Gambut dan Perubahan Iklim Gambut merupakan salah satu faktor yang potensial dalam mempengaruhi perubahan iklim. Tanah gambut terdiri dari timbunan bahan organik yang belum terdekomposisi sempurna, sehingga menyimpan karbon dalam jumlah yang besar. Vegetasi yang tumbuh di atas tanah gambut dan membentuk ekosistem hutan rawa akan mengikat karbondioksida dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan menambah simpanan karbon dalam ekosistem tersebut. Perubahan iklim MATAHARI Radiasi gelombang pendek Sebagian radiasi gelombang pendek yang dipantulkan ATMOSFER GAS RUMAH K Sebagian dipancarkan keluar atmosfer dan sebagian memanaskan atmosfer A CA BUMI Sebagian besar radiasi gelombang pendek diserap Radiasi balik gelombang dan memanaskan permukaan bumi panjang (inframerah) yang setelah diubah menjadi dipancarkan permukaan bumi gelombang panjang Gas Rumahkaca Iklim berubah karena terjadi perubahan kesetimbangan radiasi yang diterima bumi karena adanya peningkatan konsentrasi gas rumahkaca (GRK) yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang bersifat panas ! Merupakan fenomena global yang ditandai dengan perubahan suhu udara dan distribusi hujan, melalui proses yang berlangsung dalam jangka waktu yang panjang dan secara berangsur-angsur ! Terjadi disebabkan adanya peningkatan konsentrasi gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang bersifat panas ! Peningkatan tersebut menyebabkan kesetimbangan radiasi berubah dan suhu bumi menjadi lebih panas ! Gas-gas tersebut dinamakan Gas Rumahkaca (GRK) dan efek yang ditimbulkannya disebut Efek Rumahkaca ! Termasuk dalam GRK utama antara lain adalah karbondioksida (CO2), metana CH4) dan nitrous oksida N2O) ! GRK, terutama CO2 , meningkat secara tajam sejak jaman industri ketika manusia mulai banyak menggunakan bahan bakar fosil (BBF) seperti minyak bumi, batubara, dan gas alam ! Beberapa hal yang akan terpengaruh secara langsung oleh terjadinya peningkatan suhu dan perubahan distribusi dan besaran curah hujan diantaranya adalah produktivitas tanaman, ketersediaan air, perkembangan hama dan penyakit tanaman, serta distribusi vektor penyakit manusia. Dalam jangka panjang ketahanan pangan dan air pun akhirnya akan terganggu. Gambut sebagai sumber karbon Gambut sebagai penyimpan karbon ! ! ! ! ! ! ! ! ! Lahan gambut tropis meliputi areal seluas 40 juta ha; 50% diantaranya terdapat di Indonesia (tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua) merupakan cadangan karbon terestrial yang penting Pembentukan gambut di berbagai pantai Indonesia dimulai sejak zaman glasial akhir sekitar 3.000-5.000 tahun yang lalu, sedangkan gambut pedalaman terbentuk sekitar 10.000 tahun yang lalu (Brady, 1997) Gambut di Indonesia, seperti gambut tropis lainnya, dibentuk oleh akumulasi residu vegetasi tropis yang kaya akan kandungan lignin dan nitrogen Di ekosistem rawa gambut masih dapat dijumpai adanya potongan-potongan batang, cabang dan akar tanaman yang besar karena lambatnya proses dekomposisi Sebagian besar cadangan karbon lahan gambut terdapat di bawah permukaan berupa bahan organik yang telah terakumulasi selama ribuan tahun Secara global lahan gambut menyimpan sekitar 329 - 525 Gt C atau 15 - 35% dari total C terestrial Sekitar 86% (455 Gt) dari karbon di lahan gambut tersebut tersimpan di daerah temperate (Kanada dan Rusia) sedangkan sisanya sekitar 14% (70 Gt) terdapat di daerah tropis (Maltby dan Immirizi, 1993) Jika diasumsikan bahwa kedalaman rata-rata gambut di Indonesia adalah 5 m, bobot isi 114 kg/m3 dan luasnya 16 juta ha, maka cadangan C di lahan gambut Indonesia adalah sebesar 46 Gt* Dalam kondisi alami, lahan gambut dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyerap karbon 9 *Catatan: 1 Gt = 10 ton ! ! ! ! ! ! ! Jika mengalami gangguan, lahan gambut tidak hanya dapat menjadi sumber CO2, tetapi juga GRK lainnya seperti CH4, dan N2O Kegiatan penggunaan lahan, alih-guna lahan dan kehutanan (land use, land use change and forestry LULUCF) adalah salah satu sumber (source) CO2 utama yang menyebabkan perubahan iklim (IPCC, 2001) Kegiatan LULUCF di daerah tropis menyumbangkan lebih dari 25% emisi CO2 total tahunan yang selama dekade terakhir besarnya mencapai 8 Gt (IPCC, 2001) Gangguan terhadap ekosistem lahan basah, berupa konversi lahan setelah hutan rawa gambut mengalami deforestasi, kebakaran dan drainase yang meluas, akan mempengaruhi cadangan dan siklus C Cadangan C yang besar ini yang menyebabkan tingginya jumlah C yang dilepaskan ke atmosfer ketika lahan gambut di Indonesia terbakar pada tahun 1997, yaitu berkisar antara 0,81-2,57 Gt (Page, 2002) Pada kawasan lahan gambut di sekitar Taman Nasional Berbak, Sumatera, diduga besarnya emisi karbon adalah sebesar 7 juta ton C (Murdiyarso et al., 2002) Pemeliharaan cadangan karbon dan peningkatan serapan C dapat dilakukan melalui kegiatan konservasi dan pengelolaan seperti pengayaan tanaman, dan pengelolaan air Gambut sebagai sumber karbon Gambut Sumber Kehidupan Untuk keterangan lebih lanjut silahkan hubungi: Http://www.indo-peat.net Penyusun The Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia (CCFPI) Project undertaken with the financial support of the Government of Canada provided through the Canadian International Development Agency (CIDA) Canadian International Development Agency Indonesia Programme Tim Produksi: Ditjen. PHKA Agence canadienne de Développement international Jill Heyde Project Manager CCFPI Wildlife Habitat Canada 200 7 Hinton Ave. N Ottawa, ON, K1Y 4P1, Canada Tel: +1 613 722-2090; Fax: +1 613 722-3318 E-mail: [email protected] Yus Rusila Noor Project Coordinator CCFPI Wetlands International - Indonesia Programme Jl. Ahmad Yani No. 53- Bogor 16161 PO Box 254/BPP-Bogor 1600, INDONESIA Tel: 0251 312189; Fax: +62 251 325755 E-mail: [email protected] Daniel Murdiyarso I N. N. Suryadiputra Desain/Layout Vidya Fitrian Foto Yus Rusila Noor Indra Arinal Alue Dohong Jill Heyde Faizal Parish