289 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012 Aktivitas Fisik Dan Pola Makan Vera T. Harikedua, dkk AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN OBESITAS SENTRAL PADA TOKOH AGAMA DI KOTA MANADO Vera T. Harikedua1 Naomi M. Tando2 1 Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Manado Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Manado 2 ABSTRACT The increasing prevalence of obesity throughout the country could lead to an increase in the metabolic syndrome, it is caused by the wrong diet (excessive intake) with a high consumption of simple carbohydrates, high in fat and low in fiber and do not get used to consume a balanced diet. Nearly one-third (33.1%) of adults in North Sulawesi is included in the category of overweight (overweight) and obese. This figure is more than three times the national rate of 10.3%. The prevalence of adults overweight and obese Tomohon highest in urban areas and Manado, respectively 40% and lowest in MongondowBolaang (20%). This information further confirms that North Sulawesi tackle nutrition double burden, both in infants and adults, especially adult women. This research is an observational study and use cross-sectional study design. The research was conducted over three months (December 2010 to February 2011) in Manado City North Sulawesi province. The underlying research for determining the location of North Sulawesi in general and especially the city of Manado has a specific diet and are likely exposed to foods that are high in protein, fats, simple sugars, and foods with a salty taste. The population in this study were all religious leaders in the city of Manado numbered 6770 people. The minimum sample is determined based on the formula of the sample to the data is limited proportion of the population numbered 147 people and taken by systematic random sampling. The results of this study indicate that there is a highly significant relationship between physical activity, unhealthy eating patterns (risk foods) with the occurrence of central obesity p<0.01 this was confirmed by the results of logistic regression analysis on the step to 6 show that a high protein intake a variable / risk factor greater influence on the occurrence of central obesity compared to other risk factors Exp B = 6.87, p<0.001 (95% CI 2.52 to 18.70). In other words the more central obesity was found 7 times greater in subjects with risk of food intake, especially high intake of protein compared to other risk food intake and physical activity. The prevalence of central obesity on religious leaders in the city of Manado in this study was 67.34%. Diet in this case is a high protein intake is the most influential variable on the occurrence of central obesity on religious leaders in the city of Manado than other risk factors of food intake and physical activity Keywords: Diet, Physical Activity, Obesity Sentral. PENDAHULUAN World Health Organization(WHO) memprediksi bahwa penyakit tidak menular (PTM) berkontribusi sebesar 56% dari semua kematian dan 44% dari beban penyakit pada negara-negara yang adadi Asia Tenggara. Di Indonesia penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian. Faktor risiko utama yang menyebabkan terjadinya PTM tersebut adalah hipertensi, glukosa darah yang tinggi, obesitas dan lemak darah yang tidak normal. Perilaku berisiko yang sangat berpengaruh terhadap faktor risiko tersebut, antara lain, pola makan yang tidak sehat, fisik yang tidak aktif1 (Balitbangkes, 2008). Meningkatnya prevalensi obesitas diseluruh negara dapat mengakibatkan peningkatan sindroma metabolik, hal ini disebabkan pola makan yang salah (asupan makan yang berlebihan) dengan mengkonsumsi tinggi karbohidrat sederhana, tinggi lemak dan rendah serat dan tidak 290 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012 Aktivitas Fisik Dan Pola Makan membiasakan mengkonsumsi menu seimbang (gizi seimbang). Untuk menanggulangi obesitas, negara Amerika Serikat mengeluarkan biaya sebesar 99,9 milyar dollar setiap tahunnya2 (Jones et al., 2010). Hampir sepertiga (33,1%) orang dewasa di Sulawesi Utara termasuk dalam kategori berat badan lebih (overweight) dan