BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori Sinyal (Signaling Theory) Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakikatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi keberlangsungan hidup suatu perusahaan. Informasi yang lengkap, relevan, akurat, dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai analisis untuk mengambil keputusan investasi. Menurut Hartono (2008), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan sinyal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan volume perdagangan saham. Pada waktu diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu mengintrepretasikan dan menganalisis informasi tersebut dengan sinyal baik (good news) atau sinyal buruk (bad news). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal baik bagi investor, maka terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham. 9 10 Oleh karena itu, signaling theory yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengarah kepada suatu pertanda yang dapat ditangkap oleh para investor mengenai berbagai informasi yang relevan yang masuk ke pasar modal. Pertanda tersebut dapat berarti positif atau negatif. Apabila positif, maka investor akan makin tertarik untuk berinvestasi di dalam pasar modal tersebut, dan sebaliknya pertanda yang negatif dapat membuat investor beralih kepada investasi yang lainnya yang lebih menguntungkan. B. Obligasi 1. Pengertian Obligasi Menurut Bursa Efek Indonesia : “Obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut”. Sedangkan Hartono (2008) mendefinisikan obligasi sebagai hutang jangka panjang yang akan dibayar kembali pada saat jatuh tempo dengan bunga yang tetap jika ada. Dari definisi ini dapat dimengerti bahwa obligasi adalah suatu hutang atau kewajiban jangka panjang (bond), sedangkan hutang jangka pendek disebut bill. Nilai hutang dari obligasi akan dibayarkan pada saat jatuh temponya. Nilai hutang dari obligasi ini dinyatakan di dalam surat hutangnya. Obligasi mempunyai jatuh tempo, berarti mempunyai lama waktu pelunasannya yang sudah ditentukan. Bunga dari obligasi adalah tetap (misalnya 14% setahun) jika ada dan sudah ditentukan. Karena obligasi 11 membayar bunga yang besarnya tetap, maka obligasi dikenal juga sebagai sekuritas pendapatan tetap (fixed claim). Walaupun kebanyakan obligasi memberikan bunga tetap, ada juga obligasi yang tidak membayar bunga (zero coupon bonds). Setiap perusahaan memerlukan modal untuk melakukan kegiatan operasionalnya. Modal ini didapat dari ekuitas atau dari hutang. Ekuitas adalah modal sendiri yang terdiri atas saham, retained earnings, dan agio saham. Namun, dari tiga jenis ekuitas itu, yang bisa diperoleh dari masyarakat adalah saham dan agio saham. Jika pemilik perusahaan bersedia berbagi kepemilikan dan menginginkan penggalian dana yang tidak terbatas, maka perusahaan bisa menjual saham kepada masyarakat melalui pasar modal. Sedangkan dana yang berasal dari hutang adalah berupa obligasi. Obligasi yang diterbitkan di pasar modal tidak memerlukan jaminan aset karena sudah dijamin oleh penjamin emisi. Selanjutnya, hutang demikian memiliki jatuh tempo yang panjang karena memang obligasi didesain sebagai hutang jangka panjang. Jumlahnya tidaknya terbatas karena dana digali dari masyarakat luas. Sepanjang masyarakat masih memiliki dana dan percaya kepada pasar modal, maka dana ini akan terus tersedia (Widoatmodjo, 2009). Upaya perusahaan untuk mendapatkan dan menambah modal ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan berinvestasi terutama di pasar modal. 12 2. Jenis Obligasi Sebagai salah satu instrumen pendanaan bagi perusahaan, obligasi memiliki beberapa jenis, yaitu : 1. Dilihat dari sisi penerbit : a) Corporate Bonds : Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau badan usaha wasta. b) Government Bonds : Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat. c) Municipal Bonds : Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk membiayai proyek-proyek yang berkaitan dengan kepentingan public (public utility). 2. Dilihat dari system pembayaran bunga : a) Zero Coupon Bonds : Obligasi yang tidak melakukan pembayaran bunga secara periodik. Namun, bunga dan pokok dibayarkan sekaligus pada saat jatuh tempo. b) Coupon Bonds : Obligasi dengan kupon yang dapat diuangkan secara periodic sesuai dengan ketentuan penerbitnya. c) Fixed Coupon Bonds : Obligasi dengan tingkat kupon bunga yang telah ditetapkan sebelum masa penawaran di pasar perdana dan akan dibayarkan secara periodic. 13 d) Floating Coupon Bonds : Obligasi dengan tingkat kupon bunga yang ditentukan sebelum jangka waktu tersebut, berdasarkan suatu acuan (benchmark) tertentu seperti average time deposit (ATD) yaitu ratarata tertimbang tingkat suku bunga deposito dari bank pemerintah atau swasta. 3. Dilihat dari penukaran/opsi : a) Convertible Bonds : Obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk mengkonversikan obligasi tersebut ke dalam sejumlah saham milik penerbitnya. b) Exchangeable Bonds : Obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk menukar saham perusahaan ke dalam sejumlah saham perusahaan afiliasi milik penerbitnya. c) Callable Bonds : Obligasi yang memberikan hak kepada emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi tersebut. d) Putable Bonds : Obligasi yang memberikan hak kepada investor yang mengharuskan emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi tersebut. 4. Dilihat dari segi jaminan atau kolateralnya a) Secured Bonds : Obligasi yang dijamin dengan kekayaan tertentu dari penerbitnya atau dengan jaminan lain dari pihak ketiga. Dalam kelompok ini, termasuk di dalamnya adalah : 14 Guaranteed Bonds : Obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin dengan penanggungan pihak ke tiga. Mortgage Bonds : Obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin dengan agunan hipotik atas properti atau asset tetap. Collateral Trust Bonds : Obligasi yang dijamin dengan efek yang dimiliki penerbit dalam portofolionya, misalnya sahamsaham anak perusahaan yang dimilikinya. b) Unsecured Bonds : Obligasi yang tidak dijaminkan dengan kekayaan tertentu tetapi dijamin dengan kekayaan penerbitnya secara umum. 5. Dilihat dari segi nominalnya a) Conventional Bonds : Obligasi yang lazim diperjualbelikan dalam satu nominal, Rp. 1 Miliar per satu lot. b) Retail Bonds : Obligasi yang diperjualbelikan dalam satuan nilai nominal yang kecil, baik corporate bonds maupun government bonds. 6. Dilihat dari segi perhitungan imbal hasil a) Conventional Bonds : Obligasi yang diperhitungkan dengan menggunakan system kupon bunga. b) Syariah Bonds : Obligasi yang perhitungan imbal hasil dengan menggunakan perhitungan bagi hasil. Dalam perhitungan ini dikenal dua macam obligasi syariah, yaitu : 15 - Obligasi Syariah Mudharabah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad bagi hasil sedemikian sehingga pendapatan yang diperoleh investor atas obligasi tersebut diperoleh setelah mengetahui pendapatan emiten. - Obligasi Syariah Ijarah merupakan oblgasi syariah yang menggunakan akad sewa sedemikian sehingga kupon (fee ijrah) bersifat tetap, dan bisa diketahui/diperhitungkan sejak awal obligasi diterbitkan. 3. Karakteristik Obligasi Obligasi memiliki beberapa karakteristik seperti : 1. Nilai nominal (face value) adalah nilai pokok dari suatu obligasi yang akan diterima oleh pemegang obligasi pada saat obligasi tersebut jatuh tempo. 2. Kupon (The Interest Rate) adalah nilai bunga yang diterima pemegang obligasi secara berkala (kelaziman pembayaran kupon obligasi adalah setiap 3 atau 6 bulanan). Kupon obligasi dinyatakan dalam annual percentage. 3. Jatuh tempo (maturity) adalah tanggal dimana pemegang obligasi akan mendapatkan pembayaran kembali pokok atau nilai nominal obligasi yang dimilikinya. Periode jatuh tempo obligasi bervariasi mulai dari 365 hari sampai dengan di atas 5 tahun. Obligasi yang akan jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan lebih mudah diprediksi, sehingga memiliki 16 risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi yang memiliki periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara umum, semakin panjang jatuh tempo suatu obligasi, semakin tinggi kupon/bunga nya. 4. Penerbit/Emiten (issuer) mengetahui dan mengenal penerbit obligasi merupakan factor penting dalam melakukan investasi obligasi ritel. Mengukur risiko/kemungkinan dari penerbit tidak dapat melakukan pembayaran kupon dan atau pokok obligasi tepat waktu (disebut default risk) dapat dilihat dari peringkat (rating) obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti Pefindo atau Kasnic Indonesia. 