POLICY BRIEF PERANGKAP PEMBUNUH JENTIK SEBAGAI NILAI “PLUS” DALAM PSN 3M RINGKASAN Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit tular vektor yang sering menimbulkan kematian dan kejadian luar biasa (KLB). Sampai saat ini belum ada obat atau vaksin yang spesifik untuk melindungi masyarakat dari penularan DBD. Pencegahan yang paling efektif melalui pemutusan mata rantai penularan, salah satunya melalui pengendalian vektor DBD. Penggunaan perangkap pembunuh jentik (lethal ovitrap) dengan penambahan temephos dapat diaplikasikan secara terpadu sebagai nilai “Plus” kegiata PSN 3M melalui partisipasi masyarakat dengan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (GSRSJ). PENGANTAR Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (virus DEN serotipe 1,2,3 dan 4). Infeksi dari salah satu serotip tidak melindungi terhadap serotip yang lain. Demam berdarah dengue di Indonesia, jumlah kasusnya semakin meningkat dengan penyebaran yang semakin meluas sampai wilayah pedesaan. Di samping sering menimbulkan kematian pada penderitanya, DBD juga berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Pada tahun 2010 infeksi dengue telah tersebar di 440 Kab/Kota di 33 Provinsi di Indonesia. Target angka kesakitan/Incidence Rate (IR) DBD tahun 2014 sebesar < 51 per 100.000 penduduk, dan secara nasional target tersebut telah tercapai dengan IR DBD pada tahun 2014 sebesar 39,76 per 100.000 penduduk. Namun demikian, masih ada 8 provinsi dengan IR DBD > 51 per 100.000 penduduk. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI 2015 – 2019 target yang harus dicapai adalah sebanyak 68% kabupaten/kota dengan IR DBD < 49/100.000 penduduk. Demam berdarah dengue sampai saat ini belum ada obat atau vaksin yang spesifik, sehingga upaya penanggulangan ditekankan pada pengobatan dini yang adekuat dan pencegahan penularan. Cara pencegahan penularan DBD dapat dilakukan dengan memutus rantai penularan, dengan cara antara lain : mencegah adanya gigitan nyamuk dan mengendalikan populasi nyamuk vektor agar tidak menjadi masalah dalam penularan DBD. Pengendalian vektor dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologi. Pengendalian vektor yang dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri dan dengan biaya yang relatif murah adalah pengendalian vektor secara fisik melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Kegiatan PSN yang dikembangkan oleh program Kemenkes RI saat ini adalah PSN melalui kegiatan 3M Plus. Kegiatan 3 M adalah menguras dan menyikat tempat penampungan air, menutup rapat tempat penampungan air dan memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat menampung air. Kegiatan “Plus” antara lain menaburkan bubuk larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, sesuai dengan kondisi spesifik lokal. Kegiatan “Plus” juga dapat ditambahkan dengan memasang perangkap pembunuh jentik (lethal ovitrap). Penerapan lethal ovitrap dengan menggunakan insektisida deltamethrin pada ovistrip di Brazil dapat mengurangi kepadatan nyamuk Ae. aegypti dewasa. Penggunaan lethal ovitrap merupakan upaya yang sederhana dan efektif apabila diterapkan dalam jumlah yang cukup banyak serta sesuai dengan kondisi spesifik wilayah. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan di Indonesia, lethal ovitrap telah berhasil menurunkan kepadatan nyamuk vektor secara signifikan pada skala kecil. Strategi program pengendalian vektor DBD adalah mengedepankan upaya pemberdayaan masyarakat dan peran serta masyarakat, dengan tujuan untuk mewujudkan individu dan masyarakat yang mandiri dalam mencegah dan melindungi diri dari penularan DBD. Cara yang sudah dikenal secara luas di Indonesia dalam pengendalian vektor secara ekologis adalah dengan melakukan pemberantasan habitat jentik nyamuk yang dikenal dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui kegiatan 3M Plus. Kegiatan PSN 3M “Plus” pemasangan perangkap pembunuh jentik dapat dipakai sebagai upaya pengendalian nyamuk Aedes sp. Policy brief ini ditujukan untuk penanggungjawab Program Pengendalian DBD tingkat pusat dan daerah, serta masyarakat sebagai pengguna dan pengambil manfaat.