obese. Angka ini lebih dari tiga kali angka nasional 10,3%. Prevalensi orang dewasa dengan berat badan lebih dan obese tertinggi ditemukan di perkotaan Tomohon dan Manado, masing-masing 40% dan terendah di Bolaang Mongondow (20%). Informasi ini semakin menguatkan bahwa Sulawesi Utara menghadapi beban ganda masalah gizi (double burden), baik pada balita maupun dewasa, apalagi pada perempuan dewasa. Prevalensi sindroma metabolik atau obesitas sentral pada penduduk dewasa ≥15 tahun secara rerata di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 28%, melebihi angka prevalensi nasional 18,8%, terendah di Kabupaten Bolaang Mongondow 16,6% dan tertinggi di Kota Tomohon 36,2% disusul Kota Bitung dengan prevalensi 35,5% dan Kota Manado 33,2%. Dengan kata lain obesitas sentral di Provinsi Sulawesi Utara sudah mencapai sekitar satu diantara lebih dari tiga penduduk dewasa umur ≥15 tahun1 (Balitbangkes, 2008). Modifikasi gaya hidup dengan olahraga teratur dapat meningkatkan sensitivitas insulin, penurunan kadar trigliserida plasma, mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Melakukan aktivitas fisik setiap hari minimal 30 menit sudah cukup untuk membantu mengurangi dan menjaga berat badan. Kegiatan ini harus dalam bentuk olahraga dengan intensitas sedang seperti naik sepeda, jogging, jalan cepat, berkebun, menyapu halaman, atau bermain secara aktif dengan anak. Manfaat aktifitas fisik bagi kesehatan adalah sebagai tindakan pencegahan primer dan dokter memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi ini kepada pasiennya terutama yang yang kelebihan berat badan dan dengan gaya hidup yang tidak sehat. Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk menyimpan lemak tidak terbatas (sebagian besar di jaringan adiposa) simpanan ini digunakan ketika tubuh kekurangan energi. Lemak jenuh (terutama susu dan lemak hewan) memperburuk resistensi insulin dan Vera T. Harikedua, dkk meningkatkan kolesterol LDL. Oleh karena itu, konsumsi harian lemak harus dibatasi pada 7-10% dari asupan kalori3 (Shankar & Sundarka, 2003). Dewasa ini, sebagian masyarakat Indonesia cenderung mempunyai aktivitas kurang gerak (sedentary activities) yang disebabkan perubahan gaya hidup seperti perubahan pola kerja akibat kemajuan dibidang teknologi khususnya dalam bidang elektronik dan transportasi4 (Hadi & Purba, 2005). Melakukan aktivitas fisik yang lama sangat membantu dalam mencegah terjadinya kenaikan berat badan. Penurunan berat badan dengan aktivitas fisik dapat mengurangi risiko kardiovaskuler dan diabetes dibandingkan penurunan berat badan tanpa aktivitas fisik5 (Soegondo, 2009). Keim at al. (2004) menjelaskan bahwa aktivitas fisik dan pola makan yang buruk telah diidentifikasi sebagai penyebab utama kematian di Amerika Serikat6. Kelebihan berat badan dan meningkatnya obesitas merupakan penyebab dari kombinasi diet yang buruk dan fisik yang tidak aktif hal ini bisa menjadi nomor satu penyebab kematian. Secara tradisional, olahraga telah dilihat sebagai obat mujarab karena memberi manfaat terhadap fisik dan psikologis. aktivitas fisik secara teratur direkomendasi untuk kesehatan dan kebugaran. Meningkatkan kebugaran fisik, membantu membangun dan menjaga kesehatan tulang, otot dan sendi, membantu mengelola berat badan, menurun kan faktor risiko untuk penyakit jantung, kanker usus besar, diabetes tipe 2, membantu mengontrol tekanan darah, meningkat kan kenyamanan psikologis, mengurangi perasaan depresi dan kecemasan. Makan dalam jumlah yang banyak tidak diimbangi dengan aktivitas fisik dapat menyebabkan obesitas yang selanjutnya membawa risiko masalah kesehatan terutama pada penyakit degeneratif dan Sindroma metabolik. Di negara maju seperti Amerika, faktor gizi lebih memiliki risiko relatif 2,9 kali untuk menderita Sindroma metabolik dibandingkan dengan kelompok yang memiliki asupan gizi normal7 (Yoo et al., 2004). Penelitian Yoo, et al. (2004) menunjukkan bahwa pola makan dengan menu yang tidak seimbang dan berlebihan seperti makan tinggi protein, tinggi lemak dan tinggi karbohidrat, terutama karbohidrat murni 291 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012 Aktivitas Fisik