BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produk 2.1.1 Pengertian Produk

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Produk
2.1.1
Pengertian Produk
Dalam pemasaran definisi produk adalah segala sesuatu yang bisa
ditawarkan ke pasar dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Kepuasan
konsumen tidak hanya mengacu pada bentuk fisik produk, melainkan satu paket
kepuasan yang didapat dari pembelian produk kepuasan tersebut merupakan
akumulasi kepuasan fisik, psikis, simbolis, dan pelayanan yang diberikan oleh
produsen.
Produk identik dengan barang dalam akutansi, barang adalah fisik yang
tersedia dipasar. Sedangkan produk yang tidak berwujud disebut jasa. Dalam
manajemen produk, identifikasi dari produk adalah barang dan jasa yang di
tawarkan kepada konsumen. Kata produk digunakan untuk tujuan mempermudah
pengujian pasar dan daya serap pasar, yang akan sangat berguna bagi tenaga
pemasaran, manajer, dan bagian pengendalian kualitas.
Kotler dan Armstrong (2011:236) mendefinisikan produk (product)
sebagai ”Segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar menarik
perhatian, akuisisi, penggunaan, atau konsumsi yang dapat memu askan suatu
keinginan atau kebutuhan.”
11
12
Sedangkan menurut William. J Stanton dalam Buchari Alma (2008:139),
memberikan definisi produk sebagai berikut :
“Produk adalah seperangkat atribut yang berwujud maupun tidak berwujud
termasuk didalamnya warna, harga, nama baik produk, nama baik toko yang
menjual (pengecer) dan pelayanan pabrik serta pelayanan pengecer yang diterima
oleh pembeli guna memuaskan kebutuhan dan keinginan.”
Berdasarkan definisi diatas produk dapat dikatakan sebagai fokus inti dari
semua bisnis. Produk adalah apa yang dilakukan perusahaan mulai dari
mendesain, mengadakan sistem produksi dan operasi, menciptakan program
pemasaran, sistem distribusi, iklan dan mengarahkan tenaga penjual untuk
menjual. Sedangkan bagi konsumen, produk identik dengan perusahaan. Bagi
pesaing, produk adalah sasaran yang harus dikerahkan.
2.1.2
Tingkatan Produk
Berdasarkan definisi diatas produk dapat dikatakan sebagai fokus inti dari
semua bisnis. Produk adalah apa yang dilakukan perusahaan, mulai dari
mendesain, mengadakan sistem produksi dan operasi, menciptakan program
pemasaran, sistem distribusi, iklan dan mengarahkan tenaga penjual untuk
menjual produk tersebut.
Menurut Kotler dan Armstrong (2011:279) dalam merencanakan
penawaran suatu produk, pemasar harus memahami lima tingkat produk, yaitu :
13
a. Produk Utama (Core Benefit), yaitu manfaat yang sebenarnya dibutuhkan
dan akan dikonsumsi oleh pelanggan dari setiap produk.
b. Produk Generik (Basic Produk), adalah produk dasar yang mampu
memenuhi fungsi pokok produk yang paling dasar.
c. Produk Harapan (Expected Product), adalah produk formal yang
ditawarkan dengan berbagai atribut dan kondisi secara normal (layak)
diharapkan dan disepakati untuk dibeli.
d. Produk Pelengkap (Augment Product), adalah berbagai atribut produk
yang dilengkapi atau ditambahkan dengan berbagai manfaat dan layanan,
sehingga dapat memberikan tambahan kepuasan dan dapat dibedakan
dengan produk pesaing.
e. Produk Potensial (Potential Product), adalah segala macam tambahan dan
perubahan yang mungkin dikembangkan untuk suatu produk dimasa
mendatang.
2.1.3
Klasifikasi Produk
Menurut Kotler dan Armstrong (2011:280) klasifikasi produk dibagi
menjadi dua bagian, yaitu :
a. Barang Konsumen
Barang konsumen yaitu barang yang dikonsumsi untuk kepentingan
konsumen akhir sendiri, bukan untuk tujuan bisnis. Umumnya barang
konsumsi dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu :
14
1) Barang kebutuhan sehari-hari (Convience goods) adalah barangbarang yang biasanya sering dibeli konsumen (memiliki frekuensi
pembelian
tinggi),
dibutuhkan
dalam
waktu
segera,
dan
memerlukan waktu yang minim dalam pembandingan dan
pembeliannya.
2) Barang belanjaan (Shopping goods) adalah barang-barang yang
karakteristiknya dibandingkan dengan berbagai alternatif yang
tersedia oleh konsumen berdasarkan kesesuaian, kualitas, harga,
dan daya dalam proses pemilihan dan pembeliannya.
3) Barang khusus (Speciality goods) adalah barang-barang dengan
karakteristik dan atau identifikasi yang unik, yang untuknya
sekelompok pembeli yang cukup besar bersedia senantiasa
melakukan usaha khusus untuk pembeliannya.
4) Barang yang tidak dicari (Unsought goods) adalah barang-barang
yang tidak diketahui konsumen atau walau sudah diketahui namun
secara umum konsumen belum terpikir untuk membelinya.
b. Barang Industri
Barang industri adalah barang-barang yang dikonsumsi oleh industriawan
(konsumen antara atau konsumen bisnis) untuk keperluan selain konsumsi
langsung, yaitu : untuk diubah, diproduksi menjadi barang lain kemudian
dijual kembali oleh produsen, untuk dijual kembali oleh pedagang tanpa
dilakukan transformasi fisik (proses produksi).
15
2.1.4
Diferensiasi Produk
Dalam pemasaran diferensiasi produk adalah kegiatan memodifikasi
produk agar menjadi lebih menarik. Diferensiasi ini memerlukan penelitian pasar
yang cukup serius karena agar bisa benar-benar berbeda, diperlukan pengetahuan
tentang produk pesaing. Diferensiasi produk ini biasanya hanya mengubah sedikit
karakter produk, meskipun itu diperbolehkan.
