Sadari, Obati, dan Bangkit Kembali

advertisement
Kesehatan | 13
RABU, 27 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA
Sadari, Obati, dan
Bangkit Kembali
Kanker payudara
bisa disembuhkan.
Kuncinya, deteksi
dan penanganan
dini.
merasakan ada benjolan atau
tidak. Pengolesan lotion atau
sabun saat mandi bisa digunakan untuk mempermudah
pemeriksaan.
“Lakukan untuk kedua payudara. Dan ingat, apabila terdapat benjolan, wajib diperiksakan
ke dokter,’’ pesan Sutjipto.
Eni Kartinah
Dukungan
P
EREMPUAN mana
yang bisa berlapang
dada saat terdiagnosis kanker payudara?
Istilah kanker saja sudah cukup
menyeramkan. Ditambah lagi,
hal seram itu menyangkut
organ yang menjadi salah satu
simbol feminitas kaum hawa.
Maka, adalah wajar bagi
perempuan yang diuji Tuhan
dengan kanker payudara untuk merasa terpukul, bahkan
putus asa. Seperti yang pernah
dialami ‘sang ratu kartu kredit’
Enny Hardjanto, beberapa
tahun lalu.
Sekitar lima tahun lalu,
perempuan yang pertama kali
mengenalkan kartu kredit ke
Indonesia itu menerima diagnosis tersebut. Kaget, sedih,
cemas, berpadu dengan amarah
menyesaki perasaannya. Berbagai langkah pengobatan ditempuh. Saat itu, ia mencoba jalur
pengobatan alternatif. Namun,
bukannya sembuh, kankernya
justru bertambah parah, mencapai stadium empat.
“Rupanya jalan yang saya
tempuh kurang tepat. Saya
kehilangan banyak kesempatan
untuk sembuh,” ujar mantan
ANTARA/JEFRI ARIES
MOTIVASI: Pin kampanye Breast Friend memotivasi orang terdekat
penderita kanker payudara agar membantu dalam proses penyembuhan.
Vice President Citibank ini,
ketika hadir dalam diskusi
memperingati Oktober sebagai bulan kanker payudara di
Jakarta, baru-baru ini.
Akhirnya dengan usaha
keras, kemauan, dukungan
dari keluarga, sahabat, dan
juga dokter, Enny bisa melewati
masa-masa sulit. Ia, sempat kehilangan sebagian besar rambut
di kepala akibat proses pengobatan, pada akhirnya mampu
bangkit kembali.
Kini, selain aktif sebagai konsultan keuangan dan pengajar,
sebagai survivor kanker payudara, Enny juga rajin menularkan semangat perjuangannya
melawan kanker payudara
pada masyarakat.
Menyimak pengalaman Enny
dalam menghadapi se-sel ganas
di tubuhnya, ada masa-masa
yang terbuang hingga kanker
mulai menapa ke stadium
lanjut. Hal itu bukan hanya
dialami Enny. Ketua Yayasan
Kesehatan Payudara Jakarta
dr Sutjipto SpB (Onk) menyatakan sekitar 70% pasien kanker
payudara datang memeriksakan diri ketika sudah sampai
pada stadium tiga atau empat.
“Kurangnya edukasi sejak
remaja merupakan salah satu
penyebab perempuan Indonesia terlambat mendeteksi dan
menangani kanker payudara
secara dini,” ujar Sutjipto, pada
kesempatan sama.
Sebagaimana sifat kanker
pada umumnya, keterlambatan
diagnosis itu menjadikan pengobatan lebih sulit dilakukan.
Padahal, langkah deteksi dini
itu mudah saja. Tekniknya dikenal sebagai ‘sadari’ atau periksa
payudara sendiri. Caranya,
berdiri menghadap cermin
de ngan mengangkat tangan
kanan, kemudian tangan kiri
meraba payudara bagian kanan secara seksama untuk
Selain sadari, mamografi
tahunan atau dua kali setahun
serta USG khusus payudara
disarankan untuk mendeteksi
adanya kelainan, terutama bagi
perempuan berusia lanjut dan
yang berisiko tinggi, sebelum
terjadi kanker. Jika benjolan bisa teraba atau kelainan
terdeteksi saat mamografi,
biopsi perlu dilakukan untuk
mendapatkan contoh jaringan
guna dilakukan tes di bawah
mikroskop dan meneliti kemungkinan adanya tumor.