Dan Pola Makan yang disertai rendahnya asupan serat dapat mempengaruhi kadar lipoprotein, trigliserida, kadar kolestrol dalam darah yang berakibat meningkatnya kasus Sindroma metabolik pada dewasa muda di Bogalusa7. Diet tinggi kolesterol harus dibatasi menjadi kurang dari 200 mg/hari. Penggabungan asam lemak tak jenuh tunggal (lemak dari sumber tanaman seperti minyak zaitun, minyak kedelai, minyak canola, minyak safflower, minyak kacang tanah, kacang tanah, mentega dari kacang tanah, almond, dan kacang mete) bermanfaat mencegah dislipidaemia aterogenik. Demikian pula asam lemak tak jenuh ganda (terutama dari ikan) memiliki effek cardioprotective. Asam lemak tak jenuh ganda harus sekitar 10% dari intake energi. serat larut (terutama pada produk oat, psyllium dan pektin) jika asupan 10-25 g/hari dapat mencegah dislipidemia aterogenik. Diet dengan sereal biji-bijian, buah-buahan, sayuran, kacang, kacang dan susu rendah lemak penting dijadikan sebagai gaya hidup dalam hal pola makan dan tetap memelihara program yang terstruktur untuk perubahan gaya hidup yang lebih baik termasuk pendidikan3 (Shankar &Sundarka, 2003). Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan berbagai jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi8 (Sediaoetomo, 2004). Perubahan gaya hidup merupakan salah satu penyebab utama dari sindroma metabolik, yaitu obesitas dan kurangnya aktivitas fisik, hal ini merupakan intervensi pertama dalam pengurangan risiko kardiovaskular meningkatnya body mass index (BMI) pada pria dan wanita dikaitkan dengan tingginya kadar trigliserida dan menurunkan kadar HDL cholesterol demikian pula tekanan darah arteri juga dipengaruhi oleh perubahan berat badan, meningkatnya BMI juga dikaitkan dengan peningkatan prevalensi hipertensi dengan dislipidemia terapi perubahan gaya hidup yang dianjurkan adalah penurunan berat badan. Beberapa studi telah menentukan bahwa modifikasi gaya hidup yang menurunkan berat badan dengan meningkatkan aktivitas fisik akan menunda atau mencegah timbulnya diabetes tipe 2 sebagai salah satu faktor risiko sindroma metabolik9(Rosenson, 2005). Vera T. Harikedua, dkk Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dilakukan otot-otot rangka yang menghasilkan pengeluaran sejumlah energi yang dinyatakan dalam satuan kilo kalori. Keluaran energi tubuh setiap harinya merupakan jumlah total dari ketiga komponen berikut : a. Resting Metabolik rate (RMR) Jumlah minimal energi yang dibutuhkan untuk mendukung proses fisiologis yaitu sejumlah 60-75% dari seluruh energi yang dikeluarkan b. Thermic Effect of a Meal (TEM) Kalori yang digunakan untuk proses pencernaan makanan mulai dari digesti, absorbsi, transportasi dan lain-lain mendekati 10% dari jumlah kalori yang dikeluarkan c. Thermic Effect Activity (TEA) Energi yang dikeluarkan melampaui RMR untuk memenuhi kebutuhan dalam melakukan aktivitas fisik yang jumlahnya berkisar antara 15-30% dari jumlah kalori yang dikeluarkan. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya obesitas. Sebagai contoh para atlit yang aktif melakukan kegiatan olah raga tidak pernah mengalami obesitas namun para atlit yang berhenti melakukan olah raga lebih sering mengalami kenaikan berat badan dan kegemukan 10 (Hadi, 2004). Aktivitas fisik merupakan komponen yang memiliki tantangan tersendiri dalam pengukuran terutama untuk menentukan reliabilitasnya. Aktivitas fisik dikelompokkan kedalam aktivitas mekanik (statis atau dinamis) dan metabolik (aerobik dan anaerobik). Karakteristik dan intensitas aktivitas fisik bersifat sangat relatif. Aktivitas fisik sehari-hari dapat diukur dengan menggunakan kuesioner, diaries atau dengan monitor gerakan tubuh dan dapat pula ditinjau dengan respon psikologis 11 (Haskell & Kieman, 2007). International Physical Activity Quationnaire (IPAQ) adalah salah satu jenis kuesioner yang dapat digunakan untuk mengukur aktivitas fisik seseorang. Kuesioner ini berisikan pertanyaan tentang jenis aktivitas durasi dan frekuensi seseorang melakukan aktivitas 292 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012 Aktivitas Fisik Dan Pola Makan fisik dalam jangka waktu tertentu misalnya dalam 7 hari