BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori Dalam penelitian, seorang peneliti haruslah terlebih dahulu menyusun teori yang bersangkutan dengan penelitinya. Karena dengan adanya kerangka teori peneliti dapat lebih mudah menghubungkan teori dengan berbagai faktor yang terdapat dalam perumusan masalah. Menurut Kerlinger, teori adalah definisi proporsi yang meengemukakan pandangan sistematis tentang gejala yang menjabarkan relasi diantara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6). Berikut teori yang digunakan dalam penelitian ini: 2.1.1 Komunikasi Sebagai mahluk sosial dan individual, manusia memiliki keingin tahuan dan berkembang. Salah satu sarana untuk mencapai semua itu adalah melalui komunikasi. Oleh karena itu, komunikasi merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia. Istilah komunikasi berasal dari perkataan bahasa Inggris ”communication” yang berasal dari istilah bahasa latin ”communis” yang dalam bahasa Indonesia berarti ”sama” dan menurut Sir Gerald Barry dalam Effendy, ”communicare” yang berarti bercakap-cakap. Jika kita berkomunikasi, berarti kita mengadakan kesamaan dalam hal ini kesamaan makna/pengertian. Informasi yang disampaikan seseorangkepada orang lain harus sama-sama dan dimengerti. Kalau tidak dimengerti, komunikasi tidak akan terjadi. Percakapan berlangsung apabila hal yang dipercakapkan dan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu sama-sama dimengerti. Kalau tidak, percakapan tidak akan terjadi (Effendy, 1991:1) Komunikasi pada hakekatnya adalah proses pernyataan antar manusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Dalam “bahasa” komunikasi pernyataan dinamakan pesan (message), orang yang menyampaikan pesan disebut Universitas Sumatera Utara komunikator (communicator), sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama (communicate). Untuk tegasnya, komunikasi berarti proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan (dalam Effendy, 2004:10). William Albig dalam bukunya Public Opinion, mengatakan bahwa komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang yang berarti antara individu. Sedangkan menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah : upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan silkap (Effendy, 2004:10). Defenisi Hovland tersebut menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amt penting. Bahkan, dalam defenisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri, Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behaviour of other individuals). Selanjutnya, menurut Muhammad Arni (2005:5) dalam bukunya “komunikasi organisasi”, disebutkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian atau pengoperan lambang-lambang dalam bentuk informasi sehingga terjadi perubahan pada diri si komunikan. Akan tetapi, seseorang akan dapat mengubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain apabila komunikasinya itu memang komunikatif. 2.1.2 Proses Komunikasi Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder. 2.1.3 Proses Komunikasi Secara Primer Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Universitas Sumatera Utara Bahwa bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas karena hanya bahasalah yang mampu “menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah itu berbentuk ide, informasi atau opini, baik mengenai hal yang konkret maupun yang abstrak; bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lalu dan masa yang akan datang. Adalah berkat kemampuan bahasa maka kita dapat mempelajari ilmu pengetahuan sejak ditampilkan oleh Aristoteles, Plato, dan Socrates; dapat menjadi manusia yang beradap dan berbudaya; dan dapat memperkirakan apa yang akan terjadi pada tahun, dekade bahkan abad yang akan datang. Kial (gesture) memang dapat “menerjemahkan” pikiran seseorang sehingga terekspresikan secara fisik. Akan tetapi menggapaikan tangan, atau memainkan jarijemari, atau mengedipkan mata, atau menggerakkan anggota tubuh lainnya hanya dapat mengkomunikasikan hal-hal tertentu saja (sangat terbatas). Demikian pula isyarat dengan menggunakan alat seperti tongtong, bedug, sirene, dan lain-lain serta warna yang mempunyai makna tertentu. Kedua lambang itu amat terbatas kemampuannya dalam mentransmisikan pikiran seseorang kepada orang lain. Gambar sebagai lambang yang banyak dipergunakan dalam komunikasi memang melebihi kial, isyarat, dan warna dalam hal kemampuan “menerjemahkan” pikiran seseorang, tetapi tetap tidak melebihi bahasa. Akan tetapi, demi efektifnya komunikasi, lambang-lambang tersebut dipadukan penggunaannya. Dalam kehidupan sehari-hari bukanlah hal yang luar biasa apabila kita terlibat dalam komuniksi yang menggunakan bahasa disertai gambar-gambar berwarna. Berdasarkan paparan di atas, pikiran dan atau perasaan seseorang baru akan di ketahui oleh dan akan ada dampaknya kepada orang lain apabila ditransmisikan dengan menggunakan media primer tersebut, yakni lambang-lambang. Dengan perkataan lain, pesan (message) yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan terdiri atas isi (the content) dan lambang (symbol). Bagaimana belangsungnya proses komunikasi yang terdiri atas proses komunikasi yang terdiri atas proses rohaniah komunikator dan proses rohaniah Universitas Sumatera Utara komunikan dengan bahasa sebagai media atau penghubungnya itu? Komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan perkataan lain, komunikasi adalah proses membuat sebuah pesan setala (tuned) bagi komunikator dan komunikan. Pertama-tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti ia memformulasikan pikiran dan/atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian menjadi giliran komunikan untuk mengawa–sandi (decode) pesan dari komunikator itu. Ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertiannya. Dalam proses itu komunikator berfungsi sebagai penyandi (encoder) dan komunikan berfungsi sebagai pengawa sandi (decoder). Yang penting dalam proses penyandian (coding) itu ialah bahwa komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat mengawa – sandi hanya dalam kata bermakna yang pernah diketahui dalam pengalamannya masing-masing. Jika A sedang berbicara, ia menjadi encoder; dan B yang sedang mendengarkan menjadi decoder . ketika B memberikan tanggapan dan berbicara kepada A, maka B kini menjadi encoder, dan A menjadi decoder. Tanggapan B yang disampaikan kepada A itu dinamakan umpan balik atau arus balik (feedback). Umpan balik memainkan peranan yang sangat penting dalam komunikasi sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator. Oleh karena itu, umpan balik bisa bersifat positif, dapat pula bersifat negatif. Umpan balik positif adalah tanggapan atau respon atau reaksi komunikan yang menyenangkan komunikator sehingga komunikasi berjalan lancar. Sebaliknya, umpan balik negatif adalah tanggapan komunikasi yang tidak menyenangkan komunikatornya sehingga komunikator enggan untuk melanjutkan komunikasinya. Seperti halnya penyampaian pesan secara verbal , yakni dengan menggunakan bahasa dan secara nonverbal, yaitu dengan menggunakan kial, isyarat, gambar, atau warna, umpan balikpun dapat disampaikan oleh komunikan secara verbal atau secara Universitas Sumatera Utara non verbal. Umpan balik secara verbal adalah tanggapan komunikan yang dinyatakan dengan kata-kata, baik secara singkat maupun secara panjang lebar. Umpan balik secara nonverbal adalah tanggapan komunikan yang dinyatakan bukan dengan katakata. Umpan balik yang dipaparkan di atas adalah umpan balik yang disampaikan oleh atau datang dari komunikan. Dengan kata lain umpan balik yang timbul dari luar komunikator. Oleh karena itu, umpan balik jenis ini disebut umpan balik eksternal (external feedback). Dalam pada itu sudah terbiasa pula kita memperoleh umpan balik dari pesan kita sendiri. Ini terjadi kalau kita sedang bercakap-cakap atau sedang berpidato di depan khalayak. Ketika kita sedang berbicara, kita mendengar suara kita sendiri dan kita menyadari bahwa kita berucap salah, maka kita pun segera memperbaikinya. Komunikator yang baik adalah orang yang selalu memperhatikan umpan balik sehingga ia dapat segera mengubah gaya komunikasinya dikala ia mengetahui bahwa umpan balik dari komunikan bersifat negatif. Beda dengan komunikasi bermedia yang umpan baliknya tertunda (delayed feedback); komunikator mengetahui tanggapan komunikan setelah komunikasi selesai adakalanya umpan balik ini harus diciptakan mekanismenya. 2.1.4 Proses Komunikasi Secara Sekunder Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Pada umumnya, memang bahasa yang paling banyak digunakan dalam komunikasi karena bahasa sebagai lambang mampu mentransmisikan pikiran, ide, pendapat, dan sebagainya, baik mengenai hal yang abstrak maupun yang konkret ; tidak saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, tetapi juga pada Universitas Sumatera Utara waktu yang lalu atau masa mendatang. Karena itulah maka kebanyakan media merupakan alat atau sarana yang diciptakan untuk meneruskan pesan komunikasi dengan bahasa. Pada akhirnya, sejalan dengan berkembangnya masyarakat beserta peradaban dan kebudayaannya, komunikasi bermedia (mediated communication) mengalami kemajuan pula dengan memadukan komunikasi berlambang bahasa dengan komunikasi berlambang gambar dan warna. Maka film, televisi, dan video pun sebagai media yang mengandung bahasa, gambar, dan warna melanda masyarakat di negara manapun. Akan tetapi, keefektifan dan efisiensi komunikasi bermedia hanya dalam menyebarkan Pesan-pesan yang bersifat informatif, efektif dan efisien dalam menyampaikan pesan persuasif adalah komunikasi tatap muka karena kerangka acuan (frame of reference) komunikan dapat diketahui oleh komunikator, sedangkan dalam proses komunikasinya, umpan balik berlangsung seketika, dalam arti kata komunikator mengetahui tanggapan atau reaksi komunikannya pada saat itu juga. Ini berlainan dengan komunikasi bermedia. Apalagi dengan menggunakan media massa, yang tidak memungkinkan komunikator mengetahui kerangka acuan khalayak yang menjadi sasaran komunikasinya, sedangkan dalam proses komunikasinya, umpan balik berlangsung tidak pada saat itu. Karena proses komunikasi sekunder ini merupakan sambungan dari komunikasi primer untuk menembus dimensi ruang dan waktu, maka dalam menata lambang-lambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi, komunikator harus memperhitungkan ciri-ciri atau sifat-sifat media yang akan digunakan. Penentuan media yang akan dipergunakan sebagai hasil pilihan dari sekian banyak alternatif perlu didasari pertimbangan siapa komunikan yang akan dituju. Agar komunikasi efektif, proses penyandian oleh komunikator harus bertautan dengan proses pengawasandian oleh komunikan. Wilbur Schramm melihat pesan pesan sebagai tanda esensial yang harus dikenal oleh komunikan. Semakin tumpang tindih bidang pengalaman (field of experience)komunikator dengan bidang pengalaman komunikan, akan semakin efektif pesan yang akan dikomunikasikan. Universitas Sumatera Utara Akan tetapi, dalam teori komunikasi dikenal istilah empathy, yang berarti kemampuan memproyeksi diri kepada peranan orang lain. Jadi, meskipun antar komunikator dan komunikan terdapat perbedaan dalam kependudukan, jenis pekerjaan, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan, ideologi, dan lain-lain, jika komukator bersifat empatik, komunikasi tidak akan gagal. 