4. Return Obligasi Return adalah tingkat pengembalian yang diperoleh investor atas investasi yang dilakukannya. Menurut Prasetya (2007) return terdiri dari : - Required return adalah return yang diinginkan atau disyaratkan oleh investor pada awal investasi. - Expected return adalah return yang diestimasikan dari asset yang diharapkan oleh investor dimasa depan. - Realized return adalah return yang benar-benar dapat direalisasikan dari investasi. - Total return adalah ukuran presentase yang berhubungan dengan seluruh arus kas suatu sekuritas dalam periode tertentu terhadap harga belinya. 17 5. Kelebihan dan Kekurangan Obligasi Kelebihan dan kekurangan obligasi menurut Prasetya (2007) antara lain : Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Obligasi Kelebihan Bagi Emiten Kekurangan - Relatif murah, karena tingkat bunga - Memberatkan emiten telah ditentukan sejak awal jadi kondisi jumlah bunga yang dibayarkan tidak pasti. memiliki kewajiban membayar - Jangka waktu (maturity) bisa jatuh temponya lebih panjang, membuat perusahaan lebih fleksibel perusahaan jika baik, bunga sedang karena kepada emiten pemegang obligasi, tidak peduli keadaan perusahaan untung atau rugi. menggunakan dana obligasi. Bagi Investor - Investasi yang relatif aman, - investasi yang jangka relatif panjang pendapatan yang akan diperoleh waktunya pasti (fixed income securities) yaitu sehingga berasal dari bunga kupon dan yang tidak liquid lagi bagi pokok pinjaman. investor. - Kemungkinan untuk mendapatkan capital gain apabila investor menjual obligasi tersebut pada pihak ketiga. merupakan - Pemegang obligasi asset tidak memiliki hak suara dalam perusahaan. 18 6. Harga Obligasi Berbeda dengan harga saham yang dinyatakan dalam bentuk mata uang, harga obligasi dinyatakan dalam persentase (%), yaitu presentase dari nilai nominal. Ada 3 (tiga) kemungkinan harga pasar dari obligasi yang ditawarkan, yaitu : 1. At par : Harga obligasi sama dengan nilai nominal. 2. At premium (dengan Premi) : Harga obligasi lebih besar dari nilai nominal. 3. At discount (dengan diskon) : Harga obligasi lebih kecil daripada nilai nominal. 7. Yield Obligasi Pendapatan atau imbal hasil atau return yang akan diperoleh dari investasi obligasi dinyatakan sebagai yield, yaitu hasil yang akan diperoleh investor apabila menempatkan dananya untuk dibelikan obligasi. Sebelum memutuskan untuk berinvestasi obligasi, investor harus mempertimbangkan besarnya yield obligasi, sebagai faktor pengukur tingkat pengembalian tahunan yang akan diterima. Ada 2 (dua) istilah dalam penentuan yield yaitu current yield dan yield to maturity. Current Yield adalah yield yang dihitung berdasarkan jumlah kupon yang diterima selama satu tahun terhadap harga obligasi tersebut. 19 Current Yield = Bunga tahunan Harga obligasi Sementara itu yield to maturity (YTM) adalah tingkat pengembalian atau pendapatan yang akan diperoleh investor apabila memiliki obligasi sampai jatuh tempo. Formula YTM yang seringkali digunakan oleh para pelaku adalah YTM approximation atau pendekatan nilai YTM, sebagai berikut : YTM approximation = C + R – P n x 100% R+P 2 Keterangan : C = kupon n = periode waktu yang tersisa (tahun) R = redemption value P = harga pembelian (purchase value) C. Obligasi Syariah 1. Pengertian Obligasi Syariah Menurut bahasa, obligasi berasal dari dari bahasa Belanda yaitu obligate, kemudian dibakukan ke dalam bahasa Indonesia menjadi obligasi yang berarti “kontrak”. Sedangkan dalam Pasal 1 Keputusan RI No.755/KMK011/1982 menyebutkan bahwa obligasi adalah jenis efek berupa surat pengakuan utang atas pinjaman uang dari masyarakat dalam 20 bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-kurangnya tiga tahun dengan menjanjikan imbalan bunga yang jumlah serta pembayarannya telah ditentukan terlebih dahulu oleh emiten (Badan Pelaksana Pasar Modal). Obligasi atau bond adalah surat utang jangka panjang yang dikeluarkan oleh peminjam dengan kewajiban untuk membayar kepada bond holder (pemegang obligasi) sejumlah bunga tetap yang telah ditetapkan sebelumnya. Obligasi adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Obligasi pada umumnya diterbitkan untuk suatu jangka waktu tetap diatas 10 tahun. Salah satu bentuk instrumen investasi pasar modal adalah obligasi yang sering didefinisikan sebagai suatu surat berharga jangka panjang bersifat utang yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi dan kewajiban membayar bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo kepada pemegang obligasi. Namun dalam Islam, obligasi yang bersifat utang dengan kewajiban bayar bunga (sistem riba) tidak dibenarkan. Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional, semenjak ada kovergensi pendapat bahwa bunga adalah riba maka dari itu diumumkan alternatif investasi yang dinamakan obligasi syariah. 21 Dalam islam, istilah obligasi lebih dikenal dengan shukuk. Shukuk merupakan bentuk jamak shukkum yang artinya surat pengakuan utang, cek bak. Kata shukuk sendiri artinya dokumen atau piagam akte. Dalam istilah perbankan syariah maknanya surat berharga yang diterbitkan sesuai prinsip syariah. Istilah Sukuk secara terminologi merupakan merupakan bentuk jamak dalam bahasa arab yang berasal dari kata ”sakk” yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan (www.wikipedia.or.id). Dalam Shari’a Standard No.17 tentang Investment Sukuk, Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) mendefinisikan Sukuk sebagai berikut: “Investment Sukuk are certificates of equal value representing undivided share in ownership of tangible assets, usufructs and services, or (in the ownership of) the assets of particular projects or special investment activity, however, this is true after receipt of the value of the sukuk, the closing of subscription and the employment of funds received for the purpose for which the sukuk were issued”. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sukuk merupakan sertifikat bernilai sama yang mewakili bagian tak terpisahkan dalam kepemilikan suatu aset berwujud, manfaat atau jasa, atau kepemilikan dari aset suatu proyek atau aktivitas investasi tertentu, yang terjadi setelah adanya penerimaan dana sukuk, penutupan pemesanan dan dana yang diterima dimanfaatkan sesuai dengan tujuan penerbitan sukuk. Sementara itu, definisi sukuk menurut Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah memberikan definisi Sukuk sebagai berikut : “Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti 22 kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share)) atas: a) Aset berwujud tertentu (ayyan maujudat); b) Nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang tidak ada; c) Jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang tidak ada; d) Aset proyek tertentu (maujudat masyru’muayyan); dan e) Kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath itistmarin khasha) Adapun Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum menggunakan istilah sukuk dan masih menggunakan istilah obligasi syariah. Dalam fatwa No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah DSN-MUI mendefinisikan obligasi syariah sebagai: “...sebagai suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo”. Obligasi syariah mempunyai pengertian yaitu: “obligasi yang ditawarkan dengan ketentuan yang mewajibkan emiten untuk membayar kepada pemegang obligasi syariah sejumlah pendapatan bagi hasil dan membayar kembali dana obligasi syariah pada tanggal pembayaran kembali dana obligasi syariah”. Pendapatan bagi hasil dibayarkan setiap periode tertentu (3 bulan, 6 bulan atau setiap tahun). Besarnya pendapatan 23 bagi hasil dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi syariah dengan pendapatan yang dibagi hasilkan, yang besarnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten triwulan yang terakhir diterbitkan sebelum tanggal pembayaran pendapatan bagi hasil yang bersangkutan. Pembayaran pendapatan bagi hasil kepada masing-masing pemegang obligasi syariah akan dilakukan secara proporsional sesuai dengan porsi kepemilikan obligasi syariah yang belum dibayar kembali. 