BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produk 2.1.1 Pengertian Produk Dalam pemasaran definisi produk adalah segala sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Kepuasan konsumen tidak hanya mengacu pada bentuk fisik produk, melainkan satu paket kepuasan yang didapat dari pembelian produk kepuasan tersebut merupakan akumulasi kepuasan fisik, psikis, simbolis, dan pelayanan yang diberikan oleh produsen. Produk identik dengan barang dalam akutansi, barang adalah fisik yang tersedia dipasar. Sedangkan produk yang tidak berwujud disebut jasa. Dalam manajemen produk, identifikasi dari produk adalah barang dan jasa yang di tawarkan kepada konsumen. Kata produk digunakan untuk tujuan mempermudah pengujian pasar dan daya serap pasar, yang akan sangat berguna bagi tenaga pemasaran, manajer, dan bagian pengendalian kualitas. Kotler dan Armstrong (2011:236) mendefinisikan produk (product) sebagai ”Segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar menarik perhatian, akuisisi, penggunaan, atau konsumsi yang dapat memu askan suatu keinginan atau kebutuhan.” 11 12 Sedangkan menurut William. J Stanton dalam Buchari Alma (2008:139), memberikan definisi produk sebagai berikut : “Produk adalah seperangkat atribut yang berwujud maupun tidak berwujud termasuk didalamnya warna, harga, nama baik produk, nama baik toko yang menjual (pengecer) dan pelayanan pabrik serta pelayanan pengecer yang diterima oleh pembeli guna memuaskan kebutuhan dan keinginan.” Berdasarkan definisi diatas produk dapat dikatakan sebagai fokus inti dari semua bisnis. Produk adalah apa yang dilakukan perusahaan mulai dari mendesain, mengadakan sistem produksi dan operasi, menciptakan program pemasaran, sistem distribusi, iklan dan mengarahkan tenaga penjual untuk menjual. Sedangkan bagi konsumen, produk identik dengan perusahaan. Bagi pesaing, produk adalah sasaran yang harus dikerahkan. 2.1.2 Tingkatan Produk Berdasarkan definisi diatas produk dapat dikatakan sebagai fokus inti dari semua bisnis. Produk adalah apa yang dilakukan perusahaan, mulai dari mendesain, mengadakan sistem produksi dan operasi, menciptakan program pemasaran, sistem distribusi, iklan dan mengarahkan tenaga penjual untuk menjual produk tersebut. Menurut Kotler dan Armstrong (2011:279) dalam merencanakan penawaran suatu produk, pemasar harus memahami lima tingkat produk, yaitu : 13 a. Produk Utama (Core Benefit), yaitu manfaat yang sebenarnya dibutuhkan dan akan dikonsumsi oleh pelanggan dari setiap produk. b. Produk Generik (Basic Produk), adalah produk dasar yang mampu memenuhi fungsi pokok produk yang paling dasar. c. Produk Harapan (Expected Product), adalah produk formal yang ditawarkan dengan berbagai atribut dan kondisi secara normal (layak) diharapkan dan disepakati untuk dibeli. d. Produk Pelengkap (Augment Product), adalah berbagai atribut produk yang dilengkapi atau ditambahkan dengan berbagai manfaat dan layanan, sehingga dapat memberikan tambahan kepuasan dan dapat dibedakan dengan produk pesaing. e. Produk Potensial (Potential Product), adalah segala macam tambahan dan perubahan yang mungkin dikembangkan untuk suatu produk dimasa mendatang. 2.1.3 Klasifikasi Produk Menurut Kotler dan Armstrong (2011:280) klasifikasi produk dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Barang Konsumen Barang konsumen yaitu barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri, bukan untuk tujuan bisnis. Umumnya barang konsumsi dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu : 14 1) Barang kebutuhan sehari-hari (Convience goods) adalah barangbarang yang biasanya sering dibeli konsumen (memiliki frekuensi pembelian tinggi), dibutuhkan dalam waktu segera, dan memerlukan waktu yang minim dalam pembandingan dan pembeliannya. 2) Barang belanjaan (Shopping goods) adalah barang-barang yang karakteristiknya dibandingkan dengan berbagai alternatif yang tersedia oleh konsumen berdasarkan kesesuaian, kualitas, harga, dan daya dalam proses pemilihan dan pembeliannya. 3) Barang khusus (Speciality goods) adalah barang-barang dengan karakteristik dan atau identifikasi yang unik, yang untuknya sekelompok pembeli yang cukup besar bersedia senantiasa melakukan usaha khusus untuk pembeliannya. 4) Barang yang tidak dicari (Unsought goods) adalah barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau walau sudah diketahui namun secara umum konsumen belum terpikir untuk membelinya. b. Barang Industri Barang industri adalah barang-barang yang dikonsumsi oleh industriawan (konsumen antara atau konsumen bisnis) untuk keperluan selain konsumsi langsung, yaitu : untuk diubah, diproduksi menjadi barang lain kemudian dijual kembali oleh produsen, untuk dijual kembali oleh pedagang tanpa dilakukan transformasi fisik (proses produksi). 15 2.1.4 Diferensiasi Produk Dalam pemasaran diferensiasi produk adalah kegiatan memodifikasi produk agar menjadi lebih menarik. Diferensiasi ini memerlukan penelitian pasar yang cukup serius karena agar bisa benar-benar berbeda, diperlukan pengetahuan tentang produk pesaing. Diferensiasi produk ini biasanya hanya mengubah sedikit karakter produk, meskipun itu diperbolehkan. Tujuan dari strategi diferensiasi adalah mengembangkan positioning yang tepat sesuai keinginan konsumen potensial yang ingin dituju. Jika pasar melihat perbedaan produk anda dibanding produk pesaing, anda akan lebih mudah mengembangkan marketing mix untuk produk tersebut. Diferensiasi produk yang berhasil adalah diferensiasi yang mampu mengalihkan basis persaingan ke faktor lain, seperti karakteristik produk, strategi distribusi atau variabel-variabel promotif lainnya. Kelemahan dari diferensiasi adalah perlunya biaya produksi tambahan dan iklan besar-besaran. 