Tujuan dari strategi diferensiasi adalah mengembangkan positioning yang
tepat sesuai keinginan konsumen potensial yang ingin dituju. Jika pasar melihat
perbedaan produk anda dibanding produk pesaing, anda akan lebih mudah
mengembangkan marketing mix untuk produk tersebut. Diferensiasi produk yang
berhasil adalah diferensiasi yang mampu mengalihkan basis persaingan ke faktor
lain, seperti karakteristik produk, strategi distribusi atau variabel-variabel
promotif lainnya. Kelemahan dari diferensiasi adalah perlunya biaya produksi
tambahan dan iklan besar-besaran.
2.2
Pengertian Kualitas Produk
Kualitas produk merupakan salah satu andalan pemasaran suatu
perusahaan. Kualitas mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja produk dan
jasa, yang dapat mendekatkan pada nilai kepuasan. Menurut American society for
quality control yang di kutip oleh Kotler dan Keller (2009:143) bahwa kualitas
adalah “Totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.”
16
Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2008:272) menyatakan bahwa
kualitas adalah “Karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang dinyatakan atau
diimplikasikan.”
Kualitas merupakan totalitas fitur dan karakteristik yang yang mampu
memuaskan kebutuhan, yang dinyatakan maupun tidak dinyatakan, kualitas
mencakup pula daya tahan produk, kehandalan, ketepatan, kemudahan operasi dan
perbaikan, serta atributatribut nilai lainnya. Beberapa atribut itu dapat diukur
secara obyektif. Dari sudut pandangan pemasaran, kualitas harus diukur
sehubungan dengan persepsi kualitas para pembeli.
Menurut Philip Kotler dan Gery Armstrong yang diterjemahkan oleh
T.Hermaya (2011:243) menyatakan bahwa :
“Kualitas produk adalah salah satu faktor yang paling diandalkan oleh seorang
pemasar dalam memasarkan suatu produk.”
Sedangkan menurut Gasper Z yang dikutip dari buku Jurnal mutu Proyek
Pembangunan Gedung (2004:4) kualitas mempunyai definisi yang berbeda dan
bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategis. Definisi
konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari
produk seperti performansi (Performance), keandalan (Realibility), mudah
didalam penggunaan (Easy of use) dan estetika (Easthetic).
Maka dari uraian diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas produk
adalah suatu kondisi dinamis yang saling berhubungan meskipun dapat memiliki
definisi yang berbeda tetapi produk pada intinya memiliki suatu spesifikasi
17
terhadap suatu barang dan/ atau jasa yang dapat menimbulkan kepuasan yang
memenuhi atau melebihi harapan bagi konsumen yang menggunakannya.
2.2.1 Dimensi dan Perspektif Kualitas Produk
Menurut David Garvin yang diterjemahkan oleh Husen Umar (2010:147)
telah mengungkapkan adanya delapan dimensi kualitas produk yang bisa
dimainkan oleh pemasar. Performance, feature, reliability, conformance,
durability, serviceability, aesthetics, dan perceived quality merupakan kedelapan
dimensi tersebut.
1. Dimensi performence atau kinerja produk
Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Ini
merupakan manfaat atau khasiat utama produk yang kita beli. Biasanya ini
menjadipertimbangan pertama kita membeli produk. contohnya produk
Harnal D & OCAS mampu memperbaiki gejala pembesaran prostat dalam
waktu 3 hari pemberian.
2. Dimensi reliability atau kehandalan produk
Dimensi kedua adalah hal yang berkaitan dengan probabilitas atau
kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali
digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula
contohnya produk Harnal D & OCAS memiliki kehandalan dosis lebih
praktis hanya 1x1 per hari.
18
3. Dimensi feature atau fitur produk
Dimensi
feature merupakan karakteristik atau ciri-ciri tambahan yang
melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau option
bagi konsumen. Kalau manfaat utama sudah standar, fitur seringkali
ditambahkan. Idenya, fitur bisa meningkatkan kualitas produk kalau
pesaing tidak memiliki contohnya Harnal D obat berbentuk dispersible
tablet yang larut oleh saliva/ air liur dalam waktu 21 detik tidak usah
menggunakan air.
4. Dimensi durebility atau daya tahan
Daya tahan menunjukkan usia produk, yaitu jumlah pemakaian suatu
produk sebelum produk itu digantikan atau rusak. Semakin lama daya
tahannya tentu semakin awet. Produk yang awet akan dipresepsikan lebih
berkualitas dibandingkan produk yang cepet habis atau cepat diganti
contohnya produk Harnal D & OCAS memiliki daya tahan obat hingga 5
tahun.
5. Dimensi conformance atau kesesuaian
Conformance adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar yang
dinyatakan suatu produk. Ini semacam janji yang harus dipenuhi oleh
produk. Produk yang memiliki kualitas dari dimensi ini berarti sesuai
dengan standarnya contohnya produk Harnal D & OCAS termasuk
kedalam golongan alfa blocker.
19
6. Dimensi serviceability atau kemampuan diperbaiki
Sesuai dengan maknanya, disini kualitas produk ditentukan atas dasar
kemampuan diperbaiki: mudah, cepat, dan kompeten. Produk yang mampu
diperbaiki tentu kualitasnya lebih tinggi dibanding produk yang tidak atau
sulit diperbaiki contohnya produk Harnal D & OCAS memiliki selektifitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan golongan alfa blocker lainya yaitu
lebih selektif di reseptor alfa 1A dan alfa 1D.
7. Dimensi aesthetic atau keindahan tampilan produk
Aesthetic atau keindahan menyangkut tampilan produk yang membuat
konsumen suka. Ini seringkali dilakukan dalam bentuk desain produk atau
kemasannya. Beberapa merek memperbaharui wajahnya supaya lebih
cantik dimata konsumen contohnya produk Harnal D & OCAS memiliki
memiliki desain produk yang terlihat baik.
