Perjuangan Perempuan Nelayan Morodemak

advertisement
Perjuangan Perempuan Nelayan Morodemak
Untuk Keluarga dan Masyarakat Nelayan
(hasil Penelitian bersama perempuan nelayan Morodemak
Oleh : Bibik Nurudduja
1.Pendahuluan
Morodemak atau dikenal dengan “Wong Moro” merupakan kelompok masyarakat
nelayan yang secara administratif berada di tiga desa. Margolinduk, purworejo dan
Morodemak. Ketiga desa teresebut berada di Kecamatan Bonang Kabupaten Demak.
Ketiga desa tersebut bisa ditempuh dengan kendaraan umum dari kota Demak kurang
lebih satu jam perjalanan.
Penelitian ini dilakukan di desa Morodemak. Kegiatan ini merupakan penelitian
partisipatory bersama perempuan – perempuan nelayan dengan cara live in /tinggal
bersama para perempuan nelayan. Setelah empat bulan dan melakukan setidaknya
empat kali melakukan diskusi terfokus, para perempuan nelaya ini membentuk
kelompok bersama “Mustika Bahari”
Mayoritas penduduk desa Morodemak berprofesi sebagai jurag/anak buah kapal.
Pekerjaan laki – laki di desa ini adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Jurag
Jurumudi
Jelarus ( pekerjaannya nelayan dan mencari lokasi ikan )
Sarekat kedua ( wakil jurumudi )
Bengkel perahu
Menjual minyak dan solar
Juragan / bos ( pemilik kapal/ perahu yang tidak dikerjakan sendiri )
Pemilik tambak
Ustadz ( mengajar mengaji. Ustadz sering tidak bekerja. Kalau bekerja ya
mengajar )
Modin ( pekerjaanya mengurus orang meninggal. Tidak bekerja selain Modin )
Penunggu Tambak
Guru
Lurah
Menganggur
Mantri Kesehatan
Tukang batu
Pekerjaan perempuan :


Mengerjakan pekerjaan rumah
Bakul seret ( orang yang bertugas menjual ikan setelah kapal merapat ke darat )
1













Nggerah ( membeli ikan, nggerah / mengawetkan ikan dan menjual )
Berjualan / toko
Menjahit
Krupuk ( membuat kerupuk dan menjualnya )
Membuat trasi dan menjual trasi
Membuat jamu dan menjual jamu
Membuat jamu dan menjadi penjual jamu keliling
Warung ( menjual makanan mateng )
Guru
Pemilik umbul ( pompa air, air di Morodemak harus beli dari pemilik umbul )
Penjual Es batu
Juragan
Mindring ( penjual keliling bahan – bahan kering misalnya baju )
Pekerjaan sebagai nelayan / jurag dianggap pekerjaan yang paling rendah, karena tidak
pernah menolak tenaga kerja ( laki – laki ), tidak membutuhkan modal uang. Pekerjaan
ini hanya mengandalkan tenaga saja. Apalagi umumnya para nelayan / jurag tidak
mempunyai investasi apa – apa hingga masa tuanya, masa ia tidak mampu lagi bekerja
sebagai jurag. Mereka merasa pekerjaan di darat selalu lebih baik dibanding bekerja di
laut dengan berbagai resiko alam dan resiko ekonomi.
Kutipan catatan harian
Anak laki – lakinya menyambut ayahnya ia membawakan topi dan embernya.
Sementara si ayah berjalan lunglai. Nampaknya ia sangat capek. Mungkin tidak hayan
badannya yang capek, tapi juga pikirannya. Menurut kawan – kawan nelayan miyamg
yang tidak mendapat hasil itu sering terjadi. Mereka bekerja membeli solar,
menghabiskan waktu tapi yang didapat ketika pulang hanya hutang solar yang akan di
bayar jika along ( mendapat banyak hasil ) nanti. Sementara istri dan anak – anaknya
berharap suaminya pulang membawa hasil untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
tidak mungkin ditunda.