terakhir. Berbagai aktivitas fisik tersebut dikelompokkan menjadi aktivitas ringan, aktivitas sedang, aktivitas berat. Pengukuran aktivitas fisik bisa dilakukan dengan mengukur banyaknya energi yang dikeluarkan/dibutuhkan pada setiap menit kegiatan. Kelebihan metode pengukuran aktivitas fisik dengan mengguna-kan metode IPAQ adalah memiliki ketelitian yang tinggi, mudah digunakan khususnya pada orang dewasa, perhitungannya berdasarkan jumlah energi yang dikeluarkan/dibutuhkan tubuh dari setiap bobot kegiatan fisik oleh tubuh/hari. Sebagai standar adalah banyaknya energi yang dikeluarkan oleh tubuh dalam keadaan istirahat duduk yang dinyatakan dalam satuan METs. METs merupakan kelipatan dari resting metabolik rate (RMR) dimana 1 METs adalah energi yang dikeluarkan per menit/kg BB orang dewasa (1 METs = 1.2 kkal/menit) aktivitas fisik dinyatakan dalam skor yaitu METs-min sebagai jumlah kegiatan setiap menit. IPAQ menetapkan skor aktivitas fisik dengan rumur sebagai berikut : METs-min/minggu = METs Level (jenis aktivitas) X Jumlah Menit Aktivitas X Jumlah hari/minggu. Kategori aktivitas fisik menurut IPAQ : 1). Aktivitas ringan jika tidak melakukan aktivitas fisik tingkat sedang-berat <10 menit/hari atau <600METs-min/minggu 2). Aktivitas sedang terdiri dari 3 kategori : (a). ≥3 hari melakukan aktivitas fisik berat >20 menit/hari (b).≥5 hari melakukan aktivitas sedang/berjalan >30 menit/hari (c). ≥5 hari kombinasi berjalan intensitas sedang, aktivitas berat minimal>600 METs-min/minggu 3). Aktivitas berat (2 kategori) (a).Aktivitas berat >3 hari dan dijumlahkan >1500 METs-min/minggu (b).≥7 hari berjalan kombinasi dengan aktivitas sedang/berat dan total METs >3000 METs-min/minggu Di Indonesia, sektor agama telah banyak berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan sejak abad yang lalu dengan menyediakan layanan bagi masyarakat termasuk masyarakat miskin tanpa melihat agama dan suku. Selain menyediakan Vera T. Harikedua, dkk perawatan kesehatan, mereka menyediakan dana bagi masyarakat miskin dengan cara tradisional seperti program amal dan lainnya. Meningkatkan kapasitas sektor agama dalam pembangunan kesehatan, adalah penting untuk membangun sistem manajemen kesehatan dengan melibatkan sumber daya yang tersedia di semua agama : Islam, Katolik, Protestan, Budha, dan Hindu. Peran yang dimainkan oleh sektor agama dalam pembangunan kesehatan di Indonesia telah dimulai dengan adanya pembiayaan dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Peran ini tampaknya akan meningkat sebagai konsekuensi dari berkurangnya sumber daya di sektor publik. Untungnya, semua sektor agama di Indonesia memiliki sistem penyediaan pelayanan kesehatan yang menyediakan perawatan bagi semua masyarakat tanpa memandang agama, etnis, dan status sosial. Mereka menyediakan perawatan holistik-fisik, mental, dan sosial dengan penekanan pada promosi kesehatan, pencegahan, kuratif, dan rehabilitatif12 (Putri, 2007). Tokoh agama di Sulawesi Utara dalam budaya makan selalu terpapar dengan asupan makanan berisiko penyebab sindroma metabolik bahkan selalu menjadi prioritas dalam pelayanan makanan setelah selesai ritual keagamaan. Hal ini sangat terkait erat dengan budaya dan status sosial masyarakat. Penyuguhan makanan yang serba mewah pada tokoh agama merupakan tanda hormat dari keluarga yang menyediakan makanan dengan harapan tokoh agama dan semua yang hadir saat ritual keagamaan akan merasa puas dan senang dengan makanan yang disajikan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan aktivitas fisik, pola makan dengan obesitas sentral pada tokoh agama yang ada di Kota Manado BAHAN DAN CARA Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dan menggunakan rancangan cross sectional. Penelitian ini mendeskripsikan prevalensi dan hubungan asupan makanan berisiko, aktivitas fisik dengan terjadinya faktor risiko sindroma metabolik pada tokoh agama di Kota Manado. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan (Desember 2010 s/d Pebruari 2011) di 293 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012 Aktivitas Fisik Dan Pola Makan Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara. Hal yang mendasari penentuan lokasi penelitian karena Sulawesi Utara pada umumnya dan khususnya Kota Manado mempunyai pola makan yang spesifik dan cenderung terpapar dengan makanan yang tinggi protein, lemak, gula sederhana, dan makanan dengan cita rasa asin. Populasi dalam penelitian ini adalah semua tokoh agama yang ada di Kota Manado berjumlah 6770 orang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 147 orang ditentukan berdasarkan kriteria inklusi antara lain : Lakilaki dan perempuan berusia ≥19-60 tahun, berpendidikan minimal SMA atau sederajad, bersedia menjadi subjek selama penelitian Vera T. Harikedua, dkk berlangsung. Bersedia dan menandatangani informed consent, bersedia untuk dilakukan pemeriksaan fisik, klinis dan laboratorium, berada ditempat saat pengambilan data, kooperatif dan bertempat tinggal di Kota Manado. Untuk kriteria eksklusinya adalah tidak/sementara dalam pengobatan atau terapi penurunan berat badan. Besar sampel pada penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus besar sampel untuk data proporsi pada populasi terbatas (Lemeshow et al., 1997) dan diperoleh jumlah sampel minimal adalah 147 orang yang diambil berdasarkan sistematik random sampling. Variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada table 1: Tabel 1. Variabel Penelitian VARIABEL Dependen Obesitas Sentral Independen Asupan Makanan berisiko INDIKATOR Lingkar Perut Pita Ukur Bahan makanan sumber KH, Protein, Lemak, Serat, Natrium, Kalium FFQ Aktivitas fisik Umur Jenis Kelamin ALAT UKUR IPAQ Tgl/bln/thn lahir Kuesioner Kuesioner Agama Kuesioner Pendidikan Kuesioner KATEGORI Laki-laki >90 cm Perempuan >80 cm KarbohidratSederhana Tinggi= >10% AKG Normal = ≤10% AKG Protein Tinggi = >20% AKG Normal = ≤20% AKG Lemak Tinggi = >30% AKG Normal = ≤30% AKG Serat Rendah = <19 g/hr Normal = ≥19 g/hr Natrium Tinggi = >2400 mg/hr Normal = ≤2400 mg/hr Kalium Rendah = <3500 mg/hr Normal = ≥3500mg/hr Ringan =<600 METs-min/minggu SeSedang = 600-1500 METs-min/minggu Berat = >1500METs- min/minggu 19-35 tahun 36-45tahun 46-60tahun 1. Laki-laki 2. Perempuan 1. Islam 2. Protestan 3. Katolik 4. Hindu 5. Budha 1. SLTA/sederajat 2. Perguruan Tinggi SKALA Ordinal Rasio Rasio Ordinal Nominal Nominal Ordinal 294 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012 Aktivitas Fisik Dan Pola Makan HASIL DAN PEMBAHASAN Vera T. Harikedua, dkk (6.079 orang) dan terendah adalah tokoh agama Hindu (4 orang).. Jumlah rohaniawan atau tokoh agama di Kota Manado adalah 6.770 orang. Karakteristik rohaniawan masing-masing agama meliputi : Rohaniawan Islam terdiri dari ulama, mubaligh dan khatib dan yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah ulama dan khatib. Rohaniawan Kristen terdiri dari, pendeta, guru injil, penginjil, guru sekolah minggu dan majelis jemaat dan yang masuk dalam kriteria penelitian ini adalah pendeta/gembala (ketua jemaat). Rohaniawan Katholik terdiri dari uskup, pastor, suster, frater dan katekis tetapi yang masuk dalam penelitian ini adalah pastor. Rohaniawan Hindu yang ada hanya pada tingkatan pinandita bukan pandita dan yang masuk dalam kategori penelitian ini adalah pinandita. Rohaniawan Budha terdiri dari pandita muda dan pandita madya dan pada tingkatan biksu tidak ada dan yang masuk dalam kriteria penelitian ini adalah pandita madya selengkapnya dapat dilihat pada gambar 1.: Gambar 1 menunjukan bahwa tokoh agama terbanyak adalah tokoh agama Kristen Sumber : Profil Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara tahun 2010 Gambar 1. Jumlah tokoh agama berdasarkan agama di Kota Manado Prevalensi obesitas sentral pada tokoh agama di Kota Manado dalam penelitian ini adalah 67.34%. Pola makan dalam hal ini adalah asupan protein yang tinggi merupakan variabel yang paling berpengaruh dibandingkan aktivitas fisik terhadap terjadinya obesitas sentral pada tokoh agama di Kota Manado selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2. Karakteristik Variabel subjek penelitian Karakteristik Obesitas sentral Normal Asupan KH Sederhana Tinggi Normal Asupan protein Tinggi Normal Asupan lemak Tinggi Normal Asupan serat Rendah Normal Asupan natrium Tinggi Normal Asupan