8. Dimensi perceived quality atau kualitas yang dirasakan
Dimensi terakhir adalah kualitas yang dirasakan. Ini menyangkut penilaian
konsumen terhadap citra, merek, atau iklan. Produk-produk yang bermerek
terkenal biasanya dipresepsikan lebih berkualitas dibanding merek-merek
yang tidak terdengar. Itulah sebabnya produk selalu berupaya membangun
mereknya sehingga memiliki brand equity yang tinggi. Tentu saja ini tidak
dapa dibangun semalam
karena menyangkut banyak aspek termasuk
dimensi kualitas dari kinerja, fitur, daya tahan, dan sebagainya contohnya
produk Harnal D & OCAS direkomendasikan kedalam EAU Guideline
20
2012 sebagai obat terapi utama dalam memperbaiki gejala BPH dalam
waktu 3 hari pemberian.
Kualitas merupakan faktor yang terdapat dalam suatu produk yang
menyebabkan suatu produk tersebut bernilai sesuai dengan maksud untuk apa
produk itu diproduksi. Kualitas ditentukan oleh sekumpulan kegunaan atau
fungsinya, termasuk di dalamnya daya tahan, ketergantungan pada produk atau
komponen
lain,
eksklusif,
kenyamanan,
wujud
luar
(warna,
bentuk,
pembungkus,dan sebagainya).
Persoalan kualitas produk menjadi isu sentral bagi setiap perusahaan.
Kemampuan perusahaan untuk menyediakan produk berkualitas akan menjadi
senjata untuk memenangkan persaingan, karena dengan memberikan produk
berkualitas, konsumen akan merasa puas atas produk yang telah ia konsumsi atau
dengan kata lain kepuasan konsumen akan tercapai.
2.2.2
Hubungan Kualitas Produk dengan Loyalitas Konsumen
Menurut Fandy Tjiptono (2005:54) kualitas produk mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan sikap konsumen, dimana kualitas produk memberikan
suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat
dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan
perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan
mereka.
21
Hubungan kualitas produk yang diterapkan oleh perusahaan kaitannya
dengan loyalitas konsumen. Kualitas produk yang diberikan perusahaan harus
sesuai dengan jenis produk dan kondisi perusahaan, karena kesalahan dalam
melakukan sistem pemasaran yang diberikan kepada konsumen dapat menurunkan
tingkat loyalitas konsumen, bahkan dapat berdampak pada image yang kurang
baik bagi perusahaan dan memberi peluang kepada pesaing untuk masuk serta
membuka kemungkinan konsumen akan beralih pada perusahaan pesaing.
Meskipun produk yang dihasilkan perusahaan telah sesuai dengan yang
diharapkan konsumen, tetapi tanpa ditunjang dengan kualitas produk yang baik
dan benar maka akan mengakibatkan ketidak berhasilan dalam memenuhi
keinginan konsumen. Perusahaan harus memperhatikan masalah produk dengan
sebaik mungkin, karena kualitas produk yang baik dan benar dapat memelihara
hubungan
yang
baik
antara
perusahaan
dengan
konsumen
(http://perpusunpas.wordpress.com , diakses 6 maret 2013).
Kualitas
merupakan
faktor
ketertarikan
berdasarkan
logika
atau
pertimbangan. Bila konsumen merasa akan mendapatkan kepuasan dari suatu
produk, karena mutunya tinggi atau berkualitas baik dan tidak mudah rusak, maka
konsumen tersebut akan tertarik untuk membeli produk tersebut.
Menurut Ricard Oliver yang dikutip oleh James. G. Barners (2009:64) ada
keterkaitan antara kualitas produk dengan loyalitas konsumen jika terpenuhinya
kebutuhan pelanggan makan akan tercipta kepuasan konsumen. Hal itu berarti
penilaian bahwa suatu bentuk keistimewaan dari suatu barang atau jasa,
memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu
22
kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan dibawah harapan atau pemenuhan
kebutuhan melebihi harapan pelanggan. Hal tersebut menunjukan bahwa
terpenuhinya suatu kebutuhan menciptakan suatu kenyamanan dan kenyamanan
adalah kepuasan.
Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Lindawati (2008:52), konsumen
percaya bahwa berdasarkan evaluasi mereka terhadap kualitas produk akan dapat
membantu mereka untuk mempertimbangkan produk mana yang akan mereka
beli. Beberapa penelitian telah mencoba untuk mengintegrasikan kualitas produk
sebagai dasar pembelian produk oleh konsumen dan sebuah studi menunjukan
bahwa dengan adanya kualitas produk akan menyebabkan pembelian yang
semakin tinggi.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan suatu
hipotesis sebagai berikut:
H1 : Kualitas produk berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen, semakin
tinggi kualitas produk maka semakin tinggi pula loyalitas konsumen produk
Harna D & OCAS PT. Astellas Pharma Indonesia.
2.3
Harga
2.3.1
Pengertian Harga
Dalam teori ekonomi, kita mempelajari Utility (manfaat) dan Price (harga)
di mana ketiga konsep tersebut saling berkaitan. Manfaat adalah atribut sebuah
produk yang memiliki kemampuan untuk memuaskan keinginan. Nilai adalah
ukuran kuantitatif bobot sebuah produk yang dapat dipertukarkan dengan produk
23
lain. Sedangkan harga adalah nilai yang disebutkan dalam rupiah (mata uang) atau
sebagai alat tukar.
Penetapan harga merupakan tugas kritis yang menunjang keberhasilan
operasi organisasi profit maupun non-profit. Harga merupakan satu-satunya unsur
bauran pemasaran yang memberikan pendapatan bagi organisasi. Harga seringkali
digunakan sebagai indikator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan
manfaat yang dirasakan atas suatu barang atau jasa. Disamping itu harga
merupakan unsur yang bersifat fleksibel, artinya dapat diubah dengan cepat.
Pengertian harga menurut Kotler dan Keller (2009:67), adalah salah satu
elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, harga merupakan
elemen termudah dalam program pemasaran untuk disesuaikan, fitur produk,
saluran, dan bahkan komunikasi membutuhkan lebih banyak waktu.