Jika terdiagnosis kanker, langkah pengobatan harus segera
dilakukan. Penanganan kanker
payudara dilakukan dengan
serangkaian pengobatan meliputi pembedahan, kemoterapi,
terapi hormon, terapi radiasi,
dan yang terbaru adalah terapi
antibodi monoklonal.
“Pengobatan ini ditujukan
untuk memusnahkan kanker
atau membatasi penyebaran
penyakit serta menghilangkan gejala-gejalanya,’’ jelas
Sutjipto.
Keberagaman jenis kanker
payudara mengharuskan dilakukannya diagnosis yang terperinci sebelum memutuskan
jenis terapi yang akan dipakai
sehingga pilihannya bersifat
individual.
Dibutuhkan kekuatan fisik
dan mental untuk menjalani
pengobatan kanker payudara.
Sebab, adakalanya pengobatan
itu menyebabkan efek samping
yang tidak mengenakkan dan
memakan waktu panjang, bisa
bertahun-tahun.
Artroskopi, Sayatan Kecil Atasi Cedera Sendi
CEDERA sendi sungguh merepotkan. Terlebih bagi pehobi
olahraga yang harus lincah
bergerak. Seperti yang pernah
dialami Lingga, seorang penggemar parkour (olahraga lari,
loncat, dan lompat melalui
berbagai rintangan termasuk
tembok).
Ceritanya, di awal 2009, warga Jakarta yang tengah menimba ilmu di Help University
College, Malaysia, ini terjatuh
ketika melompat dari ketinggian 2 meter. Akibatnya, lutut
kirinya terganggu. “Setiap mau
dipakai berjalan, rasanya lutut
bergoyang seperti mau lepas,”
kisah Lingga.
Selama beberapa pekan ia
terpaksa menggunakan tongkat untuk berjalan. Hingga
akhirnya, melalui konsultasi
dengan dokter ortopedi dan
pemeriksaan penunjang magnetic resonance imaging (MRI),
diketahui urat (ligamen) dan
bantalan sendi (meniskus)
lutut kirinya robek. Dokter
menyarankan dia menjalani
operasi rekonstruksi dan repair
menggunakan artroskopi .
Singkat cerita, Lingga kemudian menjalani artroskopi di RS
Premier Bintaro (dulu RS International Bintaro), Tangerang.
Melalui operasi itu, sendi lutut
kirinya dibenahi.
HILANGKAN NYERI: Dr Sapto Adji SpOT melakukan tindakan
artroskopi pada pasien untuk menghilangkan nyeri sendi.
“Meski pemulihannya perlu
waktu beberapa bulan, hasilnya
sesuai harapan. Lutut saya
pulih, bahkan beberapa bulan
lalu saya menang kejuaraan
lari lintas alam,” ujar Lingga
baru-baru ini.
Artroskopi berhasil mengatasi problem Lingga. Sebenarnya, apakah artroskopi itu? “Ini
adalah teknik pembedahan
DOK. RSPB
sayatan kecil (minimally invasive) untuk mengatasi beberapa
jenis gangguan sendi,” terang
spesialis ortopedi dr Sapto Adji
SpOT, salah satu anggota tim
dokter Sport Clinic RS Premier
Bintaro.
Adji menjelaskan, artroskopi
tergolong tindakan minimally
invasive karena prosedurnya
tidak dilakukan dengan mem-
buat luka operasi yang besar,
melainkan dengan membuat
sayatan kecil di area sendi sekitar 1cm-1,5 cm.
Melalui sayatan itu, alat-alat
operasi yang bentuknya serupa pipa dimasukkan dan
dikendalikan dokter dari luar.
Pipa pertama adalah kamera
video yang tersambung dengan layar monitor. Kamera
ini menjadi mata dokter dalam
melihat kondisi jaringan di
dalam sendi.
Pipa-pipa berikutnya adalah
alat-alat untuk me lakukan
prosedur-prosedur operasi,
termasuk menjahit dan membersihkan sendi. Pada kasus
Lingga, dokter merekontruksi
ligamen yang putus dan menjahit meniskus lutut kirinya.
Artroskopi cocok digunakan
untuk mengatasi cedera sendi
yang mengakibatkan robekan
pada jaringan di dalamnya.
Atlet ataupun para pehobi
olahraga kerap memanfaatkan
fungsi artroskopi ini untuk
mengatasi cedera sendi yang
mereka alami.