Kutipan table kegiatan ibu dan anak dalam 24 jam ( hasil FGD )
Pekerjaan istri
Pekerjaan suami
Jam 02.00 / Bangun
02.00 /03.00
03.00 / 05.00
Memasak untuk suami
Menyusui
Menyapu
dan
membersihkan rumah
Menyiapkan anak –
anak sekolah
09.00
Bangun
Miyang
Membuat kerupuk
Menjual ikan
Membuat kolak
2
12.00
Istri bekerja
Istirahat
Ke kongsi ngandang
16 jam
05.00 sore – 06.00
Ngiteng memperbaiki
jaring
Suami bekerja
15 jam
Dari jenis pekerjaan itu perempuan 16 jam dengan pekerjaan yang bermacam – macam,
sementara laki – laki bekerja 15 jam dan pekerjaannya hanya miyang dan ngiteng
pekerjaan istri tidak pernah libur hanya berkurang ngadangnya kalau suami tidak
miyang. Sementara suami punya banyak waktu libur ketika miyang.
Nelayan yang miyang di malam hari hanya bekerja paling banyak 17 hari dalam sebulan
( masa petangan ), sementara nelayan yang bekerja siang hari setiap hari jum’at libur.
Dengan catatan tersebut hari libur laki – laki nelayan sangat banyak dibanding
pekerjaan perempuan yang bisa dikatakan tidak pernah libur.
2. Identitas dan relasi sosial Perempuan nelayan Morodemak
Perempuan dan laki – laki di lingkungan nelayan Morodemak ini dibagun dengan
konsep yang berada. Laki – laki dikonsepkan sebagai pemimpin dan pencari nafkah,
sementara perempuan menjadi ibu rumah tangga dan sebagian pencari nafkah
tambahan.
Mayarakat nelayan yang tua – tua berkeyakinan bahwa perempuan sudah sepatutnya
makan hasil keringat laki – laki. Kalau suami atau ayahnya penghasilannya kurang,
maka perempuan harus nrimo. Untuk menyampaikan konsep tersebut biasanya para
perempuan yang di anggap tua bilang “ wong wadon iku enak – enak manul wong lanang “ (
perempuan itu paling enak kalau mengikuti apa yang diinginkan laki – laki ).
Bagi masyarakat Morodemak, kepemimpinan laki – laki memang hasil benar – benar
diami. Perempuan diperbolehkan njagakke bojone thok ( menghandalkan suaminya saja )
dalam soal mencari uang.
Kutipan catatan harian
Umi adalah salah seorang gadis yang tidak percaya diri karena dalam usianya 21 tahun
belum menikah. Yang menambah rasa rendah dirinya lagi adalah ia merasa tidak
berpengalaman. Ia tidak tahu dunia luar. Orang tuanya selalu melarangnya untuk pergi
– pergi. Mereka juga tidak menginginkan anak perempuannya bekerja. Carone iku ora
kepingin kayane wong wedok.( maksudnya tidak menginginkan hasil kerja ( uang )
perempuan ). Keluarganya berkeyakinan bahwa yang harus mencari nafkah adalah laki
– laki. Perempuan tidak perlu bekerja karena itu bukan tanggung jawabnya.
Konsekwensinya, ibunya dan semua anak perempuannya harus nrimo ( menerima apa
adanya ) dari hasil kerja laki –laki. Sementara Umi sebenarnya ingin maju, ingin bisa
mandiri dan bekerja. Pekerjaan yang dia inginkan adalah pekerjaan yang bukan
3
pembantu rumah tangga. Menurutnya menjadi pembantu rumah tangga itu tidak baik
karena langsung berada di bawah perintah majikan. Ia menginginkan pekerjaan di luar
rumah majikan. Seperti konfeksi atau menjaga toko.
Perbedaan pola pengakuan eksistensi terhadap laki – laki dan perempuan di
Morodemak memang masih sangat kental. Bagi remaja misalnya. Remaja yang sudah
lulus SMP/MTS atau lulus SD bagi yang perempuan langsung mendapatkan pekerjaan.
Pekerjaan ini adalah memasak, mencuci momong (menjaga anak kecil ) dan bersih –
bersih rumah. Meskipun pekerjaan ini menyita umur dan waktu mereka, remaja putrid
kehitung menganggur. Padahal untuk bisa pergi main kerumah teman saja,mereka
harus mengatur waktu supaya tidak menganggu “ pekerjaan utama “mereka.
Sementara bagi remaja laki – laki, setelah lulus mereka tidak dibebani kewajiban
apapun. Mereka dibiarkan blulang – blulang ( lontang – lantung, kumpul sana kumpul
sini ). Jika mereka ingin bekerja, lapangan pekerjaan (miyang) terbuka lebar bagi
mereka. Tapi biasanya remaja laki – laki hanya mau miyang kalau sudah mau menikah.
