Pemerintah Pusat Dorong Pemda untuk Tidak Terlambat Mengesahkan APBD Senin, 16 Mei 2011 WIB, Oleh: Satria YOGYAKARTA-Pemerintah pusat mendorong pemerintah daerah untuk tidak terlambat dalam mengesahkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) menjadi APBD. Hal tersebut dimaksudkan agar proses perencanaan pembangunan di daerah dapat berjalan lancar dan tidak tersendat akibat uang yang masih mengendap di bank. "Kalau uangnya masih mengendap di bank, maka akan sulit untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan segera. Inilah yang lambat laun harus diubah," kata Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Dr. Marwanto Hardjowiryono, M.A., dalam Seminar Nasional Ekonomi dan Keuangan 'Peran Pemerintah dan Perbankan dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas di Tingkat Nasional dan Daerah'. Seminar dilaksanakan di Sekolah Pascasarjana UGM, Senin (16/5). Dalam kesempatan itu, Marwanto menjadi pembicara utama mewakili Menteri Keuangan Agus Martowardoyo yang berhalangan hadir. Diakui Marwanto, selain proses penganggaran yang bervariasi di tiap daerah, ahli di bidang keuangan dan perencanaan penganggaran di daerah juga masih sulit dijumpai. Kondisi tersebut kadangkala menjadi penyebab lambatnya proses pembahasan dan pengesahan RAPBD. "Harusnya bisa disahkan akhir Desember, tapi mundur beberapa bulan lagi. Akibatnya jelas program yang dirancang mundur juga," jelas Marwanto. Marwanto pada seminar itu juga menyinggung masih tingginya tingkat disparitas atau kesenjangan antardaerah. Pertumbuhan ekonomi antardaerah sangat bervariasi sehingga masih cukup banyak daerah dengan tingkat kemiskinan yang relatif tinggi. Kesenjangan antarpelaku usaha juga merupakan fenomena yang masih banyak dijumpai, khususnya di antara para pelaku usaha berskala besar dengan para pelaku usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. "Akses para pelaku usaha berskala menengah ke bawah terhadap peluang ekonomi, seperti pembiayaan dari perbankan relatif terbatas," katanya. Kesenjangan tersebut terjadi pada 524 provinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia. Beberapa faktor penyebabnya, antara lain, terkait dengan luas wilayah, jumlah penduduk, indeks bahan baku, hingga indeks pembangunan manusia. Marwanto menilai pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta perbankan belum dapat memainkan perannya secara optimal dengan banyaknya tantangan dan kendala yang dihadapi. Peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah dijalankan dalam bentuk pengelolaan administrasi pemerintahan, fasilitasi pembangunan, dan pelayanan masyarakat. Sementara itu, peran perbankan dilakukan terutama melalui fungsi intermediasi keuangan untuk mendukung beragam aktivitas ekonomi riil masyarakat. Komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat selama ini juga terlihat dari besarnya dana APBN yang terserap ke daerah. Ia mencontohkan dari dana APBN yang berkisar 1.200 triliun rupiah, 400 triliun diberikan ke daerah, 400 triliun untuk subsidi dan bunga utang, sedangkan sisanya untuk operasi pemerintah serta pembangunan lembaga. Selain itu, dana yang disalurkan melalui Program Nasional Penanggulangan Kemiskinan (PNPM) Mandiri dari ke tahun ke tahun juga meningkat. "Tahun 2010 dana PNMP Mandiri sekitar 10,4 triliun dan tahun 2011 naik menjadi 12,99 triliun," urai Marwanto. (Humas UGM/Satria AN) Berita Terkait ● ● ● ● ● Teliti Penerapan kebijakan Fiskal di Daerah, Sunoto Raih Doktor UGM Dorong Pusat Studi Bersinergi Restrukturisasi Organisasi Pemkab Sleman dan Pemkot Surabaya Tak Banyak Libatkan Publik Hadapi MEA, Indonesia Terlambat Bangun UKM Seminar Memperbandingkan RUU Desa dan RUU Pembangunan Perdesaan