2.1.5 Komunikasi Massa Banyak defenisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan para ahli komunikasi. Banyak ragam dan titik tekan yang dikemukakannya. Tetapi, dari sekian banyak defenisi itu ada benang merah kesamaan defenisi satu sama lain. Pada dasarnya komuikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Komunikasi massa bersal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa). Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar didefenisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefenisikan menurut bentuknya; televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku dan pita (dalam Nurudin, 2003:11). Sedangkan menurut Jay Black dan Frederick G. Whitney, disebutkan, ”Mass Comunication is a process whereby massproduced message are transmitted to large, anonymous, and heterogeneous masses of receivers (komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massal/ tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonim, dan heterogen).” (dalam Nurudin, 2003:11). ”Large” di sini berarti lebih luas dari sekedar kumpulan orang yang berdekatan secara fisik, sedangkan ”Anonymous” berarti bahwa individu yang menerima pesan cenderung menjadi asing satu sama lain atau tidak saling mengenal satu sama lain, dan ”Heterogeneous” berarti bahwa pesan yang dikirim ”to whom it Universitas Sumatera Utara may concern” (kepada yang berkepentingan) yakni kepada orang-orang dari berbagai macam atribut, status, pekerjaan, dan jabatan dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain dan bukan penerima pesan yang homogen. Gambar 3 Alat Komunikasi Massa Televisi Film Radio Surat Kabar Buku Alat Komunikasi Massa Kaset / Cd Majalah Tabloid Internet Bagi para pengelola media massa adalah suatu hal yang tidak mungkin untuk memenuhi segala keingininan khalayak. Satu-satunya cara untuk dapat mendekati keingininan seluruh khalayak sepenuhnya ialah dengan mengelompokkan mereka menurut jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan, pendidikan, kebudayaan, hobi, dan lainnya berdasarkan perbedaan sebagaimana dikemukakan diatas. Pengelompokan tersebut telah dilaksanakan oleh berbagai media massa dengan mengadakan rubrik atau acara tertentu untuk kelompok pembaca-pendengar-penonton tertentu. Berdasarkan pengelompokan tersebut di atas maka sejumlah rubrik atau acara diperuntukkan bagi kelompok tertentu sebagai sasarannya atau dapat disingkat kelompok sasaran (target group), disamping khalayak keseluruhan sebagai sasarannya atau disebut khalayak sasaran (target audience) Universitas Sumatera Utara a. Fungsi Media Massa Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat terdiri dari surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), Linkage (ketertarikan), transmission of vallues (penyebaran nilai), dan entertainment (hiburan). (Ardianto, 2004:16-20). Sedangkan fungsi komunikasi massa menurut Alexis Tan adalah: Tabel 2 FUNGSI KOMUNIKASI MASSA ALEXIS S TAN No 1 TUJUAN KOMUNIKATOR TUJUAN KOMUNIKAN (Menyesuaikan (Penjaga Sistem) diri pada sistem; pemuasan kebutuhan) Memberi Informasi Mempelajari ancaman memahami dan lingkungan; peluang; menguji kenyataan; meraih keputusan 2 Mendidik Memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang berguna memfungsikan dirinya, secara efektif dalam masyarakatnya; mempelajari nilai, tingkah laku yang cocok agar diterima dalam masyarakatnya. 3 Memberi keputusan; mengadopsi nilai, Mempersuasi tingkah laku dan aturan yang cocok agar diterima dalam masyarakatnya 4 Menyenangkan; memuaskan Menggembirakan; kebutuhan komunikasi mengendorkan urat syaraf, menghibur, mengalihkan perhatian dari masalah yang dihadapi. b. Proses Komunikasi Massa Universitas Sumatera Utara Pengertian proses komunikasi massa pada hakikatnya merupakan proses pengoperan lambang-lambang yang berarti, yang dilakukan melalui saluran (channel), biasanya dikenal dengan media printed (press ), media auditif (radio), media visual (gambar, lukisan) atau media audio visual (televisi dan film). Harold D. Lasswell seorang ahli politik di Amerika Serikat mengemukakan suatu ungkapan yang sangat terkenal dalam teori dan penelitian komunikasi massa. Ungkapan tersebut merupakan suatu formula dalam menentukan scientific study dari suatu proses komunikasi massa dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: who (siapa), says what (berkata apa), in which channel (melalui saluran apa), to whom (kepada siapa), with what effect (dengan efek apa)? Tabel 3 Formula Lasswell WHO SAYS WHAT IN WHICH TON WHOM CHANNEL Siapa Berikan apa Melalui WHIT WHAT EFFECT Kepada Siapa Saluran Apa Dengan Efek Apa komunikator Pesan Media Penerima Efek Control studies Analisis Pesan Analisis Media Analisis