Menurut Fandy Tjiptono (2008:465), secara sederhana, istilah harga dapat
diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (non-moneter)
yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan
suatu produk.
Menurut J. Paul Peter dan Jerry C.Olson (2008:405) berpendapat bahwa
harga dapat menggambarkan suatu merek dan memberikan keunggulan kompetitif
fungsional. Dalam menggambarkan merek, harga tinggi dapat diketahui
berkualitas tinggi untuk beberapa produk dan sering dinyatakan bahwa konsumen
merasakan hubungan antara harga dan kualitas.
24
2.3.2
Persepsi Harga
Selain sebagai mahluk sosial, setiap konsumen juga merupakan individu
dengan karakteristik yang berbeda-beda. Penilaian yang dirasakan setiap
konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang mereka terima tidak sama,
banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Persepsi konsumen terhadap suatu
harga dapat mempengaruhi keputusannya dalam membeli suatu produk. Oleh
karena itu setiap produsen akan berusaha memberikan persepsi yang baik terhadap
produk atau jasa yang mereka jual.
Freddy Rangkuti (2008:103) menyatakan “Persepsi harga adalah biaya
relative yang harus konsumen keluarkan untuk memperoleh produk atau jasa yang
ia inginkan”.
Sedangkan menurut J. Paul Peter dan Jerry C.Olson (2008:406) “Price
Perception (persepsi harga) berkaitan dengan bagaimana informasi harga
dipahami seluruhnya oleh konsumen dan memberikan makna yang dalam bagi
mereka”.
Pada saat pemprosesan informasi harga secara kognitif terjadi, konsumen
dapat membuat perbandingan antara harga yang ditetapkan dengan sebuah harga
atau rentang harga yang telah terbentuk dalam benak mereka untuk produk
tersebut. Harga dalam benak konsumen yang digunakan untuk melakukan
perbandingan ini disebut internal reference price (harga referensi internal).
Referensi harga internal pada dasarnya bertindak sebagai penuntun dalam
mengevaluasi apakah harga yang ditetapkan dapat diterima konsumen atau tidak.
25
2.3.3 Dimensi Persepsi Harga
Seringkali konsumen menganggap bahwa harga yang ditetapkan untuk
suatu merek tertentu sebagai suatu cirri dari produk. Melalui pengetahuannya ini,
konsumen kemudian membandingkannya dengan harga yang ditawarkan oleh
merek lain dalam suatu kelas produk yang sama, ciri-ciri lain dari merek yang
diamati dan dari merek-merek lainnya, serta biaya-biaya konsumen lainnya. Hasil
dari proses ini kemudian akan membentuk sebuah sikap terhadap berbagai
alternative merek yang ada.
Menurut Freddy Rangkuti (2009:104) persepsi mengenai harga diukur
berdasarkan persepsi pelanggan yaitu dengan cara menanyakan kepada pelanggan
variabel-variabel apa saja yang menurutnya paling penting dalam memilih sebuah
produk, misalnya untuk produk makanan, variabelnya meliputi: bahan baku, rasa,
daya tahan, dan proses pembuatan.
Pendapat sejenis juga diungkapkan oleh Monroe (2006:161), menurutnya
persepsi harga sering diidentikan dengan persepsi kualitas dan persepsi biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh produk.
Berdasarkan gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa informasi harga
aktual yang diperoleh akan dibandingkan dengan persepsi harga yang ada di
benak konsumen, hal ini menghasilkan persepsi nilai terhadap produk atau jasa
tersebut. Selanjutnya konsumen akan memutuskan, apakah akan membeli
produk/jasa tersebut atau tidak.
Persepsi harga dibentuk oleh dua dimensi utama, yaitu persepsi kualitas
dan persepsi biaya yang dikeluarkan :
26
1. Perceived Quality (persepsi kualitas) Konsumen cenderung lebih
menyukai produk yang harganya mahal ketika informasi yang didapat
hanya harga produknya. Persepsi konsumen terhadap kualitas suatu
produk dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap nama merek, nama
toko, garansi yang diberikan (after sale services), dan Negara yang
menghasilkan produk tersebut.
a.
Persepsi nama merek
Nama sebuah merek dapat mengindikasikan kualitas suatu produk.
Merek yang sudah lama dan memiliki Image yang kuat terhadap
sebuah produk biasanya akan lebih cepat diingat oleh konsumen.
Menurut Kent B. Monroe (2003:162) dalam sebuah penelitian
disebutkan bahwa jika dibandingkan dengan nama toko dan
karakteristik komponen produk lainnya, nama merek memiliki
pengaruh yang lebih besar terhadap persepsi kualitas produk.
b.
Persepsi nama toko/dealer
Reputasi nama toko/dealer akan menciptakan persepsi konsumen
terhadap produk yang ditawarkan, baik dari segi kualitas maupun
harganya. Kenyamanan toko, layout dan kualitas pelayanan yang
diterima konsumen akan menimbulkan persepsi tersendiri terhadap
reputasi toko/dealer tersebut.
27
c. Persepsi garansi (after sale services)
Produk yang menawarkan garansi bagi para konsumennya sering
diidentikan dengan produk yang memiliki kualitas tinggi. Konsumen
akan merasa lebih tenang dalam menggunakan produk tersebut,
karena pihak perusahaan menjamin kualitasnya.
d. Persepsi Negara yang menghasilkan produk
Kualitas sebuah produk sering dikaitkan dengan Negara pembuatnya.
Oleh karena itu konsumen dapat langsung memiliki persepsi terhadap
suatu produk hanya dengan mengetahui dari Negara mana produk
tersebut
berasal.
“Dimana
produkberasal
seringkali
menjadi
pertimbangan penting bagi konsumen untuk evaluasi” (Ujang
Sumarwan,2009:304).