2.2 Pengertian Kualitas Produk Kualitas produk merupakan salah satu andalan pemasaran suatu perusahaan. Kualitas mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja produk dan jasa, yang dapat mendekatkan pada nilai kepuasan. Menurut American society for quality control yang di kutip oleh Kotler dan Keller (2009:143) bahwa kualitas adalah “Totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.” 16 Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2008:272) menyatakan bahwa kualitas adalah “Karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang dinyatakan atau diimplikasikan.” Kualitas merupakan totalitas fitur dan karakteristik yang yang mampu memuaskan kebutuhan, yang dinyatakan maupun tidak dinyatakan, kualitas mencakup pula daya tahan produk, kehandalan, ketepatan, kemudahan operasi dan perbaikan, serta atributatribut nilai lainnya. Beberapa atribut itu dapat diukur secara obyektif. Dari sudut pandangan pemasaran, kualitas harus diukur sehubungan dengan persepsi kualitas para pembeli. Menurut Philip Kotler dan Gery Armstrong yang diterjemahkan oleh T.Hermaya (2011:243) menyatakan bahwa : “Kualitas produk adalah salah satu faktor yang paling diandalkan oleh seorang pemasar dalam memasarkan suatu produk.” Sedangkan menurut Gasper Z yang dikutip dari buku Jurnal mutu Proyek Pembangunan Gedung (2004:4) kualitas mempunyai definisi yang berbeda dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategis. Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari produk seperti performansi (Performance), keandalan (Realibility), mudah didalam penggunaan (Easy of use) dan estetika (Easthetic). Maka dari uraian diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas produk adalah suatu kondisi dinamis yang saling berhubungan meskipun dapat memiliki definisi yang berbeda tetapi produk pada intinya memiliki suatu spesifikasi 17 terhadap suatu barang dan/ atau jasa yang dapat menimbulkan kepuasan yang memenuhi atau melebihi harapan bagi konsumen yang menggunakannya. 2.2.1 Dimensi dan Perspektif Kualitas Produk Menurut David Garvin yang diterjemahkan oleh Husen Umar (2010:147) telah mengungkapkan adanya delapan dimensi kualitas produk yang bisa dimainkan oleh pemasar. Performance, feature, reliability, conformance, durability, serviceability, aesthetics, dan perceived quality merupakan kedelapan dimensi tersebut. 1. Dimensi performence atau kinerja produk Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Ini merupakan manfaat atau khasiat utama produk yang kita beli. Biasanya ini menjadipertimbangan pertama kita membeli produk. contohnya produk Harnal D & OCAS mampu memperbaiki gejala pembesaran prostat dalam waktu 3 hari pemberian. 2. Dimensi reliability atau kehandalan produk Dimensi kedua adalah hal yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula contohnya produk Harnal D & OCAS memiliki kehandalan dosis lebih praktis hanya 1x1 per hari. 18 3. Dimensi feature atau fitur produk Dimensi feature merupakan karakteristik atau ciri-ciri tambahan yang melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau option bagi konsumen. Kalau manfaat utama sudah standar, fitur seringkali ditambahkan. Idenya, fitur bisa meningkatkan kualitas produk kalau pesaing tidak memiliki contohnya Harnal D obat berbentuk dispersible tablet yang larut oleh saliva/ air liur dalam waktu 21 detik tidak usah menggunakan air. 4. Dimensi durebility atau daya tahan Daya tahan menunjukkan usia produk, yaitu jumlah pemakaian suatu produk sebelum produk itu digantikan atau rusak. Semakin lama daya tahannya tentu semakin awet. Produk yang awet akan dipresepsikan lebih berkualitas dibandingkan produk yang cepet habis atau cepat diganti contohnya produk Harnal D & OCAS memiliki daya tahan obat hingga 5 tahun. 5. Dimensi conformance atau kesesuaian Conformance adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar yang dinyatakan suatu produk. Ini semacam janji yang harus dipenuhi oleh produk. Produk yang memiliki kualitas dari dimensi ini berarti sesuai dengan standarnya contohnya produk Harnal D & OCAS termasuk kedalam golongan alfa blocker. 