Analisis Efek Khalayak (Ardianto, 2004:3) Dengan mengikuti Formula Lasswell dapat dipahami bahwa dalam proses komunikasi massa terdapat lima unsur yang disebut komponen atau unsur dalam proses komunikasi yaitu : (Ardianto, 2004: 33-34) a. Who (siapa): komunikator, orang yang menyampaikan pesan dalam proses komunikasi massa, bisa perorangan atau mewakili suatu lembaga, organisasi maupun instansi. Segala masalah yang bersangkutan dengan unsur “siapa” memerlukan analisis control (control analysis) yaitu analisis yang merupakan subdivisi dari riset lapangan. Universitas Sumatera Utara b. Says what (apa yang dikatakan): pernyataan umum, dapat berupa suatu ide, informasi, opini, pesan dan sikap, yang sangat erat kaitannya dengan masalah analisis pesan. c. In which channel (melalui saluran apa): media komunikasi atau saluran yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan komunikasi. Dalam hal ini dapat digunakan primary technique, secondary technique, direct communication atau indirect communication. d. To whom (kepada siapa): komunikan atau audience yang menjadi sasaran komunikasi. Kepada siapa pernyataan tersebut ditujukan, berkaitan dengan masalah penerima pesan. Dalam hal ini diperlukan adanya analisis khalayak (audience analysis). e. With what effect (dengan efek apa): hasil yang dicapai dari usaha penyampaian pernyataan umum itu pada sasaran yang dituju berkaitan dengan efek ini dipelukan adanya analisis efek. 2.1.6 Media Massa Radio Radio – tepatnya radio siaran (broadcasting radio) merupakan salah satu jenis media massa (mass media), yakni sarana atau saluran komunikasi massa (channel of mass communication), seperti halnya suratkabar, majalah, atau televisi. Ciri khas utama radio adalah AUDITIF, yakni dikonsumsi telinga atau pendengaran. “Apa yang dilakukan radio adalah memperdengarkan suara manusia untuk mengutarakan sesuatu” (Saturday Review) (Romli, 2004:19) Radio memiliki daya tarik disebabkan oleh tiga unsur yang melekat padanya (Munthe, 1996:99-101), yakni: a. Kata-kata Lisan (spoken words) Pengunaan lambang kata sangat penting melalui radio. Karena pengiriman pesan dalam komunikasi radio tidaklah ditujukan untuk kebebasan. Penyiar harus menganggap bahwa pendengarnya hanya mempunyai satu kesempatan untuk mendengar satu bagian tertentu dari suatu penyajian pesan tertentu. Untuk alasan ini, pendengar hendaknya hanya menggunakan kata-kata yang umum digunakan Universitas Sumatera Utara kelompok sasaran tertentu. Kata-kata yang digunakan hendaknya menimbulkan kesan dialog. Dialog dapat digunanakan untuk menunjukkan informasi latar belakang seperlunya kepada pendengar. Dengan cara ini, diharapkan pendengar dapat memahami apa yang sedang terjadi. Tetapi, dialog yang berlebihan justru dapat menimbulkan efek statis. Kalau ini yang terjadi maka pendengar akan pindah dari program yang disiarkan. b. Musik (music) Penggunaan musik menciptakan suasana yang membangkitkan emosi. Agar hal ini tercapai, menurut Hilliard, penyiar harus tahu dimana dan bagaimana penggunaan musik dalam program. Setidaknya ada lima tujuan dasar menggunakan musik, yaitu: (a) sebagai isi untuk program musik, (b) Sebagai tema untul banyak program (c) untuk menjembatani devisi dalam sebuah program, (d) sebagai sebuah efek suara, dan (e) untuk latar belakang atau isi hati. c. Efek Suara (Sound Effect) Efek suara bermanfaat untuk memberikan pengertian khusus dari suatu pesan. Karena itu, efek suara mampu mendorong pendengar untuk bereaksi. Efek suara tepat digunakan terutama dalam menggunakan bahasa tindakan. Dapat juga digunakan secara deskriptif. Efek suara menurut Mc.loney (dalam Munthe, 1996:100) dapat digunakan untuk menyatakan: 1) Tindakan atau gerakan dalam suatu keadaan. Contohnya adalah langkah-langkah kaki, pintu yang ditutup, ketukan mesin tik, dan sebagainya. 2) Suasana atau perasaan mengenai tindakan. Sebuah efek suara pintu hanya berarti sebuah gerakan, yaitu sebuah pintu dibuka atau ditutup. Sebuah pintu yang terderak berarti gerakan yang sama. Tapi juga menyatakan sesuatu tentang setting (latar) dan memberitahu sesuatu yang misterius. 3) Sifat dari keadaan. Suatu latar keadaan dalam radio tanpa mengemukakan secara verbal akan memberi karakteristik suatu latar belakang. Kata-kata lisan, musik, dan efek suara hendaknya diramu dengan tepat agar program radio tidak monoton dan kaku. Dalam meramu, dapat dilakukan melalui banyak cara. Universitas Sumatera Utara Apakah komposisinya sama antara kata, musik, dan efek suara bergantung keinginan pendengar, format programnya, jenis masalahnya, dan waktu siaran. 