2. Perceived Monetary Sacrifice (persepsi biaya yang dikeluarkan)
Secara umum konsumen menganggap bahwa harga merupakan biaya yang
dikeluarkan atau dikorbankan untuk mendapatkan produk. Akan tetapi
konsumen mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap biaya yang
dikeluarkan meskipun untuk produk yang sama. Hal ini tergantung situasi
dan kondisi yang dialami oleh konsumen, dalam hal ini terdapat tiga
kondisi yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap biaya yang
dikeluarkan, yaitu persepsi terhadap pajak, persepsi terhadap kewajaran
harga dan efek ekuitas merek.
28
1.
Persepsi terhadap pajak
Konsumen memiliki penilaian yang berbeda terhadap biaya pajak
yang harus dibayarkan. Untuk dua produk yang berbeda konsumen
memiliki penilaian yang berbeda meskipun biaya atau harga yang
dikeluarkan untuk mendapatkan produk tersebut nilainya sama.
2.
Persepsi terhadap kewajaran harga
Terdapat dua tipe transaksi yang dapat mempengaruhi penilaian
konsumen terhadap wajar atau tidaknya harga suatu produk.
3.
Persepsi terhadap efek ekuitas merek
Nama merek sering dijadikan indikator kualitas suatu produk. Menurut
Kotler dan Armstrong (2008:235) “Ekuitas merek adalah efek diferensiasi
positif yang ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap tanggapan
pelanggan atas produk atau jasa tersebut”. Ekuitas merek yang sudah kuat
sering dipersepsikan dengan harga yang premium. Konsumen akan bersedia
membayar dengan harga yang lebih tinggi untuk memperoleh produk yang
berkualitas dan memiliki image merek yang lebih superior.
2.3.4
Tujuan Penetapan Harga
Setiap keputusan tentang strategi penetapan harga harus didasaran pada
pemahaman yang jelas tentang tujuan penetapan harga suatu perusahaan. Menurut
Cristopher H. Lovelock dan Lauren K. Wright (2005: 248) menyebutkan bahwa
terdapat beberapa dasar alternatif penetapan harga, yaitu :
29
1.
Tujuan Berorientasi pada Laba
Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan
selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba paling tinggi.
Tujuan ini dikenal dengan istilah maksimisasi laba.
2.
Tujuan Berorientasi pada Volume
Selain tujuan berorientasi pada laba, ada pula perusahaan yang
menetapkan harganya berdasarkan tujuan yang berorientasi pada
volume tertentu atau yang biasa dikenal dengan istilah volume pricing
objectives.
3.
Tujuan Berorientasi pada Citra
Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi
penetapan harga. Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk
membentuk atau mempertahankan citra prestisius.
4.
Tujuan Stabilisasi Harga
Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila
suatu perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus
menurunkan pula harga mereka.
5.
Tujuan-tujuan Lainnya
Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya
pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan
ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah.
30
2.3.5
Faktor-Faktor dalam Menentukan Kebijakan Penetapan Harga
Dalam menetapkan harga perusahaan harus mempertimbangkan faktor dalam
menentukan kebijakan penetapan harganya, sehingga harga yang nantinya diterapkan
dapat diterima oleh konsumen. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penetapan
harga tersebut adalah (Kotler dan Keller, 2008:83) :
1.
Biaya menjadi batas bawah.
2.
Harga pesaing dan harga barang pengganti menjadi titik orientasi yang
perlu dipertimbangkan perusahaan.
3.
Penilaian pelanggan terhadap fitur-fitur produk yang unik dari
penawaran perusahaan menjadi batas atas harga.
2.3.6
Metode Penetapan Harga
Setelah mempertimbangkan faktor-faktor yang menentukan penetapan
harga, perusahaan kini siap untuk memilih suatu harga. Perusahaan memecahkan
permasalahan harga dengan menggunakan metode penetapan harga. Kotler
(2011:529) menyatakan macam-macam matode penetapan harga adalah sebagai
berikut:
1.
Penetapan Harga Mark-Up
Metode
penetapan harga
yang paling dasar adalah dengan
menambahkan markup standar ke biaya produk. Besarnya markup
sangat bervariasi diantara berbagai barang. Markup umumnya lebih
tinggi untuk produk musiman (guna menutup risiko produk yang tidak
terjual), produk khusus, produk yang penjualannya lambat, produk
31
yang biaya penyimpanan dan penanganannya tinggi, serta produk
dengan permintaan yang tidak elastis.
2.
Penetapan Harga Berdasarkan Sasaran Pengembalian (Target Return
Pricing)
Perusahaan menentukan harga yang akan menghasilkan tingkat
pengembalian atas investasi (ROI) yang diinginkan. Penetapan harga
ini
cenderung
mengabaikan
pertimbangan-pertimbangan
lain.
Produsen harus mempertimbangkan harga yang berbeda dan
memperkirakan kemungkinan akibatnya atas volume penjualan dan
keuntungan. Produsen juga perlu mencari cara untuk menentukan
biaya tetap dan/atau biaya variabel, karena biaya yang lebih rendah
akan menurunkan volume titik impas yang diperlukan.
3.
Penetapan Harga Berdasarkan Harga yang Dipersepsikan (Perceived
Value)
Metode ini perusahaan menerapkan harga produk bukan berdasarkan
biaya penjual yang terkadang terlalu tinggi atau terlalu rendah,
melainkan dari persepsi pelanggan. Kunci dari metode ini adalah
menentukan persepsi pasar atas nilai penawaran dengan akurat.
Penjual yang memandang nilai penawarannya terlalu tinggi akan
menetapkan harga yang terlalu tinggi bagi produknya. Penjual dengan
pandangan terlalu rendah akan mengenakan harga yang lebih rendah
dari pada harga yang dapat ditetapkan. Riset pasar dibutuhkan untuk
32
membentuk persepsi nilai pasar sebagai panduan penetapan harga
yang efektif.
4.
Penetapan Harga Nilai (Value Pricing)
Metode ini menetapkan harga yang cukup rendah untuk tawaran yang
bermutu tinggi. Penetapan harga nilai menyatakan bahwa harga harus
menggambarkan tawaran yang bernilai tinggi bagi konsumen.
5.
