – anti – HBs HbsAg - HRPO  sandwich kompleks.
Sandwich kompleks + substrat TMB  warna biru.
Warna biru + H2SO4 2N ( stop solution )  kuning sampai coklat.
Baca absorben dengan panjang gelombang 450 nm.
Kit
:
Pasific Biotekindo
Reagen
1. Plate HBsAg ( solid phase coated Hbs Ag )
2. Larutan HBsAg Peroksidase ( konjugat)
3. Kontrol positif anti-HBs
4. Kontrol negatif anti-HBs
5. Larutan substrat TMB ( Tetra Methyl Benzidine ) A
6. Larutan substrat TMB ( Tetra Methyl Benzidine ) B
7. Larutan pencuci dengan pengenceran 20X
8. H2SO4 2 N ( Stopping solution )
Alat – alat :
- Mikropipet 50µl dan 100µl
- Inkubator dengan kontrol temperatur 37°C
- Lempeng pencuci
- ELISA Reader
- Well
Prosedur Tes
:
1. Masukan 50µl control positive, control negative dan sample dalam masing-masing well.
2. Tambahkan 50µl anti-HBS peroxidase solution (conjugate) kedalam masing-masing well, di
rotator selama 2 detik.
3. Inkubasi pada suhu 37 selama 80 menit.
4. Well di cuci 6 kali dengan larutan pencuci.
5. Tambahkan masing-masing TMB substrate solution A 50µl dan B50µl, dirotator selama 2-3 detik.
6. Tutup dengan cover hitan, inkubasi suhu kamar selama 30 menit.
7. Tambahkan 100 µl larutan stop solution H2SO4 2 N.
8. Baca pada ELISA reader dengan panjang gelombang 450 atau 650 nm
Interpretasi Hasil :
Hasil Negatif
Spesimen dari pasien dengan nilai absorben lebih kecil dari nilai cut off disebut non-reaktif dan
berarti HBsAg negative.
Hasil Positif
Spesimen dari pasien dengan nilai absorben lebih besar atau sama dengan nilai cut off disebut
reaktif.
NCx = Absorben rata-rata dari negatif kontrol
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observational
analytic crossectional, yaitu suatu metode penelitian yang mengamati dan menganalisis data
dalam kurun waktu tertentu.
Data diambil dari populasi penderita yang memeriksakan diri ke Rumah Sakit Islam
Gondang Legi Malang Tahun 2009 – 2010 dengan metode ELISA.
Penelitian dengan melakukan observasi ke Rumah Sakit Islam Gondang Legi Malang
yaitu dengan cara mengambil data dari pemeriksaan HBsAg selama periode tahun 2009 – 2010.
Kemudian data diolah menggunakan analis data statistik dengan menggunakan “ Uji Chi Square
Dan Presentase ”.
Perhitungan data penelitian dilakukan dengan menggunakan rumus uji chi square
sebagai berikut :
Keterangan :
n
:
Jumlah data dua tahun
a1
:
Data 1
a2
:
Faktor pembeda data 1
b1
:
Data 2
b2
:
Faktor pembeda data 2
n1
:
∑ data 1 dan faktor pembeda data 1
n2
:
∑ data 2 dan faktor pembeda data 2
nA
:
∑ data 1 dan data 2
nB
:
∑ faktor pembeda data 1 dan faktor pembeda data 2
Sebelum melakukan uji chi square, terlebih dahulu mencari hipotesis.
Rumus :
X02
= α . dk
dk = ( b – 1 ) . ( k – 1 )
=(2–1).(2–1)
=1
Untuk α = 0,05 dan dk = 1, maka Xo2 = 3,841
Keterangan :
Xo2
: Titik kritis
α
: Derajat kemaknaan (level of significant) hasil tes 5 % = 0,05.
b
: Baris
k
: Kolom
dk
: Nilai deferensi
Hipotesis :
X12 > X20
X12 < X02
=
=
ada perbedaan yang bermakna antara data tahun 2009 dan 2010
tidak ada perbedaan yang bermakna antara data tahun 2009 dan 2010
Presentase
Penghitungan data penelitian dilakukan dengan menggunakan rumus persentase :
Penghitungan pasien yang terinfeksi virus Hepatitis B pada tahun 2009.
Penghitungan pasien yang terinfeksi virus Hepatitis B pada tahun 2010.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Observasi
Tabel 1 : Distribusi penderita HBV positif dengan uji ELISA tahun 20090 dan 2010.
Hasil Pemeriksaan
Positif
Negatif
Total
Tahun 2009
14
386
400
a1
b1
na
Tahun 2010
21
390
411
a2
b2
Nb
Total
36
776
811
n1
n2
n
Perhitungan Chi Square dengan rumus :
X12 < X02
Kesimpulan :
=
tidak ada perbedaaan yang bermakna antara data tahun 2006 dan 2007.
erhitungan Dengan Menggunakan Presentase
1. Persentase hasil HBs Ag positif dengan uji ELISA tahun 2009
2. Persentase hasil HBs Ag positif dengan uji ELISA tahun 2010
Pembahasan
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Islam Gondang Legi Malang sebanyak 811 orang yang
memeriksakan HbsAg. Pada bulan januari 2009 Sampai dengan Agustus 2009 data menunjukan
dari 400 penderita yang memeriksakan HbsAg dengan hasil positif sebanyak 14 orang atau
sekitar 1,72% dan hasil negatif sebanyak 386 penderita atau sekitar 47,59% ( data Terlampir ) .