kalium Rendah Normal Aktivitas fisik Ringan Sedang Total Laki-laki n % Perempuan n % Jumlah n % P 77 35 78 73 22 13 22 27 99 48 100 100 0,003 70 42 80 71 18 17 20 29 88 59 100 100 0,198 50 62 77 76 15 20 23 24 65 82 100 100 0,000 68 44 71 86 28 7 29 14 96 51 100 100 0,030 71 41 80 71 18 17 20 29 89 58 100 100 0,000 74 38 82 67 16 19 18 33 90 57 100 100 0,000 72 40 79 71 19 16 21 29 91 56 100 100 0,005 75 37 112 82 67 76,2 17 18 35 18 33 23,8 92 55 147 100 100 100 0,000 295 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012 Aktivitas Fisik Dan Pola Makan Tabel 2 menunjukkan sebagian besar subjek mempunyai pola makan tinggi asupan karbohidrat sederhana, protein, lemak, natrium, serta rendah kalium dan serat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh agama di Kota Manado rata-rata mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan berisiko antara lain tingginya asupan karbohidrat sederhana, protein, lemak, natrium, dan rendahnya asupan serat dan kalium. Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa konsumsi protein diatas kebutuhan akan diubah menjad ilemak dan disimpan dalam tubuh untuk proses glukoneogenesis yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah13 (Asdie, 2000). Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk menyimpan lemak tidak terbatas (sebagian besar di jaringan adiposa) simpanan ini digunakan ketika tubuh kekurangan energi. Diet tinggi kolesterol harus dibatasi menjadi kurang dari 200 Vera T. Harikedua, dkk mg/hari. Penggabungan asam lemak tak jenuh tunggal (lemak dari sumber tanaman seperti minyak zaitun, minyak kedelai, minyak canola, minyak sun flower, minyak kacang tanah, kacang tanah, mentega dari kacang tanah, almond, dan kacang mete) bermanfaat mencegah dislipidaemia aterogenik. Demikian pula asam lemak tak jenuh ganda (terutama dari ikan) memiliki effek cardioprotective. Asam lemak tak jenuh ganda harus sekitar 10% dari intake energi. Serat larut (terutama pada produk oat, psyllium dan pektin) jika asupan 10-25 g/hari dapat mencegah dislipidemia aterogenik. Diet dengan sereal biji-bijian, buahbuahan, sayuran, kacang, kacang dan susu rendah lemak penting dijadikan sebagai gaya hidup dalam hal pola makan dan tetap memelihara program yang terstruktur untuk perubahan gaya hidup yang lebih baik termasuk pendidikan3 (Shankar & Sundarka, 2003). Tabel 3. Analisis bivariat karakteristik subjek, polamakan, aktivitas fisik dengan obesitas sentral Obesitas Normal CI 95% Sentral Variabel Kategori P RP n % n % Min Maks Umur Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Karbohidrat Sederhana Protein Lemak Serat Natrium Kalium Aktivitas Fisik >35 Tahun <35 Tahun Laki-laki Perempuan PerguruanTinggi SLTA/sederajad Tinggi Normal Tinggi Normal Tinggi Normal Rendah Normal Tinggi Normal Rendah Normal Ringan Sedang 94 5 77 22 70 29 67 32 60 39 80 19 67 32 70 29 69 30 73 26 69 50 69 63 69 64 76 54 92 48 83 37 75 55 75 54 82 67 59 59 43 5 35 13 32 16 21 27 5 43 16 32 22 26 23 25 22 26 19 29 31 50 31 37 31 36 24 46 8 52 17 63 25 45 25 46 18 33 41 41 0,226 0,45 0,12 1,66 0,516 1,30 0,58 2,87 0,618 1,20 0,57 2,52 0,006 2,69 1,32 5,47 0,000 13,2 4,81 36,32 0,000 8,42 3,85 18,39 0,011 2,47 1,22 5,01 0,007 2,62 1,28 5,35 0,005 2,71 1,33 5,53 0,000 4,28 2,06 8,90 Nilai kemaknaan P<0,005 (uji chi square) RP = rasio prevalensi Hasil analisis bivariat pada tabel 3 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara karakteristik subjek penelitian (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan) dengan obesitas sentral. Asupan makanan berisiko mempunyai hubungan yang sangat bermakna dengan terjadinya obesitas sentral p<0,01 terutama pada asupan protein yang tinggi (RP) = 13,2 (CI 95% 4,81-36,32), selanjutnya 8,42 kali pada asupan tinggi lemak, 2,71 kali pada asupan rendah kalium, 2,69 kali pada asupan 296 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012 Aktivitas Fisik Dan Pola Makan tinggi karbohidrat sederhana, 2,62 kali pada asupan tinggi natrium dan 2,47 pada asupan rendah serat. Dengan kata lain terjadinya obesitas sentral lebih banyak 13,2 kali lebih besar ditemukan pada subjek dengan asupan makanan tinggi protein