2. Karakteristik Obligasi Syariah (sukuk) Keunggulan sukuk terletak pada strukturnya yang berdasarkan aset nyata. Hal ini memperkecil kemungkinan terjadinya fasilitas pendanaan yang melebihi nilai dari aset yang mendasari transaksi sukuk. Pemegang sukuk berhak atas bagian pendapatan yang dihasilkan dari aset sukuk di samping hak dari penjualan aset sukuk. Ciri khas lain sukuk adalah, jika sertifikat tersebut mencerminkan kewajiban kepada pemegangnya, maka sertifikat tersebut tidak dapat diperjualbelikan pada pasar sekunder sehingga menjadi instrumen jangka panjang yang dimiliki hingga jatuh tempo atau dijual pada nilai nominal. Obigasi Syariah mempunyai beberapa karakteristik. Pertama, obligasi syariah menekankan pendapatan investasi bukan berdasarkan kepada tingkat bunga (kupon) yang telah ditentukan sebelumnya. Tingkat pendapatan dalam obligasi syariah berdasar kepada tingkat rasio bagi hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati oleh pihak emiten dan investor. Kedua, dalam sistem pengawasannya selain diawasi oleh pihak wali 24 amanat maka mekanisme obligasi syariah juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (di bawah Majelis Ulama Indonesia) sejak dari penerbitan obligasi sampai akhir dari masa penerbitan obligasi tersebut. Dengan adanya sistem ini maka prinsip kehati-hatian dan perlindungan kepada investor obligasi syariah diharapkan bisa lebih terjamin. Ketiga, jenis industri yang dikelola oleh emiten serta hasil pendapatan perusahaan penerbit obligasi harus terhindar dari unsur non halal. Adapun lembaga Profesi Pasar Modal yang terkait dengan penerbitan obligasi syariah masih sama seperti obligasi biasa pada umumnya. Sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa jumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agar instrumen keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar, dan masyir. 25 Tabel 2.2 Perbandingan Obligasi Syariah (Sukuk) dengan Obligasi Konvensional Deskripsi Obligasi Syariah Obligasi Konvensional Penerbit Pemerintah, korporasi Pemerintah, korporasi Jangka waktu Sertifikat kepemilikan/ Instrumen pengakuan utang penyertaan atas suatu aset Imbalan, bagi hasil, Bunga kupon, capital gain margin Pendek-menengah Menengah-panjang Underlying asset Perlu Tidak perlu Price Market price Market price Investor Islami, konvensional Konvensional Sifat Instrumen Penghasilan Penggunaan dana Harus sesuai syariah hasil penerbitan Bebas Sumber:Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas: 1) Kepemilikan aset berwujud tertentu. 2) Nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu, 3) Kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu. 26 Ada beberapa kriteria persyaratan yang harus dipenuhi oleh emiten, yaitu: 1. Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No.20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah islam diantaranya adalah: a. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan diarang, usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional. b. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram. c. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat. 2. Peringkat Invesment Grade: a. Memiliki fundamental usaha yang kuat. b. Memiliki fundamental keuangan yang kuat. c. Memiliki citra baik di publik. 3. Keuntungan tambahan jika termasuk korporasi atau institusi syariah yang terdaftar dalam komponen Jakarta Islamic Index. 27 Secara umum, ketentuan mekanisme mengenai obligasi syariah adalah sebagai berikut: a. Obligasi syariah haruslah berdasarkan prinsip syariah yang hanya memberikan pendapatan kepada pemegang obligasi dalam bentuk bagi hasil atau revenue sharing serta pembayaran utang pokok pada saat jatuh tempo. b. Obligasi syariah mudharabah yang diterbitkan harus berdasarkan pada bentuk pembagian hasil keuntungan yang telah disepakati sebelumnya serta pendapatan yang diterima harus bersih dari non halal c. Nisbah (rasio bagi hasil) harus ditentukan sesuai keepakatan sebelum penerbitan obligasi tersebut. d. Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodik atau sesuai ketentuan bersama, dan pada saaat jatuh tempo hal itu diperhitungkan secara keseluruhan. e. Sistem pengawasan aspek syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah atau oleh Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI. f. Apabila perusahaan penerbit obligasi melakukan kelalaian atau melanggar syarat perjanjian, wajib dilakukan pengembalian dana investor dan harus dibuat surat pengakuan utang. Apabila emiten berbuat kelalaian atau cedera janji maka pihak investor dapat menarik dananya. 28 g. Hak kepemilikan obligasi syariah mudharabah dapat dipindah tangan kepada pihak lain sesuai kesepakatan akad perjanjian. 3. Jenis Obligasi Syariah (sukuk) Jenis sukuk berdasarkan Standar Syariah AAOIFI No.17 tentang Investment Sukuk, terdiri dari : 1) Sertifikat kepemilikan dalam aset yang disewakan. 2) Sertifikat kepemilikan manfaat. 3) Sertifikat salam. 4) Sertifikat istishna. 5) Sertifikat murabahah. 6) Sertifikat musyarakah. 7) Sertifikat muzara’a. 8) Sertifikat musaqa. 9) Sertifikat mugharasa. Sementara itu Academy for International Modern Studies (AIMS) mengklasifikasikan jenis sukuk sebagai berikut: 1) Sukuk mudharabah 2) Sukuk musyarakah 3) Sukuk ijarah 4) Sukuk murabahah 5) Sukuk salam 6) Sukuk istishna 29 Di samping itu, AIMS juga membagi sukuk menjadi empat kelompok berdasarkan aset dan proyek yang menjadi dasar transaksinya, sebaga berikut: 1) Sukuk yang mewakili kepemilikan pada aset berwujud (sebagian besar berupa transaksi sale dan lease back atau direct lease); 2) Sukuk yang mewakili kemanfaatan atau jasa (mendasarkan pada transaksi sub lease atau penjualan jasa/sale of service); 3) Sukuk yang mewakili bagian ekuitas dalam usaha atau portofolio investasi tertentu (berdasarkan akad musyarakah attau mudharabah); 4) Sukuk yang mewakili piutang atau barang yang diterima di masa depan ( berdasarkan mudharabah, salam, atau istishna). Atas dasar proyek atau aset yang mendasarinya tersebut di atas, sukuk dapat juga dikelompokkan menjadi dua yaitu sukuk yang dapat diperdagangkan dan sukuk yang tidak dapat diperdagangkan. Sukuk yang dapat diperdagangkan (tradable sukuk) adalah sukuk yang mewakili aset berwujud atau porsi kepemilikan dari usaha atau portofolio investasi tertentu. Contohnya : sukuk ijarah, sukuk mudharabah, atau sukuk musyarakah. Sementara sukuk yang mewakili piutang dalam bentuk uang maupun barang tidak dapat diperdagangkan (non-tradable sukuk). Contohnya : sukuk salam, sukuk istishna, atau sukuk murabahah. Di Indonesia, fatwa DSN MUI baru mengatur beberapa jenis Obligasi Syariah yaitu Obligasi Syariah Mudharabah (fatwa Nomor 33/DSNMUI/IX/2002), Obligasi Syariah Ijarah (fatwa Nomor 41/DSN- 30 MUI/III/2004) dan Obligasi Syariah Mudharabah Konversi (fatwa Nomor 59/DSN-MUI/V/2007). Jenis-jenis sukuk yang dimungkinkan untuk diterbitkan berdasarkan Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.14 tentang Akad-Akad yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal adalah sukuk Mudharabah dan sukuk Ijarah. 4. Penerbitan Obligasi Syariah (Sukuk) Setiap perusahaan memerlukan modal untuk melakukan kegiatan operasionalnya. Modal yang digunakan oleh perusahaan tersebut bisa berasal dari luar ataupun dari dalam perusahaan sendiri. Modal dari dalam bisa berasal dari laba yang ditahan, saham biasa dan saham preferen yang diterbitkan perusahaan. Sedangkan modal yang berasal dari luar adalah hutang yang diambil oleh perusahaan. Pada penelitian ini, penulis tertarik untuk meneliti tentang penerbitan obligasi syariah (sukuk) sebagai salah satu bentuk investasi dan pendanaan bagi perusahaan. Selain sebagai salah satu bentuk pendanaan bagi perusahaan, penerbitan obligasi syariah juga dapat mempengaruhi investasi saham. Penerbitan obligasi syariah akan menyebabkan terjadinya peningkatan leverage perusahaan. Di satu sisi peningkatan leverage akan membawa keuntungan bagi perusahaan berupa tax shield di mana perusahaan dapat mengurangi bagian earning yang dibayarkan untuk pajak sehingga perusahaan dapat meningkatkan nilai dari perusahaan dan memberikan keuntungan bagi pemegang saham. Namun pada titik tertentu penggunaan hutang dapat menurunkan nilai saham karena adanya pengaruh biaya 31 kepailitan dan biaya bunga yang timbul dari adanya penggunaan hutang. Reaksi investor terhadap perubahan struktur modal dapat dilihat dari pergerakan harga saham di pasar modal (Nafiah Afaf 2008). Kemampuan penerbitan obligasi syariah (sukuk) dalam mempengaruhi investasi saham ini cukup beralasan melihat nilai manfaaat yang terdapat dari penerbitan obligasi syariah ini. Selain itu potensi, penerbitan obligasi syariah ke depan juga diprediksi akan semakin besar. Momentum penerbitan obligasi syariah (sukuk) harus menjadi informasi strategis yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan, dan peluang Sustainbility Development bagi perusahaan dan sektor keuangan, khususnya keuangan Islam. Untuk melihat sejauh mana investor bereaksi terhadap peristiwa tersebut dilakukan pengujian kandungan informasi peristiwa pengumuman atau penerbitan obligasi syariah (sukuk) dapat diukur dengan menggunakan return saham. Jogiyanto (2008) memaparkan pengujian kandungan informasi dimaksudkan untuk melihat reaksi dari suatu pengumuman. Jika pengumuman tersebut mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Secara