19 6. Dimensi serviceability atau kemampuan diperbaiki Sesuai dengan maknanya, disini kualitas produk ditentukan atas dasar kemampuan diperbaiki: mudah, cepat, dan kompeten. Produk yang mampu diperbaiki tentu kualitasnya lebih tinggi dibanding produk yang tidak atau sulit diperbaiki contohnya produk Harnal D & OCAS memiliki selektifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan golongan alfa blocker lainya yaitu lebih selektif di reseptor alfa 1A dan alfa 1D. 7. Dimensi aesthetic atau keindahan tampilan produk Aesthetic atau keindahan menyangkut tampilan produk yang membuat konsumen suka. Ini seringkali dilakukan dalam bentuk desain produk atau kemasannya. Beberapa merek memperbaharui wajahnya supaya lebih cantik dimata konsumen contohnya produk Harnal D & OCAS memiliki memiliki desain produk yang terlihat baik. 8. Dimensi perceived quality atau kualitas yang dirasakan Dimensi terakhir adalah kualitas yang dirasakan. Ini menyangkut penilaian konsumen terhadap citra, merek, atau iklan. Produk-produk yang bermerek terkenal biasanya dipresepsikan lebih berkualitas dibanding merek-merek yang tidak terdengar. Itulah sebabnya produk selalu berupaya membangun mereknya sehingga memiliki brand equity yang tinggi. Tentu saja ini tidak dapa dibangun semalam karena menyangkut banyak aspek termasuk dimensi kualitas dari kinerja, fitur, daya tahan, dan sebagainya contohnya produk Harnal D & OCAS direkomendasikan kedalam EAU Guideline 20 2012 sebagai obat terapi utama dalam memperbaiki gejala BPH dalam waktu 3 hari pemberian. Kualitas merupakan faktor yang terdapat dalam suatu produk yang menyebabkan suatu produk tersebut bernilai sesuai dengan maksud untuk apa produk itu diproduksi. Kualitas ditentukan oleh sekumpulan kegunaan atau fungsinya, termasuk di dalamnya daya tahan, ketergantungan pada produk atau komponen lain, eksklusif, kenyamanan, wujud luar (warna, bentuk, pembungkus,dan sebagainya). Persoalan kualitas produk menjadi isu sentral bagi setiap perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk menyediakan produk berkualitas akan menjadi senjata untuk memenangkan persaingan, karena dengan memberikan produk berkualitas, konsumen akan merasa puas atas produk yang telah ia konsumsi atau dengan kata lain kepuasan konsumen akan tercapai. 2.2.2 Hubungan Kualitas Produk dengan Loyalitas Konsumen Menurut Fandy Tjiptono (2005:54) kualitas produk mempunyai hubungan yang sangat erat dengan sikap konsumen, dimana kualitas produk memberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. 21 Hubungan kualitas produk yang diterapkan oleh perusahaan kaitannya dengan loyalitas konsumen. Kualitas produk yang diberikan perusahaan harus sesuai dengan jenis produk dan kondisi perusahaan, karena kesalahan dalam melakukan sistem pemasaran yang diberikan kepada konsumen dapat menurunkan tingkat loyalitas konsumen, bahkan dapat berdampak pada image yang kurang baik bagi perusahaan dan memberi peluang kepada pesaing untuk masuk serta membuka kemungkinan konsumen akan beralih pada perusahaan pesaing. Meskipun produk yang dihasilkan perusahaan telah sesuai dengan yang diharapkan konsumen, tetapi tanpa ditunjang dengan kualitas produk yang baik dan benar maka akan mengakibatkan ketidak berhasilan dalam memenuhi keinginan konsumen. Perusahaan harus memperhatikan masalah produk dengan sebaik mungkin, karena kualitas produk yang baik dan benar dapat memelihara hubungan yang baik antara perusahaan dengan konsumen (http://perpusunpas.wordpress.com , diakses 6 maret 2013). Kualitas merupakan faktor ketertarikan berdasarkan logika atau pertimbangan. Bila konsumen merasa akan mendapatkan kepuasan dari suatu produk, karena mutunya tinggi atau berkualitas baik dan tidak mudah rusak, maka konsumen tersebut akan tertarik untuk membeli produk tersebut. Menurut Ricard Oliver yang dikutip oleh James. G. Barners (2009:64) ada keterkaitan antara kualitas produk dengan loyalitas konsumen jika terpenuhinya kebutuhan pelanggan makan akan tercipta kepuasan konsumen. Hal itu berarti penilaian bahwa suatu bentuk keistimewaan dari suatu barang atau jasa, memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu 22 kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan dibawah harapan atau pemenuhan kebutuhan melebihi harapan pelanggan. Hal tersebut menunjukan bahwa terpenuhinya suatu kebutuhan menciptakan suatu kenyamanan dan kenyamanan adalah kepuasan. Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Lindawati (2008:52), konsumen percaya bahwa berdasarkan evaluasi mereka terhadap kualitas produk akan dapat membantu mereka untuk mempertimbangkan produk mana yang akan mereka beli. Beberapa penelitian telah mencoba untuk mengintegrasikan kualitas produk sebagai dasar pembelian produk oleh konsumen dan sebuah studi menunjukan bahwa dengan adanya kualitas produk akan menyebabkan pembelian yang semakin tinggi. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan suatu hipotesis sebagai berikut: H1 : Kualitas produk berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen, semakin tinggi kualitas produk maka semakin tinggi pula loyalitas konsumen produk Harna D & OCAS PT. Astellas Pharma Indonesia. 2.3 Harga 2.3.1 Pengertian Harga Dalam teori ekonomi, kita mempelajari Utility (manfaat) dan Price (harga) di mana ketiga konsep tersebut saling berkaitan. Manfaat adalah atribut sebuah produk yang memiliki kemampuan untuk memuaskan keinginan. Nilai adalah ukuran kuantitatif bobot sebuah produk yang dapat dipertukarkan dengan produk 23 lain. Sedangkan harga adalah nilai yang disebutkan dalam rupiah (mata uang) atau sebagai alat tukar. Penetapan harga merupakan tugas kritis yang menunjang keberhasilan operasi organisasi profit maupun non-profit. Harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang memberikan pendapatan bagi organisasi. Harga seringkali digunakan sebagai indikator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang atau jasa. Disamping itu harga merupakan unsur yang bersifat fleksibel, artinya dapat diubah dengan cepat. Pengertian harga menurut Kotler dan Keller (2009:67), adalah salah satu elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, harga merupakan elemen termudah dalam program pemasaran untuk disesuaikan, fitur produk, saluran, dan bahkan komunikasi membutuhkan lebih banyak waktu. Menurut Fandy Tjiptono (2008:465), secara sederhana, istilah harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (non-moneter) yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk. Menurut J. Paul Peter dan Jerry C.Olson (2008:405) berpendapat bahwa harga dapat menggambarkan suatu merek dan memberikan keunggulan kompetitif fungsional. Dalam menggambarkan merek, harga tinggi dapat diketahui berkualitas tinggi untuk beberapa produk dan sering dinyatakan bahwa konsumen merasakan hubungan antara harga dan kualitas. 