Penetapan Harga Sesuai Harga Berlaku (Going-rate pricing)
Dalam metode ini perusahaan kurang memperhatikan biaya atau
permintaannya sendiri tetapi mendasarkan harganya terutama pada
harga pesaing. Perusahaan dapat mengenakan harga yang sama, lebih
tinggi, lebih rendah dari pesaingnya. Metode ini cukup populer,
apabila biaya sulit untuk diukur atau tanggapan pesaing tidak pasti.
6.
Penetapan Harga Penawaran Tertutup
Perusahaan menentukan harganya berdasarkan perkiraannya tentang
bagaimana pesaing akan menetapkan harga dan bukan berdasarkan
hubungan yang kaku dengan biaya atau permintaan perusahaan.
Dalam metode ini penetapan harga yang kompetitif umum digunakan
jika perusahaan melakukan penawaran tertutup atas suatu proyek.
2.3.7
Variabel Persepsi Harga
Menurut penelitian Djati dan Darmawan (2007:102), ada beberapa
variabel mengenai persepsi harga antara lain :
33
1.
Keterjangkauan harga
Merupakan kesanggupan yang dirasakan oleh konsumen atau pembeli
dalam mendapatkan produk dan jasa yang ia inginkan. Karena
keterjangkauan ini konsumen jadi berfikir untuk bisa memenuhi hasrat
yang ia inginkan. Hampir semua perusahan berlomba-lomba untuk
menawarkan prodak atau jasa dengan harga yang terjangkau karena
disisi lain selain sebagai kompetitifnya persaingan pasar bisa juga
untuk menjaga hubungan dengan konsumennya contohnya Harnal D
& OCAS memiliki keterjangkauan harga yang dirasakan oleh usernya.
2.
Perbandingan harga dengan merek lain
Sebelum perusahaan ingin memasarkan produk dan jasanya biasanya
dilakukan terlebih dahulu riset mengenai harga untuk produk dan jasa
yang sejenis. Hal tersebut dilakukan agar kita bisa melihat pasaran
harga untuk merek produk yang sejenis dan yang akhirnya akan
memepengaruhi minat pembeli. Biasanya konsumen bisa memilih
antara kulitas produk dengan harga yang ditawarkan, yang lebih baik
ialah jika kualitas produk yang ditawarkan berkualitas tinggi dengan
harga yang rendah contohnya Harnal D & OCAS memiliki harga yang
ekonomis di bandingkan dengan merek sejenis dikarenakan dosis
hanya 1x1 pemberian.
3.
Kesesuaian harga dengan manfaat
Produk dengan spesifikasi tertentu dan berkualitas tinggi biasanya
mempunyai kesesuaian harga yang lebih tinggi, karena sesuai dengan
34
manfaat yang akan diberikan oleh produk tersebut. Tidak heran jika
kita melihat produk-produk bermerek yang mempunyai harga yang
tinggi, itu di karenakan karena mereka selaku produsen menjual
kualitas dan manfaat yang lebih bagi calon konsumennya contohnya
Harnal D & OCAS memiliki kesesuaian harga dengan manfaat yang
akan dirasakan.
2.3.8
Hubungan Persepsi Harga Dengan Loyalitas Konsumen
Suatu perusahaan perlu memonitor harga yang ditetapkan oleh para
pesaing agar harga yang ditetapkan oleh perusahaan tidak terlalu tinggi atau
sebaliknya, sehingga harga yang ditawarkan dapat menimbulkan keinginan
konsumen untuk melakukan pembelian. Dalam bukunya, Angipora (2010:268)
menyatakan bahwa suatu harga berpengaruh terhadap loyalitas konsumen. Dalam
suatu penelitian yang dilakukan oleh Budiadi (2009) yang memasukan persepsi
harga sebagai salah satu variabel dalam penelitiannya. Hasil yang di peroleh
persepsi harga mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli produk. Selain
itu penelitian yang dilakukan oleh Chasanah dan Widiastuti juga memberikan
hasil yang sama bahwa harga berpengaruh positif terhadap keputusan konsumen.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa konsumen di Indonesia termasuk
rentan terhadap perpindahan merek. Konsumen tersebut dapat digolongkan
menjadi konsumen yang mengaktifkan tahap kognitif. Konsumen tersebut sangat
peduli mengenai kualitas, biaya, dan manfaat. Konsumen yang hanya
mengaktifkan tahap kognitifnya adalah konsumen yang paling rentan terhadap
35
perpindahan merek karena adanya rangsangan pemasaran (Junaidi dan
Dharmmesta, 2007).
H2: Persepsi harga berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen, semakin
baik penerimaan dan anggapan konsumen mengenai harga yang diterima
maka semakin tinggi pula loyalitas konsumen produk Harna D & OCAS PT.
Astellas Pharma Indonesia.
2.4
Loyalitas Konsumen
2.4.1
Pengertian Loyalitas Konsumen
Definisi loyalitas konsumen menurut Francois A. Carrillat (2009:95),
adalah sebagai berikut : “Customer loyalty is an attitude that reflects a long-term
commitment of the customer to the organization.” Loyalitas pelanggan adalah
sebuah sikap pelanggan dalam bentuk komitmen lama kepada sebuah organisasi
perusahaan.
Menurut Griffin (2008:31)”Loyalty is defined as non random purchase
expressed over time by some decision making unit”. Berdasarkan definisi tersebut
dapat dijelaskan bahwa loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit
pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus
terhadap barang/ jasa suatu perusahaan yang dipilih.
Gremler dan Brown (2008:4) dalam jurnal The Analysis of Customer
Loyalty in Bangladeshi Mobile Phone Operator Industry menyatakan bahwa:
“Customer loyalty is defined as “the degree to which a customer exhibits repeat
purchasing behavior from a service provider, possesses a positive attitudinal
36
disposition toward the provider, and considers using only this provider when a
need for this service arises”. Definisi dari loyalitas konsumen adalah persetujuan
yang menunjukkan perilaku pembelian ulang terhadap pelayanan perusahaan,
membangun sikap positif terhadap kepentingan perusahaan, dan pemberi layanan
hanya mempertimbangkan pengguna ketika adanya kebutuhan untuk layanan.