Sedangkan pada bulan januari 2010 sampai dengan agustus 2010 menunjukkan dari 411
penderita yang memeriksakan HbsAg dengan hasil positif sebanyak 21 orang atau sekitar 2,58%
dan hasil negatif sebanyak 390 0rang atau sekitar 48,08% ( data terlampir )
Berdasarkan data tersebut dapat dijelaskan bahwa perbandingan prosentase HbsAg positif
dengan metode ELISA di Rumah Sakit Islam Gondang Legi Malang tahun 2009 lebih kecil dari
pada tahun 2010.
Hepatitis B merupakan radang hati yang disebabkan oleh karena infeksi Virus Hepatitis B
( VHB ). Apabila seseorang terinfeksi dengan virus ini maka gejalanya dapat sangat ringan
sampai berat sekali. Ketahanan hidup virus ini sangat tinggi, virus Hepatitis B sangat berbahaya
karena sisa dari serangan virus ini meninggalkan penyakit yang kronis dan menahun seperti
penyakit pengerasan hati dan kanker hati. Dapat juga menimbulkan kelainan di luar organ hati
( Extra-hepatal ) seperti poliartritis nodosa, membrano - proliferative gromerulo nephritis,
essential mixed cryoglobulinemia, scrum sicknes syndrome.
Hingga saat ini belum ada obat yang memuaskan untuk infeksi hepatitis B, karena itu,
pencegahan merupakan cara terbaik, yakni dengan pola hidup sehat, mencegah perilaku seksual
berisiko tinggi, dan imunisasi. Hepatitis B dapat dicegah dengan imunisasi Hepatitis B pada
anak. Vaksin ini, biasanya diberikan sebanyak tiga kali pada bayi sebelum berusia 1 tahun.
Vaksin Hepatitis yang paling baik untuk bayi, adalah 24 jam setelah bayi tersebut dilahirkan.
Vaksinasi pada usia dewasa tindakan paling tepat, karena di Indonesia mempunyai prevalensi
yang tinggi. Dengan vaksinasi ini anda dan keluarga akan terlindung dari tertularnya virus
hepatitis B. Dalam proses awal, seseorang yang akan melakukan vaksinasi hepatitis B harus
menjalani pemeriksaan saring di laboratorium. yaitu untuk mengetahui sejauh mana keberadaan
virus di dalam tubuh dan tindak lanjut yang diperlukan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan data yang sudah diuraikan diatas dapat diketahui bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna pada jumlah pasien yang terinfeksi virus hepatitis B antara tahun 2009
dan tahun 2010. Terjadi peningkatan persentase jumlah pasien yang terinfeksi virus hepatitis B
antara tahun 2009 dan 2010.
Saran
1. Mengingat pentingnya diagnose hepatitis B dengan teknik ELISA, maka diharapkan agar setiap
laboratorium untuk menggunakan metode ELISA untuk pemeriksaan hepatitis karena akan
didapatkan hasil yang sensitif dan cukup spesifik.
2. Pentingnya mendapatkan reagen yang berkualitas baik dan tidak mahal dengan cara melakukan
penelitian di negara sendiri dengan mendapatkan antigen VHB dari daerah endemis.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar
Nurun. 2006. Hepatitis B divisi hepatologi, Majalah Dexa Media No. 2,
Vol. 19 April - Juni. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSCM.
Handojo dan. Indro.2004. Immunoassai Terapan Pada Beberapa Penyakit Infeksi. Surabaya : Airlangga
University Press.
Lesmana LA, Soewignyo, Akbar HN. Sulaiman HA, dan Noer HNS.1990 Steroid Withdrawal dan
Interferon
Alfa
Rekombinan
pada
Hepatitis
B
Kroniik.
Dalam : Buku Abstrak Kongres Nasional IV PGI-PEG1 Pertemuan II n.;.th. PPHI, Jakarta. hal.
100.
Perhimpunan
Dokter
Spesial
Ilmu
Penyakit
Dalam
Seluruh
Indonesia.
2004.
Buku Ajar Penyakit Dalam jilid 1. FKUI Jakarta.
Seilla, dan Sherlock 1997. Alih Bahasa : Petrus Andrianto. Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu.
Widya Medika, Jakarta.
Soewiegjo Soemohardjo, dan Stephanus Gunawan. 1999. Hepatitis B Virus. Jakarta. EGC.
JB Suharjo, dan B Cahyono . Diagnosis dan Manajemen Hepatitis B Kronis
Available from: URL: http://www.kalbefarma.com ( Diakses tanggal 12 juni 2011 )
Download