umum, hubungan antara tingkat pengungkapan informasi yang dilakukan oleh perusahaan dengan kinerja pasar perusahaan masih sangat beragam. Secara teoritis, ada hubungan positif antara pengungkapan dan kinerja pasar perusahaan. Penerbitan obligasi syariah (sukuk) juga merupakan salah satu pengungkapan atas strategis pendanaan perusahaan 32 sehingga pengumuman penerbitan obligasi syariah (sukuk) perusahaan idealnya akan mempengaruhi keputusan investor yang tercermin dalam tingkat return saham. Hal ini disebabkan karena startegi penerbitan obligasi syariah (sukuk) telah terbukti memberikan nilai lebih kepada perusahaan maupun negara dalam mendorong ekspansi perusahaan dan pembangunan negara seperti dikemukakan oleh Umar Mohammed Idris (2007) : “Sukuk is a very important tool for mobilization of the islamic funds, since a big amount of the islamic funds is inactive in the economy. Sukuk issuance has greatly contributed in the enhancement of more infrastructural developments in many of the muslim countries by issuing sukuk that provide capital for mega projects”. Muhammad Firdaus, dkk dalam Sunarsih (2008) pada saat ini, yaitu mulai tahun 2002 di Bursa Efek Indonesia diperdagangkan instrument keuangan baru yaitu obligasi syariah. Obligasi syariah ini diterbitkan selain untuk menutupi kebutuhan modal kerja juga bisa digunakan untuk membangun infrastruktur baik oleh perusahaan maupun pemerintah. Dengan demikian obligasi syariah bisa dimanfaatkan sebagai alternatif sumber pendanaan bagi perusahaan. Obligasi syariah sebagai sumber pendanaan bagi perusahaan lebih kompetitif dibandingkan dengan obligasi konvensional. Tetapi kecenderungan investor memang berbeda-beda karena sudut pandang yang digunakan untuk menganalisis dan memprediksi investasi yang akan mereka lakukan pun berbeda. Walaupun kepedulian investor dan perusahaan makin berkembang pada alternatif investasi dan pendanaan bagi mereka, seperti adanya 33 obligasi syariah (sukuk) ini, tetapi belum semua perusahaan menggunakan obligasi syariah (sukuk) sebagai instrumen pendanaannya selain saham yang masih dominan hingga saat ini. Mengacu kepada Siaran Pers BAPEPAM-LK pada 31 Desember 2009 yang menyatakan bahwa : “Selama tahun 2009 terdapat 12 sukuk dari 7 emiten yang memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK dengan total nilai emisi dari penerbitan sukuk tersebut sebesar Rp 1,22 triliun. Sampai dengan 29 Desember 2009, jumlah sukuk yang beredar telah mencapai 28 sukuk sehingga proporsi jumlah sukuk telah mencapai 12,12% dari total efek yang bersifat utang yang beredar. Secara kumulatif, sampai dengan Desember 2009 jumlah sukuk yang telah diterbitkan telah mencapai 41 sukuk, meningkat sebesar 41,3% dibanding akhir tahun 2008 yang baru berjumlah 29 sukuk. Sementara total nilai emisi sukuk mencapai Rp 6,71 triliun pada Desember 2009, meningkat sebesar 22,20% dibanding akhir tahun 2008 yang baru mencapai Rp 5,49 triliun”. Kondisi ini menunjukan bahwa penerbitan obligasi syariah (sukuk) yang telah terjadi selama ini masih cenderung direspon secara konservatif dan hati-hati oleh perusahaan dan pasar. Jika melihat hasil penelitian sebelumnya tentang pengaruh penerbitan obligasi terhadap respon pasar, di mana hasilnya pasar cenderung merespon negatif bahkan tidak terpengaruh terhadap penerbitan obligasi yang dilakukan perusahaan, maka melihat kondisi penerbitan obligasi syariah (sukuk) yang dilakukan oleh perusahaan saat ini seperti respon yang ditunjukan pasar tidak akan jauh 34 berbeda (cenderung direspon negatif dan tidak signifikan) dengan hasil penelitian sebelumnya. Namun, dilihat dari perkembangan yang ada ditambah dengan masih mudanya umur keberadaan obligasi syariah (sukuk) ini di dunia pasar modal Indonesia, pencapaian yang telah diraih hingga saat ini masih bisa menumbuhkan potensi dan optimisme yang besar dari para investor dan pelaku pasar modal. Tingkat perumbuhan obligasi syariah (sukuk) sebesar 41,3% sepanjang tahun 2009 secara kasat mata menunjukan bahwa pasar bereaksi positif dengan adanya penerbitan obligasi syariah ini. Tentu saja respon positif pasar ini tidak akan terjadi jika tingkat pengembalian atas investasi yang ada tidak bernilai positif dan menguntungkan juga. Seperti yang telah dijelaskan secara sekilas pada pembahasan di atas, perkembangan di pasar merupakan indikator yang penting untuk mengetahui tingkah laku pasar. Para investor dalam melakukan transaksi di pasar modal akan mendasarkan keputusannya pada berbagai informasi yang dimilikinya. Informasi yang relevan dengan pasar modal merupakan sesuatu yang dicari oleh investor dalam upaya pengambilan keputusan investasi. Penerbitan obligasi adalah salah satu bentuk kebijakan perusahaan yang akan berdampak pada terjadinya perubahan struktur modal perusahaan. Apabila informasi diterbitkannya obligasi oleh perusahaan merupakan informasi yang memiliki makna bagi pasar maka akan tercermin dalam perubahan harga saham yang akan menghasilkan selisih antara return yang diharapkan dengan return yang sesungguhnya. 35 Oleh karena itu, dampak dari pengumuman penerbitan obligasi syariah (sukuk) perusahaan mengacu dari fenomena penerbitan obligasi konvensional yang saat ini sedang berkembang di pasar tak luput dari perhatian investor. Informasi penerbitan obligasi syariah (sukuk) ini kemudian akan memberikan suatu pertanda (signal) bagaiman efeknya bagi return saham perusahaan yang menerbitkan obligasi syariah (sukuk) sekaligus mengeluarkan saham di pasar bursa efek. Signalling Theory berlaku di sini, di mana setiap tindakan mengandung informasi (Suluh Pramastuti 2007). Teori ini diperkuat oleh (Jogiyanto, 2008:491) : “Jika suatu informasi baru yang relevan masuk ke pasar yang berhubungan dengan suatu aktiva, informasi ini akan digunakan untuk menganalisis dan menginterpretasikan nilai dari aktiva yang bersangkutan. Akibatnya adalah kemungkinan pergeseran ke harga ekuilibrium yang baru. 5. Nilai Penerbitan Obligasi Syariah (sukuk) Dalam penerbitan obligasi pihak emiten akan dengan jelas menyatakan berapa jumlah dana yang dibutuhkan melalui penjualan obligasi. Istilah yang ada yaitu dikenal dengan jumlah emisi obligasi. Apabila perusahaan membutuhkan dana Rp 400 Milyar maka dengan jumlah sama akan diterbitkan obligasi senilai dana tersebut. Penentuan besar kecilnya jumlah penerbitan obligasi berdasarkan kemampuan aliran kas perusahaan serta kinerja bisnisnya. (Pratama, 2012). 36 6. Rating Penerbitan Obligasi Syariah (Sukuk) Dalam investasi, rating merupakan salah satu hal yang sangat penting karena menentukan suatu perusahaan atau negara bisa mendapatkan pendanaan dari penerbitan obligasi atau tidak dan berapa besar kupon atau imbal hasil yang harus dibayarkan agar diterima investor. Dalam investasi, baik saham, reksadana, maupun obligasi, perubahan rating terutama rating suatu negara bisa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi arah investasi. Maka dari itu, investor perlu mengetahuinya. Rating adalah suatu penilaian yang terstandarisasi terhadap kemampuan suatu negara atau perusahaan dalam membayar hutanghutangnya. Karena terstandarisasi artinya rating suatu perusahaan atau negara dapat dibandingkan dengan perusahaan atau negara lain sehingga dapat dibedakan siapa yang mempunyai kemampuan lebih baik, siapa yang kurang. Rating dikeluarkan oleh perusahaan pemeringkat dan biasanya untuk menjadi perusahaan pemeringkat harus mendapat izin resmi dari pemerintah (Pefindo). Sebelum melakukan penjualan obligasi, kebanyakan korporasi akan meminta lembaga pemeringkat untuk memberikan peringkat. Dalam proses pemeringkatan ini, hal yang paling penting adalah pertemuan dengan manajemen korporat. Pertemuan ini dimaksudkan untuk melakukan review yang detail terhadap rencana operasional dan finansial perusahaan, kebijakan manajemen, dan faktor-faktor kredit lain yang dapat 37 mempengaruhi peringkat. CFO dan CEO perusahaan biasanya mewakili manajemen dalam pertemuan yang dijadwalkan beberapa kali. Pada umumnya, lembaga pemeringkat akan meminta laporan keuangan yang telah diaudit, lapora keuangan interim, deskripsi tentang kegiatan operasi dan produk perusahaan, dan draft pernyataan registrasi. Peringkat obligasi akan mempengaruhi tingkat pengembalian obligasi yang diharapkan oleh investor. Semakin buruk peringkat suatu obligasi, maka akan semakin tinggi pula tingkat pengembalian hasil yang akan dituntut investor atas suatu obligasi. Obligasi berperingkat rendah akan menyediakan tingkat kupon yang tinggi, sebaliknya obligasi dengan peringkat tinggi menandakan bahwa kualitas obligasi tersebut bagussehingga dapat memberikan tingkat kupon yang rendah (Darmawan, 2007). Peringkat obligasi penting, karena obligasi dengan peringkat yang lebih rendah biasanya memiliki biaya bunga yang lebih tinggi. Tetapi, penelitian-penelitian terakhir menunjukkan bahwa peringkat obligasi kurang mencerminkan resiko obligasi. Harga saham dan harga obligasi dari suatu perusahaan tidak memperlihatkan efek yang abnormal diakibatkan oleh perubahan peringkat. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena peringkat obligasi didasarkan pada informasi yang tersedia di publik dan tidak menambahkan informasi baru bagi pasar (Ross,Westerfield, Jaffe, Jordan; 2008). Perusahaan-perusahaan umumnya berusaha untuk mempertahankan peringkat obligasi yang dimilikinya karena menguntungkan bagi 38 perusahaan. Beberapa keuntungan yang dadiperoleh adalah kemampuan untuk menerbitkan commercial paper, jalan masuk ke pasar modal dan investor, dan hubungan yang lebih baik dengan pihak ketiga. Keuntungankeuntungan yang diperoleh tersebut mendorong perusahaan untuk mempertahankan peringkat obligasinya dengan mengurangi penggunaan hutang pada saat menjelang penerbitan peringkat obligasi. Penggunaan hutang yang lebih sedikit dapat mencegah penurunan peringkat obligasi dan mendorong peningkatan peringkat obligasi tersebut (Kisgen; 2006). Peringkat obligasi saat ini dipandang penting. Securities and Exchange Commission (SEC), dalam laporannya mengenai peran dan fungsi lembaga pemeringkat, menyatakan bahwa pentingnya peringkat obligasi bagi investor telah meningkat secara signifikan sehingga mempengaruhi struktur transaksi finansial, akses penerbit obligasi terhadap modal, dan kemampuan investor dalam melakukan investasi. Bahkan majalah The Economist (2005) menyatakan bahwa saat ini lembaga-lembaga pemeringkat adalah salah satu institusi yang paling berpengaruh di pasar modal. Di Indonesia, perusahaan yang mendapat izin serta menjadi market leader dalam pemberian rating adalah PT. PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia). Selain itu, belakangan ini juga terdapat perusahaan baru yang memiliki bidang usaha serupa yaitu Fitch Rating Indonesia dan ICRA (Indonesia Credit Rating Agency). Umumnya perusahaan yang mendapat izin dari pemerintah Indonesia hanya memeringkat perusahaan-perusahaan 39 yang beroperasi di Indonesia. Sementara rating terhadap kemampuan membayar hutang suatu negara dilakukan oleh perusahaan pemeringkat yang mendapat pengakuan internasional. Dahulu perusahaan pemeringkat ini didominasi oleh 3 pemain besar seperti Standard & Poor, Moody’s Investor Service, dan Fitch Rating. Namun, belakangan ini juga semakin bermunculan perusahaan pemeringkat yang ratingnya juga diakui selain 3 pemain besar di atas. Perusahaan pemeringkat lainnya yaitu JCRA (Japan Credit Rating Agency) dan Rating & Information Service Inc. Suatu rating terdiri dari dua bagian yaitu rating dan outlook. Rating adalah kemampuan membayar hutang sedangkan outlook adalah pandangan dari perusahaan pemeringkat, apakah rating akan naik, turun, atau tetap pada periode penilaian berikutnya. Rating sendiri terdiri dari dua yaitu 3 huruf yang disertai dengan tanda atau angka tergantung perusahaan pemeringkat. Sebagai contoh urutan dari yang paling tinggi hingga paling rendah secara umum adalah sebagai berikut: 1. Invesment Grade - AAA atau Aaa - AA+,AA dan AA- atau Aa1, Aa2, dan Aa3 - A+, A, dan A- atau A1, A2, dan A3 - BBB+, BBB, BBB- atau Baa1, Baa2, Baa3 40 2. Non invesment grade ( Junk Bond ) dengan rating dibawah BBB atau Baa. - BB+, BB, BB- atau Ba1, Ba2, Ba3 - B+, B, B- atau B1, B2, B3 - CCC+, CCC, dan CCC- atau Caa1, Caa2, dan Caa3 - CC+, CC, CC- atau Ca1, Ca2, Ca3 - C+, C, C- atau C1, C2, C3 - Default Invesment Grade adalah kategori bahwa suatu perusahaan atau negara dianggap memiliki kemampuan yang cukup dalam melunasi hutangnya. Sehingga bagi investor yang mencari investasi yang aman, umumnya memilih rating Investment Grade. Praktek pada perusahaan lebih detail lagi. Perusahaan yang menerapkan screening yang lebih mendalam seperti BUMN investment grade nya minimal A karena rating BBB masih dianggap belum aman. Non Invesment Grade adalah kategori bahwa suatu perusahaan atau negara dianggap memiliki kemampuan yang meragukan dalam memenuhi kewajibannya. Perusahaan yang masuk ketegori ini biasanya cenderung sulit memperoleh pendanaan. Supaya berhasil umumnya mereka memberikan kupon atau imbalan hasil yang tinggi sehingga disebut juga dengan High Yield Bond. Investor yang memilih jenis obligasi ini biasanya cenderung memiliki sifat spekulatif. Sebab jika ternyata perusahaan 41 berkomitmen melunasi seluruh kewajibannya, imbal hasil yang diterima bisa sangat tinggi. Pada prinsipnya, semakin rendah rating, berarti semakin tinggi risiko gagal bayar dan berarti semakin tinggi pula imbal hasil (return) yang diharapkan oleh investor Tabel 2.3 Interpretasi Rating Pefindo AAA Obligasi yang diperingkat AAA adalah peringkat obligasi tertinggi yang diberikan oleh pefindo. Kapasitas penerbit obligasi untuk membaya kewajiban jangka panjangnya sangat superior dibandingkan dengan penerbit obligasi Indonesia lainnya. AA Obligasi dengan peringkat AA hanya berbeda sedikit dengan obligasi dengan peringkat AAA. Kapasitas penerbit obligasi untuk membayar kewajiban jangka panjangnya sangat kuat dibandingkan dengan penerbit obligasi Indonesia lainnya. Obligasi dengan peringkat A mengindikasikan kapasitas penerbit obligasi untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya relatif kuat dibandingkan dengan penerbit obligasi lainnya, tetapi obligasi ini tetap lebih mudah terpengaruh oleh perubahan keadaan dan kondisi ekonomi daripada obligasi peringkat AAA dan AA. Obligasi berperingkat BBB mengindikasikan parameter yang cukup aman dibandingkan dengan obligasi Indonesia lainnya. Memburuknya kondisi ekonomi atau perubahan keadaan akan mempengaruhi kapasitas penerbit obligasi untuk membayar kewajiban jangka panjangnya. Obligasi dengan peringkat BB menggambarkan parameter perlindungan yang relatif agak lemah dibandingkan dengan obligasi lainnya. Kapasitas dari penerbit obligasi untuk membayar kewajiban jangka panjangnya cukup rawan terhadap ketidakpastian terhadap kondisi bisnis, finansial, dan ekonomi. Obligasi dengan peringkat B menggambarkan parameter perlindungan yang relatif lemah dibandingkan dengan obligasi lainnya. Penerbit obligasi masih mempunyai kapasitas untuk membayar kewajiban jangka panjangnya tetapi adanya kondisi-kondisi ekonomi, bisnis, dan A BBB BB B 42 CCC SD D finansial yang buruk akan sangat mempengaruhi kapasitas dan kemauan penerbit obligasi untuk membayar kewajiban jangka panjangnya. Obligasi dengan peringkat CCC berpotensi untuk tidak membayar kewajibannya dan tergantung pada kondisi finansial dan bisnis yang baik untuk dapat membayar kewajibannya tersebut. Obligasi dengan peringkat SD (Selective Default) akan diberikan pada penerbit obligasi yang telah gagal membayar satu atau lebih obligasinya pada saat jatuh tempo. Rating SD diberikan oleh Pefindo jika penerbit obligasi telah gagal membayar salah satu obligasinya tetapi akan tetap membayar obligasi lainnya tepat waktu. Obligasi diberi peringkat D jika penerbit obligasi tersebut gagal membayar kewajibannya dan otomatis diberikan pada saat penerbit pertama kali gagal membayar kewajibannya. Pengecualian diberikan jika pembayaran bunga telah lewat dari tanggal jatuh tempo tetapi masih di dalam periode grace atau telatnya pembayaran terjadi karena adanya perselisihan komersial bonafide. Sumber: Pefindo Pada peringkat obligasi dari AAA sampai B dapat dimodifikasi menggunakan notasi plus (+) atau minus (-) untuk menunjukkan kekuatan relatif dalam kategori peringkat tersebut. D. Pasar Modal 1. Sejarah dan Pengertian Pasar Modal Pasar Modal telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Meskipun pasar modal telah ada sejak 14 Desember 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan. Perkembangan pasar modal Indonesia ternyata mengalami pasang surut, seiring dengan perjalanan negara dan bangsa Indonesia. Pada zaman penjajahan Belanda, misalnya, pasar modal Indonesia pernah mengalami pasang. Kemudian, seiring dengan berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia, pasar modal juga mengalami 43 kemunduran. Selanjutnya, saat negara Indonesia mengalami kemelut (termasuk kesulitan ekonomi), pada tahun 1960-an, pasar modal juga tidak bisa menunjukan aktivitas yang baik. Catatan terakhir menunjukkan, pasar modal indonesia mengalami masa pasang ketika pembangunan ekonomi yang dilakukan sejak Orde Baru mulai menunjukkan hasil pada akhir tahun 1980-an hingga pertengahan 1990-an. Pada tahun 1997, ekonomi Indonesia dilanda krisi moneter yang menyebabkan pasar modal juga terkena imbasnya (Widoatmodjo, 2009). Dengan demikian, tidaklah terlalu salah jika perkembangan pasar modal Indonesia dapat didekati melalui sejarah perjalanan negara dan bangsa Indonesia (Winarto, 1997) dalam (Widoatmodjo, 2009). Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai berikut : “Kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan Efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek “. Dari definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pasar modal adalah pasar untuk melakukan penawaran umum dan perdagangan efek yang diterbitkan oleh perusahaan publik maupun pemerintah serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. 2. Tujuan dan Manfaat Pasar Modal Tujuan dan manfaat pasar modal dapat dilihat dari 3 sudut pandang (Samsul, 2006) yaitu: 44 Sudut Pandang negara Pasar modal dibangun dengan tujuan menggerakkan perekonomian suatu negara melalui kekuatan swasta dengan mengurangi beban negara. Negara memiliki kekuatan dan kekuasaan untk mengatur bidang perekonomian tetapi tidak harus memiliki perusahaan sendiri. Tetapi negara mempunyai kewajiban membuat perundang-undangan agar pihak swasta dapat bersaing dengan jujur dan tidak terjadi monopoli. Negara tidak perlu membiayai pembangunan ekonominya dengan cara meminjam dana dari pihak asing, sepanjang pasar modal dapat difungsikan dengan baik. Pinjaman dari pihak asing akan membebani APBN yang pada akhirnya akan dibebankan kepada rakyak malalui pungutan pajak. Sudut Pandang Emiten Pasar modal merupakan suatu sarana untuk mecari tambahan modal. Perusahaan berkepentingan untuk mendapatkan dana dengan biaya yang lebih murah dan hal itu bisa diperoleh di pasar modal. Karena modal pinjaman dalam bentuk obligasi lebih murah daripada kredit jangka panjang perbankan. meningkatkan modal sendiri lebih baik dari pada memperbaiki strktur permodalan perusahaan. Perusahaan yang masuk ke pasar modal akan lebih dikenal karena setiap hari bursa, namanya selalu muncul dalam berita televisi, radio, atau surat kabar. Perusahaan yang sudah dikenal namanya akan lebih mudah mencari hubungan bisnis dengan perusahaan domestik atau luar negeri. 45 Sudut Pandang Masyarakat Dengan adanya pasar modal, maka masyarakat memiliki sarana baru untuk menginvestasikan uangnya. Investasi yang semula dilakukan dalam bentuk deposito, emas, tanah, atau rumah sekarang dapat dilakukan dalam bentuk saham dan obligasi. Jika pasar modal itu berjalan dengan baik, jujur, dan pertumbuhannya stabil maka dapat mendatangkan kemakmuran bagi masyarakat. 3. Jenis-Jenis Pasar Modal Pasar modal dapat diketegorikan menjadi 4 pasar, yaitu : a. Pasar Perdana (Primary Market) Pasar perdana adalah tempat atau sarana bagi perusahaan yang untuk pertama kali menawarkan saham atau obligasi ke masyarakat umum. Penawaran umum awal ini, yang di sebut juga Initial Public Offering (IPO), telah mengubah status perseroan tertutup menjadi perseroan terbuka (Tbk). Masyarakat umum yang ingi membeli efek dapat melakukan pemesanan beli langsung kepada penjamin emisi atau kepada agen panjual terdekat. b. Pasar Kedua (Secondary Market) Pasar kedua (sekunder) adalah pasar dimana efek-efek yang telah dicatatkan di bursa efek diperjual-belikan. Pasar sekunder memberikan kesempatan kepada para investor untuk membeli atau menjual efek-efek yang tercatat di Bursa, setelah terlaksananya penawaran perdana. Di pasar ini, efek-efek diperdagangkan dari sat investor ke investor 46 lainnya. Terbentuknya harga pasar oleh tawaran jual dan tawaran beli dari dari para investor ini disebut juga dengan istilah Order Driven Market. c. Pasar Ketiga (Third Market) Pasar ketiga adalah tempat perdagangan saham atau sekuritas di luar bursa (over the counter market). Bursa paralel merupakan suatu sistem perdagangan efek yang terorganisasi di luar bursa efek resmi. Jadi, dalam pasar ketiga ini tidak memiliki pusat lokasi perdagangan yang dinamakan floor trading (lantai bursa). d. Pasar Keempat (Fourth Market) Pasar keempat adalah sarana transaksi jual beli efek antar investor jual dan investor beli tanpa melalui pelantara efek. Transaksi dilakukan secara tatap muka antar investor beli dan investor jual untuk saham atas pembawa. Dengan kemajuan teknologi, mekanisme ini dapat terjadi melalui Electronic Comminication Network (ECN) asalkan para pelaku memenuhi syarat yaitu memiliki efek dana di central custodian dan central clearing house. Pasar keempat ini hanya dilaksanakan oleh investor besar karena dapat menghemat biaya transaksi daripada jika dilakukan di pasar sekunder. 47 4. Instrumen Pasar Modal Bentuk instrumen di pasar modal disebut efek, yaitu surat berharga yang berupa : 1. Saham adalah tanda bukti memiliki perusahaan dimana pemiliknya disebut juga segabai pemegang saham. 2. Obligasi (bonds) adalah tanda bukti perusahaan memiliki utang jangka panjang kepada masyarakat yaitu di atas 3 tahun. 3. Bukti right adalah hak untuk membeli saham pada harga tertentu dalam jangka waktu tertentu. 4. Waran adalah hak untuk membeli saham pada harga tertetu dalam jangka waktu tertentu. 5. Indeks saham dan indeks obligasi 6. adalah angka indeks yang diperdagangkan untuk tujuan spekulasi dan lindung nilai (hedging). E. Efisensi Pasar Definisi efisiensi pasar menurut Beaver (1989) dalam Hartono (2007) adalah hubungan antara harga-harga sekuritas dengan informasi. Pasar efisiensi yang ditinjau dari sudut informasi saja disebut pasar informasi (informationally efficient market). Sedangkan, pasar efisien yang ditinjau dari sudut kecanggihan para pelaku pasar dalam mengambil keputusan berdasarkan informasi yang tersedia tersebut dengan efisiensi pasar secara keputusan (decisionally efficient market). Investor senantiasa memperhatikan pergerakan harga pasar. Artinya, baik investor individula maupun institusi mengikuti 48 pergerakan pasar tiap saat secara seksama, dan selalu siap melakukan transaksi beli atau jual manakala menurut perhitungan akan dapat hasil yang menguntungkan. Dengan kata lain, investor memperoleh keuntungan dengan menggunakan strategi yang tepat. Efisiensi Pasar Modal ditunjukkan oleh kondisi dimana informasi bisa diakses oleh semua investor secara cepat dan tepat. Efisiensi pasar dapat diuji dengan melihat abnormal return yang terjadi. Pasar dikatakan tidak efisien jika satu atau beberapa pelaku pasar dapat menikmati abnormal return dalam jangka waktu yang cukup lama. 1. Efisiensi Pasar Secara Informasi Kunci utama untuk mengukur pasar yang efisien adalah hubungan antara harga sekuritas dengan informasi. Tiga macam bentuk utama efisiensi pasar secara informasi menurut Fama (1970) dalam Hartono (2008) adalah : a. Efisiensi Pasar Bentuk Lemah (weak form) Jika harga-harga dari sekuritas tercermin secara penuh (fully reflect) terhadap informasi masa lalu. Investor tidak dapat menggunakan informasi masa lalu tersebut untuk mendapatkan keuntungan yang tidak normal. b. Efisiensi Pasar Bentuk Setengah Kuat (semistrong form) Jika harga-harga dari sekuritas secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang dipublikasikan (all publicly available information) termasuk informasi-informasi yang berada di laporan keungan perusahaan. Dalam pasar ini tidak ada investor atau grup dari investor yang dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan untuk mendapat keuntungan 49 tidak normal dalam jangka waktu yang lama. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dari sekuritas bersangkutan. Reaksi ini dapat diukur dengan menggunakan return sebagai nilai perubahan harga saham atau dengan menggunakan abnormal return. c. Efisiensi Pasar Bentuk Kuat (strong form) Jika harga-harga dari sekuritas secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang dipublikasikan (all publicly available information) dan informasi-informasi privat (nonpublic information). Dalam pasar ini tidaka ada investor atau grup dari investor yang dapat memperoleh keuntungan tidak normal karena mempunyai informasi privat. Sendi pokok dalam gagasan dasar pasar efisien adalah bahwa semua partisipan pasar mengetahui informasi publik karena informasi yang terkandung dalam laporan arus kas bertujuan untuk dipublikasikan. Jika seperangkat informasi secara luas diketahui oleh partisipan pasar (publik) pada saat yang sama, dan jika mereka sepakat dengan implikasi tersebut terhadap harga saham, persaingan akan menggerakan harga pada pasar tersebut. Ini berarti bahwa para investor hanya bisa berharap untuk mendapatkan keuntungan atas saham yang seimbang dengan risikonya. Sehubungan dengan informasi akuntansi, seseorang tidak bisa mengharapkan pasar bereaksi kecuali jika informasi tersebut berguna. Informasi yang berguna adalah informasi yang relevan dan dapat dipercaya bagi pihak yang berkepentingan Sunariyah (2008). 