Konsep loyalitas lebih mengarah kepada perilaku dibandingkan dengan
sikap dan seorang pelanggan yang loyal akan memperhatikan perilaku pembelian
yang dapat diartikan sebagai pola pembelian yang teratur dan dalam waktu yang
lama, yang dilakukan oleh unit-unit pembuat atau pengambil keputusan.
Konsumen yang loyal merupakan pelanggan yang bersedia melakukan
pembelian ulang (repeat purchase) dari produsen yang sama, atau mungkin juga
tidak melakukan pembelian untuk semua lini produk, melaksanakan word of
mouth yang positif terhadap perusahaan kepada pembeli potensial, dan kebal
terhadap bujukan dari pesaing.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian loyalitas ialah
kesetiaan seseorang dalam jangka waktu yang lama, dimana mereka melakukan
pembelian secara rutin terhadap produk/jasa atau perusahaan yang dipilih. Selain
itu karakteristik dari pelanggan yang loyal ialah seseorang yang kebal terhadap
daya tarik produk lain dan selalu memberikan masukan terhadap perusahaan.
2.4.2 Perspektif Loyalitas
Pada dasarnya terdapat dua perspektif utama dalam mendefinisikan dan
mengukur loyalitas. Menurut Fandy Tjiptono (2008;109) yaitu loyalitas sebagai
37
perilaku dan loyalitas sebagai sikap. Dengan kata lain, loyalitas dapat ditinjau dari
merek produk/jasa apa yang dibeli konsumen dan bagaimana perasaan (sikap
konsumen) terhadap merek tersebut.
1.
Perspektif Perilaku (Behavioral)
Berdasarkan perspektif perilaku, loyalitas diartikan sebagai pembelian
ulang suatu merek secara konsisten oleh pelanggan. Setiap kali
konsumen membeli ulang suatu produk/jasa dengan merek yang sama,
maka ia dikatakan loyal pada merek tersebut. Bowen dan Shoemaker
(2006:12) mengemukakan bahwa: “Perspektif perilaku dari loyalitas
merujuk pada aspek-aspek perilaku konsumen langsung terhadap
brand atau service tertentu untuk waktu yang lama (misalnya
pembelian ulang)”. Jadi pengukuran loyalitas pada perspektif ini
dilihat dari frekuensi dan konsistensi perilaku pembelianya terhadap
suatu produk/jasa. Perspektif ini mengandung kelemahan, karena
didasarkan pada perilaku pembelian masa lalu saja, padahal loyalitas
juga berhubungan dengan estimasi perilaku pembelian masa
mendatang.
2.
Perspektif Sikap (Attitude)
Loyalitas yang didasari perilaku didefinisikan sebagai seberapa
konsisten seorang konsumen membeli sebuah merek, dimana loyalitas
disini diukur melalui proporsi atau jumlah pembelian. Menurutnya
terdapat lima bentuk loyalitas yang didasari perilaku, antara lain:
38
a. Undivided loyalty, yaitu perilaku konsumen yang selalu membeli
merek yang sama pada sebuah produk.
b. Occasional switcher, yaitu selalu memilih merek yang sama,
namun dapat berubah jika produk itu tidak tersedia di pasar.
c. Switched loyalty, yaitu konsumen yang sebelumnya memiliki
loyalitas terhadap suatu merek, namun berpindah pada merek lain.
d. Divided loyalty, yaitu konsumen yang memiliki loyalitas terhadap
beberapa merek.
e. Indifference, diartikan sebagai konsumen yang tidak memiliki
loyalitas terhadap sebuah merek dan dia tidak memiliki kepedulian
akan hal ini.
2.4.3
Jenis-jenis Loyalitas Konsumen
Jenis-jenis loyalitas konsumen menurut Griffin (2008:22) terdiri dari
empat jenis, yaitu :
1.
No loyalty (Tidak ada kesetiaan)
Untuk berbagai alasan yang berbeda ada pelanggan yang tidak
mengembangkan suatu kesetiaan terhadap produk atau jasa tertentu.
Tingkat keterikatan (attachment) dengan repeat patronage yang rendah
menunjukan absensinya suatu kesetiaan. Pada dasarnya suatu usaha
harus menghindari kelompok no loyalty ini untuk dijadikan target
pasar mereka karena tidak akan pernah menjadi pelanggan yang setia.
39
2.
Inertia loyalty (Kesetiaan yang tidak aktif)
Suatu tingkat keterikatan yang rendah dengan pembelian ulang yang
tinggi akan mewujudkan suatu inertia loyalty. Pelanggan yang
memiliki sikap ini biasanya membeli berdasarkan kebiasaan. Dasar
yang digunakan untuk pembelian produk atau jasa biasanya karena
sudah terbiasa memakainya atau karena faktor kemudahan situasional.
Kesetiaan semacam ini biasanya banyak terjadi terhadap produk atau
jasa yang sering dipakai, contoh dari kesetiaan ini biasanya terlihat
dari pembelian bensin di pom bensin yang berada dekat dengan ramah
dan sebagainya. Tapi mungkin saja mengubah kelompok inertia
loyalty menjadi kelompok pelanggan dengan kesetiaan yang lebih
tinggi bila secara aktif mendekatkan diri dengan pelanggan, misalnya
dengan meningkatkan keramahan dan fasilitas.
3.
Latent loyalty (Kesetiaan tersembunyi)
Suatu keterikatan yang relatif tinggi yang disertai dengan tingkat
pembelian yang rendah menggambarkan latent loyalty dari pelanggan.
Bagi pelanggan yang memiliki sikap latent loyalty pembelian ulang
banyak dipengaruhi oleh faktor situasional dari pada faktor sikapnya.
4.