Bagi sebagian kecil remaja laki – laki, miyang adalah usaha untuk memenuhi kebutuhan
sekolah. Misalnya kalau orang tua mereka tidak mampu membayar biaya ujian sekolah,
anak MTS akan ikut miyang. Bagennya ( bagian hasil ) akan digunakan untuk
membayar uang ujian.
Pekerjaan miyang sebenarnya pekerjaan yang dibenci oleh kawula muda Morodemak.
Tapi apa boleh buat, hanya, hanya pekerjaan ini yang tidak meminta ijazah dan tidak
menuntut pengalaman. Karena itu sebelum akan menikah remaja laki – laki lebih
memilih blulang – blulang dibanding berlatih miyang.
Kebutuhan akan pencarian jati diri pada remaja laki – laki dan perempuan sebenarnya
sama. Tapi karena “doktrin” laki – laki dan perempuan berbeda, proses penerimaan
masyarakat pun jauh berbeda. Remaja laki –laki dianggap wajar jika melakukan sesuatu
yang sufatnya menunjukan rasa percaya diri dan mengekspose diri. Tapi jika itu
dilakukan remaja perempuan, maka akan banyak stempel yang dilebelkan.
Nadhir misalnya, meskipun ia punya kewajiban momong, sambil momong ia pergi
bermain menemani teman laki – laki atau perempuannya. Prilaku ini di sambut dengan
stempel – stempel buruk. “nadhir saiki tambeng” ( nadhir sekarang jadi nakal ). Ataupun
ratna misalnya, remaja yang percaya diri ini disebut “lanangan terus” ( sukanya
memburu laki – laki terus ). Di Morodemak, gadis yang di anggap baik adalah gadis
yang sering tingal di rumah dan tidak suka keluar rumah. Apalagi mereka yang
mengekspose diri. Masyarakat akan menganggapnya sebagai gadis yang tidak baik. Jadi
remaja putri yang dianggap baik adalah remaja putrid yang selalu dirumah dan haya
pergi jauh bersama keluarga / saudaranya.
Bagi remaja putri maupun laki – laki, kebutuhan untuk mencari jati diri sebenarnya
sama. Remaja laki – laki biasanya dibiarkan menjalani proses pencarian jati diri. Mereka
dimaklumi sebagian mereka naik motor kesana kesini, mengecat rambutnya,
menyembelih kambing muda untuk mayoran ( semacam pesta kecil, makan – makan )
4
atau membuat kelompok yang kegitannya hanya kesana kemari. Tapi remaja putri
penuh stigma dalam proses pencarian jati diri mereka. Banyak aturan yang diterapkan
bagi remaja putri. Tidak boleh pergi jauh, tidak boleh pacaran diluar rumah, tidak boleh
banyak bergaul dengan remaja laki – laki dan tidak boleh- tidak yang lain.
Karena itu untuk bisa mengikuti sebuah kegiatan, anak gadis nelayan harus mendapat
ijin dari orang tua, sebagian harus tidak menanggung tanggung jawab domestiknya,
harusnya mendapat ijin dari tunangannya.
Karena relasi yang timpang perempuan yang muda sering menjadi obyek pelecehan
setiap perempuan yang nampak masih muda selalu menjadi bahan pembicaraan dan
sering dilecehkan di kongsi / tempat pelelangan ikan. Kebiasan buruk ini di maklumi
oleh lingkungan di kongsi.
Perempuan nelayan muda juga rawan menjadi korban Trafficking.
Kutipan catatan harian
Umi pernah mendapat tawaran pekerjaan sebagai sekretaris. Seorang cina datang dan
mencari sekretaris di Morodemak. Saat itu umi ditawari. Umi dan ibunya berpikir,
diJakarta sekali buka lowongan pasti calon sekretaris akan datang memenuhi ruangan,
tidak masuk akal jika orang mencari sekretaris sampai ke Morodemak. Umi khawatir ia
akan dijual. Karena itu tawaran ini ditolaknya.
3. Sistem Perekonomian dan utang piutang
Nelayan merupakan kelompok sosial yang nilai tawaranya rendah. Ketika mereka
menjual ikan di TPI, uang yang pembayarannya di hutang. Biasanya ikan baru dibayar
setelah laku dijual bakul. Jika transaksi kecil biasanya uang dibayar 2-3 hari setelah
lelang. Jika nilai transaksinya besar akan dibayar seminggu setelah lelang. Dengan
system yang demikian, nelayan tidak akan bisa mencukupi kebutuhannya.