50 F. Saham 1. Pengertian Saham Investasi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah dalam bentuk saham. Wujud saham adalah berupa kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Menurut Bapepam-LK dan PT. Bursa Efek Indonesia, saham di definisikan sebagai berikut: “Saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau yang biasa disebut emiten. Saham menyatakan bahwa pemilik saham adalah juga pemilik sebagian dari perusahaan. Dengan demikian, jika seorang investor membeli saham, maka ia pun menjadi pemilik atau pemegang saham perusahaan.” 2. Tingkat Pengembalian (return) Investasi yang Diterima Pemegang Saham Konsep risiko tidak terlepas kaitannya dengan return, karena investor selalu mengharapkan tingkat return yang sesuai atas setiap risiko investasi yang dihadapinya. Pengertian umum dari tingkat pengembalian (return) adalah suatu hasil pengembalian yang diperoleh dari suatu dana atau modal yang ditanamkan pada suatu investasi, baik berupa asset riil (real asset) maupun asset keuangan (financial asset). Menurut Brigham et al. (1999) yang diambil dari penelitian Michell Suharli (2004), pengertian dari return adalah: “measure the financial performance of an investment”. Pada penelitian tersebut return digunakan pada suatu investasi untuk mengukur hasil keuangan perusahaan. 51 Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengembalian (return) saham dapat diperoleh dari capital gain dan dividen. Tingkat pengembalian yang diperoleh dari capital gain merupakan selisih dari harga investasi sekarang dengan harga periode yang lalu jika investasi sekarang (Pt) lebih tinggi dari harga investasi periode masa lalu (Pt-1). Ini berarti terjadi keuntungan modal (capital gain), sebaliknya jika harga investasi sekarang (Pt) lebih rendah dari harga investasi periode masa lalu (Pt-1) terjadi kerugian modal (capital loss). (Hartono, 2008). Jenis-jenis return menurut Hartono (2008) dibedakan menjadi dua: (1) return realisasi, merupakan return yang telah terjadi, (2) return ekspektasi, merupakan return yang diharapkan akan diperoleh investor di masa yang akan datang. Berdasarkan pengertian return, bahwa return suatu saham adalah hasil yang diperoleh dari investasi dengan cara menghitung selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan dividen, maka dapat ditulis rumus seperti dibawah ini berdasarkan referensi Francis (1988) dan Hartono (2008) apabila kita abaikan dividen: Rt = Pt – Pt-1 Pt-1 Keterangan : Rt = tingkat pengembalian saham pada hari ke-t Pt = harga penutupan saham pada hari ke-t Pt-1 = harga penutupan saham pada hari ke- t-1 52 G. Trading Volume Activity Dalam pasar modal terdapat banyak sekali informasi-informasi yang dapat mempengaruhi situasi di dalamnya. Reaksi pasar modal terhadap suatu informasi dapat juga dilihat dengan Trading Volume Activity (TVA). Sriwijaya (1998:142) menyatakan bahwa Trading Volume Activity merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap suatu informasi melalui parameter pergerakan aktivitas volume perdagangan saham di pasar modal. Perhitungan Trading Volume Activity dilakukan dengan membandingkan jumlah saham perusahaan yang diperdagangkan dalam suatu periode tertentu dengan keseluruhan jumlah saham yang beredar dari perusahaan tersebut pada kurun waktu yang sama, menurut Jones, Charles P (1986:375). Volume perdagangan saham pada periode t TVA = Jumlah saham yang beredar pada periode t Kegiatan perdagangan saham dalam volume yang sangat tinggi di suatu bursa akan ditafsirkan sebagai tanda pasar akan membaik. Peningkatan volume perdagangan saham yang sekaligus terjadinya peningkatan harga merupakan gejala yang semakin kuat konbullish (Neni dan Mahendra, 2004). Volume perdagangan saham dapat digunakan oleh investor untuk melihat apakah saham yang dibeli tersebut merupakan yang aktif diperdagangkan di pasar (Neni dan Mahendra, 2004). Saham yang aktif perdagangannya sudah 53 pasti memiliki volume perdagangan yang besar dan saham dengan volume yang besar akan dapat menghasilkan return yang tinggi (Tharun, 2000). Menurut Sudana dan Pradityo Setiawan (2005:15) volume perdagangan saham merupakan jumlah lembar saham yang ditransaksikan oleh para investor diperdaganga saham. Volume permintaan saham dari perusahaan adalah jumlah transaksi-transaksi dari permintaan saham tiap perusahaan pada hari yang sama diperdagangan saham. Perubahan permintaan saham mempunyai pengaruh terhadap volume perdagangan saham, karena pengembangan pasar modal terutama di pasar sekunder tidak lepas dari peran investor (sisi permintaan dipasar modal). Semakin banyak dan semakin besar para investor menginvestasikan modalnya pada saham, akan menjadikan saham-saham yang diperdagangkan semakin liquid. Dengan semakin liquidnya saham-saham yang diperdagangkan, akan mengndang banyak investor untuk menginvestasikan modalnya di saham, dan hal tersebut akan menarik banyak perusahaan untuk go publik. H. Abnormal Return Abnornal return adalah selisih antara tingkat keuntungan yang sebenarnya dengan tingkat keuntungan yang diharapkan. Abnormal return sering digunakan sebagai dasar pengujian efisiensi pasar. Pasar dikatakan efisien jika tidak satu pun pelaku pasar yang menikmati abnormal return dalam jangka waktu yang cukup lama. Akan tetapi, abnormal return dapat digunakan untuk melakukan penilaian kinerja surat berharga. Pada dasarnya ada beberapa 54 model untuk menghitung abnormal return, diantaranya market model/single index model dan capital asset pricing model. Formula yang digunakan untuk menghitung abnormal return (Jogiyanto, 2003:416) adalah sebagai berikut : ARit = Rit – Rmt Keterangan : ARit = abnormal return saham i pada periode t Rit = abnormal return saham i pada periode t Rmt = market return saham i pada periode t Untuk mencari abnormal return digunakan beberapa rumus-rumus yang pertama untuk mencari actual return, formulanya sebagai berikut: Actual return Rit = P 1 – P t-1 P t-1 Keterangan : Rit = return actual saham i pada periode t Pt = closing price pada periode t P t-1 = closing price pada periode t-1 Actual return dicari dengan mencari selisih antara closing price pada periode t dengan closing price periode sebelumnnya, kemudian hasilnya akan di bagi dengan closing price periode sebelumnya. Kemudian dilanjutkan dengan mencari return pasar (market return) pada saat periode estimasi 55 digunakan harga saham harian dengan menggunakan ukuran Index Harga Saham Gabungan (IHSG) masing-masing saham untuk periode harian seputar tanggal pengumuman, menurut hikmah (2007) return pasar dihitung dengan formula sebagai berikut : Market Return Rmt = IHSGt – IHSGt-1 IHSG t-1 Keterangan : Rmt = market return pada periode t IHSGt = indeks harga saham pada periode t IHSGt-1 = indeks harga saham pada periode t-1 Tujuan investor dalam berinvestasi adalah untuk meningkatkan nilai kekayaan dengan cara memaksimalkan return tanpa melupakan faktor resiko yang dihadapinya. Return saham yang tinggi mengidentifikasikan bahwa saham tersebut aktif diperdagangkan. 1. Cumulative Abnormal Return Menurut Hartono (2008), return tidak normal atau abnormal return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap return yang tidak normal. Dengan demikian return tidak normal dapat dicari dari selisih antara return sesungguhnya yang terjadi dengan return ekspektasi, sebagai berikut: 56 RTNi,t = Ri,t – E[Ri,t] Keterangan : RTNit = return tidak normal (abnormal return) sekuritas ke-I periode peristiwa ke-t Rit = return sesungguhnya yang terjadi untuk Sekuritas ke-I pada periode perstiwa ke-t E[Ri,t] = return ekspektasi sekuritas ke-I untuk periode peristiwa ke-t Return sesungguhnya merupakan return yang terjadi pada waktu ke-t yang merupakan selisih harga sekarang relatif terhadap harga sebelumnya atau dapat dihitung dengan rumus (Pi,t – Pi,t-1)/Pi,t-1. Sedangkan return ekspektasi merupakan return yang harus diestimasi. Model yang digunakan untuk menghitung return ekspektasi saham dalam penelitian ini adalah market adjusted model, mean adjusted model dan market model. Penjelasan lebih lanjut mengenai metode-metode tersebut adalah sebagai berikut: 1. Market Adjusted Model Model ini beranggapan bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. Dengan menggunakan model ini, maka tidak perlu menggunakan periode estimasi yang sama dengan return pasar. 