Premium loyalty (Kesetiaan premium)
Merupakan jenis kesetiaan yang terjadi bilamana suatu tingkat
keterikatan yang tinggi berjalan selaras dengan aktivitas pembelian
kembali. Kesetiaan jenis inilah yang sangat diharapkan dari setiap
pelanggan dalam setiap usaha. Pada tingkat persentase yang tinggi
40
maka
orang-orang
akan
bangga
bilamana
menemukan
dan
menggunakan produk atau jasa tersebut dan dengan senang hati
membagi pengetahuan dari pengalaman mereka kepada teman atau
keluarga mereka.
2.4.4
Indikator loyalitas Konsumen
Sedangkan definisi dari konsumen loyal adalah seseorang yang melakukan
aktifitas membeli barang atau jasa yang memenuhi kriteria sebagai berikut
(Griffin,2008:53) :
1. Melakukan pembelian ulang secara berkala.
Konsumen yang sudah terindikasi loyal apabila ia menyukai suatu
produk yang dipakainya maka ia akan secara terus menerus akan
melakukan pembelian secara berkala contohnya user akan meresepkan
Harnal D & OCAS secara berulang untuk terapi gejala prostat.
2. Membeli produk lain yang ditawarkan produsen yang sama.
Ketika suatu produsen produk yang sama menegeluarkan lini produk
yang berbeda maka si konsumen yang loyal akan antusias mencoba
produk yang baru dikeluarkan tersebut dengan harapan ia bisa
mendapatkan manfaat dan kuliatas yang sama baiknya contohnya user
akan mencoba meresepkan produk PT. Astellas Pharma Indonesia
yang lainnya.
41
3. Merekomendasikan produk atau jasa tersebut kepada orang lain.
Konsumen yang loyal akan suatu produk tertentu ketika ia
mendapatkan manfaat dan kualitas yang dirasakannya baik ia akan
mencoba untuk merekomendasikannya kepada pihak lain contohnya
user akan mencoba merekomendasikan Harnal D & OCAS kepada
rekan dokter yang lain untuk terapi gejala prostat.
2.4.5
Tingkat Loyalitas Konsumen
Menjadi konsumen yang loyal, seseorang harus melalui beberapa tahapan
yang melalui suatu proses yang dapat berlangsung lama. Dalam memperhatikan
masing-masing tahap dan memenuhi kebutuhan dalam setiap tahap tersebut,
perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calon pembeli
menjadi konsumen yang loyal. Hill (2007:61) menjelaskan bahwa tahapan
loyalitas terbagi atas enam tahapan sebagai berikut:
1.
Suspect(Tersangka)
This segment includes all the buyer of the product/service category in
the market place. Suspect are either unware of your organization’s
product or service or have no inclination to purchase it. Segmen ini
meliputi semua kategori pembelian barang/jasa dalam pasar. Suspect
tidak hanya menyadari keberadaan produk dari suatu perusahaan atau
tidak ada kecenderungan untuk membeli.
42
2.
Prospect (Calon Pelanggan)
Prospect are potensial customers who have some attraction towards
your organization but have not yet taken to step of doing business with
you. Prospek adalah pelanggan potensial yang memiliki daya tarik
terhadap suatu organisasi atau perusahaan tetapi belum terjadi
tindakan bisnis dengan perusahaan tersebut.
3.
Customer (Pelanggan)
Typically a one-of purchaser of your product (although the category
may include some repeat buyers) who has no feeling of loyalty
towards your organization. Pembeli produk suatu perusahaan,
termasuk beberapa pembeli ulang yang belum merasa loyal terhadap
perusahaan tersebut.
4.
Clients (Klien)
Repeat customers who have positive felings of loyalty towards your
organization but who support is passive rather than active towards
your organization. Pelanggan yang memiliki perasaan positif untuk
loyal terhadap suatu perusahaan tetapi dukungannya terhadap
perusahaan masih pasif.
5.
Advocate (Pendukung)
Clients who actively support your organization by recommending it to
others. Pelanggan yang secara aktif mendukung suatu perusahaan
dengan merekomendasikan kepada orang lain.
43
6.
Partners (Mitra)
A partnership is the strongest form of customer supplier relationship
which is sustained both parties it as mutually beneficial. Persekutuan
adalah bentuk hubungan saling menguntungkan antara supplier
(pemasok) dan pelanggan yang berlangsung terus menerus.
Menurut Keki R. Bhote dalam Jurnal manajemen dan bisnis Vol. 4 No. 1
April 2004 mengatakan bahwa ada sepuluh prinsip inti dalam loyalitas konsumen,
yaitu :
1.
Kemitraan yang didasarkan kepada etika dalam integritas tertinggi.
2.
Nilai tambah dalam hubungan kemitraan customer-supplier.
3.
Mutual trust: kayakinan mendalam akan potensi dan kredibilitas.
4.
Policyyang transparan dengan men-sharing teknologi, strategi, dan
data.
5.
Kerja sama yang mutual antara perusahaan, supplier, dan konsumen
dalam menghasilkan kualitas yang diharapkan.
6.
Tanggap terhadap antusiasme konsumen tentang apayang dianggap
penting.
7.
Memfokuskan diri terhadap hal-hal kecil yang dapat memberikan
kepuasan kepada konsumen.
8.
Kedekatan perusahaan dengan konsumen.
9.
Memberikan perhatian yang sungguh-sungguh
setelah sales terjadi.
kepadakosumen
44
10. Mengantisipasi kebutuhan dan harapan konsumen di masa mendatang.
Dengan adanya penerapan dalam prinsip di atas, makadapat menghasilkan
konsumen loyal atau setia. Mereka yang dikategorikan sebagai pelanggan yang
loyal atau setia adalah mereka yang sangat puas dengan produk tertentu sehingga
mempunyai
antusiasme
untuk
memperkenalkannya
kepada
orang
lain.
Selanjutnya pelanggan yang loyal tersebut akan memperluas kesetiaan mereka
kepada produk-produk lain buatan produsen/perusahaan yang sama. Pada
akhirnya, mereka akan menjadi konsumen yang setia kepada produsen tersebut
untuk selamanya.
Download