24 2.3.2 Persepsi Harga Selain sebagai mahluk sosial, setiap konsumen juga merupakan individu dengan karakteristik yang berbeda-beda. Penilaian yang dirasakan setiap konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang mereka terima tidak sama, banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Persepsi konsumen terhadap suatu harga dapat mempengaruhi keputusannya dalam membeli suatu produk. Oleh karena itu setiap produsen akan berusaha memberikan persepsi yang baik terhadap produk atau jasa yang mereka jual. Freddy Rangkuti (2008:103) menyatakan “Persepsi harga adalah biaya relative yang harus konsumen keluarkan untuk memperoleh produk atau jasa yang ia inginkan”. Sedangkan menurut J. Paul Peter dan Jerry C.Olson (2008:406) “Price Perception (persepsi harga) berkaitan dengan bagaimana informasi harga dipahami seluruhnya oleh konsumen dan memberikan makna yang dalam bagi mereka”. Pada saat pemprosesan informasi harga secara kognitif terjadi, konsumen dapat membuat perbandingan antara harga yang ditetapkan dengan sebuah harga atau rentang harga yang telah terbentuk dalam benak mereka untuk produk tersebut. Harga dalam benak konsumen yang digunakan untuk melakukan perbandingan ini disebut internal reference price (harga referensi internal). Referensi harga internal pada dasarnya bertindak sebagai penuntun dalam mengevaluasi apakah harga yang ditetapkan dapat diterima konsumen atau tidak. 25 2.3.3 Dimensi Persepsi Harga Seringkali konsumen menganggap bahwa harga yang ditetapkan untuk suatu merek tertentu sebagai suatu cirri dari produk. Melalui pengetahuannya ini, konsumen kemudian membandingkannya dengan harga yang ditawarkan oleh merek lain dalam suatu kelas produk yang sama, ciri-ciri lain dari merek yang diamati dan dari merek-merek lainnya, serta biaya-biaya konsumen lainnya. Hasil dari proses ini kemudian akan membentuk sebuah sikap terhadap berbagai alternative merek yang ada. Menurut Freddy Rangkuti (2009:104) persepsi mengenai harga diukur berdasarkan persepsi pelanggan yaitu dengan cara menanyakan kepada pelanggan variabel-variabel apa saja yang menurutnya paling penting dalam memilih sebuah produk, misalnya untuk produk makanan, variabelnya meliputi: bahan baku, rasa, daya tahan, dan proses pembuatan. Pendapat sejenis juga diungkapkan oleh Monroe (2006:161), menurutnya persepsi harga sering diidentikan dengan persepsi kualitas dan persepsi biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh produk. Berdasarkan gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa informasi harga aktual yang diperoleh akan dibandingkan dengan persepsi harga yang ada di benak konsumen, hal ini menghasilkan persepsi nilai terhadap produk atau jasa tersebut. Selanjutnya konsumen akan memutuskan, apakah akan membeli produk/jasa tersebut atau tidak. Persepsi harga dibentuk oleh dua dimensi utama, yaitu persepsi kualitas dan persepsi biaya yang dikeluarkan : 26 1. Perceived Quality (persepsi kualitas) Konsumen cenderung lebih menyukai produk yang harganya mahal ketika informasi yang didapat hanya harga produknya. Persepsi konsumen terhadap kualitas suatu produk dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap nama merek, nama toko, garansi yang diberikan (after sale services), dan Negara yang menghasilkan produk tersebut. a. Persepsi nama merek Nama sebuah merek dapat mengindikasikan kualitas suatu produk. Merek yang sudah lama dan memiliki Image yang kuat terhadap sebuah produk biasanya akan lebih cepat diingat oleh konsumen. Menurut Kent B. Monroe (2003:162) dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa jika dibandingkan dengan nama toko dan karakteristik komponen produk lainnya, nama merek memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap persepsi kualitas produk. b. Persepsi nama toko/dealer Reputasi nama toko/dealer akan menciptakan persepsi konsumen terhadap produk yang ditawarkan, baik dari segi kualitas maupun harganya. Kenyamanan toko, layout dan kualitas pelayanan yang diterima konsumen akan menimbulkan persepsi tersendiri terhadap reputasi toko/dealer tersebut. 27 c. Persepsi garansi (after sale services) Produk yang menawarkan garansi bagi para konsumennya sering diidentikan dengan produk yang memiliki kualitas tinggi. Konsumen akan merasa lebih tenang dalam menggunakan produk tersebut, karena pihak perusahaan menjamin kualitasnya. d. Persepsi Negara yang menghasilkan produk Kualitas sebuah produk sering dikaitkan dengan Negara pembuatnya. Oleh karena itu konsumen dapat langsung memiliki persepsi terhadap suatu produk hanya dengan mengetahui dari Negara mana produk tersebut berasal. “Dimana produkberasal seringkali menjadi pertimbangan penting bagi konsumen untuk evaluasi” (Ujang Sumarwan,2009:304). 