2.1.7 Sejarah Perkembangan Radio Perkembangan radio siaran di Indonesia dimulai dari masa penjajahan Belanda, Penjajahan Jepang, zaman kemerdekaan, dan zaman orde baru. (Ardianto, 2004:117119) a. Jaman Belanda Radio siaran yang pertama di Indonesia (waktu itu bernama Nederlands Indie – Hindia Belanda), ialah Bataviase radi siaran Vereniging (BRV) di Batavia, yang resminya didirikan pada tanggal 16 Juni 1925, pada saat Indonesia masih dijajah Belanda, dan berstatus swasta. b. Jaman Jepang Ketika Belanda menyerah pada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, sebagai konsekuensinya, radio siaran yang tadinya berstatus perkumpulan swasta dinonaktifkan dan diurus oleh jawatan khusus bernama Hoso Kanri Kyoku, merupakan pusat radio siaran yang berkedudukan di Jakarta, serta mempunyai cabang-cabang yang dinamakan Hoso Kyoku di Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang. Rakyat Indonesia pada masa ini hanya boleh mendengarkan siaran dari Hoso Kyoku saja. c. Jaman Kemerdekaan. Dengan demikian, ketika Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tidak dapat disiarkan langsung melalui radio siaran karena radio siaran masih dikuasai oleh Jepang. Tak lama kemudian dibuat pemancar gelap yang berhasil berkumandang di udara radio siaran denagn stasiun call “Radio Indonesia Merdeka”. d. Jaman Orde Baru Sampai akhir tahun 1966 RRI adalah satu-satunya radio siaran di Indonesia yang dikuasai dan dimiliki oleh pemerintah. Peran dan fungsi radio siaran Universitas Sumatera Utara ditingkatkan. Selain berfungsi sebagai media informasi dan hiburan, pada masa orde baru, radio siaran melalui RRI menyajikan acara pendidikan dan persuasi. Lembaga penyiaran radio Indonesia sesuai Undang-undang No.32 tahun 2002 tentang penyiaran, terdiri atas lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran komersial, lembaga penyiaran komunitas, dan lembaga penyiaran berlangganan. a. Lembaga Penyiaran Publik Lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independent, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan pelayanan untuk kepentingan masyarakat. b. Lembaga Penyiaran Komersial Lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya khusus menyelenggarakan siaran radio. a. Lembaga Penyiaran Komunitas Lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pencar rendah, luas wilayah jangkauan terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya. d. Lembaga Penyiaran Berlangganan Merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia,yang bidang usahanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan melalui satelit, melalui kabel dan melalui terrestrial (Djuroto, 2007: 64-66). 2.1.8 Pola Penyiaran Radio Menurut Undang-undang No.32 tahun 2002, penyiaran adalah kegiatan pemancar luasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekwensi radio melalui udara, kabel atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran (Riswandi, 2009:1). Universitas Sumatera Utara Penyiaran radio adalah media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yamg teratur dan berkesinambungan (Riswandi, 2009:1). Ketika para pengelola stasiun penyiaran radio merencanakan untuk beroperasi, salah satu faktor yang menjadi kajian khusus adalah cara menetapkan target pendengar. Apalagi dimasa sekarang ini kompetisi sedemikian tinggi sehingga target pendengar menjadi prioritas (Prayudha, 2004:23). Dari target pendengar dapat ditentukan suatu pola penyiaran. Pada umumnya terdapat dua metode penggolongan bahan siaran yang dianut oleh badan-badan radio siaran di dunia. Yang pertama adalah metode menurut “unsur acara siaran”, yang kedua menurut “tujuan acara siaran” (Effendi, 1990:114-117). a. Pembagian menurut unsur acara siaran berdasarkan unsur acara siaran, bahan siaran dibagi menjadi dua golongan 1. Siaran kata 2. Siaran seni suara Yang dimaksud dengan siaran kata adalah segala bahan siaran yang pokok isinya dilukiskan dengan kata-kata (spoken words). Sedang yang dimaksud dengn seni suara adalah segala bentuk kesenian yang pokok isinya dilukiskan dengan musik. Persentase golongan siaran kata dan siaran seni suara antara negara yang satu dengan yang lainnya tidaklah sama ada negara yang megutamakan siaran kata, misalnya siaran kata 60% da seni suara 40%, atau siaran kata 55% dan seni suara 45%. Atau sebaliknya, ada yang mengutamakan seni suara, misalnya seni suara 55% dan siaran kata 45%. Komposisi siaran seni suara Indonesia = 50% Daerah = 50% Komposisi siaran kata Siaran kata umum Informasi = 30% Universitas Sumatera Utara Musik = 70% (Redaksi BaSS FM) Pembagian menurut tujuan acara siaran seperti halnya dengan negara-negara lain yang tergabung dalam Asian Broadcasting Union (ABU) dan European Broadcasting Union (EBU), dalam menentukan penggolongan acara siaran, Indonesia mengikuti pola yang dianut oleh UNESCO. Berikut ini adalah penggolongan jenis-jenis acara siaran: 1.Siaran pemberitaan dan penerangan a. Warta Berita b. Reportase c. Penerangan Umum d.Pengumuman 2. Siaran Pendidikan a. Siaran Kanak-Kanak b. Siaran Remaja c. Siaran Sekolah d. Siaran Pedesaan e. Siaran Keluarga f. Siaran Agama g. Siaran Wanita h. Pengetahuan Umum 3. Siaran Kebudayaan a. Kesusasteraan b. Kesenian Daerah c. Apresiasi Seni 4. Siaran Hiburan a. Musik Daerah Universitas Sumatera Utara b. Musik Indonesia c. Musik Asing d. Hiburan Ringan 5. Siaran Lain-lain a. Ruangan Iklan b. Pembukaan/ penutup Siaran Tujuan utama memproduksi acara siaran radio adalah untuk menarik minat masyarakat agar mau mendengarkan atau menjadi pendengar setianya. Dlam membuat atau menyusun siaran radio, harus berpedoman pada tiga fungsi medium radio, yaitu: 1. Siaran radio sebagai media penerangan (information) 2. Siaran radio sebagai sarana pendidikan(education) 3. Siaran radio sebagai tempat hiburan (entertainment) Selain memperhatikan tiga fungsi siaran radio tersebut, pembuat atau penyusun acara siaran harus memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh medium radio. Keterbatasan itu antara lain: 1. Radio hanya bisa dikonsumsi oleh indera pendengaran/telinga (ear catching) 2. Radio tidak dapat dipertontonkan (visual) tingkah laku/action dari orang-orang yang menyiarkannya. 