dibandingkan dengan asupan makanan berisiko lainnya. Aktivitas fisik ringan (<600 METsmin/minggu) mempunyai hubungan yang sangat bermakna dengan terjadinya obesitas sentral p<0,001 dengan kekuatan hubungan rasio prevalensi (RP) = 4,28 (CI 95% 2,068,90). Dengan kata lain terjadinya obesitas sentral lebih banyak 4,28 kali lebih besar ditemukan pada subjek dengan aktivitas ringan dibandingkan dengan yang mempunyai aktivitas sedang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh agama di Kota Manado rata-rata mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan berisiko antara lain tingginya asupan karbohidrat sederhana, protein, lemak, natrium, dan rendahnya asupan serat dan kalium. Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa konsumsi protein diatas kebutuhan akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh untuk proses glukoneogenesis yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah13 (Asdie, 2000). Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk menyimpan lemak tidak terbatas (sebagian besar di jaringan adiposa) Vera T. Harikedua, dkk simpanan ini digunakan ketika tubuh kekurangan energi. Diet tinggi kolesterol harus dibatasi menjadi kurang dari 200 mg/hari. Penggabungan asam lemak tak jenuh tunggal (lemak dari sumber tanaman seperti minyak zaitun, minyak kedelai, minyak canola, minyak sun flower, minyak kacang tanah, kacang tanah, mentega dari kacang tanah, almond, dan kacang mete) bermanfaat mencegah dislipidaemia aterogenik. Demikian pula asam lemak tak jenuh ganda (terutama dari ikan) memiliki effek cardioprotective. Asam lemak tak jenuh ganda harus sekitar 10% dari intake energi. Serat larut (terutama pada produk oat, psyllium dan pektin) jika asupan 10-25 g/hari dapat mencegah dislipidemia atero-genik. Diet dengan sereal biji-bijian, buah-buahan, sayuran, kacang, kacang dan susu rendah lemak penting dijadikan sebagai gaya hidup dalam hal pola makan dan tetap memelihara program yang terstruktur untuk perubahan gaya hidup yang lebih baik termasuk pendidikan 3 (Shankar & Sundarka, 2003). Untuk mengetahui factor atau variabel yang paling berpengaruh terhadap obesitas sentral dalam penelitian ini maka dilakukan analisis regresi logistic variable kategori menggunakan metode backward terdiridari 7 variabel yang dianggap sebagai factor risiko terjadinya obesitas sentral yaitu pola makan dan aktivitas fisik yang mempunyai kemaknaan p<0.05. Tabel 4. Analisis Multivariat (regresi logistik) Polamakan, aktivitas fisik dengan Obesitas sentral 95% CI Variabel B SE P Exp(B) Min Maks Asupan protein Asupan lemak Asupan serat 1,92 1,57 0,73 0,51 0,43 0,42 0,000 0,000 0,086 Tabel 4 menunjukan hasil analisis regresi logistic pada step ke 6 menunjukkan bahwa asupan protein yang tinggi merupakan variabel/faktor risiko yang lebih besar pengaruhnya terhadap terjadinya obesitas sentral dibandingkan faktor risiko lainnya Exp B = 6,87, p<0,001 (CI 95% 2,52-18,70). Dengan kata lain terjadinya obesitas sentral lebih banyak ditemukan 7 kali lebih besar pada subjek dengan asupan makanan berisiko terutama asupan tinggi protein dibandingkan dengan asupan makanan berisiko lainnya dan aktivitas fisik. 6,87 4,81 2,08 2,52 2,07 0,90 18,70 11,17 4,80 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadinya obesitas sentral sangat berhubungan dengan asupan makanan berisiko yaitu tingginya asupan protein, lemak, natrium dan rendahnya asupan kalium dan serat. Fenomena ini terjadi mungkin karena kebiasaan atau budaya pada masyarakat di Kota Manado yang senang dengan kumpul dan makan bersama setelah selesai ritual keagamaan di satu sisi tokoh agama oleh umatnya dianggap sebagai tamu yang terhormat karena telah datang memimpin ritual bahkan mendoakan keluarga sehingga 297 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012 Aktivitas Fisik Dan Pola Makan dalam jamuan makan tokoh agama selalu yang diutamakan dan untuk menjaga perasaan keluarga tokoh agama tidak dapat menghindar dari asupan makanan yang tinggi protein dan lemak atau secara umum dalam penelitian ini disebut pola makan yang tidak sehat atau asupan makanan berisiko. Hal ini sesuai dengan Penelitian Yoo, et