2. Perceived Monetary Sacrifice (persepsi biaya yang dikeluarkan) Secara umum konsumen menganggap bahwa harga merupakan biaya yang dikeluarkan atau dikorbankan untuk mendapatkan produk. Akan tetapi konsumen mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap biaya yang dikeluarkan meskipun untuk produk yang sama. Hal ini tergantung situasi dan kondisi yang dialami oleh konsumen, dalam hal ini terdapat tiga kondisi yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap biaya yang dikeluarkan, yaitu persepsi terhadap pajak, persepsi terhadap kewajaran harga dan efek ekuitas merek. 28 1. Persepsi terhadap pajak Konsumen memiliki penilaian yang berbeda terhadap biaya pajak yang harus dibayarkan. Untuk dua produk yang berbeda konsumen memiliki penilaian yang berbeda meskipun biaya atau harga yang dikeluarkan untuk mendapatkan produk tersebut nilainya sama. 2. Persepsi terhadap kewajaran harga Terdapat dua tipe transaksi yang dapat mempengaruhi penilaian konsumen terhadap wajar atau tidaknya harga suatu produk. 3. Persepsi terhadap efek ekuitas merek Nama merek sering dijadikan indikator kualitas suatu produk. Menurut Kotler dan Armstrong (2008:235) “Ekuitas merek adalah efek diferensiasi positif yang ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap tanggapan pelanggan atas produk atau jasa tersebut”. Ekuitas merek yang sudah kuat sering dipersepsikan dengan harga yang premium. Konsumen akan bersedia membayar dengan harga yang lebih tinggi untuk memperoleh produk yang berkualitas dan memiliki image merek yang lebih superior. 2.3.4 Tujuan Penetapan Harga Setiap keputusan tentang strategi penetapan harga harus didasaran pada pemahaman yang jelas tentang tujuan penetapan harga suatu perusahaan. Menurut Cristopher H. Lovelock dan Lauren K. Wright (2005: 248) menyebutkan bahwa terdapat beberapa dasar alternatif penetapan harga, yaitu : 29 1. Tujuan Berorientasi pada Laba Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba paling tinggi. Tujuan ini dikenal dengan istilah maksimisasi laba. 2. Tujuan Berorientasi pada Volume Selain tujuan berorientasi pada laba, ada pula perusahaan yang menetapkan harganya berdasarkan tujuan yang berorientasi pada volume tertentu atau yang biasa dikenal dengan istilah volume pricing objectives. 3. Tujuan Berorientasi pada Citra Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga. Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius. 4. Tujuan Stabilisasi Harga Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila suatu perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan pula harga mereka. 5. Tujuan-tujuan Lainnya Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah. 30 2.3.5 Faktor-Faktor dalam Menentukan Kebijakan Penetapan Harga Dalam menetapkan harga perusahaan harus mempertimbangkan faktor dalam menentukan kebijakan penetapan harganya, sehingga harga yang nantinya diterapkan dapat diterima oleh konsumen. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penetapan harga tersebut adalah (Kotler dan Keller, 2008:83) : 1. Biaya menjadi batas bawah. 2. Harga pesaing dan harga barang pengganti menjadi titik orientasi yang perlu dipertimbangkan perusahaan. 3. Penilaian pelanggan terhadap fitur-fitur produk yang unik dari penawaran perusahaan menjadi batas atas harga. 2.3.6 Metode Penetapan Harga Setelah mempertimbangkan faktor-faktor yang menentukan penetapan harga, perusahaan kini siap untuk memilih suatu harga. Perusahaan memecahkan permasalahan harga dengan menggunakan metode penetapan harga. Kotler (2011:529) menyatakan macam-macam matode penetapan harga adalah sebagai berikut: 1. Penetapan Harga Mark-Up Metode penetapan harga yang paling dasar adalah dengan menambahkan markup standar ke biaya produk. Besarnya markup sangat bervariasi diantara berbagai barang. Markup umumnya lebih tinggi untuk produk musiman (guna menutup risiko produk yang tidak terjual), produk khusus, produk yang penjualannya lambat, produk 31 yang biaya penyimpanan dan penanganannya tinggi, serta produk dengan permintaan yang tidak elastis. 2. Penetapan Harga Berdasarkan Sasaran Pengembalian (Target Return Pricing) Perusahaan menentukan harga yang akan menghasilkan tingkat pengembalian atas investasi (ROI) yang diinginkan. Penetapan harga ini cenderung mengabaikan pertimbangan-pertimbangan lain. Produsen harus mempertimbangkan harga yang berbeda dan memperkirakan kemungkinan akibatnya atas volume penjualan dan keuntungan. Produsen juga perlu mencari cara untuk menentukan biaya tetap dan/atau biaya variabel, karena biaya yang lebih rendah akan menurunkan volume titik impas yang diperlukan. 3. Penetapan Harga Berdasarkan Harga yang Dipersepsikan (Perceived Value) Metode ini perusahaan menerapkan harga produk bukan berdasarkan biaya penjual yang terkadang terlalu tinggi atau terlalu rendah, melainkan dari persepsi pelanggan. Kunci dari metode ini adalah menentukan persepsi pasar atas nilai penawaran dengan akurat. Penjual yang memandang nilai penawarannya terlalu tinggi akan menetapkan harga yang terlalu tinggi bagi produknya. Penjual dengan pandangan terlalu rendah akan mengenakan harga yang lebih rendah dari pada harga yang dapat ditetapkan. Riset pasar dibutuhkan untuk 32 membentuk persepsi nilai pasar sebagai panduan penetapan harga yang efektif. 