3. Pendengar radio sifatnya perseorangan (individual) dan hidup dalam psycolically independen yang kompleks. Itu sebabnya pendengar radio senantiasa berubah-ubah. Disamping memperhatikan keterbatasan-keterbatasan radio, hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat pendengar radio. Pendengar adalah sasaran komunikasi massa melalui media radio siaran. Komunikasi dapat dilakukan efektif, apabila endengr terpikat perhatiannya, tertarik terus minatnya, mengerti, tergerak hatinya dan melakukan kegiatan apa yang diinginkan si pembicara. Berikut ini adalah Universitas Sumatera Utara sifat-sifat pendengar radio siaran yang turut menentukan gaya bahasa radio (Effendi, 1990:85-86) : a. Heterogen Pendengar adalah massa, sejumlah orang yang sangat banyak yang sifatnya heterogen, terpencar-pencar di berbagai tempat. Dan mereka berbeda dalam jenis kelamin,umur, tingkat pendidikan, dan kebudayaan. Dan selain itu pendengar berbeda dalam pengalaman dan keinginan, tabeat, dan kebiasaan, yang kesemuanya itu menjadi dasar pola bagi gaya bahasa sebagai penyalur pesan kepada pendengar. b. Pribadi Karena pendengar berada dalam keadaan heterogen, terpencar-pencar di berbagai tempat dan umumnya dirumah-rumah maka sesuai isi pesan akan dapat diterima dan dimengerti, kalau sifatnya pribadi (personal) sesuai dengan situasi dimana pendengar itu berada. Sesuatu uraian disampaikan kepada pendengar yang berada di rumahnya itu secara pribadi. Pembicara radio seolah-olah bertamu dan memberikan uraian kepad seseorang dalam suatu rumah tangga. c. Aktif Pada mulanya para ahli komunikasi mengira bahwa pendengar radio sifatnya pasif. Ternyata tidak demikian. Hal ini telah dibuktikan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Wilbur Schramm, Paul Lazarsfeld dan Raymond Bauer, ahli-ahli komunikasi di AS.mereka semua berpendapat bahwa pendengar radio sebagai sasaran komunikasi massa jauh daripada pasif. Mereka aktif. Apabila mereka menjumpai sesuatu yang menarik dari sebuah stasiun radio, mereka aktif berpikir, aktif melakukan interpretasi, mereka bertanya-tanya pada dirinya, apakah yang diucapkan oleh penyiar atau seorang penceramah radio atau pembaca berita, benar atau tidak. (Effendi, 1990:85) d. Selektif Pendengar sifatnya selektif. Ia dapat dan akan memilih program radio siaran yang disukainya. Pabrik pesawat radio menyadari hal itu, maka setiap pesawat radio dilengkapi dengan alat yang memungkinkan mereka melakuka pilihannya itu. Dengan memutar knop jarum gelombang pada pesawat radionya, pendengar dapat mencari Universitas Sumatera Utara apa yang disenanginya, baik programa musik maupun uraian atau drama siaran dalam negeri maupun luar negeri. Begitu banyak stasiun radio siaran, tidak terhitung sudah, dengan aneka jenis acara siarannya yang masing-masing berlomba-lomba untuk memikat perhatian pendengar. Yang tidak memenuhi selera pendengar, sudah tentu akan sia-sialah isi siaran yang diancarkannya itu. Oleh karena itulah maka dalam proses komunikasi massa, unsur pendengar banyak diteliti, karena sasaran yang kompleks ini menyangkut berbagai segi sosiologis, psikologis, edukatif, kultural, dan bahkan juga politis dan ekonomis. Dikarenakan sifat pendengar yang aktif dan selektif maka setiap stasiun radio berusaha semaksimal mungkin untuk dapat meraih sebanyak mungkin pendengar. Sambil terus membina hubungan baik dengan pendengar setia, satu stasiun berusaa merebut pendengar stasiun lain. Inilah perang stasiun radio, yang hanya dibekali oleh acara sebagai senjatanya. Sampai saat ini, yang masih menjadi kendala bagi banyak stasiun radio adalah mendesain acara. Penyelenggara siaran terus berusaha memperbaiki dan menyempurnakan acaranya. Agar acara yang disiarkan menarik, ada beberapa petunjuk yang dapat dijadikan sebagai patokan. Sasarannya harus jelas, acaranya spesifik, memiliki kebutuhan, beragam waktu penyiaran yang tepat, orisinil, kualitas terjaga, disamping bahasanya harus sederhana (Munthe, 1996:58-61). 1. Acara harus sesuai sasaran Pastikanlah siapa sasaran yang akan di tuju. Hal ini penting untuk memudahkan pengelola siaran dalam mengolah bahan siaran. Jangan bermimpi bahwa suatu acara dapat ditujukan kepada siapa saja. Bila hal ini terjadi, maka pembahasan bisa jadi melebar tidak terarah. Pengalaman menunjukkan acara-acara yang tidak mempunyai sasaran yang konkrit tidak pernah populer dan biasanya akan turun dengan sendiri. Universitas Sumatera Utara 2. Acara harus spesifik Isi acara hendaknya membahas materi yang khusus. Umpamanya saja bidang masalahnya olahraga, maka isinya hanya mempersoalkan salah satu cabang olahraga, misalnya sepakbola. Dalam hal ini isinya tidak mempersoalkan sepak takraw, bulu tangkis, dll. Jadi hanya satu topik yang dibahas secara menyeluruh. Artinya, dalam membahas harus diperhatikan aspek yang terkait dengan bidang olahraga sepakbola. 3. Acara harus utuh Pembahasan materi harus terjaga. Tidak keluar dari konsep yang telah dipatok. Mulai dari pengantar, permasalahan, pembahasan, dan penyelesaian masalah secara sistematis. Misalnya dari topik sepakbola di atas, pengantar acara dapat berisi paparan perkembangan sepakbola di Indonesia, mempertanyakan tentang sepakbola di negeri ini yang sulit berkembang. Pembahasan berisi jawaban mengapa sulit berkembang dan jawaban bagaimana agar dapat berkembang. Pada akhirnya di bagian penyelesaian dijabarkan tentang usulan sebagai jalan keluar untuk mengembangkan olahraga sepakbola di Indonesia. Dengan demikian sistematika dan kesinambungan tetap terjaga. 