“Sering terjadi, ketika mengalami cedera sendi, masyarakat
pergi ke tukang pijat/urut.
Padahal, cedera yang disertai
robekan jaringan di dalam
sendi tidak bisa dipulihkan
dengan pijat,’’ ujar Adji.
Bersih-Bersih
Prosedur artroskopi umumnya berlangsung selama 1-2
jam. Sesudahnya, pasien perlu
menjalani proses pemulihan
(rehabilitasi) selama beberapa
bulan sebelum sendi bisa digunakan seperti sedia kala.
Selain untuk mengatasi
ja ringan yang rusak karena
trauma, artroskopi juga bermanfaat ‘membersihkan’ sendi.
Umumnya, prosedur ini diperlukan pasien-pasien usia lanjut
yang sendinya mengalami
pengapuran tahap dini disertai
dengan robekan pada meniskus
yang mengalami degenerasi.
Sendi berkapur melepaskan
zat-zat peradangan yang menimbulkan nyeri dan bengkak.
“Dengan artroskopi, zat-zat
yang menimbulkan nyeri tersebut dibersihkan, tulang rawan
yang tidak rata diratakan dan
meniskus yang robek dirapikan’’ terang Adji.
Jika dibandingkan dengan
metode pembedahan konvensional, artroskopi yang dilakukan dengan sayatan kecil
memiliki beberapa keuntungan. Antara lain, risiko infeksi
lebih kecil, pemulihan lebih
cepat, biaya lebih murah, dan
secara kosmetis bekas luka
yang timbul lebih tersamar.
(Nik/S-2)
Menyelamatkan Jantung si Buah Hati
PENYAKIT jantung bawaan
(PJB) pada bayi sulit dicegah.
Meski demikian, kelainan itu
bisa dipulihkan melalui operasi. Prosedurnya bahkan bisa
dilakukan sejak bayi berusia
dua minggu.
Pakar jantung anak Prof dr
Ganesja M Harimurti SpJP(K)
menjelaskan, pada kasus PJB
didapati kelainan susunan anatomi jantung bayi sehingga
terjadi gangguan aliran darah
disertai kurangnya oksigen
yang dapat dialirkan menuju
jaringan dan organ-organ vital.
Pada seminar yang diadakan
RS Medika BSD, Tangerang,
Minggu (24/10), Ganesja menjelaskan, berdasar kelainan anatomi yang terjadi, ada tiga jenis
PJB. Pertama, adanya penyem-
pitan atau bahkan kebuntuan
pada katup atau pembuluh
darah jantung. Penyempitan
ini menimbulkan gangguan
aliran darah dan membebani
otot jantung.
Kedua, adanya lubang pada
sekat pembatas antarruang
jantung sehingga terjadi aliran
pirau dari ruang jantung sisi
kiri ke kanan. Akibatnya, aliran
darah ke paru berlebihan.
Ketiga, pembuluh darah utama jantung keluar dari ruang
jantung dalam posisi tertukar
(pembuluh darah aorta keluar dari bilik kanan sedangkan
pembuluh darah pulmonal/
paru keluar dari bilik kiri). Akibatnya, darah kotor (miskin oksigen) yang kembali ke jantung
dialirkan lagi ke seluruh tubuh
Gejala yang bisa
diamati antara lain
bayi mudah lelah saat
menyusu.’’
Prof dr Ganesja MH SpJP(K)
Pakar jantung anak
sehingga terjadi sianosis/biru
di bibir, permukaan mulut,
dan kuku.
Selain itu, PJB juga dapat
berupa kelemahan pusat listrik
jantung serta hambatan pada
sistem hantarannya. Akibatnya,
denyut jantung menjadi pelan,
tidak mencukupi kebutuhan
sirkulasi tubuh.
Ia menambahkan, sejauh ini
hasil penelitian menunjukkan
terjadinya PJB dipengaruhi
faktor genetik dan lingkungan.
Yang termasuk faktor nongenetik, di antaranya, infeksi
virus selama kehamilan seperti
rubela, konsumsi alkohol maupun zat atau obat tertentu yang
bersifat merusak pertumbuhan janin, serta penyakit yang
diderita ibu selama kehamilan
seperti diabetes, kencing manis,
gangguan pencernaan, dan
gangguan jantung.
Adapun sebab-sebab genetik,
berupa kerusakan DNA, ada
yang diturunkan dari orang
tuanya dan timbul spontan saat
pembentukan janin.