4. Penetapan Harga Nilai (Value Pricing) Metode ini menetapkan harga yang cukup rendah untuk tawaran yang bermutu tinggi. Penetapan harga nilai menyatakan bahwa harga harus menggambarkan tawaran yang bernilai tinggi bagi konsumen. 5. Penetapan Harga Sesuai Harga Berlaku (Going-rate pricing) Dalam metode ini perusahaan kurang memperhatikan biaya atau permintaannya sendiri tetapi mendasarkan harganya terutama pada harga pesaing. Perusahaan dapat mengenakan harga yang sama, lebih tinggi, lebih rendah dari pesaingnya. Metode ini cukup populer, apabila biaya sulit untuk diukur atau tanggapan pesaing tidak pasti. 6. Penetapan Harga Penawaran Tertutup Perusahaan menentukan harganya berdasarkan perkiraannya tentang bagaimana pesaing akan menetapkan harga dan bukan berdasarkan hubungan yang kaku dengan biaya atau permintaan perusahaan. Dalam metode ini penetapan harga yang kompetitif umum digunakan jika perusahaan melakukan penawaran tertutup atas suatu proyek. 2.3.7 Variabel Persepsi Harga Menurut penelitian Djati dan Darmawan (2007:102), ada beberapa variabel mengenai persepsi harga antara lain : 33 1. Keterjangkauan harga Merupakan kesanggupan yang dirasakan oleh konsumen atau pembeli dalam mendapatkan produk dan jasa yang ia inginkan. Karena keterjangkauan ini konsumen jadi berfikir untuk bisa memenuhi hasrat yang ia inginkan. Hampir semua perusahan berlomba-lomba untuk menawarkan prodak atau jasa dengan harga yang terjangkau karena disisi lain selain sebagai kompetitifnya persaingan pasar bisa juga untuk menjaga hubungan dengan konsumennya contohnya Harnal D & OCAS memiliki keterjangkauan harga yang dirasakan oleh usernya. 2. Perbandingan harga dengan merek lain Sebelum perusahaan ingin memasarkan produk dan jasanya biasanya dilakukan terlebih dahulu riset mengenai harga untuk produk dan jasa yang sejenis. Hal tersebut dilakukan agar kita bisa melihat pasaran harga untuk merek produk yang sejenis dan yang akhirnya akan memepengaruhi minat pembeli. Biasanya konsumen bisa memilih antara kulitas produk dengan harga yang ditawarkan, yang lebih baik ialah jika kualitas produk yang ditawarkan berkualitas tinggi dengan harga yang rendah contohnya Harnal D & OCAS memiliki harga yang ekonomis di bandingkan dengan merek sejenis dikarenakan dosis hanya 1x1 pemberian. 3. Kesesuaian harga dengan manfaat Produk dengan spesifikasi tertentu dan berkualitas tinggi biasanya mempunyai kesesuaian harga yang lebih tinggi, karena sesuai dengan 34 manfaat yang akan diberikan oleh produk tersebut. Tidak heran jika kita melihat produk-produk bermerek yang mempunyai harga yang tinggi, itu di karenakan karena mereka selaku produsen menjual kualitas dan manfaat yang lebih bagi calon konsumennya contohnya Harnal D & OCAS memiliki kesesuaian harga dengan manfaat yang akan dirasakan. 2.3.8 Hubungan Persepsi Harga Dengan Loyalitas Konsumen Suatu perusahaan perlu memonitor harga yang ditetapkan oleh para pesaing agar harga yang ditetapkan oleh perusahaan tidak terlalu tinggi atau sebaliknya, sehingga harga yang ditawarkan dapat menimbulkan keinginan konsumen untuk melakukan pembelian. Dalam bukunya, Angipora (2010:268) menyatakan bahwa suatu harga berpengaruh terhadap loyalitas konsumen. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Budiadi (2009) yang memasukan persepsi harga sebagai salah satu variabel dalam penelitiannya. Hasil yang di peroleh persepsi harga mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli produk. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Chasanah dan Widiastuti juga memberikan hasil yang sama bahwa harga berpengaruh positif terhadap keputusan konsumen. Pernyataan di atas menunjukkan bahwa konsumen di Indonesia termasuk rentan terhadap perpindahan merek. Konsumen tersebut dapat digolongkan menjadi konsumen yang mengaktifkan tahap kognitif. Konsumen tersebut sangat peduli mengenai kualitas, biaya, dan manfaat. Konsumen yang hanya mengaktifkan tahap kognitifnya adalah konsumen yang paling rentan terhadap 35 perpindahan merek karena adanya rangsangan pemasaran (Junaidi dan Dharmmesta, 2007). H2: Persepsi harga berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen, semakin baik penerimaan dan anggapan konsumen mengenai harga yang diterima maka semakin tinggi pula loyalitas konsumen produk Harna D & OCAS PT. Astellas Pharma Indonesia. 2.4 Loyalitas Konsumen 2.4.1 Pengertian Loyalitas Konsumen Definisi loyalitas konsumen menurut Francois A. Carrillat (2009:95), adalah sebagai berikut : “Customer loyalty is an attitude that reflects a long-term commitment of the customer to the organization.” Loyalitas pelanggan adalah sebuah sikap pelanggan dalam bentuk komitmen lama kepada sebuah organisasi perusahaan. Menurut Griffin (2008:31)”Loyalty is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit”. Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang/ jasa suatu perusahaan yang dipilih. Gremler dan Brown (2008:4) dalam jurnal The Analysis of Customer Loyalty in Bangladeshi Mobile Phone Operator Industry menyatakan bahwa: “Customer loyalty is defined as “the degree to which a customer exhibits repeat purchasing behavior from a service provider, possesses a positive attitudinal 36 disposition toward the provider, and considers using only this provider when a need for this service arises”. Definisi dari loyalitas konsumen adalah persetujuan yang menunjukkan perilaku pembelian ulang terhadap pelayanan perusahaan, membangun sikap positif terhadap kepentingan perusahaan, dan pemberi layanan hanya mempertimbangkan pengguna ketika adanya kebutuhan untuk layanan. Konsep loyalitas lebih mengarah kepada perilaku dibandingkan dengan sikap dan seorang pelanggan yang loyal akan memperhatikan perilaku pembelian yang dapat diartikan sebagai pola pembelian yang teratur dan dalam waktu yang lama, yang dilakukan oleh unit-unit pembuat atau pengambil keputusan. Konsumen yang loyal merupakan pelanggan yang bersedia melakukan pembelian ulang (repeat purchase) dari produsen yang sama, atau mungkin juga tidak melakukan pembelian untuk semua lini produk, melaksanakan word of mouth yang positif terhadap perusahaan kepada pembeli potensial, dan kebal terhadap bujukan dari pesaing. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian loyalitas ialah kesetiaan seseorang dalam jangka waktu yang lama, dimana mereka melakukan pembelian secara rutin terhadap produk/jasa atau perusahaan yang dipilih. Selain itu karakteristik dari pelanggan yang loyal ialah seseorang yang kebal terhadap daya tarik produk lain dan selalu memberikan masukan terhadap perusahaan. 2.4.2 Perspektif Loyalitas Pada dasarnya terdapat dua perspektif utama dalam mendefinisikan dan mengukur loyalitas. Menurut Fandy Tjiptono (2008;109) yaitu loyalitas sebagai 37 perilaku dan loyalitas sebagai sikap. Dengan kata lain, loyalitas dapat ditinjau dari merek produk/jasa apa yang dibeli konsumen dan bagaimana perasaan (sikap konsumen) terhadap merek tersebut. 1. Perspektif Perilaku (Behavioral) Berdasarkan perspektif perilaku, loyalitas diartikan sebagai pembelian ulang suatu merek secara konsisten oleh pelanggan. Setiap kali konsumen membeli ulang suatu produk/jasa dengan merek yang sama, maka ia dikatakan loyal pada merek tersebut. Bowen dan Shoemaker (2006:12) mengemukakan bahwa: “Perspektif perilaku dari loyalitas merujuk pada aspek-aspek perilaku konsumen langsung terhadap brand atau service tertentu untuk waktu yang lama (misalnya pembelian ulang)”. Jadi pengukuran loyalitas pada perspektif ini dilihat dari frekuensi dan konsistensi perilaku pembelianya terhadap suatu produk/jasa. Perspektif ini mengandung kelemahan, karena didasarkan pada perilaku pembelian masa lalu saja, padahal loyalitas juga berhubungan dengan estimasi perilaku pembelian masa mendatang. 2. Perspektif Sikap (Attitude) Loyalitas yang didasari perilaku didefinisikan sebagai seberapa konsisten seorang konsumen membeli sebuah merek, dimana loyalitas disini diukur melalui proporsi atau jumlah pembelian. Menurutnya terdapat lima bentuk loyalitas yang didasari perilaku, antara lain: 38 a. Undivided loyalty, yaitu perilaku konsumen yang selalu membeli merek yang sama pada sebuah produk. b. Occasional switcher, yaitu selalu memilih merek yang sama, namun dapat berubah jika produk itu tidak tersedia di pasar. c. Switched loyalty, yaitu konsumen yang sebelumnya memiliki loyalitas terhadap suatu merek, namun berpindah pada merek lain. d. Divided loyalty, yaitu konsumen yang memiliki loyalitas terhadap beberapa merek. e. Indifference, diartikan sebagai konsumen yang tidak memiliki loyalitas terhadap sebuah merek dan dia tidak memiliki kepedulian akan hal ini. 2.4.3 Jenis-jenis Loyalitas Konsumen Jenis-jenis loyalitas konsumen menurut Griffin (2008:22) terdiri dari empat jenis, yaitu : 1. No loyalty (Tidak ada kesetiaan) Untuk berbagai alasan yang berbeda ada pelanggan yang tidak mengembangkan suatu kesetiaan terhadap produk atau jasa tertentu. Tingkat keterikatan (attachment) dengan repeat patronage yang rendah menunjukan absensinya suatu kesetiaan. Pada dasarnya suatu usaha harus menghindari kelompok no loyalty ini untuk dijadikan target pasar mereka karena tidak akan pernah menjadi pelanggan yang setia. 39 2. Inertia loyalty (Kesetiaan yang tidak aktif) Suatu tingkat keterikatan yang rendah dengan pembelian ulang yang tinggi akan mewujudkan suatu inertia loyalty. Pelanggan yang memiliki sikap ini biasanya membeli berdasarkan kebiasaan. Dasar yang digunakan untuk pembelian produk atau jasa biasanya karena sudah terbiasa memakainya atau karena faktor kemudahan situasional. Kesetiaan semacam ini biasanya banyak terjadi terhadap produk atau jasa yang sering dipakai, contoh dari kesetiaan ini biasanya terlihat dari pembelian bensin di pom bensin yang berada dekat dengan ramah dan sebagainya. Tapi mungkin saja mengubah kelompok inertia loyalty menjadi kelompok pelanggan dengan kesetiaan yang lebih tinggi bila secara aktif mendekatkan diri dengan pelanggan, misalnya dengan meningkatkan keramahan dan fasilitas. 3. Latent loyalty (Kesetiaan tersembunyi) Suatu keterikatan yang relatif tinggi yang disertai dengan tingkat pembelian yang rendah menggambarkan latent loyalty dari pelanggan. Bagi pelanggan yang memiliki sikap latent loyalty pembelian ulang banyak dipengaruhi oleh faktor situasional dari pada faktor sikapnya. 