MATERI MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA DISKUSI RAPAT KERJA NASIONAL ASOSIASI PEMERINTAH PROVINSI SELURUH INDONESIA (APPSI) “Peran Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat Dalam Meningkatkan Sinergi Hubungan Pemerintah Pusat Dan Daerah” Bandung, 2 Desember 2010 Assalamu’ alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua Yth. Wakil Presiden Republik Indonesia; Ykh. Para Gubernur seluruh Indonesia; Ykh. Para Jajaran Dewan Pengurus dan Dewan Pakar Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia; Ykh. Hadirin yang berbahagia, 1 1. Ucapan Puji Syukur Marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan karunia, rahmat dan bimbingan-Nya sehingga pada hari ini tanggal 2 Desember 2010 kita dapat bertemu pada acara Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), dalam keadaan sehat wal’afiat. 2. Peranan Gubernur dalam Pemerintahan Daerah Penyelenggaraan Pembinaan, pengawasan dan koordinasi atas terselenggaranya pemerintahan daerah dan pemerintahan umum mutlak diperlukan, karena secara implisit merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Mengingat rentang kendali antara pemerintah nasional dengan pemerintahan daerah terlalu luas, maka Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menetapkan bahwa perangkat pemerintahan negara yang melakukan pembinaan, pengawasan dan koordinasi atas terselenggaranya pemerintahan daerah dan pemerintahan umum di daerah adalah Gubernur dalam kedudukannya selaku Wakil Pemerintah Pusat di Daerah. Hal ini dimaksudkan agar konsistensi antara penyelenggaraan pemerintahan pusat dan 2 pemerintahan daerah bagi pembangunan bangsa dan kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan dengan berdayaguna dan berhasilguna. Gubernur karena jabatannya (Ex-officio) berkedudukan selaku Wakil Pemerintah Pusat di Daerah adalah juga Kepala Wilayah di wilayah administrasi Provinsi yang bersangkutan. Selaku Wakil Pemerintah dan Kepala Wilayah, maka Gubernur merupakan Penyelenggara pemerintahan tertinggi di wilayah jabatannya dalam menjalankan sebagian urusan pemerintahan negara di daerah, baik yang bersifat “attributed” yang dengan Undang-Undang melekat kepadanya dalam menjalankan tugas, wewenang dan kewajibannya, maupun yang bersifat “delegated” melalui tugastugas yang dilimpahkan dari pemerintah pusat kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah dalam rangka dekonsentrasi. Tugas, wewenang, dan kewajiban yang bersifat “attributed”, dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 38 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, yaitu: a. Membina dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah jabatannya; 3 b. Mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam wilayah jabatannya; c. Mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam wilayah jabatannya. Mengenai tugas, wewenang dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b UndangUndang No. 32 Tahun 2004, yaitu mengkoodinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, maksudnya adalah “urusan pemerintahan umum” di daerah di luar tugas-tugas yang dikecualikan sebagaimana termaksud dalam Pasal 10 UU 32 Tahun 2004 yaitu: politik luar negeri; keamanan dan pertahanan; judisial; fiskal nasional dan moneter, dan agama. 3. Penguatan Peran Pemerintah Gubernur sebagai Wakil Pemerintah mempunyai keinginan politik yang baik (political good will) untuk mendudukan peranan Gubernur selaku Wakil Pemerintah termaksud secara proporsional sedemikian rupa, sehingga prinsip-prinsip manajemen modern, terutama dari segi rentang-kendali (span of control), koordinasi, 4 dan supervisi, dapat dijalankan oleh Gubernur secara efektif. Perwujudan keinginan Pemerintah dimaksud, yaitu dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tanggal 28 Januari 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi. Peraturan pemerintah ini mengatur mengenai tata cara yang lebih jelas dalam memperkuat peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah untuk melaksanakan pembinaan, koordinasi dan penyelarasan kegiatan pembangunan di Kabupaten/Kota. Hal ini dimaksudkan pertama, ditinjau dari perspektif daerah, Gubernur benarbenar dapat dimanifestikan untuk menjamin terealisasikannya otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab dalam upaya mewujudkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan rakyat, melalui peran pembinaan, supervisi dan fasilitasi penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota. Kedua, ditinjau dari perspektif nasional, kedudukan Gubernur selaku Wakil Pemerintah, ia akan menjamin terwujudnya keserasian/sinergitas hubungan antar Daerah dan antara Daerah dan Pusat, sehingga prinsip desentralisasi dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab 5 tersebut, tetap akan terselenggara dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4. Esensi dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 Esensi dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tersebut adalah : a. Meningkatkan sinergitas pembangunan dan pemerintahan. pelaksanaan Sinergitas pelaksanaan program pembangunan antara pembangunan nasional, pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/kota yang berjalan selama ini sering terjadi tumpang tindih (overlapping) kegiatan. Hal ini seringkali dapat dilihat dari tidak sinkronnya RPJMN pada tataran nasional dengan RPJMD Kabupaten/Kota pada tataran lokal. Dalam konteks ini, Gubernur sebagai Wakil Pemerintah diharapkan mampu mengkoordinasikan program-program yang tidak searah/serasi atau bahkan saling bertolak belakang, sehingga berbagai permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan program/kegiatan dapat diselesaikan. 6 b. Meningkatkan sinergitas hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah . Pelaksanaan satu dasawarsa otonomi daerah memberikan satu pelajaran yang berharga, dimana manajemen koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidak berjalan secara optimal bahkan terkesan tidak linier. Hal ini lebih banyak disebabkan oleh kurang tegasnya karakter spesifik Gubernur sebagai Wakil Pemerintah dalam kedudukan hierarki pemerintahan nasional. Oleh karena itu regulasi ini menjadi jembatan bagi penegasan kedudukan Gubernur selaku Wakil Kepala Pemerintah, yang dalam hal ini Gubernur diberikan seperangkat kewenangan untuk melakukan koordinasi formal dengan Bupati/Walikota termasuk dalam penetapan mekanisme reward and punishment, monitoring dan evaluasi sampai penyelesaian perselisihan antar daerah. Melalui wewenang ini terjadi pergeseran paradigma hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, dimana sebelumnya relasi tersebut terbangun secara langsung (direct relation) menjadi relasi tidak langsung (indirect relation) melalui peran dan kedudukan yang diemban oleh Gubernur. 7 c. Meningkatkan Kapasitas Pemerintah Daerah. Selama ini pelaksanaan pembinaan yang dilakukan Gubernur dan pembantunya kepada Bupati/Walikota tidak didukung dengan perangkat yang memadai sehingga pembinaan kepada Kabupaten/Kota oleh Gubernur sangat minim. Melalui peningkatan peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah diharapkan meningkatnya kapasitas pemerintah kabupaten/Kota dalam melaksanakan urusan yang telah didesentralisasikan, sehingga mampu mengelola sumber daya yang ada bagi kesejahteraan masyarakat secara efektif dan efisien, untuk kemajuan daerahnya d. Meningkatkan akuntabilitas Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta dipatuhinya Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria oleh Pemerintah Daerah Selama ini pelaksanaan pengawasan yang dilakukan Gubernur kapada Bupati/Walikota belum menyentuh kepada upaya peningkatan kinerja pemerintah kabupaten/kota, seperti dipatuhinya NSPK. Melalui peningkatan peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah diharapkan ke depan, NSPK dapat dilaksanakan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh 8 Pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga akuntabilitas Pemerintah Kabupaten/Kota dapat ditingkatkan. e. Terjaganya NKRI dan Stabilitas Politik di Daerah Selama ini pelaksanaan tugas Gubernur untuk menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara serta terpeliharanya keutuhan NKRI, belum terumuskan sehingga penanganan tugas ini lebih bersifat defensive dan reaktif. Kondisi ini segera terlihat ketika konflik pecah didaerah, dimana peran manajer konflik, baik yaitu bersifat konflik vertikal maupun konflik horizontal, tidak dipersonalisasikan dalam kedudukan jabatan tertentu. Akibatnya terjadi penajaman ekskalasi konflik dibeberapa daerah sebagai lemahnya responsifitas penanganan konflik yang disebabkan rentang kendali yang terlalu lebar antara pusat dan daerah. Oleh karena itu, melalui peningkatan peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah diharapkan ke depan, setiap ATHG (ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan) dapat diantisipasi secara dini dan ditangan secara cepat, sehingga penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara dapat diorientasikan untuk memperkokoh keutuhan NKRI. 9 i. Dipatuhinya Etika dan Norma dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah Selama ini etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah masih memprihatinkan, karena belum terumuskan secara jelas. Melalui peningkatan peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah diharapkan ke depan, Gubernur dapat melakukan Identifikasi dan membangun etos kerja penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan etika dan norma yg hidup, berkembang, dan perlu dipertahankan di wilayah provinsi, sehingga etika dan norma penyelenggaraan pemerintahan di daerah dapat terjaga. 