4. Kemasan acara harus bervariasi Acara dikemas dalam bentuk yang bervariasi. Variasi dapat ditampilkan dalam dua bentuk yaitu dialog dan monolog. Dalam dialog dapat ditampilkan dua orang atau lebih yang memiliki warna suara berbeda. Kontras warna suara ini sangat mendukung acara karena radio merupakan media audio yang hanya mampu menstimuli indera pendengaran. Dengan warna suara yang berbeda memudahkan pendengar untuk mengenali tokoh-tokoh yang terlibat dalam dialog tersebut. Umumnya pendengar lebih menyukai acara yang disajikan dalam bentuk dialog. Sedangkan dalam bentuk monolog penyelenggara siaran dapat membuat variasi dengan menampilkan dua orang penyiar secara bergantian menyampaikan topik bahasan. Universitas Sumatera Utara 5. Acara harus ditempatkan pada waktu yang tepat Pengelola program harus yakin bahwa waktu yang dipilih untuk penyiaran suatu acara sudah tepat. Ketepatan ini didasari pada kebiasaan mendengar dari khalayak. Dengan demikian, acara tersebut akan efektif. 6. Acara harus orisinil Penyelenggara siaran harus menyajikan acara yang benar-benar hasil kerja tim kreatif studio tersebut. Bukan tiruan, dalam arti acara seperti ini pernah disajikan stasiun lain yang kemudian dimodifikasi di sana-sini sehingga tampaknya orisinil. Bukan juga acara jiplakan. Acara jiplakan dan acara tiruan tidak akan membawa banyak keuntungan bagi stasin radio yang pertamakali menyajikan acara tersebut. Sedangkan stasiun radio yang menjiplak atau meniru akan dicap sebagai stasiun plagiat. 7. Acara harus disajikan dengan kualitas baik Mutu tekhnik suatu acara ikut menentukan sukses tidaknya acara di pasar. Pendengar selalu menuntut hasil yang prima tanpa noise (gangguan). Sebab pendengar sangat mendambakan kenyamanan dalam mendengarkan suatu acara siaran. Jangan sekali-kali menerima ungkapan yang menyatakan bahwa penyajian masalah tekhnik adalah nomor dua setelah produk. Anggapan ini tidak benar, sebab antara acara dan tekhnik berjlan seiring, sama-sama ikut menentukan. Yang penting diingat adalah konsep memberikan yang terbaik kepada pendengar wajib menjadi pegangan penyelenggara siaran. 8.Acara harus disajikan dengan bahasa sederhana Gunakan bahasa sederhana, artinya bahasa yang dipakai sehari-hari atu bahasa pergaulan. Jangan disajikan acara dengan bahasa ilmiah, kata-kata asing, atau katakata baru. Pendengar akan mengalami kesulitan mencerna isi acara. Sebab tidak semua pendengar memiliki kemampuan yang merata sehingga kemudahan menangkap isi acara berbeda-beda. Apabila ada kalimat yang tidak dapat meminta agar pembawa acara mengulangi kalimat tersebut seperti jika ia membaca suratkabar.usahakan menghindari kalimat-kalimat asing, angka-angka pecahan, juga kalimat-kalimat yang terbalik. Universitas Sumatera Utara Yang tak kalah penting dari semua hal yang telah diuraikan sebelumnya adalah seorang penyiar (announcer). Penyiar adalah orang yang menyajikan materi siaran kepada para pendengar. Materi siaran tersebut adalah hasil yang telah di olah oleh bagian produksi siaran berdasarkan programa yang telah disusun oleh staf khusus. Sampainya sebuah acara kepada par pendengar adalah hasil kerja sama penyiar, operator siaran, dan petugas pemancar. Sasaran komuniksi seorang penyiar berjumlah jutaan orang, tetapi jumlah yang demikian banyak itu terdiri dari unit-unit kecil, seseorang atau sebuah keluarga. Seorang yang berkomunikasi dengan pendengarnya adalah bagaikan sedang bertamu kepada sebuah rumah. Baginya penghuni rumah tersebut anonim. Ia tidak kenal kepadanya, sebagai seorang tamu yang berkunjung kepada orang yang tidak dikenalnya, jelas ia harus ramah. Karena orang-orang yang didatangi itu heterogen, baik pekerjaan, usia, jenis kelamin, maka informasi yang disampaikan kepada tuan rumah harus dapat diterima, dimengerti dan menarik perhatian, dan selanjutnya semuanya berminat untuk melakukan apa yang diserukan penyiar. Faktor lain yang perlu dicantumkan ialah bahwa pendengar itu aktif. Ia tidak pasif. Ia tidak begitu saja menerima isi pesan yang diutarakan oleh seorang penyiar. Ia mungkin menerima tetapi mungkin juga menolak. Ia bisa jadi memberikan reaksi yang lain daripada yang diharapkan penyiar. Hal ini telah dibenarkan oleh Wilbur Schramm. Ditinjau dari segi seni bicara (speech), pekerjaan penyiar merupakan suatu pekerjaan yang benar-benar khas (highly specialized). Pekerjaan tersebut memang dapat dipelajari seperti pekerjaan lainnya, tetapi untuk menjadi penyiar seorang harus memiliki kualifikasi yang tepat dan keinginan untuk memahirkan dirinya dalam lapangan penyiaran radio. Sehubungan dengan itu, Ben G. Henneke telah menghimpun beberapa hal penting dalam announcing, lalu merumuskannya menjadi apa yang ia sebut “announcer’s skill” meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Komunikasi gagasan (communications of ideas) 2. komunikasi kepribadian (communication of personality) Universitas Sumatera Utara 3. Proyeksi kepribadian (projection of personality) Ini mencakup: a. Keaslian (naturalness) b. Kelincahan (vitality) c. Keramah-tamahan (friendliness) d. Kesanggupan menyesuaikan diri (adaptability) 4. Pengucapan (pronounciation) 5. Kontrol