4. Premium loyalty (Kesetiaan premium) Merupakan jenis kesetiaan yang terjadi bilamana suatu tingkat keterikatan yang tinggi berjalan selaras dengan aktivitas pembelian kembali. Kesetiaan jenis inilah yang sangat diharapkan dari setiap pelanggan dalam setiap usaha. Pada tingkat persentase yang tinggi 40 maka orang-orang akan bangga bilamana menemukan dan menggunakan produk atau jasa tersebut dan dengan senang hati membagi pengetahuan dari pengalaman mereka kepada teman atau keluarga mereka. 2.4.4 Indikator loyalitas Konsumen Sedangkan definisi dari konsumen loyal adalah seseorang yang melakukan aktifitas membeli barang atau jasa yang memenuhi kriteria sebagai berikut (Griffin,2008:53) : 1. Melakukan pembelian ulang secara berkala. Konsumen yang sudah terindikasi loyal apabila ia menyukai suatu produk yang dipakainya maka ia akan secara terus menerus akan melakukan pembelian secara berkala contohnya user akan meresepkan Harnal D & OCAS secara berulang untuk terapi gejala prostat. 2. Membeli produk lain yang ditawarkan produsen yang sama. Ketika suatu produsen produk yang sama menegeluarkan lini produk yang berbeda maka si konsumen yang loyal akan antusias mencoba produk yang baru dikeluarkan tersebut dengan harapan ia bisa mendapatkan manfaat dan kuliatas yang sama baiknya contohnya user akan mencoba meresepkan produk PT. Astellas Pharma Indonesia yang lainnya. 41 3. Merekomendasikan produk atau jasa tersebut kepada orang lain. Konsumen yang loyal akan suatu produk tertentu ketika ia mendapatkan manfaat dan kualitas yang dirasakannya baik ia akan mencoba untuk merekomendasikannya kepada pihak lain contohnya user akan mencoba merekomendasikan Harnal D & OCAS kepada rekan dokter yang lain untuk terapi gejala prostat. 2.4.5 Tingkat Loyalitas Konsumen Menjadi konsumen yang loyal, seseorang harus melalui beberapa tahapan yang melalui suatu proses yang dapat berlangsung lama. Dalam memperhatikan masing-masing tahap dan memenuhi kebutuhan dalam setiap tahap tersebut, perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calon pembeli menjadi konsumen yang loyal. Hill (2007:61) menjelaskan bahwa tahapan loyalitas terbagi atas enam tahapan sebagai berikut: 1. Suspect(Tersangka) This segment includes all the buyer of the product/service category in the market place. Suspect are either unware of your organization’s product or service or have no inclination to purchase it. Segmen ini meliputi semua kategori pembelian barang/jasa dalam pasar. Suspect tidak hanya menyadari keberadaan produk dari suatu perusahaan atau tidak ada kecenderungan untuk membeli. 42 2. Prospect (Calon Pelanggan) Prospect are potensial customers who have some attraction towards your organization but have not yet taken to step of doing business with you. Prospek adalah pelanggan potensial yang memiliki daya tarik terhadap suatu organisasi atau perusahaan tetapi belum terjadi tindakan bisnis dengan perusahaan tersebut. 3. Customer (Pelanggan) Typically a one-of purchaser of your product (although the category may include some repeat buyers) who has no feeling of loyalty towards your organization. Pembeli produk suatu perusahaan, termasuk beberapa pembeli ulang yang belum merasa loyal terhadap perusahaan tersebut. 4. Clients (Klien) Repeat customers who have positive felings of loyalty towards your organization but who support is passive rather than active towards your organization. Pelanggan yang memiliki perasaan positif untuk loyal terhadap suatu perusahaan tetapi dukungannya terhadap perusahaan masih pasif. 5. Advocate (Pendukung) Clients who actively support your organization by recommending it to others. Pelanggan yang secara aktif mendukung suatu perusahaan dengan merekomendasikan kepada orang lain. 43 6. Partners (Mitra) A partnership is the strongest form of customer supplier relationship which is sustained both parties it as mutually beneficial. Persekutuan adalah bentuk hubungan saling menguntungkan antara supplier (pemasok) dan pelanggan yang berlangsung terus menerus. Menurut Keki R. Bhote dalam Jurnal manajemen dan bisnis Vol. 4 No. 1 April 2004 mengatakan bahwa ada sepuluh prinsip inti dalam loyalitas konsumen, yaitu : 1. Kemitraan yang didasarkan kepada etika dalam integritas tertinggi. 2. Nilai tambah dalam hubungan kemitraan customer-supplier. 3. Mutual trust: kayakinan mendalam akan potensi dan kredibilitas. 4. Policyyang transparan dengan men-sharing teknologi, strategi, dan data. 5. Kerja sama yang mutual antara perusahaan, supplier, dan konsumen dalam menghasilkan kualitas yang diharapkan. 6. Tanggap terhadap antusiasme konsumen tentang apayang dianggap penting. 7. Memfokuskan diri terhadap hal-hal kecil yang dapat memberikan kepuasan kepada konsumen. 8. Kedekatan perusahaan dengan konsumen. 9. Memberikan perhatian yang sungguh-sungguh setelah sales terjadi. kepadakosumen 44 10. Mengantisipasi kebutuhan dan harapan konsumen di masa mendatang. Dengan adanya penerapan dalam prinsip di atas, makadapat menghasilkan konsumen loyal atau setia. Mereka yang dikategorikan sebagai pelanggan yang loyal atau setia adalah mereka yang sangat puas dengan produk tertentu sehingga mempunyai antusiasme untuk memperkenalkannya kepada orang lain. Selanjutnya pelanggan yang loyal tersebut akan memperluas kesetiaan mereka kepada produk-produk lain buatan produsen/perusahaan yang sama. Pada akhirnya, mereka akan menjadi konsumen yang setia kepada produsen tersebut untuk selamanya.