‘’Beberapa gejala yang bisa
diamati antara lain bayi mudah
lelah saat menyusu, nyeri dada,
dan sesak napas. Pada anakanak, pertumbuhan fisiknya
terganggu. Pada kondisi parah,
dapat timbul kebiruan pada
bagian dalam bibir, kuku jari
tangan dan kaki.’’
Kepastian diagnosis PJB dilakukan melalui beberapa pemeriksaan. Sementara upaya
pemulihannya dilakukan melalui operasi.
Khusus problem PJB karena kelainan hantaran listrik
jantung dapat diatasi dengan
pemasangan alat pacu jantung.
Pada anak yang cukup besar,
pemasangan pacu jantung dilakukan tanpa bedah, namun
pada bayi masih diperlukan
pembedahan. (*/S-3)
Di samping itu, prosesnya
juga menguras kantong. Kebutuhan dana pengobatan dalam
kisaran puluhan hingga ratusan juta rupiah kerap membuat
penderita kanker mengalami
‘kanker jenis lain’, alias kantong
kering. Dalam hal ini, dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar sangat dibutuhkan.
Sebagaimana diungkapkan
survivor kanker payudara lainnya, Nining, pada kesempatan
sama.
“Dukungan keluarga, sahabat dekat, dan dokter membuat
saya bisa bertahan hingga saat
ini,’’ ujarnya. (*/S-2)
[email protected]
INFO
Ginekolog FKUI/RSCM Luncurkan Ipkasi
KALANGAN ginekolog dari FKUI/RSCM meluncurkan Inisiatif
Pencegahan Kanker Serviks (Ipkasi) di Jakarta, Kamis (21/10).
Hal itu didasari tingginya angka kejadian kanker serviks di
Indonesia.
“Jumlah penderita kanker serviks di rumah sakit Indonesia
pada 2007 sebanyak 7.042 orang dan 3.661 (52%) meninggal.
Artinya, 10 penderita kanker serviks meninggal setiap harinya,’’
ujar Ketua Ipkasi Prof dr M Farid Aziz SpOG pada acara peluncuran Ipkasi.
Farid menjelaskan, Ipkasi yang merupakan organisasi nirlaba beranggotakan individu dari profesi medis dan nonmedis
berfokus pada pencegahan kanker serviks. “Diperlukan sinergi
berbagai pihak dan upaya penanganan kanker serviks yang lebih
terpadu. Diharapkan bukan hanya pencegahan, tapi juga meniadakan penyakit ini,” ujarnya.
Kanker serviks adalah penyakit pembawa beban ekonomi
berat. Selain pengobatannya berbiaya tinggi, penyakit ini juga
mengurangi produktivitas pasien. (*/S-3)
Murnikan Air agar Layak Minum
HASIL penelitian yang dilakukan PT Unilever Indonesia bersama
dengan PT Sucofindo di 300 sumber air tanah di Jabodetabek
dan Bandung baru-baru ini menunjukkan sebanyak 48% sumber
air di daerah tersebut tercemar bakteri coliform. Selain itu, 50%
sumber air tersebut berada pada tingkat keasaman (pH) rendah
di luar ambang batas wajar. Karenanya, air tersebut tidak layak
dikonsumsi langsung.
“Konsumsi air minum tercemar ditambah pola hidup tidak
bersih dapat memicu berbagai penyakit seperti diare,’’ ujar pakar
kesehatan lingkungan dari Universitas Indonesia Budi Haryanto
pada peluncuran alat pemurni air Unilever Pureit, di Jakarta,
pekan lalu.
Bagaimana dengan air isi ulang? Menurut Budi, kualitas air
tersebut juga masih diragukan. Mengingat, sampai saat ini belum
ada aturan dan pengawasan terhadap depot-depot isi ulang air
minum.
“Sebuah survei menunjukkan 50% air minum isi ulang mengandung bakteri ecoli. Karenanya, jika hendak dikonsumsi, air
itu harus direbus dulu,’’ imbuh Budi.
Berangkat dari fakta buruknya kualitas air di Jakarta, Unilever
meluncurkan alat pemurni air tersebut. (*/S-3)
ANTARA/ROSA PANGGABEAN
LAYANAN JAMKESMAS: Menteri Kesehatan Endang R Sedyaningsih
melakukan inspeksi mendadak di ruangan registrasi di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Senin (25/10). Inspeksi itu terkait dengan
pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
Download