suara (voice controle) Faktor lain yang perlu dicantumkan ialah bahwa pendengar itu aktif. Ia tidak pasif. Ia tidak begitu saja menerima isi pesan yang diutarakan oleh seorang penyiar. Ia mungkin menerima tetapi mungkin juga menolak. Ia bisa jadi memberikan reaksi yang lain daripada yang diharapkan penyiar. Hal ini telah dibenarkan oleh Wilbur Schramm. Ditinjau dari segi seni bicara (speech), pekerjaan penyiar merupakan suatu pekerjaan yang benar-benar khas (highly specialized). Pekerjaan tersebut memang dapat dipelajari seperti pekerjaan lainnya, tetapi untuk menjadi penyiar seorang harus memiliki kualifikasi yang tepat dan keinginan untuk memahirkan dirinya dalam lapangan penyiaran radio. Sehubungan dengan itu, Ben G. Henneke telah menghimpun beberapa hal penting dalam announcing, lalu merumuskannya menjadi apa yang ia sebut “announcer’s skill” meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Komunikasi gagasan (communications of ideas) 2. komunikasi kepribadian (communication of personality) 3. Proyeksi kepribadian (projection of personality) Ini mencakup: a. Keaslian (naturalness) b. Kelincahan (vitality) c. Keramah-tamahan (friendliness) d. Kesanggupan menyesuaikan diri (adaptability) Universitas Sumatera Utara 4. Pengucapan (pronounciation) 5. Kontrol suara (voice controle) Ini mencakup: a. Pola titi-nada (pitch) b. Kerasnya suara (loudness) c. Tempo (time) d. Kadar suara (quality) (Effendy, 1990:129) Yang juga kiranya patut diketengahkan dalam soal penyiaran ini, ialah apa yang disyaratkan oleh Columbia Broadcasting System (CBS), sebuah badan radio siaran terkenal di AS, bagi seorang penyiar. Dua hal yang disyaratkan oleh CBS: 1. Gaya bicara yang baik dan pengucapan yang cermat, tidak mengandung logat daerah (excellent diction and accurate pronounciation not identifiablewith any particular section). 2. Kepribadian suara yang mengutarakan yang khas tanpa dibuat-buat (voice and air personality which is distinguished without affectation) (Effendy, 1990:130) 2.1.9Teori Uses And Gratification Teori Uses and Gratifications milik Blumer dan Katz ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media itu adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya, teori uses and gratifications mengasumsikan bahwa pengguna media kebutuhannya. Teori uses and Gratifications ini lebih menekankan pada pendekatan manusiawi di dalam media. Artinya, manusia itu punya otonomi, wewenang untuk memperlakukan media. Blumer dan Katz percaya bahwa tidak hanya ada satu jalan bagi khalayak untuk menggunakan media. Universitas Sumatera Utara Sementara Schramm dan Porter dalam bukunya Men, Women, Message and Media pernah memberikan formula untuk menjelaskan bekerjanya teori ini (Nurudin, 2003:182-183). Gambar 5 Bekerjanya Teori Uses And Gratification Janji Imbalan Upaya yang Diperlukan = probabilitas seleksi Imbalan di sini bisa berarti imbalan yang saat itu juga diterima (segera) atau imbalan yang tertunda. Imbalan itu memenuhi kebutuhan khalayak. Misalnya, anda pemirsa suatu acara televisi tertentu karena acara itu bisa memuaskan kebutuhan anda akan menonton suatu acara pada televisi tertentu karena acara media tersebut menyediakan atau memuaskan anda akan kebutuhan informasi dan hiburan. Upaya yang diperlukanuntuk memenuhi kebutuhan itu sangat bergantung pada tersedia tidaknya media dan kemudahan memanfaatkannya. Bila kita membagi janji imbalan dengan upaya yang diperlukan, kita memperoleh probabilitas seleksi dari media massa tertentu. Kita bisa memahami interaksi orang dengan media melalui pemanfaatan media oleh orang itu (uses) dan kepuasannya (Gratifications). Gratifikasi yang sifatnya umum antara lain pelarian dari rasa khawatir, peredaan rasa kesepian, dukungan emosional, perolehan informasi dan kontak sosial. Katz dan Dennis McQuail, menggambarkan logika yang mendasari kepentingan Uses And Gratification sebagai berikut: (Ardianto, 2004:72) Gambar 6 Logika Yang Mendasari Kepentingan Uses And Gratification Faktor sosial psikolo gis yang menim bulkan (1) Kebutu han yang melahir kan (2) Harapanharapan terhadap media massa atau sumber lain yang mengarah pada (3-4) Berbag ai pola pengha dapan media (5) Menghasilkan gratifikasi kebutuhan (6) Konsekuensi lain yang tidak Universitasdiinginkan Sumatera (7) Utara Setiap individu memilih media yang mampu memenuhi kebutuhannya. Adapun yang menjadi kebutuhan individu atau individual needs adalah: 6. Kebutuhan Kognitif (Cognitive Needs) Yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan, dan pemahaman mengenai lingkungan; juga memuaskan rasa penasaran kita dan dorongan penyelidikan. 7. Kebutuhan Afektif (Afektive Needs) Yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis, menyenangkan dan emosional. 8. Kebutuhan Pribadi Secara Integratif (Personal Integrative Needs) Yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status individual. Hal-hal tersebut diperoleh dari hasrat dan harga diri. 9. Kebutuhan Sosial Secara Integratif (Social Integrative Needs) Yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman, dan dunia. Hal-hal tersebut didasarkan pada hasrat untuk berafiliasi. 10. Kebutuhan Pelepasan (Escapist Needs) Yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kontak dengan upaya menghindari tekanan, ketegangan, dan hasrat akan keanekaragaman.(Effendy, 2004:294). Universitas Sumatera Utara