5. Upaya Pemerintah Mewujudkan Pelaksanaan PP 19 Tahun 2010 Upaya Pemerintahan terkait dengan peningkatan peran Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah melalui Implementasi PP 19 /2010 antara lain : a. Membentuk kelembagaan yang membantu Gubernur melaksanakan tugas sebagai Wakil Pemerintah Pusat, karena selama ini tidak ada lembaga yang membantu Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat. Sebagai tindak lanjut pelaksanaan PP 19/2010 perlu disiapkan kelembagaan Sekretariat 10 Gubernur yang bekerjasama dengan Kementrian PAN. Kelembagaan ini sangat diperlukan Gubernur untuk merumuskan dan melaksanakan operasionalisasi pembinaan kepada pemerintah kabupaten/kota, agar pemerintahan kabupaten/kota mampu mengelola sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk kesejahteraan masyarakat . b. Merumuskan metode dan materi pelaksanaan rapat koordinasi/kerja, karena rapat koordinasi/kerja yang selama ini berlangsung kurang menarik, tidak fokus, jauh dari makna rapat itu sendiri. Metode dan materi pelaksanaan rapat koordinasi perlu terus disempurnakan agar lebih bermakna yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja pembangunan lewat perencanaan yang baik. mekanisme koordinasi lebih banyak diperlukan pada tahap-tahap setidaknya : 1) Merumuskan dan menetapkan program dan kegiatan yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah / isu daerah. 2) Penetapan prioritas program dan kegiatan atas dasar keterbatasan anggaran yang ada. 11 3) Pendistribusian atau penetapan peran dan kontribusi dalam penanganan masalah / isu daerah. 4) Penilaian kinerja. Melalui satu mekanisme koordinasi yang baik, kegiatan-kegiatan akan dapat dirumuskan dengan landasan persepsi yang lebih kuat sehingga hasil pelaksanaan pembangunan benarbenar sesuai dengan kebutuhan masyarakat, c. Merumuskan pedoman pembinaan dan pengawasan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota. Tatacara dan mekanisme pedoman pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota perlu segera dirumuskan sebagai tindaklanjut pelaksanaan PP 19/2010. d. Merumuskan kriteria ATHG dan kriteria stabilitas politik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dan keutuhan NKRI berikut pembobotannya. Penetapan kriteria ATHG (ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan) dan kriteria stabilitas politik sesuai dengan situasi dan kondisi daerah harus segera dirumuskan sebagai tindaklanjut PP 19/2010, agar stabilitas politik dan kehidupan berbangsa dan bernegara serta keutuhan NKRI dapat terjaga. 12 e. Menyiapkan tata cara pelantikan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat. Dalam memperkuat peran Gubernur sebagai wakil pemerintah, ke depan pelantikan Gubernur akan dilakukan oleh Presiden. Namun secara keprotokoleran tidak dimungkinkan Presiden melantik Gubernur dalam sidang paripurna DPRD, oleh karena itu perlu disiapkan tatacara pelantikan dan substansi Keputusan Presiden dalam mengangkat Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat selain itu perlu merumuskan ulang tatacara peresmian dan pengangkatan Gubernur sebagai Kepala Daerah dalam sidang paripurna DPRD. f. Menyiapkan kriteria pemberian penghargaan dan sanksi bagi Bupati/Walikota. Dalam rangka peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daearh khususnya kabupaten/kota, perlu dipikirkan agar Bupati/Walikota yang berprestasi diberikan penghargaan dan Bupati/Walikota yang kinerjanya tidak baik/melanggar diberikan sanksi, sehingga dengan adanya reward dan punishment ini diharapkan Bupati/Walikota akan lebih patuh kepada pemerintah melalui Gubernur dan dengan demikian pelaksanaan penyelenggaraan 13 pemerintahan daerah kabupaten/kota berlangsung sesuai dengan NSPK yang telah ditetapkan. 6. Penutup Berkenaan dengan hal-hal sebagaimana telah saya sampaikan diatas, pada forum rapat kerja nasional Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) ini saya berharap dari diskusi yang kita lakukan dapat menjadi masukan, saran dan rekomendasi kebijakan, khususnya terhadap konsepkonsep yang terkait dengan revitalisasi peran Gubernur guna menciptakan sinergisitas dan harmonisasi Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah. Demikian hal-hal yang dapat saya sampaikan pada acara Rapat Kerja Gubernur seluruh Indonesia Semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhoi usaha kita bersama, Amin. Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh, MENTERI DALAM NEGERI, GAMAWAN FAUZI 14