Alternativenya hanya hutang. Biasanya pihak kapal akan hutang pada rentenir dengan
bunga Rp. 10.000,- persejuta perhari ( 1% perhari ) karena makan keluarga nelayan tidak
bisa ditunda.
Jika ikan dijual kebakul, timbangannya perkilo mati 2ons. Alasan bakul adalah 2 ons
tersebut adalah air. System yang merugikan inilah yang membuat kehidupan nelayan
sangat sulit.
Kutipan catatan harian….
Pagi ini aku kerumah Siti. Siti tinggal di Morodemak tambak pintu. Rumahnya terbuat
dari papan/kayu. Rumah itu berukuran kira –kira 4 x 5 meter. Lantainya tanah dan
sekat antar kamar terbuat dari triplek. Sekat triplek ini sudah menggelembung
dibeberapa bagian. Atap rumah ini disangga dengan tiyang bambu. Langit – langit
rumah juga terbuat dar bambu. Kayu utama yang menyangga atap ( as rumah ) juga
terbuat dari bambu. Tetapi bambu ini tidak lagi bulat, karena bambu itu sudah retak
dan meleot.
5
Untuk mengindari bocor. Dibawah atap dipasang dipasang beberapa lembar plastik.
Plastik ini tidak terkait satu sama lain. Sementara dipojok kamar depan terdapat kursi
plastik berwarna merah. Meja plastiknya juga sudah berlubang. Set meja kursi ini
dihiasi dengan jemuran baju dipojok ruangan. Beberapa cucian seperti daster dan celana
dalam menggantung dipojok ruang. Pojok ruang lain tergantung sebuah sepeda mini.
Sepeda mini ini mungkin sudah lama tidak digunakan.seluruh bagian besinya sudah
tertutupi oleh karat berwarna merah kecoklatan.
Pintu antara ruang depan dan belakang ditutup dengan tirai kain. Jika tertiup angin,
akan tampak sampai tempat tidur berupa kasur merah tanpa serprai yang dipasang
diatas tanah( tanpa balai ). Lemari – lemari diganjal kayu agar tidak amblas.
Tanah yang ditempati Siti ini, menurut pak Maskani, salah seorang perangkat desa,
dulunya adalah tanah desa. Tahun 80an pemerintah desa memberinya kesempatan
warga untuk menempati tanah ini dengan membayar Rp. 20.000/rumah.
Didepan rumah ini membentang tambak yang luas. Tambak – tambak ini dihiasi dengan
hutan bakau yang menjaga lingkungan tambak dari abrasi pantai. Antara rumah Siti
dengan tambak ini membentang sebuah sungai. Sungai ini digunakan untuk membuang
sampah dan tempat buang hajat. Anak – anak sering bermain dan menjaring ikan
disungai ini.
Diteras rumah nampak dua buah kandang. Kandang ayam dan kandang burung. Ayam
ini milik adik Siti yang dibeli dari uang tabungan sekolah. Uang tabungan itu hampir
Rp. 40.000,- uang dibelikan ayam, dan sekarang ayam itu sudah bertelur. Adik Siti
senang bisa mulai merasakan tabungannya.
Siti adalah anak pertama. Ia memeiliki dua adik. Ayahnya bekerja sebagai nelayan. Di
rumahnya juga tinggal neneknya. Siti sudah sekolah SD. Ia dulu sekolah Mts tetapi
karena sakit sekolahnya tidak lulus. Adiknya ( anak nomor dua ) sekarang sekolah Mts
dan sibungsu sekolah SD.
Dirumah ni juga tinggal saudara sepupunya yang masih kecil. Saudara ini adalah anak
buleknya yang tingggal di Weleri. Tapi sejak bayi anak ini dirawat oleh nenek Siti.
Menurut neneknya anak ini tinggal di Morodemak supaya bisa mengaji lebih baik. Di
Weleri pengajian anak hanya sekali yaitu ba’da Maghrib. Tetapi di Morodemak anak –
anak bisa mengaji sehari 3x, subuh, dzuhur, dan sore. Mungkin ada persoalan lain yang
menyebabkan anak ini dirawat neneknya sejak bayi tetapi memang tidak
diceritakan.dalam system perekonomian nelayan, janda atau nenek – nenek biasanya
memang tinggal bersama keluarga anaknya yang memiliki suami. Mungkin karena
memang lautlah yang menjadi tulang punggung perekonomian mereka.