57 2. Mean Adjusted Model Model ini beranggapan bahwa return ekspektasi bernilai konstan yang sama dengan rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi sebagai berikut: t2 ∑Ri,j E[Ri,j] = J = t1 T Keterangan : E[Ri,j] = return ekspektasi sekuritas ke-I pada periode peristiwa ke-t Ri,j = return realisasi sekuritas ke-I pada periode Peristiwa ke-t T = lamanya periode estimasi, yaitu dari t1sampai dengan t2 3. Market Model Perhitungan return ekspektasi dengan model ini dilakukan melalui dua tahapan yaitu: 1) membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi, dan 2) menggunakan model ekspektasi ini untuk mengestimasi return ekspektasi di periode jendela. Model ekspektasi dapat dibentuk menggunakan teknik regresi OLS (Ordinary Least Square) dengan persamaan: 58 Ri,j = αi + βi – Rmj + εi,j Keterangan : Ri,j = return realisasi αi = intercept untuk sekuritas ke-I βi = koefisien slope yang merupakan beta dari sekuritas ke-I Rmj = return indeks pasar pada periode estimasi ke-j εi,j = kesalahan residu sekuritas ke-I pada periode estimasi ke-j Abnormal Return = Actual return – Normal return Abnormal Return (AR) adalah selisih antara return realisasi masingmasing saham dengan return ekspektasi masing-masing saham. CAR merupakan akumulasi abnormal return selama periode peristiwa untuk masing-masing saham. I. Event Study Event study merupakan studi yang mempelajari/mengamati reaksi pasar terhadap suatu peristiwa yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman. Event study dapat digunakan untuk menguji kandungan informasi dari suatu pengumuman dan dapat juga digunakan untuk menguji efisiensi pasar setengah kuat ( Jogiyanto, 2000 ). Menurut Peterson (dalam Marwan dan Faizal 1998), event study tentang saham adalah suatu pengamatan mengenai pergerakan harga saham di pasar modal untuk mengetahui apakah ada abnormal return yang diperoleh pemegang saham 59 akibat dari peristiwa tersebut. Sedangkan menurut Kritzman (1994), event study bertujuan mengukur kandungan informasi dan hubungan antara suatu peristiwa yang mempengaruhi surat berharga dan return dari surat berharga tersebut. J. Penelitian Terdahulu Ringkasan beberapa penelitian sebelumnya yang dapat dilihat pada tabel: Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu No 1 Peneliti C. Wahyu Estining (2007) 2 Aduda dan Caroline (2010) 3 Muhajid (2010) variable Hasil Penelitian Abnormal Return Pasar modal bereaksi positif dan signifikan dan volume terhadap perdagangan Abnornal dan obligasi dan reduffle. Average abnormal return yang positif dan sinifikan. return Ada suatu peningkatan di volume perdagangan volume dari perdagangan Nilai pengumuman saham yang diperdagangkan ketika pemecahan saham tersebut diumumkan. penerbitan Nilai dan rating penerbitan obligasi syariah, baik syariah secara simultan maupun persial tidak berpengaruh rating signifikan terhadap cumulative abnormal return penerbitan obligasi syariah 4 Agus dan Wafa (2013) Harga sukuk Faktor-faktor non syariah seperti obligasi ritel dan negara ritel, harga tingkat suku bunga bank umum pada dasarnya obligasi ritel lain, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap 60 tingkat bagi hasil perubahan permintaan obigasi syariah (sukuk). deposito, suku tingkat bunga deposito 5 Ghoniyah dkk. Abnornal return (2008) Pasar bereaksi tetapi tidak signifikan terhadap pengumuman penerbitan obligasi syariah. Dengan kata lain obligasi syariah tidak memuat kandungan informasi (infirmation content) yang bermakna (good news) bagi investor. 6 Meliana Nur Aisyah (2013) Abnormal return - Hasil uji beda terhadap abnormal return tidak dan trading volume terdapat perbedaan yang signifikan antara sesudah activity dan sebelum penerbitan obligasi syariah. - Hasil uji beda volume perdagangan diperoleh buti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sesudah dana sebelum pengumuman. 7 Mochamad Rizki Pratama (2013) Nilai obligasi dan penerbitan Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara syariah nilai penerbitan obligasi syariah terhadap rating cumulativ abnormal return. Namun untuk rating penerbitan obligasi obligasi mempunyai pengaruh yang signifikan syariah 8 Murdiati dan Rating Lucy Sumardi obligasi dan nilai signifikan baik sebelum maupun sesudah terhadap (2007) 9 terhadap cumulattive abnormal return. penerbitan obligasi Devi Adelin Rating Septianingtyas obligasi (2012) penerbitan Rating obligasi tidak berpengaruh secara abnormal return saham. penerbitan Rating penerbitan obligasi syariah dan nilai syariah penerbitan obligasi syariah secara parsial dan nilai penerbitan berpegaruh positif dan signifikan terhadap return obligasi syariah saham. 61 10 Farid Muchtar (2008) Abnormal return Terdapat pengaruh yang signifikan terhadap dan trading volume abnormal retun setelah terjadinya stock split, activity sedangkan untuk trading volume activity tidak berpengaru secara signifikan terhadap stok split. Sumber : Peneliti K. Kerangka Pikir Penelitian ini akan membuktikan adanya keterkaitan abnormal return dengan nilai penerbitan obligasi syariah, rating penerbitan obligasi syariah, dan trading volume activity. Peneliti percaya bahwa dengan adanya pengumuman penerbitan obligasi maka investor yang memiliki keterbatasan informasi atas emiten akan percaya bahwa dengan pengumuman obligasi tersebut akan meningkatkan kinerja emiten yang akhirnya espektasi investor akan tinggi terhadap emiten tersebut. Berikut bagan yang dapat menggambarkan kerangka pemikiran penelitian: Gambar 2.5 Kerangka Pikir Nilai Penerbitan Obligasi Syariah (sukuk) Rating Penerbitan Obligasi Syariah (sukuk) Trading Volume Acivity Sumber: data diolah 2014 Cummulative Abnormal Return 62 L. Hipotesis Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Hipotesis adalah hubungan antara dua variabel atau lebih yang diperkirakan secara logis dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji (Sekaran, 2009:135). Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Pengaruh Nilai Penerbitan Obligasi terhadap Abnormal Return Dalam penerbitan obligasi pihak emiten akan dengan jelas menyatakan berapa jumlah dana yang dibutuhkan melalui penjualan obligasi. Istilah yang ada yaitu dikenal dengan jumlah emisi obligasi. Penelitian tentang pengaruh antara nilai penerbitan obligasi syariah (sukuk) dan cumulative abnormal return dilakukan oleh (Pratama, 2013), yang menyatakan bahwa, tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara nilai penerbitan obligasi syariah terhadap cumulative abnormal return. Dengan kata lain nilai penerbitan obligasi syariah tidak memuat kandungan informasi (infirmation content) yang bermakna (good news) bagi investor. pengembangan hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : H1 : Nilai penerbitan obligasi syariah (sukuk) tidak berpengaruh signifikan terhadap reaksi pasar 63 2. Pengaruh Rating Penerbitan Obligasi terhadap Abnormal Return Lembaga penunjang obligasi yaitu PT. Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) dan PT. Kasnic Credit Rating Indonesia selaku lembaga yang menjalani fungsi rating surat-surat berharga di pasar modal, termasuk juga di dalamnya obligasi. Secara umum rating obligas dikelompokkan menjadi dua ratimg yaitu upgrade dan downgrade. Dalam penelitian ini rating obligasi upgrade disebut dengan rating layak investasi dan downgrade sebagai rating tidak layak investasi (Budi Wahyono dan Lindrianasari, 2006:69). Penelitian tentang pengaruh antara rating penerbitan obligasi syariah (sukuk) dan return saham dilakukan oleh (Pratama, 2013), yang menyatakan bahwa rating obligasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap cummulative abnormal return. Apabila rating penerbitan obligasi syariah (sukuk) tinggi maka return yang diterima oleh perusahaan (emiten) juga akan tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut maka pengembangan hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : H2 : Rating penerbitan obligasi syariah (sukuk) berpengaruh signifikan terhadap reaksi pasar 3. Pengaruh Trading Volume Activity terhadap Abnormal Return Dalam pasar modal terdapat banyak sekali informasi-informasi yang dapat mempengaruhi situasi didalamnya. Reaksi pasar modal terhadap suatu informasi dapat juga dilihat dengan Trading Volume Activity (TVA). Suryawijaya (1998:142) menyatakan bahwa Trading Volume Activity 64 merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap suatu informasi melalui parameter pergerakan aktivitas volume perdagangan saham di pasar modal. Penelitian tentang pengaruh trading volume activity terhadap abnormal return di lakukan oleh (Estining, 2007), yang menyatakan bahwa pasar modal bereaksi positif dan signifikan terhadap pengumuman resuffle anggota kabinet terbatas. Average abnormal return yang positif dan signifikan. Sehubungan dengan hal tersebut maka pengembangan hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : H3 : Trading Volume Activity berpengaruh signifikan terhadap reaksi pasar