al., (2004) menunjukkan bahwa pola makan dengan menu yang tidak seimbang dan berlebihan seperti makan tinggi protein, tinggi lemak dan tinggi karbohidrat, terutama karbohidrat murni yang disertai rendahnya asupan serat dapat mempengaruhi kadar lipoprotein, trigliserida, kadar kolestrol dalam darah yang berakibat meningkatnya kasus sindroma metabolik pada dewasa muda di Bogalusa7. Hasil penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa konsumsi protein hewani yang berlebihan berhubungan erat dengan tingginya insiden penyakit jantung koroner. Studi yang dilakukan pada 4 etnik di Indonesia menunjukkan bahwa pada etnik yang cenderung lebih mengkonsumsi protein hewani dan kurang mengkonsumsi sayursayuran memiliki kadar kolesterol total dan LDL yang tertinggi dibandingkan dengan etnik lain14 (Karyadi, 2003). KESIMPULAN Prevalensi obesitas sentral pada tokoh agama di Kota Manado dalam penelitian ini adalah 67.34%. Pola makan dalam hal ini adalah asupan protein yang tinggi merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap terjadinya obesitas sentral pada tokoh agama di Kota Manado dibandingkan faktor risiko asupan makanan lainnya dan aktivitas fisik SARAN 1. Perlu Edukasi dalam bentuk promosi kesehatan tentang pola makan yang sehat dengan gizi seimbang oleh tokoh agama sehingga dapat diteruskan kepada masing-masing umat 2. Menganjurkan untuk melakukan aktivitas fisik yang cukup pada tokoh agama untuk mencegah terjadinya obesitas sentral Vera T. Harikedua, dkk DAFTAR PUSTAKA 1. Balitbangkes (2008) Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Depkes. 2. Jones, D. L., Adams, R. J., Todd, M., Smoller, W., Wong, N. D., Rosett, J. W., Rosamond, W., Sacco, R., Sorlie, P., Stafford, R., Thom, T., Mozaffarian, S. D., Mussolino, M., Nichol, G., Roger, V. L., Lackland, D., Lisabeth, L., Marelli, A., McDermott, M. M., Meigs, M., Hailpern, S., Michael, H. P., Howard, V., Kissela, B., Kittner, S., Ford, E., Furie, K., Gillespie, C., Alan, G., Greenlund, K., Haase, N., Brown, Carnethon, M., Dai, S., De Simone, G. & Ferguson, T. B. (2010) A Report From the American Heart Association Heart Disease and Stroke Statistics 2010 Update. Circulation is published by the American Heart Association, 121e46-e215. 3. Shankar, P. & Sundarka, M. (2003) Metabolic syndrome: It's pathogenesis and management. JIACM., 4(4), 275281. 4. Hadi, H. & Purba, M. (2005) International Seminar On Obesity, Yogyakarta, Medika Press. 5. Soegondo, S. (2009) Obesitas. In: Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata K, M. & Setiati, S. (eds.) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5ed. Jakarta: Internal Publishing. 6. Keim, M. L., Blanton, C. A. & Kretsch, M. J. (2004) America's obesity epidemic: MeasuringPhysical Activity to Promote an Activity Lifestyle. J Am Diet Assoc, 1041398-1409. 7. Yoo, S., Theresa , N., Tom, B., Issa, F. Z. S., U-Jau, Y., Sathanur, R. S. & Gerald, S. B. (2004) Comparison Of Dietary Intakes Associated With Metabolic Syndroma Risk Factors In Young Adults : The Bogalusa Heart Study. The American Journal Of Clinical Nutrition, 80 No.41-12. 8. Sediaoetoma, A. D. (2004) Ilmu Gizi, Jakarta Dian Rakyat. 9. Rosenson, R. S. (2005) New Approaches in the Intensive Management of Cardiovascular Risk in the Metabolic Syndrome. Curr probl cardiol, 30241280. 298 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012 Aktivitas Fisik Dan Pola Makan 10. Hadi, H. (2004) Gizi Lebih Sebagai Tantangan baru dan implikasinya terhadap kebijakan pembangunan kesehatan nasional. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 1 No. 251-58. 12. Putri, A. E. (2007) Increasing Health Insurance Coverage Through Religious Sector Participation : A New Oppotunity for Providing Health Care for the poor [Online]. Available: http://www.searo.who.i nt/..../NationalhealthAccounts(NHA)CS Vera T. Harikedua, dkk 23AsihEkaPutri [Accessed November 19 2010]. 13. Asdie, A. H. (2000) Patogenesis dan Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2, Yogyakarta, Medika Fakultas Kedokteran UGM 14. Karyadi, E. (2003) Hidup Bersama Penyakit Hipertensi, Asam Urat, jantung Koroner, Jakarta, PT Intisari Mediatama.