Pagi ini Siti harus antri untuk mengambil jatah dari pemerintah. Ibu – ibu yang lain juga
melakukan hal yang sama. Biasanya ibu Siti yang mengambil beras jatah, tapi hari ini ia
mambantu saudaranya yang tengah hajatan.Siti tampak senang ketika aku datang
kerumahnya. Selama Siti antri mengambil beras, aku ditemani neneknya. Nenek ini
menceritakan cucu – cucunya termasuk Siti. Sepulang mengambil beras jatah wajah Siti
6
yang dimasker dengan bedak dingin segera dibersihkan. Ia kemudian menggantinya
dengan bedak tabur.
Beras jatah diberikan 5 Kg setiap KK. Warga harus membayar Rp. 5.000,- ditambah
biaya pembangunan sekolah SD jadi Rp. 6.000,-. Sumbangan seribu rupiah ini
sebenarnya sukarela. Boleh menyumbang hanya Rp. 500,- Tapi biasanya petugasnya
akan marah jika warga menyumbang hanya Rp. 500,-.
Sumbangan lainnya adalah pembangunan Mesjid Morodemak. Selain dipotongkan dari
lelang di TPI, pembangunan Mesjid ini juga meminta sumbangan dari warga yang
ditarik dari rumah kerumah. Sumbangan ini di istilahkan dengan tuku kantheng (
membeli genteng ). Warga bisa memilih berapa jumlah genteng yang dibeli, kalau tidak
mampu biasanya warga akan menyumbang satu atau dua genteng x Rp. 5.000,-. Jika
mampu warga biasanya menyumbang 5 genteng atau Rp.25.000,-.
Perkawinan Dini Untuk Pertahanan Ekonomi.
Salah satu siasat pertahanan ekonomi nelayan adalah menikahkan anak gadisnya
meskipun masih kecil, supaya tanggung jawab beralih ke suaminya.
Kutipan catatan harian
Misalnya salah seorang perempuan yang tinggal di belakang gedung SD. Ia droup out
sekolah dan tidak lulus SD. Pada usia yang masih sangat muda. Mungkin baru 15 tahun
ia sudah dinikahkan oleh orang tuanya.
Setelah menikah, ia masih sering terlihat jalan – jalan dengan kawan sebayanya.
Mungkin gadis kecil ini masih menginginkan dunia remaja yang bebes, yang biasa
memberinya pengalaman bergaul yang lebih luas. Keindahan itu akan segera terputus
sebentar lagi, ketika ia hamil dan melahirkan anak pertamanya.
Utang piutang
Apabila keluarga nelayan kehabisan uang yang dilakukan oleh para istri adalah
1.Gadai
 Jarik, sarung, sajadah, rukuh, kain bahan kebaya, kerudung, seprei, korden.
 Emas
 Elektronika : TV, kipas, hair dyer, magic jar, radio
2.Hutang ke
 Bakul belanja sehari – hari
 Tetangga, saudara, teman luar desa
 Bank thithil
 Renternir berupa, sembako, uang, emas
3.Jual – jual
 Piring, gelas, sendok, genteng, baju Bunganya Bank thithil – 50.000,- menjadi
60.000,- -- 2000 x 30 atau 2500 x 24 --- 20 % / perbulan .
7
300.000,- utang 3 hari bunganya 15.000,Utang untuk kapal bunganya 1.000.000 bunganya sendiri 10.000,- --- 30 % /
perbulan
Kemudian kalau along / mendapatkan banyak hasil digunakan untuk
a. Mambayar utang
b. Belanja persedian kebutuhan
c. Bayar biaya sekolah
d. Beli barang untuk tabungan
4. kondisi ekologi dan pengaruhnya terhadap perempuan
Kutipan catatan harian
Sore ini air laut pasang. Permukaan air laut yang meninggi menyebabkan air naik ke
kampong membanjir gang – gang dan rumah penduduk. Bagi pemilik rumah yang
lantainya rendah, atau lantainya berupa tanah, sebelum air naik ke rumah, mereka
membuang air. Jika yang masuk ke rumah. Pintu rumah di beri batas dari semen untuk
membendung air. Jika air tidak terkendali dan masuk kerumah, mereka hanya bisa
menyelamtkan barang – barang supaya tidak basah. Tentunya ini menjadi pekerjaan
tambahan bagi ibu – ibu dan bapak – bapak dan remaja putri.
Bagi anak – anak, rob merupakan saat – saat yang indah. Di depan sekolah SD lapangan
sekolah nampak seperti kolam renang. Anak – anak laki – laki bermain sepak bola
dalam air. Sebagia terkurap dan main renang – renangan. Sebagian lagi membawa gelas
plastik bekas Aqua dan menyiramkan air ke rambutnya, dan permainan air lainnya.
Permainan air ini dinikmati anak laki – laki dan perempuan .
Mereka tidak peduli bahwa air yang tengah mereka mainkan itu berwarna hitam.
Warna hitam berasal dari pasar kotor yang ada disekitar rumah dan sekolah. Disebelah
rumah di belakang tumpukan sampah plastik juga ikut tergendang air. Plastik ini
berenang – renang mengikuti arus air tidak terkecuali ke tempat anak – anak ini
bermain.
Anak – anak tampak girang melihat air membanjiri tempat bermain mereka. Dari semua
anak yang bermain, tidak nampak orang tua melarang atau setidaknya memberi tahu
bahwa air itu kotor dan bisa menyebabkan penyakit. Sepertinya permainan ini di
anggap perminan yang sangat wajar.
Ketika air naik ke kampung – kampung, ikan – ikan lundu ikut naik. Ikan – ikan ini
berenang menari – nari di atas aliran air rob. Sebagian anak kecil meminta ibunya untu
menangkap ikan ini. Ikan ini ditangkap dengan cething ( tempat nasi terbuat dari plastic
yang biasa diperoleh dari selamatan ). Sebagian anak kecil lainnya hanya melihat – lihat
dan memainkan tangan kedalam kolam air. Sebenarnya tidak hanya ikan yang ikut naik
ke darat, tapi sampah dan kotoran manusia juga bisa ikut naik mengikuti arus air.
8
Rob biasanya mulai naik pada jam 03.00 atau jam 04.00 dan surut sekitar jam 05.00 atau
06.00. kadang – kadang rob masih berlanjut hingga Isya’. Jika Rob surut, ibu – ibu
kemudian membersihkan rumah mereka dari air dan mengepelnya. Mereka juga
menyingkirkan barang – barang yang basah terkena air rob.
Kutipan catatan harian
Jaman dulu nelayan di Morodemak menggunakan alat tangkap yang disebut payang
Medi. Disebut payang medi karena ikan – ikannya wedi ( takut ). Payang medi tersebut
dari punton. Punton adalah nama tumbuhan, punton ini disebut secara manual
menjaring jarring yang disebut payang medi atau jarring punton.
Dengan alat tangkap sesederhana apapun, ikan masih banyak. Memancing perhatian
ikan tidak perlu dilakukan dengan menggunakan galaksi, tapi cukup menaruh blarak (
daun kelapa ) di laut. Dengan sendirinya ikan akan berkumpul di bawah blarak. Ini
terjadi karena ikan – ikan masih banyak.
Pada tahun 1978 payang pursin mulai masuk ke Morodemak. Ada berapa orang yang
memiliki pursin. Alat tangkap ini alat tangkap modern dan menarik perhatian ikan
dengan lampu galaksi. Satu set lampu galaksi terdiri dari empat buah lampu, masing –
masing lampu 400 ( empat ratus ) watt. Kapal pursin dijalankan dengan mesin 120 PK
dengan electric starter. Sementara mesin untuk menarik payang pursin berukkuran 20
PK atau 16 PK. Di Morodemak lebih bayak mesin 16 PK. Satu kapal akan di ikuti oleh
empat perahu galaksi. Pada waktu tertentu kapal akan ngobar. Jika kapal yang di
ikutinya ngobro, galaksi tidak bisa bekerja.
Hingga saat ini kapal pursin masih menjadi lata tangkap primadona. Kapal – kapal ini
dimiliki oleh nelayan Morodemak dan sekitarnya. Hanya sepuluh kapal yang dimliki
orang jepara dan beberapa buah kakal dimiliki orang kudus.
Di Morodemak dikenal dua musim ikan dalam setahun. Musim 1 April, Mei, Juni. Dan
musim II pada bulan September, oktober, November dan Desember. Pada bulan januari,
pebruari, Maret dan Jili Agustus adalah musim sepi. Ikan jarang sekali. Tapi musim –
musim ikan itu tidak bisa dipastikan mengingat mulai sedikitnya ikan karena alat
tangkap yang tidak ramah lingkungan. Kondisi ini sangat keras mulai tahun 2001.
9
Download